Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Definisi Konseling
Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya dengan
atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami sedangkan dalam bahasa
Angglo Saxon istilah konseling berasal dari Sellan yang berarti menyerahkan atau
menyampaikan.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian bimbingan oleh
orang yang ahli kepada seseorang. Dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan,
memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-
perasaan klien (Sagala, 2011).

2.1.1 Definisi Konseling Kontrasepsi


Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling
berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi
yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik juga akan
membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan
keberhasilan KB. Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan
semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan bukan hanya informasi yang
diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian
pelayanan. Dengan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan
keleluasaan kepada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (Informed
Choice).

2.1.2 Tujuan Konseling


Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
a) Menyampaikan informasi dan pilihan kontrasepsi
b) Memilih metode KB yang diyakini
c) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif
d) Memulai dan melanjutkan KB
e) Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
2.1.3 Fungsi Konseling
a) Fungsi pencegahan: upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan.
b) Fungsi penyesuaian: upaya untuk membantu klien mengalami perubahan
biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan
kesehatan.
c) Fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau
pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah
kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling.
d) Fungsi pengembangan: meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta
derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peran serta masyarakat.

2.1.4 Jenis Konseling


Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Konseling umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB
) serta kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Konseling
umum sering dilakukan di lapangan (nonklinik). Tugas utama dipusatkan pada
pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan.
Konseling umum meliputi penjelasan umum dari berbagai metode kontrasepsi
untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi, tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.
2. Konseling spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor. Pelayanan
konseling spesifik dilakukan di klinik dan diupayakan agar diberikan secara
perorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk
melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling lapangan. Konseling spesifik
berisi penjelasan spesifik tentang metode yang diinginkan, alternatif, keuntungan-
keterbatasan, akses, dan fasilitas layanan.
3. Konseling pra dan pasca tindakan
Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator / konselor / dokter /
bidan. Pelayanan konseling ini juga dilakukan di klinik secara perseorangan.
Konseling ini meliputi penjelasan spesifik tentang prosedur yang akan dilaksanakan
(pra, selama dan pasca) serta penjelasan lisan / instruksi tertulis asuhan mandiri.
a. Informed Choice
Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang: Metode kontrasepsi
yang dipilih oleh klien setelah memahami kebutuhan reproduksi yang paling sesuai
dengan dirinya atau keluarganya. Pilihan tersebut merupakan hasil bimbingan dan
pemberian informasi yang obyektif, akurat dan mudah dimengerti oleh klien. Pilihan
yang diambil merupakan yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
b. Informed Consent
Informed consent merupakan :
1) Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode
kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien.
2) Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi
tertentu klien tidak dapat melakukan hal tersebut.
3) Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap
keselamatan klien (baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya).
Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) berisi tentang kebutuhan reproduksi
klien, informed choice, dan prosedur klinik yang akan dilakukan. Ada penjelasan
tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik tersebut..
Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai berikut :
1) Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar
telah memberikan persetujuan terhadap tindakan medik.
2) Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan
(atau sebaliknya) kecuali pada kondisi khusus tertentu.
3) Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan
persetujuan tetapi secara hukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan terhadap
konsekuensi biaya dan pemahaman risiko (yang telah dijelaskan sebelumnya) yang
mungkin timbul dari prosedur klinik yang akan dilakukan.

2.1.5 Tehnik Konseling


Cara suportif untuk memberikan dukungan kepada klien

a) Bicaralah dengan suara yang menunjukkan perhatian dan minat untuk membantu dan
menunjukkan sikap bersahabat.
b) Ajukan satu pertanyaan setiap saat dan tunggulah jawaban
c) Gunakan bentuk pertanyaan terbuka, yang memungkinkan klien untuk menjawab
dalam bentuk cerita, misalnya tentang keadaan keluarganya, kesulitan hidup,
pekerjaan, dan sebagainya yang mungkin menjadi dasar keinginannya untuk
melaksanakan KB atau memilih cara KB.
d) Hindari menggunakan bentuk pertanyaan tertutup yang hanya mungkin dijawab
dengan ya atau tidak. Perhatikan pula bahwa anda mengajukan pertanyaan yang
tidak mengarahkan, tetapi mendorong agar klien mau dan merasa bebas untuk
bercerita lebih lanjut, misalnya kalimat sebagai berikut.
Apa yang bisa saya bantu? Apa yang anda ketahui mengenai....
e) Pakailah kata-kata seperti Lalu?, Dan?, Oooo. Komentar kecil ini biasanya
mampu mendorong untuk terus bercerita lebih lanjut.
f) Jangan mengajukan pertanyaan bernada memojokkan seperti mengapa begitu?,
kok begitu?. Meskipun seringkali anda bermaksud mengetahui alasannya, nada
demikian dapat menimbulkan salah pengertian, misalnya ia merasa disalahkan.
g) Cari bentuk pertanyaan lain apabila ternyata klien tidak begitu mengerti maksud
pertanyaan anda.

Katarsis dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengungkapkan dan


menyalurkan semua perasaannya
Pembicaraan mengenai alat kontrasepsi biasanya tidak terlepas dari bagian tubuh yang
paling dirahasiakan dan merupakan daerah yang sangat pribadi. Jadi dalam
pembicaraan ini mungkin saja klien merasa malu, bingung, ragu-ragu dan cemas, atau
takut mengatakan dan membicarakannya secara terbuka. Keadaan ini bisa menganggu
dan memengaruhi dalam mengambil keputusan untuk memilih alat kontrasepsi. Oleh
karena itu ada kemungkinan klien memilih alat kontrasepsi yang sebenarnya tidak
sesuai dan disesali kemudian. Apabila hal tersebut terjadi, berikut adalah cara yang
dapat dilakukan untuk membantu klien.
a. Biarkan klien mengungkapkan perasaannya
b. Bantulah untuk membicarakan perasaannya
c. Berikan perhatian penuh
d. Amati gerakan tubuh atau mimik muka/raut wajah/ekspresinya

Percakapan dua arah


Percakapan konseling KB bersifat terbuka dan terjadi dua arah. Tujuannya untuk
membantu calon atau peserta KB dalam memenuhi kebutuhannya memilih cara KB
dan mengatasi kesulitan dalam pemakaian alat KB, misalnya karena mengalami efek
samping. Dalam percakapan dua arah diperlukan kemampuan mendengar yang baik
dan aktif. Selain itu juga diperlukan kemampuan untuk menyelami perasaan orang
lain agar dapat memperkirakan dengan tepat maksud pembicaraan dan keinginannya.
a. Kedudukan sederajat memungkinkan calon peserta atau peserta bebas
berbicara, tidak takut, malu atau segan mengemukakan pendapat, pikiran, dan
perasaannya.
b. Percakapan dua arah membuat klien yakin pada pilihan dan sikapnya, karena
tahu persis alasan mengambil keputusan tersebut sehingga tidak mudah
terpengaruh omongan orang atau pengalaman orang lain yang kurang baik
c. Percakapan dua arah yang memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya,
membuat klien tahu bahwa apabila mengalami gangguan dalam menggunakan
alat KB, klien tahu bahwa cara-cara KB lain yang dapat digunakan, yang dapat
dipertimbangkan dan dipilih.

Membuat refleksi dan kesimpulan


Membuat refleksi dan kesimpulan atas ucapan-ucapan serta perasaan-perasaan yang
tersirat dalam ucapan-ucapannya.

Memberi semua informasi yang diperlukan untuk membantu klien mengambil


keputusan
Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar
memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas
juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan fllip charts, poster, pamflet, atau
halaman bergambar. Petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah
mengerti. Jika memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke rumah.
Ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juga harus
memberitahu kepada orang lain.

2.1.6 Hak Klien dalam Pemilihan Kontrasepsi


Klien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut:

1. Terjaga harga diri dan martabatnya


2. Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan
3. Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan
4. Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik
5. Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan
6. Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan

2.1.7 Langkah-langkah Konseling

SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin
privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan
apa yang diperoleh.
T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara
mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang
diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien.
U : Uraian dan diberi tahu apa pilihan kontrasepsi, bantu klien pada jenis
kontrasepsi yang diingini.
TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa
yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk
menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.
J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya.
U Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan
klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan
kontrasepsi jika dibutuhkan (Saifuddin, 2006).

Status Obstetrik
Tinggi Fundus Uteri : 32 cm
Tafsiran Berat Janin : (32-13) x 155 = 2945 gram
Pemeriksaan Leopold
Leopold I : Teraba bagian bulat, lunak, kesan seperti bokong janin
Leopold II : Kiri Teraba bagian-bagian terkecil janin
Kanan Teraba keras dan memanjang, diperkirakan punggung janin
di sebelah kanan ibu
Leopold III : Teraba bagian bulat, keras, balotemen (+), diperkirakan presentasi
.kepala
Leopold IV : Belum masuk PAP, Hodge I
Denyut Jantung Janin : 130x/menit
Pergerakan Janin : Aktif
HIS : (-)
Status Ginekologi
Inspeksi
Vulva : merah
Varises : tidak ada
Oedema : tidak ada
Keluar : cairan berwarna jernih (+), darah (-)

Pemeriksaan dalam (Vaginal Touch/VT)


Ostium eksternum pembukaan 1 jari sempit, portio tebal, lunak, cairan ketuban mengalir (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan 06/06/2016 Nilai Normal

Hemoglobin 10.1 12-16 gr/dl

Hematokrit 31 37-54%
Leukosit 9 rb 5-10 rb/ul

Trombosit 200 rb 150-400 rb/ul

Clotting Time 5 2-6 menit

Bleeding Time 2 1-3 menit

Golongan Darah/Rhesus O/+


GDS 104 <200 mg/dl

UGD RSMC jam 18.00 tanggal 6 Juni 2016 dengan keluhan keluar cairan jernih,
encer pervaginam sejak pukul 16.30 hari itu. Pasien menyangkal adanya bau, dan darah segar
yang keluar. Saat keluar cairan jernih, pasien sedang bangun dari ranjangnya. Setelah pasien
berdiri, tiba-tiba mendadak keluar cairan jernih pervaginam. Pasien pernah mengalami
riwayat kejadian serupa pada kehamilan sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat
trauma seperti terjatuh dan tidak berhubungan tubuh sebelum kejadian tersebut. Pasien
mengatakan adanya rasa mulas yang hilang timbul dengan intensitas jarang, tidak nyeri, tidak
ada pemicu dan pereda dari rasa mulas ini. Mulas muncul setelah keluar cairan jernih
pervaginam. Pasien menyangkal adanya pengeluaran lendir bercampur darah pervaginam.
Pasien juga menyangkal adanya demam. BAB dan BAK baik. Pada pemeriksaan genitalia
terdapat cairan jernih (+) keluar pervaginam, namun tidak ada lendir dan darah. Pada status
obstetri, didapatkan presentasi kepala dengan posisi punggung janin sebelah kanan. Dan pada
pemeriksaan Leopold IV = kepala janin belum masuk PAP, TFU = 32cm, DJJ = 130x/menit,
pergerakan janin aktif, HIS (-).

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Ibu : G2P1A0, hamil 37 minggu dengan ketuban pecah dini preterm dan
oligohidramnion
Diagnosis Bayi : Janin tunggal, hidup, presentasi kepala, dengan tafsiran berat janin
..2945 gram.

VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnosa
1. Laboratorium (Darah lengkap, Bleeding Time, Clotting time, GDS)
Dilampirkan pada pemeriksaan penunjang.
2. USG (Ultrasonografi)
Dilakukan untuk menentukan apakah terdapat oligohidroamnion, usia kehamilan dan
presentasi bagian janin
3. Inspekulo steril
Untuk melihat adanya cairan ketuban di vagina. Selain itu, juga dapat dilakukan penilaian
akan penipisan dan dilatasi serviks untuk menentukan scoring pelvis menggunakan
bishops score
4. Tes Lakmus (Nitrazin test)
Didapatkan hasil positif bila merah menjadi biru
5. Cardiotopography
6. Tes Ferning

Rencana Terapi
Rencana sectio caesarea 07-06-16 atas indikasi sc sebelumnya, KPD dan oligohidroamnion
dari USG yang dilaksanakan tanggal 07-06-2016 pukul 07.00 WIB.
Non Medikamentosa
1. Rawat inap
2. Bed rest
3. Puasa 6 jam sebelum operasi
Medikamentosa
1. Duvadilan 2 amp drip, 20 tpm
2. Dexamethasone 2x12 mg IV
Injeksi Dexamethasone I 3 amp IV
Injeksi Dexamethasone II 3 amp IV
3. Amoxicillin 3x500 mg
4. Asam mefenamat 3x500mg
5. IVFD RL 16 tpm

Rencana Monitor
1. Tanda-tanda vital ibu
2. Aktivitas janin, Denyut Jantung Janin
3. Pengukuran TFU dan leopold
4. Observasi rembesan ketuban, pendarahan
5. Observasi tanda-tanda inpartu
6. Laboratorium (anemia, leukositosis)

Rencana Edukasi
Menjelaskan kepada keluarga mengenai risiko yang dapat terjadi seperti infeksi
(korioamnionitis) dan juga gawat janin.

VIII. PROGNOSIS
Ibu
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Bayi
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

IX. DIAGNOSIS AKHIR


Diagnosis Akhir Ibu
P2A0, Post SC atas indikasi KPD dan oligohidroamnion
Diagnosis Akhir Bayi
Bayi perempuan, dengan Apgar Score 8/9, Berat badan 2800 gram, panjang badan 46 cm,
anus (+), cacat (-), cairan ketuban jernih
X. PENATALAKSANAAN LANJUTAN
Rencana Terapi :
Non-Medikamentosa
Diet tinggi kalori tinggi protein
Kontrol jahitan post operasi

Post SC Medikamentosa
07-06-2016:
Terapi cairan RL : D5% = 2 : 3
Transfusi PRC 500 ml (siapkan)
Antibiotik Ampisilin 4x1g, Gentamicin 2x80mg
Analgetik Novalgin 3x1amp

08-06-2016:
Amoxicillin 500 mg tab 3x1
Parasetamol 500 mg tab 3x1
Sangobion 1x1

Rencana Edukasi
Mengingatkan pasien untuk kontrol jahitan bekas operasi. Apabila luka jahitan operasi
terbuka, segera kembali ke rumah sakit untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai