Oleh :
RINI ROSDIYANA
163112620120111
2. Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar,
jika dilihat di bawah mikroskop berwarna oranye kemerahan. Sel
ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 10-15m.
Terdapat kurang lebih 1 3 % dari jumlah leukosit. Eosinofil
adalah fagositik lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi
alergi atau penyakit parasit, tetapi berkurang selama stress
berkepanjangan.
Sel ini berfungsi dalam detoksikasi histamin yang diproduksi
sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi
berlangsung.mengandung peroksidase dan fosfatase Eosinofil
mengandung peroksidase dan fosfatase, yaitu enzim yang
mampu menguraikan protein. Enzim ini mungkin terlibat dalam
detoksikasi bakteri dan pemindahan kompleks antigen-antibodi,
tetapi belum diketahui secara pasti.
b. Sel-sel agranulosit
1. Limfosit
Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah.
Sebagian besar limfosit dalam tubuh ditemukan di jaringan-
jaringan limfatik. Rentang hiduupnya dapat mencapai beberapa
tahun. Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap
yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi
ukuran terkecil 5-8m, dan ukuran terbesar 15m. Limfosit
berasal dari sel sel batang sumsum tulang merah, melanjutkan
differensiasi dan proliferasi dalam organ lain. Sel ini berfungsi
dalam reaksi imunologis.
Gambar : Limfosit
Sumber: Susilawati .2013
2. Monosit
Mencapai 3-8% jumlah total leukosit. Monosit adalah sel
darah terbesar, diameternya berukuran 12-18m. Nukleusnya
besar berbentuk seperti telur atau seperti ginjal, yang dikelilingi
sitoplasma berwarna keabuan pucat. Monosit sangat fagositik
dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah.
Jika monosit telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini
menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap).
Gambar : Monosit
Sumber: Susilawati .2013
Nilai normal leukosit yang dapat dijadikan nilai rujuakn normal atau
tidaknya jumlah jenis leukosit dalam darah manusia dapat dilihat rasio
jumlahnya sebagai berikut :
Jenis Lekosit Nama Sel Jumlah
Leukosit
1 Granulosit Basofil 0-1 %
Eosinofil 1 -3 %
Neutrofil batang 2-6%
Neutrofil segmen 55 - 75 %
2 Agranulosit Limposit 20 - 25 %
Monosit 28%
Tabel : Rasio jumlah jenis sel leukosit
Sumber : Sumber: Susilawati .2013
F. Cara Kerja
a. Hitung Macam macam Jenis Leukosit
1. Sediakan 2 kaca objek yang bersih dan bebas dari lemak,
teteskan satu tetes darah perifer pada salah satu bagian dekat
ujung kaca objek glass.
2. Tempatkan ujung kaca lain pada pinggiran tetesan darah, tarik
sedikit demi sedikit ke belakang hingga tetesan darah
menyebar.
3. Kemudian dorong ke depan tanpa menekan permukaan kaca
objek terlalu keras. Sesuaikan besarnya tetesan darah dengan
sudut kaca objek. Jika terlalu besar tetesannya maka sudut
antara dua objek diperkecil dan sebaliknya.
4. Sediaan harus mempunyai bagian yang tebal dan bagian yang
tipis.
5. Keringkan di udara, fiksasi dengan cairan metanol selama 10
menit lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau Wright.
6. Pewarnaan Giemsa : sediaan yang telah difiksasi diberi larutan
Giemsa 10-15 tetes yang diencerkan dengan 10 mL buffer
dengan pH 6,4 atau diwarnai dengan larutan Giemsa yang
sudah tersedia. Biarkan kurang lebih 20 menit, lalu cuci pelan-
pelan dengan air mengalir, keringkan dan periksa di bawah
mikroskop dengan pembesaran kuat.
7. Pewarnaan Wright, sediaan yang telah difiksasi diberi larutan
Wright dengan cara seperti di atas, biarkan 1 2 menit.
Kemudian cuci dengan air mengalir perlahan-lahan sampai
bersih. Keringkan dan periksa di bawah mikroskop dengan
pembesaran kuat.
8. Identifikasi macam macam leukosit terutama dengan
memperhatikan ciri-ciri leukosit, bentuk inti, ada/tidaknya
granula, dan sebagainya.
b. Pemeriksaan Daya Kerapuhan Eritrosit
(Percobaan tidak dilakukan)
G. Hasil Percobaan
Di lampirkan
H. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil hitung jenis
leukosit yang diperoleh yaitu tidak ditemukan basofil, eosinofil 2%, netrofil
batang 5%, netrofil segmen 63%, limfosit 22%, dan monosit 8%. Jika
dibandingkan dengan nilai normal, jumlah hitung jenis leukosit di atas
masih dalam batas normal.
Jika hitung jenis jumlahnya kurang atau lebih dari normal (abnormal)
maka seseorang terinfeksi atau mengalami penyakit tertentu. Keadaan
patologis yang dapat ditemukan, yaitu :
1. Netrofil
Peningkatan jumlah netrofil (disebut netrofilia) dijumpai pada
infeksi akut (lokal dan sistemik), radang atau inflamasi (reumatoid
arthritis, gout, pneumonia), kerusakan jaringan (infark miokard akut,
luka bakar, cedera tabrakan, pembedahan), penyakit Hodgkin,
leukemia mielositik, hemolytic disease of newborn (HDN), kolesistitis
akut, apendisitis, pancreatitis akut, pengaruh obat (epinefrin, digitalis,
heparin, sulfonamide, litium, kortison, ACTH).
Penurunan jumlah netrofil (disebut netropenia) dijumpai pada
penyakit virus, leukemia (limfositik dan monositik), agranolositosis,
anemia defisiensi besi (ADB), anemia aplastik, pengaruh obat
(antibiotic, agen imunosupresif).
2. Eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil (disebur eosinofilia) dapat
dijumpai pada alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang, ovarium,
testis, otak), feblitis, tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal
(gagal ginjal, sindrom nefrotik). Penurunan jumlah eosinofil dapat
dijumpai pada stress, luka bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal.
3. Basofil
Peningkatan jumlah basofil (disebut basofilia) dapat dijumpai
pada proses inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau
inflamasi, anemia hemolitik didapat. Penurunan jumlah dapat
dijumpai pada stress, reaksi hipersensitivitas, kehamilan,
hipertiroidisme.
4. Limfosit
Peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada leukemia limfositik,
infeksi virus (mononucleosis infeksiosa, hepatitis, parotitis, rubella,
pneumonia virus, myeloma multiple, hipofungsi adrenokortikal.
Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada kanker, leukemia,
hiperfungsi adrenokortikal, agranulositosis, anemia aplastik, sklerosis
multiple, gagal ginjal, sindrom nefrotik, SLE.
5. Monosit
Peningkatan jumlah monosit (disebut monositosis) dapat
dijumpai pada : penyakit virus (mononucleosis infeksiosa, parotitis,
herpes zoster), penyakit parasitic (demam bintik Rocky Mountain,
toksoplasmosis, bruselosis), leukemia monositik, kanker, anemia (sel
sabit, hemolitik), SLE, arthritis rheumatoid, colitis ulseratif.
Penurunan jumlah monosit dapat dijumpai pada leukemia limfositik,
anemia aplastik.