Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Makhluk hidup, zat atau energi yang dimasukkan ke dalam lingkungan hidup
biasanya merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. Sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan manusia tersebut berupa limbah/sampah. Oleh karenanya dapat
dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sebagai
akibat adanya limbah/sampah yang dibuang ke dalam lingkungan hingga daya
dukungnya terlampaui. Sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang
merupakan sumber penyebab gangguan kesehatan pada masyarakat (Mulia, 2005).
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang
berbentuk padat yang dihasilkan oleh sumber sampah sebagai tempat asal
timbulnya sampah. Penghasil sampah merupakan setiap orang dan/atau akibat
proses alam yang menghasilkan timbulan sampah sehingga perlu dilakukan
pengelolaan sampah yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengelolaan sampah saat ini hanya menggunakan single method, yaitu wadah-
kumpul-angkut-buang, sampah sepenuhnya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Untuk mencegah kebuntuan sistem pengelolaan sampah, perlu
dikembangkan metode-metode lain. Salah satu metode yang sangat fleksible dan
realistik dikembangkan adalah implementasi prinsip 3R yaitu reduce (mengurangi
sampah), reuse (guna ulang sampah), dan recycle (daur ulang) dalam pengelolaan
sampah, dan merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah berwawasan
lingkungan (environmental friendly). Pelaksanaan pengelolaan persampahan
metode 3R memerlukan kegiatan pemberdayaan secara terprogram, terpadu, dan
berkelanjutan sehingga dapat dicapai perubahan perilaku masyarakat dalam
program pengelolaan persampahan dengan metode 3R. Proses pemberdayaan
masyarakat antara lain sosialisasi, pelatihan, percontohan dan pengembangan
kegiatan (Departemen PU, 2008).
Konsep 3R juga dikenal dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan sistem penanganan sampah
yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat.
Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan
lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip
pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah (Environmental Service Program,
2006):
1. Partisipasi masyarakat;
2. Kemandirian;
3. Efisiensi;
4. Perlindungan lingkungan;
5. Keterpaduan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang


Pedoman Pengelolaan Sampah, sampah sejenis sampah rumah tangga adalah
sampah yang tidak berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya. Kawasan sumber penghasil
sampah tersebut dapat dibedakan sebagai berikut (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2010):
1. Kawasan permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan hunian dalam bentuk klaster,
apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya.
2. Kawasan komersial
Kawasan komersial adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang. Contoh fasilitas yang termasuk kawasan komersil adalah pasar,
toko, hotel, rumah makan/restoran, dan bengkel.
3. Kawasan industri
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang.

4. Kawasan khusus

II-2
Kawasan khusus adalah wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk
kepentingan nasional/berskala nasional contohnya istana Negara, museum, dan
lain-lain.

Sedangkan menurut Noelaka (2008) sampah dibagi menjadi 3 bagian yakni:


1. Sampah organik,
Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan
dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola
dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar. Sampah ini dengan mudah
dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah organik merupakan sampah
yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah
kebun dan lainnya.
2. Sampah non organik
Sampah nonorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non
hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan
bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah yang tidak mudah membusuk
seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan bangunan bekas dan
lainnya. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik,
botol gelas, tas plastik, dan kaleng.
3. Sampah B3 (bahan berbahaya beracun)
Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat
kimia organik dan non organik serta logam-logam berat, yang umunnya berasal
dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan
sampah organik dan non organik. Biasanya ada badan kusus yang dibentuk
untuk mengelola sampah B3 sesuai peraturan berlaku.

2.2 Timbulan Sampah

Menurut Artiningsih (2008) timbulan sampah adalah jumlah atau banyaknya


sampah yang dihasilkan oleh manusia pada suatu daerah. Timbulan sampah
dinyatakan dengan satuan volume liter/orang/hari (l/o/h) atau liter/meter persegi
bangunan/hari (l/m2/h) dan dengan satuan berat kilogram/orang/hari (kg/o/h) atau
kilogram/meter persegi bangunan/hari (kg/m2/h).

II-3
Perkiraan timbulan sampah untuk saat ini maupun untuk masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem
pengelolaan persampahan. Perkiraan rata-rata timbulan sampah merupakan
langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Data
tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif sistem pengelolaan
sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan
dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain (Damanhuri, 2010):
1. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpul, dan pengangkutan;
2. Perencanaan rute pengangkutan;

3. Fasilitas untuk daur ulang;

4. Luas dan jenis TPA.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah antara lain (Soemirat,


2011):
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk mempengaruhi timbulan sampah karena semakin banyak
jumlah penduduk semakin banyak pula produksi sampahnya.
2. Faktor sosial ekonomi dan budaya
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi, semakin banyak jumlah perkapita
sampah yang dibuang. Kualitas sampahpun semakin banyak bersifat tidak
dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang
tersedia, peraturan yang berlaku, serta kesadaran masyarakat akan persoalan
persampahan. Kenaikan kesejahteraan akan meningkatkan kegiatan konstruksi
dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi, produk pertanian dan
industri akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis
sampah.
3. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi dapat menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena
pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk
manufaktur yang semakin beragam pula.

II-4
Timbulan sampah dari masing-masing sumber bervariasi, oleh karena itu besarnya
timbulan sampah berdasarkan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan rata-rata
timbulan sampah Kota Padang berdasarkan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber


Volume Berat (kg)
No. Komponen Satuan
(liter)
1 Rumah permanen /orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2 Rumah semi permanen /orang/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3 Rumah non permanen /orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4 Kantor /pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,100
5 Toko/ruko /petugas/hari 2,50-3,00 0,150-0,350
6 Sekolah /murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7 Jalan arteri sekunder /m/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8 Jalan kolektor sekunder /m/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9 Jalan lokal /m/hari 0,05-0,10 0,005-0,025
10 Pasar /m2/hari 0,20-0,60 0,100-0,300
Sumber: Damanhuri,2010

Tabel 2.2 Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber


No Sumber Sampah Timbulan (l/o/h)
a
1 Sarana Komersil
Pasar 0,822
Toko 7,724
Bengkel 3,586
Rumah Makan 3,607
Hotel 3,334
Rata-Rata Komersil 3,815
2 Sarana Industrib
Industri Besar 9,606
Industri Sedang 5,644
Industri Kecil 4,457
Rata-Rata Industri 6,569
3 Sarana Institusic
Sarana Pendidikan 0,375
Sarana Kesehatan 0,858
Perkantoran 1,449
Rata-Rata Institusi 0,894
4 Pelayanan Kotad
Jalan 0,238
Taman 4,112
Sarana Rekreasi 1,040
Pantai 1,792
Rata-Rata Pelayanan Kota 1,796
Sumber: a)Desnifa, 2009; b)Veronika, 2008; c)Pasimura, 2008; d)Putri, 2008

Tabel 2.3 Timbulan Sampah Komersil Kota Padang Berdasarkan Musim

Sumber kg/o/h l/o/h


Kemaraua 0,4 2,92

II-5
Hujanb 0,45 2,67
Rata-Rata 0,43 2,8
Sumber: a)Pangerani, 2006; b)Nizmah, 2005

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa timbulan sampah komersil Kota
Padang dalam satuan berat dan volume tidak menunjukkan hasil yang jauh
berbeda/relatif sama antara musim kemarau dengan musim hujan.

2.3 Komposisi Sampah

Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen


yang terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk
mengevaluasi peralatan yang diperlukan, sistem, pengolahan sampah dan rencana
manajemen persampahan suatu Kota. Pengelompokan sampah yang paling sering
dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai %
berat atau % volume dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain,
makanan, dan sampah lain-lain (Damanhuri dan Padmi, 2004). Semakin
sederhana pola hidup masyarakat semakin banyak komponen sampah organik
(sisa makanan dan lain-lain). Semakin besar serta beragam aktivitas suatu Kota,
semakin kecil proporsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga.
Komposisi sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut
(Tchobanoglous, 1993):
1. Frekuensi pengumpulan
Semakin sering sampah dikumpulkan, semakin tinggi tumpukan sampah
terbentuk. Sampah kertas dan sampah kering lainnya akan tetap bertambah,
tetapi sampah organik akan berkurang karena terdekomposisi.
2. Musim
Jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang
berlangsung.
3. Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi yang berbeda menghasilkan sampah dengan komponen yang
berbeda pula. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu masyarakat, produksi
sampah kering seperti; kertas, plastik, dan kaleng cenderung tinggi, sedangkan
sampah makanannya lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh pola hidup
masyarakat ekonomi tinggi yang lebih praktis dan bersih.

II-6
4. Cuaca
Didaerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban sampahnya juga
akan cukup tinggi.
5. Kemasan produk
Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi
komposisi sampah. Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas
sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak
menggunakan plastik sebagai pengemas.
6. Pendapatan per kapita
Masyarakat dari tingkat ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan total
sampah yang lebih sedikit dan homogen.

Megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di atas, setidaknya


dapat dilakukan pengelolaan sampah dan memperhitungkan kapan kira-kira
produksi sampah itu meningkat, kapan waktu banyaknya gangguan pada proses
pengangkutan serta teknik kerja operasional dan prasarana apa yang tepat
digunakan. Penentuan komposisi sampah berdasarkan SNI 19-3964-1994
menggunakan persamaan:
% komposisi sampah =
...............................
........(2.1)
dimana: B = berat komponen sampah (kg)
BBS = berat total sampah yang diukur (kg)

Menurut Desnifa (2009), penelitian mengenai komposisi sampah Kota Padang


telah pernah dilakukan pada sumber sampah domestik (2004), komersil (2005),
institusi (2008), industry (2008) dan pelayanan kota (2008). Dari hasil penelitian
tersebut diperoleh komposisi sampah organik lebih besar daripada komposisi
sampah anorganik untuk masing-masing sumber sampah. Komposisi komponen
sampah yang terbesar adalah sampah makanan, sampah halaman dan sampah
plastik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, komposisi
sampah Kota Padang berdasarkan sumber dapat dilihat pada Tabel 2.4.

II-7
Tabel 2.4 Komposisi Sampah Komersil Kota Padang

Komposisi Sampah Komersil (2005)a Komersil (2005)b Komersil (2009)c

Organik
Sisa Makanan 42 42 32,78
Sampah Halaman 1 1 1,40
Kertas 16 18 19,97
Kayu 2 2 0,70
Kain/tekstil 2 2 1,83
Karet/kulit 4 3 2,15
Plastik 13 13 16,94
Anorganik
Logam 5 5 6,97
Kaleng 6 7 -
Kaca 3 3 3,32
Lain-lain 6 4 2,66
Sumber: a)Pangerani, 2006; b)Nizmah, 2005; c) Desnifa, 2009

2.4 Karakteristik Sampah

Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisis, kimia,
dan biologinya. Karakteristik sampah sangat penting dalam pengembangan dan
desain sistem manajemen persampahan. Karakteristik sampah dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya yaitu pendapatan masyarakat (low, medium, dan high
income), pertumbuhan penduduk, produksi pertanian, pertumbuhan industri dan
konsumsi, dan perubahan musim (Tchobanoglous, 1993).

1. Karakteristik Fisika

a. Berat Jenis

Berat jenis merupakan berat material per unit volume (satuan lb/ft 3,
lb/yd3). Data ini diperlukan untuk menghitung beban massa dan volume
total sampah yang harus dikelola. Berat jenis ini dipengaruhi oleh:
1) Komposisi sampah;
2) Musim;
3) Lamanya penyimpanan.

Tipikal berat jenis sampah untuk perumahan dan komersil menurut


Tchobanoglous (1993) dapat dilihat pada Tabel 2.5.

II-8
Tabel 2.5 Tipikal Berat Jenis Sampah Komersil
Berat Jenis
No Tipe Sampah
Lb/yd3 Kg/l
1 Sampah makanan 910 0,54
2 Kayu 185 0,11
3 Ranting Pohon 250 0,15
4 Sampah (combustible) 200 0,12
5 Sampah non (combustible) 505 0,30
6 Sampah campuran 270 0,16
Sumber: Tchobanoglous, 1993

Data berat jenis sampah penting dalam pemilihan kapasitas peralatan


pengumpul dan peralatan pemindahan. Disamping itu juga penting untuk
perencanaan teknologi pengangkutan (perlu menggunakan mesin
pemadat/compactor atau tidak) serta sistem pembuangan akhir, karena
kepadatan sampah menyebabkan meningkatnya luas areal yang diperlukan
untuk pembuangan akhir.

Penelitian terkait berat jenis sampah komersil telah pernah dilakukan di


Kota Bukittinggi (2007) dan Kota Padang Panjang (2013). Hasil penelitian
dari kedua kota tersebut menunjukkan bahwa Kota Padang Panjang
memiliki nilai berat jenis sampah komersil yang lebih tinggi dari Kota
Bukittingi. Berikut data berat jenis sampah komersil dari kedua kota
tersebut Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Perbandingan Nilai Berat Jenis Sampah Komersil

No Kota Tahun Berat Jenis (kg/l)


1 Bukittinggia 2007 0,270
2 Padang Panjangb 2013 0,300
Sumber: a)Ruslinda, 2007; b)Komala, 2013

b. Kelembapan
Menentukan kelembapan dalam sampah dapat digunakan dua cara yaitu
dengan ukuran berat basah dan berat kering. Ukuran kelembapan yang
umum digunakan dalam manajemen persampahan adalah % berat basah
(wet weight).

c. Ukuran Partikel dan Distribusi Ukuran

II-9
Distribusi ukuran partikel sampah mempengaruhi dua hal pada
perencanaan pengolahan sampah yaitu (Departemen Pekerjaan Umum,
1992):
1) Kebutuhan untuk pemadatan dan tanah penutup pada sanitary
landfill. Semakin besar ukuran partikel sampah semakin lama
pemadatan dilakukan dan semakin banyak diperlukan tanah penutup.
2) Kebutuhan untuk mengurangi/reduksi ukuran dengan shredding
untuk pengomposan pada produksi biogas atau insinerasi. Pada
pengomposan dan produksi biogas ukuran partikel yang kecil akan
mempercepat proses pembusukan.

d. Field Capacity
Field capacity adalah jumlah kelembapan yang dapat ditahan dalam
sampah akibat gaya gravitasi. Field capacity sangat penting dalam
menentukan aliran leachate dalam landfill. Biasanya field capacity sebesar
30 % dari volume sampah total.

e. Permeabilitas Sampah yang Dipadatkan


Permeabilitas sampah yang dipadatkan diperlukan untuk mengetahui
gerakan cairan dan gas dalam landfill.

2. Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia diperlukan untuk mengevaluasi alternatif suatu proses dan


sistem recovery yang dapat dilakukan pada limbah padat.

a. Proximate Analysis
Proximate analysis terhadap komponen Municipal Solid Waste (MSW)
mudah terbakar meliputi (Tchobanoglous, 1993):
1) Kadar air (kadar air yang berkurang pada suhu 105C, t = 1 jam)
Penelitian terkait nilai kadar air sampah komersil telah pernah
dilakukan di Kota Bukittinggi (2007) dan Padang Panjang (2013)
seperti tercantum pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Perbandingan Nilai Kadar Air Sampah Komersil

No Kota Tahun Kadar Air (%)

II-10
1 Bukittinggia 2007 57,32
2 Padang Panjangb 2013 62,62
Sumber: a)Ruslinda, 2007; b)Komala, 2013

2) Volatile combustible matter (berat sampah yang berkurang pada


pemanasan 950C);
3) Fixed carbon (sisa material setelah volatil hilang);
4) Ash (sisa pembakaran).

b. Titik Lebur Abu


Titik lebur abu merupakan titik temperatur saat pembakaran menghasilkan
abu, berkisar antara 1100 - 1200C (2000-2200F).

c. Ultimate Analysis
Menentukan unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N),
sulfur (S), dan rasio C/N.

d. Kandungan Energi Komponen Sampah


Kandungan energi yang terdapat di dalam sampah dapat dihitung dengan
cara menggunakan kalorimeter, menggunakan bomb calorimeter, dan
perhitungan.

3. Karakteristik Biologi

Karakteristik biologi sampah terdiri dari (Tchobanoglous, 1993):


a. Biodegradabilitas Komponen Organik
Pengukuran biodegradabilitas dipengaruhi oleh pembakaran volatile solid
pada suhu 550C, jika nilai volatile solid besar maka biodegradabilitas
sampah tersebut kecil.

b. Bau
Bau dapat timbul jika sampah disimpan dalam jangka waktu lama di
tempat pengumpulan, transfer station, dan di landfill. Bau dipengaruhi oleh
iklim panas. Bau terbentuk sebagai hasil dari proses dekomposisi senyawa
organik yang terdapat pada MSW secara anaerob. Sebagai contoh, pada
kondisi anaerob, sulfat tereduksi menjadi sulfide (S 2-) dimana jika zat ini
bereaksi dengan hidrogen akan membentuk H2S.

II-11
c. Perkembangan Lalat
Pada musim panas, lalat berkembangbiak pada tempat pengumpulan
sampah. Lalat bisa berkembang dalam waktu kurang dari dua minggu.

2.5 Daur Ulang Sampah

2.5.1 Pengertian Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang (recycle) sampah merupakan salah satu teknik pengolahan
limbah padat menjadi barang yang berdaya guna sehingga dapat dipakai kembali.
Dalam daur ulang ada berberapa tahapan yaitu pengumpulan, pemrosesan,
pembuatan material bekas pakai dan pembelian material bekas pakai (EPA, 2011).
Keuntungan kegiatan daur ulang tidak hanya membantu dalam penanganan
masalah sampah perkotaan, namun memiliki fungsi dalam aspek lingkungan dan
ekonomi. Dalam segi penanganan masalah persampahan perkotaan, tahapan ini
merupakan siklus keberhasilan daur ulang sampah untuk mengurangi jumlah
timbulan sampah yang masuk ke TPA serta mendapatkan nilai ekonomis sampah.

Minimisasi sampah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,


toksisitas dan tingkat bahaya sampah yang berasal dari proses produksi dengan
reduksi dari sumber dan/atau pemanfaatan sampah. Pada dasarnya minimisasi
sampah merupakan bagian dari pengelolaan sampah dan dapat mengurangi
penyebaran limbah di lingkungan, meningkatkan efisiensi produksi dan dapat
memberikan keuntungan ekonomi (Departemen PU, 2008). Konsep minimasi
sampah secara menyeluruh meliputi komponen:
1. Mengurangi yaitu pengurangan volume sampah seperti:
a. Menghindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan
sampah dalam jumlah besar;

b. Menggunakan produk yang dapat diisi ulang;

c. Menjual atau memberikan sampah yang telah dipilah kepada pihak


yang memerlukan.
2. Memakai adalah memakai kembali contohnya:

II-12
a. Menggunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama
atau fungsi lainnya;

b. Menggunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-


ulang;

c. Menggunakan baterai yang dapat diisi kembali.


3. Mendaur ulang merupakan usaha daur ulang sampah seperti:
a. Memilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah
terurai;

b. Melakukan penanganan untuk sampah organik menjadi kompos


dengan berbagai cara yang telah ada (sesuai ketentuan);

c. Melakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang


bermanfaat.

Sebagai upaya menggugah kepedulian dalam penanganan permasalahan


lingkungan, khususnya persampahan serta untuk menciptakan kualitas lingkungan
pemukiman yang bersih dan ramah lingkungan, maka harus dilakukan perubahan
paradigma pengelolaan sampah dengan cara (Artiningsih, 2008):
1. Pengurangan volume sampah dari sumbernya dengan pemilihan, atau
pemrosesan dengan teknologi yang sederhana seperti komposting dengan
skala rumah tangga atau skala lingkungan.
2. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah di koordinir oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kelompok ini bertugas
mengkoordinir pengelolaan kebersihan lingkungan.

Beberapa alasan penting penerapan pengelolaan sampah kota adalah (Damanhuri,


2010):
1. Ketersediaan sumber daya alam: beberapa sumber daya alam bersifat dapat
terbarukan dengan siklus yang sistematis, seperti siklus air. Juga terdapat
sumber daya alam yang tidak terbarukan sehingga ketersediaanya di alam
menjadi kendala utama. Berdasarkan hal ini salah satu alasan daur ulang
adalah ketersediaan sumber daya alam.

II-13
2. Nilai ekonomi: sampah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata dapat
bersifat ekonomis bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut dalam
bentuk pemanfaatan energi, atau pemanfaatan bahan, baik sebagai bahan
utama ataupun bahan pembantu.

3. Lingkungan: perlindungan terhadap lingkungan. Komponen sampah yang


dibuang ke lingkungan dalam banyak hal mendatangkan dampak negatif
berupa pencemaran. Pengolahan sampah akan menjadi kewajiban. Namun bila
dalam upaya tersebut dapat pula dimanfaatkan nilai ekonomisnya, maka hal
tersebut akan menjadi pilihan yang cukup menarik.

Usaha daur ulang pada dasarnya merupakan usaha memanfaatkan kembali sampah
melalui ekonomi, sosial, teknologi dan keterpaduan antara pembinaan manusia,
sumberdaya dan lingkungan yaitu (Djuwendah, Tribina, 2000):
1. Pengelolaan sampah tidak hanya berorientasi pada kegiatan pengumpulan,
pengangkutan dan pemusnahan saja namun adanya usaha pemanfaatan
kembali sampah sebagai sumberdaya yang bersifat ekonomi;

2. Pengelolaan sampah diselenggarakan secara terpadu antar semua pelaku


terkait seperti penghasil sampah, pemulung, industri pengomposan serta
Pemda dengan berorientasi pemecahan secara menyeluruh dari aspek
teknologi, ekonomi, sosial dan politik;

3. Mengubah citra sampah dari beban lingkungan menjadi sumberdaya


ekonomi.

2.5.2 Pelaku Bisnis Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dengan
menerapkan prinsip penanganan sampah sebagai barang ekonomi. Pelaku bisnis
daur ulang sampah di perkotaan dilakukan oleh sektor informal yaitu pemulung,
pengepul, lapak dan pemasok/bandar daur ulang sampah.

1. Pemungut sampah (pemulung)


Fungsi pemulung berada pada tahapan pemilahan dan pengumpulan. Proses
pemungutan sampah dilakukan di berbagai sumber timbulan sampah seperti

II-14
kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan, perkantoran, industri, TPS,
maupun di TPA. Karakteristik pemulung dalam melakukan kegiatan pemilahan
sampah terbagi menjadi dua, yaitu pemulung menggunakan kendaraan dan
tanpa kendaraan. Pemulung yang menggunakan kendaraan terbagi menjadi
bermotor (misalnya motor sampah, dll) dan non motor (menggunakan becak,
sepeda,dll). Sedangkan pemulung tanpa kendaraan hanya mengandalkan tenaga
misalnya berjalan kaki maupun mendorong gerobak (Andriyanti, 2009).
Sampah yang dipilah oleh pemulung adalah sampah yang memiliki nilai jual
tinggi. Jenis barang yang dipulung dari tempat-tempat sampah biasanya terdiri
dari barang bekas dari kertas, plastik, logam dan gelas (Sahwan. F. L. Dkk,
2005).

2. Pengepul
Peran pengepul berada pada tahap pengumpulan, pemrosesan dan
pendistribusian. Setelah sampah dipilah dan dikumpulkan oleh pemulung,
sampah anorganik dilakukan pengepakan sampah kemudian disetorkan ke
lapak atau langsung ke pabrik daur ulang sampah (Andriyanti, 2009).

3. Lapak
Lapak adalah tempat pengumpulan barang bekas (Poerwadarminta, 2006).
Lapak merupakan salah satu jaringan dari daur ulang dan sekaligus sebagai
perantara tingkat pertama yang akan menyalurkan bahan-bahan daur ulang ke
bandar atau pabrik dalam bentuk aslinya dengan kondisi yang relatif bersih.
Lapak sampah terbagi menjadi dua yakni lapak besar dan kecil. Lapak kecil
tidak melakukan pendistribusian ke pabrik daur ulang. Sedangkan lapak besar
adalah lapak yang langsung mendistribusikan kumpulan sampah anorganik
yang telah diterima menuju ke pabrik-pabrik pembuatan produk/material
barang bekas (Sahwan. F. L. dkk, 2005).

4. Pemasok/bandar
Pemasok/bandar adalah pemodal besar yang mampu membeli hasil pulungan
ke pabrik pengolah. Bahan daur ulang yang diterima oleh bandar hanya
menerima satu jenis bahan secara khusus misalnya bandar plastik, bandar
kertas, bandar besi dan bandar botol. Para pemasok ini merupakan jaminan

II-15
para pabrikan yang memerlukan bahan baku sekunder ini dalam jumlah besar
secara berkelanjutan (Sahwan. F. L. dkk, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2006) sampah anorganik


yang tidak laku dijual di Kota Magelang sebesar 11,65% yang terdiri dari kertas
(1,78%), plastik (2,19%), kain (0,22%), kayu (0,51%), kaca (0,93%) dan lain-lain
(6,01%). Sampah anorganik yang laku dijual sebesar 16,97% berupa kertas
(6,67%), plastik (7,94%), karet (0,76%), kaca (1,03%) dan logam (2,3%).
Sedangkan menurut Sahwan. F. L. dkk (2005) harga jual sampah anorganik di
lapak berdasarkan jenis yang dipungut oleh pemulung dapat dilihat pada Tabel
2.8.

Tabel 2.8 Harga Jual Sampah Anorganik


Harga Beli Per Kg Harga Jual Per Kg
Komponen
(Rp) (Rp)
Ember HDPE 750 900
Mainan HDPE 900 1.100
Aqua LDPE 900 1.050
Infus LDPE 700 900
Karpet LDPE 375 500
Slang LDPE 700 900
PE PE 250 375
Naso PP 850 1.050
Himpek PP 425 550
Atap PP 350 500
Nylex PP 950 1.200
Paralon PS 250 425
Spon PS 50 75
PK PVC 1000 1.200
Ember hitam PVC 550 700
Ember cor (kotor) PVC 500 625
Ember cor (bersih) PVC 700 900
PVC PVC 475 600
Sandal PVC 850 1000
Kabel PVC 700 900
BS PVC 700 900
Sumber: Sahwan. F. L. dkk (2005)

2.6 Metode Pengambilan dan pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi


Sampah Perkotaan Menurut SNI 19-3964-1994

Mengetahui besaran timbulan dan komposisi sampah non domestik, perlu


dilakukan survei dan pengukuran terhadap timbulan dan sampah. SNI 19-3964-

II-16
1994 merupakan pedoman dalam melakukan penelitian timbulan dan komposisi
sampah non domestik. Pengukuran timbulan dan komposisi sampah non domestik
sebagai berikut (SNI 19-3964-1994):
1. Menentukan jumlah sampel non domestik
Jumlah sampel non domestik dapat dilihat pada Tabel 2.9 yang dihitung
berdasarkan rumus 2.2.

..(2.2)

dimana: S = jumlah sampel masing-masing jenis bangunan non domestik


Cd= koefisien bangunan non domestik = 1
Ts = jumlah bangunan non domestik

Tabel 2.9 Jumlah Contoh Timbulan Sampah Dari Non Perumahan


Lokasi Klasifikasi kota
No. pengambilan Kota metropolitan Kota besar Kota sedang dan kecil 1KK
contoh (sampel) (sampel) (sampel)
1. Toko 13 30 10 13 5 10 3-5
2. Sekolah 13 30 10 13 5 10 3-5
3. Kantor 13 30 10 13 5 10 3-5
4. Pasar 6 15 36 13 1
5. Jalan 6 15 36 13 1
Sumber: SNI 19-3964-1994

Jumlah sampel yang tidak tercantum pada Tabel 2.9 yaitu hotel, rumah
makan, dan fasilitas umum lainnya diambil 10 % dari jumlah keseluruhan atau
sekurang-kurangnya satu sampel.

2. Penentuan lokasi sampel


Lokasi pengambilan sampel untuk non domestik adalah toko, kantor, sekolah,
pasar, jalan, hotel, restoran/rumah makan, dan fasilitas umum lainnya.

3. Frekuensi pengambilan sampel


a. Pengambilan sampel dilakukan selama delapan hari berturut-turut
pada lokasi yang sama dan dilaksanakan dalam dua pertengahan musim
tahun pengambilan sampel
b. Dilakukan paling lama lima tahun sekali.

4. Pengukuran dan perhitungan

II-17
Pengukuran dan perhitungan sampel timbulan sampah harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
a. Satuan yang digunakan dalam pengukuran timbulan sampah
adalah:
1) Volume basah : liter/unit/hari
2) Berat basah : kilogram/unit/hari
b. Satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisi sampah
adalah dalam % berat basah.
c. Jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan sampel timbulan
sampah yaitu:
1) Toko : jumlah petugas atau luas areal
2) Sekolah : jumlah murid dan guru
3) Pasar : luas pasar atau jumlah pedagang
4) Kantor : jumlah pegawai
5) Jalan : panjang jalan dalam meter
6) Hotel : jumlah tempat tidur
7) Restoran : jumlah kursiatau luas areal
8) Fasilitas umum lainnya : luas areal
d. Pengukuran dan perhitungan sampel komposisi sampah non
domestik harus mengikuti ketentuan dimana satuan yang digunakan dalam
pengukuran komposisi sampah non domestik adalah dalam % berat basah.

2.7 Metode Statistik untuk Menentukan Keandalan Survei

Menentukan bahwa sampel yang diambil telah mewakili, maka dibuktikan dengan
evaluasi hasil survei. Tingkat kepercayaan hasil survei pada dasarnya
menunjukkan tingkat kepercayaan sejauh mana statistik sampel dapat
mengestimasi dengan benar parameter populasi. Tingkat kepercayaan hasil survei
berkisar antara 90-100 % dengan tipikal 95 %. Parameter yang harus diperhatikan
(Damanhuri, 1995):

a. Besarnya sampling ratio (SR) dihitung berdasarkan


persamaan:

II-18
..........................................................(2.3)

dimana: SR = Sampling Ratio


Psp = Populasi penduduk yang disampling
Pt = Populasi penduduk kota

b. Besarnya percent sampling error (PSE) dihitung dengan


SR = 0,122 persamaan:
. e-0,781 PSE

..........................................(2.4)

c. Keandalan survei
Keandalan = 100 % - % PSE
......................................(2.5)

2.8 Gambaran Umum Kota Padang


2.8.1 Letak Geografis dan Administrasi Kota Padang

Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat yang secara geografis
terletak diantara 0o440 dan 1o0835 Lintang Selatan serta antara 100o0505
dan 100o3409 Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang
adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas Propinsi Sumatera
Barat. Adapun batas batas administrasi Kota Padang adalah sebagai berikut:
Bagian Utara : Kabupaten Pariaman
Bagian Timur : Kabupaten Solok
Bagian Selatan : Kabupaten Pesisir Selatan
Bagian Barat : Samudera Indonesia

II-19
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Padang
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Koto
Tangah yang mencapai 232,25 km2. Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian
besar atau 51,01 persen berupa hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Luas
bangunan dan pekarangan tercatat 51,08 km2 atau 7,35 persen. Untuk lebih
jelasnya wilayah administrasi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Luas Daerah Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas (km2) Persentase


1. Bungus Teluk Kabung 100,78 14,50
2. Lubuk Kilangan 85,99 12,37
3. Lubuk Begalung 30,91 4,45
4. Padang Selatan 10,03 1,44
5. Padang Timur 8,15 1,17
6. Padang Barat 7,00 1,01
7. Padang Utara 8,08 1,16
8. Nanggalo 8,07 1,16
9. Kuranji 57,41 8,26
10. Pauh 146,26 21,05
11. Koto Tangah 232,25 33,42
Padang 694,93
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

2.8.2 Kondisi Iklim

II-20
Tingkat curah hujan kota Padang pada tahun 2014 mencapai rata-rata 347,50 mm
per bulan dengan hari hujan rata-rata adalah 18,83 hari. Banyaknya hari hujan dan
curah hujan menurut bulan dapat dilihat pada Tabel 2.11. Sementara itu, suhu
udara Kota Padang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu
antara 22,22o 31,6o C dengan kelembaban berkisar antara 80 85%. Suhu dan
kelembaban udara per bulan dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.11 Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan Tahun 2014
Banyaknya Hari Hujan Banyaknya Curah Hujan
No. Bulan
(Hari) (mm)
1. Januari 15 291
2. Februari 6 200
3. Maret 15 233
4. April 23 487
5. Mei 21 398
6. Juni 18 224
7. Juli 13 169
8. Agustus 21 326
9. September 17 324
10. Oktober 22 464
11. November 22 653
12. Desember 19 217
Rata-rata 18 332
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

Tabel 2.12 Suhu dan Kelembaban Udara Perbulan Tahun 2014


Suhu Udara (oC)
No. Bulan Kelembaban (%)
Maksimum Minimum Rata-rata
1. Januari 30.6 22,8 26,2 82
2. Februari 31,5 22,5 26,7 79
3. Maret 31,1 23,6 27,0 82
4. April 30,6 23,4 26,5 84
5. Mei 30,8 24,2 27,0 86
6. Juni 31,3 23,5 27,0 81
7. Juli 30,7 22,5 26,2 81
8. Agustus 30,5 22,9 26,1 85
9. September 30,0 22,0 26,0 85
10. Oktober 30,1 23,5 26,4 86
11. November 30,1 23,2 26,0 87
12. Desember 30,4 23,3 26,2 86
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

II-21
2.8.3 Kependudukan

Pada tahun 2014, penduduk Kota Padang mencapai 889.646 jiwa, naik sejumlah
12.968 jiwa dari tahun sebelumnya. Kecamatan terbanyak jumlah penduduknya
adalah Koto Tangah dengan 182.294 jiwa, tetapi karena wilayahnya paling luas
hingga mencapai 33 persen dari luas Kota Padang, maka kepadatan
penduduknya termasuk rendah yaitu 785 jiwa/km2. Kecamatan yang paling
kecil jumlah penduduknya sekaligus kepadatannya paling rendah adalah
Kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan jumlah penduduk 24.407 jiwa dan
kepadatan sebesar 242 jiwa/km2. Penduduk kota Padang tersebar pada 11
kecamatan dan terkonsentrasi pada beberapa kecamatan seperti terlihat pada
Tabel 2.13 berikut ini.

Tabel 2.13 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan


Luas Jumlah Penduduk
No. Kecamatan Lahan (jiwa)
(Km2) 2011 2012 2013 2014 2015
1 Bungus Teluk Kabung 100,78 23.142 23.360 23.858 24.137 24.407
2 Lubuk Kilangan 85,99 49.751 50.249 51.847 52.757 53.650
3 Lubuk Begalung 30,91 108.018 109.58 113.217 115.286 117.320
4
4 Padang Selatan 10,03 57.386 58.320 58.780 59.038 59.286
5 Padang Timur 8,15 77.932 78.989 78.789 78.975 79.150
6 Padang Barat 7,00 46.060 46.411 45.781 45.846 45.906
7 Padang Utara 8,08 69.275 69.729 70.051 70.252 70.443
8 Nanggalo 8,07 57.731 58.232 59.137 59.654 60.156
9 Kuranji 57,41 128.835 130.91 135.787 138.584 141.341
6
10 Pauh 146,29 60.553 61.755 64.864 66.661 68.447
11 Koto Tangah 232,25 165.633 167.79 174.567 178.456 182.294
1
854.33
Total 694,96 844.316 876.678 889.646 902.400
6
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

2.8.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Tingkat pendapatan masyarakat dalam satuan rumah tangga/bulan merupakan


salah satu dasar yang digunakan untuk penentuan tarif retribusi pengelolaan
persampahan. Namun pendataan tentang tingkat pendapatan rumah tangga per
bulan jarang dilakukan di kotakota atau daerah di Indonesia sehingga data
mengenai hal tersebut sangat minim bahkan tidak ada. Untuk mengatasi
kesulitan data tersebut maka perkiraan ratarata penghasilan rumah tangga per

II-22
bulan dapat didekati dengan menggunakan data Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB).

PDRB merupakan salah satu indikator aktifitas perekonomian suatu daerah.


Semakin tinggi produktivitas suatu daerah maka PDRBnya akan semakin besar.
Pada tahun 2014 perekonomian Kota Padang masih terlihat tetap mengalami
peningkatan. Ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan PDRB pada tahun 2014
sebesar 6,45 persen yaitu dari 13.637,36 milyar rupiah pada tahun 2012 menjadi
14.516,70 milyar rupiah pada tahun 2013 atau secara nominal naik sebesar
879,34 milyar rupiah.

Struktur perekonomian Kota Padang pada tahun 2014 ini masih didominasi oleh
sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan sumbangannya sebesar 8.904,91
juta rupiah atau 26,27 persen. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel
dan restoran dengan kontribusi sebesar 7.744,46 milyar rupiah atau 21,6 persen.
PDRB perkapita Kota Padang pada tahun 2014 adalah sebesar 16,56 juta rupiah
meningkat sebesar 0,59 juta rupiah bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang
hanya 15,92 juta rupiah.

Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi yang dicapai suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, antara lain dapat dilihat dari data PDRB. Dari data PDRB
kita dapat melihat pendapatan regional, pendapatan perkapita, dan pertumbuhan
ekonomi regional. Data dan informasi yang disajikan, selain merupakan evaluasi
hasil pembangunan yang telah dicapai, juga akan menjadi dasar dalam menyusun
konsep, strategi dan kebijaksanaan pembangunan pemerintah daerah yang akan
ditempuh pada masa yang akan datang.

Pertumbuhan ekonomi Kota Padang yang diukur berdasarkan pertumbuhan


PDRB dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14 PDRB Kota Padang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha (Dalam Juta Rupiah)

N Lapangan Usaha 2011 2012 2013


o.
1. Pertanian 1.615,75 1.786,21 2.044,73
a. Tanaman Pangan 397,07 442,94 502,13
b. Perkebunan 14,16 15,35 17,23

II-23
c. Peternakan & Hasil 229,40 254,34 290,55
hasilnya
d. Kehutanan 7,04 7,53 7,89
e. Perikanan 968,08 1.066,05 1.226,91
2. Pertambangan dan 458,11 514,60 593,86
Penggalian
a. Minyak dan Gas Bumi X X X
b. Pertambangan Tanpa Gas X X X

c. Penggalian 458,11 514,60 593,86


3. Industri Pengolahan 4.036,80 4.387,19 4.951,58
a. Industri Migas X X X
b. Industi tanpa Migas 4.036,80 4.387,19 4.951,58
4. Listrik, Gas & Air Bersih 528,76 577,75 648,55
a. Listrik 484,37 528,59 592,46
b. Gas X X X
c. Air Bersih 44,40 49,15 56,08
5. Bangunan 1.403,91 1.605,23 1.881,49
6. Perdagangan, Hotel dan 5.886,47 6.600,51 7.744,46
Restoran
a. Perdagangan Besar dan 5.781,96 6.485,05 7.610,82
Eceran
b. Hotel 5.781,96 62,31 72,18
c. Restoran 57,82 53,15 61,46
7. Pengangkutan dan 6.659,03 7.470,52 8.904,91
Komunikasi
a. Pengangkutan 4.558,42 5.052,08 6.086,40
Kereta Api 61,88 65,02 70,46
Jalan Raya 2.699,45 2.988,02 3.768,79
Angkutan Laut 671,92 740,69 828,59
Angkutan Sungai, Danau 224,31 235,17 261,63
& Penyebrangan
Angkutan Udara X X X
Jasa Penunjang 900,86 1.023,19 1.156,92
Angkutan
b.Komunikasi 2.100,61 2.418,43 2.818,51
8. Keuangan, Persewaan dan 2.343,01 2.659,75 3.037,32
Jasa Perusahaan
a. Bank 739,83 850,22 989,98
b. Lembaga Keuangan 603,31 682,82 764,43
tanpa
c. SewaBank
Bangunan 893,80 1.007,22 1.151,65
d. Jasa Perusahaan 106,07 119,48 131,25
9. Jasa-jasa 4.611,01 5.106,22 6.053,63
a. Pemerintah Umum 2.319,40 2.563,16 3.133,54
b. Swasta 2.291,62 2.543,06 2.920,09
Sosial Kemasyarakatan 993,51 1.121,08 1.283,74
Hiburan dan Rekreasi 392,02 434,98 500,98
Perorangan dan Rumah 906,09 987,00 1.135,36
Tangga
Jumlah 27.542,86 31.136,59 35.860,56
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

2.8.5 Sarana Komersil Kota Padang


2.8.5.1 Pasar

II-24
Pasar di Kota Padang terbagi dalam dua jenis yaitu pasar yang dikelola oleh
pemerintah Kota Padang dan pasar yang dikelola oleh masyarakat. Tercatat
sebanyak 16 pasar yang tersebar di 8 kecamatan (Kecamatan Koto Tangah,
Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Padang
Timur, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan
Nanggalo dan Kecamatan Kuranji).

Tabel 2.15 Jumlah Pasar Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Jumlah Pasar

1. Bungus Teluk Kabung -


2. Lubuk Kilangan 2
3. Lubuk Begalung 1
4. Padang Selatan -
5. Padang Timur 2
6. Padang Barat 3
7. Padang Utara 3
8. Nanggalo 1
9. Kuranji 2
10. Pauh -
11. Koto Tangah 3
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

2.8.5.2 Pertokoan

Pertokoan di Kota Padang terdiri dari berbagai jenis toko yang menawarkan aneka
produk berbeda, antara lain toko makanan, toko pakaian jadi, toko elektronik,
toko aksessoris, toko buku, toko furniture, toko emas/perhiasan, toko peralatan
olahraga dan lain-lain. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Padang diketahui bahwa jumlah toko yang terdaftar di
Kecamatan Koto Tangah adalah 37 unit, di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah
23 unit, dan di Kecamatan Padang Barat adalah 38 unit.

2.8.5.3 Rumah Makan

Fasilitas rumah makan/cafe yang terdapat di Kota Padang dapat dibedakan


berdasarkan jenis menu masakan yang disediakan, misalnya masakan padang,
masakan Cina, masakan Eropa dan berbagai jenis masakan lainnya. Selain itu
jenis rumah makan juga dibedakan berdasarkan luas area atau jumlah meja,

II-25
sehingga diketahui kapasitas jumlah pengunjung yang dapat memadati lokasi
rumah makan.

2.8.5.4 Hotel

Sesuai dengan catatan dari Badan Pusat Statistik Kota Padang tahun 2014
diketahui bahwa jumlah hotel yang terdapat di Kota Padang adalah sebanyak 110
hotel yang terdiri dari 28 hotel berbintang dan 82 hotel tidak berbintang. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Jumlah Hotel, Kamar, Tempat Tidur dan Tamu di Kota Padang
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
Klasifikasi Hotel Tempat
Hotel Kamar Tamu
Tidur
Hotel Berbintang 28 1.889 3.002 13.348
Hotel Tidak Berbintang 82 2.883 4.741 21.157
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

2.8.5.5 Bengkel

Jumlah bengkel di tiga kecamatan terpilih di Kota Padang berdasarkan hasil


survey lapangan diperoleh sebanyak 43 unit, yang terdiri dari 18 unit di
Kecamatan Koto Tangah, 7 unit di Kecamatan Lubuk Kilangan dan 18 unit di
Kecamatan Padang Barat.

II-26

Anda mungkin juga menyukai