Disusun oleh
Nia Nurhayati
1206360
Disusun oleh
Disetujui oleh :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh
Disetujui oleh
Supervisor PLA
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. karena atas semua
karunianya Laporan Individual Program Latihan Akademik (PLA) yang bertempat
di Badan Meteorolagi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG) Klas I Bandung
dengan judul Analisis Pengaruh El Nino Terhadap Curah Hujan di Wilayah
Bandung ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan PLA ini berisi tentang analisis pengaruh El Nino terhadap curah hujan
di Bandung dan dampak yang dihasilkan akibat terjadinya El Nino di wilayah
Bandung.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan akhir ini yaitu kepada :
1. Bapak Judhistira Aria Utama, M.Si. dan Bapak M. Iid Mujtahiddin, S.Si.
selaku dosen pembimbing.
2. Ibu Dr. Selly Feranie, M.Si selaku koordinator PLA.
3. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi dukungan.
4. Teman-teman yang telah membantu dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan akhir ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
F. Deskripsi Kegiatan Program Latihan Akademik (PLA) ............................ 15
G. Jadwal Kerja Kegiatan Program Latihan Akademik (PLA) ...................... 15
H. Masalah yang dihadapi dan Cara Penyelesaiannya .................................... 15
I. Pembimbingan ........................................................................................... 16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 17
A. Hujan .......................................................................................................... 17
B. Curah hujan di Indonesia ........................................................................... 17
C. El Nino Southern Oscillation (ENSO) ....................................................... 19
D. El Nino di Indonesia ................................................................................... 22
E. Southern Oscillation Index (SOI) ............................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 26
A. Pengaruh El Nino terhadap curah hujan ...... Error! Bookmark not defined.
B. Korelasi SOI dan curah hujan ..................... Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran ........................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Cemara ................................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 2 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Cileunyi .................................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 3 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Talaga Bodas .......................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 4 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Soreang................................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 5 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Cibereum ................................................................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 6 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Padalarang .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 7 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Cibuni ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 8 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Lembang................................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 9 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Husein .................................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 10 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Rajamandala ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 11 Periode musim kemarau iklim normal dan saat terjadi El Nino Stasiun
Kertamanah ............................................................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 12 Korelasi antara SOI dan curah hujan saat terjadi El Nino.................. 26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia
berkontribusi terhadap pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
Banyaknya tuntutan perusahaan yang menginginkan lulusan sarjana siap pakai
menuntut para mahasiswa untuk mencari pengalaman tentang dunia kerja
sebelum lulus. Melalui Program Studi Fisika dengan bidang keahlian Fisika
Bumi akan menciptakan lulusan yang ahli di bidangnya yang akan
menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, mahasiswa memerlukan Program Latihan Akademik (PLA)
sebagai salah satu tugas kuliah.
Program Latihan Akademik atau biasa disebut Kerja Praktik merupakan
bagian integral dari proses pendidikan akademik pada jenjang S-1 yang
dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar kepada mahasiswa
dalam situasi nyata di lapangan dalam upaya mencapai kompetensi yang
secara utuh telah ditetapkan oleh Program Studi Fisika. Dalam melaksanakan
PLA mahasiswa melakukan aktivitas belajar dengan bekerja pada suatu unit
industri/usaha tertentu yang tidak hanya menuntut mahasiswa menggunakan
pengetahuan dan keterampilan akademik yang telah diperoleh melalui
perkuliahan sesuai dengan tuntutan nyata dalam situasi kerja, mahasiswa juga
dituntut untuk mendapat pengalaman kerja profesional serta mengintegrasikan
pengalamannya itu ke dalam pola perilaku dirinya sebagai pribadi yang efektif
dan produktif.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah salah satu
lembaga pemerintah non departemen yang dapat digunakan sebagai Tempat
Program Latihan Akademik. Dengan tiga cabang ilmu fisika yang berbeda
1
yaitu Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, mahasiswa fisika khususnya
kelompok bidang kajian Bumi Antariksa.
Indonesia merupakan negara yang terletak diantara dua Benua (Asia dan
Australia) dan dua Samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik).
Akibat posisi inilah iklim di Indonesia di pengaruhi oleh beberapa fenomena,
salah satunya dipengaruhi oleh fenomena ENSO (El Nino Southern
Oscillation). El Nino adalah gejala penyimpangan kondisi meningkatnya suhu
permukaan laut yang signifikan di samudera Pasifik sekitar ekuator khususnya
dibagian Tengah dan Timur dan berdampak pada pengurangan jumlah curah
hujan yang signifikan di Indonesia (BMKG, 2015). Berdasarkan kejadian
fenomena El Nino pada tahun 2015, perubahan iklim telah terjadi di berbagai
wilayah Indonesia. Perubahan iklim yang terjadi di berbagai wilayah
Indonesia mengakibatkan gangguan iklim, salah satu gangguan iklim yang
terjadi pada tahun 2015 adalah musim kemarau yang berkepanjangan yang
mengakibatkan masalah kekeringan di berbagai wilayah Indonesia akibat
menurunnya curah hujan selama tahun 2015. Masalah kekeringan yang
dialami Indonesia pada tahun 2015 berkaitan dengan adanya fenomena El
Nino. El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi laut dan
atmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di daerah
Samudera Pasifik bagian timur sekitar ekuator (Kraningtyas, 2015 ).
2
masalah kekurangan air bersih dan kekeringan lahan pertanian. Karena itulah
penelitian pengaruh El Nino terhadap curah hujan di wilayah Bandung di
lakukan untuk mengetahui wilayah Bandung yang terkena dampak El Nino.
3
normal, data curah hujan pada stasiun cemara selama 30 tahun (1981-
2010), dan untuk 10 Stasiun lainnya selama 16 tahun (2000-2015).
3. Kejadian El Nino sebagai faktor pengaruh curah hujan .
4. Kabupaten dan Kota Bandung sebagai wilayah pengamatan pengaruh El-
Nino terhadap curah hujan.
4
Metode Pengkajian Laporan berisi mengenai cara penulis mengkaji
isi laporan.
f. Sistmatika Penulisan Laporan
Pada bagian ini penulis memberikan gambaran urutan isi laporan.
2. Bab II Deskripsi TPLA dan Pelaksanaan PLA
Bab ini berisi informasi mengenai tempat pelaksanaan program latihan
akademik dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan program latihan
akademik yang dilaksanakan oleh penulis. Bab ini terdiri dari:
a. Profil Singkat TPLA
Berisi profil singkat BMKG secara umum seperti alamat, telepon,
visi, misi dan informasi umum lainnya.
b. Sejarah Singkat TPLA
Berisi perjalanan dari awal terbentuknya BMKG sampai sekarang
dengan berbagai macam perubahan nama, naungan hingga tempat.
c. Deskripsi Kerja Setiap Bidang
Berisi uraian tugas kerja setiap bidang sesuai dengan struktur
organisasi di atas.
d. Struktur Organisasi
Berisi bagan struktural dari mulai kepala balai hingga sub bagian
bidang secara terstruktur.
e. Jadwal Kerja Kegiatan PLA
Berisi jadwal kerja penulis dari awal pelaksanaan PLA hingga
akhir pelaksanaan PLA.
5
Berisi uraian nama pembimbing baik yang berasal dari TPLA
ataupun yang berasal dari Universitas.
5. Bab V Penutup
Penutup terdiri dari:
a. Simpulan
Berisi mengenai simpulan dari bab I sampai bab IV.
b. Saran
Berisi saran yang diungkapkan penulis untuk berbagai pihak yang
terkait dengan pembuatan laporan ini.
BAB II
DESKRIPSI TEMPAT PROGRAM LATIHAN AKADEMIK (TPLA) DAN
PELAKSANAAN PROGRAM LATIHAN AKADEMIK (PLA)
6
A. Profil Singkat TPLA
Nama Instansi : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Klas I
7
dilingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk
melayani kepentingan Angkatan Udara. Selain itu dibentuk Jawatan
Meteorologi dan Geofisika di Jakarta, di bawah Kementerian Pekerjaan
Umum dan Tenaga. Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan
Geofisika diambil alih aloh Pemerintah Belanda dan namanya diganti
Meteorologisch en Geofische Dienst. Sementara itu terdapat pula Jawatan
Meteorologi dan Geofisika yang dipertahankan oleh pemerintah Republik
Indonesia, kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
8
Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lemabaga
Pemerintah Non Departemen. Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi
dan, Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono.
