OLEH :
Kelompok 7
Suciyati Yunus
Hendra Gunawan
Rifda Amirah
Satiani Safitri
Nur Fitri Ekawati
Andi Fadhilah
Nirwana
Rahmiati
Penulis,
ii
DAFTAR PUSTAKA
BAB I.......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II ......................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
PENUTUP ................................................................................................ 15
A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak Pidana Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang
mengguanakan uang hasil tindak pidana. Dengan perbuatan itu uang
dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah
muncul uang yang sah atau uang yang halal. Dengan kata lain pencucian
uang adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan harta yang
diperoleh dari hasil tindak kejahatan untuk menghindari penuntutan dan
penyitaan. Pencucian uang adalah salah-satu kejahatan yang sering
dibicarakan saat ini. Pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan
negara, Karena dapat mempengaruhi stabilitas dan perekonomian nasional
khususnya keuangan negara.
Dana-dana yang berasal pelbagai macam kejahatan pada umumnya
tidak langsung digunakan atau dibelanjakan oleh para pelaku kejahatan.
Sebab konsekuensinya akan mudah dilacak oleh apparat penegak hukum
mengenai sumber memperolehnya. Biasanya, dana yang terbilang besar
dari hasil kejahatan dimasukkan terlebih dahulu kedalam system keuangan,
terutama dalam model perbank kan. Model perbank kan inilah yang sangat
susah dilacak oleh apparat penegak hukum. Para pelaku kejahatan
seringkali menanamkan uang hasil kejahatannya diberbagai bisnis legal
seperti membeli saham perusahaan-perusahaan besar di bursa efek yang
tentu memiliki keabsahan yuridis dalam oprasionalnya seolah olah terlihat
bahwa kekayaan para penjahat yang diputar melalui proses-proses
sepertinya menjadi sah adanya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pencucian Uang?
2. Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang?
3. Faktor Pendorong Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang?
1
4. Langkah Pemerintah dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian
Uang
C. Tujuan
Adapu Tujuan Penulisan makalah ini yakni;
1. Mengetahui Defenisi Pencucian Uang.
2. Mengetahi Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang.
3. Mngetahui Faktor Pendorong Terjadinya Tindak Pidana Pencucian
Uang.
4. Mengetahui Langkah Pemerintah dalam memberantas Tindak Pidana
Pencucian Uang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Definisi
Sedangkan pengertian pencucian uang menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah:
pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur pelaku,
unsur perbuatan melawan hukum serta unsur merupakan hasil tindak
pidana. Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian
uang dapat dilihat ketentuan dalam Pasal (3), (4), dan (5) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010. Intinya adalah bahwa tindak pidana
pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik
oleh seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
3
hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang menerima dan
mengusainya. (http://www.negarahukum.com)
Kemudian salah satu ahli yaitu Alford menyatakan bahwa pengertian
pencucian uang sebagai berikut:
pencucian uang (money laundering) adalah proses yang dilakuakan untuk
mengubah hasil kejahatan dari korupsi, kejahatan narkotika, perjudian,
penyelundupan dan lain-lain dengan menggunakan sarana lembaga
keuangan sehingga uang hasil dari kegiatan yang sah karena asal- usulnya
sudah disamarkan atau disembunyikan. (Alford, 1994)
Melihat dari pengertian atau penjelasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pencucian uang (money laundering) pada intinya
melibatkan aset pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kejahatan
atau berasal dari kegiatan atau perbuatan yang melawan hukum yang
diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang
sah/legal. Atau proses yang dilakukan sesorang atau organisasi kejahatan
terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan,
dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut
dari pemerintah atau otiritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang
tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila
uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka
keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.
4
b. Memperoleh uang melalui cara-cara melanggar hukum, misalnya hasil
penjualan obat terlarang (drug sakes), perjudian gelap (ilegal gambling),
penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution),
perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan (smugglig), dan
kejahatan kerah putih (white collar crime).
