Gambar 1.1. Lokasi-lokasi terbentuknya magma dalam konteks tektonik lempeng. Pada
ilustrasi diatas terlihat jelas bahwa punggungan tengah samudera (MOR) menempati urutan
pertama sebagai penghasil magma terbesar, diikuti oleh zona subduksi, oceanic intraplate
dan continental intraplate(Schmincke, 2003)
Batas lempeng konvergen salah satunya berupa zona subduksi. Zona subduksi adalah
bagian dari permukaan bumi yang dibentuk oleh penenggelaman (subduksi) dari lempeng
litosfer yang dingin dan tebal sampai ke mantel bumi (Tatsumi & Eggins, 1995). Zona
subduksi dicirikan oleh pembentukan palung-palung laut dalam, rantai gunung api (Perfit &
Davidson, 2000) serta konsentrasi hiposenter gempa bumi yang tinggi (kebanyakan pada
kedalaman 100 km sampai > 600 km) pada zona Wadati-Benioff (Schmincke, 2003).
Subduksi ini akan membawa batuan dengan komposisi kimia beragam ke dalam mantel
seperti kerak samudera basaltik, peridotit dan sedimen laut dalam (Tatsumi & Eggins, 1995).
Proses subduksi biasanya akan termanifestasi dalam bentuk magmatisme dan vulkanisme
seperti pada Ring of Fire di Samudera Pasifik (Tatsumi & Eggins, 1995). Proses magmatisme
ini terutama dipengaruhi oleh volatil (H2O) yang terbawa oleh kerak samudera yang
menunjam dimana akan mendorong terjadinya pelelehan sebagian (partial melting).
Pelelehan sebagian ini disebabkan oleh dehidrasi mineral-mineral pembawa air pada kerak
samudera yang menunjam seperti amfibol (d=110 km) dan plogophit (d=200 km) (Tatsumi &
Eggins, 1995).
Gambar 1.2. Vulkanisme diatas zone subduksi. Penunjaman dari kerak samudera
yang dingin menyebabkan upwelling dari mantel panas dibawah busur vulkanik.
Senyawa volatil seperti H2O dilepaskan dari kerak samudera ke mantel diatasnya
sehingga menyebabkan pelelehan (Sigurdsson, 2000)
Atom yang menyusun kristal/mineral mempunyai nomor proton dan elektron tertentu,
dan atom yang bermuatan sering disebut ion. Jika energi panas mengenai ion tersebut, maka
akan menyebabkan ikatannya melemah sehingga akhirnya terjadi pelelehan (Lockwood &
Hazlett, 2010). Jika terjadi fluxing atau percampuran antara mineral dengan mineral/senyawa
lainnya, titik pelelehannya bisa menjadi lebih rendah (Lockwood & Hazlett, 2010)
Kenaikan temperatur pada P&X yang konstan
Berdasarkan percobaan pada peridotit, kenaikan temperatur pada tekanan dan
komposisi kimia konstan dapat menyebabkan suatu batuan mengalami pelelehan sebagian.
(Schimnke, 2003).
Ada beberapa teori yang menyebutkan tentang sumber panas penyebab kenaikan
temperatur, salah satunya adalah peluruhan dari unsur-unsur radioaktif seperti U, Th dan K
yang jumlahnya melimpah sejak pembentukan bumi pada 4,6 milyar tahun yang lalu
(Schimnke, 2003) menjadi mineral-mineral yang lebih stabil dan ringan (Lockwood &
Hazlett, 2010). Panas ini terlepas secara konstan dengan cara bermigrasi ke permukaan bumi
yang lebih dingin dan akhirnya teradiasi ke atmosfer. Selain itu, sumber panas juga bisa
berasal dari proses friksi mekanik yang menghasilkan pelelehan sebagian contohnya pada
bagian dasar lempeng litosfer yang bergerak di sepanjang zona Wadati Benioff.
