Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini dapat
ditemukan di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang
usia maupun jenis kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap negara
berbeda-beda.1,18 Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat
93.960 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian rata-rata ada 20 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tiap
harinya. Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah
kasus tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan
dengan korban.2,18
Perkosaan merupakan bagian dari kejahatan seksual, sedangkan kejahatan
seksual secara umum merupakan perbuatan atau tindakan melanggar norma
kesusilaan, dengan cara paksaan dan melalui ancaman kekerasan.1 Perilaku
memperkosa dianggap perbuatan yang tercela dan termasuk tindak pidana yang
disebabkan karena tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan cara yang keji dan
di luar perikemanusiaan.2
Tindak pidana perkosaan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan
yang seringkali menjadi objek seksual dan terpaksa harus menghadapi kekerasan,
pemaksaan dan penyiksaan secara fisik serta psikis.3 Setiap perempuan dapat
menjadi korban dari kasus perkosaan tanpa mengenal kedudukan, pendidikan,
4
dan status. Dan pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku
perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Pelaku
perkosaan sesungguhnya tidak mengenal batas usia. Selama individu masih
mempunyai daya seksual, dari anak-anak hingga kakek-kakek masih sangat
mungkin untuk dapat melakukan tindak perkosaan. Tindak pidana perkosaan
dapat dilakukan oleh orang luar rumah misalkan tetangga, pacar maupun anggota
keluarga itu sendiri. Bila perbuatan dilakukan oleh orang dalam rumah itu sendiri,
5
maka kadang korban mengalami ancaman dan tidak berani melapor antara lain
karena ikatan keluarga, nilai-nilai sosial tertentu, nama baik tertentu dan kesulitan
lain. Tindak pidana perkosaan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang
relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi
juga terjadi di pedesaan yang masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat.5
Indonesia menempati urutan ke 62 dalam kasus perkosaan di dunia, dimana
menempati peringkat ke 2 setelah pembunuhan. Data dari Kalyanamitra
menunjukkan bahwa setiap 5 jam, ditemui 1 kasus perkosaan. Sementara itu,
Yayasan Kepedulian Untuk Konsumen Anak selama tahun 2000 mencatat 90
kasus seksual yang dialami oleh anak Surakarta dan kasus perkosaan yang ada
mencapai 18 orang.5 Hal ini menunjukkan betapa banyaknya tindak perkosaan
yang telah terjadi. Sebenarnya data yang tersaji selama ini adalah bahwa data yang
ada merupakan fenomena gunung es. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa
data yang muncul ke permukaan hanyalah sebagian kecil dari kasus-kasus yang
5
terjadi di dalam masyarakat. Kasus perkosaan memiliki kecenderungan makin
meningkat. Di kabupaten kota Semarang sendiri berdasarkan data Polrestabes
Semarang tercatat angka perkosaan pada tahun 2008 sebanyak 5 kasus, dan pada
tahun 2009 meningkat 50% menjadi 10 kasus. Kasus-kasus tersebut dialami oleh
korban dewasa maupun anak-anak. Dengan meningkatnya kasus perkosaan, maka
dari itu harus ditegaskan kembali sanksi yang diterima oleh pelaku.
Salah satu bentuk perkosaan yang belum mendapat perhatian di kalangan
masyarakat adalah kasus perkosaan pada penderita cacat mental. Pendertia cacat
mental adalah seseorang yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-
rata. Seseorang yang menderita cacat mental mengalami keterlambatan
permanen dan menyeluruh didalam banyak aspek perkembangan mereka sebab
intelegensi mereka rusak. Sehingga pada kelompok ini rentan untuk terjadi tidak
kejahatan dalam segala hal.6
Dalam kasus perkosaan dokter dapat bertindak sebagai seorang ahli. Sebagai
ahli dokter wajib membantu jalannya penegakan hukum dengan cara melakukan
pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum sebagai alat bukti di
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum. Karena aspek medikolegal
6
berhubungan dengan aspek hukum dan kedokteran maka sebagai seorang dokter
sebaiknya kita juga mengenal aspek hukum yang terkait dengan perkosaan.

1.2 Rumusan Masalah Umum


Apasaja aspek medikolegal pada kasus perkosaan pada penderita retardasi
mental?
Rumusan Masalah Khusus
1. Apakah definisi kejahatan seksual?
2. Apakah pengertian perkosaan?
3. Bagaimana cara pembuktian perkosaan?
4. Bagaimana pemeriksaan terhadap korban perkosaan?
5. Bagaimana pemeriksaan terhadap barang bukti medik pada perkosaan?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan?
7. Apakah definisi dari penderita retardasi mental?
8. Apa saja aspek medikolegal pada kasus perkosaan terutama pada kasus
perkosaan pada penderita retardasi mental?

1.3 Tujuan Umum


Mengetahui aspek medikolegal pada kasus perkosaan pada penderita
retardasi mental.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi kejahatan seksual
2. Mengetahui definisi perkosaan
3. Mengetahui cara pembuktian perkosaan
4. Mengetahui pemeriksaan terhadap korban perkosaan
5. Mengetahui pemeriksaan terhadap barang bukti medic pada perkosaan
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan
7. Mengetahui definisi dari penderita retardasi mental
8. Mengetahui aspek medikolegal pada kasus perkosaan terutama pada
kasus perkosaan pada penderita retardasi mental.

7
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan dan tehnik
penulisan suatu makalah dari beberapa sumber
b. Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu makalah
c. Menambah pengetahuan mengenai perkosaan pada penderita cacat
mental
d. Menambah pengetahuan mengenai cara pemeriksaan forensic dan
pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan
e. Menambah pengetahuan tentang kasus perkosaan ditinjau dari
aspek medikolegal
2. Dari Instansi Terkait
a. Menambah bahan referensi bagi dokter dalam memahami maupun
melakukan penatalaksanaan terhadap kasus perkosaan
b. Menambah pengetahuan bagi dokter tentang pemeriksaan forensic
dan pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan
3. Bagi Pemerintah
a. Sebagai dasar pertimbangan untuk menegakkan hukum dan
keadilan terhadap praktik perkosaan pada penderita cacat mental
dalam lingkungan masyarakat Indonesia
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang kasus
perkosaan pada penderita cacat mental dari aspek medikolegal.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkosaan
2.1.1 Definisi Kejahatan seksual
Kejahatan seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan hukum hukum
yang mengatur mengenai seksualitas. Perbedaan kejahatan seksual dengan
perkosaan:7
a. Perkosaan termasuk kedalam kejahatan seksual tetapi kejahatan seksual
belum tentu perkosaan
b. Kejahatan seksual tidak selalu mengandung unsur persetubuhan. Yang
mengandung unsur persetubuhan contohnya berzinah, perkosaan,
menggauli perempuan yang tidak berdaya, menggauli perempuan
dibawah umur dan incest. Yang tidak mengandung unsur persetubuhan
contohnya perbuatan cabul.
KUHP merinci tindak pidana seksual menjadi perkosaan (Pasal 285 KUHP),
bersenggama dengan wanita yang tidak berdaya (pasal 286 KUHP), bersenggama
dengan wanita di bawah umur (pasal 287 KUHP), incest dan sebagainya.8

2.1.2 Pengertian Perkosaan


Negara negara maju mendefinisikan perkosaan sebagai perbuatan
bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan (force),
menciptakan ketakutan (fear) atau dengan cara memperdaya (fraud) sedangkan di
Indonesia, pengertian perkosaan dapat dilihat pada pasal 285 KUHP yang
bunyinya " Barang siapa dengan kekerasan ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengannya, dihukum karena
memperkosa, dengan hukuman penjara selama lamanya 12 tahun.
Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan Blacks
Law Dictionary dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna
perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga bentuk:

9
1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu:
hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan
wanita tersebut.
2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap
seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur
yang lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria,
terhadap seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita tersebut.
3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang
pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya,
dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman
lainnya. Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Dalam ketentuan Pasal 285 diatas terdapat unsur-unsur untuk membuktikan
ada atau tidaknya tindak pidana perkosaan, unsur - unsur yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
a. Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan
Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, artinya mempergunakan tenaga
atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan
tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya
sampai orang itu menjadi pingsan atau tidak berdaya.
b. Memaksa seorang wanita
Memaksa seorang wanita, artinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia
c. Bersetubuh di luar perkawinan dengan (pelaku)
Bersetubuh di luar perkawinan, artinya peraduan antara kemaluan laki-laki dan
perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota
kelamin laki-laki harus masuk ke anggota kelamin perempuan, sehingga
mengeluarkan mani dengan wanita yang bukan istrinya.

10
Perkosaan sebagai male crime
Perkosaan di Indonesia dikategorikan sebagai male crime. Kebijakan ini
disebabkan karena pembuat undang-undang masih menggunakan atau
setidaknya masih dipengaruhi oleh konsep perkosaan sebagai offence against
property, dimana kaum perempuan masih ditempatkan sebagai objek
kepemilikan, yaitu oleh orang tuanya ataupun oleh suaminya. Jika ditinjau
dalam sudut biologik hal ini juga relevan karena laki-laki hanya dapat
melakukan persetubuhan dalam keadaan aktif, sedang wanita dapat disetubuhi
dalam keadaan aktif maupun pasif. Jika wanita menjadi pelaku perkosaan dan
laki-laki korbannya, maka persetubuhan diragukan dapat terjadi. Karena
dalam keadaan sedang mengalami tekanan jiwa karena dipaksa, diragukan
dapat mengalami respon seksual (ereksi) yang merupakan syarat terjadinya
penetrasi penis.

Perkosaan merupakan ektramarital crime.


Mengacu pada pasal 285 KUHP, karena perkosaan tidak dapat dilakukan
pada istrinya sendiri sebab ikatan perkawinan dianggap sebagai persetujuan
bagi laki-laki untuk melakukan senggama dengan wanita yang dinikahi.
Namun untuk memperkuat posisi wanita dibuatlah undang-undang NO.23
tahun 2003 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam
undang-undang ini, pemaksaan untuk melakukan senggama pada suami istri
bisa dinggap pidana apabila terdapat pengaduan dari istri.

2.1.3 Pembuktian Perkosaan


Pada setiap kasus perkosaan yang harus dibuktikan dipengadilan adalah
unsur unsur sebagai berikut :8
1. Unsur pelaku
- Harus seorang laki laki
- Mampu melakukan persetubuhan
2. Unsur korban
- Harus seorang perempuan
11
- Bukan istri dari pelaku
3. Unsur perbuatan
- Persetubuhan dengan paksa
- Pemaksaan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan kekerasan
fisik atau ancaman kekerasan dalam rangka pembuktian tersebut
bantuan dokter sangat diperlukan namun harus disadari bahwa
kemampuan dokter dildalam rangka memnantu mengungkap kasus
perkosaan sangat terbatas. Dokter tidak dapat membantu mengungkap
adanya paksaan dan adanya ancama kekerasan karena kedua hal
tersebut tidak meninggalkan bukti-bukti medik

2.1.4 Pemeriksaan Terhadap Korban Perkosaan 8


Dokter hanya dapat diminta bantuannya untuk melakukan pemeriksaan
terhadap:
1. Korban dengan tujuan:
- Mengungkap apakah betul korban seorang perempuan
- Mengungkap apakah betul telah terjadi senggama
- Mengungkap identitas laki laki yang menyetubuhi
- Mengungkap apakah betul telah terjadi kekerasan fisik
2. Tersangka dengan tujuan
- Mengungkap apakah tersangka benar benar laki-laki
- Mengungkap apakah tersangka dapat melakukan senggama (tidak
impoten)
Pemeriksaan terhadap korban perkosaan:
1. Menentukan adanya tanda tanda persetubuhan
Persetubuhan (senggama) adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin
laki laki masuk kedalam alat kelamin perempuan sebagian atau
seluruhnya dengan atau tanpa terjadinya ejakulasi. Dalam hal ini
penetrasi penis ke dalam vagina harus terjadi, apabila penetrasi tersebut
ke dalam vagina, misalnya sodomi (anal sex), tidak dapat dikategorikan
sebagai senggama.
12
Senggama yang legal adalah senggama yang dilakukan dengan prinsip
prinsip sebagai berikut:
a) Ada izin dari wanita yang disetubuhi
b) Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak dalam
sedang terikat dalam perkawinan dengan laki laki lain dan
bukan anggota keluarga dekat
Tanda tanda persetubuhan:
a) Tanda tanda langsung:
- Robeknya selaput dara akibat penetrasi penis
- Lecet atau memar akibat gesekan gesekan penis
- Adanya sperma akibat ejakulasi
b) Tanda tak langsung:
- Terjadinya kehamilan
- Terjadinya penularan penyakit kelamin

Gambar 1. Bentuk Persetubuhan

Keterangan dari gambar :


a. Terjadi persetubuhan, alat kelamin laki-laki masuk seluruhnya
(penitrasi lengkap)

13
b. Terjadinya persetubuhan, alat kelamin laki-laki masuk (penitrasi
sebagian)
c. Tidak terjadi persetubuhan
Robeknya himen merupakan tanda dari persetubuhan namun tidak
setiap persetubuhan menyebabkan robeknya hymen. Untuk mengetahui
hymen robek yang telah disetubuhi terlebih dahulu dokter harus paham
bentuk hymen utuh atau yang belum robek antara lai sebagai berikut :
Himen tipe septum karena adanya selaput yang membentuk septum
atau jembatan pada muara vagina karena pembuatan lubang yang
tidak sempurna
Himen tipe bulan sabit. Berbentuk cincin yang tidak sempurna
bulatannya
Himen tipe Fimbia ditandai dengan pola tidak teratur (ireguler)
pada dindingnya
Himen tipe dentikuler karena berpola seperti gigi disekeliling
lubang himen

Kelainan selaput dara yang membutuhkan operasi perbaikan


Disebut sebagai himen kribiformis yang ditandai dengan banyaknya
lubang kecil seperti saringan. Sering ditemukan kesulitan dalam
berhubungan seksual dan membutuhkan pembedahan untuk koreksi.
Pada beberapa gadis hanya ditemukan lubang yang sangat kecil
(seperti pentul jarum). Dapat menimbulkan kesulitan dalam hubungan
seksual bahkan membutuhkan pembedahan untuk melebarkan
lubangnya.
Himen yang tidak memiliki lubang atau himen imperforata. Biasanya
ditemukan pada bayi baru lahir. Apabila lubang tidak terbentuk hingga
dewasa maka akan terjadi gangguan dalam mentruasi. Ditemukan pada
1 dalam 2000 wanita. Pada wanita tersebut harus dilakukan tindakan
operasi untuk membuat saluran himen.

14
Himen tipe subseptus. Merupakan tipe himen yang jarang ditemukan.
Bentuknya seperti septum namun tidak penuh (mirip bentuknya
dengan anak tekak)

Gambar 2. Bentuk bentuk hymen normal dan kelainannya9

15
Gambar 3. Bentuk- Bentuk hymen yang telah robek9
Keterangan gambar :
A. Himen semilunaris
B. Himen coroliformis
C. Himen anularis
D. Himen septus/biformis
E. Himen dengan dua robekan
pada pukul 5 dan pukul 7
F. Himen mirtyformis

12
Himen dengan robekan pada arah jam pukul 5 dan pukul 7
biasanya merupakan tanda-tanda persetubuhan. Adanya robekan himen
sebenarnya hanya merupakan pertanda adanya suatu benda yang masuk
ke vagina. Tidak tertutup kemungkinan selaput dara dari perawan yg
mengalami perkosaan masih utuh, yaitu penetrasi penis paling ringan
(antara kedua labia) atau kondisi selaput dara sangat elastik disertai
ukuran penis yang kecil. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui
bila pada daerah robekan masih terlihat darah atau tampak kemerahan.
Pada wanita yang sebelumnya sudah pernah melakukan persetubuhan
masih ada kemungkinan terjadi robekan tambahan (robekan baru)
mengingat kasarnya senggama pada kasus-kasus perkosaan.
Gesekan-gesekan penis terhadap vagina akan dapat mengakibatkan
lecet-lecet atau memar-memar pada dinding vagina. Kelainan tersebut
terjadi karena pada korban tidak terjadi lubrikasi sehingga vagina dalam
keadaan kering, disamping dilakukan dengn kasar. Perlu diketahui bahwa
lubrikasi merupakan respon seksual pada wanita, yang akan berfungsi
sebagai pelicin. Dalam keadaan diperkosa, diragukan korban dapat
mengalami respon seksual.

2. Menentukan adanya tanda tanda kekerasan


Yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan pelaku yang
bersifat fisik yang dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapat
disetubuhi. Yang perlu dicari adalah tanda tanda kekerasan fisik.
Termasuk kekerasan di sini adalah penggunaan obat obatan yang dapat
mengakibatkan korban tak sadarkan diri.
Sebenarnya yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan
pelaku yang bersifat fisik dilakukan dalam rangka memaksa korban
agar dapat disetubuhi. Kekerasan tersebut dimaksudkan untuk
menimbulkan ketakutan dan untuk melemahkan daya lawan korban.
Sexual oriented injuries

13
Tanda-tanda kekerasan fisik yang berada di luar alat kelamin,
seperti cekikan, bekas jeratan di leher, pukulan pada kepala dan memar
pada payudara. Hal ini dipengaruhi hasrat pelaku terhadap bagian tubuh
dari wanita. Jejas gigitasn banyak ditemukan di daerah payudara, perut
dan bokong. Luka-luka ini sangat khas pada kasus kejahatan seksual
perkosaan. Pentingnya dokter mengungkap hal ini adalah untuk
membantu dakwaan lapis kedua yang biasanya merupakan dakwaan
penganiayaan. Jika ditemukan sexual oriented injuries, dokter dapat
menentukan jenis luka, jenis benda penyebab, derajat luka dan sebab
kematian pada korban.
Tanda-tanda kekerasan :
Tergantung pada kasusnya perhatikan adanya :
Luka tangkisan, cekikan, usaha perlawanan dan sebagainya
Tanda bekas pingsan/tidak berdaya/ pengaruh obat tertentu
Benda bukti biologis pelaku, seperti serpihan kulit dari ujung
kuku korban, rambut kepala, rambut pubis, darah dan lain-lain
yang dapat digunakan bagi identifikasi lanjutan (pembanding)

3. Pemeriksaan terhadap suspek


Pemeriksaan terhadap tersangka hanya dilakukan jika tersangka
menyangkal melakukan persetubuhan karena impotensi. Dalam kaitan
dengan perkosaan dokter hanya dapat memastikannya dengan
menemukan penyakit-penyakit organik yang dapat mengakibatkan
impotensi; seperti misalnya diabetes melitus, hydrocele. Impotensi juga
dialami laki-laki yang sudah tua.

