Abstrak
Background: Aritmia jantung merupakan salah satu komplikasi yang paling banyak ditemukan
pada pasien IMA. Kondisi ini dapat meningkatkan angka kejadian mortalitas pada pasien paska
infark selama perawatan di rumah sakit. Salah satu penyebab aritmia yang terjadi pada pasien
paska infark ini adalah kondisi hiponatremia. Kadar serum natrium ini merupakan salah satu
pemeriksaan dari nilai elektrolit yang rutin dilakukan, mudah didapatkan dan juga banyak
tersedia di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan untuk memprediksi terjadinya kejadian
aritmia pada pasien paska infark. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar
serum natrium dengan kejadian aritmia pada pasien infark miokard akut.
Methods: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional
yang melibatkan 105 pasien dengan IMA periode 2016 yang dirawat di ruang Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Data diagnosis dan nilai
kadar serum natrium diperoleh dari rekam medik. Analisis data menggunakan uji Chi-Square.
Results: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien IMA terbanyak terjadi pada pasien
berjenis kelamin laki-laki (76,2%) dengan kategori terbanyak pada usia 40 60 tahun (70,5%).
Pasien IMA yang memiliki komplikasi aritmia sebanyak 26,7% dan pasien IMA yang datang
dalam keadaan hiponatremia yaitu sebanyak 22,9%. Hasil uji Chi-Square menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kadar serum natrium dengan kejadian aritmia (p = 0,001 ; OR =
5,200) pada pasien IMA.
Conclusion: Adanya hubungan yang signifikan antara kadar serum natrium dengan kejadian
aritmia pada penderita infark miokard akut.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian didapakan jumlah sampel sebanyak 105 orang, meliputi laki-laki 76,2%
(80 orang) dan perempuan 23,8% (25 orang). Distribusi umur tebanyak pada umur 40-60 tahun,
yaitu sebanyak 70,5% (74 orang), pada umur > 60 tahun 21,9 % (23 orang), sementara pada
umur <40 tahun haya sebanyak 7,6% (8 orang). Penderita IMA terbanyak juga terdapat pada
pasien yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) 35,2 % (37 orang). Pasien IMA yang
mempunyai riwayat diabetes mellitus 28,6 % (30 orang), yang mempunyai riwayat hipertensi
23,8% (25 orang). Profil lipid rata-rata pada pasien IMA yaitu nilai kolesterol total rat-rata
200,70 58,31 mg/dL, nilai HDL rata rata 32,96 13,28 mg/dL, nilai LDL rata rata 124,43
65,33 mg/dL, dan nilai rata rata 149,91 90,46 mg/dL.
Pasien IMA terkait pembuluh darah yang banyak terlibat yaitu pada lead anterior 48,6 %
(51 orang), lead yang terbanyak kedua yaitu lead inferior 26,7 % (28 orang), sedangkan lead
yang paling sedikit terlibat yaitu lead posterior 1 % (1 orang). Pasien yang dating pada fase akut
hanya 37,1 % (39 orang), sedangkan pasien yang datang pada fase late onset sebanyak 62,9 %
(66 orang). Pasien IMA yang mengalami kematian selama perawatan di rumah sakit sebanyak
13,3% (14 orang).
Pasien IMA yang datang dalam keadaan hiponatremi, dimana kadar serum natrium < 135
mmol/L sebanyak 22,9% (24 orang), pasien IMA yang datang pada keadaan kadar serum natrium
> 135 mmol/L sebanyak 77,1% (81 orang). Pasien IMA yang mengalami aritmia selama
perawatan di rumah sakit 26,7% (28 orang), yang tidak mengalami aritmia 73,3% (77 orang).
Pasien IMA yang datang dalam keadaan hiponatremia dan mengalami aritmia selama
perawatan di rumah sakit sebanyak 12,4% (13 orang), yang tidak mengalami aritmia 10,5% (11
orang), sedangkan pasien yang datang dengan kadar serum natrium > 135 mmol/L dan
mengalami aritmia 26,7% (28 orang), dan yang tidak aritmia 73,3% (77 orang).
Hasil uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar serum
natrium dengan kejadian aritmia, dimana didapatkan p value < 0,05 (p = 0,001), dengan odd
ratio 5,200 yang berarti bahwa pasien IMA yang mengalami hiponatremi memiliki factor resiko
5 kali lebih besar untuk mengalami kejadian aritmia post infark.
DISKUSI
Kadar serum natrium ini dapat dijadikan indikator prognostik untuk terjadinya
perburukan pasien paska IMA[C,D]. Berdasarkan hasil studi prospektif Suresh Harsoor et.al
menyatakan bahwa hiponatremia ini merupakan prediktor untuk terjadinya mortalitas dalam 30
hari pasien paska IMA. Oleh karena itu, kadar serum natrium ini dapat dijadikan marker yang
sederhana untuk mengidentifikasi pasien IMA yang beresiko tinggi [D]. Hiponatremia
berhubungan dengan efek berlebihan dari aktivasi baroreseptor melalui mediasi hormon,
Including Arginine Vasopressin (AVP), katekolamin dan sistim SRAA[C]. Mekanisme utama
terjadinya hiponatremi pada IMA yaitu akibat dari sekresi AVP dan aktivasi baroreseptor yang
dimediasi oleh hormon[C,D].
Aktivasi dari AVP yang dikeluarkan ini akan memicu terjadinya peningkatan osmolaritas
akibat dari eksresi dari air yang berlebihan didalam sel, hal ini akan berakibatkan peningkatan
volum di intravaskuler dan menyebabkan pelepasan natrium berlebihan yang akhirnya terjadi
hiponatremia pada awal fase IMA[C]. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di Jepang pada
tahun 2011, mengkoreksi hiponatremia menggunakan antagonis resptor AVP akan mencegar
terjadinya gagal jantung dan dapat memperbaiki perburukan dari IMA[C].
Baroreseptor yang dimediasi oleh hormon ini merupakan faktor resiko untuk terjadinya
gagal jantung, perburukan remodeling jantung, dan jga sebagai prognostic independen untuk
terjadinya Chronic Heart Failure (CHF)[C]. Aktivasi dari baroreseptor akan mengaktifkan sistim
saraf simpatis. Hal ini menyebabkan hormon like vasopressin dan juga aktivasi dari SRAA.
Perubahan neurohormonal ini sangat berperan penting dalam memperberat perburukan dari IMA.
Hiponatremia ini menandakan adanya perubahan dari hormonal. Kadar serum natrium ini
mengindikasikan adanya perburukan dari kejadian IMA[D].
Ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi paska infark berperan penting terhadap
gangguan metabolism sel jantung, gangguan konduksi listrik jantung, dan gangguan dari
membran sel jantung[E]. Aritmia merupakan gangguan konduksi listrik jantung yang sekaligus
merupakan penyebab terbesar terjadinya mortalitas pada pasien paska infark[E,J]. Aritmia
merupakan faktor prediposisi akibat dari gangguan sistim saraf di jantung, gangguan elektrolit,
disfungsi dari ventrikel kiri, dan iskemik dari pembuluh darah jantung serta akibat dari obat-
obatan[E].
Hiponatremia yaitu penurunan kadar serum natrium yang mengakibatkan ion natrium
didalam sel juga ikut menurun dan menyebabkan penurunan phase 0 (depolarisasi) pada
konduksi listrik jantung. Hal ini merupakan karakteristik kompensasi jaringan dari zona nekrosis.
Abnormalitas ini merupakan tanda secara tidak langsung terjadinya blok dan reentri pada
konduksi listrik jantung[F,I]. Isolasi dari sel kardiomiosit zona perbatasan antara sel nekrosis dan
sel sehat, juga didapatkan adanya penurunan dari ion natrium. Perubahan menurunnya ion
natrium ini terjadi akibat dari abnormalitas dari membrane sel yang berlokasi pada -subunit
protein. Aktivasi protein kinase akan memperbaiki kadar ion natrium pada zona perbatasan
nekrosis ini, dan juga respon terhadap pospat inhibitor[F,G,H,I].
Produksi dari stress oksidatif dari sel yang mengalami nekrosis juga dapat turut serta
[F,H]
menurunkan kadar ion natrium yang merupakan aritmogenik . Hiponatremia yang terjadi
paska infark menyebabkan kehilangan fungsi dari kanal reseptor natrium, akibat dari iskemik
yang melepaskan agen stress oksidatif. Secara umum agen stress oksidatif terdiri dari oksidan
tert-butyl-hydroperoxide yang akan meningkatkan aktivasi isoprostan phathway dari peroksidasi
lipid, E2-isoketal, yang keseluruhannya berpotensi dalam inaktivasi kanal reseptor natrium pada
sel Human Embryonic Kidney (HEK)-293 dan pada cultured atrial (HL-1) sel miosit.
Selanjutnya, E2-isoketals akan meningkatkan epicardial border zone (EBZ) yang bertujuan
untuk kompensasi memperbaiki infark yang sudah terjadi, namun hal inilah secara tidak
langsung yang mengakibatkan kerusakan pada kanal reseptor natrium yang menjadi pencetus
terjadinya aritmia [H].
KESIMPULAN
Hiponatremia merupakan prediktor untuk terjadinya kejadian aritmia pada pasien paska
IMA selama perawatan di rumah sakit. Kadar serum natrium ini sebagai alat untuk mendeteksi
dini terjadinya kejadian aritmia dan sebagai estimasi prognosis pada pasien IMA, dengan begitu
secara tidak langsung dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien IMA.
DAFTAR PUSTAKA