Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif
adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah untuk mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti W.J, 2013). Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi sistolik atau diastolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian Preload dan Afterload, kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada pasien (Mariyono dan Santoso, 2008). Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi sistemik di kaki, acites, hepatomegali, efusi pleura, dll. 9
b. Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)
Menurut Ardiansyah (2012) etiologi atau penyebab gagal jantung
antara lain : 1) Kelainan Otot Jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. 2) Arterosklerosis Koroner Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). 3) Hipertensi Sistemik dan Hipertensi Pulmonal Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. 4) Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun. 10
c. Klasifikasi
Menurut Kasron, (2012) klasifikasi dari gagal jantung adalah :
1) Gagal jantung akut-kronik
Gagal jantung akut terjadinya tiba-tiba ditandai dengan penurunan
cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan, hal ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. Sedangkan gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik dan penyakit paru kronik. Pada gagal jantung terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi. 2) Gagal jantung kanan dan kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katup aorta/mitral. Sedangkan pada gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi sistemik di kaki, acites, hepatomegali, efusi pleura, dll. 3) Gagal jantung sistolik dan diastolik
Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya cardiac output menurun dan ventrikel hipertrofi. Sedangkan 11
diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibatnya stok volume cardiac output turun. d. Patofisiologi Menurut Kasron, (2012), fungsi jantung adalah sebagai penyuplai darah yang adekuat keseluruh tubuh baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stres fisiologis. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung antara lain : 1) Preload (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. 2) Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya
serabut jantung. 3) Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang lain harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal jantung bila salah satu atau lebih dari keadaan diatas terganggu menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan preload meningkat contohnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel dan menyebabkan afterload yaitu pada keadaan stenisis aorta dan hipertensi sistemik. 12
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kelainan otot jantung (Kasron, 2012).
Bila kekuatan jantung untuk merespon stress tidak mencukupi
dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan mengalami kegagalan dalam memompa darah keseluruh tubuh. Disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami kelelahan dan kegagalan respon fisiologis pada penurunan curah jantung. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini menggambarkan usaha untuk mempertahankan curah jantung (Ardiansyah, 2012). Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Konsep curah jantung cardiac output (CO) = hate rate (HR) x volume sekuncup/stroke volume (SV) (Brunner & Suddarth, 2002). Apabila suplai darah ke ginjal menurun akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan intravaskuler sehingga terjadi 13
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi
edema.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Proses ini timbul masalah seperti nokturi dimana berkurangnya vasokontraksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites dimana acites dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia (Kasron, 2012). Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru ( darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru, sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam didalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak nafas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron, 2012). Apabila terjadi pembesaran vena di hepar mengakibatkan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang berkurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta menimbulkan gejala letih, lemah, lesu (Brunner dan Suddarth, 2002). 14
e. Manifestasi klinis
Menurut Kasron, (2012), Manifestasi klinis dari gagal jantung
tergantung ventrikel mana yang terjadi. 1) Gagal jantung kiri
a) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas dan dapat mengakibatkan ortopnea yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND). b) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat
jaringan dan oksigen dari sirkulasi normal serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. c) Kegelisahan dan Kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. d) Sianosis
Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forward
failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ seperti kulit dan otot- otot rangka. 15
2) Gagal jantung kanan
Tanda gejalanya antara lain edema ekstremitas bawah atau
edema dependen, hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen, anoreksia dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen, rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal, badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan, tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari ginjal yang menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium, dan cairan, dan tanda gejala gagal jantung kanan terakhir adalah edema akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli (Ardiansyah, 2012). f. Pemeriksaan diagnostik
1) Ekokardiogram
Digunakan sebagai alat pemeriksaan yang pertama untuk gagal
jantung berfungsi memberikan diagnosis disfungsi jantung dan penyebab terjadi disfungsi jantung. Gambaran yang ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel. 16
2) Rontgen atau toraks
Foto toraks posterior dan anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena edema paru atau cardiomegali. 3) Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG untuk pasien gagal jantung dapat
ditemukan kelainan EKG antara lain : a) Left bundle branch blok atau kelainan ST atau T yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis. b) Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan pada segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik. c) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stermisis aorta dan penyakit jantung hipertensi. d) Aritmia adalah devisiasi aksis ke kanan, right bunddle branch block dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan (Muttaqin, 2009). 4) Tes laboratorium darah
a) Enzim hepar akan meningkat pada gagal jantung atau
kongestif. b) AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2. 17
c) Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein (Kasron, 2012). g. Komplikasi gagal jantung
1) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium. 2) Edema paru-paru
Penyebab kelainan paru-paru antara lain gagal jantung kiri
(penyakit katup mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler paru-paru sehingga memenuhi ruang interstisial dan alveoli, kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan berbahaya dapat menyebabkan kebocoran protein plasma, sehingga dengan cepat keluar dari kapiler, episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena akibat statis darah (Ardiansyah, 2012). 18
3) Gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystati C,
gagal jantung juga dapat mengakibatkan gagal ginjal hal ini terjadi karena pada gagal jantung yang memberat terjadi pelepasan neurohormon vasokontriksi dan penyebab retensi sodium dan air, hal ini yang memperburuk fungsi ginjal dan retensi sodium pada ginjal dan jantung. Peningkatan beban jantung berhubungan dengan meningkatnya tekanan vena ginjal, peningkatan tekanan vena sentral menunjukkan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang menyebabkan retensi air dan sodium. Oleh karena itu peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan kanan tidak hanya mengganggu cardiac output tetapi juga disfungsi dengan meningkatkan tekanan vena ginjal. h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF) antara lain :
1) Farmakologis
Terapi pengobatan, meliputi diuretik, vasodilatasi, ace inhibitor,
digitalis, dopamineroik, oksigen. 2) Non farmakologis
a) CHF Kronik
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari), olahraga
secara teratur. 19
b) CHF akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik) dan pembatasan cairan (<1,5
liter/hari) c) Pelaksanaan diet
Pembatasan natrium digunakan untuk mencegah, mengatur, atau
mengurangi edema (Ardiansyah, 2012). d) Pendidikan Kesehatan
Menginformasikan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan
penanganannya, monitoring berat badan setiap hari dan intake natrium, diet pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti pisang dan jeruk, teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis (kasron, 2012). 2. Elevasi a. Pengertian Elevasi merupakan usaha untuk menempatkan kaki lebih tinggi dari posisi jantung agar didapatkan pengaruh gaya gravitasi bumi dengan pengangkatan kaki pada sudut 30, 45, dan 90 (Starkey, 2004). Elevasi merupakan upaya penggunaan gaya gravitasi bumi untuk meningkatkan aliran balik vena dan limfe akibatnya terjadi penurunan tekanan hidrostatik (Villeco & Otr, 2012). Sudut elevasi yang dianjurkan adalah 30, 45, 60 dan 90. Elevasi adalah penempatan kaki lebih tinggi dari jantung untuk mendapatkan efek gravitasi yang optimal dengan sudut 30, 45 dan 90 yang dilakukan selama 20 menit sehingga berdampak pada penurunan tekanan 20
hidrostatik pada akhirnya menngkatkan aliran vena dan limfe.
b. Konsep elevasi kaki Normal volume darah manusia sekitar 70-75 ml/kgBB. Volume darah didistribusikan diantara intra thorak (15%) dan ekstra thorak (85%). Prosentase terbanyak ekstra thorak berada didalam sistem vena (70%) sekitar 2500 ml, arteri (10%) dan kapiler (5%). Pada keadaan normal, pada posisi berdiri dimana kaki tidak bergerak, system vena pada kaki bisa berisi darah sampai 500 ml (Ganong, 2008). Elevasi kaki merupakan pengaturan posisi dimana anggota gerak bagian bawah diatur pada posisi lebih tinggi dari pada jantung. Kondisi tersebut merupakan suatu upaya untuk membuat suatu perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian badan atau jantung. Pada saat ada hilangnya tonus otot vena, maka darah dalam pembuluh darah bersifat seperti cairan yang mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, tetapi pada aliran darah dari kaki untuk sampai ke jantung akan melewati hambatan dari tekanan abdomen. Oleh karena itu maka ketinggian dari elevasi kaki perlu diperhitungkan (Guyton, 2008). Aliran darah melalui pembuluh darah ditentukan oleh perbedaan tekanan diantara kedua ujung pembuluh darah yang merupakan tenaga pendorong darah melalui pembuluh darah. Tekanan yang mendorong darah melalui pembuluh darah merupakan gabungan dari tiga komponen yaitu energi tekanan, energi kinetik dan energi gravitasi. Sedangkan tahanan salah satunya tergantung diameter pembuluh darah, semakin besar diameter pembuluh darah maka akan semakin kecil tahanan yang merintangi aliran darah (Guyton, 2008). Aliran darah di dalam sirkulasi bersifat laminar dan di dalam vena terdapat katub yang memungkinkan aliran darah vena selalu menuju ke jantung (Ganong, 2008).