2.1.5 Pemeriksaan Barang Bukti Medik 8


Pada kasus tindak pidana seksual sering kali dapat ditemukan barang bukti
medik berupa bagian- bagian tubuh pelaku antara lain:
1. Bercak air mani
a. Barang bukti yang mengandung bercak harus dikeringkan sebelum dikirim
14
1. Pakaian, kirim seluruhnya dalam kantung kertas yang terpisah, jangan
terlalu banyak dimanipulasi dan jangan menyentuh atau melipat daerah
dimana diduga terdapat bercak.
2. Selimut, sprei, sarung, bantal dan lain-lainnya, kirim seluruhnya dengan
baik sebagaimana seharusnya.
3. Kendaraan
a. Ambil dan kirim seluruh tempat duduk
b.Bila dipandang perlu untuk melakukan pemeriksaan kendaraan
konsultasikan dahulu dengan pihak laboratorium.
2. Lubang-lubang tubuh manusia
1. Contoh barang bukti
a. Korban jangan diperkenankan membersihkan bagian tubuh/ lubang
yang dicederai oleh karena akan merusak semua barang bukti
b. Contoh barang bukti harus diambil oleh dokter yang berpengalaman
2. Contoh dari dalam vagina
a. Setiap pelapor/korban harus diperiksa se-segera mungkin, yaitu untuk
melihat adanya sperma yang masih bergerak (aktif atau hidup)
b. Sperma yang tidak bergerak dapat ditemukan untuk jangka waktu
yang cukup lama setelah persetubuhan
c. Pewarnaan/pulasan: harus dikerjakan oleh yang sudah berpengalaman,
pewarnaan harus tipis dan didiamkan sampai kering, tidak boleh
menggunakan spray atau melap untuk maksud tersebut. Setelah kering
ditaruh gelas penutup diatas objek gelas yang telah diwarnai tadi.
Berikan label pada data- data yang mencakup: Pewarnaan yang
dipakai, nama orang yang diperiksa/korban dan nama yang membuat
pewarnaan serta tanggal dan lokasinya
d. Dokter harus membersihkan vagina dengan memakai sedikit mungkin
(5-10 ml) aquadest
e. Seluruh sediaan apus (swab) harus ditaruh dalam tabung reaksi yang
kering. Tabung tersebut diberi label dengan identifikasi seperlunya

15
f. Seluruh tabung reaksi harus ditaruh dalam lemari pendingin sampai
dikirim ke laboratorium
3. Dubur
Pada kasus khusus (sodomi, hubungan kelamin melalui dubur) harus
diambil sediaan apus (swab) dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering,
dan diberi label
4. Rongga Mulut
Pada kasus khusus (Fellatio, hubungan kelamin melalui mulut), sediaan
apus (Swab) harus diambil dari beberapa tempat dalam rongga mulut dan
disimpan dalam tabung reaksi yang kering dan diberi label
5. Rambut kemaluan
a. Rambut kemaluan korban harus disisir dengan sisir bersih untuk
mengumpulkan rambut yang terlepas,yang kemungkinan besar dari
rambut sang pelaku
b. Dua puluh empat helai rambut atau lebih harus dicabut, baik dari korban
maupun dari si tersangka
6. Penentuan golongan darah
Barang bukti yang diperiksa yaitu cairan vagina yang berisi air mani dan
darah, hasil yang diharapkan adalah golongan darah dari air mani berbeda
dengan golongan darah korban
7. Bite Marks
Bite Marks atau bekas gigitan / jejas gigi sering didapatkan pada tubuh
korban kejahatan seksual dan pada korban kejahatan lainnya. Bite marks
pada umumnya ditimbulkan akibat gigitan gigi bagian depan (gigi seri, gigi
taring), sering didapatkan pada kasus kejahatan seksual dan kasus
penganiayaan serta pembunuhan, khususnya bila korban mengadakan
perlawanan. Adanya air liur menunjukkan bahwa bite marks yang terdapat
pada barang bukti berasal dari manusia dan air liur tersebut dapat ditentukan
golongan darah bila orang yang menggigit termasuk golongan sekretor.

Pemeriksaan Penunjang Korban Perkosaan


16
1. Tujuan menentukan adanya sperma, sperma masih dapat ditemukan dalam
keadaan bergerak dalam vagina sampai 4-5 jam setelah persetubuhan. Pada
orang yang hidup sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang yang mati
sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari
setelah persetubuhan. Pada laki- laki yang sehat air mani yang keluar setiap
ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap
milimeternya dan sebanyak 90% dari jumlah tersebut dalam keadaan
bergerak (motile).
Bahan pemeriksaan : pakaian
Metode:
Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian
tengahnya (konsentrasi sperma terutama di tengah)
Warnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit
Cuci dengan HCL 1%
Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan alkohol absolute
Keringkan dan letakkan pada kertas saring
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benang
1-2 helai, kemudian diurai sampai menjadi serabut-serabut pada
gelas objek.
Teteskan Canada balsam, ditutup dengan gelas penutup lihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan:
Kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru muda, kepala
sperma tampak menempel pada serabut- serabut benang
Pembuatan warna BAEECHI:
Acid-fuchsin 1 % ( 1 tetes atau 1 ml)
Methylene-blue 1 % ( 1 tetes atau 1 ml)
HCL 1% ( 40 tetes atau 40 ml)
2. Tujuan: menentukan adanya air mani (asam fosfatase)

