Anda di halaman 1dari 19

NAMA : eka wulan sari

NIM : 1510211046

UNIVERSITAS : FK UPN JAKARTA

1.Bagaimana Peranan Neurotransmiter Otak Pada Gangguan Perilaku dan Gangguan


Psikiatri

Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk


komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal
sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-
pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron
mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di
dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.

Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.


Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan
datangnya potensial aksi. Neurotransmitter dalam bentuk zat kimia bekerja sebagai
penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan neurotransmiter merupakan bahasa yang digunakan neuron di
otak dalam berkomunikasi. Neurotransmiter muncul ketika ada pesan yang harus di
sampaikan ke bagian-bagian lain.

Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga cara,
yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan hormon yang
dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan neurotransmitter.

Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:

Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina


Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin
Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.
Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang
berbeda. Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino.
Asam amino merupakan salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan
kewaspadaan, mengurangi kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran.

Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan
sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah
yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi
yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan
responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi
potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul
neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor
di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi
neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi supersensitivitas dan
subsensitivitas. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang
menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya yang
berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor
adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya
menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik
akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di
celah sinaptik.

Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam
neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin.
Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan
diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam
amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga
dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).

Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino
dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini
adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino
inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara
sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua
neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel
paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya
pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi
asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di celah
sinaptik, terjadilah gejala depresi.

Monoamin dan Depresi

Penelitian menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin,


seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan
bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan
serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat
antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan
monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.

Serotonin

Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke
tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik.
Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di
susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik
sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin
bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang
terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan
reptilia.
Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif,
dan gangguan makan.
Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa adalah dengan jalan mempengaruhi
sistem serotonin tersebut.
Fungsi Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi
atau marah dan libido.
Gejala Defisit : Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren,
Gangguan fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan.
Obsessive compulsive disorder (OCD)
Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada kasus yang
jarang: halusinasi
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A
pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal
dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi
yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi.
Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan.
Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia
dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini
sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA
aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak
sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan
penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw
adanya gangguan serotonin pada depresi.
Pada penderita bulimia nervosa (BN), dan terkait pesta-purge sindrom, faktor
serotonin pusat (5-hydroxytryptamine, 5-HT) berkontribusi tidak hanya untuk
disregulasi appetitive tetapi juga untuk manifestasi temperamental dan kepribadian.
Pada temuan dari studi neurobiologis, molekul-genetik, dan otak-pencitraan, telah
diungkapkan model integratif peran 5-HT fungsi dalam sindrom bulimia.
Asetilkolin

Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks serebri


dan mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar
kolin (prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat agonis
kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada orang
normal. Selain itu, ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan
mengurangi simptom mania.
Hipotesis kolinergik mengklaim bahwa penurunan fungsi kognitif pada demensia
terutama terkait dengan penurunan neurotransmisi kolinergik. Hipotesis ini telah
menyebabkan minat yang besar dalam keterlibatan putatif dari neurotransmisi
kolinergik dalam proses pembelajaran dan memori.
Fungsi asetilkolin antara lain mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan
pemusatan perhatian. Berperan pula pada proses penyimpanan dan pemanggilan
kembali ingatan, atensi dan respon individu. Di otak, asetilkolin ditemukan pada
cerebral cortex, hippocampus (terlibat dalam fungs ingatan), bangsal ganglia
(terlbat dalam fungs motoris), dan cerebrlum (koordinasi bicara dan motoris).
Ach merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam neuron. Ia
ditransportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh bagaian otak. AcH memiliki
konsentrasi tinggi di basal ganglia dan cortex motorik.
Fungsi Utama Acetylcholine (ACh) adalah mengatur atensi, memori, rasa haus,
pengaturan mood, tidur REM, memfasilitasi perilaku sexual dan tonus otot.
Gejala Defisit: Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria,
Antisosial, Penurunan fungsi bicara
Gejala Berlebihan: Over-inhibisi, Anxietas & Depresi dan Keluhan Somatic
Asetilkolin merupakan neurotransmiter hasil sintesa dari bahan utama berupa kolin.
Saat ini, sangat cukup banyak penelitian yang mengkaji peranan kolin dalam
pembelajaran.
Peran asetilkolin (Ach) dalam fungsi kognitif diselidiki. Keterlibatan AcH dalam
proses pembelajaran dan memori. Terutama, penggunaan skopolamin sebagai alat
farmakologis dikritik. Dalam bidang perilaku neuroscience racun kolinergik yang
sangat spesifik telah dikembangkan. Tampaknya bahwa kerusakan yang lebih besar
dan lebih spesifik kolinergik, efek sedikit dapat diamati pada tingkat perilaku.
Korelasi antara penurunan penanda kolinergik dan penurunan kognitif pada demensia
mungkin tidak tebang habis seperti yang telah diasumsikan. Keterlibatan sistem
neurotransmitter lain dalam fungsi kognitif secara singkat dibahas. Dengan
mempertimbangkan hasil dari berbagai bidang penelitian, gagasan bahwa AcH
memainkan peran penting dalam belajar dan proses memori tampaknya dilebih-
lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter lainnya dalam belajar dan
memori dipertimbangkan, tidak mungkin bahwa AcH memiliki peran tertentu dalam
proses ini. Atas dasar data yang tersedia, AcH tampaknya lebih khusus terlibat dalam
proses attentional dibandingkan dalam proses pembelajaran dan memori

