Kebijakan Rumah Sakit Tentang Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik
Kebijakan Rumah Sakit Tentang Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik
02 PALU
RUMAH SAKIT TK IV 07.07.01 WIRABUANA
KETETAPAN
Tentang
Di Keluarkan Di : Palu
Pada Tanggal : Januari 2016
Kepala Rumkit Tk. IV 07.07.01 Wirabuana
Lampiran Keputusan
Kepala Rumah Sakit Tk.IV 07. 07. 01 Wirabuana
A. Kebijakan Umum :
1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. KepMenKes RI No.772/MENKES/SK/VI//2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws).
4. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Pacient Safety),
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, edisi 2, 2008.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
920/MenKes/Per/XII/1986 Tentang upaya pelayanan kesehatan swasta dibidang
medik, Jo. Peraturan Menteri Kesehatan No.084/MenKes/Per/II/1990, tentang
perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
920/MenKes/Per/XII/1986.
6. Peraturan Mentri Kesehatan no 340/MenKes/Per/III/2010 tentang
klasifikasi Rumah Sakit.
B. Kebijakan Khusus
1. Meningkatkan upaya perlindungan terhadap kekerasan fisik, agar
menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien dan mencegah terjadinya kekerasan fisik
pada pasien.
2. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar prosedur operasional yang berlaku, dan etika profesi serta
menghormati hak pasien.
3. Setiap bulan wajib membuat laporan kegiatan pelayanan
keselamatan pasien.
4. Tenaga kesehatan penerima pesan (dokter, parmasis, perawat, analis,
radiografer, fisioterfis, nutritionis/diitesion) menulis pesan yang diterima
dicatatan terintegrasi dan ditandatangani.
5. Pesan verbal ditulis lengkap dan dapat dibaca dengan jelas,
menggunakan singkatan terstandar, akronim dan simbul yang berlaku di
Rumah Sakit Tk. IV 07. 07. 01 Wirabuana Palu (lihat buku standar singkatan ).
6. Verifikasi pemberi instruksi menandatangani catatan pesan yang
ditulis penerima pesan dalam kotak stempel READ BACK sebagai tanda
persetujuan dalam waktu 1X 24 jam.
7. Tenaga kesehatan yang melaporkan kondisi pasien kritis kepada DPJP
atau dokter yang merawat dan serah terima pasien menggunakan tehnik
SBAR (situation, Background, Asessment, Recomendation).
8. Pelaporan hasil kritis adalah proses penyampaian nilai hasil pemeriksaan
yang memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan ke DPJP dalam
waktu kurang dari 2 jam.
9. Bila DPJP tidak dapat dihubungi petugas terkait bisa menghubungi
dokter / perawat rawat inap,dokter / perawat rawat jalan atau dokter /perawat
Gadar. Pelaporan hasil pemeriksaan Cito harus disampaikan baik hasil
pemeriksaan normal ataupun abnormal ke DPJP / dokter yang meminta.
Palu, 2016
Kepala Rumkit Tk. IV 07.07.01 Wirabuana