Pada tahun 1970 kepala stasiun Geofisika Bandung diganti oleh Bapak
Sulaeman Ismail. Pada masa ini sekitar tahun 1971 Stasiun Geofisika Bandung
berpindah tempat ke lokasi baru di Jalan Cemara No.66 sampai dengan
sekarang. Selain peramatan Geofisika di lokasi yang baru ini telah dilengkapi
pula oleh Taman Alat Meteorologi untuk pembuatan Synop dan Prakiraan
Cuaca. Masa kepemimpinan Bapak Sulaiman Ismail berakhir pada tahun
1976. Pada tahun 1976 Kepala Stasiun Geofisika Bandung digantikan oleh
Bapak Suhardi sampai dengan tahun 1988. Pada tahun 1988 Kepala Stasiun
Geofisika Bandung digantikan oleh Bapak Efendi Saleh sampai dengan tahun
9
1991. Pada tahun 1991 Kepala Stasiun Geofisika Bandung digantikan oleh
Bapak Sunyoto, Dipl Seis sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2001 Kepala
Stasiun Geofisika Bandung digantikan oleh Bapak Drs. Taufik Rivai, DEA
sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2003, Kepala Stasiun Geofisika
Bandung digantikan oleh Bapak Drs.H.Hendri Subakti, M.Si. sampai dengan
tahun 2008. Pada masa kepemimpinan beliau BMKG membuka lokasi baru
untuk Stasiun Observatori yang berada di Pelabuhan Ratu Sukabumi di atas
tanah 10 Ha.. Pada tahun 2008 Kepala Stasiun Geofisika Bandung digantikan
oleh Bapak Drs. Jaya Murjaya, M.Si. sampai dengan tahun 2009. Pada tahun
2009, Kepala Stasiun Geofisika Bandung digantikan oleh Bapak H. Junadi, ST
sampai dengan 2013. Pada tahun 2013 Kepala Stasiun Geofisika Klas I
Bandung digantikan oleh Bapak M.Hidayat, S.Si.. Pada tahun 2014 Kepala
Stasiun Geofisika Klas I Bandung digantikan oleh Bapak Rifwar Kamin, S.Si.
sampai sekarang. Seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi Stasiun
Geofisika Bandung telah banyak mengalami perubahan dan perbaikan dari
mulai kantor yang sederhana sampai sekarang ini dan dimulai dari peralatan
yang konvensional/manual sampai peralatan yang digital/komputerisasi.
1. Visi
Terwujudnya BMKG yang tanggap dan mampu memberikan
pelayanan meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang
10
handal guna mendukung keselamatan dan keberhasilan pembangunan
nasional serta berperan aktif di tingkat Internasional.
2. Misi
Dalam rangka mewujudkan Visi BMKG, maka diperlukan Visi yang
jelas yaitu berupa langkah-langkah BMKG untuk mewujudkan Misi yang
telah ditetapkan yaitu:
a. Mengamati dan memahami fenomena meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika.
b. Menyediakan data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika yang handal dan terpercaya.
c. Melaksanakan dan mematuhi kewajiban Internasional dalam bidang
meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
d. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
3. Tujuan
Tujuan didirikannya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan investasi disektor iklim dan cuaca.
b. Pengembangan kawasan observasi.
c. Peningkatan kualitas dan akses informasi mengenai meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
d. Penguatan kelembagaan.
D. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan adanya
hubungan antara berbagai kegiatan perusahaan, tanggung jawab, wewenang
serta tugas kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan perusahaan. Berikut adalah bagan
struktur organisasi BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Bandung :
11
Gambar 2. 1 Struktur organisasi BMKG Stasiun Geofisika Klas I Bandung
1. Kepala Kantor
a. Fungsi Pokok
Menyelenggarakan kegiatan operasional kantor yang meliputi
pengelolaan sumber daya manusia beserta sarana pendukungnya,
operasional pengumpulan data, perencanaan, pembangunan, pelayanan dan
pemeliharaan data BMKG.
b. Uraian Tugas
1) Bertanggung jawab atas segala aktivitas yang berada di
lingkungannya, baik meteorologi, klimatologi maupun geofisika.
2) Berkoordinasi dengan pejabat di lingkungan BMKG terkait
pengambilan keputusan di bidang meteorologi, klimatologi
maupun geofisika.
12
Melaksanakan kegiatan bidang tata usaha yang terkait dengan aktivitas
yang berada di lingkungan kantor BMKG Stasiun Geofisika Klas 1
Bandung.
b. Uraian Tugas
Bertanggung jawab atas segala aktivitas yang berada di lingkungan tata
usaha terkait manajemen data pegawai, pengarsipan surat dan
pengendalian keuangan, diantaranya :
1) Melakukan manajemen data pegawai di lingkungan kantor.
2) Melakukan pengarsipan surat masuk dan keluar kantor.
3) Melakukan pengendalian keuangan masuk dan keluar kantor.
4) Melakukan pengendalian keuangan barang-barang kantor.
5) Berkoordinasi dengan bagian lain di BMKG Stasiun Geofisika
Klas 1 Bandung.
13
Menyelenggarakan kegiatan pengolahan data hasil observasi dan
pengamatan yang telah dilaksanakan di lapangan.
b. Uraian Tugas
1) Bertanggung jawab atas segala aktivitas yang berada di
lingkungan tata usaha terkait kegiatan observasi yang berkaitan
dengan bidang meteorologi, klimatologi dan geofisika.
2) Berkoordinasi dengan bagian lain di BMKG Stasiun Geofisika
Klas 1 Bandung.
3) Memimpin dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengolahan dan
analisa, pelayanan jasa meteorologi, klimatologi dan geofisika.
4) Mendampingi kepala BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Bandung
untuk menghadiri undangan rapat dengan instansi terkait atas
dasar perintah dan penugasan.
5) Bertanggung jawab dengan pengolahan data dan informasi hasil
bagian observasi.
14
5) Melaksanakan perintah untuk menganalisa data hasil observasi
(Seksi Data dan Informasi).
6) Melaksanakan perintah dari kepala kantor (berlaku bagi seluruh
kelompok jabatan fungsional).
15
I. Pembimbingan
Dalam melaksanakan kegiatan PLA ini penulis dibimbing oleh dua
pembimbing. Pembimbing I oleh Judhistira Aria Utama, M.Si. sebagai dosen
pembimbing di UPI dan Pembimbing II oleh Bapak Muhamad Iid
Mujtahiddin, S.Si. sebagai dosen pembimbing Luar Biasa (LB) di BMKG.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hujan
Hujan menurut Tjasyono (2008: 24) merupakan contoh endapan
(presipitasi) dalam bentuk tetes cair. Menurut Asdak (1995) dalam Firman
(2012) menyebutkan terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan
massa air basah ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda
tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya, karena adanya
akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi,
dan pada saat jenuh massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan.
17
rendah di Asia dan tekanan tinggi di Australia yang mengakibatkan timbulnya
monsun timur atau monsun tenggara.
18
Gambar 3. 1 Pola curah hujan di Indonesia
Tipe pola curah hujan di Indonesia. Gambar (a) pola curah hujan
monsun, gambar (b) pola curah hujan ekuatorial dan, gambar (c) pola
curah hujan lokal. Sumber: (Avia,1994; Avia 2002)
Curah hujan di Indonesia tidak selalu dalam keadan normal. Hal ini
karena curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa fenomena
global. Salah satunya adalah ENSO ( El Nino Southern Oscillation).
1. Fase Netral
Dalam keadaan netral (tidak dalam fase El Nino atau La Nina) angin
pasat berhembus dari timur ke barat melintasi permukaan Samudera
Pasifik Tropis, membawa udara lembab yang hangat dan air permukaan
hangat menuju Pasifik Barat dan menjaga Samudera Pasifik Tengah relatif
dingin dan termoklin lebih dalam di sebelah barat dari timur (Bureau of
Meteorologi, 2012)
19
Gambar 3. 2 Samudera Pasifik
Samudera Pasifik saat tidak terjadi El Nino. Kolam hangat berada di daerah Pasifik Barat
(Sumber: www.bom.gov.au)
2. Fase El Nino
20
angin pasat seharusnya bertiup. Gelombang ini mengakibatkan
terangkatnya lapisan termoklin di Pasifik Barat, dan menurunkan lapisan
termoklin di Pasifik Timur. Di kolam dingin Pasifik Timur, penurunan
lapisan termoklin menghentikan proses upwelling, dan temperatur
permukaan laut meningkat. Aliran air ke arah barat berbalik ke arah Timur
selama melemahnya angin pasat, sehingga mengakibatkan kolam air panas
di barat berpindah ke arah timur (Hardian, 2015). Akibatnya terjadi
banyak penguapan dan konveksi kuat di daerah Pasifik Timur dan
mengakibatkan darah Pasifik Barat mengalami penurunan curah hujan
akibat sulit terbentuknya awan konvektif yang menghasilkan hujan.
21
3. Fase La Nina
(Sumber: www.bom.gov.au).
D. El Nino di Indonesia
Indonesia yang terletak diantara dua Benua yaitu Benua Asia dan Benua
Australia dan dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik
membuat iklim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa fenomena regional dan
fenomena global. Fenomena regional seperti fenomena monsun yang
ditimbulkan oleh adanya perbedaan tekanan di Benua Asia dan Benua
Australia mengakibatkan iklim Indonesia dipengaruhi oleh fenomena monsun.
Lokasi Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia mengakibatkan iklim di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena global.
Salah satunya adalah fenomena ENSO ( El Nino Southern Oscillation). Gejala
22
ENSO memberikan pengaruh terhadap kondisi laut di Indonesia yaitu menjadi
lebih dingin pada tahun El Nino dan lebih hangat pada tahun La Nina
(Aldrian, 2008 dalam Sitompul, 2013). Peristiwa El Nino ditimbulkan karena
adanya pergeseran kolam hangat ke arah bagian timur ( Pasifik Tengah dan
Pasifik Timur), peristiwa diiringi oleh pergeseran lokasi pembentukan awan
yang biasanya terjadi di wilayah Indonesia ke arah bagian timur ( Pasifik
Tengah dan Timur). Selama peristiwa El Nino, pergerakan angin melemah
atau bahkan mungkin berbalik, yang memungkinkan daerah yang lebih hangat
dari pada air biasa untuk bergerak ke Samudera Pasifik Tropis bagian tengah
dan timur. Ini lebih hangat daripada suhu laut yang normal berhubungan
dengan kedalaman termoklin di pusat Pasifik Timur. Sebuah upwelling lemah
dari air laut yang lebih dingin dari bawah juga memberikan kontribusi untuk
suhu permukaan laut yang lebih hangat (Bureau of Meterology, 2012).
Dengan adanya pergeseran kolam hangat dan bergesernya lokasi pembentukan
awan ke daerah Pasifik Timur, mengakibatkan terjadi banyak penguapan dan
konveksi kuat di daerah Pasifik Timur dan mengakibatkan darah Pasifik Barat
mengalami penurunan curah hujan akibat sulit terbentuknya awan konvektif
yang menghasilkan hujan.
Untuk dapat mengetahui kejadian El Nino dapat digunakan SOI. SOI atau
Southern Oscillation Index adalah indeks yang digunakan untuk menghitung
perubahan yang terjadi di Tahiti dan Darwin (Suratno, 2002).
23
E. Southern Oscillation Index (SOI)
El Nio dan Oscillation Southern dua karakteristik komponen yang besar
yaitu komponen oseanografis (laut) yaitu El Nino dan komponen meteorologis
(atmosfer) yaitu Osilasi Selatan (Tjasyono, 2008: 104). Southern Oscillation
mengacu pada variabilitas kekuatan sistem Sirkulasi Walker dan diukur
melalui Indeks Osilasi Selatan. Selama kejadian El Nio sirkulasi Walker
melemah , sehingga mengakibatkan kondisi kering ke wilayah Pasifik Barat.
Selama peristiwa La Nina sirkulasi Walker sangat kuat, dan curah hujan
mungkin sangat tinggi di Indonesia (Reid Phil, 2012).
SOI Keterangan
-5 0 Lemah
-10 - -5 Sedang
10 Kuat
Menurut Tjasyono (2008: 102) keadaan SOI ketika Pra El Nino, nilai SOI
bernilai positif, tekanan udara di atas Darwin (120S, 1310T) lebih rendah dari
pada di atas Tahiti (170S, 1500T), angin pasat timuran menguat, akumulasi
24
massa air hangat, kenaikan paras laut dan termoklin menjadi dalam di
Samudera Pasifik bagian barat, energi panas laten kuat, konveksi aktif dan
awan konvektif besar berada di atas Indonesia. Dan ketika peristiwa El Nino,
nilai SOI negatif, tekanan udara di atas Darwin lebih besar dari pada di atas
Tahiti, angin pasat timuran melemah, akumulasi massa air panas, anomali
temperatur permukaan laut positif, kenaikan paras laut dan termoklin dalam di
Samudera Pasifik bagian Timur, konveksi di pasifik bagian timur dan
subsidensi (gerak turun udara) di atas Indonesia. Subsidensi menghalangi
pembentukan awan sehingga kelembapan rendah dan terjadi defisiensi
(kekurangan) curah hujan. Berikut ini adalah historic intensitas El Nino
berdasarkan nilai SOI :
Intensitas Periode
Lemah 1902-1903, 1913-1914, 1919-1920, 1925-
1926, 1946-1947, 1951-1952, 1957-1958,
1963-1964, 1969-1970, 2002-2003, 2006-
2007, 2009-2010
Moderat 1911-1912, 1965-1966, 1972-1973, 1977-
1978, 1987-1988, 1991-1992, 1993-1994,
Kuat 1905-1906, 1914-1915, 1940-1941, 1941-
1942, 1994-1995, 1997-1998, 2015-2016
Sangat kuat 1982-1983
(Sumber: www.bom.gov.au)
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4. 1 Korelasi antara SOI dan curah hujan saat terjadi El Nino
26
Berdasarkan hasil korelasi antara curah hujan terhadap SOI didapatkan untuk El
Nino lemah sedang periode tahun 2002-2003 di wilayah Bandung sebesar 0.4,
periode tahun 2006-2007 di wilayah Bandung sebesar 0.5, dan untuk El Nino kuat
pada tahun 2015 korelasi antara curah hujan terhadap SOI sebesar 0.6.. El Nino
pada intensitas lemah dengan korelasi sedang menunjukan bahwa kejadian El
Nino cukup mempengaruhi curah hujan di wilayah Bandung dan ketika El Nino
pada intensitas kuat dengan korelasi yang tinggi, curah hujan di wilayah Bandung
akan benar-benar dipengaruhi oleh kejadian El Nino.
El Nino dengan intensitas kuat memiliki nilai korelasi curah hujan terhadap SOI
sebesar 0.6 di wilayah Bandung. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
yang cukup besar antara tekanan di Tahiti dan tekanan di Darwin. Perbedaan
tekanan yang besar ini mengakibatkan angin berhembus dengan kuat yang
mengakibatkan adanya gerakan massa air ke arah Pasifik Timur sehingga
mengakibatkan berpindahnya kolam hangat ke wilayah Pasifik Timur. Akibat
berpindahnya kolam hangat ke wilayah Pasifik Timur inilah sehingga kondisi
perairan di wilayah Pasifik Barat dalam kondisi dingin sehingga mengakibatkan
sulitnya awan hujan terbentuk di wilayah Bandung dan mengakibatkan penurunan
27
curah hujan di wilayah Bandung. Dengan korelasi 0.6 untuk El Nino intensitas
kuat ini menandakan bahwa kejadian El Nino kuat pada periode 2015-2016
mempengaruhi curah hujan di wilayah Bandung. Penurunan curah hujan yang
terjadi selama akhir 2015 dapat dikatakan disebabkan oleh adanya kejadian El
Nino.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengaruh El Nino terhadap curah hujan di
wilayah Bandung, dapat disimpulkan dengan adanya kejadian El Nino lemah-
sedang dan kuat akan mempengaruhi curah hujan di wilayah Bandung.
Berdasarkan hasil grafik korelasi antara curah hujan terhadap SOI, kejadian El
Nino dengan intensitas lemah-sedang pada periode tahun 2002-2003 memiliki
nilai korelasi 0.4, pada periode 2006-2007 memiliki nilai korelasi 0.5 dan pada
El Nino kuat nilai korelasi sebesar 0.6. Ini menunjukan bahwa dengan
kejadian El Nino dengan intensitas lemah-sedang akan cukup mempengaruhi
curah hujan di wilayah Bandung dan dengan intensitas El Nino kuat akan
benar-benar mempengaruhi curah hujan di wilayah Bandung.
B. Saran
Agar diperoleh analisis pengaruh El Nino terhadap curah hujan di wilayah
Bandung dengan hasil yang lebih baik, disarankan untuk :
29
DAFTAR PUSTAKA
Avia, Q.L. dan Harjana, T. (2002). Variasi Curah Hujan Daerah Bandung Selama
20 Tahun (1989-1999) Dan Kaitannya dengan Fenomena ENSO. Bandung:
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN.
Iskandar, F. (2012). Variabilitas Curah Hujan dan Debit Sungai Di Dak Brantas.
(Skripsi). FMIPA Universitas Indonesia, Depok.
Oktaviani, A.N. dkk. (2014). Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia
Pada Kondisi El Nino dan La Nina. Prisma Fisika, 2 (1), hlm. 06 - 10.
Suratno dkk. (2002). Keterkaitan Antara Aktivitas Matahari Dan Gejala ENSO.
Diakses dari
http://jurnal.lapan.go.id/index.php/majalah_lapan/article/view/1474/1328
30
Tjasyono, B. (2004). Klimatologi Edisi Kedua. Bandung: ITB
31
Lampiran
Grafik korelasi curah hujan terhadap SOI untuk sebelas Stasiun di wilayah Bandung pada saat El Nino periode 2002-2003
Grafik di plot berdasarkan curah hujan dan nilai SOI selama bulan Juni- November
250 250
200 200
y = 46.148x + 486.23
Curah hujan
Curah hujan
y = 29.763x + 354.68 R = 0.429
150 150
R = 0.2568
100 Series1 100 Series1
Linear (Series1) Linear (Series1)
50 50
0 0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
SOI SOI
32
Stasiun Talaga Bodas Stasiun Soreang
200 200
Curah hujan
R = 0.176 R = 0.2888
100 100
Series1 Series1
50 Linear (Series1) 50 Linear (Series1)
0 0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
SOI SOI
140.0 300.0
120.0 y = 51.769x + 612.33
250.0 R = 0.7578
100.0 y = 18.124x + 200.9
Curah hujan
Curah hujan
200.0
80.0 R = 0.2647
150.0
60.0 Series1 Series1
100.0
40.0 Linear (Series1) Linear (Series1)
20.0 50.0
0.0 0.0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
SOI SOI
33
Stasiun Lembang Stasiun Rajamandala
350.0
200.0
300.0
150.0 250.0
Curah hujan
y = 63.807x + 667.41
Curah hujan
Curah hujan
y = 35.157x + 402.9 R = 0.3239
Curah hujan
34
Stasiun Cibuni
250.0
Curah hujan
150.0
100.0 Series1
Linear (Series1)
50.0
0.0
-15 -10 -5 0
SOI
35
Grafik korelasi curah hujan terhadap SOI untuk sebelas Stasiun di wilayah Bandung pada saat El Nino periode 2006-2007
Grafik di plot berdasarkan curah hujan dan nilai SOI selama bulan Juni- November