Noradrenergik atau Norepinefrin

Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam


konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain itu
ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis.
Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui
proses reuptake aktif.
Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;
mengatur fight-flightdan proses pembelajaran dan memory.
Gejala Defisit : Ketumpulan. Kurang energi (Fatique), Depresi
Gejala Berlebihan : Anxietas. kesiagaan berlebih. Penurunan rasa awas, Paranoia,
Kurang napsu makan. dan Paranoid
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC,
fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya
ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif
dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut
tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat
pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang
menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini
dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada
penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).

Dopamin

Berbagai penelitian menunjukkan dopamin juga makin mendekatkan pada kesimpulan


bahwa neurotransmiter jenis ini mempengaruhi proses pengingatan. Melalui
mekanisme kompensasi yang di munculkan oleh dopamin, maka hubungan zat kimia
ini dalam proses belajar dan ingatan dapat terlihat jelas.
Dopamin di produksi pada inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem aktivasi
retikuler. Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi membantu otak
mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
Walaupun dopamin di produksi oleh otak, individu tetap membutuhkan asupan tirosin
yang cukup guna memproduksi dopamin. Tirosin di temukan pada makanan
berprotein seperti : daging, produk-produk susu (sperti keju), ikan , kacang panjang,
kacang-kacangan dan produk kedelai. Dengan 3-4 ons protein sehari, energi kita akan
lebih terjaga.
Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-
neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada
regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi
Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area.
Sistem norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara
serotonin dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke
struktur garis tengah (midline)
Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal,
mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur motivasi,
konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan kompleks, serta tugas-
tugas fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan
gangguan kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi simptom
depresi.

Glutamate

Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP, yang
terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-
AP4, dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik. Obat-obat
yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.
Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana hampir tiap
area otak berisi glutamate. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan
di dalam sel cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat gangguan
atau penyakit bipolar afektif dan epilepsi.
Fungsi Utama Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara
ufngsi automatic.
Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy, Distractibilitas. Schizophrenia
Gejala Berlebihan : Kindling, Seizures dan Bipolar affective disorder.

GABA

GABA merupakan neurotransmitter yang memegang peranan penting dalam gejala-


gejala pada gangguan jiwa. Hampir tiap-tiap area otak berisi neuron-neuron GABA.
GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin,
terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik.
Pada penderita depresi terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi
kadar GABA dan antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.Banyak
pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan Neurotransmitter utama untuk
sel Purkinje. GABA dipindahkan dari synaps melalui katabolism oleh GABA
transaminase
Fungsi Utama adalah menurunkan arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan
aktif dalam fungsi eksitasi.
Gejala Defisit : Irritabilitas, Hostilitas, Tension and worry, Anxietas, Seizure.
Gejala Berlebihan : Mengurangi rangsang selular, Sedasi dan Gangguan memori

HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)

Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat
dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang mengganggu,
bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan
kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah kelenjar adrenal.
Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan.
Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi
ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan. Peningkatan aktivitas
glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap stressor. Kadar kortisol
yang meningkat menyebabkan umpan balik, yaitu hipotalamus menekan sekresi
cortikotropik-releasing hormone (CRH), kemudian mengirimkan pesan ini ke
hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi adrenocortictropin hormon
(ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi
produksi kortisol.
Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran pada awal
perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya gangguan mood
pada masa dewasa.
Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang dialami
seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.
Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang
menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang
berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap
stressor dan resiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor
meningkat, seperti terjadinya depresi setelah dewasa.
Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk,
menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu ,
setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap stressor.
Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,
mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.
Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa.
Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal terhadap
stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat penyiksaan
fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik seseorang
terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila orang
tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh pula pada
tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya, mekanisme umpan
balik semakin terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan
sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah
seseorang mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini
menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan
dengan gangguan hipokampus
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada
gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan
dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi
deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan
peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada
keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi
inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone
supression test).

Endorphin

Endorphin adalah suatu bahan-kimia diproduksi di dalam otak dan spinal cord yang
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan mood. Dalam keadaan defisit adalah
Keluhan Somatic.
2. Bagaimana pemberian sedatif pada pasien dengan trauma kepala ?

Premedikasi

Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi kecemasan
sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat digunakan pada anak-anak kecil,
pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan
untuk menambah aksi agen-agen anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien,
pembedahan yang akan dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien
dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan pembedahan terencana
atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang
paling banyak digunakan untuk premedikasi.

Sedo-analgesia

Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan anestesi lokal,
misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan yang menggunakan blok
regional. Perkembangan pembedahan invasif minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas
digunakan.

Prosedur radiologik

Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu mentoleransi prosedur
radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan penggunaan radiologi
intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.

Endoskopi

Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan memberi efek
sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada endoskopi gastrointestinal (GI),
analgesik lokal biasanya tidak tepat digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan
opioid sistemik. Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan
resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi.

Terapi intensif

Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi penggunaan
ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan
meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi
analgesia yang adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada
keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus
dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk waktu yang lama pada
pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan metabolisme dan ekskresi obnat yang
terganggu. Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek
dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol, opioid,
dan agoni 2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah dibuat sejak
bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-akhir ini pada pentingnya sedasi harian
holds; strategi interupsi harian dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya
kebutuhan untuk sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi
terkait penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama
perawatan.

Suplementasi terhadap anestesi umum

Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi intravena dengan
teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah dapat menghasilkan reduksi
signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi
frekuensi dan beratnya efek samping.

TEKNIK PENGGUNAAN

Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting karena bisa
terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-obat
sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari
respon individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana
praktisi medis tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam
pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan
sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram untuk patient-controlled
sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus awal digunakan oleh
dokter. Setelah sistem tersebut sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif
menurun sementara jarak pemberian meningkat.

Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model farmakokinetik
obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma target yang diinginkan secepat
mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di
mana semakin tua usia pasien, semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap
SSP. Karena terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah
level target.

Pemakaian sedasi yang aman

Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman dan
meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar lingkungan operasi,
perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat, peralatan, dan orang yang berkompeten.
Beberapa panduan pemakaian telah diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait
penggunaan sedasi untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan
gigi, dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat. Kelayakan pasien
untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi: misalnya pasien dengan masalah
jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor
kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen arterial, dan individu yang melakukan prosedur
tidak bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel
harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk menangani komplikasi
kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia secepatnya.

OBAT-OBATAN SEDATIF

Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama, yaitu:
Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2 adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih sering di
klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan ketamin, juga
digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik. Anestesi inhalasi juga sering
digunakan sebagai sedatif dalam kadar subanestetik.

Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus,
yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia
retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan
benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitorng anestesi. Dalam masa perioperatif, midazolam telah menggantikan penggunaan
diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam


(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan
emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.2 Efek farmakologi
benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai
neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA
melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat
sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek
anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot
skeletal

Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60%
dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek
ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).11
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi
(afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan
redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan
ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma.
Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan
meningkatkan efek obat ini.

Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat tranportasi nuklesida.


Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung
melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri
korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung. 11 Kelelahan dan mengantuk adalah
efek samping yang biasa pada penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu
aktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan
mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun
penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis. 1 Penggunaan
benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi.
Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan
mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga
meningkatkan efek analgesik opioid.

Contoh Preparat Benzodiazepin

a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini
telah menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali
lebih kuat. Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat
dibanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek
sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan
pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat
asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika
masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan
menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat
dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain. Midazolam
diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak.
Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan thiopental.
Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik
karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam
yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek
dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke
jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat. Waktu
paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu paruh
diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan
fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat
karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat
dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim cytochrome P-
450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak aktif. Metabolit utama
yaitu 1- hidroksimidazolam yang memiliki separuh efek obat induk. Metabolit
ini dengan cepat dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-
hidroksimidazolam glukoronat yang dieskresikan melalui ginjal. Metabolit
lainnya yaitu 4-hidroksimidazolam tidak terdapat dalam plasma pada
pemberian IV. Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan
aliran darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan
besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan
dosis midazolam. Midazolam juga memiliki efek yang kuat sebagai
antikonvulsan untuk menangani status epilepticus. Penurunan pernapasan
dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3 mg/kg
IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko lebih besar
terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang normal depresi
pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar (>0,15 mg/kg)
dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama bila
diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan refleks
menelan dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas. Midazolam 0,2
mg/kg IV sebagai induksi anestesi akan menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan denyut jantung lebih besar daripada diazepam 0,5 mg/kg IV dan
setara dengan thiopental 3-4 mg/kg IV. Penurunan tekanan darah disebabkan
oleh penurunan resistensi perifer dan bukan karena gangguan cardiac output.
Efek midazolam pada tekanan darah secara langsung berhubungan dengan
konsentrasi plasma benzodiazepine. Midazolam sering digunakan sebagai
premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia.
Midazolam juga memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi kejang grand mal. Sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg
diberikan secara oral berupa sirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk
memberiksan efek sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat
minimal. Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan
memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup. Midazolam dosis 1-2,5
mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5 menit, durasi 15- 80 menit)
efektif sebagai sedasi selama regional anestesi. Dibanding dengan diazepam,
midazolam memiliki onset yang lebih cepat, amnesia yang lebih baik dan
sedasi post operasi yang lebih rendah namun waktu pulih sempurna tetap
sama. Efek samping yang ditakutkan dari midazolam adalah adanya depresi
napas apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS lainnya. Induksi
anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama 30-60 detik.
Walaupun thiopental memberikan waktu induksi lebih cepat 50-100%
dibanding midazolam. Dosis yang digunakan akan semakin kecil apabila
sebelumnya diberikan obat penekan CNS lain seperti golongan opioid. Pasien
tua juga membutuhkan lebih sedikit dosis dibanding pasien muda. Midazolam
dapat diberikan sebagai tambahan opioid, propofol dan anestesi inhalasi
selama rumatan anestesi. Pemberian midazolam dapat menurunkan dosis
anestesi inhalasi yang dibutuhkan. Sadar dari post operasi dengan induksi
midazolam akan lebih lama 1-2,5 kali dibanding penggunaan thiopental
sebagai induksi. Pemberian jangka panjang midazolam secara intravena (dosis
awal 0,5-4 mg IV dan dosis rumatan 1-7 mg/jam IV) akan mengakibatkan
klirens midazolam dari sirkulasi sistemik lebih bergantung pada metabolisme
hepatik. Efek farmakologis dari metabolit akan terakumulasi dan berlangsung
lebih lama setelah pemberian intravena dihentikan sehingga waktu bangun
pasien menjadi lebih lama. Penggunaan opioid dapat mengurangi dosis
midazolam yang dibutuhkan sehingga waktu pulih lebih cepat. Waktu pulih
akan lebih lama pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hati berat.
Gerakan pita suara paradoks adalah penyebab nonorganik obstruksi saluran
napas atas dan stridor sebagai manifestasi post operasi. Midazolam 0,5-1 mg
IV mungkin efektif untuk mengatasinya.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi
kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan dengan
pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam
air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV atau IM akan
menyebabkan nyeri. Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan
mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan
lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai
otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan
terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan
dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang
tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien
dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis,
akan meningkatkan efek samping dari diazepam. Diazepam mengalami
oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi
desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam.
Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta dimetabolisme
lebih lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan keadaan mengantuk
pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi
enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam
diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam
glukoronat. Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan
semakin panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta
digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan
lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi
kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih cepat
terpisah. Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada
penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam
jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi
metabolit dari plasma. Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi
napas. Namun, pada penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau
pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko
terjadinya depresi napas. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan
sebagai induksi anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah,
cardiac output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi
volatile N2O setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan
pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang
diikuti dengan injeksi fentanyl 50 g/kg IV akan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik. Pada otot skeletal,
diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan menurunkan impuls
dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi
plasmanya > 1000ng/ml. Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi
telah digantikan oleh midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan
untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat
neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah kejang dengan
depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat aktivitas di
sistem limbik, terutama di hippokampus
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-phenyl moiety. Lorazepam lebih
kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam sedangkan
efek sampingnya sama. Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di
hati menjadi bentuk inaktif yang diekskresikan di ginjal. Waktu paruhnya
lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang
diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di
hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan
obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam
lebih lambat dibanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya
lebih rendah. Lorazepam diserap baik bila diberikan secara oral dan IM dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-4 jam dan terus bertahan efeknya
selama 24-48 jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis oral 50g/kg (maks
4 mg) yang akan menimbulkan sedasi yang cukup dan amnesia selama 6
jam. Penambahan dosis akan meningkatkan sedasi tanpa penambahan efek
amnesia. Lorazepam tidak bermanfaat pada operasi singkat karena durasi kerja
yang lama. Onset kerja lambat lorazepam merupakan kekurangan lorazepam
bila digunakan sebagai induksi anestesi, sedasi selama regional anestesi dan
sebagai anti kejang. Lorazepam akan bermanfaat bila digunakan sebagai
sedasi pada pasien yang diintubasi.
d. Oxazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih
pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan asam
glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan tidak
dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral
oxazepam sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan insomnia
dengan kesulitan tidur. Namun bermanfaat pada insomnia memiliki periode
tidur yang pendek atau sering terbangun di malam hari.
e. Alprazola
Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan
kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk
premedikasi pengganti midazolam.

Anda mungkin juga menyukai