Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis
kualitatif dan kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang berhubungan
dengan sifat fisikanya, misalnya spektrometri massa, spektrofotometri, dan
kromatografi. Farmasi fisika juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang
ilmu fisika yang diaplikasikan ke dalam ilmu farmasi. Salah satu objek yang
dipelajari dalam farmasi fisika adalah emulsifikasi (Syamsuni, 2006).
Emulsifikasi merupakan proses terbentuknya emulsi, dimana emulsi
adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem
dispersi, fase cair yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase
lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (Dirjen POM, 1979).
sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
redispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Proses terbentuknya emulsi, dimana emulsi adalah
sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam system dispers;
fase cair yang satu redispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan
lainnya; umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi inilah yang disebut
dengan emulsifikasi (Ditjen POM, 1979; Depkes RI, 1978).
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak sediaan farmasi yang
berupa emulsi, sebab emulsi memiliki banyak kelebihan diantaranya dapat
menyatukan dua fase yang berbeda, mengurangi rasa pahit dari zat aktif obat,
dan tentunya mempercepat absorbsi secara oral dalam tubuh (Jufri. M, 2004).
Sediaan emulsi biasanya sangat sulit untuk menjaga kestabilannya,
oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan dari emulsi tersebut digunakan
emulgator. Emulgator itu sendiri merupakan komponen yang penting untuk
memperoleh emulsi yang stabil atau sebagai penstabil emulsi. Salah satu
emulgator yang banyak digunakan adalah surfaktan. Mekanisme kerja
emulgator semacam ini berdasarkan atas kemampuannya menurunkan
tegangan permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan
2

monomolekuler pada permukaan global fase terdispersi. Ada dua macam tipe
emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak redispersi ke
dalam fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan fase ekstern adalah
minyak. Fase intern disebut pula fase dispers atau fase discontinue. Selain
itu, HLB butuh minyak juga perlu kita ketahui (Rowe,R.C, 2009).
Praktikum ini mempelajari tentang cara pembuatan emulsi dengan
menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span
80 dengan berbagai konsentrasi. Oleh karena, betapa pentingnya mahasiswa
farmasi mengetahui bagaimana cara pembuatan sediaan emulsi yang
kestabilannya baik, maka hal ini yang mendasari percobaan emulsifikasi.
I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami ksetabilan dari suatu sediaan emulsi serta
tipe-tipe emulsi
I.2.2 Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi ketidakstabilan emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
I. 3 Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsifikasi menggunakan paraffin cair dengan span 80
sebagai fase minyak, serta air dan tween 80 sebagai fase air dengan
menggunakan ultra turrax untuk mengetahui adanya volume pemisahan, uji
redispersi, dan penentuan tipe emulsi dengan adanya penambahan methylen
blue.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator (Jenkins, 1957).
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang
mengandung dua cairan yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan
dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam
sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan
bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan
oleh pasien (Jenkins, 1957).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu (Ansel,
1989):
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam
fasa air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa
minyak.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan
air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul
fasa terdispersinya (Jenkins, 1957).
II.1.2 Teori terbentuknya emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal empat macam
teori yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang
berbeda-beda, diantaranya yaitu (Syamsuni, 2006):
4

1. Teori tegangan permukaan (surface tension)


Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis
yang disebut daya kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik
menarik antar molekul yang tidak sejenis yang disebut daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat
cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan
tersebut dinamakan tegangan permukaan (surface tension). Dengan
cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan
bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur (immicible
liquid).
Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan
tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi dibidang batas, semakin sulit kedua
zat car tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik
tertentu, antara lain sabun. Dalam teori dikatakan bahwa penambahan
emulgator akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi
pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah
bercampur.
2. Teori orientasi baji (orienter wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan
adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian
yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang
suka minyak atau mudah larut dalam minyak. Jadi, setiap molekul
emulgator dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
2. Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya, kelompok hidrifil ke dalam air dan kelompok lipofil ke
5

dalam minyak. Dengan demikian, emulgator seolah-olah menjadi tali


pengikat antara air dan minyak antar kedua kelompok tersebut akan
membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang
besarnya tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah
HLB (Hydrophyl Lipofhyl Balance), yaitu angka yang menunjukan
perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil.
Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang
suka air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan
demikian sebaliknya. Dalam tabel ini dapat dilihat kegunaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
Kegunaan emulgator dan harga HLB
Harga HLB Kegunaan
1-3 Anti foaming agent
4-6 Emulgator tipe o/w
7-9 Bahan pembasah (wetting agent)
8-10 Emulgator tipe w/o
13-15 Bahan pembersih (detergent)
15-18 Pembantu kelarutan (solubilizing agent)

Nilai HLB beberapa tipe surfaktan


Nilai
Surfaktan Keterangan
HLB
Tween 20 (polioksitile sorbitan
16,7 Cairan
monolaurat)
Tween 40 (polioksitilen sorbitan
15,6 Cairan minyak
monopalmitat)
Tween 60 (polioksitilen sorbitan
14,9 Semi padat
monostearat)
seperti minyak
6

Tween 65 (polioksitilen sirbitan tristearat) 10,5 Padat seperti


lilin
Tween 80 (polioksitilen sorbitan monoleat) 15,0 Cair seperti
minyak
Tween 85 (polioksitilen sorbitan trioleat) 11,0 Cair seperti
minyak

Arlacel atau span 20 (sorbitan monolaurat) 8,6 Cairan minyak

Arlacel atau span 60 (sorbitan


4,7 Padat seperti
monostearat)
malam

Arlacel atau span 80 (sorbitan monooleat) 4,3 Cairan minyak

Arlacel 83 (sorbitan) 3,7 Cairan minyak

Gom 8,0 -

TEA (trietanolamin) 12,0 -

Untuk menentukan komposisi emulgator sesuai dengan nilai HLB


yang dikehendaki, dapat dilakukan dengan perhitungan.
Rumus 1:
(X HLBb)
A% b = x 100%
(HLBa HLBb)

B% a = (100% - A%)

Keterangan : X = Harga HLB yang diminta (HLB butuh)


A = Harga HLB yang tinggi
B = Harga HLB yangh rendah
Rumus 2 :
(B1 x HLB1 ) + (B2 x HLB2) = (BcampuranxHLBcampuran)

3. Teori Film Plastic (interfacial film)


Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas
antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
7

membungkus partikel fase dispers atau fase internal. Dengan


terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel yang sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang dengan kata lain, fase dispers menjadi
stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi pada
emulsi, syarat emulgator yangt dipakai adalah:
1. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
2. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase
dispers.
3. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup
semua partikel dengan segera.
4. Teori lapisan listrik rangkap (electric double layer)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapia air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnya akan memunyai muatan yang
berlawanan denagn lapisan didepannya. Denagn demikian seolah-olah
tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan istrik yang saling
berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha partikel
minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul
yang besar, karena susunan listrik yang emnyelubungi setiap partikel
minyak mempunyai susunan yang sama. Denagn demikian antara
sesama partikel akan tolak menolak, dan stabilitas emulsi akan
bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga
cara dibawah ini:
1. Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
2. Terjadinya absorbs ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
3. Terjadinya gesekan pertikel dengan cairan disekitarnya.
8

II.1.3 Mekanisme kerja emulgator surfaktan


Berikut ini adalah Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yang
diantaranya yaitu (Parrot, 1970):
1. Membentuk lapisan monomolekuler. Surfaktan yang dapat
menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal
yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air.
Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting
mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih
stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara
nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi ole sebuah lapisan tunggal
koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
2. Membentuk lapisan multimolekuler. Koloid liofilik membentuk
lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak.
Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak
menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya
tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan
multimolekuler yang koheren.
3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat. Mereka menunjukkan
pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik
polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal melalui
struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat
karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri
dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi
seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun
umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi
dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat
digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda.
9

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang


mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi
satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan
fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang
akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan
dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan
berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari
fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran
(Jenkins, 1957).
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu
menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi tegangan
permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang
bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka
atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang tersuspensi. Zat
pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme
(Jenkins, 1957):
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik
untuk penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk
mendekati partikel.
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di
bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe
sistem:

Nilai HLB Tipe system


36 A/M emulgator
79 Zat pembasah (wetting agent)
8 18 M/A emulgator
13 15 Zat pembersih (detergent)
10

15 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin
hidrofil (Anief, 2005).
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan
eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB
bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase (Anief, 2005) :
a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang
campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran
Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang
terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka
percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
b. Fase II
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB
yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang
terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan
menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari
emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang
paling baik (ideal).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai
berikut (Anief, 2010) :
1. Flokulasi dan creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa
lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers
yang berbeda. Nama cream berasal dari peristiwa pemisahan sari susu
daru susu (milk). Sari susu tersebut dapat dibuat Casein, keju dan
sebagainya.
11

2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)


Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda
dengan proses cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat
kembali. Pada creaming, flokul fase dispers mudah didispers kembali
dan terjadi campuran homogen bila digojok perlahan-lahan. Sedang
pada cracking, pengojokan sederhana akan gagal untuk mengemulsi
kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
II.2 Urain Bahan
II.2.1 Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Berat molekul : 18,02
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur : HOH

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

II.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol, ethyl alkohol
Berat molekul : 46,07
Rumus molekul : C2H6OH
Rumus struktur :
12

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah


menguap, dan mudah bergerak, bau
khas, rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform I dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari
nyala api.
Kegunaan : Untuk pelarut sampel
II.2.3 Parafin (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : PARAFFINUM LUQUIDUM
Nama lain : Parafin cair, paraffinum solidum
Berat Molekul : 26,110
Rumus Molekul : C3H8O2
Rumus Struktur : CH3-CH(OH)-(CH2OH)
.
Pemerian : Cairan kental transparan tidak
berfluoresensi, tidak berwarna, hamper
tidak berbau, hamper tidak berasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan etanol 95% p
larut dalam kloroform p, dan dalam eter
p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Sebagai fase minyak
Stabilitas : Mudah terurai dengan adanya cahaya
dan udara dari luar. Disimpan pada
temperatur kering dan dalam suhu
dingin, kohesif.
13

Inkompabilitas : Ketidakcampuran terurai dengan zat


pengikosidasi kuat, dermatological
medicament
II.2.4 Span 80 (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : SORBITAN MONOOLEAT
Nama lain : Span 80 atau Sorbitan
Berat Molekul : 429
Rumus Molekul : C3O6H27Cl17
Rumus Struktur :

Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau


karakteristik dari asam lemak
Kelarutan : Praktis, tidak larut tetapi tidak
terdispersi dalam air dan dapat
bercampur dengan alkohol sedikit larut
dalam minyak biji kapas.
Khasiat : Zat pengemulsi
Kegunaan : Sebagai surfaktan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Perlahan-lahan akan membentuk busa
dengan adanya asam kuat dan basa
stabil terhadap asam lemah dan basa
lemah. Dapat di simpan dalam wadah
tertutup baik di tempat kering dan
dingin.
Inkompatibilitas : Dengan asam atau basa kuat terjadi
pembentukan sabun dengan basa kuat.
14

II.2.5 Tween 80 (Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween 80
Berat Molekul : 1310
Rumus Molekul : C64H124O26
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih,


kuning, bau asam lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol
(95%) P, dalam etil asetat P dan dalam
metanol P, sukar larut dalam parafin cair
P dan dalam minyak biji kapas P.
Khasiat : Zat pengemulsi
Kegunaan : Sebagai surfaktan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : Stabil terhadap elektrolit dan dalam
asam serta basa lemah, perlahan-lahan
akan terbentuk saponifikasi dengan
asam kuat dan basa kuat
Inkompatibilitas : Dapat terjadi pengendapan dan
pelunturan warna dengan beberapa zat
khususnya fenol, tannin, tar seperti
material, aktivitas anti menurunkan
konsentrasi polysorbat.
15

II.2.6 Metilen Blue (Dirjen POM, 1979)


NamaResmi : METHYLTHIONINI CHLORIDUM
Nama lain : Biru metilen, Metilen biru
Berat Molekul : 372,90
Rumus Molekul : C16H18CIN3S.2H2O
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, mengkilat seperti logam


atau suram kehijauan tua atau serbuk
warna coklat, hampir tidak berbau, dan
higroskopik
Kelarutan : Larut dalam 40 bagian air, dalam 110
bagian etanol dan dalam 450 kloroform
p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat warna basa.
16

BAB III
METODE KERJA

III.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum kali ini bertempat dilaboratorium
Farmasetika, jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo. Pada hari Kamis 01 Desember 2016 pukul
14.00-18.00 WITA
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Cawan porselen
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Penangas air
7. Pipet
8. Stopwatch
9. Timbangan analitik
10. Ultra turrax

III.1.2 Bahan

1. Alkohol 70%
2. Aquades
3. Methylen blue
4. Paraffin cair
5. Span 80
6. Tissue
7. Tween 80
Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan menggunakan alkohol 70%
17

3. Ditimbang bahan yang akan digunakan, Span 80 HLB 5,6,10,11 sebanyak


1,3 g, 1,2 g, 0,6 g, 0,5 g dan Tween 80 HLB 5,6,10,11 sebanyak 0,1 g, 0,2
g, 0,75 g, 0,88 g
4. Dipanaskan air sebanyak 900 ml dengan menggunakan penangas air
5. Ditambahkan 4 ml paraffin cair ke dalam Span 80 HLB 5,6,10,11 sebagai
fase minyak
6. Ditambahkan 4 ml aquadest ke dalam Tween 80 HLB 5,6,10,11 sebagai fase
air
7. Dipanaskan keduanya di atas penangas air dengan suhu yang sama
8. Dicampurkan fase minyak dan air, diaduk hingga homogen
9. Dimasukkan campuran ke dalam gelas kimia, diultra turax selama 2 menit
10. Dimasukkan ke dalam gelas ukur, dilihat waktu pemisahan dari HLB
5,6,10,11 dengan waktu 10,20,30 menit dan dihitung volume
sedimentasinya
11. Dikocok sampel dan dilihat waktu redispersi dari HLB 5,6,10,11
12. Ditambahkan 5 tetes zat pewarna metylen blue ke dalam gelas ukur HLB
5,6,10,11
13. Dikocok lagi sampel agar metylen blue tercampur
14. Ditentukan tipe emulsi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Tabel volume pemisahan
A. HLB butuh 5

Tinggi volume Tinggi Volume pemisahan


t
awal cair Vu
(Menit)
(V0 ) (Vu ) V0
18

0 33 mL - -

10 33 mL 8 mL 0,24 mL

20 33 mL 7 mL 0,21 mL

30 33 mL 6 mL 0,18 mL

B. HLB butuh 6
Volume pemisahan
Tinggi volume Tinggi
t Vu
awal cair
(menit) V0
(V0 ) (Vu )

0 31 mL - -

10 31 mL 9 mL 0,29 mL

20 31 mL 8 mL 0,25 mL

30 31 mL 7 mL 0,225 mL

C. HLB butuh 10

Tinggi volume Tinggi Volume pemisahan


t
awal cair Vu
(menit)
(V0 ) (Vu ) V0

0 23 mL - -

10 23 mL 8 mL 0,347 mL

20 23 mL 7 mL 0,30 mL
19

30 23 mL 6 mL 0,26 mL

D. HLB butuh 11
Volume pemisahan
Tinggi volume Tinggi
t Vu
awal cair
(menit) V0
(V0 ) (Vu )

0 22 mL - -

10 22 mL 9 mL 0,40 mL

20 22 mL 8 mL 0,36 mL

30 22 mL 7 mL 0,31 mL

IV.1.2 Tabel Waktu Redispersi


HLB Waktu (detik)

5 2

6 3

10 2

11 3

IV.1.3 Tabel Uji Tipe Emulsi


HLB Tipe Emulsi

5 M/A

6 M/A

10 M/A

11 M/A

IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Perhitungan HLB
20

R/
Paraffin cair 20%
Tween 80
7%
Span 80
Aquadest add 30 mL
a. HLB butuh 5
20
Paraffin cair = 30 = 6 g
100

Tween 80 15 0,7
5
Span 80 4,3 10
+
10,7
0,7
Tween 80 = 7% = 0,5 %
10,7
0,5
= 20 = 0,1 gr
100
10
Span 80 = 7% = 6,5 %
10,7
6,5
= 20 = 1, 3 gr
100
Air = 20 mL (4 + 0,1 + 1,3)
= 14,6 mL
b. HLB butuh 6
20
Paraffin cair = 30 = 6 g
100
Tween 80 15 1,7
6
Span 80 4,3 9
+
2,6
21

1,7
Tween 80 = 7% = 1,11 %
10,7
1,11
= 20 = 0,2 gr
100
9
Span 80 = 7% = 5,9 %
10,7
5,9
= 20 = 1, 2 gr
100
Air = 20 mL (4 + 0,2 + 1,2)
= 14,6 mL
c. HLB butuh 10
20
Paraffin cair = 30 = 6g
100
Tween 80 15 5,7
10
Span 80 4,3 5
+
10,7
5,7
Tween 80 = 7% = 3,7 %
10,7
3,7
= 20 = 0,66 gr
100
5
Span 80 = 7% = 3,3 %
10,7
3,3
= 20 = 0,74 gr
100
Air = 20 mL (4 + 0,66 + 0,74)
= 14,6 mL
d. HLB butuh 11
20
Paraffin cair = 30 = 6g
100
Tween 80 15 6,7
11
22

Span 80 4,3 4
+
10,7
6,7
Tween 80 = 7% = 4,4 %
10,7
4,4
= 20 = 0,9 gr
100
4
Span 80 = 7% = 2,6 %
10,7
2,6
= 20 = 0,5 gr
100
Air = 20 mL (4 + 0,9 + 0,5)
= 14,6 mL
IV.2.2 Perhitungan volume pemisahan
a. HLB butuh 5
V0 = 36 mL
1. t10 Vu = 9 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
8
= = 0,24 mL
33
Waktu redispersi = 2 detik
2. t20 Vu = 7 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
7
= = 0,21 mL
33
Waktu redispersi = 2 detik
3. t30 Vu = 6 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
23

7
= = 0,18 mL
33
Waktu redispersi = 2 detik
b. HLB butuh 6
V0 = 31 mL
1. t10 Vu = 9 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
9
= = 0,29 mL
31
Waktu redispersi = 3 detik
2. t20 Vu = 8 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
8
= = 0,26 mL
31
Waktu redispersi = 3 detik
3. t30 Vu = 7 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
7
= = 0,225 mL
31
Waktu redispersi = 3 detik
c. HLB butuh 10
V0 = 23 mL
1. t10 Vu = 8 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
8
= = 0,347 mL
23
Waktu redispersi = 2 detik
2. t20 Vu = 7 mL
24

Vu
Vpemisahan =
V0
7
= = 0,30 mL
23
Waktu redispersi = 2 detik
3. t30 Vu = 6 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
6
= = 0,26 mL
23
Waktu redispersi = 2 detik
d. HLB butuh 11
V0 = 22 mL
1. t10 Vu = 9 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
9
= = 0,40 mL
22
Waktu redispersi = 3 detik
2. t20 Vu = 8 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
8
= = 0,36 mL
22
Waktu redispersi = 3 detik
3. t30 Vu = 7 mL
Vu
Vpemisahan =
V0
7
= = 0,31 mL
22
Waktu redispersi = 3 detik
IV.2 Pembahasan
25

Pada praktikum kali ini membahas tentang emulsifikasi. Emulsi adalah


sistem dua fase yang tidak saling bercampur secara termodinamika tidak
stabil yang salah satu cairannya terdispersi kedalam cairan lain dalam bentuk
tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan menggunakan emulgator. Emulgator
yaitu bahan aktif yang dapat menurunkan tegangan antar dua lapisan yaitu
lapisan air dan minyak. Emulsi sangat penting dalam bidang farmasi karena
dapat mengetahui kestabilan suatu zat (Syamsuni, 2006).
Pada praktikum ini dilakukan percobaan tentang pembuatan emulsi
(emulsifikasi) dengan pengujian dan penentuan HLB butuh paraffin cair 20%
dengan span 80 sebagai emugator fase minyak, serta air dan tween 80 sebagai
emugator fase air, untuk menguji volume sedimentasi, uji redispersi dan
penentuan tipe emulsi dengan adanya penambahan metylen blue pada emulsi
yang telah dibuat, dengan menggunakan metode beker. Metode beker adalah
metode ini digunakan jika emulsi yang dibuat terdiri dari 2 jenis emulgator
(Tungadi, 2014).
Dalam emulsi untuk mencampurkan dua fase yang tidak saling
bercampur dapat digunakan emulgator yang berfungsi untuk menstabilkan
fase air dan minyak yang tidak saling bercampur tersebut. Emulgator yang
digunakan pada praktikum ini adalah span 80 dan tween 80, untuk
menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air, dengan
memperkecil ukuran partikel yang besar dan berukuran seragam sehingga
dapat bercampur saat dilakukan pengadukan (Jufri. M, 2004).
Tween 80 merupakan surfaktan nonionik ester parsial asam lemak dari
polioksietilensorbitan. Twen 80 memiliki nilai HLB 15 dan bertanggung
jawab dalam pembentukan emulsi minyak dalam air. Sedangkan Span 80
memiliki nilai HLB sebesar 4,3 dan bertnaggung jawab pembentukan emulsi
air dalam minyak (Voight, 1995).
Langkah pertama dalam praktikum ini adalah menyiapkan alat dan
bahan, kemudian membersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
dikarenakan alkohol bersifat disinfektan atau dapat menghambat
26

pertumbuhan mikroba pada alat yang akan digunakan serta alkohol 70% juga
membuat alat tetap steril (Jurnal Sari Pediatri volume 2, 2005).
Kemudian membuat emulsi dengan HLB butuh 5, 6, 10 dan 11.
Sebelumnya dihitung paraffin yang akan digunakan untuk setiap HLB yaitu,
4 g. Sedangkan jumlah Tween 80 yang dibutuhkan masing-masing HLB
butuh yaitu untuk HLB 5 : 0,1g, HLB 6 : 0,2 g, HLB 10 : 0,75 g, dan HLB
11 : 0,88 g, Span 80 untuk HLB 5 : 1,3 g g, HLB 6 : 1,2 g, HLB 10 : 0,6 g,
HLB 11 : 0,5 g, dan air yang dibutuhkan untuk masing-masing HLB adalah
14,6 ml.
Langkah selanjutnya ditimbang bahan, dan dilarutkan masing-masing
bahan pada fase yang sesuai. Tween 80 dilarutkan dalam air sebagai fase air
dan span 80 dilarutkan ke dalam minyak sebagai fase minyak. Menurut Ansel
(2008) hal ini disebabkan karena tween 80 memiliki HLB 15 dan Span 80
memiliki HLB 4,3, semakin tinggi harga HLB maka semakin polar atau
hidrofilik sediaan itu dan sebaliknya semakin rendah harga HLB maka
semakin nonpolar atau hidrofobik seidiaan tersebut, sehingga tween 80 larut
dalam air dan span 80 larut dalam minyak. Kemudian dipanaskan diatas hot
plat sambil diaduk. Tujuan pemanasan dengan adanya pengadukan untuk
mempercepat larutnya tween dalam air Ansel (1989). Sedangkan span 80
dengan HLB 5, 6, 10, dan 11, masing-masing dicampurkan dengan parafin
cair 4 ml, karena span dapat larut dalam minyak yang merupakan pelarut
nonpolar (Ansel, 1989), kemudian dipanaskan diatas hot plat sambil diaduk
hingga larut.
Selanjutnya digunakan alat Ultra Turrax dengan kecepatan 3500 rpm
untuk menghomogenkan emulsi. Adapun prinsip kerja dari ultra turrax ini
adalah dengan cara memberikan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20-
50 kilocydes/detik. Dengan adanya gelombang tersebut akan
mengakibatkan partikel pecah menjadi ukuran lebih kecil. (Jufri. M, 2004;
Ansel, 1989).
Selanjutnya dihitung volume pemisahan pada menit ke 10, 20 dan 30.
Menurut Martin (2008), hal ini bertujuan agar dapat diketahui rasio dari
27

volume pemisahan akhir Vo terhadap volume mula-mula dari emulsi Vo


sebelum terjadi pengendapan, dengan rumus perhitungan , dimana Vu adalah
volume pengendapan dan V0 adalah volume awal. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil pada t10, t20, t30 dengan volume awal masing-masing HLB
butuh yakni HLB 5, HLB 6, HLB 10, dan HLB 11. Didapatkan hasil volume
pemisahan yang diperoleh untuk HLB 5 berturut-turut yakni 0,24 mL, 0,21
mL, dan 0,18 mL, pada HLB 6 diperoleh 0,29 mL, 0,26 mL, dan 0,225 mL,
pada HLB 10 diperoleh 0,347 mL, 0,30 mL, dan 0,26 mL, untuk HLB 11
diperoleh 0,40 mL, 0,36 mL,dan 0,31 mL. Setelah dibandingkan dengan
literatur volume pemisahan berkisar dari <1 sampai >1 dan apabila volume
suatu endapan terjadi flokulasi maka volume akhir dari endapan (F) adalah
lebih kecil dari volume awal, hal ini terjadi karena hasil flokulat yang
terbentuk adalah sebegitu longgarnya dan lunak sehingga volume yang
dapat dicapai lebih besar dari volume emulsi awal (Martin. A, 2008).
Kemudian setelah menghitung volume pemisahan, dilakukan uji
redispersi dengan mengocok kembali fase minyak dan air yang telah
tercampur, uji ini bertujuan untuk melihat waktu dimana emulsi dapat
redispersi kembali menjadi dua fase yang homogen. Dari hasil pengujian
diperoleh hasil yang berbeda pada tiap waktu redispersi untuk masing-
masing HLB, dimana pada HLB 5 selama 2 detik, pada HLB 6 selama 3
detik, pada HLB 10 selama 2 detik, pada HLB 11 selama 3 detik. Dari hasil
uji redispersi diketahui bahwa fase minyak dan fase air dapat bercampur
kembali, hal ini dikarenakan pada campuran fase minyak dan air terdapat
zat pemantap emulsi atau disebut emulgator (Depkes RI, 1978).
Kemudian untuk uji pada masing masing HLB ditetesi dengan
menggunakan metylen blue, hal ini bertujuan untuk membuktikan emulsi
pada HLB tersebut tergolong tipe W/O dan O/W . Hasil yang didapatkan
untuk HLB 5, 6, 10, dan11 yaitu terjadi perubahan warna, perubahan warna
tersebut menandakan bahwa HLB tipe 5, 6, 10, dan 11, merupakan tipe
emulsi minyak dalam air. Hal ini dikarenakan metylen blue dapat
memberikan warna biru pada emulsi tipe o/w karena metylen blue larut
28

dalam air. Jika air merupakan fase luar, yakni jika emulsi tersebut bertipe
o/w, zat warna tersebut akan melarut didalam dan berdifusi merata ke
seluruh bagian dari air tersbut. Jika emulsi tersebut tipe w/o, partikel-
partikel warna akan tinggal bergerombol pada permukaan (Martin A, 2008).
Data yang diperoleh berbeda setiap waktunya pada HLB yang
berbeda pula, hal ini membuktikan adanya faktor ketidakstabilan yang
terjadi dalam sediaan emulsi yang dibuat.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada saat praktikum ialah
kurang telitinya praktikan dalam melaksanakan praktikum dan saat melihat
waktu redispersi.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum emulsifikasi dapat ditarik beberapa


kesimpulan sebagai berikut :

1. Surfaktan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu Tween-80 dan
Span-80 untuk memformulasikan Parafin Cair 20%. Tween-80 sebagai
pembawa fase air dan Span-80 sebagai pembawa minyak.
2. Untuk membuat emulsi dengan surfaktan Tween-80, Span-80 dan paraffin
cair 20% yaitu, mencampur Tween-80 dengan air karena Tween sebagai
29

pembawa fase air dan Span-80 dicampur dengan Paraffin Cair karena
Span-80 sebagai pembawa fase minyak, kemudian kedua campuran
tersebut di aduk dan dihomogenkan dengan ultraturax.
3. Evaluasi ketidakstabilan emulsi pad praktikumini terdiri dari uji
pemisahan dan metode warna. Setelah di uji pemisahan, volume
pemisahan berkisar dari <1 sampai >1 dan apabila volume suatu endapan
terjadi flokulasi maka volume akhir dari endapan (F) adalah lebih kecil
dari volume awal, hal ini terjadi karena hasil flokulat yang terbentuk
adalah sebegitu longgarnya dan lunak sehingga volume yang dapat dicapai
lebih besar dari volume emulsi awal. Setelah ditetesi metilen biru, semua
emulsi berubah menjadi warna biru artinya semua emulsi merupakan
emulsi tipe minyak dalam air, ini karena metilen biru larut dalam air.
4. Setelah dihitung menggunakan perhitungan aligasi didapat HLB butuh
untuk paraffin cair 20% yaitu 5, 6, 10 dan 11. Surfaktan untuk setiap HLB
yaitu Tween-80 0,1 gr, 0,2 gr, 0,7 gr, 0,9 gr dan Twen-80 1,3 gr, 1,2 gr,
0,7 gr, 0,5 gr.

V. 2 Saran
V.2.1 Asisten
Untuk para asisten yang ada dilaboratoriun farmasi fisika agar lebih
bisa spesifik lagi untuk menerangkan teori maupun cara kerja praktikum yang
akan dilakukan.
V.2.2Laboratorium
Untuk laboratorium yang di gunakan untuk praktikum farmasi fisika
agar lebih di perhatikan kebersihan lab dan kelengkapan alat-alat yang sangat
di perlukan oleh praktikan demi ke-efektifan kegiatan praktikum yang di
lakukan.
V.2.3 Mahasiswa
30

Diharapkan agar selalu fokus dalam praktikum agar bisa mendapatkan


hasil praktikum yang optimal dan dalam praktikum juga selalu menjaga
fasilitas dilaboratarium yaitu tidak merusak fasilitas dengan perbuatan yang
memang tidak layak atau tidak patut dilakukan dan di perlihatkan oleh
seorang mahasiswa/mahasiswi.

Anda mungkin juga menyukai