Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu masalah yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan pedesaan. Masih banyak desa-desa terutama desa
tertinggal yang jauh dari perilaku hidup sehat. Sementara itu, kesehatan
merupakan salah satu variabel pengukuran dari Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), dan mayoritas masyarakat Indonesia tinggal di Pedesaan
sehingga menjadi hal yang wajar apabila IPM Indonesia masih bernilai sangat
rendah. Kesehatan merupakan aspek penting dan menjadi salah satu kebutuhan
yang mendasar dalam kehidupan masyarakat menjadi salah satu hak yang
seharusnya didapatkan oleh semua masyarakat termasuk masyarakat desa.
Keterbatasan financial menjadi hambatan masyarakat desa dalam mengakses
sarana kesehatan. Selain itu umumnya program ataupun teknologi kesehatan dari
pihak luar kadang kala tidak sesuai dengan keadaan masyarakat desa serta sulit
diterapkan oleh masyarakat desa. Oleh karena itu perlu adanya Teknologi Tepat
Guna (TTG) kesehatan yang dapat membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya.
Teknologi tepat guna adalah teknologi yang didesain dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan, etik budaya, sosial, dan ekonomi bagi
komunitas. Ciri-ciri teknologi adalah mudah diterapkan , mudah dimodifikasi,
untuk kegiatan skala kecil , padat karya, sesuai dengan perkembangan budaya
masyarakat, bersumber dari nilai tradisional, adaptif terhadap perubahan
lingkungan.
Adanya Teknologi Tepat Guna Kesehatan diharapkan dapat menjembatani
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan hidup sehat. Maka, perlu kiranya
melihat kondisi penerapan Teknologi Tepat Guna, khususnya bidang kesehatan

1
yang berkembang di masyarakat dan melihat sejauh mana teknologi tersebut
berhasil mewujudkan kondisi masyarakat yang sehat.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah Sindrom Down dan bagaimana ciri- cirinya ?
2. Apakah yang dimaksud dengan diagnosis prenatal ?
3. Bagaimana penerapan diagnosis prenatal ?
4. Apa yang dimaksud dengan Skrinning Bakteriuria Asimtomatik ?
5. Bagaimana penerapan Skrinning Bakteriuria Asimtomatik ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Sindrom Down dan ciri- cirinya
2. Untuk mengetahui diagnosis prenatal
3. Untuk mengetahui penerapan diagnosis prenatal
4. Untuk mengetahui Skrinning Bakteriuria Asimtomatik
5. Untuk mengetahui penerapan Skrinning Bakteriuria Asimtomatik

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syndrome Down
2.1.1 Pengertian Syndrome Down
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan
fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Sindrom Down bahasa
Inggris: Down syndrome merupakan kelainan genetik yang terjadi pada
kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas.
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik
dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon
Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid
maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970-an para ahli
dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak
tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah
Sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Anak down syndrome pada umumnya mempunyai kekhasan yang bisa
dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-
tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak
minimal sampai dengan terlihat dengan jelas1.
2.1.2 Penyebab syndrome down
Anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang
berlebih (3 kromosom) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21.

1
Sindrom down diakses dari http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sindrom-down.html
pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 19.10 WIB

3
Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal
yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak
pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi
gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan
terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (kelainan tulang), SSP
(penglihatan, pendengaran) dan kecerdasan yang terbatas.
Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom,
normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat
yang tidak normal). Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan
kromosom, antara lain:
Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrom down.
Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak
dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal
yang dapat menyebabkan non dijunction pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-

4
tiba sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga
berpengaruh.
Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus. Ada factor lain yang mempengaruhi yaitu:
Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan
melahirkan bayi dengan Down syndrome.
Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi sistem daya tahan
tubuh selama ibu hamil.
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68
tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini
yang mengakibatkan 80% kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia
pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer
yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun1.
Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
Gangguan tiroid
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis
serosa
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan
kornea
Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan
kecerdasan danperubahan kepribadian)

2.1.3 Gejala dan Ciri-ciri


Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat
dengan mudah mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan

1
Sindrom down diakses dari http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sindrom-down.html
pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 19.10 WIB
5
berbagai gangguan fungsi organ yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut
adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja
Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85
(rata-rata 50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan
artikulasi. Sleep apnea terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran
napas atas ke paru mengalami hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu
sering mengakibatkan hipoksemia atau hiperkarbia.
Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah
lembut, sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami
kecemasan dan keras kepala.
Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan
kejang tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.
Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut
lebih awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran,
hipotiroidisme yang berkaitan dengan umur, kejang, keganasan, penyakit
vaskular degeneratif, hilangnya kemampuan adaptasi, dan meningkatnya
demensia tipe Alzheimer.
Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput
datar, fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic
suture, tidak adanya sinus frontalis dan sfenoidalis, dan hipolplasia sinus
maksilaris.
Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral,
brushfield spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus
(44%), nistagmus (20%), blepharitis (31%), konjungtivitis, kongenital
katarak (3%), pseudopapiledema, kekeruhan lensa yang didapat (30-60%),
dan keratokonus pada orang dewasa.
Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.

6
Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang
bercelah, pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang
merekah, angular cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi,
malformasi gigi, erupsi gigi yang terlambat, mikroodonsia (35-50%) pada
pertumbuhan gigi primer dan sekunder, hipoplastik dan hipokalsifikasi
gigi, dan maloklusi.
Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media
kronis dan hilang pendengaran sering terjadi.
Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan
ligamen transversal yang menyangga proses odontoid dekat dengan atlas
yang melengkung. Kelemahan itu dapat menyebabkan proses odontoid
berpindah ke belakang, mengakibatkan kompresi medula spinalis.
Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-
50%); hal itu biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down
yang berada di rumah sakit (62%) dan penyebab kematian yang sering
terjadi pada kasus ini pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyakit jantung
bawaan yang sering terjadi adalah endocardial cushion defect (43%),
ventricular septal defect (32%), secundum atrial septal defect (10%),
tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar
30% pasien mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering
adalah patent ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar
70% dari semua endocardial cushion defects berhubungan dengan
Sindroma Down.
Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.
Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit
Hirschprung (<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus
imperforata, dan omfalokel juga dapat terjadi.

7
Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan
kriptorkoidisme.
Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan
lipatan fleksi tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak
antara dua jari kaki pertama dan dislokasi panggul yang didapat.
Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme
adalah gangguan tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma
Down. Diabetes dan menurunnya kesuburan juga dapat terjadi.
Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk
mengalami leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan leukemia
mieloid. Risiko relatif leukemia akut pada umur 5 tahun 56 kali lebih besar
daripada anak tanpa Sindroma Down. Transient Myeloproliferative
Disease (TMD) adalah abnormalitas hematologi yang sering mengenai bayi
Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan dengan
proliferasi mieoblas yang berlebihan di darah dan sumsum tulang.
Diperkirakan 10% bayi dengan Sindroma Down mengalami TMD.
Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas
seluler.
Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis,
alopesia areata, vitiligo, dan infeksi kulit berulang.
2.1.4 Pencegahan dan penanganan syndrome down
Pencegahan dapat berupa :
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang
dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat
dinonaktifkan.

8
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa
dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan
jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai
saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan
analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian
janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis
(pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)1
2.1.5 Penanganan
1. Penanganan Secara Medis
a) Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan
pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b) Penyakit jantung bawaan
c) Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.

1
Sindrom down diakses dari http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sindrom-down.html
pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 19.10 WIB
9
d) Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e) Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha/ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula
spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit,
maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan
diperlukan konsultasi neurolugis.
2. Pendidikan
a) Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar,
BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b) Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui
bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial
dengan temannya.
c) Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan
kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3. Penyuluhan Pada Orang Tua
1) Berikan nutrisi yang memadai
a) Lihat kemampuan anak untuk menelan
b) Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar dalam memberi
makanan yang baik
c) Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi yang baik

10
2) Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan
secara rutin
3) Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down
a) Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya
b) Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan
syndrom down
4) Motivasi orang tua agar :
a) Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya agar
anak mudah bersosialisasi
b) Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak unutk berekspresi
5) Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai
pada anak:
a) Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan
halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
b) Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam
aktivitas sehari-hari.1

2.2 DIAGNOSIS PRENATAL


Diagnostik Prenatal (DP) adalah upaya untuk mendeteksi atau
mendiagnosis kelainan janin secara lebih jauh dan mendalam di saat ibu masih
mengandung. Umumnya, DP disarankan bagi ibu dengan janin yang dicurigai
mengalami suatu gangguan.2 Diagnosis prenatal dapat mendiagnosa lebih dini
kelainan bawaan dan kelainan genetik di dalam rahim. Resiko memiliki anak
dengan beberapa kelainan bawaan, yang bersifat variasi anatara 3-5% jika dilihat

1
Sindrom down diakses dari http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sindrom-down.html
pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 19.10 WIB
2
Pemeriksaan Diagnostic Prenatal diakses dari
http://panduanlengkapuntukibuhamil.blogspot.co.id/2014/04/pemeriksaan-diagnostik-prenatal-dp
pada tanggal 06 Maret 2016 pukul 10.00 WIB

11
secara genetik dan atau lingkungan. Prosedur diagnosis prenatal harus betul-
betul diterapkan kepada keluarga yang memiliki resiko kelainan bawaan dan
atau genetic.
Pemeriksaan Diagnostik Prenatal (DP) disarankan juga kepada ibu hamil
dengan risiko tinggi, seperti :
1. Kehamilan dengan umur lebih dari 35 tahun.
2. Pernah melahirkan bayi dengan kelainan bawaan.
3. Keluarga memiliki latar belakang cacat bawaan.
4. Kehamilan pada ibu yang memilki penyakit menahun, seperti diabetes.
5. Memiliki riwayat terpapar agen teratogen berupa obat-obatan, bahan kimia,
dan sinar rontgen.1
Pendiagnosaan awal pada rahim dapat membuktikan
pentingnya manajemen kehamilan, pemeriksaan medis sebelum melahirkan
dan pascakelahiran, dan pengobatannya. Hal ini juga penting untuk membuat
keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan kehamilan. Konseling
genetik merupakan bagian dari prosedur modern prenatal diagnostik yang
merupakan dasar pencegahan kelainan bawaan dan kelainan genetik. Proses
konseling dan diagnosis prenatal bertujuan untuk memberikan informasi yang
bertujuan untuk membantu orang tua dalam :
1. Mengetahui dan memahami indikasi prenatal diagnosis.
2. Memahami aspek-aspek medis untuk menentukkan
diagnose kelainan genetika atau kelainan bawaan (berdasarkan karakteristik
kelainan ciri-ciri kekacauan, riwayat keluarga)
3. Membuat informed choices yang memadai dan diterima sesuai skema
diagnostic (dengan menggambarkan metode dan prosedur diagnostik,
keuntungan, keterbatasan dan risiko)

1
Pemeriksaan Diagnostic Prenatal diakses dari
http://panduanlengkapuntukibuhamil.blogspot.co.id/2014/04/pemeriksaan-diagnostik-prenatal-dp
pada tanggal 06 Maret 2016 pukul 10.00 WIB
12
Keputusan mengenai prenatal diagnosis harus dibuat semata-mata oleh
wanita atau pasangan yang bersangkutan (prinsip dari informasi
persetujuan). Konselor genetik hanya berfungsi sebagai badan penasehat
(non-directional konseling) pasien dan memungkinkan dia untuk
mempertimbangkan dan menilai keuntungan dan kerugian diagnosis prenatal.
Walaupun, diagnosis ganetik dan klinik telah diterima (interpretasi dari hasil
tes diagnostic) dan konsekuensi terhadap pendiagnosaan sindrom dan kelainan
pada janin(keputusan meneruskan atau menghentikan kehamilan)poin penting
dalam konseling proses.1
2.2.1 SEJARAH
Sindroma Down (SD) mengambil nama Langdon Down yang pada
tahun 1866 mencatat adanya wajah khas pada sekelompok pasien berupa
adanya perubahan elastisitas kulit sehingga tampak kebesaran untuk ukuran
badannya, muka yang datar dengan hidung yang kecil. Baru pada tahun 1911
saat dilakukan pengamatan tumbuh kembang anak ditemukan adanya cacat
perkembangan intelektual pada anak anak dengan fenotipe serupa. Ciri ciri
anak dengan SD pada umumnya pendek, dengan profil muka yang datar,
kelainan bentuk telinga, kepala yang bulat dan kecil dengan dahi yang tinggi
rata dan dengan lidah serta bibir yang kering. Gambaran yang khas adalah
ditemukannya lipatan kulit, lipatan epicanthus pada sudut mata bagian dalam
dan kelainan pada telapak tangan dan jari kaki.2
Baru pada tahun 1959 diketemukan adanya kelainan trisomi pada
kromosom 21 meskipun sebagian kecil (4-6%) berupa translokasi termasuk
kromosom 21. SD dikenal sebagai kelainan genetik yang paling sering terjadi

1
Sisca, Prenatal diagnosis Prinsip Prosedur Diagnostik dan Konseling Genetik diakses dari
http://sischantiqmanis.blogspot.com/2011/12/diagnostik-prenatal.html pada tanggal 06 Maret 2016
pukul 11.05 WIB
2
Made Kornia Karkata Perkembangan Skrining dan Diagnosis Prenatal Sindroma Down diakses dari
http://korniakarkata.blogspot.co.id/2012/01/sindroma-down-apa-perlu-skrining-di.html pada 06
Maret 2016 pukul 11.00 WIB
13
dan paling mengkhawatirkan bagi wanita hamil. Kenyataannya adalah bahwa
SD mewakili seperempat dari kelainan kromosom dan kelainan kromosom
merupakan 15% dari seluruh kelainan bawaan. Insidennya adalah 1 dari 700
kehamilan. IQ-nya sangat rendah, antara 20-80 dan sering dalam
perkembangannya disertai kelainan lain berupa anomali jantung, atresia
saluran cerna dan meningkatnya morbiditas untuk mendapatkan leukemia,
disfungsi tiroid, tuna pendengaran dan rentan terhadap infeksi. Angka
kemungkinan hidup dalam 10 tahun pada SD adalah 80% dan sebagian besar
karena ada penyerta penyakit jantung.
Sebelum tahun 1960 belum ada pemeriksaan prenatal untuk
mendeteksi kelainan genetik prenatal. Bila pasangan suami istri mengetahui
adanya risiko mendapatkan SD dari riwayat keluarga dapat
mempertimbangkan aborsi atau menghadapi risikonya. Sudah diketahui sejak
tahun 1933 bahwa ada hubungan SD dengan umur ibu. Sekarang ini karena
kemajuan ekonomi dan peningkatan pendidikan wanita maka ada
kecenderungan bahwa wanita menikah dan hamil pada umur yang lebih tua.
Di negara yang ada liberalisasi abortus maka pemeriksaan SD menjadi
standar.1
2.2.2 Teknik Diagnosis Prenatal
Metode diagnosis pralahir dapat dibagi menjadi non-invasif dan teknik
invasif.
a. Pengujian prenatal non-invasif (NIPT)
Selama kehamilan, beberapa informasi genetik bayi (DNA) melintasi
ke dalam aliran darah ibu. Pengujian prenatal non-invasif (NIPT) analisis
DNA ini untuk memeriksa apakah bayi memiliki kesempatan lebih tinggi
mengalami gangguan kromosom tertentu. Sampel darah diambil dari ibu

1
Made Kornia Karkata Perkembangan Skrining dan Diagnosis Prenatal Sindroma Down diakses
dari http://korniakarkata.blogspot.co.id/2012/01/sindroma-down-apa-perlu-skrining-di.html pada 06
Maret 2016 pukul 11.00 WIB
14
(bukan dari bayi) biasanya setelah minggu kesepuluh kehamilan. Karena
NIPT hanya melibatkan pengambilan darah dari ibu, kehamilan tidak berisiko
keguguran atau komplikasi lain. Hasil tes tersedia dalam satu atau dua
minggu. NIPT adalah tes skrining yang berarti bahwa amniosentesis atau CVS
dapat ditawarkan untuk mengkonfirmasi hasil.
NIPT adalah jenis skrining yang termasuk baru untuk menganalisis
DNA bebas sel di dalam darah ibu untuk mendeteksi apakah janin memiliki
kelainan kromosom. Pada tahun 1997, para peneliti pertama kali melaporkan
temuan sejumlah kecil dari DNA bebas sel janin yang berada di peredaran
darah ibu pada usia awal usia kehamilan empat minggu 1. Perkembangan
yang cepat dari teknologi sequencing berikutnya (next generation sequencing
technology) mampu untuk mendeteksi adanya aneuploidy pada janin secara
non-invasif serta keakuratan yang tinggi dengan cara menganalisis DNA
bebas sel dalam darah ibu.
Meskipun kemungkinan memiliki bayi dengan Sindroma Down (atau
kelainan kromosom lainnya) semakin meningkat seiring bertambahnya usia,
memiliki janin dengan kelainan kromosom juga dapat terjadi pada ibu dengan
berbagai usia. Angka kejadian kelainan kromosom, tidak termasuk kelainan
aneuploidi kromosom seks, dapat terjadi pada 1 dari 160 kelahiran.
Pemeriksaan darah yang sederhana ini dapat membantu mengurangi
kecemasan calon ibu, calon ayah dan seluruh keluarga. Sampai saat ini,
pemeriksaan ini telah secara signifikan mengurangi jumlah pemeriksaan
diagnostik invasif, seperti Amniosentesis dan Chorionic Villus Sampling,
yang beresiko menyebabkan keguguran sekitar 1 dari 100 kehamilan.
Studi baru tersebut melibatkan sekitar seribu wanita Inggris. Mereka
menjalani tes DNA sel bebas pada 10 minggu kehamilan. Mereka juga
menjalani USG dan analisis hormon pada umur kehamilan 12 minggu yang
merupakan metode standar untuk mendeteksi kelainan janin. Para peneliti

