Forensik
Forensik
PENDAHULUAN
7
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan dan tehnik
penulisan suatu makalah dari beberapa sumber
b. Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu makalah
c. Menambah pengetahuan mengenai perkosaan pada penderita cacat
mental
d. Menambah pengetahuan mengenai cara pemeriksaan forensic dan
pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan
e. Menambah pengetahuan tentang kasus perkosaan ditinjau dari
aspek medikolegal
2. Dari Instansi Terkait
a. Menambah bahan referensi bagi dokter dalam memahami maupun
melakukan penatalaksanaan terhadap kasus perkosaan
b. Menambah pengetahuan bagi dokter tentang pemeriksaan forensic
dan pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan
3. Bagi Pemerintah
a. Sebagai dasar pertimbangan untuk menegakkan hukum dan
keadilan terhadap praktik perkosaan pada penderita cacat mental
dalam lingkungan masyarakat Indonesia
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang kasus
perkosaan pada penderita cacat mental dari aspek medikolegal.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkosaan
2.1.1 Definisi Kejahatan seksual
Kejahatan seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan hukum hukum
yang mengatur mengenai seksualitas. Perbedaan kejahatan seksual dengan
perkosaan:7
a. Perkosaan termasuk kedalam kejahatan seksual tetapi kejahatan seksual
belum tentu perkosaan
b. Kejahatan seksual tidak selalu mengandung unsur persetubuhan. Yang
mengandung unsur persetubuhan contohnya berzinah, perkosaan,
menggauli perempuan yang tidak berdaya, menggauli perempuan
dibawah umur dan incest. Yang tidak mengandung unsur persetubuhan
contohnya perbuatan cabul.
KUHP merinci tindak pidana seksual menjadi perkosaan (Pasal 285 KUHP),
bersenggama dengan wanita yang tidak berdaya (pasal 286 KUHP), bersenggama
dengan wanita di bawah umur (pasal 287 KUHP), incest dan sebagainya.8
9
1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu:
hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan
wanita tersebut.
2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap
seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur
yang lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria,
terhadap seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita tersebut.
3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang
pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya,
dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman
lainnya. Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Dalam ketentuan Pasal 285 diatas terdapat unsur-unsur untuk membuktikan
ada atau tidaknya tindak pidana perkosaan, unsur - unsur yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
a. Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan
Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, artinya mempergunakan tenaga
atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan
tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya
sampai orang itu menjadi pingsan atau tidak berdaya.
b. Memaksa seorang wanita
Memaksa seorang wanita, artinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia
c. Bersetubuh di luar perkawinan dengan (pelaku)
Bersetubuh di luar perkawinan, artinya peraduan antara kemaluan laki-laki dan
perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota
kelamin laki-laki harus masuk ke anggota kelamin perempuan, sehingga
mengeluarkan mani dengan wanita yang bukan istrinya.
10
Perkosaan sebagai male crime
Perkosaan di Indonesia dikategorikan sebagai male crime. Kebijakan ini
disebabkan karena pembuat undang-undang masih menggunakan atau
setidaknya masih dipengaruhi oleh konsep perkosaan sebagai offence against
property, dimana kaum perempuan masih ditempatkan sebagai objek
kepemilikan, yaitu oleh orang tuanya ataupun oleh suaminya. Jika ditinjau
dalam sudut biologik hal ini juga relevan karena laki-laki hanya dapat
melakukan persetubuhan dalam keadaan aktif, sedang wanita dapat disetubuhi
dalam keadaan aktif maupun pasif. Jika wanita menjadi pelaku perkosaan dan
laki-laki korbannya, maka persetubuhan diragukan dapat terjadi. Karena
dalam keadaan sedang mengalami tekanan jiwa karena dipaksa, diragukan
dapat mengalami respon seksual (ereksi) yang merupakan syarat terjadinya
penetrasi penis.
13
b. Terjadinya persetubuhan, alat kelamin laki-laki masuk (penitrasi
sebagian)
c. Tidak terjadi persetubuhan
Robeknya himen merupakan tanda dari persetubuhan namun tidak
setiap persetubuhan menyebabkan robeknya hymen. Untuk mengetahui
hymen robek yang telah disetubuhi terlebih dahulu dokter harus paham
bentuk hymen utuh atau yang belum robek antara lai sebagai berikut :
Himen tipe septum karena adanya selaput yang membentuk septum
atau jembatan pada muara vagina karena pembuatan lubang yang
tidak sempurna
Himen tipe bulan sabit. Berbentuk cincin yang tidak sempurna
bulatannya
Himen tipe Fimbia ditandai dengan pola tidak teratur (ireguler)
pada dindingnya
Himen tipe dentikuler karena berpola seperti gigi disekeliling
lubang himen
14
Himen tipe subseptus. Merupakan tipe himen yang jarang ditemukan.
Bentuknya seperti septum namun tidak penuh (mirip bentuknya
dengan anak tekak)
15
Gambar 3. Bentuk- Bentuk hymen yang telah robek9
Keterangan gambar :
A. Himen semilunaris
B. Himen coroliformis
C. Himen anularis
D. Himen septus/biformis
E. Himen dengan dua robekan
pada pukul 5 dan pukul 7
F. Himen mirtyformis
12
Himen dengan robekan pada arah jam pukul 5 dan pukul 7
biasanya merupakan tanda-tanda persetubuhan. Adanya robekan himen
sebenarnya hanya merupakan pertanda adanya suatu benda yang masuk
ke vagina. Tidak tertutup kemungkinan selaput dara dari perawan yg
mengalami perkosaan masih utuh, yaitu penetrasi penis paling ringan
(antara kedua labia) atau kondisi selaput dara sangat elastik disertai
ukuran penis yang kecil. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui
bila pada daerah robekan masih terlihat darah atau tampak kemerahan.
Pada wanita yang sebelumnya sudah pernah melakukan persetubuhan
masih ada kemungkinan terjadi robekan tambahan (robekan baru)
mengingat kasarnya senggama pada kasus-kasus perkosaan.
Gesekan-gesekan penis terhadap vagina akan dapat mengakibatkan
lecet-lecet atau memar-memar pada dinding vagina. Kelainan tersebut
terjadi karena pada korban tidak terjadi lubrikasi sehingga vagina dalam
keadaan kering, disamping dilakukan dengn kasar. Perlu diketahui bahwa
lubrikasi merupakan respon seksual pada wanita, yang akan berfungsi
sebagai pelicin. Dalam keadaan diperkosa, diragukan korban dapat
mengalami respon seksual.
13
Tanda-tanda kekerasan fisik yang berada di luar alat kelamin,
seperti cekikan, bekas jeratan di leher, pukulan pada kepala dan memar
pada payudara. Hal ini dipengaruhi hasrat pelaku terhadap bagian tubuh
dari wanita. Jejas gigitasn banyak ditemukan di daerah payudara, perut
dan bokong. Luka-luka ini sangat khas pada kasus kejahatan seksual
perkosaan. Pentingnya dokter mengungkap hal ini adalah untuk
membantu dakwaan lapis kedua yang biasanya merupakan dakwaan
penganiayaan. Jika ditemukan sexual oriented injuries, dokter dapat
menentukan jenis luka, jenis benda penyebab, derajat luka dan sebab
kematian pada korban.
Tanda-tanda kekerasan :
Tergantung pada kasusnya perhatikan adanya :
Luka tangkisan, cekikan, usaha perlawanan dan sebagainya
Tanda bekas pingsan/tidak berdaya/ pengaruh obat tertentu
Benda bukti biologis pelaku, seperti serpihan kulit dari ujung
kuku korban, rambut kepala, rambut pubis, darah dan lain-lain
yang dapat digunakan bagi identifikasi lanjutan (pembanding)
15
f. Seluruh tabung reaksi harus ditaruh dalam lemari pendingin sampai
dikirim ke laboratorium
3. Dubur
Pada kasus khusus (sodomi, hubungan kelamin melalui dubur) harus
diambil sediaan apus (swab) dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering,
dan diberi label
4. Rongga Mulut
Pada kasus khusus (Fellatio, hubungan kelamin melalui mulut), sediaan
apus (Swab) harus diambil dari beberapa tempat dalam rongga mulut dan
disimpan dalam tabung reaksi yang kering dan diberi label
5. Rambut kemaluan
a. Rambut kemaluan korban harus disisir dengan sisir bersih untuk
mengumpulkan rambut yang terlepas,yang kemungkinan besar dari
rambut sang pelaku
b. Dua puluh empat helai rambut atau lebih harus dicabut, baik dari korban
maupun dari si tersangka
6. Penentuan golongan darah
Barang bukti yang diperiksa yaitu cairan vagina yang berisi air mani dan
darah, hasil yang diharapkan adalah golongan darah dari air mani berbeda
dengan golongan darah korban
7. Bite Marks
Bite Marks atau bekas gigitan / jejas gigi sering didapatkan pada tubuh
korban kejahatan seksual dan pada korban kejahatan lainnya. Bite marks
pada umumnya ditimbulkan akibat gigitan gigi bagian depan (gigi seri, gigi
taring), sering didapatkan pada kasus kejahatan seksual dan kasus
penganiayaan serta pembunuhan, khususnya bila korban mengadakan
perlawanan. Adanya air liur menunjukkan bahwa bite marks yang terdapat
pada barang bukti berasal dari manusia dan air liur tersebut dapat ditentukan
golongan darah bila orang yang menggigit termasuk golongan sekretor.
17
Bahan pemeriksaan : cairan vagina
Metode:
Cairan vaginal ditaruh pada kertas Whatman, diamkan sampai
kering
Semprot dengan reagensia
Perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam berapa detik
warna ungu tersebut timbul
Hasil yang diharapkan:
Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam
fosfatase berasal dari prostat, berarti indikasi besar, warna ungu timbul
kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
3. Tujuan: Menentukan adanya kuman N. gonorrheae
Bahan pemeriksaan ; secret urethrae dan sekret cervix uteri
Metoda : Pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan;
Kuman N. gonorrheae
4. Tujuan : Menentukan adanya kehamilan
Bahan pemeriksaan: urin
Metode:
Hemagglutination inhibition test ( Pregnosticon)
Agglutination inhibistion ( Gravindex)
Hasil yang diharapkan: terjadi agglutinasi pada kehamilan
5. Tujuan : Menentukan adanya racun ( toksikologi)
Bahan pemeriksaan; darah dan urin
Metode:
TLC
Mikrodifusi
Hasil yang diharapkan: adanya obat yang dapat menurunkan
kesadaran atau menghilangkan kesadaran
6. Tujuan : Penentuan golongan darah
Bahan pemeriksaan : cairan vagina yang berisi air mani dan darah
18
Metode :
Serologi ( ABO grouping test)
Hasil yang diharapkan: golongan darah dari air mani berbeda
dengan golongan darah dari korban
Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku
kejahatan termasuk golongan sekretor
7. Tujuan : Menentukan adanya sel epitel vagina pada penis
Bahan pemeriksaan : cairan yang masih melekat di sekitar corona glandis
Metoda:
Dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi corona glandis,
kemudian gelas objek tersebut diletakan di atas cairan lugol
Hasil yang diharapkan:
Epitel dinding vagina yang berbentuk hexagonal tampak berwarna
cokelat atau cokelat kekuningan
19
Penentuan Cairan Reaksi dengan Warna ungu timbul
adanya air vaginal adanya asam dalam waktu kurang
mani fosfatase 30 detik berarti
berasal dari air indikasi besar,warna
mani ungu timbul kurang
dri 65 detik ,indikasi
sedang
Reaksi Florence Adanya kholin dalam
air mani dengan
membentuk Kristal
kholin
Reaksi berberio Adanya spermin
dalam air mani akan
membentuk spermin
pikrat
Pakaian Inhibisi asam Bercak mani dapat
fosfatase dibedakan dari bercak
dengan L asam yang lain
tartrat
Reaksi dengan Warna ungi pada
asam fosfatase pakaian menunjukan
adanya mani
Cairan dari Sinar ultra Letak air mani dapat
saluran violet, diketahui
kemih visual,perabaan
(secret
urethra,
dan cairan
dari leher
rahim)
20
Penentuan Cairan dari Pemeriksaan Sifilis (+)
adanya ulkus pada mikroskopis
penyakit genital T.Pallidum
kelamin
Darah Tes serologis Sifilis (+)
VDRL
Penentuan Urine Hemaglutinatio Adanya kehamilan
adanya n inhibition test
kehamilan
Toksikologi Darah dan Thin layer Adanya obat obat
urine chromatograph, yang dapat
mikro diffusi menurunkan/
menghilangkan
kesadaran
Penentuan Cairan Serologis Terdeteksinya
golongan vaginal golongan darah
darah yang berisi
air mani
dan darah
22
yang signifikan baik pada fungsi intelektual dan perilaku adaptif dan terekspresi
baik dalam kemampuan adaptif secara konseptual, social dan praktikal.12
Cacat mental merupakan kecacatan dan ditunjukkan dengan keterbatasan
fungsi intelektual dan perilaku adaptif selama masa perkembangan atau sebelum
usia 18 tahun. Menurut Power (1989) karakteristik anak cacat mental terdapat
6 gangguan dalam hal :6
- Interaksi sosial-komunikasi (bahasa dan bicara)
- Perilaku
- Emosi
- Pola bermain
- Gangguan sensorik dan motorik
- Perkembangan terlambat atau tidak normal
Gejalagejala diatas mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya
sebelum anak berusia 3 tahun.
Terdapat perbedaan antara cacat mental dengan sakit mental, sakit jiwa
atau sakit ingatan. Dalam bahasa Inggris sakit mental disebut Mental Illness yaitu
merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku, sedangkan
cacat mental dalam bahasa Inggris disebut Mentally Retarded atau Mental
Retardation merupakan ketidakmampuan memecahkan persoalan disebabkan
karena kecerdasan (intelegensinya) kurang berkembang serta kemampuan
adaptasi perilakunya terhambat. Cacat mental bermula dan berkembang pada
masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir sampai kira-kira usia 18
tahun,sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap saat, kapan saja. Namun
sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak mustahil anak cacat mental
menderita sakit jiwa.6
25
Umur perempuan lebih
Dengan dari 15 th (Ps. 284)
Persetujuan
Perempuan Umur perempuan
kurang dari 15 th (Ps.
287)
Diluar
perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
Tanpa kekerasan (Ps. 285)
Persetubu persetujuan
han perempuan
Dalam Perempuan dalam
perkawinan keadaan pingsan/tidak
(Ps.288) berdaya (Ps. 286)
26
c. Korban
Dijatuhkannya sanksi hukum kepada pelaku, maka secara tidak
langsung hal itu merupakan suatu bentuk perhatian (perlindungan)
secara hukum kepada korban kejahatan. Perlindungan hukum kepada
wanita yang menjadi korban kejahatan ini bukan hanya terbatas kepada
dihukumnya pelaku, namun juga kepada akibat-akibat yang
menimpanya, seperti kehamilan akibat perkosaan.
27
Pasal 285 KUHP, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai
pelaku dari tindak perkosaan tersebut.
b. Kekerasan
Kata kekerasan disini dapat diartikan sebagai setiap pemakaian tenaga
badan yang tidak terlalu ringan. Selain itu kata pengertian kekerasan
tidak hanya memakai tenaga badan yang tidak terlalu ringan saja,
melainkan juga dapat dilakukan dengan memakai sebuah alat yang
dapat mengakibatkan tanda-tanda kekerasan.
c. Ancaman kekerasan
Ancaman kekerasan yang dimaksud harus diucapkan dalam suatu
keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan
pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu benar-benar
akan dapat merugikan kebebasan pribadinya. Jika korban tidak
bersedia memenuhi keinginan pelaku untuk bersetubuh, maka pelaku
akan melakukan sesuatu yang merugikan kebebasan, kesehatan, atau
keselamatan nyawa orang yang diancam.
d. Memaksa
Perbuatan memaksa dapat dilakukan dengan perbuatan ataupun
ucapan. Perbuatan ini memaksa seorang wanita untuk bersetubuh,
walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang dikenakan oleh
wanita itu adalah wanita itu sendiri.
e. Wanita
Adapun yang dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP adalah wanita
pada umumnya.
f. Mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan
Mengadakan hubungan kelamin yang dimaksudkan adalah masuknya
penis ke dalam vagina (intravaginal coitus). Jika pelaku tidak berhasil
memasukkan penisnya ke dalam vagina korban karena korban
melakukan perlawanan, maka pelaku dapat dipersalahkan karena telah
melakukan suatu percobaan perkosaan (Pasal 53 ayat 1). Adanya
28
suatu percobaan perkosaan diatur dalam Pasal 35 ayat 1 KUHP
dengan syarat-syarat:
1) Adanya suatu niat dari pelaku melakukan kejahatan.
2) Bahwa niat tersebut telah terwujud dalam suatu permulaan
tindakan pelaksanaan seperti menarik lepas pakaian korban dan
kemudian meraba-raba alat kelamin korban untuk memaksa
korban mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku
3) Pelaksanaannya sendiri tidak selesai, karena hal-hal yang berada
di luar kemauan pelaku.
g. Di luar pernikahan
Perkosaan dilakukan bukan dengan istri yang sah dari pelaku
2. KUHP pasal 287
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
3. KUHP pasal 291
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287,
288 dan 290 itu berakibat luka berat dijatuhkan hukuman bahkan
hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286,
289 dan 290 itu berakibat matinya orang yang dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya 15 tahun.
29
2.3.2 Aspek Hukum Pada Kasus Perkosaan Terhadap Penderita Cacat
Mental
Pasal-pasal diatas adalah pasal yang mengatur mengenai perkosaan dan
pasal yang dapat menjadi juncto pasal 285 KUHP (pasal tentang perkosaan).
Berikut adalah pasal yang mengatur tindak pelanggaran kesusilaan lain yang
merupakan bentuk persetubuhan yang tidak disetujui oleh pihak wanita namun
tidak diklasifikasikan sebagai tindak perkosaan, pasal-pasal tersebut antara lain;
1. Pasal 286 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan
padahal diketahui bahwa wanita tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan wanita tidak berdaya salah satunya
adalah wanita yang dalam keadaan tidak sadarkan diri, wanita yang
memiliki keterbelakangan mental. Pada kasus wanita yang pingsan harus
ada pembuktian bahwa korban dalam keadaan pingsan. Pada
pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukan tanda bekas
hilang kesadaran, adakah penyakit yang diderita korban sewaktu-waktu
mengakibatkan korban pingsan seperti epilepsy, sycope dan sebagainya.
Adakah tanda telah berada di bawah pengaruh alcohol, hipnotik dan
narkotik, maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk
pemeriksaan toksikologi. Jika terbukti bahwa si terdakwa sengaja
membuat wanita itu pingsan atau tidak berdaya, ia dapat dituntut telah
melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat wanita itu
tidak berdaya pingsan maka ia telah melakukan kekerasan.
2. KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan
30
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
a. Pasal 81
1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
32
Anamnesa yang diperolah dari korban belum tentu benar, sehingga
anamnesa dibuat tidak dimasukan dalam ver namun dibuat dengan judul
keterangan yang diperoleh dari korban
33
BAB III
3.1 KESIMPULAN
34
3.2 SARAN
1. Bagi pemerintah
- Memperbaiki dan menerapkan undang undang tentang pemerkosaan
terutama untuk penderita cacat mental dengan lebih baik
- Meningkatkan perlindungan pada wanita dan anak anak agar terhindar
dari perkosaan
- Memberlakukan sanksi yang tegas kepada para pelaku perkosaan
2. Bagi Dokter
- Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang medikolegal perkosaan
- Meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan forensic perkosaan
sehingga hasil pemeriksaan dapat membantu penegak hukum dalam
memutuskan kasus pidana perkosaan.
3. Bagi Masyarakat
- Mengetahui tindakan yang dapat dilakukan jika mengalami perkosaan atau
menjadi saksi kasus perkosaan
35
DAFTAR PUSTAKA
37