17
Bahan pemeriksaan : cairan vagina
Metode:
Cairan vaginal ditaruh pada kertas Whatman, diamkan sampai
kering
Semprot dengan reagensia
Perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam berapa detik
warna ungu tersebut timbul
Hasil yang diharapkan:
Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam
fosfatase berasal dari prostat, berarti indikasi besar, warna ungu timbul
kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
3. Tujuan: Menentukan adanya kuman N. gonorrheae
Bahan pemeriksaan ; secret urethrae dan sekret cervix uteri
Metoda : Pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan;
Kuman N. gonorrheae
4. Tujuan : Menentukan adanya kehamilan
Bahan pemeriksaan: urin
Metode:
Hemagglutination inhibition test ( Pregnosticon)
Agglutination inhibistion ( Gravindex)
Hasil yang diharapkan: terjadi agglutinasi pada kehamilan
5. Tujuan : Menentukan adanya racun ( toksikologi)
Bahan pemeriksaan; darah dan urin
Metode:
TLC
Mikrodifusi
Hasil yang diharapkan: adanya obat yang dapat menurunkan
kesadaran atau menghilangkan kesadaran
6. Tujuan : Penentuan golongan darah
Bahan pemeriksaan : cairan vagina yang berisi air mani dan darah
18
Metode :
Serologi ( ABO grouping test)
Hasil yang diharapkan: golongan darah dari air mani berbeda
dengan golongan darah dari korban
Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku
kejahatan termasuk golongan sekretor
7. Tujuan : Menentukan adanya sel epitel vagina pada penis
Bahan pemeriksaan : cairan yang masih melekat di sekitar corona glandis
Metoda:
Dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi corona glandis,
kemudian gelas objek tersebut diletakan di atas cairan lugol
Hasil yang diharapkan:
Epitel dinding vagina yang berbentuk hexagonal tampak berwarna
cokelat atau cokelat kekuningan

Tabel 1. Pemeriksaan Laboratrium pada korban perkosaan


Jenis Barang Metode Hasil yang diharapkan
pemeriksaan bukti yang
diperiksa
Penentuan Cairan Tanpa Sperma yang masil
adanya vaginal pewarnaan bergerak
sperma
Dengan Bagian basis kepala
pewarnaan sperma berwarna
malachite green ungu bagian hidung
merah muda
Pakaian Pewarnaan Kepala sperma
baeeci berwarna
merah,bagian ekor
berwarna biru muda

19
Penentuan Cairan Reaksi dengan Warna ungu timbul
adanya air vaginal adanya asam dalam waktu kurang
mani fosfatase 30 detik berarti
berasal dari air indikasi besar,warna
mani ungu timbul kurang
dri 65 detik ,indikasi
sedang
Reaksi Florence Adanya kholin dalam
air mani dengan
membentuk Kristal
kholin
Reaksi berberio Adanya spermin
dalam air mani akan
membentuk spermin
pikrat
Pakaian Inhibisi asam Bercak mani dapat
fosfatase dibedakan dari bercak
dengan L asam yang lain
tartrat
Reaksi dengan Warna ungi pada
asam fosfatase pakaian menunjukan
adanya mani
Cairan dari Sinar ultra Letak air mani dapat
saluran violet, diketahui
kemih visual,perabaan
(secret
urethra,
dan cairan
dari leher
rahim)

20
Penentuan Cairan dari Pemeriksaan Sifilis (+)
adanya ulkus pada mikroskopis
penyakit genital T.Pallidum
kelamin
Darah Tes serologis Sifilis (+)
VDRL
Penentuan Urine Hemaglutinatio Adanya kehamilan
adanya n inhibition test
kehamilan
Toksikologi Darah dan Thin layer Adanya obat obat
urine chromatograph, yang dapat
mikro diffusi menurunkan/
menghilangkan
kesadaran
Penentuan Cairan Serologis Terdeteksinya
golongan vaginal golongan darah
darah yang berisi
air mani
dan darah

2.2 Cacat Mental


2.2.1 Definisi Cacat mental
Cacat mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Anak-anak yang
menderita cacat mental mengalami keterlambatan permanen dan menyeluruh
didalam banyak aspek perkembangan mereka sebab intelegensi mereka rusak.
Seberapa tinggi intelegensi mereka biasanya dinyatakan dalam bentuk
Intellegence Quotient (IQ). IQ normal berkisar antara 80 sampai 120, anak cacat
mental memiliki IQ dibawah 70. Adakalanya dalam hal menggerakkan badan
dan anggota badannya normal, tetapi koordinasi, kemampuan berbahasa dan
sosialnya terlambat.6
21
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,yang terdiri dari :10
a. penyandang cacat fisik
b. penyandang cacat mental
c. penyandang cacat fisik dan mental.
Yang dimaksud anak cacat mental menurut Undang-Undang Perlindungan
anak adalah (UU RI No. 23 Th 2002). Pasal 1 ayat 7 yang bunyinya : Anak yang
menyandang cacat mental adalah anak yang mengalami hambatan fisik
dan/ataumental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar. 11
Cacat mental disini adalah anak cacat mental yang memiliki IQ dibawah
anak normal, yaitu memiliki IQ antara 20-49 (Embilicile), IQ ini tergolong
kelompok yang ringan, kelompok ini masih bisa diharapakan untuk mencapai IQ
5069 (Moron). IQ antara 019 (Idiot) tergolong kedalam kelompok berat.
Pada kelompok ini kelainan tidak dapat disembuhkan oleh karena itu anak cacat
mental pada kelompok berat perlu mendapatperlindungan hukum.6
Pengertian umum cacat mental adalah suatu kondisi seseorang sejak lahir
atau pun saat balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya, anak tersebut
terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktifitas dan minat
yang obsesif. (Baron Cohen, 1993).12
Pengertian mengenai cacat mental terus berkembang. Pada tahun 1973,
AAMD (American Association on Mental Deficiency) memberikan definisi
(dalam Payne & Patton, 1981) bahwa cacat mental berhubungan dengan
fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata yang
muncul bersamaan dengan defisit pada perilaku adaptif dan terlihat saat
masa perkembangan. Kemudian, pada tahun 2002, AAMR mengeluarkan revisi
ke-10 mengenai retardasi mental (dalam www.aamr.org., 2002) bahwa retardasi
mental merupakan bagian dari disability yang ditandai dengan keterbatasan

22
yang signifikan baik pada fungsi intelektual dan perilaku adaptif dan terekspresi
baik dalam kemampuan adaptif secara konseptual, social dan praktikal.12
Cacat mental merupakan kecacatan dan ditunjukkan dengan keterbatasan
fungsi intelektual dan perilaku adaptif selama masa perkembangan atau sebelum
usia 18 tahun. Menurut Power (1989) karakteristik anak cacat mental terdapat
6 gangguan dalam hal :6
- Interaksi sosial-komunikasi (bahasa dan bicara)
- Perilaku
- Emosi
- Pola bermain
- Gangguan sensorik dan motorik
- Perkembangan terlambat atau tidak normal
Gejalagejala diatas mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya
sebelum anak berusia 3 tahun.
Terdapat perbedaan antara cacat mental dengan sakit mental, sakit jiwa
atau sakit ingatan. Dalam bahasa Inggris sakit mental disebut Mental Illness yaitu
merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku, sedangkan
cacat mental dalam bahasa Inggris disebut Mentally Retarded atau Mental
Retardation merupakan ketidakmampuan memecahkan persoalan disebabkan
karena kecerdasan (intelegensinya) kurang berkembang serta kemampuan
adaptasi perilakunya terhambat. Cacat mental bermula dan berkembang pada
masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir sampai kira-kira usia 18
tahun,sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap saat, kapan saja. Namun
sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak mustahil anak cacat mental
menderita sakit jiwa.6

