Anda di halaman 1dari 21

DERMATITIS SEBOROIK

Dermatitis seboroik adalah keadaan kronis dari dermatosis papulosquamous yang

biasanya mudah dikenali. Dapat terjadi pada bayi dan orang dewasa, sering juga dikaitkan

dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah yang kaya

folikel sebaceous pada wajah dan badan. Kulit yang terkena akan berwarna merah muda,

edema, dan ditutupi dengan sisik kuning kecoklatan dan krusta. Penyakit ini bervariasi dari

ringan sampai berat, meliputi psoriasis atau pola pityriasiform dan eritroderma. Dermatitis

seboroik adalah salah satu manifestasi kulit yang paling umum pada pasien yang terinfeksi

human immunodeficiency virus (HIV). Akibatnya, hal ini termasuk spektrum pada lesi yang

harus dievaluasi secara hati-hati pada pasien yang berisiko tinggi.

INSIDEN

Dermatitis seboroikmemiliki dua puncak usia, yang pertama saat 3 bulan pertama kehidupan

dan fase kedua usia paruhbaya 40 th keatas. Tidak ada data yang pasti dari kejadian

dermatitis seboroik pada bayi, namun pada orang dewasa diyakini lebih umum daripada

psoriasis, misalnya, mempengaruhi setidaknya 3 sampai 5 persen dari populasi di Amerika

Serikat.Pria lebih sering terkena daripada wanita, pada semua kelmpok umur.tidak ada

predileksi pada ras tertentu. Dermatitis seboroik ditemukan sampai dengan 85 persen pada

pasien dengan infeksi HIV.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Meskipun banyak teori, penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti.
Seborrhea

Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea oleosa), meskipun produksi

sebum meningkat tidak selalu dapat dideteksi pada pasien ini. Bahkan jika seborrhea tidak

memberikan sebuah predisposisi, dermatitis seboroik bukanlah penyakit kelenjar sebaceous.

Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir berbanding lurus dengan ukuran

dan aktivitas kelenjar sebaceous pada usia ini. Telah terbukti bahwa bayi yang baru lahir

memiliki kelenjar sebasea besar dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi mirip dengan

orang dewasa. Di masa kanak-kanak, produksi sebum dan dermatitis seboroik saling

berkaitan.namun, Pada usia dewasa, bukan sebagaipuncakaktivitas kelenjar sebaceous pada

pubertas dini dan dermatitis seboroik pada dekade berikutnya dapat terjadi.

Lokasi paling sering pada wajah, telinga, kulit kepala, dan bagian atas badan yang sangat

kaya folikel sebaceous. Dua penyakit yang lazim di wilayah ini, dermatitis seboroik dan

jerawat. Pada pasien dengan dermatitis seboroik, kelenjar sebasea seringkali sangat besar

pada spesimen histologis cross-sectional. Dalam satu studi, lipid permukaan kulit tidak

meningkat tetapi komposisi lipid ditandai oleh peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida,

dan parafin, dan penurunan squalene, asam lemak bebas, dan ester lilin. Namun, kelainan

ringan dalam lipid di permukaan kulit juga dapat mengakibatkan keratinisasi yang tidak

efektif, yang sering dibuktikan pada histopatologi. Dermatitis seboroik tampaknya lebih

sering pada pasien dengan parkinson, di antaranya karena sekresi sebum yang meningkat.

Demikian pula, setelah pengurangan produksi sebum yang disebabkan oleh levodopa dengan

promestriene, dapat memperbesar resiko dermatitis seboroik.


Sinonim eksim flannelaire berasal dari retensi lipid permukaan kulit dengan pakaian dan

menggosok tekstil kasar pada kapas kulit (flanel), wol, atau pakaian sintetis khususnya

memicu atau memperburuk dermatitis seboroik.

Efek Mikroba

Unna dan Sabouraud, menggambarkan sutu penyakit dimana etiologinya melibatkan bakteri,

ragi (jamur) , atau keduanya. Hipotesis ini tetap didukung, meskipun bakteri dan ragi dapat

diisolasi dalam jumlah besar dari area kulit yang terkena.

Pada masa pertumbuhan, Candida albicans sering ditemukan pada lesi kulit dermatitis dan

dalam spesimen tinja. Meskipun tes intrakutan dengan candidin, antibodi aglutinasi positif

dalam serum, dan tes limfosit-perubahan positif pada bayi yang terkena mengungkapkan

sensitisasi terhadap C. albicans, pengamatan ini tidak dapat meyakinkan terkait dengan

patogenesis. Bakteri aerob yang pulih dari kulit kepala pasien dengan dermatitis seboroik

(140.000 bakteri / cm 2 vs 280.000 pada individu normal dan 250.000 pada orang dengan

ketombe). Sebaliknya, Staphylococcus aureus jarang terlihat pada orang normal atau orang-

orang dengan ketombe. Staphylococcus pulih pada sekitar 20 persen pasien dengan dermatitis

seboroik, prevalensi untuk rata-rata sekitar 32 persen dari total flora kulit.

Propionibacterium acnes dalam jumlah yang rendah pada pasien dengan dermatitis seboroik

(7550 bakteri / cm 2 pada mereka tanpa ketombe). Jumlah kecil P. acnes pada pasien dengan

dermatitis seboroik didapatkan hasil dengan rendah asam lemak bebas dari permukaan kulit

mereka. Jamur lipofilik Pityrosporum berlimpah pada kulit normal (504.000 organisme / cm

2 vs 922.000 pada individu yang berketombe dan 665.000 pada pasien dengan dermatitis

seboroik). Organisme ini menjadi perhatian khusus dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa

penulis mengklaim bukti kuat yang mendukung peran patogenik untuk mikroba ini,
sedangkan yang lain tidak berbagi pandangan ini. Argumen mereka adalah bahwa

Pityrosporum ovale tidak sebagai penyebab tunggal , tetapi hanya hadir dalam jumlah besar.

Pada pasien dengan pityriasis versicolor dan Pityrosporum folikulitis, dermatitis seboroik

telah ditemukan dalam persentase yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Pada dermatitis

seboroik oleh selenium sulfida dan paparan terus menerus P.ovale dengan topikal

amphotericin B menyebabkan kekambuhan pada kulit kepala yang meradang. Dalam

dermatitis seboroik, baik normal dan tinggi tingkat antibodi serum terhadap P. ovale telah

dibuktikan. Sebuah respon imun diperantarai sel untuk P. ovale yang ditemukan pada

individu normal dengan ekstrak Pityrosporum dalam studi transformasi limfosit.

Pertumbuhan berlebih dari P. ovale dapat menyebabkan peradangan, baik melalui produk

dari metabolisme jamur yang diturunkan ke dalam epidermis atau sebagai akibat dari adanya

sel-sel jamur pada permukaan kulit. Mekanisme produksi peradangan akan melalui

Langerhans dan sel T mengaktivasi limfosit oleh Pityrosporum atau dari produknya. Ketika

P.ovale masuk ke dalam serum, hal ini dapat mengaktifkan komplemen secara langsung dan

alternatif dan ini dapat mengakibatkan dimulainya peradangan. Peran jamur dalam

patogenesis dermatitis seboroik didukung oleh fakta bahwa lesi dermatitis seboroik telah

terbukti direproduksi pada binatang dengan cara inokulasi P.ovale.

Miscellaneous

OBAT Beberapa obat telah dilaporkan menghasilkan lesi dermatitis seboroik, termasuk

arsenik, emas, metildopa, cimetidine, dan neuroleptik.

Kelainan neurotransmitter.Dermatitis seboroiksering dikaitkan dengan berbagai kelainan

neurologis, menunjuk sebuah kemungkinan berpengaruh pada sistem saraf. Kondisi

neurologis yang termasuk didalamnya parkinsonisme postencephalitic, epilepsi, cedera

supraorbital, kelumpuhan wajah, cedera ganglion dari Gasser, poliomyelitis, syringomyelia,


dan quadriplegia. Stres tampaknya dapat memperburuk penyakit; tingginya tingkat seborrhea

dilaporkanpada pasukan tempur di masa perang.

FAKTOR FISIK telah dikemukakan bahwa aliran darah kulit dan suhu kulit bertanggung

jawab dalam distribusi dermatitis seborrheic. suhu padamusim yang bervariasi dan

kelembaban dikaitkan dengan perjalanan penyakit. Rendahnya suhu saat musim gugur dan

musim dingin dan kelembaban yang rendah dalamterpusatnya panas dalam ruangan diketahui

memperburuk kondisi. Dermatitis seboroik pada wajah telah ditemukan 8 persen dari 347

pasien yang menerima terapi PUVA untuk psoriasis dan terjadi dalam beberapa hari sampai 2

minggu setelah awal pengobatan;pasien tidak memiliki riwayat psoriasis pada wajah atau

dermatitis seboroik. Lesi dapat dihindari dengan manggunakanmasker wajah selama iradiasi.

Kelainan epidermis. Proliferasi epidermal meningkat pada dermatitis seboroik, seperti pada

psoriasis, dapat menjelaskan mengapa terapi sitostatik dapat memperbaiki kondisi.

Gangguan Gizi Kekurangan zinc pada pasien dengan acrodermatitis enteropathica dan

acrodermatitis kondisi enteropathica dapat disertai dengan dermatitis seperti dermatitis

seboroik pada wajah. Dermatitis seboroik tidak ada hubungannya dengan defisiensi zinc

maupun meresponnya terhadap terapi zinc tambahan. Dermatitis seboroik pada bayi memiliki

patogenesis yang berbeda. Kekurangan biotin, merupkan bagian kedua dari kekurangan

holocarboxylase atau kekurangan biotinidase, dan metabolisme abnormal dari asam lemak

esensial sebagai mekanismenya.

Immunodeficiency Dan Dermatitis Seboroik

Pengembangan dermatitis seboroik baik de novo atau sebagai penemuan penyakit yang sudah

ada sebelumnya dan penyakit ini juga dapat berfungsi sebagai petunjuk adanya infeksi HIV.

Laporan pertama dari sebuah asosiasi pada tahun 1984 yang diikuti oleh pengamatan dari

seluruh dunia. penjelasan penyakit berbeda dalam beberapa aspek dari bentuk klasik terlihat
pada individu seronegatif HIV (Gambar124-1, Gambar124-2, Gambar 124-3Gambar....): dan

124-4 Distribusi yang luas, ditandai dengan tingkat keparahan, dan pengobatan seringkali

sulit (Gambar.124-5).Bahkan perubahan histopatologis sedikit berbeda dari yang terlihat pada

dermatitis seboroik yang biasa ditemui (Tabel124-1).

FIGURE 124-1 Dermatitis Seboroik dengan keterlibatan lipatan nasolabial, pipi, alis, dan

hidung

FIGURE 124-2 Dermatitis seboroik dahi dan kulit kepala.

FIGURE 124-3 Dermatitis seboroik dari lobus telinga. Saluran telinga juga terpengaruh.

FIGURE 124-4 Dermatitis seboroik dari punggung atas.


FIGURE 124-5 pola distribusi yang tidak biasa Meluasnya dermatitis seboroik pada pasien

dengan AIDS.

A.Patch lembabdi wilayah centrofacial dan kulit kepala yang berbulu.

B.Lesi lembab di dada. Pada pasien dengan AIDS, penyakit meresponburuk terhadap terapi

konvensional.

TABEL 124-1 Perbedaan histopatologi Antara AIDS yang berhubungan dengan

Dermatitis seboroik dan Dermatitis seboroik klasik

peningkatan kejadian dan keparahan dermatitis seboroik pada individu seropositif HIV telah

menimbulkan spekulasi bahwa pertumbuhan Pityrosporum bertanggung jawab pada pasien

imunosupresi. Namun, pada sebuah penelitian membandingkan kuantitatif Pityrosporum pada

pasien dengan AIDS dan tanpa dermatitis seboroik yang gagal menunjukkan peningkatan

kolonisasi ragi pada pasien dengan dermatitis seboroik.

Psoriasis dan Dermatitis seboroik

Pada pasien dengan diatesis psoriatik, terutama orang dewasa, dermatitis seboroik dikatakan

berkembang menjadi psoriasis. istilah sebopsoriasis kadang-kadang digunakan untuk kondisi

kasus yang kompleks. Ini harus diwaspadai disebabkan karena psoriasis, terutama dari kulit

kepala, secara klinis dan histopatologi hampir tidak bisa dibedakan dari dermatitis seboroik.
Pityriasis Amiantacea

Pityriasis amiantacea (sinonim: tinea amiantacea, porrigo amiantacea, tinea asbestina, fausse

teigne amiantace, keratosis follicularis amiantacea) adalah nama yang diberikan untuk

penyakit kulit kepala di mana ketombe pada rambut dan terpisah dan mengikat bersama-

sama pada bagian proksimal. Pityriasis amiantacea adalah reaksi dari kulit kepala, sering

tanpa sebab yang jelas, mungkin terjadi pada semua usia. Ini dapat diamati sebagai

komplikasi atau sekuel dari infeksi streptokokus, dermatitis seboroik, dermatitis atopik,

lichen simplex, dan juga terjadi pada psoriasis, yang mungkin manifestasi klinis yang

pertama. Proses ini dapat dibatasi atau difus. Hal ini terjdi sedikit inflamasi dan kering, sisik

dari mika, atau inflamasi yang nyata dengan campuran krusta (Gbr.124-6).Penghapusan

ketombe mengungkapkan normal atau eritematosa,edema eritematosa. Proses ini tidak

diikuti oleh atrofi, jaringan parut, atau alopecia. Jika terjadi jaringan parut dan alopecia,

mungkin berkaitan dengan infeksi sekunder. Bentuk umum dari komplikasi kronis atau

fissuring berulang dibelakan g salah satu atau kedua telinga pada sebagian besar di wanita

muda. Ketombe yang lengket memperpanjang beberapa sentimeter ke dalam kulit kepala

lainnya. Bentuk lain dapat memanjang mulai dengan patch dari lichen simpleks dan terlihat

terutama pada wanita paruh baya.

FIGURE 124-6 Pityriasis amiantacea. Massa dari sisik keperakan lengket pada kulit kepala

dan melekat di lapisan poros dari bulu-bulu yang mengelilingi.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologi bervariasi sesuai dengan tahap penyakit, yakni akut, subakut, atau

kronis. Dalam dermatitis seboroik akut dan subakut, terdapat infiltrat perivaskular dangkal
jarang limfosit dan histiosit, sedikit sampai sedang spongiosis, sedikit hiperplasia

psoriasiform, pembesaran folikel oleh ortokeratosis dan parakeratosis, dan sedikit

mengandung neutrofil di ujung ostia folikel (lihat tabel124-1). Dalam dermatitis seboroik

kronis, terdapat pelebaran nyata dari kapiler dan venula dalam pleksus superfisial, selain

yang disebutkan di atas.

