Anda di halaman 1dari 12

PENGAWETAN TELUR DENGAN PERENDAMAN EKSTRAK

DAUN MELINJO (GNETUM GNEMON LINN)

WITH EGG PRESERVATION IMMERSION MELINJO LEAF


EXTRACT (GNETUM GNEMON LINN)

Sri Lestari1, Ratmawati Malaka2, Syamsuddin Garantjang2

1
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
2
Fakultas Peternakan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi :

Sri Lestari
Fakultas Pertanian
Universitas Khairun
Ternate
HP 081340374788
Email: tari.kiss@yahoo.co.id

1
ABSTRAK

Bahan pangan seperti telur ayam ras mempunyai sifat mudah rusak yaitu dalam waktu 14 hari
yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami penurunan kualitas, bahkan akan segera
membusuk. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun melinjo
(Gnetum gnemon L.) dan lama perendaman terhadap kualitas dan daya simpan telur. Data
dianalisis dengan menggunakan RAL faktorial 3 x 3 dengan masing-masing 3 ulangan, meliputi
pemberian kombinasi ekstrak melinjo (10,20 dan 30%), lama perendaman (12, 24 dan 36 jam)
serta pengamatan dilakukan pada hari ke (0, 7, 14, 21, 28, 35 dan 42). Hasil penelitian untuk
nilai Haugh Unit terbaik sampai pada pengamatan hari ke 42 adalah hanya perlakuan pemberian
ekstrak melinjo 30% dengan lama perendaman 36 jam (A30B36) yang masih memiliki nilai Haugh
Unit 34.26 0.18% dengan kualitas C. Untuk nilai Indeks Yolk pada pengamatan hari ke 35
hanya perlakuan ekstrak melinjo 30% dan lama perendaman 24 dan 36 jam (A30B24 dan A30B36)
yang memiliki nilai indeks yolk 0.26 0.01% - 0.28 0.01%. Sedangkan pada pengamatan hari
ke 42 sama dengan hari ke 35 dengan nilai indeks yolk 0.24 0.01% - 0.25 0.00%.
Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak melinjo dan lama perendaman dapat mempertahankan
kualitas dan memperpanjang masa simpan telur ayam ras.

Kata kunci : Telur, ekstrak melinjo, lama perendaman

2
ABSTRACT

Foodstuffs such as eggs have a nature that is easily damaged within 14 days stored at room
temperature will decrease the quality, even will soon rot. This study aims to determine the effect of leaf
extract melinjo (Gnetum gnemon L.) and soaking time on quality and shelf life of eggs. Data were
analyzed by using a 3 x 3 factorial CRD with 3 replicates each, include the provision of a combination
of extract melinjo (10.20 and 30%), dipping time (12, 24 and 36 hours) as well as the observations
were made on days (0, 7 , 14, 21, 28, 35 and 42). The results for the best value to the Haugh unit of
observation was only 42 days into treatment melinjo extract 30% with soaking time of 36 hours (A30B36)
that still has a Haugh unit value of 34.26 0:18% with quality C. Yolk index values for the observation
day 35 only 30% melinjo extract treatment and soaking time 24 and 36 hours (A 30B24 and A30B36) which
has an index value of 0:26 0:01% yolk - 12:28 0.01%. While on the observation day 42 to day 35
the same as the value of 0:24 0:01 yolk index% - 0.25 0.00%. It was concluded that the extract
melinjo and soaking time can maintain the quality and extend the shelf life of eggs.

Keywords: Egg, extract melinjo, soaking time

3
PENDAHULUAN

Telur merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna. Bahan
makanan ini mengandung zat gizi lengkap antara lain protein, lemak, vitamin dan
mineral. Telur segar yaitu telur yang baru diletakkan oleh induk ayam
disarangnya, mempunyai daya simpan yang pendek. Jika dibiarkan dalam udara
terbuka (suhu ruang) hanya tahan 10 - 14 hari, setelah waktu tersebut telur
mengalami perubahan-perubahan ke arah kerusakan seperti terjadinya penguapan
kadar air melalui pori kulit telur yang berakibat berkurangnya berat telur,
perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur (Syarief et al.,
1990).
Bahan pangan seperti telur ayam ras mempunyai sifat mudah rusak yaitu
dalam waktu 14 hari yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami penurunan
kualitas, bahkan akan segera membusuk. Untuk mengatasi terjadinya kerusakan
maka perlu diadakan pengawetan agar nilai gizinya tetap tinggi, tidak berubah
rasa, tidak berbau busuk dan warna isinya tidak pudar. Pengawetan dapat
dilakukan dengan cara kering, perendaman, penutupan kulit dengan bahan
pengawet dan penyimpanan dalam ruangan pendingin (Hadiwiyoto, 1983).
Salah satu cara mempertahankan mutu telur supaya dapat tahan lama adalah
dengan cara melakukan perendaman atau pelapisan dengan cairan yaitu dilakukan
dengan cara merendam telur segar dalam berbagai larutan seperti air kapur,
larutan air garam dan filtrat atau penyamak nabati yang mengandung tanin
(Syarief et al., 1990).
Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh
dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan
kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari
jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman industri seperti akasia
(Acacia sp.), ekaliptus (Eucalyptus sp.), pinus (Pinus sp.), daun jambu biji
(Psidium guajava) (Carter et al.,1978).

4
Selain tanaman tersebut, melinjo merupakan salah satu tanaman yang
mengandung tanin, kandungan kimia melinjo terutama pada biji dan daunnya
antara lain mengandung saponin, flavonoida dan tanin (Sintia et al., 2004).
Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah satu tumbuhan berbiji terbuka
(Gymnospermae) yang tumbuh di daerah tropis (Masdiana, 2007). Ilmuwan
Jepang (Mori et al., 2008) menemukan bahwa melinjo (Gnetum gnemon L.)
bukan penyebab penyakit asam urat, melinjo yang asli Indonesia dan sangat
populer di negara ini kaya akan komponen polifenol yang disebut resveratrol.
Melinjo resveratrol, memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan (Hisada et al.,
2005). Melinjo memberikan efek yang baik sebagai pengawet makanan, dari
inhibitor rasa dan peningkat rasa (Santoso et al., 2008.). Melinjo membuat
langkah penting pada industri makanan yang tidak menggunakan bahan kimia
sintetik.
Daun melinjo (Gnetum gnemon L.) serta buahnya mengandung tanin, selain
tanin daun melinjo juga mengandung saponin, flavonoida (Sintia et al., 2004).
Menurut hasil analisa Lestari (belum dipublikasikan) kandungan senyawa tanin
daun melinjo adalah 4,55 %. Dengan adanya kandungan tanin pada daun melinjo
maka mungkin saja daun melinjo dapat digunakan pada pengawetan telur ayam
ras. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat pada kulit telur yang
mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses
penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori
kulit telur tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan
udara dan penguapan air serta hilangnya karbondioksida pada kulit telur dapat
dicegah sekecil mungkin (Karmila et al., 2008).
Umumnya sebagian masyarakat Indonesia belum mengetahui cara
pengawetan telur ayam ras menggunakan daun melinjo, oleh karena itu pada
penelitian ini akan dikaji lebih dalam lagi mengenai pemanfaatan daun melinjo
(Gnetum Gnemon L.) sebagai alternatif pengawetan telur ayam ras, sehingga
menghasilkan telur yang dapat bertahan lebih lama. Selain itu dimaksudkan agar
dapat memanfaatkan daun melinjo yang banyak terdapat di pulau Ternate dengan

5
efektif dan lebih berguna bagi masyarakat, karena selama ini daun melinjo hanya
dimanfaatkan sebagai sayur, mudah diperoleh, biaya pengolahannya murah dan
diharapkan dengan memanfaatkan ekstrak daun melinjo sebagai bahan coating
atau penyamak pada telur ayam ras, akan memberikan nilai tambah dan dapat
memperpanjang daya simpan telur segar.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, dari bulan Agustus - September
2011. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Pusat Kegiatan Penelitian Devisi
Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Laboratorium Kimia dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini
menggunakan rancangan RAL faktorial 3x3 dengan 3 ulangan (Steel et al.,1991).

Pelaksanaan Penelitian

Daun melinjo yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun melinjo
muda sesuai dengan pernyataan (Ummah, 2010) dimana kandungan tanin
terbanyak terdapat pada daun muda. Daun melinjo diiris-iris kecil dikeringkan
terlebih dahulu sebelum direbus (Karmila et al.,2008). Konsentrasi daun melinjo
yang digunakan pada penelitian ini adalah perbandingan 10% (b/v), 20% (b/v)
dan 30% (b/v), yaitu 1,5 kg, 3 kg dan 4,5 kg daun melinjo yang masing-masing
direbus dalam 15 liter air. Selanjutnya untuk memperoleh zat tanin dari daun
melinjo tersebut direbus selama 10 menit (Nugroho, 2008). Campuran daun
melinjo dan air dididihkan dengan tujuan untuk mempercepat larutnya tanin
dalam air sehingga ekstrak tanin yang diperoleh lebih banyak serta untuk
menghilangkan bakteri-bakteri yang ada dalam air. Setelah direbus kemudian
airnya disaring dan didinginkan untuk menghilangkan ampas daun melinjo
(Karmila et al., 2008).
Komponen internal telur yang diamati meliputi : Nilai Haugh Unit (HU)
adalah indeks dari tinggi albumen kental terhadap berat telur (Abbas 1989). HU

6
dinyatakan dengan rumus: HU = 100 log (H + 7,75 1,7 W0,37). Dimana : H =
tinggi albumen kental (mm) W = berat telur (gr) x (Haugh, 1937).
Indeks yolk (cm) dihitung dengan perbandingan antara tinggi yolk dengan
diameter rata-rata yolk (Munawaroh, 2010). Indeks yolk diukur dengan
menggunakan jangka sorong.
Data yang diperoleh dari semua peubah yang diamati dianalisa ragam
menurut petunjuk (Steel et al., 1991) sesuai dengan rancangan RAL faktorial 3x3
dengan 3 ulangan.

HASIL

Haugh Unit
Tabel 1 memperlihatkan nilai pengaruh perlakuan ekstrak daun melinjo
dengan lama perendaman terhadap Haugh Unit. Analisis Ragam pemberian
ekstrak melinjo pada pengamatan hari ke 0 tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap berat telur, dengan range angka antara 78.73 0.05% - 83.00 3.89%.
Pada pengamatan hari ke 7 pemberian ekstrak berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap berat telur, dengan nilai antara 43.87 0.16% - 62.80 0.00% . Untuk
pengamatan hari ke 14, 21, 28, 35 dan 42 pemberian ekstrak melinjo berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap berat telur. Hariari ke 14 dengan nilai antara 33.87
0.16% sampai 53.43 2.17%, hari 21 dengan nilai 30.66 0.07% - 51.90
0.05%, hari ke 28 dengan nilai0.71 0.00% - 50.26 0.18%, hari ke 35 dengan
nilai 0.71 0.00% - 44.60 0.39% dan hari ke 42 dengan nilai 0.71 0.00% -
34.26 0.18%.
Pengamatan hari ke 28 perlakuan pemberian ekstrak melinjo 10% dengan
lama perendaman 12, 24 dan 36 jam nilai Haugh Unit sudah rusak, dengan nilai
hanya 0.71 0.00%. Pada pengamatan hari ke 35 hanya perlakuan pemberian
ekstrak melinjo 30% dan lama perendaman 12, 24 dan 36 jam serta pemberian
ekstrak melinjo 20% dengan perendaman 36 jam yang masih memiliki kualitas C
sedang perlakuan yang lain kualitas telurnya sudah rusak. Pada pengamatan hari
ke 42 hanya perlakuan pemberian ekstrak melinjo 30% dengan lama perendaman

7
36 jam yang masih memiliki nilai Haugh Unit 34.26 0.18% dengan kualitas C,
pada perlakuan yang lain sudah rusak.

Indeks Yolk
Tabel 2 menunjukan nilai rataan pengaruh perlakuan ekstrak daun melinjo
dengan lama perendaman terhadap indeks yolk. Hasil Analisis Ragam pemberian
ekstrak melinjo pada pengamatan hari ke 0 dan 7 tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap indeks yolk dengan nilai 0.37 0.00% - 0.39 0.01% pada
hari ke 0 dan 0.28 0.07% - 0.37 0.00% pada hari ke 7 . Untuk pengamatan
pada hari ke 14, 21, 28, 35 dan 42 berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Pada hari
ke 14 nilai indeks yolk antara 0.26 0.01% - 0.35 0.00%.Pada pengamatan hari
ke 21 hanya perlakuan pemberian ekstrak melinjo 30% dan lama perendaman 12,
24 dan 36 jam serta pemberian ekstrak melinjo 20% dengan lama perendaman 36
jam yang masih memiliki nilai indeks yolk bagus dengan nilai antara 0.29
0.01% - 0.33 0.01%. Pada hari ke 28 hanya perlakuan dengan ekstrak melinjo
30% dan perendaman 12, 24 dan 36 jam yang masih memiliki nilai indeks yolk
0.28 0.01% - 0.30 0.01%. Pada pengamatan hari ke 35 hanya perlakuan
ekstrak melinjo 30% dan lama perendaman 24 dan 36 jam yang memiliki nilai
indeks yolk 0.26 0.01% - 0.28 0.01%. Sedangkan pada pengamatan hari ke 42
hanya sama dengan hari ke 35 yang memiliki nilai indeks yolk 0.24 0.01% -
0.25 0.00%.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai Haugh Unit pengamatan hari ke


35 hanya perlakuan pemberian ekstrak melinjo 30% dengan perendaman 24 dan
36 jam (A30B24 dan A30B36) yang masih memiliki kualitas B dengan nilai 44.26
0.18% dan 44.60 0.39% sedangkan yang lainnya memiliki nilai dibawah 31%
dengan kualitas C.

8
Haugh Unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengukur kualitas
telur dengan melihat kesegaran isinya. Semakin tinggi nilai Haugh Unit telur,
semakin bagus kualitas telur tersebut, namun bila telur disimpan pada suhu kamar
dengan kelembaban yang lebih rendah dari 70% akan kehilangan 10 15 HU
(Jones, 2006). Penentuan kualitas telur berdasarkan Haugh Unit menurut standar
United State Department of Agriculture (USDA, 2000) adalah sebagai berikut :
Nilai haugh unit kurang dari 31 % digolongkan kualitas C, nilai haugh unit antara
31 60 % digolongkan kualitas B, nilai haugh unit antara 60 72 % digolongkan
kualitas A, Nilai haugh unit lebih dari 72 % digolongkan kualitas AA. Nilai
Haugh Unit penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pada penelitian ini meunjukkan
bahwa pada pengamatan hari ke 28 nilai Haugh Unit pada perlakuan pemberian
ekstrak melinjo 10% dengan perendaman 12, 24 dan 36 jam sudah berkualitas C
karena nilainya dibawah 31% yaitu 0.71 0.00%. Pada pengamatan hari ke 35
hanya perlakuan pemberian ekstrak melinjo 30% dengan perendaman 24 dan 36
jam (A30B24 dan A30B36) yang masih memiliki kualitas B dengan nilai 44.26
0.18% dan 44.60 0.39% sedangkan yang lainnya berkualitas C.
Penurunan nilai Haugh Unit terjadi karena perubahan suhu, meningkatnya
kelembaban yang menyebabkan hilangnya karbondioksida (CO2) dan lamanya
penyimpanan (Nursiam, 2011). Sedangkan menurut (Anonim, 2002) penurunan
nilai Haugh Unit terkait dengan pecahnya serat glikoprotein ovomucin.
(Anonim, 2002).
Pengawetan telur merupakan salah satu usaha untuk mencegah
menurunnya kualitas telur, dalam penelitian ini menggunakan tanin yang terdapat
dalam daun melinjo, manfaatkan tanin juga berasal dari tanaman daun teh
(Catechin). Pada dasarnya bahan tanin merupakan senyawa yang berbentuk
larutan berwarna dan mampu berikatan dengan albumen telur. Protein dalam telur
akan berikatan dengan catechin yang terkandung dalam teh membentuk senyawa
kompleks yang stabil dan dapat memperpanjang masa simpan telur sampai 1
bulan (Nugroho, 2008). Pengawetan telur ayam konsumsi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan ekstrak kulit bakau mampu mempertahankan kualitas telur
sampai 2 bulan (Anonim, 2002).

9
Berdasarkan nilai indeks telur rata-rata pada penelitian sampai pengamatan
hari ke 42 yang memiliki indeks yolk tertinggi adalah pada perlakuan A30B24 dan
A30B36 dengan nilai Ikt (indeks kuning telur) 0.025 0.00 dan 0.024 0.01
dengan nilai rata-rata 0.20 0.007. Penurunan nilai Ikt ini sesuai dengan
pernyataan (Romanoff et al., 1963) dalam (Soeparno at al., 2011) bahwa
penyimpanan telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih telur
menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10oC. Tekanan osmotik
kuning telur lebih besar dari putih telur sehingga air dari putih telur berpindah
menuju kuning telur. Perpindahan air secara terus menerus akan menyebabkan
viskositas kuning telur menurun sehingga kuning telur menjadi pipih kemudian
akan pecah. Pemindahan air ini tergantung pada kekentalan putih telur. Kuning
telur akan menjadi semakin lembek sehingga indeks kuning telur menurun,
kemudian membrane vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur rusak.
Lebih lanjut dikatakan bahwa indeks kuning telur akan menurun dari 0.45
menjadi 0.30 apabila disimpan selama 25 hari pada suhu 25oC. Tinggi kuning
telur menurun lebih cepat setelah tiga minggu penyimpanan ketika disimpan pada
suhu 25oC.
Semakin lama disimpan maka nilai lkt (indeks kuning telur) semakin kecil
akibat migrasi air, lebih lanjut dikatakan bahwa nilai Ikt normal adalah 0,33
0,50 (%), rata rata telur memiliki nilai Ikt sebesar 0,42 (%). (Firdaus, 2010).
Penurunan kualitas albumen dan kuning telur sebagai pengaruh waktu
penyimpanan juga sesuai dengan temuan (Fasenko et al.,1995); (Monira et al.,
2003) dan (Miles et al., 2004) yang mengamati penurunan indeks albumen dan
kuning telur dengan meningkatnya waktu penyimpanan.
Penyimpanan telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih
telur menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10 oC. Tekanan osmotik
kuning telur lebih besar dari putih telur sehingga air dari putih telur berpindah
menuju kuning telur. Perpindahan air secara terus menerus akan menyebabkan
viskositas kuning telur menurun sehingga kuning telur menjadi pipih kemudian
akan pecah. Pemindahan air ini tergantung pada kekentalan putih telur. Kuning
telur akan menjadi semakin lembek sehingga indeks kuning telur menurun,

10
kemudian membran vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur rusak
(Romanoff et al., 1963) dalam (Soeparno at al., 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN


Ekstrak melinjo memberikan pengaruh terhadap kualitas eksternal dan
internal telur, semakin tinggi kandungan ekstrak melinjo (20 dan 30%)
menunjukkan kualitas telur yang lebih bagus. Lama perendaman yang lebih lama
(24 dan 36 jam) lebih dapat mempertahan kualitas dan daya simpan telur.
Kombinasi perlakuan antara ekstrak melinjo dan lama perendaman terbaik sampai
pada pengamatan hari ke 42 adalah pada kombinasi perlakuan (A30B30). Perlu
penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan jumlah konsentrasi ekstrak daun
melinjo dengan perendaman 24 jam untuk memperpanjang daya simpan telur
yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2002). Telur Awet dengan Kulit Bakau. (On Line).


(www.poultryindonesia.com. Diakses 8 Februari2011).
Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B. Stanley. (1978). Termiticidal Components of
Wood Extracts : 7-Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal
Agriculture Food Chemistry. 26(4): 869-873.
Fasenko G.N., V.L. Christensen, M.R. Bakst, and J.N. Petite. (1995). Evaluating
yolk membranes from short and long stored turkey eggs using
transmission electron microscopy. Poultry Sci. 74(Suppl. 1): 44. (Abstr).
Hadiwiyoto. (1983). Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, daging dan telur. Edisi ke-2
Yogyakarta : Liberty.
Hisada. H., Asahara. M., Kato. E ., Sakan. F. (2005). Antibacterial and
Antioxidative Constituents of Melinjo Seeds and their Application to
Foods. Japan. Science Links Japan .
Karmila.M.,Maryati.,Jusmawati. (2008). Pemanfaatan Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L.), Sebagai Alternatif Pengawetan Telur Ayam Ras.
FMIPA.UNM. Makassar.
Masdiana.A.A. (2007). Embriogenesis in Vivo pada Biji Melinjo(Gnetum
Gnemon L.) dan Pengaruh Asam Absisat terhadap Perkembangan in
Vitro Bakal Embrio .Phd Theses From JBPTITBPP Biologi-ITB. (On
Line) http://digilib.itb.ac.id/index.php. Diakses 8 Februari 2011).

11
Mori, M. (2008). Relationship between Lifestyle-related Diseases with the Intake
of Indonesian Traditional Fruit Melinjo Rich in Phytoestrogens. Niigata,
Jepang. The 4 th International Niigata Symposium on Diet and Health
Integrative Function of Diet in Anti-aging and Cancer Prevention.
Munawaroh, N. (2010). Telur. (On Line).
(http://nikmatyangbersinar.blogspot.com/2010/01/telur_15.htmDiakses 3
Februari. 2011).
Nursiam. I. (2011). Uji Kualitas Telur. (On Line).
http://intannursiam.wordpress.com/2011/02/26/uji-kualitas-telur/.
Diakses Senin 18 April 2011.
Romanoff, A. L & A.J. Romanoff. (1963). The Avian Egg. John Willey and Sons
Inc., New York.

Santoso, M. (2008). Inhibition of Fish Lipid Oxidation by the Extract of Indonesia


Edible Plant Seed `Melinjo`. Japanese Society for Food Science and
Technology . Kyoto, Jepang.
Soeparno. (1996). Pengolahan Hasil Ternak. Modul 8. Universitas Terbuka,
Jakarta.
Steel, R. G dan J. H. Torrie. (1991). Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Edisi 2 cetakan 2. Alihbahasa Bambang
Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syarief dan H. Halid. (1990). Buku Monograf Teknologi Penyimpanan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ummah.M.K. (2010). Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa
tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)(Kajian Variasi
Pelarut), Skripsi, Kimia UIN Malang, Malang.

12

Anda mungkin juga menyukai