2.2.2 Klasifikasi Cacat Mental


Pengelompokan berdasarkan pada taraf intelegensinya, yang terdiri dari :6
1. Cacat mental ringan Disebut juga debil, kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC)
memiliki IQ 69-55. Merekamasih dapat belajar membaca, menulis dan
23
berhitung sederhana. Namunpada umunya anak cacat mental ringan
tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen dan
anak ini tidak mengalamigangguan fisik.
2. Cacat mental sedang Disebut juga imbesil, kelompok ini memiliki IQ 51-
36 berdasarkan SkalaBinet sedangkan menurut Skala Weschler (WISC)
IQ 54-40. Mereka masih memperoleh kecakapan komunikasi selama
masa anak usia dini. Walaupun agak lambat, anak dapat mengurus atau
merawat diri sendiri dengan pelatihan yang intensif.
3. Cacat mental berat Disebut juga idiot, kelompok ini dibedakan lagi antara
cacat mental beratdan sangat berat. Cacat mental berat (severe) memiliki
IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala
Weschler (WISC),anak cacat mental sangat berat (profound) memiliki
IQ dibawah 19menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala
Weschler (WISC).Anak cacat mental berat memerlukan bantuan
perawatan secara totaldalam hal berpakaian, mandi, makan, dll. Hampir
semua anak cacat mental berat dan sangat berat menyandang cacat
ganda. Umpamanya sebagaitambahan cacat mental tersebut si anak
lumpuh (karena cacat otak), tuliatau cacat lainnya.

2.2.3 Penyebab Anak Cacat Mental6


1. Proses kelahiran
Di negara sedang berkembang, penyebab cacat mental yang utama
adalah kerusakan pada otak saat kelahiran. Kehamilan yang tidak
dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat, bantuan persalinan
salah, fasilitas yang kurang memadai banyak mengakibatkan kerusakan
pada otak anak.
2. Infeksi Pada Anak
Anak yang menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis,
ensefalitis tuberkulosa, dll. Sekitar 30%-50% dari mereka yang
mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit tersebut
menderita defisit neurologik dancacat mental.
24
3. Malnutrisi (Kekurangan Makanan Bergizi)
Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu
pertumbuhan dan fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi sering
terjadinya pada kelompok ekonomi rendah.
4. Kekurangan Yodium
Kekurangan yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental
anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental.

2.3 Aspek Hukum


Apabila korban cakap hukum, persetujuan untuk pemeriksaan harus diperoleh
dari korban. Syarat-syarat cakap hukum adalah berusia 21 tahun atau lebih, atau
belum 21 tahun tapi sudah pernah menikah, tidak sedang menjalani hukuman,
serta berjiwa sehat dan berakal sehat.13 Apabila korban tidak cakap hukum
persetujuan harus diminta dari walinya yang sah. Bila korban tidak setuju
diperiksa, tidak terdapat ketentuan undang- undang yang dapat memaksanya
untuk diperiksa dan dokter harus menghormati keputusan korban tersebut.14
Selain itu, karena pada korban terdapat barang bukti (corpus delicti) harus
diperhatikan pula prosedur legal pemeriksaan. Setiap pemeriksaan untuk
pembuatan visum et repertum harus dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
(Surat Permintaan Visum/SPV) dari polisi penyidik yang berwenang. Korban juga
harus diantar oleh polisi penyidik sehingga keutuhan dan originalitas barang bukti
dapat terjamin.14 Apabila korban tidak diantar oleh polisi penyidik, dokter harus
memastikan identitas korban yang diperiksa dengan mencocokkan antara identitas
korban yang tercantum dalam SPV dengan tanda identitas sah yang dimiliki
korban, seperti KTP, paspor, atau akta lahir. Catat pula dalam rekam medis bahwa
korban tidak diantar oleh polisi. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari
kemungkinan kesalahan identifikasi dalam memeriksa korban.

25
Umur perempuan lebih
Dengan dari 15 th (Ps. 284)
Persetujuan
Perempuan Umur perempuan
kurang dari 15 th (Ps.
287)
Diluar
perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
Tanpa kekerasan (Ps. 285)
Persetubu persetujuan
han perempuan
Dalam Perempuan dalam
perkawinan keadaan pingsan/tidak
(Ps.288) berdaya (Ps. 286)

Bagan 1. Kejahatan Seksual Dalam Kaitan Dengan persetubuhan yang dapat


Dikenakan Hukuman

Tujuan hukum pidana perkosaan dapat dikaitkan dengan kasus kejahatan


kekerasan seksual (perkosaan) baik dari aspek pelaku, masyarakat maupun korban
a. Pelaku
Berkaitan dengan pelaku, hukuman yang dijatuhkan merupakan balasan
yang setimpal atau diharapkan pelaku dapat menebus dosa-dosa (atas
kekejian) yang dilakukan kepada korban. Pelaku dikenakan hukuman
yang cukup berat yang dapat membuatnya menjadi jera atau agar di
kemudian hari tidak mengulangi lagi perbuatan jahatnya
b. Masyarakat
Hukuman yang cukup berat dijatuhkan kepada pelaku itu diharapkan
menjadi suatu proses pendidikan kesadaran perilaku dari
kecenderungan berbuat jahat. Hukuman itu menjadi prevensi
(pencegahan) agar anggota masyarakat yang hendak berbuat jahat tidak
meneruskan aksi kejahatannya

26
c. Korban
Dijatuhkannya sanksi hukum kepada pelaku, maka secara tidak
langsung hal itu merupakan suatu bentuk perhatian (perlindungan)
secara hukum kepada korban kejahatan. Perlindungan hukum kepada
wanita yang menjadi korban kejahatan ini bukan hanya terbatas kepada
dihukumnya pelaku, namun juga kepada akibat-akibat yang
menimpanya, seperti kehamilan akibat perkosaan.

2.3.1 Hukum Perkosaan


Hukum-hukum yang mengatur perkosaan antara lain sebagai berikut :15
1. Pasal 285 KUHP
Pasal yang mengatur perkosaan secara langsung adalah pasal 285
KUHP, disini dijelaskan bahwa ;
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan
dengan dirinya, karena bersalah melakukan perkosaan dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. 16
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, perkosaan di sini digolongkan
sebagai tindak pidana yang hanya dilakukan oleh laki-laki terhadap
wanita yang bukan isterinya dan persetubuhan tersebut harus bersifat
intravaginal coitus. Persetubuhan secara oral ataupun anal yang
dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tidak dapat
disimpulkan sebagai tindak pidana perkosaan, melainkan perbuatan
menyerang kehormatan kesusilaan. Hal ini diatur dalam Pasal 289
KUHP
Tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP ternyata
mempunyai unsur-unsur objektif yaitu:
a. Barang siapa
Kata barangsiapa jelas menunjukkan orang, yang apabila orang
tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam

27
Pasal 285 KUHP, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai
pelaku dari tindak perkosaan tersebut.

b. Kekerasan
Kata kekerasan disini dapat diartikan sebagai setiap pemakaian tenaga
badan yang tidak terlalu ringan. Selain itu kata pengertian kekerasan
tidak hanya memakai tenaga badan yang tidak terlalu ringan saja,
melainkan juga dapat dilakukan dengan memakai sebuah alat yang
dapat mengakibatkan tanda-tanda kekerasan.
c. Ancaman kekerasan
Ancaman kekerasan yang dimaksud harus diucapkan dalam suatu
keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan
pada orang yang diancam, bahwa yang diancamkan itu benar-benar
akan dapat merugikan kebebasan pribadinya. Jika korban tidak
bersedia memenuhi keinginan pelaku untuk bersetubuh, maka pelaku
akan melakukan sesuatu yang merugikan kebebasan, kesehatan, atau
keselamatan nyawa orang yang diancam.
d. Memaksa
Perbuatan memaksa dapat dilakukan dengan perbuatan ataupun
ucapan. Perbuatan ini memaksa seorang wanita untuk bersetubuh,
walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang dikenakan oleh
wanita itu adalah wanita itu sendiri.
e. Wanita
Adapun yang dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP adalah wanita
pada umumnya.
f. Mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan
Mengadakan hubungan kelamin yang dimaksudkan adalah masuknya
penis ke dalam vagina (intravaginal coitus). Jika pelaku tidak berhasil
memasukkan penisnya ke dalam vagina korban karena korban
melakukan perlawanan, maka pelaku dapat dipersalahkan karena telah
melakukan suatu percobaan perkosaan (Pasal 53 ayat 1). Adanya
28
suatu percobaan perkosaan diatur dalam Pasal 35 ayat 1 KUHP
dengan syarat-syarat:
1) Adanya suatu niat dari pelaku melakukan kejahatan.
2) Bahwa niat tersebut telah terwujud dalam suatu permulaan
tindakan pelaksanaan seperti menarik lepas pakaian korban dan
kemudian meraba-raba alat kelamin korban untuk memaksa
korban mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku
3) Pelaksanaannya sendiri tidak selesai, karena hal-hal yang berada
di luar kemauan pelaku.
g. Di luar pernikahan
Perkosaan dilakukan bukan dengan istri yang sah dari pelaku
2. KUHP pasal 287
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
3. KUHP pasal 291
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287,
288 dan 290 itu berakibat luka berat dijatuhkan hukuman bahkan
hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286,
289 dan 290 itu berakibat matinya orang yang dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya 15 tahun.

29
2.3.2 Aspek Hukum Pada Kasus Perkosaan Terhadap Penderita Cacat
Mental
Pasal-pasal diatas adalah pasal yang mengatur mengenai perkosaan dan
pasal yang dapat menjadi juncto pasal 285 KUHP (pasal tentang perkosaan).
Berikut adalah pasal yang mengatur tindak pelanggaran kesusilaan lain yang
merupakan bentuk persetubuhan yang tidak disetujui oleh pihak wanita namun
tidak diklasifikasikan sebagai tindak perkosaan, pasal-pasal tersebut antara lain;
1. Pasal 286 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan
padahal diketahui bahwa wanita tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan wanita tidak berdaya salah satunya
adalah wanita yang dalam keadaan tidak sadarkan diri, wanita yang
memiliki keterbelakangan mental. Pada kasus wanita yang pingsan harus
ada pembuktian bahwa korban dalam keadaan pingsan. Pada
pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukan tanda bekas
hilang kesadaran, adakah penyakit yang diderita korban sewaktu-waktu
mengakibatkan korban pingsan seperti epilepsy, sycope dan sebagainya.
Adakah tanda telah berada di bawah pengaruh alcohol, hipnotik dan
narkotik, maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk
pemeriksaan toksikologi. Jika terbukti bahwa si terdakwa sengaja
membuat wanita itu pingsan atau tidak berdaya, ia dapat dituntut telah
melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat wanita itu
tidak berdaya pingsan maka ia telah melakukan kekerasan.
2. KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan

30
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
a. Pasal 81
1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81 diatas mengatur tindak pidana perkosaan pada anak-anak, pasal


ini dapat menjadi pasal berlapis untuk pasal 285 KUHP, maupun dapat menjadi
pengganti pasal 285 KUHP sehingga pada tindak pidana perkosaan anak-anak,
tersangka hanya dikenai jeratan pasal ini, yang hukumannya lebih berat dari pasal
285 KUHP.

