Anda di halaman 1dari 5

Versi online:

Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/408

KRISIS HIPERTENSI

Hypertensive Crises

Risa Herlianita

Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Bendungan Sutami 188A Malang 65145
Email: ns.risa.liani@gmail.com

ABSTRAK

Hipertensi merupakan penyebab utama kematian dan menjadi faktor risiko utama untuk jantung, otak,
penyakit ginjal dan vaskular. Hipertensi yang terkontrol akan menurunkan komplikasi akibat kerusakan
organ akhir. Komite Nasional 7 (JNC 7) pada pencegahan, deteksi, evaluasi dan pengobatan tekanan darah,
tinggi 2003 derajat hipertensi dapat diklasifikasikan ke dalam pra-hipertensi (120-139/80-89), hipertensi tahap
1 (140-159 / 90-99 mmHg) dan hipertensi tahap 2 (tekanan sistolik 160 mmHg atau tekanan diastolik 100
mmHg). Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan urgensi. Hipertensi biasanya
selalu memiliki hubungan dengan kelainan aktivitas simpatik, meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer (SVR) atau meningkat keduanya. Tapi penyebab paling umum dari hipertensi adalah meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer. Pasien dengan hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan
haemodinamik. Pemantauan terbaik untuk pasien dengan hipertensi adalah dengan menggunakan agen
antihipertensi yang sesuai. Manajemen asuhan keperawatan pasien hipertensi akan menurunkan angka
kesakitan dan kematian.

Kata kunci: krisis hipertensi, hipertensi emergensi, hipertensi urgensi

ABSTRACT

Hypertension is a leading cause of death and become major risk factor for cardiac, cerebral, renal
and vascular disease. Aggressive controlled hypertension will decrease complications due to the damage
of end organs. The National Committee 7 (JNC 7) on prevention, detection, evaluation and treatment of
high blood pressure 2003, degree of hypertension can be classified into pre-hypertension (120-139/80-
89), hypertension stage 1 (140-159/90-99 mmHg) and hypertension stage 2 (systolic pressure 160 mmHg
or diastolic pressure 100 mmHg). Hypertensive crises can be classified into emergency hypertension and
urgency hypertension. Usually hypertension always has association with abnormality of sympathetic
activity, increasing the pheripheral vascular resistance (SVR) or increasing both of them. But the most
common cause of hypertension is increasing the pheripheral vascular resistance. Patient with hypertension
incline to have instability haemodinamic. The best monitoring for patient with hypertension is by using
suitable antihypertensive agents. Excellent nursing care management of hypertension patients will
decrease morbidity and mortality rate.

Keywords: hypertensive crises, hyspertensive emergencies, hypertensive urgency

LATAR BELAKANG terjadinya infark miokardium, gagal jantung


kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi
Hipertensi adalah penyakit yang umum perifer dan diseksi aorta, sehingga morbiditas
dijumpai. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat dikurangi.
yang dibiarkan lama akan mempercepat Diperkirakan satu dari empat populasi
terjadinya arterosklerosis dan hipertensi dewasa di Amerika atau sekitar 60 juta
sendiri merupakan faktor risiko mayor individu dan hampir 1 milyar penduduk dunia
terjadinya penyakit-penyakit jantung, serebral, menderita hipertensi, dengan mayoritas dari
ginjal dan vaskuler. Pengendalian hipertensi populasi ini mempunyai risiko yang tinggi
yang agresif akan menurunkan komplikasi untuk mendapatkan komplikasi

Krisis Hipertensi 151


Risa Herlianita JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

kardiovaskuler. Data yang diperoleh dari hipertensi urgensi antara lain: meningkatnya
Framingham Heart Study menyatakan tekanan darah, sakit kepala yang parah,
bahwa prevalensi hipertensi tetap akan kecemasan, sesak napas (Sheps, 2009).
meningkat meskipun sudah dilakukan deteksi Sedangkan manifestasi klinis dari hipertensi
dini dengan dilakukan pengukuran tekanan emergensi yaitu terdapat kerusakan organ,
darah secara teratur. misalnya perubahan status mental seperti
pada ensefalopati, stroke, gagal jantung,
Konsep Krisis Hipertensi angina, edema paru, serangan jantung,
aneur isma, eklampsi (Bryg, 2009).
Dikatakan krisis hipertensi jika tekanan Patofisiologi hipertensi darurat belum
darah meningkat, terutama peningkatan diketahui secara pasti. Kegagalan
tekanan darah diastole. Tidak ada patokan autoregulasi normal dan kenaikan resistensi
yang absolut, tetapi apabila tekanan darah vaskuler sistemik (SVR) tiba-tiba biasanya
diastole berada dalam rentang 120-130 awal dalam proses penyakit. Peningkatan
mmHg, hal tersebut dapat menjadi dasar SVR diperkirakan terjadi dari pelepasan
penentuan keadaaan krisis (Leong & vasokonstriktor humoral dari dinding pembuluh
Manning, 2004). Pasien dengan hipertensi darah yang mengalami stres. Ketika tekanan
sistemik kronis dapat mentoleransi tekanan meningkat dalam pembuluh darah akan
darah sistole yang lebih tinggi dibandingkan memicu siklus kerusakan endotel mulai dari
individu yang sebelumnya normotensif dan aktivasi lokal faktor pembekuan intravaskular,
lebih mungkin mengalami hipertensi yang nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil, dan
sifatnya urgensi dibandingkan emergensi. Hal- pelepasan lebih banyak vasokonstriktor. Jika
hal yang paling sering menimbulkan krisis proses ini tidak berhenti, siklus dari cedera
hipertensi adalah antara lain karena vaskular lebih lanjut, iskemia jaringan, dan
penggunaan obat antihipertensi seperti disfungsi autoregulatori terjadi kemudian.
clonidine, hiperaktivitas autonom, obat-obat Presentasi klinis yang paling umum adalah
penyakit kolagen-vaskuler, glomerulonefritis hipertensi darurat infark serebral (24,5%),
akut, cedera kepala, neoplasia seperti edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi
pheokromasitoma, preeklampsia dan (16,3%), dan gagal jantung kongestif
eklampsia. Manifestasi klinis yang timbul (12%).Kurang presentasi umum meliputi
adalah sesuai dengan target organ yang rusak pendarahan intrakranial, diseksi aorta, dan
akibat hipertensi ini (Wiryana, 2008). eklampsia.
Berdasarkan ada tidaknya ancaman
kerusakan target organ atau kerusakan target Sistem Saraf Pusat
organ yang progresif, krisis hipertensi dapat
dibedakan menjadi hipertensi emergensi dan Serebral autoregulasi adalah
urgensi (Leong & Maning, 2004). Hipertensi kemampuan inheren dari vaskular otak untuk
emergensi adalah pasien dengan bukti adanya mempertahankan aliran darah serebral
kerusakan target organ yang sedang terjadi dengan konstan (CBF) di berbagai tekanan
atau akut (ensefalopati, perdarahan intra perfusi.Pasiendenganhipertensikronisdapat
serebral, kegagalan ventrikel kiri akut dengan mentoleransi lebih tinggi berarti tekanan arteri
edema paru, unstable angina, diseksi (MAP) sebelum mereka memiliki gangguan
aneurisme aorta, IMA, eklampsia, anemia sistem autoregulasi. Namun, pasien tersebut
hemolitik mikro angiopati atau insufisiensi juga mengalami peningkatan resistensi
renal) yang memerlukan intervensi serebrovaskular dan lebih rentan terhadap
farmakologi yang tepat untuk menurunkan iskemia serebral ketika aliran menurun,
tekana darah sistemik. Manifestasi klinis terutama jika tekanan darah menurun ke

152 Juli 2010: 151 - 155


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/408

kisaran normal. Tekanan darah yang naik termasuk obat-obatan apa yang pernah
dengan cepat dapat menyebabkan dikonsumsi sebelumnya. Untuk mengkaji
hiperperfusi dan meningkatkan CBF, yang kerusakan organ dapat dilakukan beberapa
dapat menyebabkan tekanan intrakranial pemeriksaan diagnostik, antara lain
meningkat dan edema serebral. Hipertensi pemeriksaan darah dan urine. Pada hipertensi
ensefalopati merupakan salah satu emergensi, tujuan utama yaitu menurunkan
manifestasi klinis edema ser ebral dan tekanan darah dengan cepat melalui medikasi
microhemorrhages terlihat dengan disfungsi intravena untuk mencegah kerusakan organ
dari autoregulasi otak dan ditandai oleh lebih lanjut. Penatalaksanaan juga lebih
hipertensi, pemikiran berubah, dan papil dispesifikkan pada kerusakan organ yang
edema. mendasari (Bryg, 2009).
Ensefalopati jarang terjadi pada pasien
Sistem Kardiovaskular dengan hipertensi kronis sampai tekanan
darah diastole melebihi 150 mmHg sedangkan
Hipertensi kronis menyebabkan pada wanita hamil yang mengalami hipertensi
peningkatan kekakuan arteri, peningkatan dapat mengalami tanda-tanda ensefalopati
tekanan darah sistolik, dan tekanan nadi pada tekanan darah diastole < 100 mmHg.
melebar.Faktor-faktor ini berperan untuk Sehingga walaupun tidak ada gejala, wanita
menurunkan tekanan perfusi koroner, hamil dengan tekanan darah diastole > 109
meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dan mmHg dianggap sebagai hipertensi emergensi
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selama dan memerlukan terapi segera. Bila tekanan
hipertensi emergensi, ventrikel kiri tidak darah diturunkan secara cepat akan terjadi
mampu mengkompensasi kenaikan tahanan iskemia koroner akut, sehingga MAP
vaskuler akut sistemik. Hal ini mengarah ke diturunkan sekitar 20% dalam 1 jam pertama,
gagal ventrikel kiri dan edema paru atau selanjutnya pelan-pelan diturunkan sampai
iskemia miokard. 160/110 selama 2-6 jam. Tanda-tanda
penurunan tekanan darah ditoleransi dengan
Ginjal baik adalah selama fase ini tidak ada tanda-
tanda hipoperfusi target organ. Hipertensi
Hipertensi kronis menyebabkan urgensi adalah situasi dimana tekanan darah
perubahan patologis pada arteri kecil meningkat tinggi secara akut, namun tidak ada
ginjal.Arteriberkembangmenjadidisfungsi bukti adanya kerusakan target organ. Gejala
endotel dan vasodilatasi terganggu, yang yang timbul dapat berupa sakit kepala,
mengubah autoregulasi ginjal. Ketika sistem epitaksis atau ansietas. Penurunan tekanan
autoregulatori ginjal terganggu, tekanan intra darah yang segera tidak merupakan indikasi
glomerular mulai bervariasi secara langsung dan pada banyak kasus dapat ditangani
dengan tekanan arteri sistemik, sehingga dengan kombinasi antihipertensi oral bertahap
menawarkan perlindungan untuk ginjal selama dalam beberapa hari. Dikarenakan kita tidak
fluktuasi BP. Selama krisis hipertensi, ini dapat bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga
menyebabkan iskemia ginjal akut (Christy, ada beberapa acuan yang sebaiknya
2010). diperhatikan, yaitu:
Penurunan MAP sampai dengan 25%
Pengkajian adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjur kan untuk penderita
Untuk mengetahui hipertensi emergensi hipertensi.
harus ditanyakan riwayat kesehatan yang lalu Penurunan MAP sebesar 55% akan
menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.

Krisis Hipertensi 153


Risa Herlianita JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

Terapi dengan antihipertensi secara Beta-adrenergik blockade: digunakan


signifikan menurunkan angka kejadian tunggal atau tambahan pada pasien
stroke. dengan fungsi ventrikuler yang masih
Pengaruh hipertensi kronis terhadap baik dan dikontra indikasikan pada
autoregulasi ginjal, kurang lebih sama bronkospastik.
dengan yang terjadi pada serebral Nicardipine: digunakan pada pasien
(Wiryana, 2008). dengan penyakit bronkospastik.
Nifedipine: refleks takikardia setelah
Perawatan pemberian sublingual sering
dihubungkan dengan iskemia miokard
Pasien dengan tekanan darah yang dan antihipertensi yang mempunyai onset
tinggi dan disertai kerusakan organ secara yang lambat.
akut (encephalopathy, myocardial Nitroprusside: onset cepat dan efektif
infarction, unstable angina, pulmonary untuk terapi intra operatif pada
edema, eclampsia, stroke, head trauma, hipertensi sedang sampai berat.
life-threatening arterial bleeding, or aortic Nitrogliserin: mungkin kurang efektif,
dissection) membutuhkan perawatan di namun bisa digunakan sebagai terapi
rumah sakit dan terapi obat secara parenteral. atau pencegahan iskemia miokard.
Pasien dengan tekanan darah tinggi tanpa Fenoldopam: dapat digunakan untuk
disertai kerusakan organ dapat berobat jalan mempertahankan atau menjaga fungsi
dengan kombinasi terapi obat oral ginjal.
antihipertensi (JNC, 2003). Berikut ini ada Hydralazine: bisa menjaga kestabilan
beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat tekanan darah, namun obat ini juga
yang akan digunakan: punya onset yang lambat sehingga
menyebabkan timbulnya respon
takikardia (Wiryana, 2008).

Tabel 1. Golongan dan efek obat antihipertensi (Wiryana, 2008)

Pemantauan hemodinamik dan status KESIMPULAN DAN SARAN


kardiovaskular yang intensif diperlukan
selama merawat klien dengan hipertensi Hipertensi adalah penyakit yang umum
darurat dan urgensi. Per awat dapat dijumpai, dengan angka penderita yang cukup
memonitor tanda-tanda vital setiap 5 menit tinggi. Hipertensi sendiri merupakan faktor
jika tekanan darah berubah atau masih belum risiko mayor yang bisa menyebabkan
stabil. Dan pemeriksaan tanda vital setiap 15 terjadinya komplikasi seperti penyakitjantung,
atau 30 menit dapat dilakukan jika situasi lebih serebral, ginjal dan vaskuler.
stabil. Mengingat tingginya angka kejadian dan
komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh
penyakit hipertensi ini, maka perlu adanya
pemahaman perawat dalam manajemen
pasien dengan krisis hiper tensi untuk

154 Juli 2010: 151 - 155


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/408

meminimalkan terjadinya komplikasi. Hal ini


harus diantisipasi dengan perlunya
pemahaman pengetahuan farmakologi obat-
obat yang digunakan, baik obat-obatan
antihipertensi. Dengan manajemen asuhan
keperawatan yang benar terhadap penderita-
penderita hipertensi diharapkan bisa
menurunkan atau meminimalkan angka
morbiditas maupun mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

Bryg, R.J. 2009. High Blood Pressure and


Hypertensive Crisis. http://
www.webmd.com/hypertension-high-
blood-pressure/guide/hypertensive-
crisis. Diakses pada 1 Juli 2010.
Brunner & Suddarth. 2000. Brunner &
Suddarth Textbook of Medical Surgical
Nursing. New York: McGraw-Hill.
Leong, B. & Manning, P. 2004. Hypertensive
Crises in the Book: Guide to The
Essentials in Emergency Medicine.
Singapore: McGraw-Hill Education.
Sheps, S.G. 2009. High Blood Pressure
(Hypertension). http://
w w w. m a y o c l i n i c . c o m / h e a l t h /
hypertensive-crisis/AN00626. Diakses
pada 1 Juli 2010.
The Seventh Report of Joint National
Committee (JNC) on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. NIH publication
No 03-5233, December 2003.
Wiryana, M. 2008. Manajemen Perioperatif
Pada Hipertensi. Jurnal Penyakit Dalam
Volume 6 Nomor 2 Christy, Hopkins.
2010. Hypertensive Emergencies. http:/
/as.medscape.com/html.ng/ Diakses
pada 1 Juli 2010.
Moser, M., Joseph, L., Izzo, J., Bisognano, J.
2006. Hypertensive Emergencies. The
Journal of Clnical Hypertension. Volume
8 No. 4.

Krisis Hipertensi 155

Anda mungkin juga menyukai