Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
COME II
KEDOKTERAN PARIWISATA
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Menambah wawasan penulis dan membaca tentang penyakit non infeksius dalam
kesehatan pariwisata (travel medicine), serta seorang dokter maupun calon dokter
mampu memahami tentang travel medicine.
1.3 Manfaat
Paper ini sangat bermanfaat bagi pembaca khususnya di bidang medis dan bagi
masyarakat umum. Diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kesehatan
pariwisata sehingga nantinya bisa melakukan antisipasi dini untuk mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan khusunya dalam hal kesehatan.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Travel sickness
Bathing / diving
Altitude
Sun
Insect
Other Animals
Accidents
Diarrhoea
HIV
Hepatitis B
4. Malaria
5. Dengue and DHF
6. Tuberculosis
7. Vaccinations
8. Special Situations
Extended Travel
Pregnancy
Children
Chronoc Diseases
The disabled
Lain lain :
1. Transfusi Darah
2. Medical Kit untuk turis / travelers
3. Pemeriksaan setelah perjalanan wisata
4. Beberapa catatan untuk para penyelenggara wisata
Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata sehingga
rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi evidence-based.
Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan edukasi mengenai risiko
kesehatan yang mungkin dapat dialami wisatawan selama berpergian, baik sewaktu di
perjalanan maupun setelah tiba di tempat tujuan. Pengetahuan yang penting dikuasai
oleh tenaga kesehatan sehubungan dengan hal ini antara lain medical geography,
distribusi dan epidemiologi penyakit infeksi, serta kondisi-kondisi tertentu dalam
perjalanan, misalnya problem ketinggian (high altitude), jet lag, mabuk perjalanan,
temperatur tinggi dan sebagainya. Risiko khusus, seperti bencana alam, terorisme dan
konflik senjata juga perlu diperhatikan mengingat akhir-akhir ini banyak insiden terjadi
di daerah wisata dengan turis asing sebagai korban (runtuhnya gedungWorld Trade
Center di New York, tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik edukasi
yang dapat diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah: pencegahan
penyakit (diare, malaria, penyakit menular seksual, dll.), penyakit karena kondisi
lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lag dan mabuk perjalanan, travel medical
kits, dan sebagainya (Pakasi, 2006).
Konsultasi pra-perjalanan yang terorganisasi dengan baik dan dijalankan dengan baik
dapat mendukung konsisten, tepat, dan efisien pra-perjalanan persiapan kesehatan
dengan 3 elemen penting berikut: penilaian resiko, komunikasi resiko, dan manajemen
resiko (Acosta, 2012).
o Jenis transportasi
o Kegiatan yang direncanakan dan akan dilakukan (seperti hiking, scuba diving,
berkemah, dll)
o Riwayat vaksinasi, termasuk tanggal, berapa banyak dosis yang diterima dalam
serangkaian dijadwalkan.
o Riwayat medis dan psikiatris (masa lalu dan saat ini), termasuk kondisi atau obat
yang menekan sistem kekebalan tubuh
o Setiap rencana operasi atau perawatan medis lainnya selama perjalanan (wisata
medis)
Contoh penggunaan data jadwal dan wisatawan mencakup menentukan apakah akan
ada risiko penyakit demam kuning atau persyaratan negara untuk bukti vaksinasi
demam kuning didasarkan pada tujuan yang direncanakan, dan jika ada kontraindikasi
(seperti alergi telur) atau tindakan pencegahan (seperti usia > 60 tahun) untuk para
traveler yang menerima vaksin. Risiko malaria adalah contoh lain. Hal ini penting
untuk menilai apakah wisatawan tersebut akan pergi ke daerah endemik malaria, dan
apa langkah yang tepat adalah untuk membantu mencegah malaria berdasarkan rincian
itinerary perjalanan, kegiatan, dan riwayat kesehatan.
- Pedoman umum: Gejala yang mungkin memerlukan perhatian medis selama atau
setelah perjalanan (seperti demam, gejala gastrointestinal, atau gejala dermatologi)
KESIMPULAN
Dokter umum atau dokter keluarga berada pada posisi yang unik untuk mengenali
adanya faktor-faktor pengganggu pada riwayat medik seorang traveller yang
mungkin perlu diantisipasi sebelum bepergian. Namun yang terpenting, dokter
harus sadar bahwa perjalanan yang sehat tidak semata-mata memberikan imunisasi
dan obat, tetapi juga edukasi klien yang merupakan elemen terpenting proteksi diri.
Sebagian dari konsultasi harus didedikasikan untuk edukasi atau menunjukkan
sumber-sumber informasi kepada traveller, seperti brosur-brosur, buku-buku,
pelayanan telepon dan komputer, dan bahan edukasi lainnya. Untuk mengetahui
lebih lanjut tentang cara-cara menyelenggarakan travel clinic, seorang tenaga
kesehatan dapat memperolehnya secara formal dengan mengikuti pendidikan
pascasarjana. Namun pendidikan di negara-negara maju tersebut didasarkan pada
kebutuhan mereka sendiri dan belum tentu relevan dengan kebutuhan di Indonesia.
Oleh karena itu, tenaga kesehatan di Indonesia sangat dianjurkan mengikuti
simposium atau kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Kesehatan
Wisata Indonesia (PKWI).
Pelayanan kedokteran wisata atau trave medicine yang ideal merupakan suatu
kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari perjalanan.
Orang-orang yang mengalami sakit berat umumnya mereka yang mengunjungi
kenalan atau sanak saudara dan tinggal di rumah mereka sehingga risiko terpapar
patogen lebih besar daripada turis biasa. Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan
membutuhkan lebih banyak keahlian dan sumber daya (dokter spesialis,
laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya). Hal ini dapat disiasati dengan
membangun kerja sama antara beberapa provider kesehatan, misalnya rumah sakit,
laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization. International Travel and Health. Geneva: World Health
Organization, 2005