Klinis dan histopatologi dari lesi dermatitis seboroik kronis seperti bentuk psoriasis dan

sering sulit dibedakan dari orang-orang yang terkena psoriasis. Bentuk gagal dari psoriasis

berbagai banyak ragam dengan dermatitis seboroik. Terdapat lesi yang menyerupai psoriasis

dan dapat terjadi selama bertahun-tahun sebelum mereka akhirnya berubah menjadi psoriasis.

Tanda-tanda diagnostik yang paling penting dari dermatitis seboroik adalah penebalan

jaringan yang mengandung neutrofil di ujung tanduk yang mengisi infundibula folikel

melebar. Acrosyringia dan acroinfundibula mungkin dihubungkan oleh corneocyte.

Temuan yang paling konsisten dalam pitiriasis amiantacea adalah spongiosis, parakeratosis,

migrasi limfosit ke dalam epidermis, dan macam tingkat acanthosis. Fitur penting yang

bertanggung jawab untuk skala asbestosis yakni seperti hiperkeratosis menyebar dan

parakeratosis bersama-sama dengan keratosis folikular di mana setiap rambut tersebut

dikelilingi oleh selubung corneocytes dan debris.

Sitologi eksfoliatif

Sitologi dari kelainan ini terdapat sel tanduk yang dangkal (corneocytes) termasuk sel ortho-

dan parakeratosis (nukleasi), sel-sel tanduk tersebut dalam berbagai tahap dari dekomposisi

nuklir (sel halo), dan massa leukosit dapat dievaluasi dengan sitologi eksfoliatif. Dermatitis
seboroik dan psoriasis, bagaimanapun juga merupakan temuan yang serupa dibandingkan

dengan kondisi lain dari kelompok dermatitis-eksim.

TEMUAN KLINIS

Pada semua pasien dengan dermatitis seboroik ada yang disebut tahap seboroik, yang sering

dikombinasikan dengan perubahan warna kulit abu-abu putih atau kuning-merah, bukaan

folikel menonjol, dan ringan sampai skala pityriasiform parah. Beberapa bentuk dapat

dibedakan (Tabel124-2).

TABEL 124-2 Pola klinis Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik pada Bayi

Penyakit ini terjadi pada bayi terutama dalam bulan pertama kehidupan sebagai penyakit

radang yang terutama dapat mempengaruhi kulit kepala berbulu dan lipatan intertriginous

yang tampak berminyak dan berkerak. Daerah lain seperti pusat wajah, dada, dan leher juga

dapat terpengaruh. Keterlibatan kulit kepala cukup khas. Daerah frontal dan parietal kulit

kepala ditutupi dengan tebal, sering tampak kerak berminyak dan tampak pecah-pecah

(lacteal crusta, krusta seperti susu atau cradlecap). Rambut rontok tidak terjadi dan jarang

terjadi peradangan. Dalam perjalanan penyakit, terjadi peningkatan kemerahan dan daerah

yang disebut sebagai patch eritematosa yang diatasnya tampak berminyak. Terjadi

penyebaran di luar garis rambut bagian frontal. Lipatan retroauricular, pinna telinga, dan

leher juga mungkin terkena. Otitis eksterna merupakan faktor penyulit tersering. Pakaian
yang semioklusif dan popok mendukung terjadinya kelembaban, maserasi, dan dermatitis

intertriginosa, terutama di lipatan leher, aksila, daerah anogenital, dan selangkangan.

Terjadinya infeksi oportunistik dengan C. albicans, S. aureus, dan bakteri lainnya. Aspek

klinis mengingatkan salah satu psoriasis vulgaris, maka disebut juga psoriasoid atau serbet

psoriasis.

Perjalanan penyakit

Penyakit ini biasanya berlangsung lama dalam hitungan minggu sampai dengan bulan.

Eksaserbasi dan eritroderma desquamativum umum mungkin jarang terjadi. Prognosis yang

baik. Tidak ada indikasi bahwa bayi dengan dermatitis seboroik mungkin lebih beresiko lebih

parah dari dewasa.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada dermatitis seboroik dari bayi termasuk dermatitis atopik (yang biasanya

dimulai setelah bulan ketiga kelahiran); psoriasis pada bayi baru lahir merupakan penyakit

yang langka; skabies dan histiocytosis sel Langerhans. Bagian bermakna yang membedakan

antara dermatitis atopik dan dermatitis seboroik adalah peningkatan jumlah lesi pada lengan

dan tulang kering dan di aksila pada kedua lengan. Perkembangan lesi kulit semata-mata di

daerah popok diagnosis dermatitis seboroik infantil. RAST (radioallergosorbent tes assay)

merupakan skrining dengan telur putih dan antibodi susu atau geografis atau alergen lain

yang relevan (misalnya, kedelai), dan pada tingkat lebih rendah maka kadar IgE total

mungkin berguna dalam mendiagnosis dermatitis atopik pada tahap awal dan membedakan

dari dermatitis seboroik infantil. Terdapatnya pruritus ringan dianggap sebagai manifestasi

yang signifikan dari dermatitis seboroik infantil. Beberapa penulis percaya bahwa dermatitis
seboroik infantil merupakan variasi klinis dari dermatitis atopik dari pada entitas yang

terpisah.

Eritroderma Desquamativum (Penyakit Leiner)

Penyakit ini merupakan komplikasi dari dermatitis seboroik pada bayi (dermatitis

seborrhoides infantum) ditemukan pada tahun 1908 oleh Leiner. Biasanya timbulnya lesi

yang mendadak, yang mengarah kepada kemerahan kulit (eritroderma). Pada pasien muda

terjadi kondisi dengan anemia, diare, dan muntah. Infeksi bakteri sekunder adalah umum

terjadi . Prognosis sangat baik jika tersedianya perawatan intensif yang tepat dan perawatan

kulit yang tepat. Bentuk ini terkenal karena memiliki kekurangan fungsional C5 sebagai

pelengkap, sehingga terjadi kerusakan opsonisasi. Pada pasien penyakit ini memberikan

respon dari pemberian antibiotik dan infus dari plasma segar yang beku atau darah utuh.

Sifat sebenarnya dari penyakit ini tetap tidak jelas.

Dermatitis Seboroik pada Dewasa

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit ini berbeda pada orang dewasa dan bayi. Eczematid

seboroik adalah bentuk paling ringan dari penyakit (eczematid = seperti eksim, seperti

dermatitis). Hal ini terkait dengan seborrhea, penipisan, kemerahan ringan, dan sering

terjadinya pruritus pada kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, dan daerah retroauricular, serta

dari tulang dada dan tulang belikat (lihat Gambar. 124-1 untuk Gambar. 124-4). Terdapat

gejala yang minimal, ketombe putih pada kulit kepala merupakan akhir ringan dari dermatitis

seboroik dan disebut sebagai pityriasis sicca. Pada Eritema paranasale, lebih sering terjadi

pada wanita muda dari pada pria, mungkin bagian dari macam penyakit ini.
Dermatitis seboroik dengan patch adalah merupakan bentuk yang umum ditemukan, penyakit

ini sering dikenal dengan lesi rekuren yang kronis. Lesi memiliki kecenderungan pada kulit

kepala, lipatan retroauricular (lihat Gambar.124-3),kanal telinga luar (lihat Gambar.124-

3),bagian dalam dari alis dan glabella, lipatan nasolabial (lihat Gambar.124-2), dan daerah

berbentuk V dada dan punggung (eksim mediothoracicum) . Jarang pada daerah intertriginosa

seperti sisi leher, aksila, daerah di bawah payudara, umbilikus, dan lipatan genitokrural

terlibat.

Lesi kulit yang ditandai dengan warna kuning, eritema ringan sampai berat, terdapat infiltrat

dari inflamasi ringan, dan berminyak, sisik tebal dan krusta. Hal ini kadang-kadang

menunjukkan sebagai steatoides pitiriasis. Pasien mengeluhkan adanya pruritus, terutama

pada kulit kepala dan di liang telinga. Lesi dimulai dengan adanya folikel dan kemerahan

perifollicular dan penebalan; mereka menyebar sampai dalam bentuk yang jelas, bulat sampai

dengan circinate (petaloid) patch (Petalon Yunani, piring tipis atau daun). Jenis dermatitis

seboroik pityriasiform terlihat pada dada dan meniru lesi pitiriasis rosea, lesi berbentuk oval

bersisik yang panjang cenderung sejajar dengan tulang rusuk. Pada beberapa individu, hanya

satu atau dua bagian yang terlibat. Otitis eksterna kronis mungkin menjadi satu-satunya

manifestasi dermatitis seboroik yang sering salah identifikasi dengan infeksi mikotik.

Manifestasi lain yang mungkin adalah blepharitis dengan krusta madu di sepanjang tepi

kelopak mata dan mengeluarkan debris sel tanduk di sekitar bulu mata. Pada pria, jenis

dermatitis seboroik yang lebih dapat memanjang keatas di sebagian besar bagian belakang,

panggul, dan perut.

Perjalanan penyakit

Biasanya penyakit ini berlangsung lama dengan periode perbaikan dalam musim hangat dan

periode eksaserbasi di musim dingin. Lesi luas dapat terjadi sebagai akibat dari pengobatan
topikal yang tidak tepat atau paparan sinar matahari. Varian ekstrim dari penyakit ini adalah

eksfoliatif eritroderma umum (seborrheic eritroderma).

DIAGNOSIS

Diagnosis bervariasi berdasarkan bagian yakni, kulit kepala: ketombe, psoriasis, dermatitis

atopik, impetigo; liang telinga: psoriasis atau dermatitis kontak, mengiritasi atau alergi;

wajah: rosacea, dermatitis kontak, psoriasis, impetigo; dada dan punggung: pityriasis

versicolor, pityriasis rosea; kelopak mata: dermatitis atopik, psoriasis, Demodex folliculorum

kutu (demodicosis, demodicidosis); daerah intertriginosa: psoriasis, kandidiasis.

