Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rumusan Masalah


Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang
diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang
diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis ataukadar obat pada organ sasaran. Menurut
definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO 1970) efek samping
suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang
dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan.
Efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak diinginkan,
misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek
samping terlalu hebat dapat dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine,
proklorperazin) atau obat anti mengantuk (kofein, amfetamin). Efek samping obat secara
umum dikelompokkan menjadi 2: efek samping yang dapat diperkirakan dan efek samping
yang tidak dapat diperkirakan.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika
tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai atau keliru dalam memeriksa obat yang
dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam
tubuh pasien. Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat yaitu faktor bukan obat
dan faktor obat.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang, maka beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan dan
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari efek samping obat ?
2. Faktor - faktor apa saja yang mendorong terjadinya efek samping obat ?
3. Macam - macam masalah apakah yang ditimbulkan dari efek samping obat ?
4. Tanda dan gejala apa saja yang timbul dari efek samping obat ?
5. Bagaimana cara mengatasi dan mencegah bahaya penggunaan dan pemberian obat
pada pasien ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan. Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakologi tentang efek samping
obat, cara mengatasi, dan mencegah bahaya penggunaan dan pemberian obat.
2. Tujuan Khusus
1. Memahami bentuk - bentuk efek samping obat yang sering terjadi.
2. Memahami faktor - faktor yang mendorong efek samping obat.
3. Memahami upaya pencegahan dan penanganan efek samping obat.
4. Memahami tindak lanjut yang di perlukan bila menjumpai efek samping obat.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami efek
samping obat, cara mengatasi, dan mencegah bahaya penggunaan dan pemberian obat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Efek Samping Obat


Efek samping Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan
berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan obat adalah suatu reaksi yang tidak
diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti
halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis ataukadar obat pada organ
sasaran. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO 1970)
efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi
yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan.
Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada penggunaan
digoksin, ergotamin, atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis normal. Kadang efek
samping merupakan kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa
kantuk pada fenobarbital, bila digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat
dapat dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine, proklorperazin) atau obat anti
mengantuk (kofein, amfetamin).
Efek samping obat secara umum dikelompokkan menjadi 2:
1. Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi:
a. Efek farmakologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan karena
pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan (terutama
kelompok pasien dengan resiko tinggi, seperti bayi, usia lanjut, pasien dengan penurunan
fungsi ginjal atau hati)
b. Gejala penghentian obat (withdrawal syndrome) merupakan suatu kondisi dimana
munculnya gejala penyakit semula disebabkan karena penghentian pemberian obat.
Tindakan pemberhentian penggunaan obat hendaknya dilakukan secara bertahap.
c. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologi utama, untuk sebagian besar obat
umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah

3
dilakukan secara sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini
umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Misalnya,
rasa kantuk setelah pemakaian antihistamin; iritasi lambung pada penggunaan obat-obat
kortikosteroid; dll.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan:
a. Reaksi Alergi, terjadi sebagai akibat dari reaksi imunologi. Reaksi ini tidak dapat
diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis dan bervariasi
pengaruhnya antara satu pasien dengan yang lainnya.Beberapa contoh bentuk efek
samping dari alergi yang seringkali terjadi antara lain:
Demam. Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang
dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna merah), urtikaria
(bengkak kemerahan), fotosensitifitasi, dll.
Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-
kadang melibatkan sendi.
Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis),
anemia hemolitika, dan anemia aplastika. merupakan efek yang kemungkinan
akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
Gangguan pernafasan. Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai,
terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin
kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.
b. Reaksi karena faktor genetik. Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan
genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek
obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik
seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik.
c. Reaksi idiosinkratik. Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian
efek samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan
atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Jadi reaksi ini dapat terjadi diluar dugaan

4
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika
tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai atau keliru dalam memeriksa obat yang
dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh
pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi
yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.
B. Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat
a) Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk
alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya
pencemaran oleh antibiotika.
b) Faktor obat
Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
Pemilihan obat.
Cara penggunaan obat.
Interaksi antar obat.

2.2 Masalah Efek Samping Obat


Masalah yang ditimbulkan dari efek samping obat ada macam-macamnya sebagai
berikut.
A. Obat Tipe A
Efek Samping Tipe A adalah efek samping yang sudah terdeteksi saat uji klinik,
berkaitan dengan dosis (dose-related) dan timbul berkaitan dengan efek farmakologi (khasiat)
dari obat tersebut. Meningkatkan efek samping yang ditimbulkan, secara umum efek samping
tipe A ini tidaklah berat. Contohnya penggunaan fenotiasin dapat menimbulkan ekstrapiramidal
karena efek anti kolinergiknya, penurunan dosis berkemungkinan dapat menurunkan efek
sampingnya.
Peningkatan efek farmakologi melebihi normal suatu obat pada dosis terapi yang
dianjurkan, seperti bradikardia pada pengguna antagonist beta-adrenoseptor dan perdarahan pada
pengguna antikoagulan. Mudah diduga (prediktabilitas tinggi) melalui pengenalan efek

5
farmakologi obat yang bersangkutan, biasanya tergantung pada dosis yang digunakan. Insiden
dan mordibitasnya tinggi tetapi umumnya memiliki angka mortalitas yang rendah. Sering timbul
akibat perubahan farmakokinetik obat oleh penyakit atau farmakoterapi yang bersamaan.
Efek Samping Tipe A bersifat intrinsik, bergantung dari konsentrasi, dosis, serta bahan-
bahan kimia yang dikandung oleh suatu jenis obat. Umumnya merupakan kelanjutan khasiat
terapetik. Kejadiannya dapat diprediksi sebelumnya. Insidens tipe ini paling tinggi. Reaksi-reaksi
ini dapat diprediksi dalam hal farmakologi primer dan sekunder obat dan biasanya tergantung
kepada dosis. Contoh jenis reaksi ini termasuk hipoglikemia dengan hipoglikemi oral dan
hipotensi dengan anti-hipertensi. Reaksi ini harus diantisipasi, dan sering bisa dieliminasi dengan
mengurangi dosis. Reaksi-reaksi ini dapat diprediksi dalam hal farmakologi primer dan sekunder
obat dan biasanya tergantung kepada dosis. Contoh jenis reaksi ini termasuk hipoglikemia
dengan hipoglikemi oral dan hipotensi dengan anti-hipertensi. Reaksi ini harus diantisipasi, dan
sering bisa dieliminasi dengan mengurangi dosis.

2. Obat Tipe B
Efek samping obat type B (ESO dose Independent) ialah Efek samping obat yang
merupakan suatu respon jarang atau tidak umum terjadi dan tidak dapat diduga sebelumnya. Efek
samping obat tipe B tidak berhubungan dengan khasiat farmakologik obat, dan yang terjadi tidak
bergantung pada dosis. Reaksi ini lebih jarang terjadi (dibanding dengan tipe A), tetapi lebih
sering bersifat fatal.
Reaksi tipe B ini biasanya berat, bahkan sering menyebabkan kematian dan pengurangan
dosis tidak bermanfaat untuk mengurangi efek amping. Oleh karene itu, pemberian obat harus
segera dihentikan. Reaksi tipe B ini umumnya bersifat imunologik dan dapat timbul sebagai syok
anafilakti atau hiperfeleksi maligna.
Untuk menghindari dan untuk kewaspadaan kita terhadap reaksi tipe B ini.diperlukan
data-data berisi informasi mengenai efek samping obat yang telah dilaporkan dari pengalaman
pemakaian obat, atau dari evaluasi pemakaian obat.

3. Obat Tipe C (Chronic)

6
Reaksi yang terkait dengan penggunaan obat jangka lama, contohnya adalah
ketergantungan Benzodiazepine, chloroquine dan analgesik nefropati (kerusakan pada ginjal).
Reaksi-reaksi dapat dijelaskan dengan baik dan kronik tetapi dapat diantisipasi.
Benzodiazepine biasanya digunakan untuk gangguan kecemasan, insomnia, gangguan
kejang, gangguan suasana hati, gangguan gerakan, intoksikasi (keracunan) dan melepaskan
ketergantungan terhadap alcohol dan zat lainnya. Contoh obat jenis ini adalah alprazolam,
bromazepam, chloridazepoxide, clobazam, clonazepam, clorazepate, diazepam, dll.
Chloroquine biasanya digunakan untuk pencegahan malaria dan sebagai modifikasi obat
anti rematik. Obat populer berdasarkan Chloroquine adalah Klorokuin FNA, resochin dan
Dawaquin.

4. Obat Tipe D
Efek samping obat tertunda/lambat yang terjadi beberapa tahun setelah terapi seperti
karsinogen (penyabab kanker) dan teratogen. Diperkirakan bahwa toksisitas tersebut dihalangi
oleh penelitian mutagenisitas praklinis. Penelitian karsinogen untuk senyawa kimia baru perlu
dilakukan secara menyeluruh sebelum lisensi produk diberikan. Contohnya efek samping obat
diethystilbesterol. Diethystilbesterol digunakan untuk indikasi vaginitis gonorrheal, vaginitis
atrofi, gejala menopause, dan postpartum menyusui penekanan untuk mencegah pembengkakan
payudara.

5. Tipe E (Ending)
Efek samping obat terjadi pada akhir terapi jika obat diberhentikan secara mendadak atau
tiba-tiba. Contohnya pada penggunaan steroid yang meng- induced cushing syndrome. Sindrom
Cushing menjelaskan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan kontak yang terlalu lama
dengan tingkat tinggi terhadap hormon kortisol. Kortisol adalah hormon steroid, lebih khusus
glukokortikoid yang diproduksi oleh fasciculata zona korteks adrenal.

6. Efek samping yang paling sering muncul, yaitu sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan
terasa tidak enak, selain itu ada beberapa efek samping lain yang lazim muncul, yaitu:

7
a. Kelelehan, Obat dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas sehingga badan menjadi terasa
lelah.
b. Anemia, merupakan salah satu yang menyebabkan tubuh kita merasa lelah.
c. Masalah pencernaan. Banyak obat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada perut. Obat
dapat menyebabkan mual, muntah, kembung, atau diare.
d. Perut kembung. Dapat dikurangi dengan menghindari makanan seperti buncis, beberapa
macam sayuran mentah dan kulit sayuran
e. Diare. Diare dapat berkisar antara ringan sampai berat. Jika berat segeralah periksa ke
dokter. Jangan lupa perbanyak minum air putih.
f. Lipodistrofi. Yaitu kehilangan lemak pada lengan, kaki dan wajah, penambahan lemak
pada perut atau dibelakang leher dan peningkatan lemak (kolesterol) dan gula (glukosa)
dalam darah. Perubahan ini dapat meningkatkan resiko serangan jantung atau serangan
otak.
g. Tingkat lemak atau gula yang tinggi dalam darah. Termasuk kolesterol,trigliserida dan
glukosa. Masalah ini dapat meningkatkan resiko penyakit jantung.
h. Masalah kulit. Beberapa obat menyebabkan ruam (gatal-gatal pada kulit), ada yang
bersifat sementara , tetapi dapat menimbulkan reaksi berat. Periksalah ke dokter jika
mengalami ruam. Selain itu obat juga dapat menyebabkan kulit kering dan rambut rontok.
Pelembab kulit dapat membantu masalah kulit.
i. Neuropati. Neuropati adalah penyakit yang sangat nyeri disebabkan oleh kerusakan saraf.
Penyakit ini biasanya dimulai dari kaki dan tangan.
j. Toksisitas mitokondria. Toksisitas mitokondria merupakankerusakan rangka dalam sel.
Penyakit ini dapat menyebabkan neuropati atau kerusakan pada ginjal dan dan dapat
meningkatkan asam laktit dalam tubuh.
k. Osteoporosis. Pada penderita HIV obat dapat menyebabkan mineral tulang hilang dan
tulang menjadi rapuh.

6. Efek teratogenik.
Tragedi talidomit di awal 1960an meningkatkan minat terhadap pengetahuan,
pencegahan, dan pengobatan kelainan perkembangan manusia. Sekitar 3 % dari seluruh bayi
manusia baru lahir menunjukkan cacat bawaan yang berarti untuk klinis. Dari jumlah ini,sekitar

8
7% disebabkan oleh paparan terhadap zat kimia,fisika, biologi selama di dalam kandungan.
Sekitar 15%-25% berkaitan dengan mutasi gen atau penyimpangan kromosom, 20% karena
etiologi multifaktor dan lebih 50% karena penyebab yang tidak diketahui.
Tahap perkembangan embrio menentukan kerentanan terhadap teratogen. Beberapa
paparan teratogenik bertindak langsung terhadap embrio. Sementara, sebagian lagi bertindak
melalui penengah (intermediate)yang dihasilkan melalui metabolisme ibu. Tahap kehamilan
sangat mempengaruhi kemaknaan paparan obat.
Teratogen dapat bekerja melalui proses yaitu:
a. mengubah kecepatan poliferasi sel
b. menghalangi sel sehingga agregasi tak benar
c. mengubah matriks yang mengganggu perpindahan sel-sel
d. merusak bagian atau kemampuan sel berespon
Beberapa senyawa yang dapat menimbulkan efek teratogenik:
a. Teratogen: Androgen, etisteron, noretisteron, testosteron,
Cacat Bawaan: Maskulinisasi janin wanita dengan berbagai tingkatan. Genitalia
eksternal ambigu karena fusi labial dan hipertrofi klitoris
b. Teratogen: Alkohol
Cacat Bawaan: Fetal alcohol sydrome, retardasi pertumbuhan di dalam
kandungan(IUGR), keterlambatan mental, mikrosefali,kelainan okuler, kelainan
sendi, dan Short palpebral fissures.
c. Teratogen: Tetrasiklin
Cacat Bawaan: Gigi berwarna,hipoplasia email.
Obat-obatan ini telah dibuktikan dapat membuat cacat janin. Obat-obat yang tercantum
dalam daftar ini tidak mutlak dilarang penerapannya, dalam keadaan darurat masih dapat
digunakan. Misalnya, semua antiepileptika, kecuali dari kelompok benzodiazepin, termasuk obat
terlarang . Namun, bila perlu, obat ini dapat diberikan selama kehamilan, karena resiko
timbulnya penyimpangan pada janin lebih besar tanpa pengobatan. Manfaat obat bagi si ibu
harus diseimbangkan dengan resiko untuk janin. Bila manfaat bagi si ibu disangsikan, hendaknya
obat jangan diberikan.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
a. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane

9
b. Pendarahan usus, akibat Aspirin
c. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2
d. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin
e. Kematian, akibat Propofol
f. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon
g. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptic
h. Diare, akibat penggunaan Orlistat
i. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan
j. Demam, akibat vaksinasi
k. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid
l. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia
m. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status
ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan
n. Kerusakan hati akibat Parasetamol
o. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin
p. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra)
q. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan

2.3 Tanda dan Gejala yang Timbul


Reaksi Merugikan Yang Sering Terjadi Akibat Pemberian Antibakterial dan Cara Mengatasi
Dalam Perawatan
1. Alergi/Hipersensitivitas
Obat sebagai antigen bereaksi lebih dengan antibodi tubuh dan merangsang
pelepasan histamin sehingga terjadi efek,histamin terutama berupa gejala ringan:ruam
kulit,pruritus,urtikaria dan gejala berat:kolap vaskuler,oedema laring,bronkospasme,dan
henti jantung.Keadaan paling berat adalah shok anapilaktik,biasanya terjadi 20 menit
setelah pemberian obat,dan apabila tak teratasi dapat menimbulkan kematian.
Cara Mengatasi:
Kaji riwayat alergi obat dengan cermat
Kalau perlu adakan uji kepekaan obat(sikn test)

10
Gejala alergi ringan biasanya karena obat peroral,diatasi dengan antihistamin dan
kortikosteroid
Gejala berat biasanya pada pemberian obat parental harus segera mendapat
adrenalin(epinefrin),subcutan(I),Kortikosteroid(II),bronkodilator(III), dan
antihistamin secara parental
Pantau terus vital sign,kalau perlu dipasang infus agar shock segera teratasi

2. Resistensi
Resistensi dapat terjadi akibat kontak sebelumnya dengan antibakterial
sebelumnya,lebih-lebih infeksi karena kuman yang didapatkan di rumah sakit(infeksi
nosokomial) yang sdah pernah kontak dengan antibakterial sebelumnya.Resistensi dapat
terjadi karena pemberian antibakterial dalam dosis kecil waktunya pendek. Resistensi
silang dapat terjadi antara antibiotika yang serupa,misal:penisilin-sefalosporin
Cara Mengatasi
Pemberian obat antimikroba dalam dosis mencukupi dan baru dihentikan setelah
48 jam dari hilangnya demam
Penjelasan yang tegas pada pasien mengenai cara penggunaan antibiotika yang
benar
Pemeriksaan kultur mikroba dan uji sensitivitas mikroba terhadap antibiotika
3. Suprainfeksi
Munculnya infeksi sekunder selama terapi,akibat dari matinya banyak
mikroba,dan mikroba yang tak mati berubah paogenitasnya,biasanya penggunaan
antimikroba broad spektrumGejala suprainfeksi berupa stomatitis,radang saluran
nafas,usus halus,saluran kecing,kulit,infeksi jamur.Suprainfeksi jarang terjadi pada
pemberian obat kurang dari 1 minggu
Cara mengatasi:
Pantau munculnya tanda suprainfeksi
Pemberian obat antimikroba yang sensitif dan narro spektrum
Pemberian obat antimikroba tidak dalam waktu lama yaitu tidak lebih dari 1
minggu

11
Pemberian Yogurt selama terapi antimikroba untuk memelihara flora usus.
4. Toksitas Organ
Antibakterial tertentu sering menimbulkan kerusahan pada organ-organ:
hati(hepatotokis), pendengaran dan keeimbangan(ototoksik), sumsung tulang dan lain-
lain
Cara Mengatasi:
Kaji ada gangguan organ terutama hati dan ginjal
Pantau adanya gejala dini efek toksik dan segera laporkan
Pantau dengan pemeriksaan laboratorium fungsi hati,ginjal,hemopoetik

Tabel efek samping minor pemberian obat TB

Efek samping Kemungkian Penanganan


penyebab
Minor dosis Teruskan obat, periksa
Anoreksia, mual, sakit perut Rifampisin Berikan obat pada malam hari atau
sesudah makanan yang lain
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin
Rasa panas di kaki INH Piridoksin 100 mg/hari
Urin kemerahan Rifampisin Terangkan pada pasien

Tabel efek samping mayor pemberian obat TB

Efek samping Kemungkinan Penanganan


penyebab
Efek samping Mayor Hentikan pemberian obat penyebab
Gatal-gatal, kemerahan di Tiasetazon Hentikan pemberian obat yang
kulit bersangkutan
Ketulian Streptomisin Hentikan streptomisin ganti dengan
etambutol
Pusing, vertigo, nistakmus Streptomisin Hentikan streptomisin ganti dengan
etambutol

12
Ikterus (tanpa sebab lain) Berbagai anti TB Hentikan pemberian anti TB
Muntah, bingung (kecurigaan Berbagai anti TB Hentikan obat, segera periksa fungsi
gagal hati) hati dan waktu protrombin
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Syok, purpura, gagal ginjal Rifampisin Hentikan rifampisin
akut

2.4 Cara Mengatasi dan Mencegah Bahaya Penggunaan dan Pemberian Obat Pada
Pasien
Masing-masing obat mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, baik dari
segi manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah,
jangan terlalu terpaku pada obat baru, di mana efek-efek samping yang jarang namun fatal
kemungkinan besar belum ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalu mengikuti
evaluasi/penelaahan mengenai manfaat dan risiko obat, dari berbagai pustaka standard maupun
dari pertemuan-pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling
sering dijumpai atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam melakukan
evaluasi pengobatan.
A. Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk
melakukan hal-hal berikut:
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-
waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari
pengobatan sendiri
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi,
usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung.
Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya
kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran

13
e. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila
dirasa tidak perlu lagi.
f. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya
memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan
penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat

B. Penanganan efek samping


Dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme
terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti berikut ini:
a. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping. Telaah
bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai sebagai akibat efek
farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien pulih
pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek
samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau idiosinkratik, obat harus diganti dan obat
semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan
lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya
digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang mana penyebabnya, maka
pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.
b. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.Pada
bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang
spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta
tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi,
diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid
(bila diperlukan), dan lain-lain.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Simpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan diatas yaitu efek samping obat
adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu
pengobatan. Reaksi yang timbul dari efek samping obat dapat berupa reaksi yang dapat
diperkirakan dapat pula berupa reaksi yang tidak dapat diperkirakan seperti reaksi
karena faktor genetic, Reaksi idiosinkratik. Interaksi obat juga merupakan salah satu
penyebab efek samping. Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat
diantaranya faktor bukan obat, dan faktor obat. Masalah yang ditimbulkan dari efek
samping obat ada macam-macamnya adalah efek samping tipe A adalah efek samping
yang sudah terdeteksi saat uji klinik secara umum efek samping tipe A ini tidaklah berat
berkaitan dengan dosis (dose-related) dan timbul berkaitan dengan efek farmakologi
(khasiat) dari obat tersebut. Kemudian efek samping obat type B (ESO dose
Independent) ialah Efek samping obat yang merupakan suatu respon jarang atau tidak
umum terjadi dan tidak dapat diduga sebelumnya. Berhubungan dengan khasiat
farmakologik obat, dan yang terjadi tidak bergantung pada dosis efek samping ini jarang
terjadi (dibanding dengan tipe A), tetapi lebih sering bersifat fatal. Serta ada juga efek
samping obat type C ( cronic ), type D, type E, Efek samping yang paling sering uncul
seperti sakit kepala, darah tinggi, serta yang terakhir adalah efek teratogenik. Tanda dan
gejala yang sering muncul akibat efek samping ini seperti alergi, resistensi,
supreainfeksi, serta toksitas organ. Oleh karena itu perlu diadakannya pencegahan serta
penananganan dari adanya efek samping obat tersebut.

3.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah untuk sebisa mungkin masyarakat ebih
waspada mengenai gejala-gejala yang timbul agar nantinya penanganan dapat dilakukan
lebih cepat.

15
Serta kami sadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan
datang.

16

Anda mungkin juga menyukai