Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK DAN JUMLAH PENGUNJUNG PASIEN

TERHADAP KEBERADAAN Staphylococcus aureus PADA UDARA RUANG


RAWAT INAP KELAS II DAN III
RSUD TOTO KABILA

Safriyanto Paulutu1), Sunarto Kadir2), Sirajuddien Bialangi3).


1
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo
Safriyanto Paulutu
Safriyantopaulutu@gmail.com
2
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Sunarto Kadir
Sunarto.Kadir@yahoo.co.id
3
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo
Sirajuddien Bialangi
Sirajuddienbialangi@yahoo.com

Abstrak
Salah satu masalah penyebaran infeksi di rumah sakit yang sering terjadi adalah
infeksi nosokomial. Staphylococcus aureus menjadi penyebab infeksi nosokomial yang
telah tersebar luas di seluruh belahan dunia. Rumusan masalah yakni apakah ada
pengaruh lingkungan fisik dan jumlah pengunjung pasien terhadap keberadaan
Staphylococcus aureus di udara ruang rawat inap kelas II dan kelas III RSUD Toto
Kabila. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik yang
meliputi suhu, kelembaban, dan intentas pencahayaan serta jumlah pengunjung terhadap
keberadaan Staphylococcus aureus di udara ruang rawat inap kelas II dan kelas III
RSUD Toto Kabila. Jenis penelitian termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah udara di ruang
perawatan kelas II dan kelas III RSUD Toto Kabila sejumlah 17 ruangan. Teknik
pengambilan sampel menggunakan total sampling. Analisis statistik menggunakan fisher
exact test dengan taraf signifikansi yakni =0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ada pengaruh lingkungan fisik yakni suhu ruangan lebih kecil dari 220C dan lebih besar
dari 240C, kelembaban ruangan lebih kecil dari 45% dan lebih besar dari 60% dan
intensitas pencahayaan lebih kecil dari 100 lux dan lebih besar dari 200 lux terhadap
keberadaan Staphylococcus aureus. Tidak ada pengaruh jumlah pengunjung pasien
(Pvalue=1,000) terhadap keberadaan Staphylococcus aureus. Kualitas lingkungan fisik
yang meliputi suhu, kelembaban dan pencahayaan di 17 ruangan tidak memenuhi syarat
Kepmenkes RI Nomor. 124/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Perlu diperhatikan kondisi fisik ruangan seperti sistem
ventilasi serta melakukan pemantauan kualitas udara, yakni minimum 2 (dua) kali
setahun.

Kata Kunci: Lingkungan Fisik, Pengunjung, Staphylococcus aureus


Abstract

Safriyanto Paulutu. 811410116. 2014. The effect Physical Environment and Number of
Visitors For Patient toward the Presence of Staphylococcus aureus in the Air General
Wards particularly Class II and Class III in Regional Public Hospital (RSUD) Toto,
Kabila. Departement of Public Health, Faculty of Health and Sport Sciences, Universitas
Negeri Gorontalo. The principal supervisor was Dr. Sunarto Kadir, Drs., M.Kes and
cosupervisor was Sirajuddien Bialangi, S.KM., M.Kes.
One of infection issues frequently occured in the hospital is nosokomial.
Staphylococcus aureus becomes the reason how nosokomial infection has been spread
widely all over the world. The research problem was whether there was an effect of
physical environment and number of visitors for patient toward the presence of
Staphylococcus aureus in the air of general wards particularly class II and class IIIin
RSUD Toto , Kabila or not. The research aimed at analyzing the effect of physical
environment such as temperature, humidity, light intensity, and number of visitors toward
the presence of Staphylococcus aureus in the air of general wards particularly class II
and class III in RSUD Toto, Kabila. The research was classified into quantitative
research through using cross sectional approach. Population was air within general
wards particularly class II and class III in RSUD Toto, Kabila amounted to 17 rooms.
Sampling applied total sampling.Statistical analysis used fisher exact test with level of
significance = 0,05. The result showed that there was effects of physical environment
such as room temperature was lower than 220C and higher 240C, room humidity was
lower than 45% and higher than 60% and light intensity was lower than 100 lux and
higher than 200 lux toward Staphylococcus aureus. Quality of physical environment such
as temperature , humidity, and light in 17 rooms have not meet health Ministerial Decree
RI No. 124/MENKES/ SK/X/2004 about Hospitals environmental health requirements. It
requires serious concern about physical condition of room such as ventilation system,
and monitoring air quality for twice a year.

Keywords: Physical Environment, Visitors, Staphylococcus aureus.

1. PENDAHULUAN Sementara itu berdasarkan hasil


Hingga saat ini Staphylococcus penelitian oleh Wikansari (2012)
aureus menjadi penyebab infeksi terhadap pemeriksaan total kuman udara
nosokomial yang telah tersebar luas di dan Staphylococcus aureus di ruang
seluruh belahan dunia. Kuman ini dari rawat inap rumah sakit X Kota
sejak awal sejarah infeksi, telah menjadi Semarang diperoleh hasil penelitian
bagian utama penyebab kesakitan dan bahwa terdapat kuman udara
kematian pasien. Menurut Honeyman Staphylococcus aureus sebesar 50% dari
(2001) dalam Santosaningsih (2010) total kamar di kelas III ruang rawat inap
menyebutkan bahwa Staphylococcus penyakit dalam dan rata - rata total
aureus juga dikenal sebagai penyebab kuman udara di ruang rawat inap
paling sering Hospital-Acquired penyakit pasca bedah adalah 281
bacteremia (nosocomial) dan lebih dari CFU/M3 untuk kelas II dan 717 CFU/
2 juta pasien yang terkena infeksi M3 untuk kelas III, serta rata-rata total
nosokomial di Amerika Serikat, kira- kuman udara di ruang rawat inap
kira 61% terkena infeksi Staphylococcus penyakit dalam adalah 1.095 CFU/ M3
aureus. untuk kelas II dan 1.522 CFU/ M3 untuk
kelas III.
Pertumbuhan bakeri diudara Kabila yakni ruang pasca bedah, ruang
dapat dipengaruhi oleh faktor isolasi, ruang perawatan anak, dan ruang
lingkungan fisik seperti suhu ruangan, interna dari segi lingkungan fisik seperti
kelembaban dan intensitas pencahayaan suhu ruangan dan kelembaban pada
selain itu jumlah pengunjung dan jumlah setiap ruangan rawat inap dipengaruhi
pasien ikut mempengaruhi pertumbuhan dengan adanya penggunaan pendingin
kuman kerena pengunjung dan pasien ruangan disetiap ruang perawatan.
membawa bakteri dan menyebar Intensitas pencahayaan ruang rawat inap
keudara lewat bersin, batuk berbicara menggunakan sumber cahaya alami dan
atau tertawa. buatan, pada siang hari, sinar matahari
Rumah Sakit Umum Daerah yang masuk kedalam ruangan rawat inap
(RSUD) Toto Kabila saat ini tidak terlalu terang sehingga diperlukan
mempunyai peran yang cukup starategis sinar buatan yakni cahaya lampu.
di Provinsi Gorontalo pada umumnya Dalam menjaga ketertiban,
dan khususnya di Kabupaten Bone rumah sakit membuat peraturan bagi
Bolango karena sarana pelayanan pengunjung untuk membesuk pada
kesehatan spesialistik diwilayah ini yang waktu yang disesuaikan oleh kebijakan
masih sangat terbatas, setelah masing-masing rumah sakit. Banyaknya
sebelumnya telah menjadi rumah sakit orang yang berlalu lalang pada jam
khusus, penyakit kusta. Hingga saat ini berkunjung memicu munculnya
RSUD Toto Kabila telah melayani lebih mikroorganisme di udara karena
dari 17 kecamatan yang ada dikabupaten aktifitas orang yang tinggi dan juga
bone bolango (Laporan UKL-UPL orang luar yang datang berkunjung
RSUD Toto Kabila, 2012). dimungkinkan dapat membawa kuman
Dipilihnya RSUD Toto Kabila dari luar ke dalam ruangan (Merlin,
sebagai lokasi penelitian hal ini 2012).
dikarenakan, tidak dilakukan upaya Sementara itu berdasarkan hasil
pemantauan kualitas udara diruang observasi tingkat pengawasan di RSUD
rawat inap secara berkala, serta tidak tentang jam besuk bagi pengunjung
dilaksanakan sistem pencatatan dan rumah sakit belum begitu efektif,
pelaporan terkait infeksi nosokomial. dimana berdasarkan kebijakan yang
Jika dilihat dari segi kapasistas RSUD dibuat oleh RSUD bahwa jumlah
Toto Kabila memang masih sangat pengunjung maksimal sebanyak 2 orang
terbatas, akan tetapi dengan pengunjung untuk 1 pasien, dengan
dilakukannya pemantauan kualitas waktu berkunjung sebanyak 2 kali yakni
lingkungan fisik serta pemeriksaan pada pukul 11.00-13.00 WITA dan pada
Staphylococcus aureus pada udara di pukul 17.00-19.00 WITA akan tetapi
ruang rawat inap merupakan langkah sebagian pengunjung tidak mematuhi
awal pencegahan terhadap penyebaran peraturan tersebut, mereka datang tidak
infeksi di RSUD Toto Kabila, karena pada jam besuk dan melebihi kapasitas
mengingat rumah sakit adalah bangunan yang telah ditentukan. Hal ini disebakan
yang penuh dengan sumber penyakit dan oleh karena jumlah petugas keamanan
juga sumber infeksi sehingga harus yang bertugas menjaga ketertiban jam
diperhatikan dan dikendalikan semua besuk bagi pasien di RSUD Toto kabila
faktor dan berbagai kemungkinan sedikit.