TERAPI

Secara umum, terapi ditujukan untuk mengurangi dan menghilangkan sisik dan krusta,

penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder, dan pengurangan eritema

dan gatal-gatal. Pasien dewasa harus diberitahu tentang sifat kronis penyakit ini dan

memahami bahwa terapi ini bekerja dengan mengendalikan penyakit bukan dengan

menyembuhkan. Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat baik karena kondisinya yang

jinak dan dapat sembuh sendiri.

Bayi

Kulit kepala Pengobatan terdiri dari langkah-langkah berikut: penghapusan krusta dengan 3

sampai 5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau cairan dasar; kompres minyak zaitun

hangat; penggunaan glukokortikosteroid potensi rendah (misalnya, 1% hidrokortison) dalam

krim atau lotion selama beberapa hari; obat anti jamur topikal seperti imidazol (dalam

sampo); shampoo bayi yang ringan; perawatan kulit yang tepat dengan emolien, krim, dan

pasta lembut.
Daerah intertriginosa langkah-langkah pengobatan termasuk lotion kering, seperti 0,2

sampai 0,5% lotion clioquinol seng atau minyak seng. Dalam kasus kandidiasis, nistatin atau

amfoterisin B lotion atau krim dapat digunakan diikuti oleh pasta lembut dan kaku. Dalam

kasus dermatitis yang sedang berlangsung, penggunaan 0,1 sampai 0,25% gentian violet di

mana masih tersedia dalam kombinasi dengan kapas atau kain kasa popok sering membantu.

Preparat imidazol (misalnya, 2% ketokonazol di p=asta lembut, krim, atau lotion) mungkin

juga efektif.

DIET bebas susu dan tinggi protein, diet rendah lemak belum menunjukkan adanya nilai atau

bahkan memiliki khasiat biotin lisan atau intramuskular, vitamin B kompleks, atau asam

lemak esensial telah digunakan.

Dewasa

Karena penyakit ini tidak terduga, hati-hati dalam pemberian rejimen pengobatan dan

dianjurkan untuk pemberian rejimen yang ringan. Agen anti-inflamasi dan, jika diindikasikan

penggunaan agen antimikroba atau antijamur harus digunakan.

Kulit kepala Sering keramas dengan shampoo yang mengandung 1 sampai 2,5% selenium

sulfida, imidazol (misalnya ketoconazole 2%), seng pyrithione, benzoil peroksida, asam

salisilat, batubara atau juniper tar di mana masih tersedia, atau deterjen dianjurkan. Krusta

dan ketombe dapat dihilangkan oleh penggunaan glukokortikosteroid atau asam salisilat

dalam basis larut dalam air atau, bila perlu, di bawah dressing oklusif. Tincture, cairan

beralkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memperburuk keadaan peradangan dan

harus dihindari. Dalam pitiriasis amiantacea, ketombe harus dihapus dengan menggunakan
minyak dari Cade salep atau tar topikal / salep salisilat. Setelah pemakaian 4 sampai 6 jam

maka kulit kepala harus dicuci dengan sampo yang sesuai (misalnya, tar atau shampoo

imidazol). Kortikosteroid topical yang poten untuk kulit kepala atau dalam bentuk cairan

mungkin bermanfaat dalam beberapa kasus sebaiknya pada oklusi dalam tahap awal. Jika

pengobatan topikal gagal maka diberikan glukokortikosteroid sistemik (misalnya,

prednisolon 0,5 mg / kg berat badan per hari selama kurang lebih 1 minggu) dalam kombinasi

dengan pengobatan topikal (steroid pada oklusi, diikuti oleh aplikasi yang terbuka)

bermanfaat. Diikuti oleh pengobatan antimikroba(misalnya, makrolid, sulfonamid)

dicadangkan untuk kasus sulit, terutama jika koinfeksi bakteri dari kulit kepala terbukti atau

dicurigai. Tentu saja, kondisi yang mendasarinya harus diobati. Pengobatan tetap sulit, dan

sering terjadi kekambuhan.

Wajah Dan Badan Pasien harus menghindari penggunaan salep yang berminyak dan

mengurangi atau menghilangkan penggunaan sabun. Cairan yang alkohol atau lotion pada

sebelum atau setelah bercukur tidak direkomendasikan. Glukokortikosteroid potensi rendah

(hidrokortison 1% biasanya cukup) sangat membantu di awal perjalanan penyakit.

Penggunaan jangka panjang yang tidak terkontrol akan menyebabkan efek samping seperti

dermatitis steroid, fenomena rebound pada steroid, steroid rosacea, dan dermatitis perioral.

Seboroik Otitis Eksterna seboroik otitis eksterna dapat diobati dengan penggunaan krim

glukokortikoid potensi rendah atau salep. Banyak penggunaan otic (solusi) yang mengandung

neomycin dan antibiotik lainnya, sering dalam kombinasi adalah sensitizer yang kuat dan

harus dihindari. Pada dermatitis yang tidak terkontrol, penggunaan glukokortikoid harus

dihentikan dan larutan yang mengandung aluminium asetat harus digunakan sekali atau dua

kali sehari agar terkontrol. Hal ini bertindak sebagai agen pengeringan dan mengurangi flora
mikroba. Salep atau petroleum jelly polos yang lembut diterapkan ke dalam liang telinga

(tanpa kapas), sering membantu untuk menjaga kenyamanan pasien.

Seboroik blepharitis Pertimbangan khusus diberikan untuk pengobatan seboroik blepharitis.

Penggunaan kompres panas dengan pembersihan lembut dengan aplikator dan sampo bayi

kapas, satu atau beberapa kali sehari dianjurkan. Kasus yang sulit mungkin memerlukan

penggunaan antibiotik topikal seperti natrium sulfacetamide pada salep mata. Penggunaan

sediaan mata yang mengandung glukokortikosteroid harus dibawah pengawasan dokter

spesialis mata. Jika tungau D. folliculorum terjadi dalam jumlah besar, mereka harus diobati

dengan obat antiparasit seperti lindane (? -hexachlorocyclohexane), crotamiton, permethrin,

atau benzil benzoat.

Anti jamur

Hasil yang baik dicapai dengan penggunaan antijamur topikal, terutama Imidazole. Studi

klinis telah melaporkan tingkat respons mulai dari 63% hingga 90% setelah 4 minggu. Dalam

uji coba tersebut, imidazol seperti itrakonazol, miconazole, flukonazol, ekonazol, bifonazole,

dan ciclopiroxolamine dipelajari. Senyawa imidazole yang telah banyak digunakan adalah

ketoconazole. Dalam beberapa studi klinis, ketoconazole cream 2% telah ditemukan seefektif

krim glucocorticosteroid, dan ini sering mengakibatkan remisi lebih lama. Studi banding

dilakukan pada agen antijamur topikal, bagaimanapun, masih kurang. Pengalaman pribadi,

meskipun didasarkan pada studi terkontrol terbuka saja, lebih banyak pada krim ketokonazol

2%. Agen antijamur lain mungkin juga efektif. Dalam uji coba terbatas, krim butenafine 1%,

turunan benzylamine, menunjukkan efektivitas dalam pengobatan topikal pada dermatitis

seboroik.
Agen antijamur oral seperti ketoconazole dan terbinafine juga efektif, tetapi karena potensi

efek samping dan pertimbangan pharmacoeconomic, mungkin harus dibatasi untuk kasus

yang parah atau refrakter. Agen antijamur memiliki spektrum yang luas dari efek, termasuk

sifat anti-inflamasi dan penghambatan sintesis lipid dinding sel. Khasiat ini bukan bukti

hubungan sebab akibat antara P. ovale dan dermatitis seboroik.

Metronidazol

metronidazol topikal adalah alternatif berharga dalam repertoar pengobatan dermatitis

seboroik. Ini telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Formulasi tanpa persiapan

(1% sampai 2% dalam basis krim) atau produk komersial (0,75% gel, krim, atau lotion, 1%

krimm) yang digunakan sekali atau dua kali sehari. Baru-baru ini, manfaat yang signifikan

ditunjukkan dari penggunaan gel metronidazol 1% atas plasebo dalam pengobatan dermatitis

seboroik.

Lithium suksinat

Agen lain topikal yang efektif dalam pengobatan dermatitis seboroik adalah lithium suksinat,

yang memiliki sifat antijamur.

Analog Vitamin D 3

vitamin D 3 analog (calcipotriol krim atau lotion, calcitriol salep, atau takalsitol salep) juga

direkomendasikan dan berguna pada pasien tertentu. Sifat anti-inflamasi mungkin

bertanggung jawab untuk keberhasilan pada dermatitis seboroik.

Isotretinoin
isotretinoin oral (13- cis)asam -retinoic adalah berguna, meskipun tidak secara resmi

disetujui, obat untuk indikasi ini. Pada dosis yang rendah sampai sangat rendah (0,05-0,1 mg

/ kg berat badan setiap hari) diberikan selama beberapa bulan dermatitis seboroik yang jelas

pada kasus yang sulit. Tersedia pada dosis terendah (10 mg) diberikan setiap hari dengan

makanan kaya lemak untuk penyerapan yang lebih baik. Frekuensi dapat dikurangi menjadi 3

sampai 5 hari per minggu. Pada wanita usia subur, semua tindakan pencegahan terhadap

kehamilan harus dilakukan.

Fototerapi

Narrow-band UVB fototerapi tampaknya menjadi pilihan pengobatan yang efektif dan aman

untuk pasien dengan dermatitis seboroik berat dan refrakter. Terapi PUVA telah berhasil

digunakan dalam bentuk penyakit eritroderma.

Daftar Pustaka

1. Fox BJ, Odom RB: Papulosquamous diseases: A review. J Am Acad Dermatol 12:597,
1985
2. Soeprono FF et al: Seborrheic-like dermatitis of acquired immunodeficiency syndrome: A
clinicopathologic study. J Am Acad Dermatol
14:242, 1986
3. Johnson M, Roberts J: Prevalence of dermatological diseases among persons 174 years
of age. Publication No. (PHS) 79-1660.
Washington, DC, US Department of Health and Human Services, 1977
4. Burton JL, Pye PJ: Seborrhoea is not a feature of seborrhoeic dermatitis. Br Med J
286:1169, 1983
5. Agache P et al: Sebum levels during the first year of life. Br J Dermatol 103:643, 1980
6. Gloor M et al: ber Menge und Zusammensetzung der Haut-oberflchenlipide beim
sogenannten seborrhoischen Ekzem. Dermatol
Monatsschr 158:759, 1972
7. McGinley K et al: Quantitative microbiology of the scalp in non-dandruff, dandruff, and
seborrheic dermatitis. J Invest Dermatol 64:401, 1975
8. Faergemann J, Fredriksson T: Tinea versicolor with reference to seborrhoeic dermatitis.
Arch Dermatol 115:966, 1979
9. Bck O et al: Pityrosporum folliculitis: A common disease of the young and middle-aged.
J Am Acad Dermatol 12:56, 1985

10. Leyden JJ et al: Role of microorganisms in dandruff. Arch Dermatol 112:333, 1976

11. Sohnle PG, Collins-Lech C: Relative antigenicity of P. orbiculare and C. albicans. J


Invest Dermatol 75:279, 1980
12. Sohnle PG, Collins-Lech C: Activation of complement by Pityrosporum orbiculare. J
Invest Dermatol 80:93, 1983
13. Faergemann J, Fredriksson T: Experimental infections in rabbits and humans with
Pityrosporum orbiculare and P. ovale. J Invest Dermatol
77:314, 1981
14. Hale EK, Bystryn JC: Relation between skin temperature and location of facial lesions in
seborrheic dermatitis. Arch Dermatol 136:559,
2000
15. Tegner E: Seborrhoeic dermatitis of the face induced by PUVA treatment. Acta Derm
Venereol Suppl (Stockh) 63:335, 1983
16. Shuster S: The aetiology of dandruff and the mode of action of therapeutic agents. Br J
Dermatol 111:235, 1984
17. Tollesson A et al: Essential fatty acids in infantile seborrheic dermatitis. J Am Acad
Dermatol 28:957, 1993
18. Wikler JR et al: Quantitative skin cultures of Pityrosporum yeasts in patients seropositive
for the human immunodeficiency virus with and
without seborrheic dermatitis. J Am Acad Dermatol 27:37, 1992
19. Ring DS, Kaplan DL: Pityriasis amiantacea: A report of 10 cases. Arch Dermatol
129:913, 1993
20. Braun-Falco O et al: Histologische Differentialdiagnose von Psoriasis vulgaris und
seborrhoischem Ekzem des Kapillitium. Hautarzt 30:478,
1979
21. Metz J, Metz G: Zur Ultrastruktur der Epidermis bei seborrhoischem Ekzem. Arch
Dermatol Forsch 252:285, 1975
22. Knight AG: Pityriasis amiantacea: A clinical and histopathological investigation. Clin
Exp Dermatol 2:137, 1977
23. Goldschmidt H, Thew MA: Exfoliative cytology of psoriasis and other common
dermatoses: Quantitative analysis of parakeratotic horny
cells in 266 patients. Arch Dermatol 106:476, 1972
24. Podmore P et al: Seborrheic eczemaA disease entity or a clinical variant of atopic
eczema? Br J Dermatol 115:341, 1986
25. Leiner C: ber Erythrodermia desquamativa, eine eigenartige universelle Dermatose der
Brustkinder. Arch Dermatol Syphilol (Berlin) 89:65,
1908
26. Pari T et al: Randomised double blind controlled trial of 2% ketoconazole cream versus
0.05% clobetasol 17-butyrate cream in seborrheic
dermatitis. J Eur Acad Dermatol Venereol 10:89, 1998
27. Green CA et al: Treatment of seborrhoeic dermatitis with ketoconazole: II. Response of
seborrheic dermatitis of the face, scalp and trunk to
topical ketoconazole. Br J Dermatol 116:217, 1987
28. Katsambas A et al: A double-blind trial of treatment of seborrheic dermatitis with 2%
ketoconazole cream compared with 1% hydrocortisone
cream. Br J Dermatol 121:353, 1989
29. Parsad D et al: Topical metronidazole in seborrheic dermatitisA double-blind study.
Dermatology 201:35, 2001
30. Cuelenaere C et al: Use of topical lithium succinate in the treatment of seborrheic
dermatitis. Dermatology 184:194, 1992
31. Nakayama J: Four cases of sebopsoriasis or seborrheic dermatitis of the face and scalp
successfully treated with 1a-24
(R)-dihydroxycholecalciferol (tacalcitol) cream. Eur J Dermatol 10:528, 2000
32. Pirkhammer D et al: Narrow-band ultraviolet B (ATL-01) phototherapy is an effective and
safe treatment option for patients with severe

Anda mungkin juga menyukai