Tabel 1.1. Kontribusi relatif dari panas yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif
berdasarkan studi geonutrino (Araki et al (2005) dalam Lockwood & Hazlett (2010))
Gambar 2.4. Grafik yang menunjukkan penurunan titik leleh akibat penambahan H2O dan
CO2 pada magma. Suhu pada saat magma belum terkena penambahan unsur kimia
disebut dry solidus (Sigurdsoon, 2000)
Diferensiasi diperkirakan terjadi pada dapur magma dengan kedalaman lebih dari 10
kilometer di kerak bumi, ketika magma dalam kondisi stagnan, mendingin secara perlahan
dan mulai mengkristal (Schmincke, 2003). Proses diferensiasi meliputi dua hal yaitu
fraksinasi kristalisasi (mekanisme utama) dan asimilasi (Schmincke, 2003).
Selama proses fraksinasi kristalisasi, kristal-kristal mineral yang lebih berat (berat
jenis tinggi) akan tenggelam dalam magma yang berkomposisi lebih asam membentuk
timbunan kristal (cumulates) (Schmincke, 2003).
I.1.3.2 Proses Asimilasi dan Magma Mixing
Proses diferensiasi yang lain yakni asimilasi dan percampuran magma (magma mixing).
Asimilasi ini merupakan perubahan komposisi magma, sebagai akibat adanya reaksi antara
magma dengan batuan dinding yang berkomposisi berbeda (Schmincke, 2003). Proses
asimilasi ini bisa mengubah komposisi kimia magma secara lebih jauh (Schmincke, 2003).
Sedangkan percampuran magma (magma mixing) ini terjadi ketika magma dari dua dapur
magma yang berbeda menyatu sehingga membentuk magma baru dengan komposisi
campuran antara keduanya.
Gambar 2.6.Ilustrasiprosesasimilasidanprosespercampuranmagmayangterjadi
padadapurmagma(Tarbuck&Lutgens,2004)
Selain back arc basin produk lain dari zona subduksi sebagai busur magmatisme adalah
volcanic arc atau disebut juga continental arc. Terbentuk dari pertemuan lempeng benua
dengan lempeng samudra dimana lempeng samudra menyusup ke bawah menuju astenosfer.
Gejala ini biasanya di perlihatkan oleh jajaran gunung api di atas lempeng benua sebagai
akibat dari dorongan arus konveksi dari selubung. Produk magma yang dihasilkan adalah
magma intermediet.
3. MOR
Mid Oceanic Ridge atau disingkat mor merupakan salah satu busur magmatisme dari
pola divergen yaitu pola pergerakan lempeng yang saling menjauh. Dalam hal ini lempeng
yang saling menjauh adalah dua lempeng samudra di mana gejala yang di timbulkan oleh
pergerakan lempeng ini adalah terbentuknya gunung api di dasar samudra sebagai akibat dari
dorongan arus konveksi yang mendorong lapisan di atasnya . Jenis magma yang di hasilkan
di busur magmatisme ini adalah magma basaltis.
4. Island Arc
Sama halnya dengan proses yang terjadi pada pembentukan busur magmatis volcanic arc
yaitu pertemuan anatara dua lempeng. Bedanya pada island arc lempeng yang bertumbuk
adalah dua lempeng samudra dimana salah salah satu lempeng mununjam ke bawah menuju
astenosfer kemudian meleleh pada suhu tertentu yang menyebabkab arus konveksi ke atas
yang mendorong lapisan di atasnya. Sehingga gejalanya diperlihatkan oleh terbentuknya
pulau-pulau di tengah samudra dan juga gunung api kecil. Jenis magma yang di hasilkan di
busur magmatisme ini adalah magma bertipe basaltis.
5. Continental Rift Zone
Proses yang terjadi pada zona ini mirip dengan proses pada busur MOR yaitu pembentukan yang dikontrol
oleh pergerakan divergen. Bedanya pada mor pergerakan lempenng yang saling menjadi antara dua lempeng
samudra sedangkan pada zona ini pergerakan lempenng yang saling menjauh adalah dua lempeng benua. Gejala
yang di perlihatkan adalah terbentuknya gunung-gunung api muda dan kecil-kecil di atas dataran benua. Jenis
magma yang di hasilkan adalah jenis magma asam.