250 140
120
200 y = 19.768x + 219.66
y = 27.414x + 312.57 100
R = 0.5227 R = 0.8349
150 80
Curah hujan
Curah hujan
60
100 Series1 Series1
40
Linear (Series1) Linear (Series1)
50 20
0
0 -15 -10 -5 -20 0
-15 -10 -5 0
-50 -40
SOI SOI
36
Stasiun Talaga Bodas Stasiun Soreang
300.0 250.0
250.0 200.0
y = 32.99x + 373.25 y = 23.539x + 264.1
200.0 R = 0.3706
R = 0.5833 150.0
Curah hujan
Curah hujan
150.0
Series1 100.0 Series1
100.0
Linear (Series1) Linear (Series1)
50.0
50.0
0.0 0.0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
-50.0 -50.0
SOI SOI
120.0 250.0
100.0 200.0
y = 14.887x + 171.59 y = 26.206x + 301.14
80.0 R = 0.6009 R = 0.4742
150.0
Curah hujan
Curah hujan
60.0
Series1 100.0 Series1
40.0
Linear (Series1) Linear (Series1)
50.0
20.0
0.0 0.0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
-20.0 -50.0
SOI SOI
37
Stasiun Lembang Stasiun Rajamandala
200.0 250.0
Curah hujan
R = 0.5121
150.0
Curah hujan
100.0
Series1 100.0 Series1
50.0 Linear (Series1) Linear (Series1)
50.0
0.0
0.0
-15 -10 -5 0
-15 -10 -5 0
-50.0
SOI SOI
250.0 250
Curah hujan
100.0 Series1 100 Series1
Linear (Series1) Linear (Series1)
50.0 50
0.0 0
-15 -10 -5 0 -15 -10 -5 0
-50.0 -50
SOI SOI
38
Stasiun Cibuni
80.0
70.0 y = 11.576x + 145.28
R = 0.7553
60.0
Curah hujan
50.0
40.0
Series1
30.0
20.0 Linear (Series1)
10.0
0.0
-15 -10 -5 0
SOI
39
Grafik korelasi curah hujan terhadap SOI untuk sebelas Stasiun di wilayah Bandung pada saat El Nino periode 2015-2016
Grafik di plot berdasarkan curah hujan dan nilai SOI selama bulan Juni- November
300 200
250
150
y = 31.873x + 593.16 y = 17.807x + 317.8
200
R = 0.7346 R = 0.5945
Curah hujan
Curah hujan
150 100
Series1 Series1
100 50
Linear (Series1) Linear (Series1)
50
0
0 -30 -20 -10 0
-30 -20 -10 0
-50 -50
SOI SOI
40
Stasiun Talaga Bodas Stasiun Soreang
350 350.0
300 300.0
250 250.0 y = 32.464x + 584.9
y = 33.803x + 604.45 R = 0.5309
200 200.0
Curah hujan
Curah hujan
R = 0.6995
150 150.0
Series1
100 100.0
Linear (Series1)
50 Series1 50.0
0 Linear (Series1) 0.0
-30 -20 -10 -50 0 -30 -20 -10 -50.0 0
-100 -100.0
SOI SOI
250 250.0
Curah hujan
100 Series1 100.0 Series1
Linear (Series1) Linear (Series1)
50 50.0
0 0.0
-30 -20 -10 0 -30 -20 -10 0
-50 -50.0
SOI SOI
41
Stasiun Lembang Stasiun Rajamandala
250 250.0
150.0
Curah hujan
100 Series1 100.0 Series1
Linear (Series1) Linear (Series1)
50 50.0
0 0.0
-30 -20 -10 0 -30 -20 -10 0
-50
SOI -50.0
SOI
300 300
250 250
200 200
y = 30.807x + 560.06
Curah hujan
Curah hujan
y = 26.651x + 480.73
150 R = 0.6412 150 R = 0.6765
Series1
100 100 Series1
Linear (Series1)
Linear (Series1)
50 50
0 0
-30 -20 -10 0 -30 -20 -10 0
-50 -50
SOI SOI
42
Stasiun Cibuni
350
300 y = 34.132x + 610.76
R = 0.6352
250
200
Curah hujan
150
Series1
100
Linear (Series1)
50
0
-30 -20 -10 -50 0
-100
SOI
43
44
1