Modul Jiwa - MAKALAH LBM I
Modul Jiwa - MAKALAH LBM I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Hal
ini dikenal oleh orang awam sebagai Narkoba. Jenis dari zat ini memiliki macam-macam
efek dengan berbagai mekanisme mempengaruhi system saraf. Awalnya, obat-obat tersebut
tidak dilarang untuk digunakan oleh pemerintah karena diproduksinya obat tersebut hanya
untuk keperluan ilmu pengetahuan dan pengobatan. Namun, karena efeknya yang mampu
menimbulkan euphoria bagi para penggunanya, maka obat ini mulai disalahgunakan oleh
masyarakat. Berdasarkan efeknya terhadap system saraf pusat (SSP), maka terbagi menjadi 3
golongan, yaitu : Stimulan, Depresan dan Halusiogen. Pemakaian NAPZA ini tidak
mengenal berdasarkan usia, status derajat social, status ekonomi miskin atau kaya, status
pekerjaan, status agama maupun RAS. Semua orang bias terjerumus dan bias menjadi
pengedar obat-obat terlarang tersebut. Banyak factor yang dapat menyebabkan seseorang
terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba yang pada akhirnya dapat membuat orang
tersebut menjadi kacanduan dan ketergantungan ataupun menjadi pengedar. Factor-faktor
tersebut yaitu : factor keluarga, pribadi, maupun factor lingkungan. NAPZA dapat digunakan
dengan cara dihirup, disuntikkan ataupun melalui oral. Menurut beberapa penelitian, laki-laki
remaja merupakan golongan yang terbanyak menjadi pecandu narkoba. Hal ini akan sangat
membahayakan bagi tubuh dan masa depan generasi muda.
1.2.TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui mengapa terjadi nafas cepat, nadi meningkat ketika pasien tidak
diberikan bubuk favoritnya dan mengapa pasien sering mengamuk, berteriak, cenderung
menyakiti diri sendiri?
2. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan zat terlarang (zat psikoaktif) dan apa
saja golongannya?
1
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara mendiagnosis seseorang berdasarkan setiap
golongan-golongan zat psikoaktif dan apa diagnosis pasien di skenario?
4. Mahasiswa mengetahui apa saja dampak negative yang dialami oleh pak Ibnu ?
5. Mahasiswa mengetahui mengapa zat tersebut dikatakan terlarang tetapi tetap beredar
dimasyarkat ?
6. Mahasiswa mengetahui bagaimana peran keluarga dalam membantu proses rehabilitasi
dan apa saja kegiatan yang dilakukan di panti rehabilitasi ?
7. Mahasiswa mengetahui bagaimana pencegahan yang dilakukan agar masyarakat tidak
menyalahgunakan obat-obat terlarang ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO
LBM I
KARYAWAN MALANG
Ibnu merupakan seorang laki-laki berusia 35 tahun dan sudah berkeluarga dengan 2
orang anak. Ibnu merupakan karyawan suatu pabrik yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Ia sering merasa pekerjaannya tidak layak, dengan usianya yang sudah mencapai 35 tahun ia
merasa tidak memiliki apapun secara materi. Kondisi ini diperberat dengan adanya kritikan
yang sering diterima dari istri, iapun merasa pekerjaannya saat ini tidak sesuai dengan
harapannya. Menghadapi bebannya yang dirasa berat ini, ibnu sering mengikuti ajakan
temannya untuk pergi ke tempat hiburan malam. Mereka sama-sama menikmati hiburan
malan disertai dengan rokok, minuman alcohol hingga puncaknya dengan mengkonsumsi
heroin. Hal ini berlangsung lebih dari satu tahun, dan pada akhirnya ibnu menjalani
perawatan di tempat rehabilitasi. Bersyukur masih ada saudara yang masih peduli dengan
keadaan ibnu dimana istri dan keluarga lainnya tidak perduli dengan keadaannya.
Di panti rehabilitasi, ibnu sering mengamuk, berteriak, cenderung menyakiti orang
lain dan diri sendiri. Nafas cepat, denyut jantung meningkat dan meminta untuk segera
diberikan bubuk favoritnya. Ibnu sudah berada di dunianya sendiri. Baginya tiada
kesenangan lain selain bias mendapatkan bubuk favoritnya.
2.2. PERMASALAHAN
1. Mengapa terjadi nafas cepat, nadi meningkat ketika pasien tidak diberika bubuk
favoritnya dan mengapa pasien sering mengamuk, berteriak, cenderung menyakiti diri
sendiri?
Tubuh, ketika terpapar oleh bermacam-macam tipe zat akan mencoba untuk
mempertahankan homeostasisnya. Ketika terpapar, tubuh memproduksi mekanisme
3
counter-regulatory dan proses tersebut mencoba untuk mempertahankan tubuh dalam
keadaan seimbang. Saat zat tersebut telah dihilangkan, maka sisa dari mekanisme
counter-regulatory tersebut akan menghasilkan efek yang hebat. Kebanyakan dari efek
klinis tersebut dapat dijelaskan oleh interaksi dari suatu zat dengan berbagai macam
neurotransmitter dan neuroreceptor di otak, termasuk interaksi dengan gamma-
aminobutyric acid (GABA), glutamate (NMDA), dan opiates. Menghasilkan perubahan
pada neurotransmitter inhibisi dan eksitatori sehingga mengganggu keseimbangan
neurochemical di otak sehingga dapat menyebabkan gejala dari putus obat. Pada
ketergantungan opioid (morfin, heroin) stimulasi kronik dari reseptor spesifik untuk obat
ini menekan dari produksi neurotransmitter endogen (masing-masing endorphins atau
GABA). Ketika obat luar dihentikan secara mendadak, produksi yang tidak adekuat dari
neurotransmitter endogen dan stimulasi hebat dari counter-regulatory transmitter
menghasilkan karakteristik gambaran klinis dari putus zat. Jadi, gejala yang timbul pada
pasien di skenario (nafas cepat, denyut jantung meningkat) kemungkinan besar akibat
penghentian dari konsumsi heroin.
2. Apa yang dimaksud dengan zat terlarang (zat psikoaktif) dan apa saja golongannya?
Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Narkotika No. 22/1997, narkotika dibagi menjadi 3
golongan, yaitu :
1. Narkotika Golongan I : hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan , tidak untuk
terapi, potesi sangat tinggi untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya :
heroin, kokain, ganja)
2. Narkotika golongan II : digunakan untuk terapi pilihan terakhir dan IPTEK,
berpotensi tinggi untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya : morfin,
petidin)
3. Narkotika golongan III : digunakan untuk terapi dan IPTEK, berpotensi ringan
untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya : kodein).
Psikotropika
Terdiri dari 4 golongan :
4
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi. Zat psikotropika
golongan I terdiri dari 26 macam
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine. Zat
psikotropika golongan II terdiri dari 14 macam.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. . Zat
psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM). Zat psikotropika golongan IV terdiri dari 60
macam.
- Jenis-jenis psikotropika:
1. Psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi
ketergantungan yang sangat kuat. Contoh : LSD,MDMA, dan mascalin.
2. Psikotropika yang berkhasiat tetapi dapat menimbulkan ketergantungan
seperti Amfetamin.
3. Psikotropika dari kelompok hipnotik sedative, seperti Barbiturat. Efek
ketergantungan sedang.
4. Psikotropika yang efek ketergantungannya ringan,seperti
Diazepam,Nitrazepam.
Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
5
1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh
manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 5 % ( Bir ).
b. Golongan B : kadar etanol 5 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c. Golongan C : kadar etanol 20 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny
Walker ).
2. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem,
Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
Klasifikasi
Tiga kategori utama obat-obatan psikoaktif, yaitu :
1. Golongan depresan (depressant)
Berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat
pemakaiannya merasa tenang, membawa rasa relaksasi, pendiam dan bhakan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Yang termasuk golongan depresan yaitu
sebagai berikut :
a. Alcohol
6
Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia.
Alcohol terutama berpengaruh pada tubuh sebagai depresan dan memperlambat
aktivitas otak. Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah, dan umbi-
umbian. Dari proses fermentasi diperoleh alcohol dengan kadar tidak lebih dari
15%, dengan proses penyulingan di pabrik dapat dihasilkan kadar alcohol yang
lebih tinggi bahkan mencapai 100%.
b. Barbiturate
Merupakan obat depresan yang mengurangi aktivitas system saraf pusat.
Barbitura sebelumnya merupakan resep untuk membantu tidur. Dalam dosis
tinggi, barbitura dapat mengakibatkan kerusakan ingatan dan pengambilan
keputusan. Ketika dikombinisakina dengan alcohol, barbiturate dapat mematikan.
Inilah alasan barbiturate merupakan obat yang paling digunakan dalam usaha
bunuh diri. Penghentian penggunaannya secara mendadak dapat menyebabkan
kejang-kejang. Contoh : nembuta dan seconal
c. Penenang (tranquilizer)
Merupakan obat depresan yang mengurangi kecemasan dan menyebabkan
relaksasi. Penenang biasanya diresepkan untuk menenangkan individu yang
cemas dan gugup. Obat ini menghasilkan gejala-gejala menarik diri bila
penggunaan dihentikan. Contoh : valium dan xanax
d. Opiate
Merupakan obat yang memengaruhi sinaps otak yang menggunakan
endorphin sebagai neurotransmitternya. Ketika obat-obatan ini telah mengalir
keluar dari otak, sinaps-sinaap yang terpengaruh menjadi kurang terangsang.
Selama beberapa jam setelah mengonsumsi opiate, pengguna akan merasa
bahagia dan bebas dari rasa sakit dan meningkatkan selera makan dan juga seks.
Opiate membuat penggunanya kecanduan dan penghentian penggunaannya yang
menyakitkan bila obat tidak tersedia.
2. Golongan stimulant
Efek dari kerja obat ini bias mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung
dan otak lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan penggunanya lebih
7
bertenaga serta cenderung membuatnya lebih senang dan gembira untuk sementara
waktu. Yang termasuk golongan stimulant yaitu:
a. Kafein
Kafeina atau lebih populernya kafein, ialah senyawa alkaloid xantina
berbentuk Kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang
psikoaktif dan diuretic ringan. Kafeina merupakan obat perangsang system saraf
pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Minuman yang
megandung kafein, seperti kopi, the, dan minuman ringan sangat digemari. Kafein
merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Tidak seperti
zat psikoaktif lainnya, kafein legal dan tidak diatur oleh hokum di hamper seluruh
yuridiksi dunia.
b. Nikotin
Nikotin adalah zat adiktif yang terjadi secara alami dalam tembakau. Nikotin
merupakan bahan aktif dalam asap tembakau. Nikotin ini memiliki bau tajam dan
rasa yang tajam pula. Nikotin didefinisikan sebagai zat yang beracun, berminyak,
berwarna kuning pucat yang berubah warna menjadi coklat setelah terpapar udara.
Dalam bentuk terkonsentrasi, bahan kimia ini digunakan sebagai insektisida
ampuh.
c. Amphetahamine
Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan, digunakan
dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya diminum dengan
air. Ada dua jenis amphetamine, yaitu :
1) MDMA( methylene dioxy methamphetamine), dikenal dengan nama ekstasi.
Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart, snow
white, petir yang dikemas dalam bentuk pila tau kapsul.
2) Methamfetamin ice, dikenal sebagai shabu. Cara penggunaannya : diabakar
dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya dihisap atau dibakar
dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus.
d. Kokain
Kokain mempunyai dua bentuk, yaitu : kokain hidroklorid dan free base.