terjadinya penyebaran infeksi terutama Setiap rumah sakit memilki
melalui udara (airborne infection). kebijakan masing-masing untuk
Berdasarkan hasil obesrvasi membuat kelas pada ruang rawat
awal lingkungan fisik terhadap 4 jenis inapnya hal ini bertujuan agar dapat
ruangan rawat inap di RSUD Toto melayani seluruh pasien baik yang tidak
mampu, kelas menengah dan atas. Di istilah infeksi nosokomial (Wikansari,
pilihnya ruang rawat inap kelas II dan 2012).
kelas III sebagai lokasi penelitian karena Contoh infeksi nosokomial salah
pada ruang perawatan tersebut terdapat satunya adalah infeksi luka operasi
lebih dari 1 (satu) pasien yang di rawat (ILO) yang merupakan infeksi yang
dalam ruangan yang sama yang terjadi 30 hari pasca operasi, jika tidak
memungkinkan terjadinya penyebaran menggunakan implant atau dalam krun 1
kuman terutama Staphylococcus aureus. tahun jika terdapat implant.
Belum dilakukan penelitian Tindakan atau upaya pencegahan
terkait pengaruh kualitas lingkungan penularan penyakit infeksi adalah
fisik dan jumlah pengunjung dengan tindakan yang paling utama. Upaya ini
keberadaan Staphylococcus aureus di dapat dilakukan dengan cara
ruang rawat inap di RSUD Toto Kabila, memutuskan rantai penularannya. Rantai
sehingga berdasarkan latar belakang di penularan adalah rentanan proses
atas peneliti tertarik untuk melakukan berpindahnya mikroba patogen dari
suatu penelitan tentang Pengaruh sumber penularan (reservoir) ke pejamu
Lingkungan Fisik dan Jumlah dengan/tanpa media perantara.
Pengunjung Pasien Terhadap Salah satu mikroba patogen
Keberadaan Staphylococcus aureus Pada penyeakit infeksi adalah Staphylococcus
Udara Ruang Rawat Inap Kelas II dan aureus . Staphylococcus aureus dapat
Kelas III RSUD Toto Kabila. menyebabkan terjadinya berbagai jenis
infeksi mulai dari infeksi kulit ringan,
2. KAJIAN LITERATUR keracunan makanan sampai dengan
Rumah sakit sebagai sarana institusi infeksi sistemik. Infeksi kulit yang
yang berfungsi untuk menyembuhkan biasanya disebabkan oleh
pasien, harus memiliki saran adan Staphylococcus aureus yaitu impetigo,
lingkungan yang bersih dan memenuhi selulitis, folikulitis, abses.
standar kesehatan. Persyaratan Staphylococcus aureus menyebabkan
kesehatan lingkungan rumah sakit diatur keracunan makanan karena adanya
dalam Kepmenkes No. enterotoksin yang dihasilkan oleh
1204/MENKES/SK/X/2004. Staphylococcus aureus yang terdapat
Di rumah sakit pasien mendapatkan pada makanan yang tercemar.
terapi dan perawatan untuk dapat
sembuh. Tetapi, rumah sakit selain 3. METODEPENELITIAN
untuk mencari kesembuhan, juga Jenis penelitian termasuk dalam
merupakan depot bagi berbagai macam penelitian explanatory atau penjelasan
penyakit terutama penyakit yang karena bersifat menjelaskan hubungan
disebab-kan oleh bakteri, yang antara variabel-variabel penelitian
merupakan penyebab utama penyakit dengan pengujian hipotesis. Penelitian
infeksi. Bakteri dapat hidup dan ini menggunakan pendekatan cross
berkembang di lingkungan rumah sakit, sectional. Populasi dalam penelitian ini
seperti; air, udara dan lantai (Noer, adalah udara di ruang perawatan kelas II
2012). dan kelas III RSUD Toto Kabila
Di negara negara berkembang sejumlah 17 ruangan. Sampel pada
penyakit infeksi masih merupakan penelitian ini adalah total sampling
penyebab utama tingginya angka yakni 17 ruangan/kamar. Tehnik analisis
kesakitan (morbidity) dan angka data menggunakan Fishers Exact Test.
kematian (mortality) di rumah sakit, Definisi Operasional dalam penelitian
dimana infeksi ini lebih dikenal dengan ini adalah
1. Suhu adalah temperature udara ruangan di ruang rawat inap tidak sesuai
dalam ruang rawat inap kelas II dan yang menyebabkan terdapat bakteri
kelas III RSUD Toto Kabila yang Sthapylococcus aures. Maka dapat
diukur dalam satuan 0C. disimpulkan terdapat pengaruh yang
2. Kelembaban adalah banyaknya uap signifikan suhu ruangan terhadap
air yang terkandung didalam keberadaan Staphylococcus aureus.
ruangan, dan diukur didalam Suhu dapat menjadi salah satu faktor
ruangan rawat inap kelas II dan yang dapat mendukung pertumbuhan
kelas III RSUD Toto Kabila yang bakteri di udara. Perubahan suhu dapat
diukur dalam satuan %. memberikan kesempatan yang luas bagi
3. Intensitas pencahayaan adalah mikroorganisme patogen (bakteri dan
intensitas cahaya yang ada di ruang virus) untuk tumbuh lebih luas (Halim,
ruang rawat inap kelas II dan kelas 2012). Suhu optimum bagi pertumbuhan
III RSUD Toto Kabila yang diukur bakteri pada umumnya sangat bervariasi
dalam satuan lux baik yang berasal tergantung pada jenis bakterinya. Pada
dari sinar matahari maupun suhu yang tepat (optimum) sebuah sel
pencahayaan buatan. bakteri dapat tumbuh memperbanyak
4. Jumlah pengunjung pasien adalah dirinya dan tumbuh semakin cepat.
banyaknya orang yang mengunjungi Dalam analisis dengan
pasien pada ruang rawat inap kelas menggunakan aplikasi SPSS 17.0
II dan kelas III RSUD Toto Kabila. dengan menggunakan Fishers Exact
Test, yang bertujuan untuk mengetahui
4. HASIL PENELITIAN DAN signifikan antara kedua variabel yang
PEMBAHASAN diteliti. Hasil analisis tidak terbaca oleh
Berdasarkan hasil analisis karena hasil pemeriksaan suhu ruangan
pengaruh suhu ruangan terhadap yang constant dimana berdasarkan hasil
keberadaan Sthapyhlococcus aureus dari pengukuran suhu ruangan keseluruhan
17 ruang rawat inap (100%) mempunyai ruangan memiliki suhu yang tidak
suhu ruangan yang melebihi persyaratan memenuhi persyaratan.
yang telah ditetapkan (22-240C) untuk Namun dari hasil pengukuran
ruang pemulihan/perawatan, diperoleh 2 suhu ruangan di ruang rawat inap kelas
ruangan tersebut adalah ruang isolasi II dan kelas III RSUD Toto Kabila,
kelas II kamar 1 dan ruang anak kelas III membuktikan bahwa suhu ruangan di
kamar 1 sementara itu 15 ruangan ruang rawat inap yang tidak memenuhi
(88,2%) positif Staphylococcus aureus. syarat (22-240C) untuk ruang
Dalam analisis dengan pemulihan/perawatan, menyebabkan
menggunakan aplikasi SPSS 17.0 terdapatnya bakteri patogen
dengan menggunakan Fishers Exact Staphylococcus aureus, dimana dari 17
Test, yang bertujuan untuk mengetahui ruang rawat inap (100%) diperoleh
signifikan antara kedua variabel yang hanya 2 ruangan (11,8%) negatif
diteliti. Hasil analisis tidak terbaca oleh Staphylococcus aureus dan 15 ruangan
karena hasil pemeriksaan suhu ruangan (88,2%) yang positif Staphylococcus
yang constant dimana berdasarkan hasil aureus. Hal tersebut menggambarkan
pengukuran suhu ruangan keseluruhan bahwa pada suhu tersebut merupakan
ruangan memiliki suhu yang tidak suhu optimum untuk pertumbuhan
memenuhi persyaratan. bakteri Staphylococcus aureus. Suhu
Namun berdasarkan hasil optimum bagi pertumbuhan bakteri
pengukuran suhu ruangan di ruang rawat Staphylococcus aureus adalah 30-370C
inap kelas II dan kelas III RSUD Toto (Kusuma, 2009).
Kabila, membuktikan bahwa suhu
Berdasarkan hasil analisis diteliti. Hasil analisis tidak terbaca oleh
pengaruh kelembaban ruangan terhadap karena hasil pengukuran kelembaban
keberadaan Sthapyhlococcus aureusdari ruangan yang constant dimana hasil
17 ruang rawat inap (100%) mempunyai pengukuran kelembaban ruangan tidak
suhu ruangan yang melebihi persyaratan terdapat ruangan dengan kelembaban
yang telah ditetapkan (40-60%) untuk yang memenuhi persyaratan (45-60%).
ruang pemulihan/perawatan, diperoleh 2 Meskipun demikian berdasarkan
ruangan (11,8%) negatif Staphylococcus hasil pengukuran kelembaban ruangan
aureus, 2 ruangan tersebut adalah ruang di ruang rawat inap kelas II dan kelas III
isolasi kelas II kamar 1 dan ruang anak RSUD Toto Kabila tersebut,
kelas III kamar 1 sementara itu 15 membuktikan bahwa kelembaban
ruangan (88,2%) positif Staphylococcus ruangan di ruang rawat inap yang tidak
aureus. sesuai, menyebabkan terdapat bakteri
Dalam analisis dengan Staphylococcus aureus. Maka dapat
menggunakan aplikasi SPSS 17.0 yang disimpulkan terdapat pengaruh yang
bertujuan untuk mengetahui signifikan signifikan kelembaban ruangan terhadap
antara kedua variabel yang diteliti. Hasil keberadaan Staphylococcus aureus.
analisis tidak terbaca oleh karena hasil Bakteri Staphylococcus aureus
kelembaban ruangan yang constant merupakan jenis bakteri gram positif.
dimana berdasarkan hasil pengukuran Bakteri gram positif cenderung hidup
kelembaban ruangan tidak terdapat pada kelembaban udara yang lebih
ruangan dengan kelembaban yang tinggi dibandingkan dengan bakteri
memenuhi persyaratan. Meskipun gram negatif terkait dengan perubahan
demikian berdasarkan hasil pengukuran struktur membran selnya yang
kelembaban ruangan di ruang rawat inap mengandung lipid bliyer (Machfud,
kelas II dan kelas III RSUD Toto 2013).
Kabila, membuktikan bahwa Berdasarkan hasil analisis
kelembaban ruangan di ruang rawat inap pengaruh intensitas pencahayaan
yang tidak sesuai menyebabkan terdapat terhadap keberadaan Staphylococcus
bakteri Staphylococcus aures. Maka aureus dari 17 ruang rawat inap (100%)
dapat disimpulkan terdapat pengaruh mempunyai intensitas pencahayaan yang
yang signifikan kelembaban ruangan melebihi persyaratan yang telah
terhadap keberadaan Staphylococcus ditetapkan (100-200 Lux) untuk ruang
aureus. pemulihan/perawatan, diperoleh 2
Kondisi lingkungan yang ruangan (11,8%) negatif Staphylococcus
mendukung dapat memacu adanya aureus 2 ruangan tersebut adalah ruang
pertumbuhan bakteri faktor-faktor yang isolasi kelas II kamar 1 dan ruang anak
berpengaruh terhadap pertumbuhan kelas III kamar 1 sementara itu 15
bakteri selain suhu dan pencahayaan ruangan lainnya (88,2%) positif
juga kelembaban. Kelembaban yang Staphylococcus aureus.
tinggi dapat berpotensi sebagai tempat Dalam analisis dengan
berkembang biaknya bakteri patogen. menggunakan aplikasi SPSS 17.0 yang
Pada umumnya bakteri memerlukan bertujuan untuk mengetahui signifikan
kelembaban relatif (relative humidity) antara kedua variabel yang diteliti. Hasil
yang cukup tinggi yakni sebesar 85%. analisis tidak terbaca oleh karena hasil
Dalam analisis dengan intensitas pencahyaan yang constant
menggunakan aplikasi SPSS 17.0 dimana berdasarkan hasil pengukuran
dengan menggunakan Fishers Exact intensitas pencahayaan tidak terdapat
Test, yang bertujuan untuk mengetahui ruangan dengan pencahyaan yang
signifikan antara kedua variabel yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan
hasil pengukuran pencahyaan di ruang bersumber dari pencahayaan alami
rawat inap kelas II dan kelas III RSUD maupun buatan. Sinar matahari yang
Toto Kabila, membuktikan bahwa suhu merupakan sumber pencahayaan alami
ruangan di ruang rawat inap tidak sesuai berfungsi untuk membunuh
yang menyebabkan terdapat bakteri mikroorganisme patogen.
Staphylococcus aures. Maka dapat Sinar ultra violet (UV) diketahui
disimpulkan terdapat pengaruh yang merupakan salah satu sinar dengan daya
signifikan suhu ruangan terhadap radiasi yang dapat bersifat letal bagi
keberadaan Staphylococcus aureus. mikroorganisme. Sinar UV mempunyai
Pencahayaaan merupakan salah satu panjang gelombang mulai 4 nm hingga
faktor yang dapat mempengaruhi adanya 400 nm dengan efisiensi tertinggi untuk
pertumbuhan bakteri. Secara umum pengendalian mikroorganisme adalah
bakteri dan mikroorganisme lainnya pada 365 nm (Ariyadi, 2009).
dapat hidup dalam paparan cahaya yang Bersarkan penelitian Kristanti
normal. Akan tetapi sinar ultraviolet (2011) tentang efektivitas sinar
yang tinggi dapat berakibat fatal bagi ultraviolet dalam menurunkan angka
bakteri dan mikroorganisme. kuman udara diperoleh hasil setelah
Dalam analisis dengan sterilisasi dengan UV angka kuman
menggunakan aplikasi SPSS 17.0 yang udara ruang operasi 0- 666,67 CFU/m3,
bertujuan untuk mengetahui signifikan lantai 0-5,6 CFU/cm2 dan dinding 0-
antara kedua variabel yang diteliti. Hasil 0,38 CFU/cm2. Hasil penelitian tersebut
analisis tidak terbaca oleh karena hasil dapat menjelaskan bahwa sinar matahari
intensitas pencahyaan yang constant dapat mengeliminasi mikroorganisme
dimana berdasarkan hasil pengukuran patogen yang terdapat di udara ruang
intensitas pencahayaan tidak terdapat perawatan di rumah sakit. Selain
ruangan dengan pencahyaan yang penelitian Kristanti (2011), hasil
memenuhi persyaratan. penelitian lainnya yang telah dilakukan
Akan tetapi berdasarkan hasil oleh Ardiyati (2009) di didapatkan hasil,
pengukuran pencahyaan di ruang rawat waktu penyinaran ultra violet 38 watt
inap kelas II dan kelas III RSUD Toto selama I menit dengan jarak 45 cm pada
Kabila, membuktikan bahwa intensitas media NA yang mengandung bakteri
pencahayaan ruangan di ruang rawat Bacillus sp didapatkan koloni sebanyak
inap tidak sesuai yang menyebabkan 18 buah, penyinaran selama 5 menit
terdapat bakteri Staphylococcus aureus. koloni sebanyak l5 buah, penyinaran
Maka dapat disimpulkan terdapat selama l0 menit tidak ada koloni yang
pengaruh yang signifikan suhu ruangan tumbuh, penyinaran selama 15 menit
terhadap keberadaan Staphylococcus tidak ada koloni yang tumbuh. Pada
aureus. media kontrol yang tidak disinari ultra
Keberadaan mikroorganisme violet didapatkan pertumbuhan koloni
dapat menyebabkan kontaminasi, hal ini yang sangat penuh / tidak dapat
sangat berpengaruh pada ruang yang dihitung.
seharusnya terjaga keseterililanya misal Seperti halnya bakteri Bacillus
ruang di rumah sakit laboratorium dan sp, bakteri Staphylococcus aureus yang
lainnya. Bakteri kontaminan yang sering merupakan bakteri gram positif dapat
ditemukan diantaranya adalah Bacillus dikendalikan dengan penggunaan sinar
sp, Streptococcus sp, Staphylococcus, ultaviolet oleh karena itu sangat
Pseudomonas dan Sarcin. diperlukan intensitas pencahayaan alami
Dari hasil observasi peneliti yang berasal dari sinar matahari yang
Sumber pencahayaan yang digunakan di cukup untuk dapat membunuh ataupun
ruang rawat inap RSUD Toto Kabila
mengeliminasi bakteri patogen yang Hal ini dikarenakan oleh karena
terdapat di udara rumah sakit. jupada ruang isolasi tersebut tidak
Hasil analisis pengaruh jumlah terdapat pengunjung maupun pasien
pengunjung pasien terhadap keberadaan yang dapat menjadi sumber keberadaan
Staphylococcus aureusdapat dilihat pada bakteri Staphylococcus aureus hal ini
Tabel 1 berikut ini: didukung dengan kondisi ruangan yakni
Tabel 1. Pengaruh Jumlah Pengunjung jendela, pintu, maupun tirai di ruang
Pasien terhadap Keberadaan isolasi tersebut tertutup. Sehingga
Staphylococcus aureus bakteri Staphylococcus aureus yang
Keberadaan terdapat diluar ruangan tidak masuk
Bakteri kedalam ruangan. Sebaliknya 11
Staphylococcus ruangan (64,7%) yang terdapat jumlah
aureus
pengunjung yang lebih dari 2 orang
Negatif Positif Total dengan keberadaan Staphylococcus
Jumla 2 Count 1 5 6 aureus 10 ruangan (58,8%) dengan hasil
h Oran positif Staphylococcus aureus dan 1
Expected
Peng g .7 5.3 6.0
Count ruangan yakni ruang anak kelas III
unjun
g % within kamar 1 (5,9%) dengan hasil negatif
Pasie Jumlah Staphylococcus aureus.
16.7% 83.3% 100.0%
n Pengunju
ng Pasien Tabel 2 Hasil Analisis Fisher's Exact
>2 Count 1 10 11 Test Pengaruh Jumlah
Oran Pengunjung Pasien Terhadap
Expected
g 1.3 9.7 11.0
Count Keberadaan Staphylococcus
% within aureus
Jumlah Asym Exact
9.1% 90.9% 100.0%
Pengunju p. Sig. Sig. Exact
ng Pasien Value df
(2- (2- Sig. (1-
Total Count 2 15 17 sided) sided) sided)
Expected Pearson
2.0 15.0 17.0 .215a 1 .643
Count Chi-Square
% within Continuity
.000 1 1.000
Jumlah Correctionb
11.8% 88.2% 100.0%
Pengunju Likelihood
ng Pasien .206 1 .650
Ratio
Sumber: Data Primer 2014 Fisher's
1.000 .596
Exact Test
Berdasarkan Tabel 1 tersebut Linear-by-
menunjukkan bahwa dari 17 ruangan Linear .202 1 .653
(100%) dengan jumlah pengunjung yang Association
dikaitkan dengan keberadaan bakteri N of Valid
17
Casesb
Staphylococcus aureus menunjukkan
bahwa 6 ruangan (35,3%) yang terdapat Sumber: Data Primer 2014
jumlah pengunjung yang kurang dari 2
Untuk membuktikan ada/tidak
orang dengan keberadaan
ada pengaruh antara jumlah pengunjung
Staphylococcus aureus 5 ruangan
pasien dengan keberadaan
(29,4%) dengan hasil positif
Staphylococcus aureus maka dapat
Staphylococcus aureus dan 1 ruangan
dilihat dari hasil analisis fishers exact
yakni ruang isolasi kelas II (5,9%)
test, dimana dari hasil analisis diperoleh
dengan hasil negatif Staphylococcus
nilai p value 1,000 > 0,05, maka dengan
aureus.
demikian H0 diterima sehingga
disimpulkan bahwa tidak terdapat Berdasarkan hasil penelitian
pengaruh yang bermakna antara jumlah Merlin (2012) tentang studi kualitas
pengunjung pasien terhadap keberadaan udara dengan parameter mikrobiologis
Staphylococcus aureus di ruang rawat di RSCM dimana diperoleh hasil jumlah
inap kelas II dan kelas III RSUD Toto orang dalam ruangan memiliki pengaruh
Kabila. yang lemah dan tidak ada pengaruh
Pengunjung pasien dapat waktu berkunnjung terhadap kosentrasi
menjadi salah satu faktor yang dapat jamur dimana untuk mengatur ketertiban
menyebabkan pertumbuhan kuman pengunjung, RSCM membuat jadwal
patogen diudara. Karena selain pasien, jam berkunjung pada hari senin-jumat
pengunjung juga dapat membawa pada pukul 17.00-19.00 dan setiap
bakteri patogen melalui aktivitas yang pasien pasien ditunggui dengan
dilakukan didalam ruangan seperti maksimal penjaga 1-2 orang penjaga.
bersin, batuk dan berbicara serta Meskipun tidak terdapat
melakukan aktivitas lain yakni pengaruh yang bermakna antara jumlah
membersihkan ruangan yang dapat pengunjung pasien terhadap keberadaan
meyebabkan bakteri patogen menyebar Staphylococcus aureus di ruang rawat
ke udara. inap kelas II dan kelas III RSUD Toto
Dari hasil analisis fishers exact Kabila, namun berdasarkan uraian pada
test untuk mengetahui pengaruh jumlah Tabel 4.9 menunjukan bahwa ruangan
pengunjung pasien terhadap keberadaan yang terdapat lebih dari 2 orang
Staphylococcus aureus di udara pengunjung terdapat bakteri
diperoleh nilai Pvalue 1,000 > 0,05, maka Staphylococcus aureus lebih besar
dengan demikian H0 diterima sehingga dibandingkan dengan ruangan yang
disimpulkan bahwa tidak terdapat terdapat kurang dari 2 orang
pengaruh yang bermakna antara jumlah pengunjung.
pengunjung pasien terhadap keberadaan Jumlah pengunjung pasien yang
Staphylococcus aureus di ruang rawat didukung dengan aktivitas yang
inap kelas II dan kelas III RSUD Toto dilakukan oleh pengunjung didalam
Kabila. ruangan, dapat mempengaruhi
Tidak adanya pengaruh yang keberadaan bakteri Staphylococcus
bermakna antara jumlah pengunjung aureus. Karena dari aktivitas yang
dengan keberadaan Staphylococcus mereka lakukan yakni dapat
aureus menunjukan bahwa bukan hanya mempengaruhi keberadaan
jumlah pengunjung saja yang dapat mikroorganisme/bakteri di udara.
mempengaruhi keberadaan Bersin dapat melepaskan 160 partikel,
Staphylococcus aureus di udara. pada saat batuk dapat terlepas 5000
Meskipun didalam ruangan tidak partikel dan setiap 100 kata yang
terdapat pengunjung, Staphylococcus diucapkan dengan pelan saja dapat
aureus dapat muncul melalui melepaskan 250 partikel ke udara
kontaminasi dari luka infeksi pada (Wikansari,2012).
pasien yang terdapat didalam ruang
perawatan, peralatan medis, serta dari 5. KESIMPULAN
sistem pernapasan, dan dapat pula di Kualitas lingkungan fisik yakni
bawa oleh petugas medis dan non medis suhu, kelembaban, intensitas pecahayaan
maupun petugas kebersihan, sehingga dari 17 ruangan (100%) tidak memenuhi
dapat dikatakan ukuran atau jumlah standar yang telah ditetapkan sedangkan
pengunjung pasien didalam ruangan jumlah pengunjung pasien dari 17
tidak dapat mempengaruhi keberadaan ruangan (100%) diperoleh jumlah
Staphylococcus aureus diudara. ruangan dalam kategori pengunjung
pasien kurang dari 2 orang pengunjung Merlin. 2012. Studi Kualitas Udara
adalah 6 ruang rawat inap (35,3%), Mikrobiologis Dengan Parameter
sedangkan yang termasuk dalam Jamur Pada Paasien Rumah Sakit
kategori pengunjung pasien lebih dari 2 . Skripsi Sarjana. Fakultas Tehnik
orang pengunjung ada 11 ruang rawat Program Studi Tehnik
inap (64,7%). Jumlah koloni kuman Lingkungan, Universitas
udara udara tertinggi berada di ruang Indonesia.
perawatan nifas kelas III kamar ke 4 Noer, S, F. 2012. Pola Bakteri Dan
yakni 277 KK dan jumlah koloni kuman Resistensinya Terhadap
udara paling sedikit berada di ruang Antibiotik Yang Ditemukan Pada
perwatan isolasi kelas II kamar ke 1 Air Dan Udara Ruang Instalasi
yakni 27 KK. Dari 17 (100%) ruang Rawat Khusus RSUP dr. Wahidin
rawat inap kelas II dan kelas III RSUD Sudirohusodo Makassar. Majalah
Toto Kabila di peroleh 15 ruangan Farmasi dan Farmakologi, Vol.
(88,2%) dengan hasil positif (+) 16, No.2 Juli 2012, hlm. 73
Staphylococcus aureus dan 2 ruangan 78.
(11,8%) dengan hasil negatif (-) Santosaningsih, D., Sri Winarsih, dan
Staphylococcus aureus. Ada pengaruh Natasha Diah P. 2010. Uji
lingkungan fisik suhu (22-240C), Efektivitas Ekstrak Kulit Buah
kelembaban (45-60%) dan intensitas Delima (Punica Granatum)
pencahayaan (100-200 Lux) terhadap Sebagai Antimikroba
keberadaan Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus Penyebab
Suhu ruangan berpengaruh terhadap Infeksi Kulit Dan Jaringan Lunak
keberadaan Staphylococcus aureus pada Di Rumah Sakit Dan Komunitas
udara ruang rawat inap kelas II dan kelas Secara In Vitro. Jurnal Penelitian
III RSUD Toto Kabila. Tidak ada Fakultas Kedokteran Universitas
pengaruh jumlah pengunjung pasien Brawija.
(P=1,000) terhadap keberadaan
Staphylococcus aureus. Wikansari, N., Retno Hestiningsih dan
Budi Raharjo. 2012. Pemeriksaan
6. REFERENSI Total Kuman Udara Dan
Ariyadi, T. Dan Dewi, S.S. 2009. Staphylococcus Aureus Di Ruang
Pengaruh Sinar Ultra Violet Rawat Inap Rumah Sakit
Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Bacillus sp. Sebagai Bakteri
Kontaminan. Jurnal Kesehatan
Vol.2, No.2 Desember 200
Kristanti, E. 2010. Efektivitas
Penggunaan Radiasi Sinar
Ultraviolet Dalam Penurunan
Jumlah Angka Kuman Ruang
Operasi Rumah Sakit Di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Tesis
Universitas Gajah Mada.
Macfud, B. 2013. Pengaruh Kelembaban
terhadap Bakteri.
(http://www.Hvactechnic.com)
diakses tanggal 14 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai