PEMBAHASAN
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen
yang menutupinya melengkung ke arah atas, akibat adanya gaya kompresi.
Tingkat perlengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya kompresi. Makin kuat
gaya kompresi yang berpengaruh, makin besar tingkat perlengkungannya. Ke arah
lateral lapisan batubara mungkin akan sama tebalnya atau menjadi tipis.
Kenampakan ini dapat terlihat langsung pada singkapan lapisan batubara yang
tampak/dijumpai di lapangan (dalam skala kecil), atau dapat diketahui dari hasil
rekontruksi beberapa lubang pemboran eksplorasi pada saat dilakukan coring
secara sistematis. Akibat dari perlengkungan ini lapisan batubara terlihat terpecah-
pecah akibatnya batubara menjadi kurang kompak.
Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi air tanah, akan mengakibatkan
sebagian dari butiran batuan sedimen yang terletak di atasnya, bersama air tanah
akan masuk di antara rekahan lapisan batubara. Kejadian ini akan megakibatkan
apabila batubara tersebut ditambang, batubara mengalami pengotoran
(kontaminasi) dalam bentuk butiran-butiran batuan sedimen sebagai kontaminan
anorganik, sehingga batubara menjadi tidak bersih. Keberadaan pengotor ini tidak
diinginkan, apabila batubara tersebut akan dipergunakan sebagai bahan bakar.
Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada
umumnya bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan yang
plastis misalnya batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat
ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.
Sangat dimungkinkan, bentuk pinch ini bukan merupakan penampakan tunggal,
melainkan merupakan penampakan yang berulang-ulang. Ukuran bentuk pinch
bervariasi dari beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam proses penambangan
batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak terhindarkan ikut
tergali, sehingga keberadaan fragmen-fragmen batupasir tersebut juga dianggap
sebagai pengotor anorganik. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan apabila
batubara tersebut akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat
urat lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan
batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan
rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir. Apabila batubaranya
ditambang, bentukan Clay Vein ini dipastikan ikut tertambang dan merupakan
pengotor anorganik (mineral matter) yang tidak diharapkan. Pengotor ini harus
dihilangkan apabila batubara tersebut akan dikonsumsi sebagai bahan bakar.
Kriging yaitu suatu teknik perhitungan untuk estimasi atau simulasi dari
suatu variabel terregional (regionalized variable) yang memakai pendekatan
bahwa data yang dianalisis dianggap sebagai suatu realisasi dari suatu variabel
acak (random variable), dan keseluruhan variable acak dalam daerah yang
dianalisis tersebut akan membentuk suatu fungsi acak dengan menggunakan
model struktural variogram atau kovariogram (Dr. Ir. Rukmana Nugraha Adhi,
1998).
Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang paling bagus untuk
mengestimasi kadar blok karena menghasilkan varians estimasi minimum BLUE
(Best Linier Unbiased Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil
dari nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G Krige yang
telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat
mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari
persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto
yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi
conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Perhitungan dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu kompleks
untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat jika dilakukan pada
penentuan cadangan-cadangan yang mineable dengan kadar-kadar di atas cut off
grade.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat
mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari
persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto
yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi
conto di sekitar blok serta model variogramnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan),yaitu: