TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Makhluk hidup, zat atau energi yang dimasukkan ke dalam lingkungan hidup
biasanya merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. Sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan manusia tersebut berupa limbah/sampah. Oleh karenanya dapat
dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sebagai
akibat adanya limbah/sampah yang dibuang ke dalam lingkungan hingga daya
dukungnya terlampaui. Sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang
merupakan sumber penyebab gangguan kesehatan pada masyarakat (Mulia, 2005).
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang
berbentuk padat yang dihasilkan oleh sumber sampah sebagai tempat asal
timbulnya sampah. Penghasil sampah merupakan setiap orang dan/atau akibat
proses alam yang menghasilkan timbulan sampah sehingga perlu dilakukan
pengelolaan sampah yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah saat ini hanya menggunakan single method, yaitu wadah-
kumpul-angkut-buang, sampah sepenuhnya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Untuk mencegah kebuntuan sistem pengelolaan sampah, perlu
dikembangkan metode-metode lain. Salah satu metode yang sangat fleksible dan
realistik dikembangkan adalah implementasi prinsip 3R yaitu reduce (mengurangi
sampah), reuse (guna ulang sampah), dan recycle (daur ulang) dalam pengelolaan
sampah, dan merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah berwawasan
lingkungan (environmental friendly). Pelaksanaan pengelolaan persampahan
metode 3R memerlukan kegiatan pemberdayaan secara terprogram, terpadu, dan
berkelanjutan sehingga dapat dicapai perubahan perilaku masyarakat dalam
program pengelolaan persampahan dengan metode 3R. Proses pemberdayaan
masyarakat antara lain sosialisasi, pelatihan, percontohan dan pengembangan
kegiatan (Departemen PU, 2008).
Konsep 3R juga dikenal dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan sistem penanganan sampah
yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat.
Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan
lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip
pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah (Environmental Service Program,
2006):
1. Partisipasi masyarakat;
2. Kemandirian;
3. Efisiensi;
4. Perlindungan lingkungan;
5. Keterpaduan.
4. Kawasan khusus
II-2
Kawasan khusus adalah wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk
kepentingan nasional/berskala nasional contohnya istana Negara, museum, dan
lain-lain.
II-3
Perkiraan timbulan sampah untuk saat ini maupun untuk masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem
pengelolaan persampahan. Perkiraan rata-rata timbulan sampah merupakan
langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Data
tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif sistem pengelolaan
sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan
dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain (Damanhuri, 2010):
1. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpul, dan pengangkutan;
2. Perencanaan rute pengangkutan;
II-4
Timbulan sampah dari masing-masing sumber bervariasi, oleh karena itu besarnya
timbulan sampah berdasarkan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan rata-rata
timbulan sampah Kota Padang berdasarkan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.2.
II-5
Hujanb 0,45 2,67
Rata-Rata 0,43 2,8
Sumber: a)Pangerani, 2006; b)Nizmah, 2005
Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa timbulan sampah komersil Kota
Padang dalam satuan berat dan volume tidak menunjukkan hasil yang jauh
berbeda/relatif sama antara musim kemarau dengan musim hujan.
II-6
4. Cuaca
Didaerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban sampahnya juga
akan cukup tinggi.
5. Kemasan produk
Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi
komposisi sampah. Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas
sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak
menggunakan plastik sebagai pengemas.
6. Pendapatan per kapita
Masyarakat dari tingkat ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan total
sampah yang lebih sedikit dan homogen.
II-7
Tabel 2.4 Komposisi Sampah Komersil Kota Padang
Organik
Sisa Makanan 42 42 32,78
Sampah Halaman 1 1 1,40
Kertas 16 18 19,97
Kayu 2 2 0,70
Kain/tekstil 2 2 1,83
Karet/kulit 4 3 2,15
Plastik 13 13 16,94
Anorganik
Logam 5 5 6,97
Kaleng 6 7 -
Kaca 3 3 3,32
Lain-lain 6 4 2,66
Sumber: a)Pangerani, 2006; b)Nizmah, 2005; c) Desnifa, 2009
Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisis, kimia,
dan biologinya. Karakteristik sampah sangat penting dalam pengembangan dan
desain sistem manajemen persampahan. Karakteristik sampah dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya yaitu pendapatan masyarakat (low, medium, dan high
income), pertumbuhan penduduk, produksi pertanian, pertumbuhan industri dan
konsumsi, dan perubahan musim (Tchobanoglous, 1993).
1. Karakteristik Fisika
a. Berat Jenis
Berat jenis merupakan berat material per unit volume (satuan lb/ft 3,
lb/yd3). Data ini diperlukan untuk menghitung beban massa dan volume
total sampah yang harus dikelola. Berat jenis ini dipengaruhi oleh:
1) Komposisi sampah;
2) Musim;
3) Lamanya penyimpanan.
II-8
Tabel 2.5 Tipikal Berat Jenis Sampah Komersil
Berat Jenis
No Tipe Sampah
Lb/yd3 Kg/l
1 Sampah makanan 910 0,54
2 Kayu 185 0,11
3 Ranting Pohon 250 0,15
4 Sampah (combustible) 200 0,12
5 Sampah non (combustible) 505 0,30
6 Sampah campuran 270 0,16
Sumber: Tchobanoglous, 1993
b. Kelembapan
Menentukan kelembapan dalam sampah dapat digunakan dua cara yaitu
dengan ukuran berat basah dan berat kering. Ukuran kelembapan yang
umum digunakan dalam manajemen persampahan adalah % berat basah
(wet weight).
II-9
Distribusi ukuran partikel sampah mempengaruhi dua hal pada
perencanaan pengolahan sampah yaitu (Departemen Pekerjaan Umum,
1992):
1) Kebutuhan untuk pemadatan dan tanah penutup pada sanitary
landfill. Semakin besar ukuran partikel sampah semakin lama
pemadatan dilakukan dan semakin banyak diperlukan tanah penutup.
2) Kebutuhan untuk mengurangi/reduksi ukuran dengan shredding
untuk pengomposan pada produksi biogas atau insinerasi. Pada
pengomposan dan produksi biogas ukuran partikel yang kecil akan
mempercepat proses pembusukan.
d. Field Capacity
Field capacity adalah jumlah kelembapan yang dapat ditahan dalam
sampah akibat gaya gravitasi. Field capacity sangat penting dalam
menentukan aliran leachate dalam landfill. Biasanya field capacity sebesar
30 % dari volume sampah total.
2. Karakteristik Kimia
a. Proximate Analysis
Proximate analysis terhadap komponen Municipal Solid Waste (MSW)
mudah terbakar meliputi (Tchobanoglous, 1993):
1) Kadar air (kadar air yang berkurang pada suhu 105C, t = 1 jam)
Penelitian terkait nilai kadar air sampah komersil telah pernah
dilakukan di Kota Bukittinggi (2007) dan Padang Panjang (2013)
seperti tercantum pada Tabel 2.7.
II-10
1 Bukittinggia 2007 57,32
2 Padang Panjangb 2013 62,62
Sumber: a)Ruslinda, 2007; b)Komala, 2013
c. Ultimate Analysis
Menentukan unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N),
sulfur (S), dan rasio C/N.
3. Karakteristik Biologi
b. Bau
Bau dapat timbul jika sampah disimpan dalam jangka waktu lama di
tempat pengumpulan, transfer station, dan di landfill. Bau dipengaruhi oleh
iklim panas. Bau terbentuk sebagai hasil dari proses dekomposisi senyawa
organik yang terdapat pada MSW secara anaerob. Sebagai contoh, pada
kondisi anaerob, sulfat tereduksi menjadi sulfide (S 2-) dimana jika zat ini
bereaksi dengan hidrogen akan membentuk H2S.
II-11
c. Perkembangan Lalat
Pada musim panas, lalat berkembangbiak pada tempat pengumpulan
sampah. Lalat bisa berkembang dalam waktu kurang dari dua minggu.
Kegiatan daur ulang (recycle) sampah merupakan salah satu teknik pengolahan
limbah padat menjadi barang yang berdaya guna sehingga dapat dipakai kembali.
Dalam daur ulang ada berberapa tahapan yaitu pengumpulan, pemrosesan,
pembuatan material bekas pakai dan pembelian material bekas pakai (EPA, 2011).
Keuntungan kegiatan daur ulang tidak hanya membantu dalam penanganan
masalah sampah perkotaan, namun memiliki fungsi dalam aspek lingkungan dan
ekonomi. Dalam segi penanganan masalah persampahan perkotaan, tahapan ini
merupakan siklus keberhasilan daur ulang sampah untuk mengurangi jumlah
timbulan sampah yang masuk ke TPA serta mendapatkan nilai ekonomis sampah.
II-12
a. Menggunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama
atau fungsi lainnya;
II-13
2. Nilai ekonomi: sampah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata dapat
bersifat ekonomis bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut dalam
bentuk pemanfaatan energi, atau pemanfaatan bahan, baik sebagai bahan
utama ataupun bahan pembantu.
Usaha daur ulang pada dasarnya merupakan usaha memanfaatkan kembali sampah
melalui ekonomi, sosial, teknologi dan keterpaduan antara pembinaan manusia,
sumberdaya dan lingkungan yaitu (Djuwendah, Tribina, 2000):
1. Pengelolaan sampah tidak hanya berorientasi pada kegiatan pengumpulan,
pengangkutan dan pemusnahan saja namun adanya usaha pemanfaatan
kembali sampah sebagai sumberdaya yang bersifat ekonomi;
Kegiatan daur ulang dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dengan
menerapkan prinsip penanganan sampah sebagai barang ekonomi. Pelaku bisnis
daur ulang sampah di perkotaan dilakukan oleh sektor informal yaitu pemulung,
pengepul, lapak dan pemasok/bandar daur ulang sampah.
II-14
kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan, perkantoran, industri, TPS,
maupun di TPA. Karakteristik pemulung dalam melakukan kegiatan pemilahan
sampah terbagi menjadi dua, yaitu pemulung menggunakan kendaraan dan
tanpa kendaraan. Pemulung yang menggunakan kendaraan terbagi menjadi
bermotor (misalnya motor sampah, dll) dan non motor (menggunakan becak,
sepeda,dll). Sedangkan pemulung tanpa kendaraan hanya mengandalkan tenaga
misalnya berjalan kaki maupun mendorong gerobak (Andriyanti, 2009).
Sampah yang dipilah oleh pemulung adalah sampah yang memiliki nilai jual
tinggi. Jenis barang yang dipulung dari tempat-tempat sampah biasanya terdiri
dari barang bekas dari kertas, plastik, logam dan gelas (Sahwan. F. L. Dkk,
2005).
2. Pengepul
Peran pengepul berada pada tahap pengumpulan, pemrosesan dan
pendistribusian. Setelah sampah dipilah dan dikumpulkan oleh pemulung,
sampah anorganik dilakukan pengepakan sampah kemudian disetorkan ke
lapak atau langsung ke pabrik daur ulang sampah (Andriyanti, 2009).
3. Lapak
Lapak adalah tempat pengumpulan barang bekas (Poerwadarminta, 2006).
Lapak merupakan salah satu jaringan dari daur ulang dan sekaligus sebagai
perantara tingkat pertama yang akan menyalurkan bahan-bahan daur ulang ke
bandar atau pabrik dalam bentuk aslinya dengan kondisi yang relatif bersih.
Lapak sampah terbagi menjadi dua yakni lapak besar dan kecil. Lapak kecil
tidak melakukan pendistribusian ke pabrik daur ulang. Sedangkan lapak besar
adalah lapak yang langsung mendistribusikan kumpulan sampah anorganik
yang telah diterima menuju ke pabrik-pabrik pembuatan produk/material
barang bekas (Sahwan. F. L. dkk, 2005).
4. Pemasok/bandar
Pemasok/bandar adalah pemodal besar yang mampu membeli hasil pulungan
ke pabrik pengolah. Bahan daur ulang yang diterima oleh bandar hanya
menerima satu jenis bahan secara khusus misalnya bandar plastik, bandar
kertas, bandar besi dan bandar botol. Para pemasok ini merupakan jaminan
II-15
para pabrikan yang memerlukan bahan baku sekunder ini dalam jumlah besar
secara berkelanjutan (Sahwan. F. L. dkk, 2005).
II-16
1994 merupakan pedoman dalam melakukan penelitian timbulan dan komposisi
sampah non domestik. Pengukuran timbulan dan komposisi sampah non domestik
sebagai berikut (SNI 19-3964-1994):
1. Menentukan jumlah sampel non domestik
Jumlah sampel non domestik dapat dilihat pada Tabel 2.9 yang dihitung
berdasarkan rumus 2.2.
..(2.2)
Jumlah sampel yang tidak tercantum pada Tabel 2.9 yaitu hotel, rumah
makan, dan fasilitas umum lainnya diambil 10 % dari jumlah keseluruhan atau
sekurang-kurangnya satu sampel.
II-17
Pengukuran dan perhitungan sampel timbulan sampah harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
a. Satuan yang digunakan dalam pengukuran timbulan sampah
adalah:
1) Volume basah : liter/unit/hari
2) Berat basah : kilogram/unit/hari
b. Satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisi sampah
adalah dalam % berat basah.
c. Jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan sampel timbulan
sampah yaitu:
1) Toko : jumlah petugas atau luas areal
2) Sekolah : jumlah murid dan guru
3) Pasar : luas pasar atau jumlah pedagang
4) Kantor : jumlah pegawai
5) Jalan : panjang jalan dalam meter
6) Hotel : jumlah tempat tidur
7) Restoran : jumlah kursiatau luas areal
8) Fasilitas umum lainnya : luas areal
d. Pengukuran dan perhitungan sampel komposisi sampah non
domestik harus mengikuti ketentuan dimana satuan yang digunakan dalam
pengukuran komposisi sampah non domestik adalah dalam % berat basah.
Menentukan bahwa sampel yang diambil telah mewakili, maka dibuktikan dengan
evaluasi hasil survei. Tingkat kepercayaan hasil survei pada dasarnya
menunjukkan tingkat kepercayaan sejauh mana statistik sampel dapat
mengestimasi dengan benar parameter populasi. Tingkat kepercayaan hasil survei
berkisar antara 90-100 % dengan tipikal 95 %. Parameter yang harus diperhatikan
(Damanhuri, 1995):
II-18
..........................................................(2.3)
..........................................(2.4)
c. Keandalan survei
Keandalan = 100 % - % PSE
......................................(2.5)
Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat yang secara geografis
terletak diantara 0o440 dan 1o0835 Lintang Selatan serta antara 100o0505
dan 100o3409 Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang
adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas Propinsi Sumatera
Barat. Adapun batas batas administrasi Kota Padang adalah sebagai berikut:
Bagian Utara : Kabupaten Pariaman
Bagian Timur : Kabupaten Solok
Bagian Selatan : Kabupaten Pesisir Selatan
Bagian Barat : Samudera Indonesia
II-19
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Padang
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015
Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Koto
Tangah yang mencapai 232,25 km2. Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian
besar atau 51,01 persen berupa hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Luas
bangunan dan pekarangan tercatat 51,08 km2 atau 7,35 persen. Untuk lebih
jelasnya wilayah administrasi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 2.10.
II-20
Tingkat curah hujan kota Padang pada tahun 2014 mencapai rata-rata 347,50 mm
per bulan dengan hari hujan rata-rata adalah 18,83 hari. Banyaknya hari hujan dan
curah hujan menurut bulan dapat dilihat pada Tabel 2.11. Sementara itu, suhu
udara Kota Padang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu
antara 22,22o 31,6o C dengan kelembaban berkisar antara 80 85%. Suhu dan
kelembaban udara per bulan dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.11 Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan Tahun 2014
Banyaknya Hari Hujan Banyaknya Curah Hujan
No. Bulan
(Hari) (mm)
1. Januari 15 291
2. Februari 6 200
3. Maret 15 233
4. April 23 487
5. Mei 21 398
6. Juni 18 224
7. Juli 13 169
8. Agustus 21 326
9. September 17 324
10. Oktober 22 464
11. November 22 653
12. Desember 19 217
Rata-rata 18 332
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
II-21
2.8.3 Kependudukan
Pada tahun 2014, penduduk Kota Padang mencapai 889.646 jiwa, naik sejumlah
12.968 jiwa dari tahun sebelumnya. Kecamatan terbanyak jumlah penduduknya
adalah Koto Tangah dengan 182.294 jiwa, tetapi karena wilayahnya paling luas
hingga mencapai 33 persen dari luas Kota Padang, maka kepadatan
penduduknya termasuk rendah yaitu 785 jiwa/km2. Kecamatan yang paling
kecil jumlah penduduknya sekaligus kepadatannya paling rendah adalah
Kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan jumlah penduduk 24.407 jiwa dan
kepadatan sebesar 242 jiwa/km2. Penduduk kota Padang tersebar pada 11
kecamatan dan terkonsentrasi pada beberapa kecamatan seperti terlihat pada
Tabel 2.13 berikut ini.
II-22
bulan dapat didekati dengan menggunakan data Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB).
Struktur perekonomian Kota Padang pada tahun 2014 ini masih didominasi oleh
sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan sumbangannya sebesar 8.904,91
juta rupiah atau 26,27 persen. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel
dan restoran dengan kontribusi sebesar 7.744,46 milyar rupiah atau 21,6 persen.
PDRB perkapita Kota Padang pada tahun 2014 adalah sebesar 16,56 juta rupiah
meningkat sebesar 0,59 juta rupiah bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang
hanya 15,92 juta rupiah.
Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi yang dicapai suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, antara lain dapat dilihat dari data PDRB. Dari data PDRB
kita dapat melihat pendapatan regional, pendapatan perkapita, dan pertumbuhan
ekonomi regional. Data dan informasi yang disajikan, selain merupakan evaluasi
hasil pembangunan yang telah dicapai, juga akan menjadi dasar dalam menyusun
konsep, strategi dan kebijaksanaan pembangunan pemerintah daerah yang akan
ditempuh pada masa yang akan datang.
Tabel 2.14 PDRB Kota Padang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha (Dalam Juta Rupiah)
II-23
c. Peternakan & Hasil 229,40 254,34 290,55
hasilnya
d. Kehutanan 7,04 7,53 7,89
e. Perikanan 968,08 1.066,05 1.226,91
2. Pertambangan dan 458,11 514,60 593,86
Penggalian
a. Minyak dan Gas Bumi X X X
b. Pertambangan Tanpa Gas X X X
II-24
Pasar di Kota Padang terbagi dalam dua jenis yaitu pasar yang dikelola oleh
pemerintah Kota Padang dan pasar yang dikelola oleh masyarakat. Tercatat
sebanyak 16 pasar yang tersebar di 8 kecamatan (Kecamatan Koto Tangah,
Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Padang
Timur, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan
Nanggalo dan Kecamatan Kuranji).
2.8.5.2 Pertokoan
Pertokoan di Kota Padang terdiri dari berbagai jenis toko yang menawarkan aneka
produk berbeda, antara lain toko makanan, toko pakaian jadi, toko elektronik,
toko aksessoris, toko buku, toko furniture, toko emas/perhiasan, toko peralatan
olahraga dan lain-lain. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Padang diketahui bahwa jumlah toko yang terdaftar di
Kecamatan Koto Tangah adalah 37 unit, di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah
23 unit, dan di Kecamatan Padang Barat adalah 38 unit.
II-25
sehingga diketahui kapasitas jumlah pengunjung yang dapat memadati lokasi
rumah makan.
2.8.5.4 Hotel
Sesuai dengan catatan dari Badan Pusat Statistik Kota Padang tahun 2014
diketahui bahwa jumlah hotel yang terdapat di Kota Padang adalah sebanyak 110
hotel yang terdiri dari 28 hotel berbintang dan 82 hotel tidak berbintang. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Jumlah Hotel, Kamar, Tempat Tidur dan Tamu di Kota Padang
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
Klasifikasi Hotel Tempat
Hotel Kamar Tamu
Tidur
Hotel Berbintang 28 1.889 3.002 13.348
Hotel Tidak Berbintang 82 2.883 4.741 21.157
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
2.8.5.5 Bengkel
II-26