Awalnya yang menjadi objek pencucian uang yang paling utama
dilakukan adalah hasil dari penjualan obat-obatan terlarang dan
penyelundupan. Namun sejak terjadinya bom WTC di Amerika Serikat,
maka pada saat itu kegiatan terorisme pun menjadi salah satu prioritas
objek pencucian uang. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pencucian Uang, disebutkan bahwa yang menjadi
objek Tindak Pidana Pencucian uang adalah :
1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayan yang diperoleh dari tindak
pidana: Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
2) Korupsi;
3) Penyuapan;
4) Narkotika;
5) Psikotropika;
6) Penyelundupan tenaga kerja;
7) Penyelundupan migran;
8) Di bidang perbankan;
9) Di bidang pasar modal;
10) Di bidang perasuransian;
11) Kepabeanan;
12) Cukai;
13) Perdagangan orang;
14) Perdagangan senjata gelap;
15) Terorisme;
16) Penculikan;
17) Pencurian;
5
18) Penggelapan;
19) Penipuan;
20) Pemalsuan uang;
21) Penjudian;
22) Prostitusi;
23) Di bidang perpajakan;
24) Di bidang kehutanan;
25) Di bidang lingkungan hidup
26) Di bidang kelautan dan perikanan; atau
27) Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia.
28) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan
dan/atau digunakan secara lanngsung atau tidak langsung untuk
kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan
disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf n.
6
penyeludupan uang tunai dari suatu Negara ke Negara lain, penggabungan
antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh
dari hasil kegiatan yang sah, atau caracara lain seperti pembukaan
deposito, pembelian sahamsaham atau juga mengkonversikannya ke
dalam mata uang Negara lain.
2. Tahap layering
Tahap (layering) merupakan upaya untuk menstransfer harta kekayaan,
berupa benda bergerak atau tidak bergerak berwujud maupun tidak
berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk
kedalam sistem keuangan melalui penepatan (placement). Dalam proses
ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil Placement ke beberapa
rekening atau lokasi tertentu lainnya dengan serangkaian transaksi yang
kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber
dana haram tersebut. Layering dapat pula dilakukan dengan transaksi
jaringan Internasional baik melalui bisnis yang sah atau Perusahaan
perusahaan shell( perusahaan mempunyai nama dan badan hukum
namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun).
Teknik lain dari layering ialah memberi efek (saham dan obligasi),
kendaraan, dan pesawat terbang atas nama orang lain. Kasino sering juga
digunakan karena kasino menerima uang tunai. Sekali uang tunai tersebut
dikonversikan kedalam chips dari kasino tersebut, maka dana yang telah
dibelikan chips tersebut dapat ditarik kembali dengan menukarkan chips
tadi dengan cek yang dikeluarkan oleh kasino tersebut.
3. Tahap intergration
Tahap menggunakan harta kekayaan (intergration), suatu upaya
menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui placement atau layering
sehingga seolaholah menjadi harta kekayaan yang halal. Proses ini
merupakan upaya untuk mengembalikan uang yang telah dikaburkan
jejaknya sehingga pemilik semula dapat menggunakan dengan aman.
Disini uang yang di cuci melalui placement maupun layering dialihkan
kedalam kegiatankegiatan resmi sehingga tampak seperti tidak
7
berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi
sumber dari uang tersebut.
Sebagaimana dikemukakan oleh Jeffrey Robinson, tahap placement adalah
tahap yang paling rentan (vulnerable) bagi pencuci uang karena apabila
pencuci uang tidak dapat memasukkan uang haram tersebut kedalam
proses pencucian, maka ia tidak akan dapat mencuci uang haram tersebut.
Namun, sekali uang haram itu berhasil di konversikan ke dalam nomor
nomor (rekening bank) yang muncul di suatu layar komputer dan nomor
nomor tersebut berhasil dipindahkan mondarmandir melintasi dunia, maka
hal itu seperti halnya riak air sebagaimana digambarkan diatas lenyap dan
batu tersebut terkubur di dalam lumpur di dasar kolam itu.
8
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidanadipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
9
5. Faktor electronic banking
Dengan diperkenalkannnya sistem ini dalam perbankan maka
diperkenalkannya ATM (Automated Teller Machine) dan wire transfer.
Electroric memberikan peluang bagi pencucian uang model baru
dengan menggunakan jaringan internet yang disebut cyber laundering.
6. Faktor electrinic money atau e-money
Dengan munculnya jenis uang baru ini yang disebut yang merupakan
suatu sistem yang secra digital ditandatangani suatu lembaga penerbit
melalui kunci enkripsi pribadi dan melalui enkripsi ini dapat
ditransmisikan kepada pihak lain maka memudahkan
pelaku electronic commerce melalui jaringan internet, pelaku tersebut
juga sebagai cyberspace atau cyber laundering. Mengakibatkan
semakin sulitnya untuk melacak kejahatan pencucian uang tersebut.
7. Faktor layering
Penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum (lawyer)
dimana sumber pertama sebagai pemilik sesungguhnya atau siapa
sebagai penyimpan pertama tidak diketahui lagi jelas, karena deposan
yang terakhir hannyalah sekedar ditugasi untuk mendepositkannya di
suatu Bank. Pemindahan demikian dilakukan beberapa kali sehingga
sulit dilacak petugas.
8. Faktor pemberi jasa hukum (lawyer)
Adanya faktor ketentuan hukum bahwa hubungan lawyer dengan klien
adalah hubungan kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan.
Akibatnya, seorang lawyer tidak bisa dimintai keterangan mengenai
hubungan dengan kliennya.
9. Faktor kesungguhan pemerintah
Adanya ketidaksungguhan dari negara-negara untuk melakukan
pemberantasan praktek pencucian uang dengan sistem perbankan.
Ketidakseriusan demikian adalah karena suatu negara memandang
bahwa penempatan dana-dana di suatu bank sangat diperlukan untuk
pembiayaan pembangunan.
10
10. Faktor peraturan setiap negara
Belum adanya peraturan-peratran money laundering di dalam suatu
negara tertentu, sehingga menjadi pratek money laundering menjadi
subur.
11
itu Vienna Convention 1988 juga berupaya untuk mengatur infrastruktur
yang mencakup persoalan hubungan internasional, penetapan norma-
norma, peraturan dan prosedur yang disepakati dalam rangka mengatur
ketentuan anti pencucian uang. Yunus Husein. (Artikel Hukum Pidana:
Hubungan antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkotika dan Tindak Pidana
Pencucian Uang. 2006. http://www.ditjenphka.go.id) Dan untuk membuat
para pelaku perdagangan narkotika tidak mudah menggunakan uang
hasil kejahatan narkotika tersebut, umumnya pelaku perdagangan
narkotika illegal mencuci uangnya terdahulu, sehingga perlu dibuat rezim
anti pencucian uang.
Kemudian untuk menindaklanjuti konvensi tersebut, pada bulan Juli
tahun 1989 di Paris telah dibentuk sebuah satuan tugas yang khusus
menangani money laundering yang disebut dengan The Financial Action
Task Force (FATF)Bismar Nasution., Op.Cit., hlm. 2-3., sebuah organisasi
yang bertujuan membebaskan bank dari praktik money laundering, dimana
FATF memperediksikan jumlah uang yang diputihkan setiap tahun di
seluruh dunia melalui transaksi bisnis haram narkotika berkisar antara US
$ 300 milyar dan US $ 500 milyar. N.H.T.Siahaan
FATF memasukkan Indonesia tanggal 22 Juni 2001, di samping 19
negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative Countries Territories
(NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatif dalam menangani kasus
money Laundering. Kesembilan belas negara lainnya itu adalah Mesir,
Rusia, Hongoria, Israel,
Lebanon, Filippina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Re
publik
Dominika, Guatemala, St.Kitts dan Nevis, St. Vincent dan Grenadines
serta Ukrania. Alasan FATF memasukkan Indonesia dalam daftar tersebut
berdasarkan pengamatan dan pertimbangan yang sangat cermat bahwa
Indonsia disinyalir menjadi salah satu sumber sekaligus muara kegiatan
money laundering. Dalam the 40 FATF Recommendations, Indonesia
dianggap tidak kooperatif dengan Rekomendasi ke-15 yang menyatakan
agar bank memberikan perhatian khusus kepada suatu transaksi yang tidak
benar latarbelakangnya berupa melaporkan kepada petugas yang
berwenang. Untuk lebih jelas, di bawah ini Rekomendasi ke-15 tersebut
12
yang telah dikutip: N.H.T.Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan
Perbankan. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2002). hlm.2.
if Financial institution suspect that funds stem from a criminal activity, they
should be required to report promptly their suspicious to the competent
authorities.
Hingga pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari
NCCTs setelah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai suau dasar hukum yang
lebih komprehensif di negara kita untuk memerangi prakteik money
laundering.
Money Laundring yang diterjemahkan dengan pencucian uang dalam
UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang didefenisikan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang RI No. 25
Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang : sebagai perbuatan
menempatkan, mentranrfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan yang sah.Definisi tersebut
perlu diberikan penjelasan sebagai berikut: dalam defenisi tersebut terdapat
kata seolah olah,sehingga walaupun proses pencuci an uang hasil
tindak pidana yang dilakukan, namun harta kekayaan yang berasal dari
hasil tindak pidana tidak pernah menjadi sah atau di putihkan. Dengan
demikian istilah yang dipakai adalah Pencucian Uang bukan
Pemutihan Uang. Money laundering selalu berkaitan dengan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana, sehingga tidak ada pencucian
uang kalau tidak ada tindak pidana yang dilakukan (no crime no money
laundering). (Yunus Husein, Tindak Pidana Pencucian Uang
http://www.docstoc.com)
Pemerintah bersama badan legislatif seiring berjalannya waktu mulai
memikirkan bahwa upaya pemberantasan saja tidak cukup untuk
menangani permasalahan kejahatan ini. Oleh karena itu dibutuhkan upaya
13
preventif (pencegahan) yang berguna untuk mencegah tindak pidana ini
agar jangan sampai terjadi terus menerus. Dari pemikiran inilah maka
dikeluarkan Undangundang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana.
Pencucian. Undangundang ini secara otomatis mencabut Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang perubahan atas
UndangUndang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Penjelasan Umum Undang Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2003 tentang pencucian
uang, berarti menganggap perbuatan pencucian uang sebagai tindak
pidana (kejahatan) yang harus ditindak tegas oleh para penegak hukum
yang berwenang.
Dengan adanya perangkat hukum yang tegas hal ini bisa dijadikan
sebagai perwujudan rasa keadilan. Sanksi tindak pidana pencucian uang
berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar
rupiah).
Selain itu pihak yang terlibat seperti pelapor dan saksi memiliki
perlindungan hukum dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri,
jiwa, dan/atau hartanya termasuk keluarganya. Dalam kasus money
laundering kepolisian dan penuntut umum juga memiliki kesulitan dalam
membuktikan terjadinya tindak pidana pencucian uang karena modusnya
yang bervariasi dan biasanya tidak ditemukan adanya cukup alat bukti.
B. Saran
Untuk mencegah dan mengusut serta menindak tindak pidana
pencucian uang yang termasuk kejahatan terselubung dan luar biasa, perlu
pengadaan cara-cara dan teknologi yang luar biasa dalam menangani
tindak pidana pencucian uang oleh apparat penegak hukum yang terkait.
15
DAFTAR PUSTAKA
16