2.4 Aspek Yang Harus Diperhatikan Oleh Dokter Sebelum Pemeriksaan


Kasus Perkosaan
Yang perlu diperhatikan oleh dokter sebelum pemeriksaan kasus perkosaan:17
Terdapat permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang
Pemeriksaan korban persetubuhan yang diduga merupakan tindak
kejahatan seksual umumnya dilakukan oleh dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan, kecuali ditempat yang tidak ada dokter ahli tersebut,
dokter umumlah yang harus melakukan pemeriksaan itu
Korban harus diantar oleh polisi, karena tubuh korban merupakan benda
bukti
Setiap visum harus dibuat berdasarkan keadaan tubuh korban saat
permintaan visum et repertum diterima dokter
31
Bila dokter memeriksa korban atas inisiatif sendiri bukan atas permintaan
polisi dan beberapa saat kemudian polisi mengajukan permintaan
dibuatkan visum et repertum maka maka dokter harus menolak. Visum et
repertum dapat dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan waktu
permintaan diajukan, hasil pemeriksaan yang lalu dapat diberikan dalam
bentuk surat keterangan
Ijin dahulu tindakan yang apa yang akan dilakukan dan hasil pemeriksaan
akan disampaikan pada pengadilan
Seorang perawat atau bidan harus mendampingi saat pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlalu lama,
penundaan memberikan hasil yang kurang memuaskan
Tetapi dalam dalam melaksanakan kewajiban itu dokter jangan sampai
meletakan kepentingan si korban dibawah kepentingan pemeriksaan.
Terutama bila korban masih anak-anak hendaknya pemeriksaan itu tidak
sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya
Semua yang ditemukan harus dicatat lengkap, selengkap mungkin karena
berbeda dengan klinik ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk
melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti
Visum et repertum harus diselesaikan secepat mungkin, dengan demikian
perkara juga cepat diselesaikan
Bila ada permintaan dari orang tua untuk memeriksakan anaknya karena
sangsi apakah anaknya masih perawan, dalam hal ini sebaiknya ditanyakan
dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja, atau
untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan untuk melakukan
penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakana
bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi.
Mungkin ada baiknya dokter member penerangan jika umur anaknya
sudah 15 tahun dan jika persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka
laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut

32
Anamnesa yang diperolah dari korban belum tentu benar, sehingga
anamnesa dibuat tidak dimasukan dalam ver namun dibuat dengan judul
keterangan yang diperoleh dari korban

33
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Kejahatan seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan hukum


hukum yang mengatur mengenai seksualitas. KUHP merinci tindak pidana
seksual menjadi perkosaan (Pasal 285 KUHP), bersenggama dengan wanita yang
tidak berdaya (pasal 286 KUHP), bersenggama dengan wanita di bawah umur
(pasal 287 KUHP), incest dan sebagainya.
Cacat mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Anak-anak yang
menderita cacat mental mengalami keterlambatan permanen dan menyeluruh
didalam banyak aspek perkembangan mereka sebab intelegensi mereka rusak.
Menurut Pasal 286 KUHP yang menyebutkan Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahui bahwa wanita tidak berdaya,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. dalam hal ini
korban dengan cacat mental termasuk dalam wanita yang tidak berdaya.
Pemeriksaan forensic pada kasus perkosaan terdiri dari pemeriksaan
terhadap korban dengan menentukan adanya tanda tanda persetubuhan,
menentukan adanya tanda tanda kekerasan, dan pemeriksaan barang bukti medic
yaitu sperma/ bercak sperma, rambut kepala, rambut kelamin, darah, gigi, jejas
gigit dan air liur.
Dalam kasus perkosaan dokter dapat bertindak sebagai seorang ahli.
Sebagai ahli, dokter wajib membantu jalannya menegakkan hukum dengan cara
melakukan pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum sebagai alat bukti
di pengadilan yang memiliki kekuatan hukum.

34
3.2 SARAN
1. Bagi pemerintah
- Memperbaiki dan menerapkan undang undang tentang pemerkosaan
terutama untuk penderita cacat mental dengan lebih baik
- Meningkatkan perlindungan pada wanita dan anak anak agar terhindar
dari perkosaan
- Memberlakukan sanksi yang tegas kepada para pelaku perkosaan
2. Bagi Dokter
- Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang medikolegal perkosaan
- Meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan forensic perkosaan
sehingga hasil pemeriksaan dapat membantu penegak hukum dalam
memutuskan kasus pidana perkosaan.
3. Bagi Masyarakat
- Mengetahui tindakan yang dapat dilakukan jika mengalami perkosaan atau
menjadi saksi kasus perkosaan

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Faturochman. Perkosaan Yang Makin Menjadi. Yogyakarta. Fakultas


Psikologi dan Peneliti di Puslit Kependudukan UGM.
2. Agus Purwadianto. Perkosaan sebagai pelanggaran hak asasi
manusia,kajian filosofis metodologi pembuktian hukum Deskripsi
Dokumen. (Available from :
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id, cited: 25
Oktober 2013, Jam 20.00 WIB).
3. Fajar Triyono. Pelecehan Seksual Antar Anak Dalam Perspektif Hukum
Pidana Indonesia. Jakarta.2008.
4. Sulistyaningsih. Dampak Sosial Psikologis. Universitas Gadjah Mada.
Buletin Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni 2002, 9-23.
5. Ira Dwiati. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana
Perkosaan Dalam Peradilan Pidana. Semarang. Universitas
Diponegoro.2007.
6. Desmita. Psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
2005.
7. Abdul Munim Idries dan Agung Legowo Tjiptomartono. Penerapan Ilmu
Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta.2008.
8. Sofwan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter Dan
Penegak Hukum.Badan Penerbit Univesitas Diponegoro.Semarang. 2004.
9. Prima Progestian.Variasi Dan Anatomi Bentuk Selaput Dara.
Jakarta.2010.
10. Rosmala, Dewi. Berbagai masalah anak-anak taman kanak-kanak. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional. 2005.
11. Bandi, Delphi. Pembelajaran anak tunagrahita, bandung : Refika aditama.
2006.
12. Anas, Muhammad Malik. Konsep dasar psikologi sosial. Makassar : 2005.
13. Lestari NP. Kecakapan bertindak dalam melakukan perbuatan hukum
setelah berlakunya Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan
36
Notaris. [Unpublished thesis] [cited 2012 Jul 10]. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/18403/1/Ningrum_Puji_Lestari.pdf.
14. Budijanto A, Sudiono S, Purwadianto A. Kejahatan seks dan aspek
medikolegal gangguan psikoseksual. Jakarta: Kalman Media Pusaka;
1982. p. 5-34.
15. Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
16. P.A.F Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma
Kesusilaan & Norma Kepatuhan. Jakarta.2009.
17. Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia.Jakarta. 1997.
18. Burgess AW, Marchetti CH. Contemporary issues. In: Hazelwood RR,
Burgess AW, editors. Practical aspects of rape investigation: A
multidisiplinary approach. 4th ed. Boca Raton (FL): CRC Press; 2009. p.
3-23.

37

Anda mungkin juga menyukai