Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR


KLAVIKULA DI RUANG RAJAWALI 3B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

LEDWI WISI DAELY

P.1337420615024

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2017
1. Fraktur Klavikula
1.1 Pengertian

Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan
tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan
melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner,
2008; Price & Wilson, 2006).

Klavikula (tulang kolar) adalah tulang berbentuk S yang secara lateral


berartikulasi dengan prosesus akromion pada skapula, dan secara medial dengan
manubrium takik klavikular untuk membentuk sendi klavikular (Sloane, 2004).
Klavikula terletak di atas tulang rusuk pertama. Pada ujung medial, klavikula
bersendi pada manubrium dari sternum (tulang dada) pada sendi
sternoclavicularis. Pada bagian ujung lateral bersendi dengan acromion dari
scapula (tulang belikat) dengan sendi acromioclavicularis. Tulang
selangka/klavikula bertemu antara sendi bahu dengan tubuh untuk
memungkinkan pergerakan lebih luas dan melindungi saraf dan pembuluh

Fraktur klavikula adalah terputusnya hubungan tulang klavikula yang


disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan terputar
atau tertarik keluar (outstretched hand) di mana trauma dilanjutkan dari
pergelangan tangan sampai klavikula (Helmi, 2012).
1.2 Etiologi
Farktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat
kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor,
namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik.
Berikut beberapa penyebab pada fraktur klavikula yaitu :
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus umumnya
terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab
terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala
dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan
langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa
greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling sering
sekunder akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan dan lain-lain.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi
akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstreched hand)
dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun
baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum
patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya
tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.
Data ini dikemukankan oleh Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson.
Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar
(outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya
karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah
hasil dari trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula
termasuk kasus yang paling sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10-16 % dari
semua kejadian patah tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6-5%.

1.3 Klasifikasi
1. Fraktur mid klavikula ( Fraktur 1/3 tengah klavikula)
Paling banyak ditemui, terjadi medial ligament korako-klavikula ( antara
medial dan 1/3 lateral) mekanisme trauma berupa trauma langsung atau
tak langsung ( dari lateral bahu).
2. Fraktur 1/3 lateral klavikula

fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi:

type 1: undisplaced jika ligament intac

type 2 displaced jika ligament korako-kiavikula rupture.

type 3 : fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis. Mekanisme


trauma pada type 3 biasanya karena kompresi dari bahu.
3. Fraktur 1/3 medial klavikula
Insiden jarang, hanya 5% dan seluruh fraktur klavikula. Mekanisme
trauma dapat berupa trauma langsung dan trauma tak langsung pada
bagian lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum . Jatuh
dengan tangan terkadang dalam posisi abduksi.
1.4 Manifestasi Klinis

1. Nyeri local

2. Pembengkakan

3. Eritema

4. peningkatan suhu

5. pergerakan abnormal

6. tampak deformitas berupa tonjolan ujung fragment

7. Pada palpasi dapat dirasakan adanya krepitasi (Reksoprodjo, dkk 1995).

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di
dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
Scan tulang, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

1.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangan patah tulang klavikula adalah untuk mencapai
penyembuhan tulang dengan minimum tingkat morbiditas, hilangnya fungsi, dan
sisa kelainan bentuk. Kebanyakan patah tulang klavikula telah berhasil ditangani
dengan metode tanpa operasi. Perawatan nonoperative dengan cara mengurangi
gerakan di daerah patah tulang. Tujuan penanganan adalah menjaga bahu tetap
dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi
spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap
klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke
belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap
klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera
kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan
saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa pergeseran
dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan
lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligament
korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna. Selama imobilisasi pasien diperkenankan melakukan
latihan gerakan tapi harus menghindari aktivitas yang berat. Tindak lanjut
perawatan dilakukan dengan pemantauan yang dijadwalkan 1 hingga 2 minggu
setelah cedera untuk menilai gejala klinis dan kemudian setiap 2 hingga 3 minggu
sampai pasien tanpa gejala klinis.
Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses perawatan, tetapi akan
lebih baik dilakukan pada saat proses penyatuan tulang yang biasanya dapat
dilihat pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 (pada saat fase remodeling pada
proses penyembuhan tulang). Tanda klinis penyatuan tulang adalah berkurangnya
rasa sakit atau rasa sakit hilang, dapat melakukan gerakan bahu secara penuh, dan
kekuatan kembali normal. Tidakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi
hal-hal berikut :
a. Fraktur terbuka.
b. Terdapat cedera neurovaskuler.
c. Fraktur comminuted.
d. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
e. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
f. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya
(malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangi
rasa nyeri. Obat-obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik
antiinflamasi seperti acetaminophen dan codeine dapat juga obat golongan
NSAIDs seperti ibuprofen.