Kokain berupa kristal putih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dari free
8
base. Free base tidak berwarna/ putih, tidak berbau, dan rasanya pahit. Biasanya
dalam bentuk bubuk putih
3. Golongan Halusinogen
Merupakan jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan
dalam terapi medis. Yang termasuk golongan halusinogen, yaitu :
a. Ganja atau mariyuana
Merupakan produk psikoaktif dari tumbuhan Cannabis sativa.
b. LSD (Lysergic Acid Diethylamide)
Termasuk dalam golongan halusinogen, bentuk yang bias didapatkan seperti
kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna
dan gambar, ada juga yang berbentuk pil, kapsul.
9
kecanduan, mungkin terdapat sejumlah substrat neurokimiawi dan neuroanatomis di
antara semua jenis kecanduan, apakah itu terhadap zat atau berjudi, seks, mencuri, atau
makan. Berbagai kecanduan ini mungkin memeiliki efek serupa terhadap aktivitas area
kepuasan pada otak, seperti area tegmental ventral, lokus serules, dan nucleus
akumbens.
DSM IV-TR memungkinkan klinisi menentukan apakah terdapat gejala
ketergantungan penyalahgunaan fisiologis. Ada atau tidaknya ketergantungan
fisiologis tidak perlu dibedakan dengan ketergantungan fisik dan psikologis.
Pembedaan semacam itu sejalan dengan pembedaan organic-fungsional yang salah
kaprah; ketergantungan psikologis atau perilaku tak pelak mencerminkan perubahan
fisiologis pada pusat perilaku di otak. DSM-IV-TR juga memungkinkan klinisi
mengkaji keadaan terkini ketergantungan zat dengan menyediakan daftar penjelas
perjalanan penyakit. Ketergantungan psikologis, disebut juga sebagai habituasi,
ditandai dengan kecanduan kontinu, atau intermitten terhadap zat untuk mencegah
keadaan disforik. DSM-IV-TR mendefiniskan penyalahgunaan zat ditandai oleh
adanya paling sedikit satu gejala spesifik yang mengindikasikan bahwa penggunaan
zat telah mengganggu kehidupan orang tersebut. Seseorang tidak dapat memenuhi
penyalahgunaan zat untuk suatu zat tertentu bila ia pernah memenuhi kriteria
ketergantungan terhadap zat yang sama.
10
hendaya akibat penggunaan zat)
3. Masalah hukum berulang terkait zat (cth: penahanan karena perilaku kacau
terkait zat)
4. Penggunaan zat berlanjut meski memiliki masalah social atau interpersonal
yang persisten atau rekuren yang disebabkan atau dieksaserbasi oleh efek zat
(cth: berselisih dengan pasangan tentang konsekuensi intoksikasi, perkelahian
fisik)
B. Gejala tidak memenuhi kriteria ketergantungan zat untuk kelas zat ini
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical manual of Mental
Disorder. 4th ed. Revisi teks. Washington, DC : American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin.
11
memeroleh zat (cth: mengunjungi banyak dokter atau berkendara jarak jauh),
menggunakan zat (cth: merokok seperti kereta api), atau untuk pulih dari
efeknya
6) Mengorbankan atau mengurangi aktivitas rekreasional, pekerjaan, atau social
yang penting karena penggunaan zat
7) Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik atau psikologis rekuren
yang dialami mungkin disebabkan atau dieksaserbasi zat tersebut (cth: saat ini
menggunakan kokain walau menyadari adanya depresi terinduksi kokain atau
minum berkelanjutan meski mengetahui bahwa ulkus akan menjadi lebih parah
dengan konsumsi alcohol)
Tentukan apakah :
Dengan ketergantungan fisiologis : bukti adanya toleransi atau putus zat
(adanya item 1 atau 2)
Tanpa ketergantungan fisiologis: tidak adanya bukti toleransi atau putus zat
(item 1 atau 2 tidak terpenuhi)
Penentu perjalanan waktu:
Remisi penuh dini
Remisi parsial dini
Remisi penuh berkelanjutan
Remisi parsial berkelanjutan
Dalam terapi agonis
Dalam lingkungan terkontrol
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical manual of Mental
Disorder. 4th ed. Revisi teks. Washington, DC : American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin.
Etiologi
1. Factor Psikodinamik
Kisaran teori psikodinamik tentang penyalahgunaan zat mencerminkan
berbagai teori popular selama 100 tahun terakhir. Menurut teori klasik,
penyalahgunaan zat merupakan ekivalen masturbasi, defense terhadap impuls ansietas
12
atau manifestasi regresi oral (dependensi). Formulasi psikodinamik terkini
menghubungkan penggunaan zat dengan depresi atau menangani penggunaan zat
sebagai refleksi fungsi ego yang terganggu (ketidakmampuan mengatasi kenyataan)
2. Teori Perilaku
Beberapa model perilaku penyalahgunaan zat memfokuskan pada perilaku
mencari zat dibanding pada gejala dependensi fisik. Sebagaian besar penyalahgunaan
zat menimbulkan pengalaman positif setelah penggunan pertama, dan oleh karena itu,
zat tersebut bertindak sebagai penguat positif perilaku mencari zat.
3. Factor Genetic
Bukti kuat dari penelitian terhadap anak kembar, anak adopsi, dan saudara
kandung yang dibesarkan secara terpisah mengindikasikan bahwa kausa
penyalahgunaan alcohol memiliki komponen genetic. Tipe lain penyalahgunaan zat
atau ketergantungan zat juga mungkin memiliki pola genetic dalam perkembangannya.
Para peneliti baru-baru ini menggunakan pembatasan polimorfisme panjang fragmen
dalam studi mengenai penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat, dan baru sedikit
laporan keterkaitan pembatasan polimorfisme panjang fragmen yang dipublikasikan.
4. Factor Neurokimiawi
a. Reseptor dan system reseptor
Dengan pengecualian alcohol, para peneliti telah mengidentifikasi
neurotransmitter atau reseptor neurotransmitter terentu yang terlibat dengan
sebagian besar zat yang disalahgunakan. Sejumlah peneliti mendasarkan studi
mereka pada hipotesis tersebut: sebagai contoh, opiod, bekerja sebagai reseptor
opiod. Seseorang dengan aktivitas opioid endogen yang terlalu sedikit (contohnya
konsentrasi endorphin yang rendah) atau dengan aktivitas antagonis opiod endogen
yang terlalu banyak mungkin berisiko mengalami ketergantungan opioid. Bahkan
pada orang dengan fungsi reseptor endogen dan konsentrasi neurotransmitter yang
benar-benar normal, penyalahgunaan jangka panjang suatu zat tertentu pada
akhirnya mungkin akan memodulasi system reseptor di otak sehingga zat eksogen
dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis. Proses pada tingkat reseptor
semacam itu mungkin menjadi mekanisme untuk membentuk toleransi di dalam
system saraf pusat. Namun, untuk menunjukkan adanya modulasi pelepasan
13
neurotransmitter dan fungsi reseptor neurotransmitter terbukti sulit, dan penelitian
terkini memfokuskan efek zat pada sistem second messenger dan pada regulasi
gen.
b. Jaras dan neurotransmitter
Neurotranmiter utama yang mungkin terlibat dalam perkembangan
penyalahgunaan dan ketergantungan zat adalah opioid, katekolamin (terutama
dopamine), dan sistem asam - aminobutirat. Neuron yang terutama penting adalah
neuron dopaminergic pada area tegmental ventral. Neuron ini berproyeksi ke
region kortikal dan limbik, terutama nucleus akumbens. Jaras ini mungkin terlibat
dalam sensasi akan penghargaan dan mungkin menjadi mediator utama efek zat
seperti amfetamin dan kokain. Lokus seruleus, kelompok neuron adrenergic
terbesar, mungkin memerantai efek opiate dan opioid. Jaras ini secara kolektif
disebut sebagai sirkuit penghargaan otak.
14
a. Gangguan kepribadian antisosial
Hubungan antara gangguan kepribadian antisosial dan gangguan terkait
alcohol telah sering dilaporkan.
b. Gangguan mood
Sekitar 30-40 persen orang dengan gangguan terkait alcohol memnuhi
kriteria gannguan depresi mayor pada suatu waktu dalam hidupnya. Beberapa
studi menunjukkan bahwa orang dengan diagnosis gangguan terkait alcohol
sekaligus gangguan depresi memiliki konsentrasi metabolit dopamine (asam
homovanilat) dan asam -aminobutirat (GABA) pada cairan serebrospinal.
c. Gangguan ansietas
Banyak orang menggunakan alcohol untuk khasiatnya meredakan
ansietas. Sejumlah data mengindikasikan bahwa alcohol mungkin digunakan
sebagai upaya mengobati sendiri gejala agoraphobia atau fobia social, namun
suatu gangguan terkait alcohol mungkin mendahului timbulnya gangguan
panic atau gangguan ansietas menyeluruh.
d. Bunuh diri
Faktor yang dikaitkan dengan bunuh diri di antara orang dengan
gangguan terkait alcohol mencakup adanya episode depresi mayor, sistem
pendukung psikososial yang lemah, kondisi medis serius yang terjadi
bersamaan, pengangguran, dan tinggal sendiri.
3. Efek Alkohol
Istilah alcohol merujuk pada suatu kelompok besar molekul organic yang
memiliki gugus hidroksil melekat pada atom karbon jenuh. Etil alcohol, disebut
juga dengan etanol, merupakan bentuk alcohol yang paling lazim, biasanya disebut
dengan alcohol minuman.
a. Absorpsi
Sekitar 10 persin alcohol yang dikonsumsi diabsorbsi melalui lambung,
sisanya melalui usus halus. Sekali diabsorbsi dalam aliran darah, alcohol akan
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Karena alcohol secara menyeluruh
terlarut dalam cairan tubuh, jaringan yang mengandung proporsi yang tinggi
mendapat alcohol dalam konsentrasi tinggi.
15
b. Metabolisme
Sekitar 90 persen alcohol yang diabsorbsi dimetabolisme melalui
oksidasi di hepar; 10 persen sisanya dieksresi tanpa mengalami perubahan oleh
ginjal dan paru. Alcohol dimetabolisme oleh dua enzim; alcohol
dehydrogenase (ADH) dan aldehid dehydrogenase.
c. Efek pada otak
d. Efek perilaku
e. Efek tidur
4. Gambaran gangguan mental dan perilaku
Penyalahgunaan alcohol dapat menimbulkan gangguan mental organic yaitu
gangguan dalam fungsi berfikir, berperasaan, dan berprilaku. Gangguan mental
organic ini disebabkan reaksi langsung alcohol pada neurotransmitter sel-sel saraf
pusat. Karena sifat adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan
tanpa disadari akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan
(intoksikasi) atau mabuk. Ganggua mental organic memiliki gejala-gejala sebagai
berikut :
a. Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak
kekerasan lainnya, ketidak-mampuan menilai realitas dan gangguan dalam
fungsi social dan pekerjaan (perilaku maladaptive)
b. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut:
1) Pembicaraan cadel (slurred speech)
2) Gangguan koordinasi
3) Cara jalan yang tidak mantap
4) Nistakmus
5) Muka merah
c. Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut:
1) Perubahan afek dan mood, misalnya euphoria atau disforia
2) Mudah marah dan tersinggung
3) Bicara ngelantur
4) Gangguan konsentrasi
5. Penanganan dan rehabilitasi
16
a. Intervensi
Pada tahap ini juga disebut dengan konfrontasi, adalah memutus rasa
penyangkalan dan mambantu pasien mengenali konsekuensi simpang yang
akan terjadi jika gangguan ini tidak diobati. Keluarga dapat sangat membantu
dalam intervensi
b. Detoksifikasi
Sebagian besar orang dengan ketergantungan alcohol memiliki gejala
yang relative ringan bila berhenti minum. Jika kondisi kesehatan pasien
relative baik, maka sindrom putus obat hanya berupa flu ringan.
17
reward dan aktivitasnya mungkin menjadi mekanisme adiktif utama untuk
amfetamin.
Amfetamin desainer (cth: MDMA, MDEA, MMDA, dan DOM)
menyebabkan pelepasan katekolamin (dopamine dan norepineprin) serta serotonin,
neurotransmitter yang dianggap sebagai jaras neurokimiawi utama untuk
halusinogen. Oleh karena itu, efek klinis amfetamin desainer merupakan campuran
efek amfetamin klasik dan halusinogen.
2. Ketergantungan amfetamin dan penyalahgunaan amfetamin
Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stress yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan.
Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis tinggi
amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi (high) yang
biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya penurunan berat
badan dan ide paranoid) hamper selalu timbul dengan diteruskannya
penyalahgunaan.
3. Gambaran klinis
Pada orang yang sebelumnya tidak pernah menginsumsi amfetamin, dosis
tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan menginduksi elasi, euphoria, dan
rasa bersahabat. Dosis kecil umumnya memperbaiki atensi dan meningkatkan
kinerja pada tugas tertulis, oral, dan penampilan. Juga terdapat penurunan
kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang dikaitkan
dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam
periode lama.
Gejala-gejala
a. Gejala psikologik
1) Agitasi psikomotor. Yang bersangkutan berprilaku hiperaktif, tidak dapat
diam selalu bergerak
18
2) Rasa gembira (elation). Yang bersangkutan dalam suasana gembira yang
berlebihan, seringkali lepas kendali dan melakukan tindakan-tindakan yang
bersifat asusila.
3) Harga diri meningkat
4) Banyak bicara
5) Paranoid
6) Halusinasi penglihatan
b. Gejala fisik
1) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
2) Dilatasi pupil
3) Hipertensi
4) Kertingat berlebihan atau kedinginan
5) Mual dan muntah
c. Tingkah laku maladaptive, seperti perkelahian
d. Gangguan dilusi (waham) yang ditandai dengan:
1) Waham kejaran yaitu paranoid bahwa dirinya terancam
2) Kecurigaan terhadap lingkungan sekitar menyangkut dirinya sendiri
3) Agresivitas dan sikap bermusuhan
4) Kecemasan dan kegelisahan
5) Agitasi psikomotor
4. Penanganan dan rehabilitasi
Penanganan gangguan terkait amfetamin bersama dengan gangguan terkait
kokain sama-sama mengalami kesulitan dalam membantu pasien untuk tetap
abstinensi dari zat, yang sangat memperkuat dan menginduksi ketagihan. Situasi
rawat inap dan penggunaan metode terapeutik multiple (psikoterapi individual,
keluarga, dan kelompok) biasanya dibutuhkan untuk mencapai abstinensi
seterusnya. Penanganan gangguan spesifik terinduksi amfetamin seperti gangguan
psikotik. Antipsikotik dapat diresepkan untuk beberapa hari pertama. Bila tidak
ada psikosis, diazepam berguna untuk menangani agitasi dan hiperaktivitas pasien.
19
Gangguan terkait kanabis (ganja)
1. Neurofarmakologi
Reseptor spesifik untuk kanabitol telah diidentifikasi, diklon,
dikarakterisasi. Resptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi tinggi di ganglia
basalis, hipokampus, dan serebelum, dengan konsentrasi rendah di korteks serebri,
kanabis tidak ditemukan di batang orak, fakta yang konsisten dengan efek minimal
kanabis terhadap fungsi respirasi dan kardiak.
2. Diagnosis dan gambaran klinis
Efek fisik kanabis paling sering adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva
(mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat
timbul. Peningkatan nafsu makan, mulut kering merupakan efek lazim intoksikasi
kanabis. Fakta bahwa tidak pernah ada kasus kematian akibat intoksikasi kanabis
yang tedokumentasi dengan jelas mencerminkan kurangnya efek zat terhadap laju
respirasi. Efek simpang potensial paling serius penggunaan kanabis adalah yang
disebabkan penghirupan hidrokarbon karsinogenik yang sama dengan yang ada
pada tembakau konvensional, dan beberapa data mengindikasikan bahwa
pengguna berat kanabis berisiko mengalami penyakit repsiratori kronik dan kanker
paru.
Banyak laporan mengindikasikan bahwa penggunaan kanabis jangka
panjang menyebabkan atrofi serebri, kerentanan terhadap kejang, kerusakan
kromosom, defek lahir, reaktivitas imun terganggu, perubahan konsentrasi
testosterone, dan disregulasi siklus menstruasi.
3. Ketegantungan kanabis dan penyalahgunaan kanabis
DSM-IV-TR nenyertakan diagnosis ketergantungan kanabis dan
penyalahgunaan kanabis. Data eksperimental jelas menunjukkan adanya toleransi
terhadap berbagai efek kanabis, namun data tersebut kurang mendukung eksistensi
ketergantungan fisik. Ketergantungan psikologis terhadap penggunaan kanabis
dapat timbul pada pengguna jangaka panjang.
4. Gejala
a. Jantung berdebar-debar
b. Gejala psikologik
20
1) Euphoria
2) Halusinasi dan delusi
3) Perasaan waktu berlalu lambat
4) Apatis
c. Gejala fisik
1) Mata merah
2) Nafsu makan bertambah
3) Mulut kering
4) Perilaku maladaptif
21
menunjukkan bahwa kokain dikaitkan dengan penurunan aliran darah serebri dan
mungkin disertai munculnya area penurunan konsumsi glukosa yang berbercak
3. Diagnosis dan gambaran klinis
DSM-IV-TR mendaftar banyak gangguan terkait kokain tapi hanya merinci
kriteria diagnosis intoksikasi kokain dan keadaan putus kokain. Kriteria diagnosis
untuk gangguan terkait kokain lain terdapat dalam bagian DSM-IV-TR yang
memfokuskan pada gejala utama-sebagai contoh, gangguan mood terinduksi
kokain pada bagian gangguan mood.
4. Ketergantungan dan penyalahgunaan kokain
Secara klinis dan praktis, ketergantungan kokain dan penyalahgunaan
kokain dapat dicurigai pada pasien yang menunjukkan perubahan kepribadian yang
tidak dapat dijelaskan. Perubahan umum yang disebabkan oleh penggunaan kokain
adalah iritabilitas, terganggunya kemampuan berkonsentrasi, perilaku kompulsif,
indomnia berat dan pernurunan berat badan.kolega di tempat kerja dan anggota
keluarga dapat mengenali ketidakmampuan seseorang yang semakin meningkat
untuk mengerjakan tugas yang diharapkan yang berhubungan dengan kehidupan
keluarga atau pekerjaan. Pasien mungkin menunjukkan bukti baru meningkatnya
hutang atau ketidakmampuan membayar tihan tepat waktu karena besarnya jumlah
uang yang digunakan untuk membeli kokain. Penyalahgunaan kokain sering
menarik diri dari situasi social atau pekerjaan tiap 30-60 menit untuk mencari
tempat tersembunyi untuk menghirup lebih banyak kokain. Oleh karena
vasokonstriksi kokain, pengguna hamper selalu mengalami kongesti nasal, yang
mungkin diobati sendiri dengan semprotan dekongestan.
5. Gejala-gejala
a. Agitasi psikomotor
b. Rasa gembira
c. Rasa harga diri yang meningkat (over confidence)
d. Banyak bicara
e. Kewaspadaan meningkat
f. Palpitasi
g. Dilatasi pupil
22
h. Hipertensi
i. Berkeringat berlebihan
j. Mual dan muntah
k. Perilaku maladaptif
23
2. Neurofarmakologi
Komponen psikoaktif tembakau adalah nikotin, yang mempengaruhi sistem
saraf pusat dengan bekerja sebagai agonis pada reseptor asetilkolin subtype
nikotinik, sekitar 25% nikotin yang dihirup saat merokok mencapai aliran darah,
dan melalui pembuluh darah tersebut nikotin dapat mencapai otak dalam 15 detik.
Waktu paruh nikotin adalah sekitar 2 jam. Nikotin diyakini mengg]hasilkan sifat
penguat positif dan adiktif dengan mengaktivasi jaras dopaminergic yang berjalan
dari areategmental ventrak ke korteks serebri dan sistem limbik. Selain
mengaktivasi sistem rewatd dopamine, nikotin menyebabkan peningkatan
konsentrasi norepineprin dan epineprin yang bersikulasi meningkatkan
vasopressin, endirfin, hormone adrenokortikotropik, dan kortisol. Hormone-
hormon ini dianggap berperan dalam efek stimulatorik dasar nikotin terhadap SSP.
3. Gambaran klinis
Secara prilaku, efek stimulatorik nikotik menimbulkan peningkatan atensi,
pembelajran, waktu reaksi, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Pengguna
tembakau juga melaporkan bahwa merokok kretek meningkatkan mood,
menurunkan ketegangan, dan mengurangi perasaan depresi.hasil studi tentang efek
nikotin pada aliran darah otak menemukan bahwa pajanan nikotinjangka pendek
meningkatkan aliran darah otak tanpa mengubah metabolism oksigen otak, namun
jangka panjang akan menurunkan aliran darah otak. Bertentangan dengan efek
stimulatorik terhadap SSP, nikotin bekerja sebagai relaksan otot skeletal.
24
Reseptor opioid diperantarai reseptor opioid. Reseptor- terslibat dalam
regulasi dan mediasi analgesia, depresi napas, konstipasi, dan ketergantungan,
reseptor opioid- dengan analgesic, diuresis dan sedasi, serta reseptor opioid-
mungkin dengan analgesia. Opioid mempengaruhi endorphin, dan sebagai
dopaminergic dan noradrenergic. Heroin adalah opioid yang paling sering
disalahgunakan dan lebih poten serta larut dalam lemak dibandingkan morfin.
Karena sifat-sifat tersebut, heroin melintasi sawar darah otak lebih cepat
dibandingkan dengan morfin
2. Gambaran klinis
Opioid dapat dikonsumsi per oral, dihirup secara intranasal, dan
diinjeksikan secara IV atau subkutan. Opioid secara subjektif bersifat adiktif
karena melalui sensasi tinggi euforik yang dialami pengguna, terutama mereka
menginsumsi zat secara IV. Gejala tekait mencakup perasaan hangat, rasa berat di
ekstremitas, mulut kering, wajah gatal, dan wajah memerah. Euphoria awal diikuti
oleh periode sedasi, dikenal dalam istilah jalanan sebagai nodding off. Penggunaan
opioid dapat menginduksi disforia, mual, muntah, pada orang yang belum pernah
mengonsumsi opioid sebelumnya. Efek fisik opioid meliputi depresi napas,
konstriksi pupil, kontraksi otot polos (termasuk ureter dan kandung empedu),
konstipasi, perubahan tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh. Efek depresi
napas diperantarai pada tingkat batang otak.
25
1. Neurofarmakologi
Obat ini memiliki efek primer terhadap kompleks reseptor GABA, yang
memuat kanal ion klorida, situs pengikat GABA. Efek dari obat ini adalah
meningkatkan afinitas reseptor GABA dan meningkatkan aliran ion klorida
melalui kanal ke dalam neuron. Influx dari ion klorida yang bermuatan negative ke
dalam neuron bersifat inhibitorik, dan menyebabkan hiperpolarisasi neuron secara
relative terhadap ruangan ekstraseluler.
2. Gejala
a. Gejala psikologik
1) Emosi labil
2) Hilangnya hambatan seksual
3) Mudah tersinggung dan marah
4) Bica melantur
b. Gejala neurologic
1) Pembicaraan cadel
2) Gangguan koordinasi
3) Cara jalan yang tidak mantap
4) Gangguan perhatian dan daya ingat
c. Efek perilaku maladaptive
26
F13. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
SEDATIVA ATAU HIPNOTIKA
F14. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
KOKAIN
F15. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
STIMULANSIA LAIN TERMASUK KAFEIN
F16. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
HALUSINOGENIKA
F17. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
TEMBAKAU
F18. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
PELARUT YANG MUDAH MENGUAP
F19. - GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
MULTIPEL DAN PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA.
Diagnostic Criteria:
27
5. Recurrent alcohol use resulting in a failure to fulfill major role
obligaations at work, school, or home
6. Continued alcohol use dispite having persistent or recurrent social or
interpersonal problems caused or exacerbated by the effects of alcohol
7. Important social, occupational, or recreational activities are given up or
reduced because of alcohol use
8. Recurrent alcohol use in situations in which it is physically hazardous
9. Alcuohol use in continued despite knowledge of having a parsistent or
recurrent physical or physichological problem that is likely to have
been caused or exacerbated by alcohol
10. Tolerance, as defined by either or the following:
a. A need for markedly increased amount of alcohol to achieve
intoxication or desired effect
b. A markedly diminished effect with continued use of the same
amount of alcohol.
Alcohol Intoxication
Diagnostic Criteria:
28
shortly after, alcohol use:
1. Slurred speech
2. Incoordination
3. Unsteady gait
4. Nystagmus
5. Impairment in attention or memory
6. Stupor or coma
D. The signs or symptoms are not attributable to another medical condition and
are not better explained by another mental disorder, including intoxication
with another substance.
Alcohol Withdrawal
Diagnostic Criteria:
A. Cessation of (or redution in) alcohol use that hhas been heavy and
prolonged
B. Two (or more) of the following, developing within several hours to a few
days after the cessation of (redution in) alcohol use discribed in Criterion A
1. Automatic hyperactivity (e.g., sweating or pulse rate greater than 100
bmp)
2. Increased hand tremor
3. Insomnia
4. Nousea or vomiting
5. Transient visual, taclite, or auditory hallucination or illusions
6. Psycomotor agitation
7. Anxiety
8. Generalized tonic-clonic seizures
29
C. The signs or symptoms in Criterion B cause clinically significant distress on
impairmentin social, accupational, or other importance area of functioning
D. The signs or symptoms are not attributable to another medical condition and
are not better explained by another mental disorder, including intoxication
with another substance.
Opioid-Related Disorders
Diagnostic Criteria :
30
8. Recurrent opioid use in situations in which it is physically hazardous
9. Continued opioid use despite knowledge of having a parsistent or
recurrent physical or physichological problem that is likely to have been
caused or exacerbated by the substance
10. Tolerance, as defined by either or the following:
a. A need for markedly increased amount of opioids to achieve
intoxication or desired effect
b. A markedly diminished effect with continued use of the same
amount of an opioid
11. Wihtdrawal as manifested by either of the following:
a. The characteristic opioid withdrawal syndrome
b. Opioids (or a closely related substance) are taken to relieve or avoid
withdrawal symptoms
Opioid Intoxication
Diagnostic Criteria :
31
b. Slurred speech
c. Impairment in attention or memory
D. The signs or symptoms are not attributable to another medical condition
and are not better explained by another mental disorder, including
intoxication with another substance.
Opioid Withdrawal
Diagnostic Criteria :
32
3. Mescle aches
4. Lacrimation or rhinorrhea
5. Pupillary dilation, piloerection, or sweating.
6. Diarrhea
7. Yawning
8. Fever
9. Insomnia
C. The signs or symptoms in Criterion B cause clinically significant distress or
impaiment in social, occupational, or other important areas of functioning
D. The signs or symptoms are not attributable to another medical condition and
are not better explained by another mental disorder, including intoxication
with another substance.
Tobacco-Related Disorders
Tobacco Use Disorder
Diagnostic Criteria :
A. A problematic pattern of tobacco use leading to clinically significant
impairment or distress, as manifested by at least two of the following
occourringwithin 12 month period :
1. Tobacco is often taken in larger amounts or over a longer period than
was intended
2. There is a persistent desire or unsuccessful efforts to out down or
control tobacco use.
3. A great deal of time is spent in activities necessary to obtain tobacco or
use tobacco,
4. Craving or a strong desire or urge to use tobacco
33
5. Recurrent tobacco use resulting in a failure to fulfill major role
obligations at work, school, or home. (e.g. interference with work).
6. Continued tobacco use despite having persistent or recurrent social or
interpersonal problems caused or exacerbated by the effects of tobacco
(e.g. arguments with others about tobacco use).
7. Important social, occupational, or recreational activities are given up or
reduced because of tobacco use.
8. Recurrent tobacco use in situation in which it is physically hazardous
(e.g. smoking in bed).
9. Tobacco use is continued despite knowledge of having a persistent or
reccurent physical or psychological problem that is likely to have been
caused or exacerbated by tobacco.
10. Tolerance, as defined by either or the following :
a. A need for markedly increased amount of tobacco to achieve
the desired effect.
b. A markedly diminished effect with continued use of the same
amount of tobacco.
11. Withdrawal, as manifested by either of the following :
a. The characteristics, withdrawal syndrome for tobacco
b. Tobacco (or a closely related substance, touchas nicotine) is
taken to relieve or avoid withdrawal symptoms.
Tobacco withdrawal
Diagnostic Criteria :
A. Daily use of tobacco for at leats several weeks
34
B. Abrupt cessation of tobacco use, or reduction in the amount of tobacco
used. Followed within 24 hours by hour (or more) of the following signs or
symptoms :
1. Irritability, frustration, or anger.
2. Anxiety
3. Difficulty concentrating
4. Increased appetite
5. Restlessness
6. Depressed mood
7. Insomnia
C. The sign or sympotms in Criterion B cause clinically significant distress on
impairment in social, accupational, or other importance areas of
functioning.
D. The sign or sympotms are not attributable to another medical condition and
are not better explained by another mental disorder, including intoxication
or withdrawal from another substance.
35
Suicide
Depresi berat sampai skizofrenia
e. Problem sosial
Gangguan interaksi di rumah tangga sampai lingkungan masyarakat
Kecelakaan lalu lintas
Prilaku kriminal sampai tindak kekerasan
Gangguan prilaku sampai anti-sosial (mencuri, mengancam, menodong,
membohong, menipu, sampai membunuh)
f. Sebab sebab kematian
Reaksi heroin akut menyebabkan kolaps-nya kardiovaskular dan akhirnya
meninggal
Overdose, karena heroin menekan susunan saraf pusat, sukar bernafas dan
menyebabkan kematian
Tindak kekerasan
Bronkhopnoumonia
Endokarditis
36
Hawari (1990) dalam penelitiannya mengatakan bahwa urutan mudahnya narkoba
diperoleh (secara terang-teranagn, diam-diam, atau sembunyi-sembunyi) adalah alcohol
(88%), sedative (44%), ganja opiot dan amphetamine(31%).
Menurut gunawan (2009) factor ketersediaannya narkoba adalah ketersediaan dan
kemudahan memperoleh narkoba juga menjadi factor penyebab banyak nya pemakaian
narkoba di Indonesia.
6. Bagaimana peran keluarga dalam membantu proses rehabilitasi dan apa saja kegiatan
yang dilakukan di panti rehabilitasi ?
Rehabilitasi adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkoba.(bnn)
5 bentuk penanggulangan masalah narkoba
1. Promotif (pembinaan)
Ditujukan kepada masyarakat yang belum menggunakan narkoba, prinsipnya
adalah meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelom[ok ini secara nyata lebih
sejahtera sehingga tidak berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu dengan
memakai narkoba.
2. Preventif (program pencegahan)
Program ini ditunjukan kepada masyarakat sehat yang belum mengnal narkoba
agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk
menggunakannya.
3. Kuratif (pengobatan)
Ditujukan kepada pengguna narkoba, tujuannya adalah untuk mengobati
ketergantungan dan memnyembuhkan penyakit dari pemakaian narkoba.
4. Rehabilitative
Upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai
narkoba yang sudah menjalani program kuratif.
5. Represif
Program penindakan terhadap produsen, Bandar,pengedar dan pemakai
berdasarkan hukum.
37
7. Bagaimana pencegahan yang dilakukan agar masyarakat tidak menyalahgunakan obat-
obat terlarang ?
Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkoba dikalangan pelajar, sudah
semestinya menjadi tanggung jaab kita bersama. Dalam hal ini semua pihak, termasuk
orang tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam measpadai ancaman
arkoba terhadap anak-anak. Banyak yang masih bisa dilakukan untuk mencegah remaja
atau masyarakat menyalahgunakan narkoba dan membantu remaja yang sudah terjerumus
penyalahgunaan narkoba. Ada tiga tingkat intervensi, yaitu :
1. Primer
Sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran
informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi
pemerintah, seperti halnya BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian
informasi melalui berbagai bentuk materi KIE (komunikasi informasi edukasi) yang
ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder
Pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initialintake) antara 1 3 hari
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi
komplikasi medik, antara 1 3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan
bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Tertier
Yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan dalam proses
penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3 - 12 bulan,
untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam
masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan
yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling,
membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
38
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari hasil pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pak Ibnu (35 tahun)
mengalami ketergantungan zat terlarang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya gejala-
gejala intoksikasi yang sesuai dengan kriteria diagnostic DSM V (Diagnostic and Statistical
of Mental Disorders). Pak Ibnu mengalami ketergantungan pada penggunaan Heroin dan
Alkohol, sedangkan pada penggunaan rokok, gejala yang ditampilkan oleh pak Ibnu belum
mengarah pada ketergantungan. Heroin merupakan salah satu jenis Narkotika Golongan I,
yang penggunaannya hanya untuk keperluan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk
pengobatan. Sedangkan alcohol merupakan salah satu zat adiktif yang penggunaannya juga
dilarang secara berlebihan. Rehabilitasi merupakan salah satu penatalaksanaan yang
dilakukan dalam kasus-kasus ketergantungan zat terlarang. Penurunan dosis secara perlahan
dan adanya dukungan dari keluarga serta terapi psikososial sangat berperan penting dalam
proses penyembuhan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, S. D. Hadisukanto, G. (2010). Buku Ajar Psikiatri FK UI. Badan Penerbit FK UI, Jakarta.
Hawari, Dadang. (2012). Penyalahgunaan & Ketergantungan NAPZA, Edisi II. FK UI (hlm :
37-64), Jakarta.
Kaplan, Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 1. Bina rupa aksara, Jakarta.
Kaplan, Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Bina rupa aksara, Jakarta.
Maramis, Willy F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi II. Airlangga University Press
(hlm :369-383), Surabaya.
Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III dan DSM 5.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya (hlm : 34), Jakarta.
Sadock, Benjamin J. (2010(. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi II. EGC (hlm :
86-146), Jakarta.
Suryono siswanto. (2001). Penanggulangan bahaya Narkoba : Media informasi dan edukasi
penyalahgunaan Narkoba. Kemitraan Peduli Penanggulangan Bahaya Narkoba, Jakarta.
www.bnn.go.id
40