15
membandingkan tes baru tersebut dengan metode standar dengan melihat
seberapa baik masing-masing metode mendeteksi kasus aneuploidi pada janin.
Kondisi aneuploidi, termasuk juga down sindrom adalah kelainan jumlah
kromosom pada sel tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes dengan
metode baru yaitu tes DNA bebas sel maupun metode standar dapat
mendeteksi semua kasus down sindrom, sindrom Edwards (trisomi 18) dan
sindrom Patau (trisomi 13). Namun tes DNA sel bebas ini memiliki tingkat
kepalsuan yang lebih rendah dibandingkan dengan metode skrining standar.1

(gambar di akses dari www.cordlife.co.id/in/nipt pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 17.15)

1
NIPT(Non- Invasive Prenatal Testing) diakses dari www.cordlife.co.id/in/nipt pada tanggal 04
Maret 2016 pukul 17.15

16
CIRI-CIRI TEKNOLOGI TEPAT
KRITERIA NIPT
GUNA
Apabila teknologi tersebut dapat memenuhi NIPT adalah jenis skrining yang
kebutuhan masyarakat yang makin hari termasuk baru untuk menganalisis
makin meningkat DNA bebas sel di dalam darah ibu
untuk mendeteksi apakah janin
memiliki kelainan kromosom.
Skrining ini sangat diperlukan untuk
ibu hamil yang berisiko tinggi
memiliki anak dengan sindrom down
juga untuk pasangan yang melakukan
progam bayi tabung (IVF).
Apabila teknologi tersebut tidak akan NIPT dapat mengurangi prosedur
menimbulkan beban biaya yang tidak invasif seperti amniosintesis dan CVS
mampu dipenuhi masyarakat yang memiliki risiko keguguran.
Teknologi tepat guna dapat mempermudah Sebagai deteksi dini NIPT dapat
dan mempersingkat waktu pekerjaan tenaga dilakukan pada awal 10 minggu
kesehatan dan klien dengan mengambil 10 ml darah ibu.
NIPT juga merupakan prosedur yang
tidak melukai ibu sehingga
menguntungkan kedua pihak yaitu
tenaga medis dan klien.
Hasil diagnosis akan lebih cepat, akurat dan Dengan menggunakan metode
tepat Genome Whole Sequencing yang
mampu untuk mendeteksi adanya
aneuploidi pada janin secara non-
invasif dengan keakuratan tinggi

17
b. Prosedur invasif
Prosedur invasif melibatkan pemeriksaan langsung sel atau jaringan janin.
Klasikal Cytogenetic, molekul dan metode biokimia (dilakukan pada sel yang
dikulturkan dan tidak) adalah yang paling dan sering digunakan dalam invasif
prenatal diagnosis. Ketika mempertimbangkan metode invasif semua indikasi
dan kriteria perlu dievaluasi dengan hati-hati risiko pada kehamilannya.1
Teknik invasif meliputi:
1. Amniosentesis (analisa cairan ketuban sel)
2. Chorionic villus sampling (analisis sel trofoblas)
3. Cordocentesis (Sampling darah perkutan umbilical)
1. Amniocentesis
Amniocentesis adalah tes untuk mengetahui kelainan genetik pada
bayi dengan memeriksa cairan ketuban atau cairan amnion. Di dalam
cairan amnion terdapat sel fetal (kebanyakan kulit janin) yang dapat
dilakukan analisis kromosom, analisis biokimia dan biologi.
Ultrasonografi digunakan untuk memastikan posisi kandungan, plasenta,
dan janin serta jumlah cairan amnion yang mencukupi.
a) Manfaat pemeriksaan amniocentesis antara lain :
1) Mengetahui kelainan bawaan (Syndrome down,dll)
2) Mengetahui jenis kelamin bayi.
3) Mengetahui tingkat kematangan paru janin.
4) Mengetahui ada tidaknya infeksi cairan amnion.
b) Tahapan Pemeriksaan Amniocintesis
1) Ibu berbaring telentang
2) Perut ibu dibersihkan

1
Sisca, Prenatal diagnosis Prinsip Prosedur Diagnostik dan Konseling Genetik diakses dari
http://sischantiqmanis.blogspot.com/2011/12/diagnostik-prenatal.html pada tanggal 06 Maret 2016
pukul 11.05 WIB
18
3) Dokter menggunakan ultrasonografi untuk melihat bayi, dan untuk
mencari area yang aman dalam air ketuban.
4) Kemudian jarum dimasukkan ke dalam uterus untuk mengambil
cairan amnion.
5) Dokter mengambil sejumlah kecil cairan kemudian mengeluarkan
jarum. Jarum berada di dalam selama kurang dari 1 menit
6) Sebuah layar diletakkan di sebelah perut ibu selama 15-30 menit
untuk memantau detak jantung bayi .
7) Hasil pemeriksaan bisa didapatkan dalam waktu sekitar 2 minggu
c) Syarat Dilakukan Amniocintesis
1. Usia kehamilan > 35 tahun.
2. Riwayat sebelumnya Trisomy.
3. Orang tua kelainan kromosom.
4. Dijumpai kelainan pada pemeriksaan USG
Dari hasil pemeriksaan amniosintesis dapat diketahui
1. Kelainan kromosom : Down syndrome, Turner syndrome, Edward's syndrome
dll
2. Kelainan genetik lain : Cystic fibrosis AR, Sickle cell disease AD, Tay-Sachs
disease AR, Thalasemia AD
d) Risiko Amniocentesis
Keguguran/abortus : Diperkirakan sebesar 1%; pengulangan
amniosentesis akan meningkatkan risiko ini (5--10%), seperti
halnya bila amniosen-tesis dikerjakan oleh orang yang tidak
trampil.
Risiko ibu : Pada umumnya minimal; bila dikerjakan dengan
prinsip aseptik, risiko infeksi akan terhindarkan.
Amniosentesis dilakukan antara minggu 15 dan 20 kehamilan;
melakukan tes ini sebelumnya dapat menyebabkan cedera janin

19
"amniosentesis dini" istilah kadang-kadang digunakan untuk
menggambarkan penggunaan proses antara minggu 11 dan 13.
Komplikasi amniosentesis antara lain persalinan prematur,
gangguan pernapasan, deformitas postural, trauma janin dan
alloimmunisation dari ibu (rhesus penyakit). Studi dari tahun
1970 awalnya diperkirakan risiko amniosentesis terkait
keguguran sekitar 1 dari 200 (0,5%).
Studi terbaru kurun waktu 2000-2006 diperkirakan hilangnya
kehamilan prosedur terkait 0,6-0,86%. Sebuah studi yang lebih
baru (2006) telah mengindikasikan hal ini sebenarnya bisa jauh
lebih rendah, mungkin serendah 1 dalam 1.600 (0,06%). Berbeda
dengan studi sebelumnya, jumlah dalam penelitian ini hanya
mencerminkan kerugian yang dihasilkan dari komplikasi
amniocentesis dan tidak termasuk kasus-kasus ketika orang tua
memutuskan untuk aborsi setelah hasil tes Berbeda dengan
amniosentesis, risiko keguguran dari chorionic villus sampling
(CVS) diyakini sekitar 1 dari 100, meskipun CVS bisa dilakukan
hingga empat minggu sebelumnya, dan mungkin lebih baik jika
kemungkinan cacat genetik dianggap lebih tinggi.
Penelitian terbaru telah menemukan bahwa cairan ketuban dapat
menjadi sumber yang kaya multipoten mesenchymal,
hematopoietik, sel induk saraf, epitel, dan endote.
Sebuah potensi manfaat menggunakan sel induk ketuban lebih
yang diperoleh dari embrio adalah bahwa mereka sisi-langkah
kekhawatiran etis di kalangan aktivis pro-kehidupan dengan
mendapatkan garis pluripotent sel terdiferensiasi tanpa
membahayakan janin atau perusakan embrio. Sel-sel induk juga
akan, jika digunakan untuk mengobati individu yang sama

20
mereka berasal, melangkahi masalah donor / penerima yang
sejauh ini telah terhalang semua upaya untuk menggunakan
donor stem sel dalam terapi.
Katup jantung buatan, trakea bekerja, serta otot, lemak, tulang,
jantung, saraf dan sel-sel hati semuanya telah direkayasa melalui
penggunaan sel induk ketuban. Jaringan yang diperoleh dari jalur
sel amnion menunjukkan menjanjikan untuk pasien yang
menderita penyakit bawaan / cacat dari jantung, hati, paru-paru,
ginjal, dan jaringan otak.
Kebocoran atau infeksi terhadap air ketuban
Jarum menyentuh bayi
e) Waktu dan tatalaksana:
Amniocentesis dini
1. Pemeriksaan dilakukan antara usia gestasi 11 sampai 14 minggu.
2. Cairan yang diambil lebih sedikit 1 mL per setiap minggu gestasi.
3. Risiko keguguran dan komplikasi lebih tinggi.
Amniocentesis trimester kedua
1. Untuk diagnostik genetik biasanya dilakukan pada usia gestasi 15-
20 minggu.
2. Tindakan dipandu dengan bantuan USG realtime
3. Jarum spinal no. 20 sampai 22 dimasukkan ke dalam kantong
amnion, sambil menghindari plasenta, tali pusat dan janin.
4. Cairan yang diambil sebanyak 20 mL
5. Jarum dikeluarkan dan diamati apakah ada perdarahan pada bekas
tusukan jarum

21
6. Risiko yg dapat terjadi : Trauma janin/maternal, Infeksi ,
Abortus/persalinan premature.1
2. Chorionic Villus Sampling (CVS)
CVS biasanya dilakuan pada usia kehamilan 10-13 minggu. Villi
plasenta dapat diperoleh melalui akses transervikal, transabdominal atau
transvaginal ke plasenta. Pada kehamilan lanjut, ketika kelainan janin
disertai dengan oligohidramnion berat, pengambilan transabdominal lebih
disukai. Penyulit CVS sama dengan amniocentesis.
- Risiko kehamilan adalah sekitar 2% (paling sering: keguguran,
infeksi, perdarahan, cacat ekstremitas).
- Manfaat dari CVS adalah untuk mendeteksi atau mendiagnosis
secara dini dan memperkuat hasil invasif metode lain.
- Masalah berikut dapat muncul dalam CVS:
Plasenta mosaicism (terbatas pada jaringan trofoblas bukan
pada jaringan janin).
Kontaminasi oleh jaringan ibu.
Membawa 1-2% resiko keguguran
- Keuntungan:
Hasilnya tersedia pada usia gestasi lebih dini, sehingga mengurangi
kecemasan orang tua kalau hasilnya normal dan memungkinkan
metode terminasi kehamilan yang lebih dini dan lebih aman kalau
hasilnya abnormal
a) Indikasi CVS
Indikasi biopsi vili korionik = amniosentesis. Kecuali beberapa analisis
yang memerlukan cairan amnion dan bukannya sel atau jaringan.
Usia ibu 35 thn.

1
Amniocintesis diakses dari http://yeniiesetya.blogspot.co.id/2012/11/amniocintesis.html pada
tanggal 04 Maret 2016 pada pukul 19.00 WIB
22
Riwayat melahirkan anak dengan kelainan kromosom.
Orang tua merupakan carrier kelainan kromosom, penyakit autosomal
resesif.
Ibu merupakan carrier penyakit yg berkaitan dgn sex ( sex linked).
Tes skrining positif thd kelainan kromosom
b) Kontra indikasi relatif
o Perdarahan pervaginam atau spotting.
o Uterus anteversi atau retroversi ekstrem dan habitus tubuh pasien yang
menghambat kemudahan akses ke uterus.
o Infeksi aktif/ PMS (Penyakit Menular Seksual)
c) Prosedur Pchorionic Villus Sampling (CVS)
Mengambil jaringan janin dari trofoblas untuk pemeriksaan diagnostik
pada trimester I. Dilakukan pada kehamilan 10-13 minggu. Berikut ini dua
cara yang digunakan :
1) Transcervikal
Menggunakan polietilen kateter melalui serviks dengan tuntunan USG,
menuju plasenta yang paling tebal. Jaringan trofoblas diaspirasi melalui
kateter ke dalam syringe. Ini merupakan metode yang paling umum.
2) Transabdominal
Jarum dimasukkan di sepanjang axis plasenta dengan tuntunan USG.
Aspirasi jaringan trofoblas. Prosedur ini mirip amniosintesis.
Prosedur CVS mengambil sampel yang lebih besar dan
memberikan hasil yang lebih cepat dari amniosentesis. Hasil dapat
diterima antara satu sampai tujuh hari.1

1
Pemeriksaan CVS diakses dari http://bidanshop.blogspot.co.id/2010/03/pemeriksaan-cvs.html pada
tanggal 06 Maret 2016 pukul 15.00 WIB
23
CIRI-CIRI TEKNOLOGI TEPAT KRITERIA PROSEDUR INVASIF
GUNA (Amniosintesis dan CVS)
Apabila teknologi tersebut dapat memenuhi Pemeriksaan invasif adalah suatu
kebutuhan masyarakat yang makin hari tindakan dengan memasukkan
makin meningkat jarum/alat kedalam rahim untuk
mendapatkan sampel cairan amnion,
plasenta, atau darah tali pusat untuk
mendeteksi kelainan kromosom pada
janin.
Teknologi tepat guna dapat mempermudah Prosedur invasive ini memberikan
dan mempersingkat waktu pekerjaan tenaga kemudahan bagi tenaga kerja untuk
kesehatan dan klien melakukan test diagnostic kepada
klien yakni serangkaian test yang
dilakukan tidak serumit teknik
terdahulu.
Hasil diagnosis akan lebih cepat, akurat dan Hasil dari skrining non invasif akan
tepat divalidasi dengan amniosintesis atau
CVS, sehingga jika hasil skrining
positif akan dilanjutkan dengan tes
invasif untuk memastikan lebih
lanjut.

2.3 Skrinning Bakteriuria Asimtomatik


2.3.1 Definisi
Bakteriuria asymptomatik adalah kondisi di mana jumlah bakteri lebih
besar daripada biasanya pada air kencing tetapi gejala tidak ada. Orang yang
mempunyai kondisi dengan infeksi saluran kencing benar-benar berisiko.
Seperti kehamilan, pencangkokan ginjal, menggunakan obat yang menekan

24
sistem kekebalan tubuh, atau mempunyai kondisi yang menekan sistem
kekebalan tubuh (misalnya, AIDS, kanker tertentu, atau mempunyai jumlah
sel darah putih yang rendah). Misalnya, infeksi kandung kemih dengan serius
bisa menyulitkan kehamilan dengan meningkatnya infeksi ginjal dan
menyebabkan pyelonephritis, menyebabkan keguguran. Juga, infeksi saluran
kencing secara permanen bisa merusak satu atau kedua ginjal setelah
pencangkokan ginjal. Infeksi saluran kencing bisa menyebabkan infeksi
peredaran darah yang fatal pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya
tertekan oleh obat atau penyakit. Kadang-kadang, sistem kekebalan tubuh
menjadi tertekan setelah kemoterapi kanker. Asymptomatic bacteriuria juga
kadang-kadang diobati pada orang yang mempunyai batu ginjal jenis tertentu
yang tidak bisa dihapuskan dan menyebabkan terulangnya infeksi saluran
kencing.
2.3.2 Penyebab
Bakteriuria Asimptotik terjadi pada sebagian kecil orang yang sehat.
Tetapi lebih sering terjadi pada wanita, dan belum ditemukan kenapa tidak
ada gejala pada penyakit ini.
2.3.3 Gejala
Tidak ada gejala yang timbul dihubungkan dengan infeksi ini, yang
dialami 11% dalam kehamilan. Ada peningkatan penderita bakteriuria tanpa
gejala pada wanita yang pernah menderita infeksi saluran kemih, diabetes dan
wanita dengan gejala sel sabit. Bakteriuria asimptomatik diasosiasikan dengan
phielonefritis, melahirkan dini dan BBLR.
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejadian bakteriuria ini
dengan peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan, persalinan prematur,
gangguan pertumbuhan janin dan pre eklampsia. Oleh karena itu pada wanita
hamil dengan bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih
bebas dari bakteri yang dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali.

25
2.3.4 Diagnosa
Dengan sampel urin, dapat dideteksi adanya perkembangan bakteri yang
signifikan.
PERUBAHAN PADA SALURAN KEMIH SELAMA KEHAMILAN
Pada kehamilan normal terjadi perubahan-perubahan bermakna baik
pada struktur maupun fungsi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih adalah
salah satu perubahan anatomis paling signifikan yang timbulkan oleh
kehamilan. Perubahan tersebut menyebabkan dilatasi kaliks dan pelvis ginjal,
juga ureter (Faundes dkk., 1998) menggunkan ultrasonografi untuk mengukur
kaliks ginjal selama kehamilan dan mendapatkan dilatasi pada sekitar separuh
kasus, sisi kanan lebih sering dan lebih besar perubahannya. Sebagian wanita
memperhatikan dilatasi sebelum uterus mencapai tepi panggul pada usia
gestasi sekitar 14 minggu. Hal ini mengisyaratkan adanya pengaruh hormon
yang melemaskan lapisan-lapisan otot saluran kemih. Terjadi dilatasi lanjut
pada kehamilan 21 minggu akibat penekanan mekanis pada ureter, terutama di
sisi kanan. Sebagian besar kecuali 6 persen wanita dengan dilatasi saluran
kemih yang dipicu oleh kehamilan memperlihatkan pemulihan dalam 2 sampai
4 hari setelah pelahiran. Yang menarik, saluran kemih janin juga mengalami
dilatasi seperti pada ibunya (Graif dkk., 1992).
Konsekuensi penting dari dilatasi dan obstruksi adalah kemungkinan
timbulnya infeksi saluran kemih bagian atas. Faktor predisposisi lain untuk
infeksi adalah meningkatnya refluks vesikoureter. Perubahan-perubah normal
yang berkaitan dengan kehamilan ini juga dapat menyebabkan kesalahan
interpretasi pada berbagai pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi
obstruksi yang dicurigai patologis.
Tanda-tanda peningkatan fungsi ginjal segera muncul setelah konsepsi.
Hal ini tampaknya terjadi karena vasodilatasi intrarenal yang diinduksi oleh
kehamilan. Aliran plasma ginjal dan filtrasi glomerulus efektif masing-masing

26
meningkat rata-rata 40 dan 65 persen. Perubahan-perubahan ini memiliki
relevansi klinis saat kita menginterpretasi hasil-hasil pemeriksaan ginjal,
sebagai contoh: konsentrasi kreatin dan urea serum sangat menurun. Perubahan
lain antara lain adalah perubahan yang berkaitan dengan pemeliharaan
homeostasis asam basa normal, osmoregulasi, serta retensi cairan dan
elektrolit.
PENILAIAN PENYAKIT GINJAL SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan, interpretasi urinalisis pada dasarnya tidak berubah,
kecuali kadang-kadang dijumpai glukosuria. Walaupun normalnya meningkat,
ekskresi protein jarang mencapai kadar yang dapat dideteksi dengan metode-
metode penapisan biasa (Higby dkk., 1994) melporkan ekskresi protein 24 jam
sebesar 115 mg dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95 persen pada
260 mg/hari. Tidak terdapat perbedaan bermakna bedasarkan trimester.
Mereka juga memperlihatkan bahwa ekskresi albumin minimal dan berkisar
dari 5 sampai 30 mg/hari. Sebagian besar peneliti sependapat bahwa pada
bahwa, proteinuria harus di atas 300 sampai 500 mg/hari untuk dapat dianggap
abnormal. Apabila tidak dilakukan upaya-upaya untuk mencegah pencemaran,
biasanya terdapat campuran sekret vagina di dalam spesimen yang
dikumpulkan dari urin porsi tengah.
Apabila kreatin serum terus menerus di atas 0,9 mg/dl (75 mol/1), perlu
dicurigai penyakit ginjal intrinsik. Spesimen urin yang diambil secara cermat
dan dengan rentang waktu tertentu dapat digunakan untuk memperkirakan laju
filtrasi glomerulus bedasarkan klirens kreatin. Ultrasonografi menghasilkan
citra ukuran ginjal dan konsistensi relatifnya, serta elemen-elemen obstruksi.
Pielografi intravena sekuensial lengkap tidak dilakukan secara rutin, tetapi
situasi klinis tertentu mungkin mengindikasikan penyuntikan media kontras
dengan satu atau dua foto polos abdomen. Sistoskopi dilakukan sesuai indikasi
klinis yang biasa untuk tindakan ini. Walaupun (Packham dan Fairley., 1987)

27
melaporkan bahwa biopsi ginjal aman dan bermanfaat untuk mengarahkan
terapi pada 111 wanita hamil dengan penyakit ginjal, kami sependapat dengan
yang lain bahwa prosedur ini biasanya dapat ditunda sampai kehamilan selesai
(Lindheimer dkk., 2000). Apabila terapi dapat diubah sesuai hasil biopsi,
tindakan tersebut dapat dipertimbangkan.
Proteinuria ortostatik, kadang-kadang dijumpai protein dalam jumlah
abnormal di urin yang terbentuk saat wanita hamil aktif bergerak, tetapi tidak
apabila berbaring. Jelas tidak dijumpai tanda lain adanya penyakit ginjal.
Proteinuria postural atau ortostatik ini dapat dijumpai pada hampir 5 persen
orang dewasa normal. Wanita hamil dengan proteinuria ortostatik harus
menjalani pemeriksaan untuk mencari bakteriuria, sedimen urin abnormal,
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan hipertensi. Tanpa adanya kelainan-
kelainan ini, terutama apabila ekskresi proteinnya tidak konstan, proteinuria
ortostatik mungkin tidak bermakna.
Kehamilan setelah nefrektomi unilateral, karena kapasitas ekskresi dua
ginjal jauh di atas kebutuhan biasa, dan karena ginjal yang masih ada biasanya
mengalami hipertrofi yang disertai peningkatan kapasitas ekskresi, wanita
dengan satu ginjal normal biasanya tidak mengalami kesulitan dalam
kehamilan. Memang, kehamilan pada para wanita ini disertai dengan
peningkatan bermakna hemodinamika ginjal (Baylis dan Davison, 1991).
Sebelum menasehati seorang wanita dengan satu ginjal mengenai risiko
kehamilan, perlu dilakukan evaluasi fungsional yang menyeluruh terhadap
ginjal yang masih ada.1
BAKTERIURIA DALAM KEHAMILAN
Infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darah
atau saluran limfe, akan tetapi yang terbanyak atau tersering adalah kuman-
kuman naik keatas melalui uretra, kedalam kandung kemih dan saluran kemih

1
Bakteri Uria Asimtomatik diakses dari www.goapotik.com pada tanggal 0 4 Maret 2016 pukul 19.45
WIB
28
yang lebih atas. Kuman yang tersering dan terbanyak sebagai penyebab adalah
E.coli, disamping kuman-kuman lain kemungkinan kuman-kuman lain seperti
Enterobacter aerogenes, klebsiera, pseudomonas, dll. Bakteriuria dibagi
menjadi dua jenis:
1. Bakteriuria asimptomatik (tanpa gejala)
Yaitu keadan dimana bakteri berkembang biak dalam saluran kencing,
namun tanpa gejala-gejala infeksi. Jumlah bakteri kurang dari 100.000 per
cc. Frekuensi bakteri tanpa gejala kira-kira 2-10%, dan dipengaruhi oleh
paritas, sosioekonomi wanita hamil tersebut.
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejadian bakteriuria
ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan, persalinan
prematur, gangguan pertumbuhan janin dan preeklamsi. Oleh karena itu,
pada wanita hamil dengan bekteriuria harus diobati dengan saksama
sampai air kemih bebas dari bakteri yang dibuktikan dengan pemeriksaan
beberapa kali.
2. Bakteriuria simptomatik (dengan gejala)
Yaitu bakteri berkembang biak aktif dalam saluran kencing yang
disertai gejala-gejala infeksi: demam, sakit dan nyeri kencing. Jumlah
bakteri di atas 100.000 per cc.1
CIRI-CIRI TEKNOLOGI TEPAT
KRITERIA NIPT
GUNA
Apabila teknologi tersebut dapat memenuhi Banyak masyarakat yang mengidap
kebutuhan masyarakat yang makin hari penyakit infeksi saluran kemih namun
makin meningkat tidak ditandai dengan gejala tertentu,
sebagian besar terjadi pada wanita.
Hal ini juga berpengaruh terhadap

1
Infeksi saluran kencing pada kehamilan diakses dari
http://bouluwellwenda.blogspot.co.id/2013/04/infeksi-saluran-kencing-pada-kehamilan.html pada
tanggal 11 Maret 2016 pukul 19.15 WIB
29
janin ibu yng menderita infeksi
saluran kemih. Sehinggga dibutuhkan
skrinning untuk mencegah
peekembangan kejadian penyakit
tersebut.
Apabila teknologi tersebut tidak akan Prosedur yang digunakan sederhana,
menimbulkan beban biaya yang tidak cukup dengan pemeriksaan protein
mampu dipenuhi masyarakat urine serta menggunakan teknik
hitung bakteri/lapangan pandang
minyak immersi pada pulasan
perwarnaan Gram urine. Sehingga
biaya yng diperlukan juga cukup
terjangkau.

Teknologi tepat guna dapat mempermudah Hanya dengan melakukan biakan


dan mempersingkat waktu pekerjaan tenaga bakteriologik dari air kemih.
kesehatan dan klien
Hasil diagnosis akan lebih cepat, akurat dan Dengan sampel urin, dapat dideteksi
tepat adanya perkembangan bakteri yang
signifikan.

2.3.5 PENGOBATAN
1. Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa
kajian terapi antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik.
Nama obat Dosis Angka keberhasilan
Amoksilain + asam klavulanat 3500 mg/hari 92%
Amoksilin 4250 mg/hari 80%
Nitrofurantoin 450-100 mg/hari 72%
30
2. Terapi Antibiotika untuk pengobatan bakteriuria asimptomatik, biasanya
diberikan untuk jangka 5-7 hari secara oral. Sebagai kontrol hasil
pengobatan, dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik
air kemih.1

1
Infeksi traktus urinarius diakses dari http://www.g-excess.com/infeksi-traktus-urinarius-
bakteriuria-asimptomatik.html pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 19.15 WIB
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diagnostik Prenatal (DP) adalah upaya untuk mendeteksi atau mendiagnosis
kelainan janin secara lebih jauh dan mendalam di saat ibu masih mengandung.
Teknik diagnosis prenatal ada 2 yaitu metode non invasif (NIPT) dan metode
invasif seperti amniosintesis dan Chorionic Villus Sampling (CVS). NIPT dapat
mendeteksi trisomi 21 (sindrom Down), trisomi 18 (Edwards syndrome) dan
trisomi 13 (sindrom Patau). Metode tes yang digunakan adalah mencari jejak DNA
janin dalam darah ibu. NIPT aman dengan risiko yang rendah karena metode yang
digunakan tidak melukai ibu maupun janin, juga dapat digunakan untuk
mendeteksi kelainan kromosom lebih dini. Negara yang sudah menerapkan tes ini
antara lain US dan australia. Skrining pemeriksaan bakteriuria asimptomatik
terhadap kehamilan preterm sudah diterapkan di Indonesia dan Bangladesh. Hal
ini dikarenakan prosedur yang digunakan lebih sederhana serta biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pemeriksaan tersebut juga tergolong terjangkau.

3.2 Saran
Kami selaku penyusun merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Mayo Clinic Complete Book of Pregnancy & Babys First Year. Johnson,
Robert V., M.D., et al, Ch. 11. Williams Obstetrics Twenty-Second Ed.
Cunningham, F. Gary, et al, Ch. 13.
2. http://www.g-excess.com/2012/05/12/infeksi-traktus-urinarius-bakteriuria-
asimptomatik.html
3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000520.htm
4. http://panduanlengkapuntukibuhamil.blogspot.co.id/2014/04/pemeriksaan-
diagnostik-prenatal-dp-pada.html
5. http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sindrom-down.html diakses
pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 19.10 WIB
6. http://panduanlengkapuntukibuhamil.blogspot.co.id/2014/04/pemeriksaan-
diagnostik-prenatal-dp diakses pada tanggal 06 Maret 2016 pukul 10.00 WIB
7. http://sischantiqmanis.blogspot.com/2011/12/diagnostik-prenatal.html diakses
pada tanggal 06 Maret 2016 pukul 11.05 WIB
8. http://korniakarkata.blogspot.co.id/2012/01/sindroma-down-apa-perlu-
skrining-di.html diakses pada 06 Maret 2016 pukul 11.00 WIB
9. www.cordlife.co.id/in/nipt diakses pada tanggal 04 Maret 2016 pukul 17.15
10. http://yeniiesetya.blogspot.co.id/2012/11/amniocintesis.html diakses pada
tanggal 04 Maret 2016 pada pukul 19.00 WIB
11. http://bidanshop.blogspot.co.id/2010/03/pemeriksaan-cvs.html diakses pada
tanggal 06 Maret 2016 pukul 15.00 WIB
12. www.goapotik.com diakses pada tanggal 0 4 Maret 2016 pukul 19.45 WIB
13. http://bouluwellwenda.blogspot.co.id/2013/04/infeksi-saluran-kencing-pada-
kehamilan.html diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 19.15 WIB
14. http://www.g-excess.com/infeksi-traktus-urinarius-bakteriuria-
asimptomatik.html diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 19.15 WIB

33
Soal latihan
1. Penyebab dari syndrome down adalah
b. Genetic, radiasi, umur ibu
c. Radasi, infeksi, anemia
d. Anemia, infeksi, umur ibu
e. Eklampsi, radiasi, infeksi
Bentuk kepala yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak
mendatar (peyang)
Hidung kecil dan datar (pesek), hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas
Mulut yang kecil dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung
dangkal yang mengakibatkan lidah sering menjulur keluar
Bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak matanya
2. Diatas merupakan ciri-ciri dari..
a. Syndrome patau
b. Syndrome erdeward
c. Syndrom down
d. Aneuploidy
3. Dampak dari anak yang syndrom down adalah
a. Gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
b. Gangguan pencernaan dan pernapasan
c. Gangguan jantung dan pernapasan
d. Gangguan tiroid dan gangguan nafsu makan
4. Di atas merupakan syarat dari pemeriksaan
a. USG 4 dimensi
b. NIPT
c. CVS
d. Amniocintesis
5. Risiko dari pemeriksaan dari amniocintesis adalah

34
a. Anemia
b. Eklampsia
c. Abortus
d. CPD
6. Kelainan apa yang dapat diketahui dari pemeriksaan amniocintesis
a. Kelainan kromosom dan kelainan genetic
b. Kelainan organ dan kelainan jantung
c. Kelainan kromosom dan paru-paru
d. Kelainan kaki dan tangan
7. Pada kehamilan keberapa dilakukan tes diagnostik pada CVS ?
a. 10 minggu
b. 5 minggu
c. 25 minggu
d. 12 minggu
8. Yang merupakan salah satu dari gejala pemeriksaan CVS adalah, kecuali
a. Demam
b. Panas dinginS
c. Bocornya cairan ketuban
d. A dan B benar
e. Semua salah
9. Dalam hubungannya dengan kehamilan, bakteriuria asimptomatik
menyebabkan . . .dalam medis.
a. Mikrosefalus
b. Kehamilan preterm
c. Kehamilan posterm
d. Pembesaran kelenjar tyroid
e. IUFD

35
10. Salah satu bentuk pencegahan bakteriuria asymptomatik melalui terapi obat
dapat dilakukan dengan cara . . .
a. Amoksilin 4200 mg/hari
b. Amoksilin 4250 mg/hari
c. Amoksilin 3250 mg/hari
d. Amoksilin 3200 mg/hari
e. Amoksilin 1300 mg/hari

36
Lampiran
Jurnal 1
Non Invasive Prenatal Test For Detect Fetal Aneuploidy (NIPT)
ABSTRACT
Importance Understanding the relationship between aneuploidy detection on
noninvasive prenatal testing (NIPT) and occult maternal malignancies may explain
results that are discordant with the fetal karyotype and improve maternal clinical care.
Objective To evaluate massively parallel sequencing data for patterns of copy-
number variations that might prospectively identify occult maternal malignancies.
Design, Setting, and Participants Case series identified from 125426 samples
submitted between February 15, 2012, and September 30, 2014, from asymptomatic
pregnant women who underwent plasma cell-free DNA sequencing for clinical
prenatal aneuploidy screening. Analyses were conducted in a clinical laboratory that
performs DNA sequencing. Among the clinical samples, abnormal results were
detected in 3757 (3%); these were reported to the ordering physician with
recommendations for further evaluation.
INTRODUCTION
Exposures NIPT for fetal aneuploidy screening (chromosomes 13, 18, 21, X, and Y).
METHODS
Main Outcomes and Measures Detailed genome-wide bioinformatics analysis was
performed on available sequencing data from 8 of 10 women with known cancers.
Genome-wide copy-number changes in the original NIPT samples and in subsequent
serial samples from individual patients when available are reported. Copy-number
changes detected in NIPT sequencing data in the known cancer cases were compared
with the types of aneuploidies detected in the overall cohort.
RESULTS
Results From a cohort of 125426 NIPT results, 3757 (3%) were positive for 1 or
more aneuploidies involving chromosomes 13, 18, 21, X, or Y. From this set of 3757

37
samples, 10 cases of maternal cancer were identified. Detailed clinical and
sequencing data were obtained in 8. Maternal cancers most frequently occurred with
the rare NIPT finding of more than 1 aneuploidy detected (7 known cancers among
39 cases of multiple aneuploidies by NIPT, 18% [95% CI, 7.5%-33.5%]). All 8 cases
that underwent further bioinformatics analysis showed unique patterns of nonspecific
copy-number gains and losses across multiple chromosomes. In 1 case, blood was
sampled after completion of treatment for colorectal cancer and the abnormal pattern
was no longer evident.
Conclusions
Conclusions and Relevance In this preliminary study, a small number of cases of
occult malignancy were subsequently diagnosed among pregnant women whose
noninvasive prenatal testing results showed discordance with the fetal karyotype. The
clinical importance of these findings will require further research.
Noninvasive prenatal testing (NIPT) using massively parallel sequencing of cell-free
DNA (cfDNA) in maternal plasma has recently changed the clinical paradigm of
prenatal screening for the common fetal autosomal aneuploidies (abnormal numbers
of whole chromosomes).1,2 Using this technology, the sensitivities for the detection
of fetal trisomies 21 and 18 are, on average, 99% and 96%, respectively, with
specificities of 99% to 100%.3 Many professional societies have recommended that
NIPT can be offered to pregnant women at high risk for having a fetus with
autosomal aneuploidy, with follow-up diagnostic testing recommended to confirm a
positive test result.1,4- 6. Although NIPT performs well, it is an advanced screen, not
a diagnostic test. The reason for this distinction is that the cfDNA in the plasma of
pregnant women is a mixture of placental (used as a proxy for the fetus) and maternal
DNA. Follow-up studies have shown that some cfDNA results are discordant with the
direct fetal karyotype.7,8 Potential biological explanations for discordance include
confined placental mosaicism,9 co-twin demise,10 maternal chromosomal

38
mosaicism11 and DNA copy-number variants,12 maternal organ transplant from a
male donor,11 and maternal malignancy.13,14
The diagnosis of cancer during pregnancy is relatively uncommon, with an incidence
of about 1 in 1000 gestations.15 The most common malignancies observed in
pregnant women are breast and cervical cancers, Hodgkin and non-Hodgkin
lymphomas, malignant melanoma, leukemia, ovarian cancer, and colorectal cancer.15
The purpose of this study was to retrospectively examine DNA sequencing data in a
series of pregnant women with abnormal NIPT results involving aneuploidies of
chromosomes 13, 18, 21, X, or Y, who were diagnosed with cancer after prenatal
testing occurred. In addition, to better understand the frequency with which maternal
cancer might provide an explanation for abnormal NIPT results that are discordant
with the fetal karyotype, all abnormal test results in the clinical laboratory and
available clinical outcomes were reviewed.
METHODS
The current case series was identified from a population of 125426 pregnant women
undergoing plasma cfDNA sequencing in the Illumina clinical laboratory (Redwood
City, California) between February 15, 2012, and September 30, 2014. Patients were
included if their clinician voluntarily informed the laboratory at any time prior to
November 15, 2014, that maternal cancer had been diagnosed after NIPT. As part of a
standard laboratory follow-up process, the laboratory contacts the referring clinicians
to discuss all positive NIPT results and to recommend a diagnostic procedure to
obtain a confirmatory fetal karyotype. When NIPT results and the karyotype are
discordant, the medical director (S.B.) and the certified genetic counselors who work
with her review possible explanations for the discordant results with the referring
clinician. Maternal cancer had not been reported as a reason for NIPT discordance
until publication of a single case report in 2013,13 so maternal cancer was only
included in the differential diagnosis after that time.

39
Evolving knowledge and experience have resulted in changes in the bioinformatics
analytic algorithms used in the clinical laboratory during the time frame of this study.
The ability to analyze and visualize whole-genome sequencing results was not
technically possible until October 2013. After October 2013, if referring clinicians
requested the expanded bioinformatics results, these were communicated directly to
the physician. In all cases, the patients clinician was responsible for determining the
follow-up clinical management.
For each patient reported in detail in this article, in addition to the consent obtained
for the original, clinically indicated noninvasive prenatal test, a separate individual
written consent for medical records review, further genomic analysis, and possible
publication of findings was obtained after the abnormal NIPT results were reported to
the patients physician. The Tufts Medical Center institutional review board waived
review of this study. Information regarding the patients pregnancy, cancer diagnosis,
and medical history was obtained from her clinicians and medical records, by direct
discussion with the first author (D.W.B.), or both. In some of the cases, additional
blood samples (including postpartum) were obtained and analyzed. For these
samples, the clinical laboratory team performing the sequencing was blinded to the
fact that these women were no longer pregnant.
Using whole blood samples, the verifi Prenatal Test (Illumina) screens for the
presence of whole chromosome aneuploidy for chromosomes 13, 18, and 21. Testing
for sex chromosome aneuploidy by analyzing sequencing counts for chromosomes X
and Y is optional.11 The method uses massively parallel sequencing of cfDNA
isolated from maternal plasma.16- 20 To identify on which chromosome the
sequenced DNA fragment mapped, a software program known as bowtie21 was used
to align the short (25 base-pair) sequence reads to the 19th reference version of the
human genome sequence map (hg19). The data were filtered to remove nonunique
alignments and genomic regions associated with high variation. They were then
normalized based on the percentage of guanine (G) cytosine (C) representation in the

40
sequence of each chromosome and corrected to remove other assay and sample-
specific biases.
Overrepresentation or underrepresentation of the target chromosomes (13, 18, 21, X,
and Y) was evaluated by constructing a ratio between the normalized coverage on
each chromosome of interest and the sum of normalized coverage on a respective set
of reference chromosomes.16 Typically, there were between 2 and 6 reference
chromosomes per target chromosome (eg, 13, 18, 21, X, and Y). Specific reference
chromosomes have changed with evolution of the clinical bioinformatics algorithms.
Upper and lower normal limits were then applied to the test results to generate an
aneuploidy classification status for chromosomes 13, 18, and 21 (aneuploidy
detected, aneuploidy suspected, or no aneuploidy detected)17,19 and for sex
chromosomes (sex chromosome aneuploidy detected or no sex chromosome
aneuploidy detected).11 If no sex chromosome aneuploidy was detected, a sex
chromosome result of XX or XY was provided.11
All whole blood samples received within 5 days of sampling with a complete test
requisition form authorized by an ordering physician were entered into the laboratory
management system. Maternal age, gestational age, and indication for testing (if
included) on the test requisition form were recorded. All test results with an
aneuploidy detected or suspected were telephoned to the ordering physician by a
certified genetic counselor employed by the clinical laboratory. If a diagnostic
procedure for fetal karyotyping was performed, clinicians were requested on 2
separate occasions to inform the laboratory whether the NIPT results were concordant
or discordant with the fetal karyotype. Whenever the laboratory was notified of
discordant results, pertinent history was obtained from the patients physicians and
genetic counselors, and possible biological mechanisms for abnormal results were
discussed as stated earlier in the Methods. An internal quality assurance process was
also followed to evaluate any potential technical explanations for the discordant
result.

41
When detailed bioinformatics analysis of the previously sequenced DNA sample was
performed, mapped sections of the human genome were analyzed using circular
binary segmentation,22 in order to identify copy-number variants (CNVs). Copy-
number variants are genomic regions associated with significant deviation from the
expected 2 copies across a contiguous span of the human genome. For a diploid
genome, normalized coverage is expected to be 1.0. If there is a gain of a single copy,
the expected result is 1.5 (a 50% gain in amplitude). Similarly, for the loss of a single
copy, the expected result is 0.5 (a 50% loss in amplitude). Using this scale, a maternal
plasma sample from a woman carrying a fetus with trisomy 21 that contains 10%
circulating fetal DNA will have a 5% gain in coverage across the length of
chromosome 21 (0.10.50=0.05). In this study, identified CNVs were counted as
gains or losses if they exceeded either 10 megabase pairs (Mb) in length and 2.5% in
deviation from the expected diploid coverage, or 40 Mb in length and 1% in deviation
from the expected diploid coverage. These parameters were only used for visual
interpretation of the data and were not intended to identify cancer signatures.
To evaluate the frequency of reported maternal malignancies in relation to the overall
frequency of aneuploidy positive results, all clinical laboratory reports, as well as all
tests that were cancelled due to abnormal underlying chromosomal patterns generated
within the study time frame, were reviewed and the findings were grouped into 1 of 5
categories: single trisomy, single monosomy, single sex chromosome aneuploidy,
single sex chromosome aneuploidy plus single trisomy, or multiple aneuploidies.
Statistical analysis of the reported proportions was performed using Clopper-Pearson
exact binomial 2-sided confidence intervals at the 95% level (using R version 3.1.2).
RESULTS
Review of Clinical Cases
From a cohort of 125426 NIPT tests, 3757 (3.0%) were positive for 1 or more
aneuploidies involving chromosome 13, 18, 21, X, or Y. In 10 of these aneuploidy-
detected cases, the referring clinician voluntarily reported to the clinical laboratory

42
within weeks to months after the initial discussion regarding the clinical significance
of the positive NIPT results that the patient had been diagnosed with a malignancy.
The 10 cancer cases were clinically diverse and included 3 cases of B-cell lymphoma
and 1 case each of T-cell leukemia; Hodgkin lymphoma; unspecified
adenocarcinoma; leiomyosarcoma; and neuroendocrine, colorectal, and anal
carcinomas. In 2 cases (leiomyosarcoma and unspecified adenocarcinoma), the
referring physicians reported that the women were critically ill, and they declined to
approach them for consent to participate in this study.
Table 1 shows demographic factors, NIPT results, fetal status, and cancer stage for
the remaining 8 cases, in which permission was granted for further analysis. At the
time of initial NIPT, the mean maternal age was 35 years (range, 23-39 years), and
the mean gestational age was 13.9 weeks (range, 10-20 weeks). Cancer was
subsequently diagnosed (during pregnancy or postpartum) in these women at a mean
of 16 weeks (range, 3-39 weeks) after the initial NIPT. The clinical presentations
ranged from early-stage to metastatic disease. In 3 patients (cases 4, 5, and 8), the
discordant NIPT results prompted a further medical workup that led to the diagnosis
of cancer. The 3 patients with B-cell lymphoma (cases 2, 6, and 7) presented with a
palpable mass. In 2 cases of maternal malignancy (cases 1 and 3), the patients
presented with advanced symptoms: pain due to bone metastases and colon
obstruction, respectively.
Table 1. Clinical Details on the 8 Cases of Maternal Cancer That Underwent
Genome-wide Analysis
In 7 of the 8 cases, diagnostic fetal karyotyping was performed and showed a euploid
result (46,XY or 46,XX). Of 3 preterm deliveries, 1 was at 29 weeks due to maternal
preeclampsia, 1 at 35 weeks due to spontaneous labor, and 1 at 32 weeks to facilitate
maternal treatment (cases 5, 7, and 8, respectively, Table 1).
Bioinformatics Analysis

43
Detailed genome-wide analysis of the original sequencing data obtained from cfDNA
of the 8 study participants revealed CNVs that affected multiple chromosomes and
spanned between 4% and 44% (median, 29%) of the genome (Figure 1). Cases with
trisomies detected by NIPT could be explained by whole or large partial copy-number
gains on the test chromosomes or losses on any of the reference chromosomes.
Conversely, cases with monosomies detected could be explained by either losses on
the target chromosomes or gains on the reference chromosomes. For 2 cases (3 and
5), in which replicate testing of the same initial blood sample was performed, the
CNV detection results were highly consistent, resulting in identical NIPT calls and
91% to 99% identical gain or loss profiles across the entire genome (Figure 1, lines
3B and 3B and 5A and 5A).
Figure 1.
Whole-Genome View of Copy-Number Changes in 8 Cases of Maternal Cancer
Whole-genome view of copy-number gains and losses in plasma samples from
women with known cancer. Smoothed normalized coverage (in black) is plotted
along the genomic coordinates (x-axis), sorted by chromosome number and genomic
location within the chromosomes. The data for all samples are shown as normalized
coverage on the same scale, on the left side of the y-axis (0.9-1.1). The scale chosen
for this figure is less than 0.5-1.5 because of fractional representation of the tumor
DNA in the mixed sample. For some samples, the amplitude of the copy-number
variants exceeded the scale; the maximum deviation from expected diploid
representation is shown as a percentage on the right side of the y-axis. Copy-number
gains or losses relative to the diploid reference genome are shown as blue or red,
respectively. If a trisomy was reported, the relevant chromosome is shown by a light
blue bar. If a monosomy was reported, the relevant chromosome is shown by a light
red bar. Cases 3 and 5 include replicates of the same blood sample, identified by an
apostrophe (). Cases 1, 3, and 4 had longitudinal samples obtained (see text for
details).

44
Additional whole blood samples were collected from 3 of the participants at time
points subsequent to the initial NIPT: for case 1, 6 weeks after initial NIPT (but still
pregnant); for case 3, 5 months after delivery, immediately prior to surgical resection
of the colorectal tumor, and 14 months after delivery following completion of
radiation and chemotherapy; and for case 4, 8 months after delivery. Detected CNVs
were highly consistent prior to treatment in samples obtained up to 11 months apart.
Areas of CNV detection overlapped by 76%, 79%, and 93%, respectively, for cases 1,
3, and 4; the differences were mostly due to increased amplitude of signal with time
and additional detectable gains/losses in later samples (Figure 1).
Blood samples were obtained at 3 different clinically significant time points for case
3. The sequencing data for chromosome 13 (a test chromosome) and 8 (a reference
chromosome for chromosome 18) are shown in Figure 2. An increase in normalized
coverage for chromosome 13 is evident in the pretreatment samples, consistent with
the original NIPT result of trisomy 13 detected. Confined placental mosaicism was
ruled out using microarrays in another laboratory. The magnitude of the CNV in the
maternal blood above baseline increased over time (from 1%-3% deviation from the
expected diploid genome) in the postpartum presurgical resection sample (Figure 1
and Figure 2). Similarly, chromosome 8 (a reference chromosome for chromosome
18) displayed partial amplifications and losses in the original NIPT sample. In the
second sample, the chromosome 8 signal gained sufficient amplitude to affect the
calculations for chromosome 18, causing a monosomy 18detected test result. The
patients third sample, obtained after completion of all treatment, showed no
abnormal deviations from baseline.
Figure 2.
Longitudinal Evolution of Chromosomal Profiles for Maternal Cancer Case 3
Individual chromosome views of data shown in Figure 1. Chromosomal coverage
profiles in samples from case 3 taken at different intervals of time. The gray dots
show the normalized coverage, and the solid colored lines show smoothed profiles

45
(obtained from the median values across 31 genomic 100-kilobase bins). The upper
panel is from the sample taken during pregnancy at 13 weeks of gestation. The
middle panel is after delivery, immediately before surgical resection of an obstructing
colorectal tumor. The lower panel is after delivery, following completion of
chemotherapy and radiation. The x-axis shows the physical location of the increased
counts as mapped against an ideogram for chromosomes 13 or 8 (SNPchip package,
R version 3.1.2; resolution=1 megabase pair). Chromosome 8 is included because it
served as one of the reference chromosomes and contributed to the monosomy 18
classification in the postdelivery sample (see Table 1). The y-axis shows the
percentage of signal above or below baseline corresponding to a diploid genome
(y=1.0). As an example, in the middle-right panel (chromosome 8 after delivery), the
data at the highest peak (indicated by the arrow) show that there is approximately
12% excess representation of this part of the genome compared with the reference.
NIPT indicates noninvasive prenatal testing.
Aneuploidy Patterns in Maternal Cancer
Follow-up of the 3757 abnormal NIPT results was incomplete. Seven of the 10 cases
of maternal cancer reported to the clinical laboratory had multiple aneuploidies
(Table 2). Of the 39 cases of multiple aneuploidy, 7 cases (18% [95% CI, 7.5%-
33.5%]) were in women with an occult cancer. Of the 39 cases of multiple
aneuploidies detected, 4 were concordant or partially concordant, meaning that at
least 1 of the aneuploidies detected by NIPT was confirmed by fetal diagnostic
testing. Sixteen of the remaining 35 NIPT results were confirmed to be discordant
with results from follow-up invasive diagnostic testing. In the other 19 cases, the
outcome was unknown because of fetal loss without karyotype information or a lack
of clinical information from the referring physician.
Table 2. Association of Maternal Cancers With Different Types of Aneuploidies
Detected at Noninvasive Prenatal Testing

46
Although the patient follow-up was incomplete, we estimate that the risk of maternal
cancer in the small subset of pregnant women with abnormal discordant NIPT results
due to multiple aneuploidies detected and a normal fetal karyotype is as follows. If all
19 cases of multiple aneuploidies in which follow-up information was unavailable
were concordant with the fetal karyotype, the risk of maternal cancer as an
explanation for the discordant results would be 7 of 16 cases (44%). If, however, all
of the 19 cases were discordant with the fetal karyotype (eg, the fetal karyotype is
normal), then the risk would be 7 of 35 cases (20%).
DISCUSSION
In this case series of 125426 NIPT results, 3757 were positive for 1 or more
aneuploidies involving chromosomes 13, 18, 21, X, or Y. Some of the abnormal
NIPT results were discordant with the diagnostic fetal karyotypes obtained by
amniocentesis or chorionic villus sampling. Here we have shown that occult maternal
malignancies may provide a biological explanation for some discordant NIPT results.
This is presumably due to the cfDNA that is released into maternal circulation from
apoptotic malignant cells. The types of cancers diagnosed were among those most
frequently reported in women of childbearing age,15 although there were more
hematologic malignancies than would be expected and no cases of malignant
melanoma or cervical cancer. The expected cancer rate in pregnant women is about
0.1%.15 This series of cancer cases, reported voluntarily, represents 0.008%
(10/125426) of the laboratory case volume, a cancer frequency that is 10-fold lower
than what might be expected. However, this patient series is inherently incomplete;
maternal cancers diagnosed after delivery might not routinely be reported to the NIPT
laboratory. Even cancers diagnosed during pregnancy would not necessarily trigger
notification of the laboratory, especially if no aneuploidies had been detected by
NIPT. The lower rate may also reflect that the chromosomal aneuploidies and the
amount of apoptotic tumor cfDNA released into the maternal circulation could be
below the detection limit at the time NIPT is performed. A recent study using

47
sequencing to analyze plasma cfDNA in patients with known cancers23 found
evidence of abnormal cfDNA patterns in more than 80% of metastatic solid tumor
cases and 50% of localized cancers. The rates of detection varied widely by tumor
type.
Genome-wide bioinformatics analysis for the 8 reported cases revealed extensive
copy-number changes involving several chromosomes and ranged from numerous
focal amplifications or deletions to multiple whole chromosomes. These types of
changes are more likely to be visible using a whole genome rather than a targeted
sequencing approach. In addition, the visualized changes were reproducible in
replicates obtained from the same blood sample, and the overall pattern of
chromosomal changes was stable in samples taken many months apart.
Autosomal monosomies, and especially multiple-aneuploidy test results, are rarely
identified in NIPT samples. For this reason, NIPT results demonstrating a single
autosomal monosomy or multiple aneuploidies may warrant a more detailed analysis
of the whole genome using an advanced bioinformatics review process to determine
if a pattern suggestive of malignancy is present.
To date, there have been 3 individual reports of pregnant women with abnormal NIPT
results and chromosomally normal fetuses in which the discordant results were
explained by the presence of maternal malignancies (metastatic small cell
neuroendocrine carcinoma of vaginal origin,13 lymphomas,14,24 and ovarian
carcinoma24) in which tumor DNA was presumably shed into the maternal
circulation and detected at the time of noninvasive prenatal testing. The data
presented here underscore the necessity of performing a diagnostic procedure to
determine the true fetal karyotype whenever NIPT results reveal chromosomal
abnormalities. Many genetic counselors and obstetricians are concerned that an NIPT
result of multiple aneuploidies or autosomal monosomy may be suggestive of
maternal cancer. When there is discordance between the fetal karyotype and NIPT
result, occult maternal malignancy, although very uncommon, may be an explanation

48
for the findings. Based on the results of the study, we estimate there is between a 20%
and 44% risk of maternal cancer if multiple aneuploidies are detected. However, until
further studies are done to assess the clinical implications of discordant NIPT and
fetal karyotype results, it is not clear what, if any, follow-up clinical evaluation is
appropriate.24
All 8 women in this case series were asymptomatic at the time of their NIPT test. In 3
cases, the NIPT results prompted the diagnosis of malignancy. Whether earlier
detection of disease would have made a difference in the course of their illnesses
cannot be determined. Cases 1 and 3 presented with advanced symptoms, and their
clinicians stated that for them, earlier diagnosis would have had a positive effect on
their care.
Limitations of this study include its small size and retrospective design, incomplete
clinical follow-up information, potential for bias of ascertainment in the way that the
cancer diagnoses were reported back to the clinical laboratory, and the evolving
nature of the technical parameters, especially in the bioinformatics analyses over 2.5
years.
CONCLUSIONS
In this preliminary study, a small number of occult malignancies were subsequently
diagnosed among pregnant women whose noninvasive prenatal testing results showed
discordance with the fetal karyotype. The clinical importance of these findings will
require further research to determine appropriate follow-up for the mother and her
infant.
ARTICLE INFORMATION
Corresponding Author: Diana W. Bianchi, MD, Mother Infant Research Institute,
Tufts Medical Center, 800 Washington St, Box 394, Boston, MA 02111
(dbianchi@tuftsmedicalcenter.org).
Published Online: July 13, 2015. doi:10.1001/jama.2015.7120.

49
Author Contributions: Dr Bianchi had full access to all of the data in the study and
takes responsibility for the integrity of the data and the accuracy of the data analysis.
Study concept and design: Bianchi, Chudova, Sehnert, Murray, Halks-Miller.
Acquisition, analysis, or interpretation of data: All authors.
Drafting of the manuscript: Bianchi, Chudova, Sehnert, Murray, Goldberg, Halks-
Miller.
Critical revision of the manuscript for important intellectual content: All authors.
Statistical analysis: Chudova, Sehnert, Bhatt.
Administrative, technical, or material support: Bianchi, Murray, Prosen, Garber,
Wilkins-Haug, Vora, Warsof, Goldberg, Ziainia, Halks-Miller.
Study supervision: Bianchi, Chudova, Sehnert, Bhatt, Halks-Miller.
Conflict of Interest Disclosures: All authors have completed and submitted the
ICMJE Form for Disclosure of Potential Conflicts of Interest. Dr Bianchi reported
being a member of the Reproductive and Genetic Health Expert Advisory Panel of
Illumina, for which she receives an honorarium, and having received sponsored
research funding from Illumina that is administered through Tufts Medical Center.
Drs Chudova, Sehnert, Bhatt, and Halks-Miller reported being full-time employees of
Illumina. Ms Murray reported having served on the speakers bureau for Myriad
Genetics. Dr Prosen reported being a member of the Illumina speakers bureau. Dr
Garber reported having received sponsored research funding from Myriad Genetics
and Novartis and serving as a consultant for Pfizer and Sequenom. Dr Wilkins-Haug
reported having received sponsored research support from Ariosa and Sequenom. No
other disclosures were reported.
Funding/Support: Funding for the study was provided by Illumina. Sponsored
research funding from Illumina that is administered through Tufts Medical Center
paid for the time that Dr Bianchi spent working with the full-time Illumina employees
to design the study, analyze the data, and prepare the manuscript.

50
Role of the Funder/Sponsor: Illumina reviewed and approved submission of the
manuscript for publication (as per their internal policies), but they did not make any
changes to the manuscript. Illumina had no role in the design and conduct of the
study; collection, management, analysis, and interpretation of the data; or preparation
of the manuscript.
Additional Contributions: We thank the case patients whose data are reported herein
for giving permission to publish their information. They were gracious and generous
with their time and follow-up information with the hope of helping others. We also
thank Shannon X. Jeddi, CGC, for her help in obtaining medical record information.
She received no financial compensation. We also thank Richard Rava, PhD, for his
scientific advice; he was not compensated for his contribution besides salary.

REFERENCES
1) American College of Obstetricians and Gynecologists Committee on
Genetics, Society for Maternal-Fetal Medicine. Committee opinion No. 640:
cell-free DNA screening for fetal aneuploidy [published online June 26,
2015]. Obstet Gynecol. doi:10.1097/AOG.0000000000001007.
PubMed
2) Warsof SL, Larion S, Abuhamad AZ. Overview of the impact of
noninvasive prenatal testing on diagnostic procedures [published online May
21, 2015]. Prenat Diagn. doi:10.1002/pd.4601.
PubMed
3) Gil MM, Quezada MS, Revello R, Akolekar R, Nicolaides KH. Analysis
of cell-free DNA in maternal blood in screening for fetal aneuploidies:
updated meta-analysis. Ultrasound Obstet Gynecol. 2015;45(3):249-266.
PubMed | Link to Article
4) Benn P, Borrell A, Cuckle H, et al. Prenatal detection of Down syndrome
using massively parallel sequencing (MPS): a rapid response statement from a

51
committee on behalf of the Board of the International Society for Prenatal
Diagnosis, 24 October 2011. Prenat Diagn. 2012;32(1):1-2.
PubMed | Link to Article
5) Devers PL, Cronister A, Ormond KE, Facio F, Brasington CK, Flodman
P. Noninvasive prenatal testing/noninvasive prenatal diagnosis: the position
of the National Society of Genetic Counselors. J Genet Couns.
2013;22(3):291-295.
PubMed | Link to Article
6) Gregg AR, Gross SJ, Best RG, et al. ACMG statement on noninvasive
prenatal screening for fetal aneuploidy. Genet Med. 2013;15(5):395-398.
PubMed | Link to Article
7) Wang JC, Sahoo T, Schonberg S, et al. Discordant noninvasive prenatal
testing and cytogenetic results: a study of 109 consecutive cases. Genet Med.
2015;17(3):234-236.
PubMed | Link to Article
8) Bianchi DW, Wilkins-Haug L. Integration of noninvasive DNA testing for
aneuploidy into prenatal care: what has happened since the rubber met the
road? Clin Chem. 2014;60(1):78-87.
PubMed | Link to Article
9) Lau TK, Jiang FM, Stevenson RJ, et al. Secondary findings from non-
invasive prenatal testing for common fetal aneuploidies by whole genome
sequencing as a clinical service. Prenat Diagn. 2013;33(6):602-608.
PubMed | Link to Article
10) Curnow KJ, Wilkins-Haug L, Ryan A, et al. Detection of triploid, molar,
and vanishing twin pregnancies by a single-nucleotide polymorphism-based
noninvasive prenatal test. Am J Obstet Gynecol. 2015;212(1):79.e1-79.e9.
PubMed | Link to Article

52
Jurnal 2
CMAJ Open. 2015 Apr-Jun; 3(2): E236E243.
Published online 2015 Apr 2. doi: 10.9778/cmajo.20140110
PMCID: PMC4565176
Rates of prenatal screening across health care regions in Ontario, Canada: a
retrospective cohort study
Robin Z. Hayeems, PhD,1,2 Michael Campitelli, MSc,3 Xiaomu Ma, MSc,3 Tianhua
Huang, PhD,4,5 Mark Walker, MSc, MD,5,6,7 and Astrid Guttmann, MDCM,
MSc2,3,8
Author information Copyright and License information
This article has been cited by other articles in PMC.
Go to:
Abstract
Background
It is recommended that all pregnant women be offered screening for Down syndrome
and open neural tube defects, but emerging prenatal tests that are not publicly insured
may compromise access. We evaluated screening rates for publicly insured screening
tests across health care regions in the province of Ontario and determined whether
maternal, provider or regional characteristics are associated with screening uptake.
Methods
We conducted a population-based retrospective cohort study involving pregnant
women in Ontario who were at or beyond 16 weeks gestation in 20072009. We
ascertained prenatal screening rates using linked health administrative and prenatal
screening datasets. We examined maternal, provider and regional characteristics
associated with screening uptake. Rate ratios (RRs) were estimated.
Results
Of the 264 737 women included in the study, 62.2% received prenatal screening;
uptake varied considerably by region (range 27.8%80.3%). A greater proportion of

53
women initiated screening in the first rather than the second trimester (50.0% v.
12.2%). Factors associated with lower screening rates included living in a rural area
versus an urban area (adjusted rate ratio 0.64, 95% confidence interval [CI] 0.63
0.66), receiving first-trimester care from a family physician or midwife versus an
obstetrician (adjusted rate ratio 0.91, 95% CI 0.900.92, and 0.40, 95% CI 0.380.43,
respectively) and being in a lower income quintile (adjusted RR for lowest v. highest
0.95, 95% CI 0.940.96). Being an immigrant or a refugee was associated with higher
screening rates.
Interpretation
There were significant maternal, provider and regional differences in the uptake of
prenatal screening across the province. With discrepancies expected to increase with
the emergence of noninvasive prenatal tests paid for out of pocket by many women,
policy efforts to reduce barriers to prenatal screening and optimize its availability are
warranted.
The Society of Obstetrics and Gynecology of Canada recommends that all pregnant
women be offered a range of prenatal screening tests to identify pregnancies at risk of
specific chromosome abnormalities and open neural tube defects.1 The tests were
once offered only to women 35 years of age and older, but the recommendation has
been extended to all age groups.1 Most women will gain reassurance that their fetus
is unlikely to be affected. Those identified as having a high-risk pregnancy will be
offered diagnostic testing to guide further counselling and decision-making about the
course of the pregnancy and delivery of care. Professional guidelines do not specify
the particular screening protocol to be used, because local infrastructure, timing of
prenatal care and value-based preferences vary. They do specify, however, that a
high-performing test be universally available to women, regardless of their ability to
pay.14
Screening practices and performance parameters differ across jurisdictions58 and
are shifting quickly. In the province of Ontario, 4 screening tests are used, but their

54
availability and performance vary (Table 1).7 Increasingly, noninvasive prenatal
testing for chromosome abnormalities (i.e., using maternal serum as a source of fetal
DNA) is becoming commonplace, which reduces the demand for risk-bearing
invasive prenatal diagnosis.911 Attention to access barriers is important, particularly
in jurisdictions where noninvasive testing is not publicly funded.1214 Despite
international policies recommending universal offer of prenatal screening, uptake
varies by maternal preferences,1520 provider practice patterns2125 and maternal
sociodemographic characteristics.2632
Table 1:
Table 1:
Publicly funded prenatal screening tests in Ontario*1
In light of the shifting and increasingly market-driven landscape of prenatal screening
in Canada,33 we examined the screening rates for publicly insured tests across health
care regions in the province of Ontario. We also determined maternal, provider and
regional factors associated with screening uptake.
Go to:
Methods
Study design
We conducted a population-based retrospective cohort study involving pregnant
women in Ontario (population 13 million) who were at or beyond 16 weeks
gestation and had an estimated conception date between Dec. 1, 2007, and Nov. 30,
2009. We chose the cut-off of 16 weeks gestation because guidelines suggest that
most women should be offered prenatal screening by this point.1 We used multiple
linked health and demographic datasets from Ontario. The province provides
universal health care insurance that includes access to all routine pregnancy care
services for all legal residents.

55
Data sources
Regional prenatal screening laboratories routinely upload screening results into a
centralized database, now called the Better Outcomes Registry and Network (BORN
Ontario). Using encoded health card numbers, we linked the prenatal screening data
to administrative health datasets housed at the Institute for Clinical Evaluative
Sciences (ICES; linkage rate 94%). The databases included the Discharge Abstract
Database, the Same-Day Surgery Database and the National Ambulatory Care
Reporting System administered by the Canadian Institute for Health Information.
These databases contain demographic and clinical information from all Ontario-based
acute care facilities, day surgery clinics and emergency departments, respectively.34
Other databases included the Ontario Health Insurance Plan (OHIP) fee-for-service
claims file, which provides information on diagnostic and service provision for about
94% of physicians in the province; the Ontario Registered Persons Database, which
includes demographic information for all residents eligible to receive health care in
the province; the ICES physician database, which records physician demographics
and specialties; and the Citizenship and Immigration Canada file for immigrants who
have landed in Ontario since 1985. We used data elements known to have high
validity (e.g., diagnostic codes from discharge abstracts, fee codes from the OHIP
database).
Study cohort
We identified live births and stillbirths using hospital discharge data; gestational age
at delivery was used to estimate conception date.35 We excluded deliveries with an
indeterminate gestational age. We identified spontaneous and therapeutic abortions
using data from the Discharge Abstract Database, the Same-Day Surgery Database,
the National Ambulatory Care Reporting System and the OHIP database. Gestational
age at abortion was used to estimate conception date and to exclude aborted
pregnancies with a gestation of less than 16 weeks. We included aborted pregnancies
without a recorded gestational age if the woman had an OHIP service code denoting

56
care or diagnostic imaging at or beyond 16 weeks gestation. We included 1
pregnancy per woman during the study period, giving priority to those that reached
delivery and then those that occurred earliest within the study period.
Outcome measure
The primary outcome measure was uptake of prenatal screening. Five regional
laboratories support prenatal screening in the province. We used the prenatal
screening dataset to determine screening receipt and modality (Table 1). Women who
received screening not conforming to routine modalities were classified as Other.
Other covariates
We collected data on selected predictors shown to be associated with the uptake of
prenatal screening.17,20,26,2832 We categorized maternal age at delivery or
abortion into 3 groups ( 20 yr, 2134 yr or 35 yr).28 We linked all women to
previous hospital admissions for delivery to determine maternal age at the time of
first childbirth ( 20 yr, 2134 yr or 35 yr). Age of 20 years or less at first delivery
has been shown to be a strong indicator of social marginalization.36 We enumerated
parity by all previous deliveries (0, 1, 2 or 3) and identified those that were
stillbirths. We assessed a history of possible or confirmed prior pregnancy
complicated by a congenital anomaly in 2 ways: (a) we identified women who had
had a spontaneous or therapeutic abortion in the 5 years before the conception
represented in our cohort using records from the Discharge Abstract Database, the
Same-Day Surgery Database, the National Ambulatory Care Reporting System and
the OHIP database;37 and (b) we used a unique maternalnewborn matching number
on the maternal and infant hospital birth records35,38 to identify prior delivery of a
child with a congenital malformation diagnosed in hospital within 1 year after birth.
We used the postal code of residence at conception to link to 2006 census data to
describe neighbourhood income quintiles (a proxy for socioeconomic status39,40)
and the Local Health Integration Network (Ontarios 14 health regions). Each woman
was assigned a Rurality Index of Ontario score specific to the year 2008, categorized

57
as major urban (score 09), nonmajor urban (score 1039) and rural (score 40).41
The Local Health Integration Network was used descriptively and was not included in
the multivariable model; rather, the rurality score was used as a measure of
geographic location. We used the Citizenship and Immigration Canada dataset to
determine immigration status (Canadian resident; immigrant [landed 5 or < 5 yr
ago]; or refugee [landed 5 or < 5 yr ago]).
We used OHIP records for the 14 weeks following the estimated conception date to
identify the first-trimester care provider for each woman in a hierarchical fashion. For
women whose records showed billings for prenatal care visits, we chose the physician
who provided most of those services (family physician or obstetrician); for the
remaining women, we chose the family physician who provided most of the other
primary care services during the first trimester. Women whose records showed
outpatient billings to other physicians were assigned to the other group. For women
with no billings, we identified the first-trimester care provider as a midwife (if there
were midwifery-specific OHIP records during the pregnancy) or no care.
Statistical analysis
For women who had prenatal screening, we used the 2 test to compare the timing of
screening (first v. second trimester) among the selected predictors. Because the
outcome (being screened) was common in our cohort, we used log-binomial
regression analysis to examine the associations between factors of interest and receipt
of screening.42 All predictors of screening identified a priori were entered into the
multivariable model after we checked the variables for collinearity. We did not do
additional analyses to test for confounding because we had no a priori hypotheses.
Women with missing postal codes and other geographic identifiers could not be
assigned a neighbourhood income quintile (0.6% of cohort) or rurality index score
(1.1% of cohort) and were included in a missing data category within those
variables so that they could be included in the regression analyses.

58
We conducted statistical analyses using SAS 9.2 (SAS Institute Inc.). All tests were
2-tailed; a p value of less than 0.05 was used as the level of statistical significance.
Ethics approval
Ethics approval for the study was obtained from the Research Ethics Boards at the
Sunnybrook Health Sciences Centre and the Childrens Hospital of Eastern Ontario.
Go to:
Results
We identified 264 737 pregnant women (258 982 deliveries, 5755 abortions) at or
beyond 16 weeks gestation during the study period (Appendix 1, available at
www.cmajopen.ca/content/3/2/E236/suppl/DC1). Of these women, 62.2% received
prenatal screening. Uptake varied considerably by health region, from less than 40%
in the southwest and northern regions to 80.3% in central Toronto (Figure 1). Overall,
50.0% of the women initiated screening in the first trimester (either integrated
prenatal screening or first-trimester combined screening), and 12.2% initiated
screening in the second trimester (either serum integrated screening or the 4-marker
QUAD test) (Figure 2). Initiation of screening was more common in the first
trimester than in the second trimester across all health regions, reaching 57.6%
66.2% in the central, urban regions (regions 58); the difference in rates was marginal
in 4 of the more remote regions (regions 1, 10, 13, 14) (Figures 1 and and22).
Figure 1:
Figure 1:
Map of prenatal screening rates across Ontarios 14 local health regions (1 = Erie St.
Clair, 2 = South West, 3 = Waterloo Wellington, 4 = Hamilton Niagara Haldimand
Brant, 5 = Central West, 6 = Mississauga Oakville, 7 = Toronto Central, 8 = Central,
...
Figure 2:
Figure 2:

59
Screening rates by trimester across Ontarios 14 health regions (1 = Erie St. Clair, 2 =
South West, 3 = Waterloo Wellington, 4 = Hamilton Niagara Haldimand Brant, 5 =
Central West, 6 = Mississauga Oakville, 7 = Toronto Central, 8 = Central, ...
Among screened pregnancies, first- and second-trimester screening rates varied by
maternal sociodemographic, regional and provider characteristics (Table 2).
Specifically, first-trimester screening rates were higher among older women (61.6%
of women aged 35 v. 25.4% of those aged 20 yr; p < 0.001), women in higher
income quintiles (57.0% in highest v. 42.3% in lowest income quintile; p < 0.001)
and women in major urban centres (56.0% v. 24.9% in rural areas; p < 0.001). Rates
of screening in the first trimester were lower among women who received prenatal
care from a midwife (26.8%) than among those receiving prenatal care from a family
physician (53.4%) or an obstetrician (66.0%) (Table 2). The median overall screening
rate at the provider practice level was higher among obstetricians (median 75%,
interquartile range [IQR] 52%90%) than among family physicians (median 59%,
IQR 33%81%).
Table 2:
Table 2:
Characteristics of the study cohort by trimester screened
After adjusting for all other predictors in the regression analysis, we found several
factors associated with lower prenatal screening rates (Table 3). Living in a rural or
nonmajor urban area versus a major urban area and receiving first-trimester care
from a family physician or midwife versus an obstetrician were factors most strongly
associated with lower screening rates; other factors were low maternal age at delivery
or abortion, multiparity and being in a lower income quintile. Being an immigrant or
a refugee, regardless of landing date, was associated with higher prenatal screening
rates.
Table 3:
Table 3:

60
Factors associated with prenatal screening
Go to:
Interpretation
In this large, population-based study, we found significant differences in the use of
prenatal screening in Ontario. Uptake of prenatal screening was higher in the first
trimester than in the second trimester, and rates varied by health region and by urban
and rural location. Receipt of screening was higher among women cared for by
obstetricians and higher, although to a lesser extent, among women with fewer social
risks. These differences existed in the context of high rates of prenatal visits in the
first trimester and publicly funded prenatal screening tests.
The association between low screening rates and living in remote areas is consistent
with findings from other population-based studies28,31,32 and from survey reports of
reduced rates of offered screening among rural providers.2123,25 Reasons
associated with low rates of offered screening included maternal age less than 35
years, lack of relevant family history and lack of patient request.2123 Low volume
of antenatal care (i.e., < 50 pregnant women/yr) was also associated with low
screening uptake.21 One study in Newfoundland and Labrador identified the same
reasons for not offering screening and found that only 52.2% of family physicians
surveyed routinely offered prenatal screening to all pregnant women.25 These studies
also identified providers generalized concerns about false-positive results, limited
availability of abortion and supportive services for affected pregnancies, and the
value-laden nature of screening for disabilities as barriers.2123,25 Our finding that
prenatal screening varied by type of prenatal care provider is important. Previous
studies have not identified differences between provider groups in attitudes toward
offering prenatal screening. Because 47% of pregnant women in Ontario receive at
least some prenatal care from family physicians,34 further attention to practices of
different providers is warranted.

61
The association of maternal sociodemographic characteristics, age and income-related
barriers with lower screening rates reported in other jurisdictions had stronger effects
than identified herein.2830,32 Although predictors may differ across jurisdictions,
age and income may have revealed stronger effects elsewhere because provider and
regional effects were untested. Multiparity is often associated with older age and
increased risk of aneuploidy; however, we found reduced screening uptake among
multiparous women. Immigrant status was not identified as a barrier to screening,
unlike findings in studies of other screening tests (e.g., Pap smears).43 Finally,
initiation of screening was more common in the first trimester than in the second
trimester across all health regions. As efforts shift toward strategies for noninvasive
testing and first-trimester health assessments,44 higher rates of screening initiated in
the first trimester suggest that Ontario is well positioned to move toward a first-
trimesterbased screening paradigm.33
Limitations
This study is limited in its ascertainment of screening uptake in that it does not reflect
the offer of screening. The offer of screening is universally recommended, but the
current infrastructure of databases precludes this analysis.
Other limitations include (a) potential overestimate of first-trimester screening rates,
because some results coded as first-trimester screening may reflect intended but
incomplete integrated prenatal screening; (b) our inability to capture uptake of
noninvasive prenatal testing because of its recent entry into the screening
environment in Ontario; (c) our exclusion of provider care not captured in OHIP
billing data (e.g., salaried physicians at community health centres); (d) our
incomplete capture of midwifery care and thus potential misclassification of first-
trimester care provider.
A small proportion of women receive prenatal screening but no prenatal care, which
reflects a likely underestimation of prenatal care provision.

62
We were constrained by the lack of data on other maternal characteristics shown to be
associated with decisions to use prenatal screening, including personal and religious
values, attitudes toward disability, and quality of information provided by health care
providers.15
Not all of our data definitions (e.g., gestational age at abortion) have been previously
validated. The proportion of pregnancies that resulted in spontaneous or therapeutic
abortion before 16 weeks gestation was lower than population-based estimates;
however, it suggests that we did not exclude eligible women from the cohort.
Finally, by linking only 94% of the screening records to ICES data, we may have
slightly underestimated screening rates. However, there is no evidence to suggest that
the linkage rate would vary by any of the characteristics evaluated.
Conclusion
Our study showed significant maternal, provider and regional differences in the
uptake of prenatal screening across Ontario. Our findings have important implications
for the delivery and evaluation of evolving prenatal screening services. With the
emergence of noninvasive prenatal tests paid for out of pocket by women in some
jurisdictions and the extension of services beyond the detection of aneuploidies and
open neural tube defects to more common adverse pregnancy-related or
developmental outcomes,42 ensuring access to prenatal screening in an increasingly
strained fiscal environment will be challenging. Education of and preference-sensitive
decision-making among pregnant women and prenatal care providers will need to be
optimized, and the offering of prenatal screening will need to be measured. A whole-
systems, centralized approach to screening one that engages all components of a
screening system in a comprehensive and evaluative process45 may be well suited
to optimizing access and overall quality of this service. Specific attention will be
needed to ensure access for women residing in remote areas and those who receive
early prenatal care from nonobstetricians. Although our findings are specific to
Ontario, pan-Canadian research and policy efforts are needed because of inconsistent

63
funding and availability of prenatal screening in other jurisdictions. Increasing
market-driven pressure from US-based vendors offering noninvasive prenatal testing
that is not publicly funded46 will only add to access challenges. A unified and
forward-thinking response from the prenatal care community is warranted.
The authors thank Kelvin Lam for assisting with the creation of the regional map
depicted in Figure 1. Astrid Guttmann receives salary support from an Applied Chair
in Child and Youth Health Services Research from the Canadian Institutes of Health
Research, and Mark Walker receives salary support from a Tier 1 Research Chair in
Perinatal Research at the University of Ottawa.
Go to:
References
1. Chitayat D, Langlois S, Wilson RD, et al. Prenatal screening for fetal aneuploidy in
singleton pregnancies: CCMGSOGC clinical practice guideline. J Obstet Gynaecol
Can 2011;33:736-50. [PubMed]
2. Benn P, Borell A, Chiu R, et al. Position statement from the Aneuploidy Screening
Committee on behalf of the Board of the International Society for Prenatal Diagnosis.
Prenat Diagn 2013;33:622-9. [PubMed]
3. Wilson JM, Jungner YG.. Principles and practice of mass screening for disease.
Bol Oficina Sanit Panam 1968;65:281-393. [PubMed]
4. Raffle A, Gray M. Screening: evidence and practice. New York: Oxford University
Press; 2009.
5. Tapon D.. Prenatal testing for Down syndrome: comparison of screening practices
in the UK and USA. J Genet Couns 2010;19:112-30. [PubMed]
6. Boyd PA, Devigan C, Khoshnood B, et al. Survey of prenatal screening policies in
Europe for structural malformations and chromosome anomalies, and their impact on
detection and termination rates for neural tube defects and Downs syndrome. BJOG
2008;115:689-96. [PMC free article] [PubMed]

64
7. Okun N, Summers AM, Hoffman B, et al. Prospective experience with integrated
prenatal screening and first trimester combined screening for trisomy 21 in a large
Canadian urban center. Prenat Diagn 2008;28:987-92. [PubMed]
8. Summers AM, Farrell SA, Huang T, et al. Maternal serum screening in Ontario
using the triple marker test. J Med Screen 2003;10:107-11. [PubMed]
9. Lalania S, Laua W. Non-invasive prenatal diagnosis a new era. UBC Med J
2013;4:29-31.
10. Rose NC, Lagrave D, Hafen B, et al. The impact of utilization of early aneuploidy
screening on amniocenteses available for training in obstetrics and fetal medicine.
Prenat Diagn 2013;33:242-4. [PubMed]
11. Morgan S, Delbarre A, Ward P.. Impact of introducing a national policy for
prenatal Down syndrome screening on the diagnostic invasive procedure rate in
England. Ultrasound Obstet Gynecol 2013;41:526-9. [PubMed]
12. Non-invasive prenatal testing (NIPT) for Downs syndrome London (UK):
Antenatal Results and Choices. Available: www.arc-uk.org/tests-explained/non-
invasive-prenatal-testing-nipt (accessed 2015 June 4).
13. Morris S, Karlsen S, Chung N, et al. Model-based analysis of costs and outcomes
of non-invasive prenatal testing for Downs syndrome using cell free fetal DNA in
the UK National Health Service. PLoS ONE 2014;9:e93559. [PMC free article]
[PubMed]
14. Agarwal A, Sayres LC, Cho MK, et al. Commercial landscape of non-invasive
prenatal testing in the United States. Prenat Diagn 2013;33:521-31. [PMC free
article] [PubMed]
15. Carroll JC, Brown JB, Reid AJ, et al. Womens experience of maternal serum
screening. Can Fam Physician 2000;46:614-20. [PMC free article] [PubMed]
16. Gidiri M, McFarlane J, Holding S, et al. Maternal serum screening for Down
syndrome: Are womens perceptions changing? BJOG 2007;114:458-61. [PubMed]

65
17. Dormandy E, Michie S, Hooper R, et al. Low uptake of prenatal screening for
Down syndrome in minority ethnic groups and socially deprived groups: A reflection
of womens attitudes or a failure to facilitate informed choices? Int J Epidemiol
2005;34:346-52. [PubMed]
18. Williams C, Sandhall J, Lewando-Hundt G, et al. Women as moral pioneers?
Experiences of first trimester antenatal screening. Soc Sci Med 2005;61:1983-92.
[PubMed]
19. van den Berg M, Timmermans DRM, Kleinveld DH, et al. Are counselors
attitudes influencing pregnant womens attitudes and decisions on prenatal screening?
Prenat Diagn 2007;27:518-24. [PubMed]
20. Spencer K, Aitken D.. Factors affecting womens preference for type of prenatal
screening test for chromosomal anomalies. Ultrasound Obstet Gynecol 2004;24:735-
9. [PubMed]
21. Permaul-Woods JA, Carroll JC, Reid AJ, et al. Going the distance: the influence
of practice location on the Ontario Maternal Serum Screening Program. CMAJ
1999;161:381-5. [PMC free article] [PubMed]
22. Carroll JC, Reid AJ, Woodward CA, et al. Ontario Maternal Serum Screening
Program: practices, knowledge and opinions of health care providers. CMAJ
1997;156:775-84. [PMC free article] [PubMed]
23. Dormandy E, Marteau TM.. Uptake of a prenatal screening test: the role of health
care professionals attitudes towards the test. Prenat Diagn 2004;24:864-8. [PubMed]
24. Cavanagh J, Matthews M.. Maternal serum screening in Newfoundland and
Labrador: Do attitude and knowledge affect physicians practice? Can Fam Physician
2006;52:1268-9. [PMC free article] [PubMed]
25. Chandra S, Crane J, Hutchens D, et al. Maternal serum screening: practice
patterns of physicians in Newfoundland. J Obstet Gynaecol Can 2003;25:825-9.
[PubMed]

66
26. Khoshnood B, Blondel B, De VC, et al. Socioeconomic barriers to informed
decision making regarding maternal serum screening for down syndrome: results of
the French National Perinatal Survey of 1998. Am J Public Health 2004;94:484-91.
[PMC free article] [PubMed]
27. Khoshnood B, De Vigan C, Blondel B, et al. Long term trends for socio-
economic differences in prenatal diagnosis of Down syndrome: Diffusion of services
or persistence of disparities? BJOG 2008;115:1087-95. [PubMed]
28. Maxwell S, Brameld K, Bower C, et al. Socio-demographic disparities in the
uptake of prenatal screening and diagnosis in western Australia. Aust N Z J Obstet
Gynaecol 2011;51:9-16. [PubMed]
29. Rowe RE, Garcia J, Davidson LL.. Social and ethnic inequalities in the offer and
uptake of prenatal screening and diagnosis in the UK: a systematic review. Public
Health 2004;118:177-89. [PubMed]
30. Rowe R, Puddicombe D, Hockley C, et al. Offer and uptake of prenatal screening
for Down syndrome in women from different social and ethnic backgrounds. Prenat
Diagn 2008;28:1245-50. [PubMed]
31. Muggli EE, Collins VR, Halliday JL.. Mapping uptake of prenatal diagnosis for
Down syndrome and other chromosome abnormalities across Victoria, Australia.
Aust N Z J Obstet Gynaecol 2006;46:492-500. [PubMed]
32. OLeary P, Breheny N, Reid G, et al. Regional variations in prenatal screening
across Australia: Stepping towards a national policy framework. Aust N Z J Obstet
Gynaecol 2006;46:427-32. [PubMed]
33. Ontario Prenatal Screening Advisory Subcommittee. Prenatal screening in
Ontario: the road forward. Policy report submitted to the Ontario MaternalChild
Screening Committee, June 2013.
34. Chan B.. Supply of physicians services in Ontario. Hosp Q 19992000;3:17.
[PubMed]

67
35. Iron K, Zagorski BM, Sykora K, et al. Living and dying in Ontario: an
opportunity for improved health information. ICES Investigative Report. Toronto:
Institute for Clinical Evaluative Sciences; 2008.
36. Jutte DP, Roos NP, Brownell MD, et al. The ripples of adolescent motherhood:
social, educational, and medical outcomes for children of teen and prior teen mothers.
Acad Pediatr 2010;10:293-301. [PubMed]
37. Dunn S, Wise MR, Johnson LM, et al. Reproductive and gynaecological health.
In: Bierman AS, editor. Project for an Ontario womens health evidence-based report.
Vol. 2. Toronto: St. Michaels Hospital/ICES; 2012.
38. Campitelli MA, Inoue M, Calzavara AJ, et al. Low rates of influenza
immunization in young children under Ontarios universal influenza immunization
program. Pediatrics 2012;129:e1421-30. [PubMed]
39. Wilkins R, Khan S. PCCF+ version 5H users guide. Automated geographic
coding based on the Statistics Canada Postal Code Conversion files, including postal
codes through October 2010. Ottawa: Statistics Canada; 2010. Cat. no. 82F0086-
XDB.
40. Finkelstein MM.. Ecologic proxies for household income: How well do they work
for the analysis of health and health care utilization? Can J Public Health 2004;95:90-
4. [PubMed]
41. Kralj B. Measuring rurality for purposes of health care planning: an empirical
measure for Ontario. Toronto: Ontario Medical Association; 2005.
42. McNutt LA, Wu C, Xue X, et al. Estimating the relative risk in cohort studies and
clinical trials of common outcomes. Am J Epidemiol 2003;157:940-3. [PubMed]
43. Lofters AK, Moineddin R, Hwana SW, et al. Low rates of cervical cancer
screening among urban immigrants: a population-based study in Ontario, Canada.
Med Care 2010;48:611-8. [PubMed]
44. Gagnon A, Wilson RD, Audibert F, et al. Society of Obstetricians and
Gynaecologists of Canada Genetics Committee Technical update: obstetrical

68
complications associated with abnormal maternal serum marker analytes. J Obstet
Gynaecol 2008;10:918-49. [PubMed]
45. Hayeems RZ, Chakraborty P. A practical definition and key concepts of
population-based screening. BORN Bulletin 2012;3.
46. Morain S, Greene MF, Mello MM.. A new era in non-invasive prenatal testing. N
Engl J Med 2013;369:499-501. [PubMed]

69
Jurnal 3

Noninvasive prenatal testing: impact on genetic counseling, invasive prenatal


diagnosis, and trisomy 21 detection.

Wax JR1, Cartin A, Chard R, Lucas FL, Pinette MG.

Author information

Abstract

PURPOSE:

The aim of this study was to compare rates of genetic counseling, invasive prenatal
diagnosis, and trisomy 21 detection among women at increased risk for aneuploidy,
before versus after the availability of noninvasive prenatal testing (NIPT).

METHODS:

This institutional review board-exempt retrospective study included all women who
had an ultrasound (US) examination between 10 0/7 and 21 6/7 weeks' gestation and
were eligible for NIPT (ie, age 35 years, US findings suggestive of increased
aneuploidy risk, positive aneuploidy screen, prior trisomic fetus, parental balanced
translocation with increased risk for trisomy 13 or 21) between June 1, 2012 and
February 1, 2013. NIPT was performed by a single laboratory after patients received
genetic counseling. We also identified a comparison group of women evaluated
between December 1, 2010 and November 30, 2011, who would have been eligible
for NIPT had it been available. The two groups were compared for maternal
demographics, aneuploidy risk factors, rates of genetic counseling, invasive
diagnostic procedures, and trisomy 21 detection.

RESULTS:

The before-NIPT and after-NIPT groups contained 1,464 and 1,046 subjects,
respectively. All 33 fetuses with trisomy 21 in the two groups were identified by
positive aneuploidy screening. After the introduction of NIPT, genetic counseling for
aneuploidy risk increased (adjusted odds ratio [aOR], 1.77 [1.49-2.11]; p<0.0001)
and the overall invasive diagnosis (aOR, 0.42 [0.32-0.55]; p<0.0001), including
amniocentesis (aOR, 0.37 [0.27-0.52], p<0.0001), decreased, whereas the prenatal
diagnosis of trisomy 21 remained similar (88% versus 100%; p=0.86).

70
CONCLUSIONS:

NIPT in clinical practice uses more genetic counseling resources but requires
significantly fewer invasive procedures to maintain the detection rates of trisomy 21.

Jurnal 5

The implications of non-invasive prenatal testing failures: a review of an under-


discussed phenomenon.

Yaron Y1.

Author information

1Genetic Institute, Tel Aviv Sourasky Medical Center, Tel Aviv University, Tel
Aviv, Israel.

Abstract

INTRODUCTION:

Non-invasive prenatal testing (NIPT) using cell-free DNA in maternal blood is a


relatively new screening modality for the common trisomies of chromosomes 21, 18
& 13 and sex chromosome aneuploidies (SCAs). For some patients however, results
are not reported due to laboratory technical issues such as low fetal fraction and
sequencing failures. In this review the clinical implications of NIPT test failures are
discussed.

METHODS:

A Medline search was performed for all studies on NIPT that include >1000 samples.
The failure rates were assessed by technology.

RESULTS:

Methods based on massive parallel sequencing (MPS) have been found to have the
lowest failure rate (1.58%) while tests based on single nucleotide polymorphism
(SNP) analysis have the highest failure rate (6.39%).

CONCLUSIONS:

71
Recent publications suggest that patients who receive a " no call" result are at
increased risk of aneuploidy. Some professional societies have therefore
recommended that these patients undergo genetic counseling and be offered invasive
diagnostic testing. NIPT technology that has a high failure rate may increase the false
positive rates, decrease the positive predictive value and increase the procedure-
related pregnancy loss. This article is protected by copyright. All rights reserved.

72
Jurnal 4
Prenatal screening for fetal aneuploidy in singleton pregnancies.
Chitayat D1, Langlois S, Wilson RD; Genetics Committee of the Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada; Prenatal Diagnosis Committee of the
Canadian College of Medical Geneticists.
Author information
Abstract
OBJECTIVE:
To develop a Canadian consensus document on maternal screening for fetal
aneuploidy (e.g., Down syndrome and trisomy 18) in singleton pregnancies.
OPTIONS:
Pregnancy screening for fetal aneuploidy started in the mid 1960s, using maternal age
as the screening test. New developments in maternal serum and ultrasound screening
have made it possible to offer all pregnant patients a non-invasive screening test to
assess their risk of having a fetus with aneuploidy to determine whether invasive
prenatal diagnostic testing is necessary. This document reviews the options available
for non-invasive screening and makes recommendations for Canadian patients and
health care workers.
OUTCOMES:
To offer non-invasive screening for fetal aneuploidy (trisomy 13, 18, 21) to all
pregnant women. Invasive prenatal diagnosis would be offered to women who screen
above a set risk cut-off level on non-invasive screening or to pregnant women whose
personal, obstetrical, or family history places them at increased risk. Currently
available non-invasive screening options include maternal age combined with one of
the following: (1) first trimester screening (nuchal translucency, maternal age, and
maternal serum biochemical markers), (2) second trimester serum screening
(maternal age and maternal serum biochemical markers), or (3) 2-step integrated
screening, which includes first and second trimester serum screening with or without

73
nuchal translucency (integrated prenatal screen, serum integrated prenatal screening,
contingent, and sequential). These options are reviewed, and recommendations are
made.
EVIDENCE:
Studies published between 1982 and 2009 were retrieved through searches of
PubMed or Medline and CINAHL and the Cochrane Library, using appropriate
controlled vocabulary and key words (aneuploidy, Down syndrome, trisomy, prenatal
screening, genetic health risk, genetic health surveillance, prenatal diagnosis). Results
were restricted to systematic reviews, randomized controlled trials, and relevant
observational studies. There were no language restrictions. Searches were updated on
a regular basis and incorporated in the guideline to August 2010. Grey (unpublished)
literature was identified through searching the websites of health technology
assessment and health technology assessment-related agencies, clinical practice
guideline collections, clinical trial registries, and national and international medical
specialty societies. The previous Society of Obstetricians and Gynaecologists of
Canada guidelines regarding prenatal screening were also reviewed in developing this
clinical practice guideline.
VALUES:
The quality of evidence was rated using the criteria described in the Report of the
Canadian Task Force on Preventive Health Care.
BENEFITS, HARMS, AND COSTS:
This guideline is intended to reduce the number of prenatal invasive procedures done
when maternal age is the only indication. This will have the benefit of reducing the
numbers of normal pregnancies lost because of complications of invasive procedures.
Any screening test has an inherent false-positive rate, which may result in undue
anxiety. It is not possible at this time to undertake a detailed cost-benefit analysis of
the implementation of this guideline, since this would require health surveillance and
research and health resources not presently available; however, these factors need to

74
be evaluated in a prospective approach by provincial and territorial initiatives.
RECOMMENDATIONS 1. All pregnant women in Canada, regardless of age, should
be offered, through an informed counselling process, the option of a prenatal
screening test for the most common clinically significant fetal aneuploidies in
addition to a second trimester ultrasound for dating, assessment of fetal anatomy, and
detection of multiples. (I-A) 2. Counselling must be non-directive and must respect a
woman's right to accept or decline any or all of the testing or options offered at any
point in the process. (III-A) 3. Maternal age alone is a poor minimum standard for
prenatal screening for aneuploidy, and it should not be used a basis for
recommending invasive testing when non-invasive prenatal screening for aneuploidy
is available. (II-2A) 4. Invasive prenatal diagnosis for cytogenetic analysis should not
be performed without multiple marker screening results except for women who are at
increased risk of fetal aneuploidy (a) because of ultrasound findings, (b) because the
pregnancy was conceived by in vitro fertilization with intracytoplasmic sperm
injection, or (c) because the woman or her partner has a history of a previous child or
fetus with a chromosomal abnormality or is a carrier of a chromosome rearrangement
that increases the risk of having a fetus with a chromosomal abnormality. (II-2E) 5.
At minimum, any prenatal screen offered to Canadian women who present for care in
the first trimester should have a detection rate of 75% with no more than a 3% false-
positive rate. The performance of the screen should be substantiated by annual audit.
(III-B) 6. The minimum standard for women presenting in the second trimester
should be a screen that has a detection rate of 75% with no more than a 5% false-
positive rate. The performance of the screen should be substantiated by annual audit.
(III-B) 7. First trimester nuchal translucency should be interpreted for risk assessment
only when measured by sonographers or sonologists trained and accredited for this
service and when there is ongoing quality assurance (II-2A), and it should not be
offered as a screen without biochemical markers in singleton pregnancies. (I-E) 8.
Evaluation of the fetal nasal bone in the first trimester should not be incorporated as a

75
screen unless it is performed by sonographers or sonologists trained and accredited
for this service and there is ongoing quality assurance. (II-2E) 9. For women who
undertake first trimester screening, second trimester serum alpha fetoprotein
screening and/or ultrasound examination is recommended to screen for open neural
tube defects. (II-1A) 10. Timely referral and access is critical for women and should
be facilitated to ensure women are able to undergo the type of screening test they
have chosen as first trimester screening. The first steps of integrated screening (with
or without nuchal translucency), contingent, or sequential screening are performed in
an early and relatively narrow time window. (II-1A) 11. Ultrasound dating should be
performed if menstrual or conception dating is unreliable. For any abnormal serum
screen calculated on the basis of menstrual dating, an ultrasound should be done to
confirm gestational age. (II-1A) 12. The presence or absence of soft markers or
anomalies in the 18- to 20-week ultrasound can be used to modify the a priori risk of
aneuploidy established by age or prior screening. (II-2B) 13. Information such as
gestational dating, maternal weight, ethnicity, insulin-dependent diabetes mellitus,
and use of assisted reproduction technologies should be provided to the laboratory to
improve accuracy of testing. (II-2A) 14. Health care providers should be aware of the
screening modalities available in their province or territory. (III-B) 15. A reliable
system needs to be in place ensuring timely reporting of results. (III-C) 16. Screening
programs should be implemented with resources that support audited screening and
diagnostic laboratory services, ultrasound, genetic counselling services, patient and
health care provider education, and high quality diagnostic testing, as well as
resources for administration, annual clinical audit, and data management. In addition,
there must be the flexibility and funding to adjust the program to new technology and
protocols.(II-3B).

76
Jurnal 5
BAKTERIURIA ASIMPTOMATIK PADA WANITA HAMIL: TEST
SKRINING YANG VALID DAN HEMAT BIAYA DI BANGLADESH

Di Bangladesh, sejumlah test skrining untuk bakteriuria asimptomatik pada


kehamilan dilakukan dalam praktik. Tujuan penelitian ini untuk menilai validitas dan
kehematan biaya dari tes skrining ini. Total sebanyak 600 ibu hamil yang tampak
sehat dimasukan ke dalam penelitian ini. Validitas test skrining ini dinilai dengan
kultur urine sabagai gold standar. Rasio kehematan biaya yang dikeluarkan antara
metode skrining test dengan metode paling rendah biaya (analisis mikroskopis urine)
dihitung. Hitung bakteri/lapangan pandang minyak

immersi pada pulasan perwarnaan Gram urine paling sensitif (91,7%) dan spesifik
(97,2%).

Biaya tambahan untuk setiap tambahan kasus positif hitung bakteri, esterase leukosit,
dan kombinasi esterase leukosit dan nitrit adalah US$ 3, US$ 25, US$ 23, secara
berurutan. Pewaranaan Gram mungkin manjadi pendekatan alternatif untuk
analisis urine rutin tradisional untuk skrining bakteriuria selama kehamilan pada
praktik klinik di Bangladesh, sebagaimana di negara yang sedang berkembang.

Pendahuluan

Bakteriuria asimptomatik pada kehamilan harus selalu diskrining dan


diobati sebagaimana diperlukan. Ada berbagai metode cepat untuk skrining
bakteriuria asimptomatik. Pemeriksaan mikroskopik urine untuk pyuria biasanya
dilakukan sebagai skrining UTI simptomatik dan asimptomatik di Bangladesh.
Tetapi, pada kasus bakteriuria asimptomatik pada kehamilan, hasil pemeriksaan
mikroskopik meragukan. Perbedaan level leukosit/HPF telah diidentifikasi cocok
untuk populasi yang berbeda pada penelitian yang berbeda.

77
Pendekatan lain untuk skrining bakteriuria asimptomatik, yang umumnya digunakan
di banyak negara di dunia adalah test dipstick. Ada test esterase leukosit (LE), tes
nitrite (N), dan kombinasi keduanya (salat satu atau keduanya positif) test LE dan N.
Test disptik LE, yang mana mendeteksi esterase yang dikeluarkan dari
degradasi sel darah putih, yang merupakan test tidak langsung untuk bakteriuria.
Test ini sensitif (74-96%) tetapi sangat tidak spesifik (59-98%). Test dipstik untuk N
merupakan test untuk organisme yang mereduktase nitrat seperti bacilluria coliform
tetapi tidak untuk organisme yang tidak mereduktase nitrat seperti Enterococci,
beberapa Staphylococci, dan beberapa Pseudomonas aeruginosa. Test ini memiliki
variabel sensitivitas (35-85%) tetapi memiliki spesfikasi yang baik di atas 90 %. Test
LE dan N digunakan secara kombinasi (salah satu atau keduanya positif) memiliki
sensitivitas dan spesikasi sekitar 80%. Namun, beberapa penelitian menyatakan
bahwa test ini tidak cukup sensitif (sekitar 50%) untuk skrining rutin terhadap
bakteriuria asimptomatik antenatal, namun mereka menyarankan penggunaan disptik
urine (kombinasi LE dan N) untuk skrining bakteriuria asimptomatik pada wanita
hamil karena biayanya yang murah.

Sekarang ini, perwarnaan Gram dari urine segar yang tidak di-centrifuged untuk

pemeriksaan bakteriuria diidentifikasi sebagai metode yang cepat dan dapat dipercaya
dengan sensitivitas (80-93%) dan spesifisitas (83-98%) yang tinggi. Walaupun
pewarnaan Gram merupakan pendekatan yang menjanjikan, hampir semua penelitian
terbatas karena tingginya biaya dan ketidakmampuan mendapatkan teknologi tinggi
dan kemampuan personel. Pada konteks ini, penelitian ini bermaksud untuk menilai
validitas dan kehematan biaya terhadap test skrining cepat yang berbeda untuk
bakteriuria asimptomatik di antara ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal
rutin mereka di Rumah Sakit Rajshahi Medical College, Bangladesh

Bahan dan Metode

78
Penelitian deskriftif dengan pendektan cross-seccional ini dilaksanakan di
klinik antenatal Rumah Sakit Rajshahi Medical College (RMCH), Bangladesh,
dengan maksud mengevaluasi validitas dan kehematan biaya test skrining
cepat dalam memperkirakan bakteriuria asimptomatik pada kehamilan. Hasil kultur
> 105cfu/ml dari species tunggal pada urine pancaran tengah (midstream) tanpa
ada beberapa gejala infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai asimptomatik
bakteriuria. Total sebanyak 600 ibu hamil yang tampak sehat (bebas dari gejala
bakteriuria) yang melakukan perawatan antenatal rutin mereka diikutsertakan
dalam penelitian ini. Ibu hamil yang mendapat antibiotik dalam 48 jam
dikeluarkan dari penelitian. Sebelum mengikutsertakan ibu, penelitian ini secara
singkat menjelaskan kepada mereka dan informed konsen tertulis dibuat.

Pengumpulan Sampel Urin

Setelah pemeriksaan antenatal selesai, setiap ibu yang dipilih diminta


untuk mengumpulkan urine mereka (sekitar 5 ml) dengan teknik mengambil urine
pancaran tengah, disediakan tabung test dengan mulut yang lebar dengan tindakan
aseptik sebelumnya. Sampel urine yang telah terkumpul dikirim ke bagian
mikrobiologi RMCH sesegera mungkin, tidak lebih dari 45 menit, untuk dianalisis.

Teknik Laboratorium

Specimen urine dianalisis dengan kultur kuantitatif, diikuti dengan


pengitungan leukosit secara mikroskopik, test dipstik, dan pewarnaan Gram. Sampel
urine diputar pada x 3,000 g selama 30 menit untuk hitung leukosit/high power field
(HPF) di bawah mikroskop. Untuk test dipstik urine, stik test Combina 11-A (Human
GMBH Company, Germany) digunakan dan diinterpretasikan berdasarkan
instruksi pabrik dan grafik standar warna. Perubahan warna pada area stik yang
specifik untuk menilai aktivitas esterase leukosit diinterpretasikan sebagai +ve,
++ve, dan +++ve, dan adanya nitrit diinterpretasikan sebagai positif. Tidak adak
perubahan warna pada area stik yang spesifik untuk test berturut-turut
79
diinterpretasikan sebagai negatif. Perubahan warna dipstik dinilai 2 menit setelah
kontak dengan urine. Untuk pewarnaan Gram, 0,01 ml urine yang tidak diputar
digunakan untuk membuat pulasan. Kaca kemudian diwarnai dan dinilai
bakteri; bakteri dihitung setiap lapangan pandang minyak immersi (OIF) di bawah
mikroskop. Untuk kultur urine, urine dibiakan pada media agar MacConkeys dan
media makanan agar dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Pada sampel
tersebut yang menunjukkan pertumbuhan signifikan bakteri (jumlah koloni > 105/ml
urine), test identifikasi (metode test biokimia) dilakukan. Hasil test diinterpretasikan
tanpa mengatahui hasil test lain.

Analisa Biaya

Biaya per individu terhadap semua test skrining cepat (hitung leukosit per HPF,

dipstik, dan pewarnaan Gram) untuk bakteriuria asimptomatik dievaluasi pada


penelitian ini. Biaya dihitung berdasarkan biaya laboratorium yang sebenarnya
meliputi bahan kimia, bahan (stik dipstik, violet Jensen, minyak immersi, dan kaca
objek) dan biaya sumber daya manusia yang melaksankan test. Biaya sumber daya
manusia dihitung per biaya jam kerja. Kehematan biaya masing-masing test skrining
ditentukan dengan menghitung biaya yang dikeluarkan pasien dari ibu-ibu yang
bakteriuria asimptomatik. Biaya yang dikeluarkan pada penelitian lain, menyatakan
bahwa pewarnaan Gram merupakan test yang dapat diandalkan dan terbaik untuk
skrining bakteriuria asimptomatik. Ini mempunyai sensitivitas80-95.2 dan spesifisitas
82-98.6%. Penlitian ini juga menyediakan bukti yang sama dengan

kedua-duanya nilai sensitivitas dan spesifisitas >80%. Ada perdebatan


tentang level kewenangan (arbitrary) jumlah bakteri/OIF dan keefektifan
biayanya. Bachman et al, menyarankan >2 jumlah bakteri/OIF dari urine yang
tidak diputar sebagai tingkat cut-off untuk mendeteksi bakteriuria asimptomatik di
antara populasi obstetri di USA, sedangkan Lavany et al dari India menyarankan

80
paling sedikit satu jumlah bakteri/OIF. Penelitian sekarang ini menyepakati dengan
Lavani et al.

Pewarnaan Gram merupakan metode skrining cepat paling hemat biaya


yang dinyatakan pada penelitian sekarang ini. Hitung leukosit secara perbandingan
lebih sedikit biaya dibandingkan dengan pewarnaan Gram (US$0.20 vs US$0.25)
tetapi hitung leukosit mejadi test skrining yang buruk. Sedangkan kombinasi, test
dipstik lebih mahal tujuh kali lipat dalam mengidentifikasi satu tambahan ibu
dengan bakteriuria asimptomatik dibandingkan dengan pewarnaan Gram
(US$23 vs US$3) dalam perbandingan dengan

Metode Paling Murah, Hitung Leukosit.

Walaupun pewarnaan Gram merupakan pendekatan yang menjanjikan, Bachman et al


menolak ini metode skrining pada penelitian komunitas karena berkaitan dengan
tingginya biaya. Namun demikian, penelitian kita telah menyatakan bahwa di rumah
sakit tingkat tersier di Bangladesh, hal ini sangat hemat biaya. Hal ini berkitan dengan
biaya sumber daya manusia yang lebih murah di negara sedang berkembang seperti
Bangladesh. Rata-rata pendapatan per bulan saat ini dokter pemerintah di Bangladesh
(tingkat 7) sekitar BDT 25,000 (US$360), i.e BDT 174/jam (US$2.5/jam), termasuk
semua pendapatan, tetapi di USA minimal 30 kali lebih besar, contoh
US$16,250/bulan, i.e US$112/jam. Ada perbedaan esar biaya pelayanan kesehatan
antara negara maju dan negara sedang berkembang. Sebagai contoh, persatuan rumah
sakit India mensyaratkan standar internasional, dengan biaya sekitar seperdelapan
sampai seperlima dari USA atau UK. Pendekatan skrining dengan pewarnaan Gram
seharusnya juga sangat hemat biaya untuk negara sedang berkembang lain, seperti
India, Paskistan dan Nepal, karena berkaitan dengan biaya sunber daya manusia yang
lebih murah.

Penelitian kami memiliki sejumlah keterbatasan metodologi yang harus mejadi bahan
pertimbangan. Pertama, lactobacilli, flora normal vagina tidak bisa dibedakan dari
81
bakteri patogen di mikroskop pada pewarnaan Gram, yang mana mungkin
menurunkan spesifisitas test skrining perwarnaan Gram jika urine
terkontaminasi. Kedua, untuk nitrit test, menghindari dahulu specimen urine
pagi sangat cocok. Test nitrite merupakan penilaian secara tidak langsung bakteri
yang meredusi nitrit, seperti Enterobacteriaceae, hampir tidak beragi dan coccus gram
negatif, persediaan urine yang mengandung makanan yang cukup nitrat dan menahan
berkemih lebih dari 4 jam, tetapi hal tersebut tidak mungkin untuk populasi penelitian
dan kesulitan yang sama juga dialami oleh pekerja sebelumnya. Akhirnya, penelitian
ini hanya berdasarkan 24 hasil kultur positif, yang mana jumlah yang sedikit untuk
kesimpulan yang spesifik.

Hasil penelitian ini mempunyai implikasi yang jelas bagaimanapun pada praktik

klinik. Penemuan penelitian menyatakan bahwa urinalisis untuk hitung leukosit


memiliki nilai yang kecil dalam mendeteksi bakteriuria asimptomatik selama
kehamilan saat pemeriksaan antenatal. Pewarnaan Gram merupakan
pendekatan skrining cepat yang menjanjikan pada kedua-duanya kefektifan dan
biaya. Dengan demikian, pewarnaan gram mungkin menjadi pendekatan alternatif
terhadap urinalisis rutin yang tradisional untuk skrining bakteriuria
asimptomatik selama kehamilan di Bangladesh, sebagaimana di Negara sedang
berkembang lainnya.

82
Tanya Jawab
1. Farida Nur Aini :
Dari berbagai upaya pencegahan sindrom down, manakah yang sudah diterapkan
di Indonesia?
- Putri Rizki Amalia:
Metode pencegahan yang sudah diterapkan di Indonesia (diambil sampel dari
SLB Negeri Semarang) adalah konseling genetik pada pasien berdasar hasil
pemeriksaan kromosom pada pasien. Dimana hal tersebut dipilih sebagai salah
satu upaya pencegahan dikarenakan penyebab mayoritas Sindrom Down di
Indonesia dikarenakan trisomi yang disebabkan oleh nondisjunction pada
kerier dan mossaic yang diturunkan dari gen (membawa gonadal mosaicism)
orang tua kepada anak serta dikarenakan oleh sexual intercouse yang terlalu
lama (ibu hamil di usia >35 tahun)

83
84
85
2. - Sandyta Rahmawati A:
Apakah KSPR juga diterapkan di luar negri? Jika iya, apakah standar yang
diterapkan juga sama?
- Dio Prastiwi :
Tidak, di luar negri seperti India menggunakan Home Based Mother Card
(HBMC) untuk meningkatkan kualitas pelayanan KIA, disusun dan
direkomendasikan oleh WHO yang telah disesuaikan dengan situasi India , dan
diperkenalkan di 1,5 populasi lakh dari daerah pedesaan di bawah naungan
Dewan Penelitian medis India. Sejumlah 2446 ibu diberi kartu ini dan
ditindaklanjuti untuk jangka waktu 2 tahun. Monitoring dan rujukan untuk
"wanita berisiko" dapat dilakukan dengan bantuan kartu ini. Kartu (HBMC)
diterima oleh ibu serta para tenaga kesehatan sebagai alat untuk meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan KIA yang diberikan di Puskesmas.

3. - Risma Ayu Saraswati:


Apakah prosedur amniosintesis yang menggoreskan placenta itu tidak
berbahaya?
- Astri Purna Wilujeng
Prosedur amniocentesis adalah prosedur test diagnostic secara invasive. Invasive
sendiri berarti melukai. Jadi resiko untuk melakukan amniocentesis tetap

86
memiliki kemungkinan resiko. Untuk amniocentesis sendiri dilakukan pada
trimester 2. Resiko yang mungkin timbul pada amniocentesis adalah infeksi
amnion, keguguran, ketuban pecah dini hingga kelahiran premature.
Dibuktikan dengan jurnal pada pubmed berikut:

87
4. - Nur Laila Faizah :
Kapan waktu yang pas untuk pemeriksaan NIPT ? dan apa yang digunakan untuk
pemeriksaan NIPT ?
- Irma Khoiriyatul Fahmi (1402460025)
Waktu yang paling tepat untuk melakukan pemeriksaan NIPT adalah usia
kehamilan antara 10 0/7 sampai 21 6/7 minggu.
Yang digunakan untuk pemeriksaan NIPT adalah darah ibu untuk diambil DNA
dari ibu.

88
5. - Rezatul Mudholifah :
Bagaimanakah hasil pemeriksaan NIPT ? jelaskan !
- Binti Wasiatul Aziizah
-Gambar tersebut adalah contoh hasil
pemeriksaan NIPT yang terdiri dari deteksi
trisomi 21, trisomi 18, trisomi 13, dst. Hasil
NIPT dapat dibacakan oleh dokter.

6. - Ida Fatmawati Weni :


Dari berbagai skrining tersebut, manakah yang sudah diterapkan di Indonesia ?
- Lisa Listiana Rosa
Di Indonesia sudah ada prosedur amniosintesis

89
Tempat amniocintesis di Indonesia
yaitu di Jakarta Barat

7. - Ayu Putri Yani :


Jika Ibu berusia 25 tahun sudah punya anak cacat, pada kehamilan berikutnya
apakah harus di skrining atau tidak?
- Rahma Adi Wiyani :
Komunitas obstetri dan ginekologi di kanada merekomendasikan semua ibu
hamil untuk ditawari skrining tes prenatal untuk mengidentifikasi kehamilan
yang berisiko memiliki kelainan kromosom. Pada awalnya, Tes ini hanya
ditawarkan untuk wanita >35 tahun, tetapi kemudian direkomendasikan pada
semuaa usia. Mereka yang diidentifikasi memiliki risiko tinggi saat hamil akan
dilakukan tes diagnostik untuk menngarahkan konseling lebih lanjut dan
menentukan perawatan saat kehamilan dan persalinan.
Dalam jurnal yang lain, disebutkan bahwa Diagnosis prenatal invasif
(amniosintesis dan CVS) untuk analisis sitogenik seharusnya tidak dilakukan
tanpa hasil skrining, kecuali untuk wanita yang berisiko tinggi aneuploidi pada
janin (a) karena sudah ditemukan pada pemeriksaan USG, (b) karena

90
kehamilannya adalah program bayi tabung (IVF) dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik, (c) karena pasangannya pernah memiliki anak atau janin dengan
kelainan kromosom atau memiliki keturunan kelainan kromosom.

91

Anda mungkin juga menyukai