II. Fokus Assesment


2.1 Patofisiologi
Klavikula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan selama
perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Tulang klavikula, tulang humerus
bagian proksimal dan tulang skapula bersama-sama membentuk bahu. Tulang
klavikula juga membentuk hubungan antara anggota badan atas dan Thorax.
Tulang ini membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax.
Pada bagian proksimal tulang clavikula bergabung dengan sternum disebut
sebagai sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distal klavikula bergabung
dengan acromion dari skapula membentuk sambungan acromioclavicular (AC).
Patah tulang klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan
tulang klavikula adalah tulang yang terletak dibawak kulit (subcutaneus) dan
tempatnya relatif di depan. Karena posisinya yang teletak dibawah kulit maka
tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang klavikula terjadi akibat
dari tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang
menekan bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur.
Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi
atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan
tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh,
keeelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.
Pada daerah tengah tulang klavikula tidak di perkuat oleh otot ataupun
ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal klavikula. Klavikula
bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian
medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi
fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.
2.2 Pathway
III. Masalah/ Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran Aalveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi).
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2012).

IV. Intervensi dan Rasionalisasi


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Keperawatan:

Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,


bebat dan atau traksi.
R/ Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

R/ Meningkatkan aliran balik vena, danmengurangi edema/nyeri

Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.


R/ Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.
Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase,
perubahan posisi).
R/ Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal
dan kelelahan otot.
Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
R/ Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, dan meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
R/ Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun perifer.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan TTV.
R/ Menilai perkembangan masalah klien.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,


ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Intervensi :
Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri.
Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ Pasien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis, analisa gas darah dalam
batas normal
Intervensi:

Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

R/ Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.


Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan
klien.
R/ Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti
paru.
Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan
kortikosteroid sesuai indikasi.
R/ Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan
tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan
untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan
trombosit
R/ Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar
lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak.
Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan
adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga
dan sianosis sentral.
R/ Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya
emboli paru tahap awal.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi).
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/ mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan
melakukan aktivitas.
Intervensi:

Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,


kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

R/ Memfokuskan perhatian,meningkatakan rasa kontrol diri/harga


diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R/ Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
R/ Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai


keadaan klien

R/ Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai


kondisi keterbatasan klien.
Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/ Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia).
Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/ Mempertahankan hidrasi adekuat,mencegah komplikasi urinarius
dan konstipasi.
Berikan diet TKTP.
R/ Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R/ Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual
Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
R/ Menilai perkembangan masalah klien.

5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/ penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi:

Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
R/ Menurunkan risikokerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal


bebat/gips.

R/ Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit


dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
Lindungi kulit dan gips
R/ Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat
kontaminasi.
Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi
penetraksi.
R/Menilai perkembangan masalah klien.

6. Risiko infeksi b/d ketidak ada kuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang.

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas


drainase purulen atau eritema.

Intervensi:

Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol


R/ Mencegah infeksi sekunder dan mempercepat penyembuhan luka.
Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
R/ Meminimalkan kontaminasi.
Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
R/ Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED,
Kultur dan Sensitivitas luka/serum/tulang).
R/ Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mencegah infeksi sekunder dan mempercepat penyembuhan luka.
Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada
luka.

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan
kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
Intervensi keperawatan:

Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

R/ Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan


mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.
Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
R/ Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri
berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
R/ Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala
dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan
R/ Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi klien.

V. Buku Sumber
Anderson, Sylvia Price. 2000. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Helmi, Z.N. (2011). Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Luju, S.S.(2014). Analisis Praktik Klinik Keperawatab Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada Pasien Fraktur Klavikula di Ruang Perawatan Bedah Kelas RSUP
Persahabatan Jakarta, di unduh tanggal 24 September 2017 pukul 19.00 WIB
Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses,
dan praktek.(Yasmin Asih, Penerjemah). (Ed. 4). Jakarta: EGC.

Price & Sylvia, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses penvakit. Jakarta
; EGC.

Romadon.(2003). Tingkat beratnya cedera pada pengemudi bus akibat


kecelakaan lalu lintas di jalan raya (kaman beberapa faktor risiko yang
berperan ). Semarang: Undip.

Sari,C.C.(2011). Prevalensi pasienfraktur mandibula yang dirawat di RSUD


dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2005-2010.
Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.

Syahputra...dkk. Hubungan tingkat nyeri dengan tingkat kecemasan pada


pasien fraktur tulang panjang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, di
unduh tanggal 24 September 2017 pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai