Brotowali PDF
Brotowali PDF
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
a. Biologi Brotowali
Brotowali merupakan jenist umbuhan yang mudah ditemukan dan mudah dalam
perawatan penanamannya, tumbuh secara liar di hutan, ladang atau ditanam di halaman
dekat pagar sebagai tumbuhan obat. Tanaman ini menyukai tempat terbuka yang terkena
atau lebih. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau semak belukar di daerahtropis.
Brotowali menyebar merata hampir di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa Negara
Batang Brotowali hanya sebesar jari kelingking, berbintil- binti lrapat dan rasanya
pahit. Daun Brotowali merupakan dan tunggal, tersebar, berbentuk jantung dengan ujung
runcing, tepi daun rata, pangkalnya berlekuk, memiliki panjang 7-12 cm dan lebar 7-11
cm. Tangkai daun menebal pada pangkal dan ujung, pertulangandaunmenjari dan
berwarna hijau (Supriadi, 2001:10). Bunga majemuk berbentuk tandan, terletak pada
sari berjumlahe nam, tangkai berwarna hijau muda dengan kepala sari kuning.Buah
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonea
Bangsa : Ranunculales
Suku : Menispermaceae
Marga : Tinospora
c. Kandungan Kimia
pikroretin, harsa, alkaloid berberin dan palmatin. Bagian akarnya mengandung alkaloid
Daun dan batang Tinospora mengandung alkaloid, saponin, dan tanin. Sedangkan
batangnya mengandung flavanoid. (Sri dan Jhony, 1991:569). Beberapa jenis senyawa
kimia yang dikandung Brotowali antara lain : alkaloida, dammar lunak, pati, glikosida,
zat pahit, pikroretin, harsa, barberin, palmatin, kolumbin, dan jatrorhize (Supriadi,
2001:10). Studi pustaka terhadap kandungan kimia jenis- jenis tumbuhan dari keluarga
d. Khasiat
makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk. Air rebusan daun Brotowali sering
dimanfaatkan untuk mencuci luka pada kulit atau gatal- gatal. Sedangkan rebusan daun
dan batang Brotowali dipergunakan untuk penyakit kencing manis. Seluruh bagian
tanaman ini bisa digunakan untuk mengobati penyakit kolera (Sri dan Jhony, 1991:574).
1) Flavanoid
rangka dasarnya. (William, 1955: 104). Gil, dkk. (2000) dan Juneja, dkk. (2001:95)
yaitu sumber estrogen yang berasal dari tanaman yang merupakan senyawa non steroidal
senyawa senyawa yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen berasal dari
3) Saponin
10
sebagai abortivum, menghambat pembentukan zigot dan anti implantasi (de Padua,
1978 dalam Rusmiati, 2010: 34). Saponin bersifat sitotoksik terhadap sel terutama
11
Di Indonesia, binatang percobaan ini sering dinamakan tikus besar, akan tetapi
jika lebih kecil lagi dinamakan mencit sehingga akan membingungkan jika
dengan tikus liar, tikus percobaan lebih cepat dewasa yang tidak ditunjukkan oleh
musim kawin dan seringnya berbiak. Tikus liar dapat hidup sampai 4-5 tahun,
sedangkan tikus percobaan jarang yang lebih dari 3 tahun. Dua karakteristik yang
membedakan tikus putih dengan binatang percobaan yang lain adalah tikus tidak
perut, serta tikus tidak mempunyai kantung empedu (John Smith,1987: 36-37).
Kelebihandari tikus putih sebagai binatang percobaan antara lain bersifat omnnivora
(pemakan segala), mempunyai jaringan yang hampir sama dengan manusia dan
kebutuhan gizinya juga hampir sama dengan manusia. Selain itu dari segi ekonomi
strain wistar yang dikembangkan secara luas sangat mudah menyesuaikan diri
5%. Juga harus mengandung vitamin A, vitamin D, alfa tokoferol, asam linoleat,
potasium, tembaga, iodin, besi dan timah. Setiap hari seekor tikus dewasa
membutuhkan makanan antara 12-20 gr, serta minum air antara 20-45 ml, serta
12
Data tentang fisiologi tikus putih (Rattus norvegicus, L.) menurut Bivin,
Crawford dan Brewer (1979: 60), Ringler dan Dabch (1979: 70), Carr dan Krantz
(1949: 65), Mitruka dan Rawnsley (1981: 45) dalam John Smith (1987: 37) antara
lain:
selama 4 tahun
Tikus putih jenis (Rattus norvegicus, L.) sejak dulu sudah sering digunakan
sebagai hewan uji laboratorium karena anatomi fisiologi dari organ-organ hewan
b. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
13
Kelas : Mammalia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin,
misalnya mampu menghasilkan sekreta berupa ovum sekresi eksokrin dan menghailkan
ovariumsangat bervariasi tergantung pada spesies dan umur tahap siklus seksual.Ovarium
merupakan bagian alat kelamin yang utama. (Suhandoyo, 1992: 29). Besar ovarium sangat
tergantung pada umur dan status reproduksi hewan betina. Pada permukaan bebas, organ ini
ditutupi oleh selapis sel kuboid yaitu epitel gonade( Brown dan Dellman, 1992: 489).
Jaringan dasar ovarium disebut stroma, mengandung serat jaringan ikat, otot polos
dan pembuluh darah yang bergelung-gelung banyak sekali. Badan ovarium terbagi atas
14
korteks yang langsung di sebelah dalam tunika albuginea dan medula berada didalamnya
(Wildan Yatim, 1990:70). Stroma korteks berupa jaringan ikat longgar. Tunika albuginea
tebal dan merupakan lapis yang langsung dibawah epitel permukaan. Tebal tunika albuginea
dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh perkembangan folikel ovarium
serta corpus luteum selama aktivitas ovarium meningkat. Medula merupakan bagian dalam
yang mengandung saraf, banyak pembuluhatau tali sel-sel pekat(Brown dan Dellman, 1992:
490-491).
Pembentukan ovum terjadi karena adanya pembelahan meiosis yang sering disebut
sebagai oogenesis. Mamet (1978: 23), Turner C.D dan J.T Bagnara(1988:461)menambahkan
bahwa sel telur berasal dari perkembangan epithel germinativum yang mengalami
penggandaan yang hebat dan terdeferensiasi menjadi oocyt primer. Proses meiosis
15
dihentikan pada stadium profase akhir, sedangkan folikel oosit itu sendiri ukurannya
bertambah. Dalam menyelesaikan pembelahan meiosis pertama tiap periode estrus akan
dilepaskan benda kutub pertama, selanjutnya oosit sekunder yang haploid akan mengalami
pembelahan meiosis yang kedua, sel germinal akan menjadi suatu ovum yang masak setelah
Menurut Leonhardt (1990:276) sel telur dalam ovarium dikelilingi oleh sel folikel
yang merupakan sel hasil deferensiasi ephitelium germinativum yang bersifat sebagai sel
soma. Folikel ovarium mengalami tiga tahap perkembangan. Pada embrio, demikian pula
pada betina pasca lahir sebagian besar folikel-folikelnya berupa folikel primer. Folikel-
folikel tersebut membentuk lapisan tebal di bawah tunika albuginea dan memiliki ciri
khusus, yaitu bahwa ova yang terdapat didalamnya tidak memiliki membran vitelina. Ova
dikelilingi oleh banyak lapisan sel-sel folikel yang kemudaian akan membentuk lapisan
granulosa pada folikel yang lebih masak( Dellman, H. D. dan Brown, E.M. 1992: 491-496).
Tanda awal perkembangan folikel ovarium adalah terjadi penambahan ukuran oosit,
adanya perubahan bentuk sel granulosa yang mengelilinginya, dari bentuk datar menjadi
kuboid, ada peningkatan jumlah sel granulosa, dan terdapat zona pelusida di sekitar oosit
16
1982: 45-46).
Ova yang dikelilingi oleh banyak lapisan sel-sel folikel kemudian akan
membentuk sel granulose pada folikel yang telah masak. Bila sebuah ovum sudah
dilengkapi dengan sebuah membran (zona pelucida) dan bila folikel sudah tumbuh,
maka disebut folikel sekunder (Nalbandov, 1990: 22). Folikel sekunder memiliki ukuran
yang lebih besar dari folikel primer, hal ini dikarenakan oleh jumlah sel-sel
granulosanya yang lebih banyak dari sebelumnya. Pada tahap ini, folikel berbentuk ova
dan sudah bergerak menjauhi korteks menuju medulla ovarium. Letak folikel sekunder
suatu ruangan yang berisi cairan disebut dengan antrum di sekitar ova dan lapisan sel-
sel granulose yang mengelilinginya. Folikel-folikel yang telah telah memiliki antrum
disebut folikel tersier (Nalbandov, 1990: 22). Folikel tersier merupakan folikel sekunder
yang telah tumbuh lebih dewasa, dimana jumlah sel-sel granulosa lebih banyak dari fase
sebelumnya sehingga ukuran folikel menjadi lebih besar dari sebelumnya. Letak folikel
17
tersier lebih jauh dibanding letak folikel sekunder dari korteks ovarium (Partodiharjo,
1982: 46).
Graaflebihcondonguntukdisebutdenganprosespematanganfolikel. Folikel de
5. Fungsi Ovarium
Disamping menghasilkan oosit, ovarium memiliki fungsi sebagai kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon kelamin betina, yakni estrogen dan progesteron. Estrogen terutama
dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang mengubah androgen, yang dihasilkan oleh sel-sel teka
interna menjadi estrogen. Progesteron terutama dihasilkan oleh sel-sei lutein besar selama
metestrus, diestrus dan kebuntingan, di samping dihasilkan pula oleh plasenta. Pada spesies
tertentu, sel-sel kelenjar interstisial menghasilkan banyak hormon steroid. Hormon estrogen
uterina), mendorong untuk bersekresi dan membuat endometrium siap menerima (reseptif)
bagi implantasi embrio. Sifat lain adalah menghalangi pemasakan folikel dan estrus
18
folikel ovarium dan sekresi estrogen dikendalikan oleh hormon gonadtropin hipofise, yakni
FSH dan LH. Sebaiiknya, sekresi estrogen oleh ovarium memicu pelepasan gelombang LH
untuk ovulasi, biasanya pada masa berahi. Pembentukan korpus luteum juga diawali oleh
folikel yang robek untuk mengawali proses luteinisasi dan sekresi hormon progesteron. Pada
beberapa spesies, seperti tikus dan mencit, hormon luteotropik (LTH) diperlukan untuk
korpus luteum dapat diikuti dengan penarikan LH, LTH, atau keduanya, (Dellmann, H. D.
Bila kebuntingan, korpus luteum tetap dipertahankan, karena korpus luteum kebun-
tingan berbeda dengan korpus luteum periode lain pada berbagai spesies.Pada stadium lanjut
kebuntingan pada kebanyakan spesies, korpus luteum tidak penting, sebab plasenta mampu
secara berhasil. Sebaliknya, hormon steroid ovarium dan plasenta mempengaruhi sekresi
hormon gonadotropin dari hipofise melalui efek Umpan-balik pada hipotalamus yang
lain, seperti epifise (pineal gland), juga mempengaruhi fungsi gonadotropin (Dellmann, H.
19
Ciridaurestrusdapatdiketahuisebagaiberikut :
Periode proestrus berlangsung selama 12 jam, secara mikroskopis terlihat sel epitel berinti
20
106).
Manifestasibirahiditimbulkanolehhormonbetinayaituestrogen yang
21
Diestrusmerupakansaatovarium dan
tersebutterjadiregresifungsionalkorpusluteum.
Hormon didefinisikan sebagai substansi organik fisiologik yang dibebaskan oleh sel-
sel hidup dari suatu daerah terbatas pada organisme yang berdifusi atau yang diangkut ke
suatu lokasi dalam organisme yang sama dimana menyebabkan penyesuaian yang cenderung
selain berfungsi sebagai produksi telur juga memproduksi hormon yang mengatur saluran
reproduksi dan sifat-sifat seks sekunder, persiapan reaksi perkawinan serta pengaruh
metabolik lainnya. Hormon pada ovarium tersebut adalah estrogen dan progesteron, yang
selama berlangsungnya siklus reproduksi hormon ini dikendalikan oleh adanya interaksi
hormonal antara hormon hipofisis dengan hormon ovarium itu sendiri. Seperti halnya
mamalia lain, kunci siklus repoduksi tikus betina terletak pada hipotalamus yang
22
hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian anterior. Hormon
Prolactin dan LTH (Luteotropic Hormone). Sintesis dan sekresi FSH dan LH dirangsang
oleh Gonadotropin Releasing Hormon (Gn RH) yang disekresi oleh hipotalamus. Hormon
ini mulai bekerja saat hewan mencapai masa pubertas ( kematangan kelamin). FSH dan LH
dibutuhkan untuk perkembangan normal folikel di ovarium. Perkembanga awal sel folikel
dikendalikan oleh FSH yang selanjutnya merangsang sel granulose dan sel teka ovarium
untuk mensekresi estrogen. Sedangkan progesteron terdapat dalam jumlah sedikit pada awal
luteolitik pada siklus estrus dan berfungsi untuk mempertahankan korpus luteum serta
estrogen dihasilkan oleh sel-sel teca interna, adrenal cortex dan plasenta (pada binatang
menyusui, mengontrol pelepasan hormon pituitary (FSH dan LH), bertanggung jawab
terhadap sifat-sifat kelamin sekunder pada betina, mensensitifkan uterus terhadap oxytocin,
23
mngendorkan cervix, vagina dan vulva serat menimbulkan tonus pada uterus (Wildan
Yatim, 1990:108).
Progesteron termasuk hormon steroid dengan 12 atom karbon dengan struktur dasar
inti pregnan, yang paling banyak mengahsilkan progesteron adalah korpus luteum, selain itu
juga kelenjar adrenal, plasenta dan testes (Partodiharjo S.,1982:124). Progesteron diperlukan
menghambat sekresi FSH dan Lh sehingga mencegah terjadinya estrus. Ovulaasi bersama
mammae yang menyebabkan hilangnya birahi pada tikus tersebut. Progesteron juga dapat
mengubah kelenjar cervix menjadi kental. Tikus merupakan hewan ovulator spontan. Pada
tikus, hormon folikulotropin (FSH dan LH) merangsang perkembangan folikel dan sekresi
estrogen. Estrogen memberii umpan balik pada hipotalamus berupa pesan bahwa folikel
bersama estrogen akan menimbulkan libido sexual pada tikus (Turner, CD dan JT Bagnara,
1988:591).
Pada akhir dari fase diestrus, korpus luteum yang mempunyai peranan menenangkan
Regresi ini disebabkan oleh pengaruh prostaglandin yang dihasilkan oleh masa uterus.
Prostaglandin mempunyai sifat luteolysis terhadap korpus luteum. Pada domba, sapi, dan
babi pengaruh ini telah dibuktikan dan diketahui bahwa macam prostaglandin yang paling
24
selektif dalam melisis korpus luteum adalah prostaglandin F 2 alfa (PGF2 alfa).
Prostaglandin dihasilkan oleh uterus, mengalir ke dalam vena uterina media, menembus
dinding vena dan arteri ovarica yang keduanya terletak berdampingan. Mekanisme ini
prostaglandin mengalir dalam arteri ovarica menuju ovarium dan melisis korpus luteum. Hal
ini dibuktikan oleh Mc Cracken pada domba. Kini PGF2 alfa digunakan untuk
RH/LH-RH oleh hipotalamus. FSH merangsang folikel tersier pada ovarium untuk tumbuh
menjadi folikel de Graaf. Lapis sel teca interna dan sel granulosa pada folikel de Graff
menghasilkan estrogen. Semakin masak atau semakin besar dimensi folikel de Graff
semakin tinggilah produksi estrogen. Estrogen mempunyai daya mencegah produksi FSH
Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai derajat ketinggian tertentu, maka
terjadilah efek positif terhadap dan pelepasan LH dari hiopfisa anterior. Mekanisme ini
disebut umpan balik positif. Kadar LH dalam darah mendadak meningkat sedemikian rupa
hingga terjadilah ovulasi. Ovulasi adalah peristiwa pecahnya dinding folikel de Graff dan
25
keluarnya ovum. Ovum yang keluar disertai sel-sel granulosa, masuk ke dalam
Setelah ovum meninggalkan folikel yang pecah, terjadilah perdarahan pada bekas
folikel. Darah menggumpal mengisi ruang bekas ovum dan cairan folikel, hingga pada
permukaan ovarium terlihat sebagai bintik merah. Gumpalan darah pada ruang bekas folikel
Setelah ovulasi terjadi, kadar LH menurun dengan cepat tetapi tidak kembali ke
kadar dasar melainkan cukup untuk merangsang sel-sel teca interna untuk membentuk sel-
sel yang berbentuk polymorph dan berwarna kuning. Sel-sel ini selanjutnya disebut corpus
luteum. Perkembangan corpus luteum berlangsung beberapa hari, pada sapi 4 sampai 6 hari.
Sejak terbentuknya korpus luteum, sel-sel kuning ini memproduksi hormon progesteron
kontraksi dinding tuba fallopi dan uterus karena pengaruh estrogen, mereda dan akhirnya
tenang. Sebaliknya perkembangan kelenjar pada endometrium semakin giat hingga menjadi
Setelah folikel de Graaf pecah, produksi estrogen turun dengan cepat, hingga
mencapai kadar dasar. Folikel yang tumbuh, secara berangsur-angsur mempertinggi kadar
26
estrogen dalam darah. Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai derajad ketinggian
tertentu, maka terjadilah rangsangan pada masa uterus untuk memproduksi prostaglandin.
Peristiwa ini terjadi pada akhir fase diestrus. Prostaglandin selanjutnya menyebabkan korpus
luteum beregresi dan produksi progestin secara tajam menurun. Dengan menurunnya kadar
progesteron dalam darah maka estrogen menjadi dominan pada alat reproduksi hingga
27
A. Kerangka Berfikir
pada proses ovulasi dan fertilisasi. Brotowali memiliki kandungan kimia yang bersifat
estrogenik, sehingga dalam penelitian ini dilakukan pemberian ekstrak Brotowali terhadap
pada ovarium. Sifat estrogenik yang dimiliki ekstrak tersebut dalam dosis tinggi dapat
meningkatkan kadar estrogen dalam darah, sehingga menurunkan sekresi FSH dan LH.
sehingga sekresi FSH dan LH akan menurun. Menurunnya FSH dan LH akan
menandakan bahwa kurkumin menghambat kerja LH pada produksi progesteron oleh kultur
28
sel luteal. Mekanisme kerja LH melalui second messenger cAMP (cyclic Adenosine
yang kemudian berikatan pada sebuah protein G. Protein G kemudian teraktivasi ketika
berikatan dengan GTP menggantikan GDP. Protein G yang teraktivasi mengaktifkan enzim
efektor berupa adenilat siklase. Adenilat siklase menghasilkan cAMP (second messenger)
dari ATP. cAMP mengaktifkan protein kinase yang kemudian menyebabkan efek seluler
efek seluler dari LH tidak terjadi. Tidak adanya efek seluler dari LH menyebabkan tidak
terjadinya ovulasi sehingga tidak terbentuk korpus luteum. Korpus luteum adalah jaringan
tubuh yang paling banyak menghasilkan progesteron. Apabila korpus luteum tidak terbentuk
Dosis tinggi dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah.Pada tingkat ketinggian
dosis tertentu kadar estrogen dapat turun sehingga dapat menurunkan sekresi FSH dan
LH. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Ekstrak
B. Hipotesis
29