SKENARIO A BLOK 28
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan berkat-Nya penyusun bisa
menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario Dyang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada blok Trauma, Gawat Darurat,
dan Forensik. Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Tri Suciati yang telah
membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam
memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas
laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi
penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Penyusun
Kelompok Tutorial A5
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO A
Dr. Thamrin, dokter di RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar
100 meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju
dengan kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca
depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui
kaca depan.
Dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang
sopir, laki-laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di
dada kanan, nyeri perut dan nyeri paha kiri.
Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:
- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernapas.
- Tanda vital : laju repirasi : 38x/ menit, Nadi: 120x/menit; lemah, TD: 85/60
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan, konjungtiva anemis (+)
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- Terlihat deformitas di paha kiri
- GCS : 13 (E : 3 , M : 6, V : 4)
Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Salim langsung membawa sang sopir ke
UGD, setelah penanganan awal di UGD RSUD, pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke
RSMH.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : Luka lecet di dahi dan pelipis kanan diameter 2-4 cm
Toraks :
Inspeksi : -Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas 40x/
menit
-Tampak memar di sekitar dada kanan bawah sampai ke samping
-Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi
Auskultasi : - Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas
- Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit
Palpasi : - Nyeri Tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping (lokasi memar)
- Krepitasi pada kosta 9,10,11 kanan depan
Perkusi : Kanan hipersonor, kiri sonor
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut datar
Auskultas : Bising usus melemah
Perkusi : Nyeri ketok (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) defanse muscular (+)
Ekstremitas :
Paha kiri : Inspeksi : Tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi : Nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
ROM : Pasif, aktif, limitasi gerakan
4
I. Klarifikasi Istilah
NO ISTILAH KLARIFIKASI
1. Kongjungtiva anemis Suatu keadaan dimana konjungtiva seseorang
pucat karna darah tidak sampai ke perifer yang
bisa menjadi salah satu tanda bahwa seseorang
mengalami anemi.
2. Tabrakan Hasil bertabrakan; tumbukan; tubrukan (mobil
dengan sepeda motor dan sebagainya).
3. Deformitas Perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi
memendek karena kuatnya tarikan otot-otot
ekstremitas yang menarik patahan tulang.
4. GCS Glasgow coma scale adalah skala yang dipakai
untuk menentukan atau menilai tingkat
kesadaran pasien mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma.
5. Tergeletak Posisi terlentang atau berbaring di suatu tempat.
6. Trauma Cedera atau luka, rusak atau sakit, biasanya
dipakai untuk cedera pada tubuh akibat faktor
dari luar.
7. Bibir terlihat kebiruan Keadaan dimana tubuh kekurangan oksigen dan
menyebabkan bibir terlihat kebiruan.
5
langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma
seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang
sopir, laki-laki 30 tahun, tergeletak dan
merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di
dada kanan, nyeri perut dan nyeri paha kiri.
3. Pemeriksaan sekilas V
4. Setelah melakukan penanganan seadanya, V
dr. Salim langsung membawa sang sopir ke
UGD, setelah penanganan awal di UGD
RSUD, pasien dipersiapkan untuk dirujuk
ke RSMH.
5. Pemeriksaan spesifik V
6
pelipis
ii. Thoraks
Mobil minibus melaju kencang menabrak pohon beringin dada
sopir menghantam setir bagian depan mobil hancur dan kaca depan
pecah sopir terlempar keluar
iii. Abdomen
Pada umumnya Mekanisme trauma abdomen dapat terjadi akibat
kompresi secara langsung pada regio abdomen yang menyebabkan
gangguan pada organ-organ peritoneal.
7
iv. Ekstremitas
Pada pasien terjadi fraktur femur kiri tertutup akibat trauma yang
dialami (disebabkan oleh terlempar keluarnya sang supir dari dalam
mobil melalui kaca depan dan mendarat pada bagian kiri dari tubuh
sehingga terjadinya transfer energy yang melebihi toleransi jaringan
sehingga terjadi disrupsi jaringan dan terjadi suatu trauma, terutama
pada femur). Fraktur tersebut akan menyebabkan terpecahnya
frakmen-frakmen tulang yang dapat mengenai serabut syaraf
disekitarnya yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
Selain itu, pada fraktur femur juga dapat terkena pembuluh darah yang
menyebabkan terjadinya eksudasi darah ke jaringan dan menimbulkan
hematoma, hematoma ini akan merangsang reaksi inflamasi dengan
mengeluarkan bradikinin dan merangsang nosiseptor dan
menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
b. Apa saja jenis trauma yang dapat terjadi pada kecelakaan lalu lintas?
Jenis trauma yang dapat terjadi pada kasus kecelakaan sopir mobil
minibus tersebut yaitu trauma tumpul (blunt) dan trauma tajam (sharp).
Trauma tumpul dapat terjadi pada saat sopir minubus menabrak pohon
beringin yang pada saat itu memungkinkan tubuh sopir tersebut
menghantam bagian depan mobil sehingga terjadi benturan. Trauma
tajam dapat terjadi pada saat kaca depan mobil pecah yang
memungkinkan akan mencederai tubuh sopir tersebut.
8
3.Post event
-Usia
-Kondisi fisik pengendara
-Integritas sistem bahan bakar
-Patuhi batas kecepatan
Tandu, bidai
Masker
Obat-obatan
Antiseptik
Obat-obat suntikan
Obat oral
9
b. Bagaimana tatalaksana awal pada trauma ?
1. Triase: nilai keadaan umum pasien
2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure
a. Airway
Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh
daerah sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada
b. Breathing
Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi
perubahan pola pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan
look, listen, feel (diketahui tanda-tanda pneumotoraks)
10
c. Bagaimana mekanisme dari :
i. Merintih
Merintih atau grunting terjadi akibat udara yang secara paksa
berusaha melewati glottis yang tertutup secara partial. Glotis yang
tertutup secara partial menunjukkan usaha tubuh untuk
mempertahankan tekanan akhir respirasi yang positif (positive end-
respiratory pressure) dan menjaga agar alveoli tetap terbuka (tidak
colaps). Ketika udara memasuki rongga pleura, maka hal ini
menyebabkan hilangnya tekanan negatif intrapleura yang mencegah
paru agar tidak kolaps pada akhir ekspirasi. Hal ini akan
menyebabkan kolaps pada paru, sehingga salah satu usaha yang
dilakukan tubuh untuk mencegah kolapsnya alveoli ini adalah
penutupan glotis (Birney et al., 2005).
Pada kasus terjadi trauma pada thoraks yang menyebabkan fraktur
pada costae. Fraktur ini menyebabkan kebocoran udara paru. Udara
masuk ke rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi sehingga
tekanan intrapleural tinggi. Paru-paru kanan kolaps dan
menimbulkan sesak. Usaha bernafas menjadi lebih kuat untuk
mengembangkan paru lebih besar. Usaha ini akan menekan costae
yang fraktur dan akan timbul nyeri saat bernafas (merintih).
11
menyebabkan tekanan di dalam rongga pleura meningkat. Tekanan
yang semakin tinggi mendesak organ didalamnya yaitu paru ke arah
dalam. Keadaan seperti ini awalnya dikompensasi tubuh dengan
menggunakan usaha napas tambahan. Namun, tekanan yang tinggi
di intrapleura melebihi tekanan parenkim paru sehingga
menyebabkan udara dalam alveoli terdorong keluar dan alveoli sulit
untuk recoil. Kesulitan compliance paru terjadi dalam waktu sangat
cepat pada keadaan ini. Gangguan pada kesulitan bernafas tersebut
digambarkan dengan sesak nafas pada pasien.
Penyebab sesak pada kasus ini adalah karena tension
pneumothoraks.
Mekanismenya:
Trauma pada thoraks costae fraktur kebocoran udara paru
udara masuk ke rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way
valve) tekanan intrepleural tinggi paru-paru kanan kolaps
sesak
3. Pemeriksaan sekilas
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan sekilas?
13
Kesulitan bernafas Gangguan penafasan Tidak kesulitan
Wajah dan bibir terlihat Abnormal : terlihat memar Wajah dan bibir
kebiruan, konjungtiva anemis dan anemis tidak kebiruan, dan
konjungtiva tidak
anemis
14
Kesulitan Gangguan penafasan Kecelakaan lalu lintas > dada
bernafas menumbur setir > trauma tumpul
pada thorax udara dari dalam paru
paru bocor ke rongga pleura >
udara tidak dapat keluar lagi dari
rongga pleura (one-way valve) >
tekanan intrapleural meningkat >
paru-paru kolaps > pertukaran
udara tidak adekuat > hipoksia >
kesulitan bernafas
15
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan, konjungtiva anemis (+)
Akselerasi dan deselerasi Trauma pada thorax Fraktur pada costa
9,10, 11 ditandai dengan adanya krepitasi) nyeri pada dada kanan
paru-paru tidak bisa mengembang akibat tertekan dengn costa yang
fraktur pernafasan paroksikmal Flail chest sesak
penurunan O2 dalam tubuh sianosis sentral ( wajah dan bibir
kebiruan.
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
Akselerasi dan deselerasi Trauma pada thorax Fraktur ditandai
dengan adanya krepitasi) nyeri pada dada kanan paru-paru tidak
bisa mengembang akibat tertekan dengn costa yang fraktur
pernafasan paroksikmal Flail chest sesak penurunan O2
dalam tubuh kebutuhan O2 otak diutamakan penurunan O2 serta
perdarahan Kulit pucat berkurannya TBV kulit tidak
mendapatkan energi untuk meregulasi suhu tubuh pelepasan
- Terlihat deformitas di paha kiri
Akselerasi dan deselerasi Trauma pada ekstremitas bawah fraktur
femur.
Gejala Subyektif
1. Mual dan mungkin muntah
2. Rasa haus
3. Badan lemah
4. Kepala terasa pusing
18
b. Apa syarat rujuk lengkap ke RSMH?
Indikasi rujuk
a. Dari kemampuan petugas kesehatan yang bekerja. Apabila petugas
kesehatan tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi trauma
hingga tuntas, maka sebaiknya dirujuk.
b. Kemampuan pusat pelayanan kesehatan. Apabila di RSUD tidak
terdapat fasilitas yang mencukupi dari diagnosis hingga tatalaksana
untuk mengatasi pasien trauma, sebaiknya dirujuk.
19
cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea tulang
leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.
b. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas (
selfinvlating)
c. Menilai jalan nafas Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
Suara berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Sianosis
d. Menjaga stabilitas tulang leher
e. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan Indikasi tindakan
ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
20
Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat
Gerakan dada kurang baik
Ada suara nafas tambahan
Sianosis
Frekuensi kurang atau lebih
Perubahan status mental (gelisah)
21
- Memeriksa denyut nadi (radialis atau karotis). Pada orang dewasa dan
anak-anak, denyut nadi diraba pada arteri radialis dan arteri carotis
(medial dari M. Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi, meraba
denyut nadi adalah pada a. Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas.
Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 kali/menit.
Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100
kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada
atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200
kali/menit sedangkan pada anak-anak adalah 60-140 kali/menit. Pada syok
bila ditemukan bradikardi merupakan tanda diagnostik yang buruk.
- Menilai warna kulit
- Meraba suhu akral dan kapilari refill
- Periksa perdarahan
- Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian
terhadap adanya masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya perfusi
oksigen ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
- Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian
jalan napas dan system pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan
napas, nadi radialis maupun nadi karotis dapat pula teraba.
- Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan.
Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap
terjadinya shock. Penanganan luka secara baik dilakukan setelah korban
stabil.
- Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha
menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas.
Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi
tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut, maka harus dilakukan
masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP,
CPR).
Penanganan pada kasus: nilai TD, nadi, warna kulit, dan sumber
perdarahan. Bersihkan dan tutup luka dengan perban.
22
5. Pemeriksaan spesifik
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan
spesifik?
Keadaan korban Keadaan Intepretasi Mekanisme
normal
Kepala: Terdapat Tidak ada luka Terjadi perlukaan Kecelakaan
luka lecet di dahi pada bagian dahi benturan(trauma)
dan pelipis kanan dan pelipis kapitis
diameter 2-4 cm, jaringan kulit
yang lain dbn tergores luka
lecet di dahi dan
pelipis
23
tekanan intrapleura
menghambar venous
return distensi
vena jugularis
Fraktur costae
krepitasi pada costae 9, 10,
- 9,10,11
11 kanan depan
Pneumothoraks
perkusi: kanan hipersonor, Sonor kedua paru
paru kanan
kiri sonor
Takikardi
jantung jelas cepat HR HR: 60-100x/menit
110x/min
24
Ekstremitas (paha kiri):
- Inspeksi:
Deformitas tertutup menandakan adanya
Tampak deformitas, memar,
fraktur tulang femur yang tertutup. Memar
hematom pada paha tengah
dan hematom menandakan adanya cedera
kiri
akibat trauma di daerah tersebut.
25
c. Ekimosis ( perdarahan subkutan)
d. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur
e. Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang
meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan
bagian fraktur
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syaraf,
dimana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot
h. Pergerakan abnormal
i. Krepitasi, yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakan
j. Hasil foto rontgen yang abnormal
2. Abdomen
Pada abdomen Prinsip umum pengobatan peritonitis adalah
mengistirahatkan saluran cerna dengan menenangkan pasien, pemberian
antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah
keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain:
(1) kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3)
memperbaiki fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut
peritonitis.
26
3. Ekstremitas
Tatalaksana fraktur
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila perlu.
3. Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di
kemudian hari.
4. Retention, imobilisasi fraktur.
5. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal
mungkin.
Komplikasi awal :
Pneumotoraks, efusi pleura, hematotoraks, dan flail chest, sedangkan
komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum,
pneumonia dan emboli paru. Flail chest dapat terjadi apabila terdapat
fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa
terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan
paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas.
IV. HIPOTESIS
Laki-laki 30 tahun seorang supir mengalami trauma multiple et causa kecelakaan lalu
lintas.
28
V. Sintesis Masalah
A. TRAUMA THORAX
Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic
inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax
yang disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.
Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga
thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan
kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior,
anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan
merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu:
jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll.).
Thoracic inlet merupakan pintu masuk rongga thoraks yang disusun
oleh: permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I
kiri dan kanan (lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet
memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior
dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi
vertebra torakal II. Batas bawah rongga thoraks atau thoracic outlet (pintu
keluar thoraks) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII,
lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh processus xiphoideus.
Diafragma sebagai pembatas rongga thoraks dan rongga abdomen,
memiliki bentuk seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga
sebagian rongga abdomen sebenarnya terletak di dalam area thoraks.
Trauma paru merupakan komponen yang penting dalam trauma thoraks.
Cidera thoraks memberikan impak medis dan social yang besar, dengan
kontribusi terhadap trauma yang menyebabkan kematian kira-kira 25% dan
menyumbang secara signifikan sebanyak 25% dari seluruh penyebab kematian.
Trauma thoraks merupakan penyebab utama kematian, cacat, rawat inap,
pertambahan golongan kurang upaya pada masyarakat di amerika dari umur 1
tahun sehingga umur pertengahan decade 50. Sehingga kini, trauma merupakan
masalah besar kesehatan tingkat nasional.
Kebanyakan trauma thoraks disebabkan oleh kecelakaan lalulintas.
Insiden dari trauma dadadi Amerika adalah 12 orang bagi setiap 1000 orang
29
penduduk tiap harinya, dan 20-25% kematian yang disebabkan oleh trauma
adalah disebabkan oleh trauma thoraks.Trauma thoraks diperkirakan
bertanggung jawab atas kematian 16,000 kematian tiap tahunnya di Amerika.
Trauma thoraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus
atau tumpul.
KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau
tumpul.
1. Trauma tembus (tajam)
Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
TRAUMA TUMPUL
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-
kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma
tumpul: (1) transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
dan (2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya
impak. Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat
menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti
tulang iga. Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ
organ yang berisi cairan atau gas.
30
TRAUMA TEMBUS
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan
secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile,
misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan
crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan
bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku
tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk,
diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke
jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah
karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta
densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan
cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah.
Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi
penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun
tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan
penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa
mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan
kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera
yang sama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang
disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan
dengan laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan
dan dengan menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas.
Tempat keluar peluru mempunya diameter 20-30 kali dari diameter peluru.
MEKANISME TRAUMA
Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya
perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan
hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan
tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).
31
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan
senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec)
pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih
luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan
terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti
bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang
merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh
karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
32
Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-
kordial.
Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek ricochet atau pantulan dari penyebab trauma pada
tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat
memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga
kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
33
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
Tanda: tidak spesifik, syok
Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronhial
Tanda: Dispnoe, batuk darah
Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal
shift
8. Flail chest berat dengan kontusio paru
Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
9. Perforasi esofagus
Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran
mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks
34
FRAKTUR KLAVIKULA
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai
trauma pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus
brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau
gambaran sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda
trauma jantung).
35
FLAIL CHEST
Definisi
Flail chest adalah area thoraks yang melayang (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan 3 iga , dan memiliki garis fraktur 2 (segmented) pada tiap
iganya dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area
flail segmen yang mengambang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan
mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi,
sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini
akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan
respirasi pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks,
pneumothoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat
keadaan penderita. Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan
jika korban trauma masuk rumah sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat
berkembang.
Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak
terlihat pada pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada
pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah
flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh
karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
36
parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks bisa juga terjadi akibat decelerasi
atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur iga. Pasien akan
melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks terbagi
atas tiga yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada
Tension Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin
lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan
mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea venous return hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar
dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan
tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
37
HEMATOTHORAX
Definisi: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat
adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi
terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau
jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas
hemodinamik dan depresi pernapasan
Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
KONTUSIO PARU
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat
yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah
trauma tumpul thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema
parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan
kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara
nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi lung
compliance ventilation-perfusion mismatch hypoxia & work of breathing
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 )
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
38
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras
yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan
pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh karena
meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan yang
kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
D. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila
diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks
inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain
(intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat kita
curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4
anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior.
Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock
dan perdarahan pada cavum pleura kiri.
Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen
akut)
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral,
terlihat adanya organ viseral di toraks)
39
CT scan toraks
F. TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
G. TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat,
trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung
dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya
suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat menjadi
penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
Trauma tumpul di daerah anterior
Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs
mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
40
Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.
RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur tersering
adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum.
Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta ini dapat
mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya
ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang melebar, fraktur
iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan
bronkus utama kiri.
H. TRAUMA ABDOMEN
Anatomi Abdomen
Abdomen dapat dibagi menjadi empat kompartemen anatomis, yaitu (Williams,
2013):
Regio thoraks. Regio ini berada antara inframammary creases dan batas iga. Di
dalamnya terdapat organ berupa diafragma, hati, limfa, dan lambung. Saat
menghembuskan nafas, diafragma dapat naik sampai setinggi torakal tiga.
Regio peritoneum (true abdomen). Pada regio ini dapat dijumpai lambung, usus
halus, dan usus besar, omentum, rahim, dan terkadang puncak dari vesika urinaria.
Pada akhir inhalasi, ketika hati dan limfa turun, kedua organ ini menjadi bagian
dari regio peritoneum.
41
Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
Mekanisme Trauma
Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.Trauma
tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga abdomen
oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan
meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan
ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan
menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat
bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah
besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat,
seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka
setelah trauma tumpul abdomen terjadi (Demetriades,2000).
Luka tembak adalah penyebab paling umum (64%) dari trauma tembus
abdomen, diikuti oleh luka tusukan (31%) dan luka senapan (5%)(Todd, 2004).Luka
tusuk dan luka tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan
laserasi dan memotong.Kecepatan tinggi pada luka tembak mentransferenergi kinetic
lebih ke abdomen visera (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2008).
TRAUMA KAPITIS
Definisi
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial) baik temporer maupun
permanen.
42
Klasifikasi
Trauma kapitis diklasifikasikan menggunakan GCS.
trauma kepala berat jika GCS 3-8
trauma kepala sedang jika GCS 9-12
trauma kepala ringan jika GCS 13-15
Patologi
1. Hematoma epidural, memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
hilangnya kesadaran (menurun dengan cepat) setelah suatu masa bebas
(lucid interval)
perdarahan arteria meningea media dengan peningkatan cepat dari
tekanan intrakranial
timbulnya kelumpuhan (hemiparesis) pada sisi yang berlawanan
dengan sisi trauma
timbulnya pupil yang fixed (tidak ada reaksi cahaya) pada sisi yang
sama dengan tempat trauma.
Pada CT scan, tampak lesi hiperdens berbentuk bikonveks.
2. Hematoma subdural, terjadi akibat robeknya vena yang melintang antara
korteks dan dura. Bekuan darah dalam rongga subdural disertai dengan
kontusio jaringan otak di bawahnya.
3. Perdarahan subarakhnoid, terjadi pada ruang subarakhnoid (antara piamater
dan arakhnoid).
4. Perdarahan intraserebral dan kontusio
5. Diffuse axonal injury
Diagnosis
1. Anamnesis
Mekanisme trauma, jenis trauma apakah tembus atau tidak, waktu
terjadinya trauma
Riwayat kejang, penurunan kesadaran, serta mual dan muntah
Apakah terdapat kelemahan pada salah satu sisi tubuh
2. Pemeriksaan Fisik
ABC dan GCS
43
Pemeriksaan neurologis lengkap setelah stabil
- Kesadaran
-Pemeriksaan n.cranialis: lebar pupil, rangsang cahaya, pergerakan
bola mata.
Pada pasien koma, respons okulosefalik dan okulovestibular
dilakukan
Periksa apakah ada:
- Otorea Otorea tandanya fraktur basis cranii media
- Racoon eye (ekimosis periorbita bilateral) atau rinorea tanda dari
fraktur
basis cranii anterior
- Battles sign (ekimosis mastoid bilateral) tanda fraktur basis cranii
posterior
3. Pemeriksaan penunjang
Radiologi: CT scan tanpa kontras atau foto polos kepala posisi AP, lateral, dan
tangensial
Laboratorium: darah lengkap, urinalisis, gula darah, ureum, kreatinin, AGD
J. TRAUMA LEHER
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta
pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa
bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti
berikut:
Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan pasien
apnu. Cedera dari C4-C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis hipotonus
tungkai atas dan bawah serta syok batang otak.
Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada
tapak tulang servikal C2.
Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan
cedera dislokasi.
44
Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi apabila berlaku ekstensi pada
tulang servikal.
Multiple trauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem organ
yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara lebih khusus, multiple
trauma adalah suatu sindrom dari cedera multipel dengan derajat keparahan yang
cukup tinggi (ISS >16) yang disertai dengan reaksi sistemik akibat trauma yang
kemudian akan menimbulkan terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang
letaknya jauh dan sistem organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma
secara langsung (Trentz O L, 2000)
Epidemiologi
Trauma merupakan masalah kesehatan yang cukup serius dan merupakan salah satu
penyebab utama dari kematian terutama pada usia remaja dan usia dewasa muda.
Pada tahun 1998, diperkirakan 5,8 juta orang meninggal dunia oleh karena trauma. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 12.400 orang meninggal dunia setiap bulannya oleh
karena trauma. Disebutkan bahwa rerata umur pasien trauma adalah antara umur 29-
34 tahun dan disebutkan pula bahwa pria lebih banyak yang mengalami trauma (60-
80% dari kasus yang terjadi) daripada wanita (Barkin et al., 1998).
45
dan akan menghambat pasien tersebut dalam beraktivitas sehari-hari di rumah, tempat
pekerjaan, dan masyarakat.
Mekanisme Trauma
Pengetahuan mengenai mekanisme trauma akan dapat membantu dokter bedah dalam
memperkirakan masalah dan cedera khusus yang dapat terjadi pada pasien multiple
trauma sehingga diagnsosis dan tindakan dapat dilakukan dengan lebih efektif
(Barkin et al., 1998).
Tabel. 1 Mekanisme Trauma dan Cedera yang Diantisipasi (Barkin et al., 1998).
46
47
MULTIPEL TRAUMA
Trauma yang terjadi pada kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung
dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai
trauma benda tumpul ( trauma multiple). Ada tiga trauma yang paling sering terjadi
dalam peristiwa ini, yaitu cedera kepala, trauma thorax ( dada) dan fraktur ( patah
tulang).
48
Trauma pertama yaitu trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma yang
memiliki prognosis (harapan hidup) yang buruk. Hal ini disebabkan oleh karena
kepala merupakan pusat kehidupan seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang
mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari kesadaran, bernapas, bergerak,
melihat, mendengar, mencium bau, dan banyak lagi fungsinya. Jika otak terganggu,
maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan terganggu. Gangguan utama yang
paling sering terlihat adalah fungsi kesadaran. Itulah sebabnya, trauma kepala sering
diklasifikasikan berdasarkan derajat kesadaran, yaitu trauma kepala ringan, sedang,
dan berat. Makin rendah kesadaran seseorang makin berat derajat trauma kepala.
Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur
dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak
berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup,
bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan,
terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau
belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan dan perpendekan tulang. 1
Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang
lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua
jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha)
memiliki insiden yang cukup tinggi.
Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada
atau toraks. Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma
toraks.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah. Jika terjadi benturan alias trauma pada dada, kedua organ tersebut
bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Gangguan yang biasa terjadi pada paru-paru pasca kecelakaan adalah fraktur
iga, kontusio (memar) paru, dan hematotoraks. Fraktur iga merupakan cedera toraks
49
yang terbanyak. Fraktur iga tidak termasuk ke dalam fraktur yang dijelaskan
sebelumnya karena efek dari fraktur ini lebih kompleks daripada fraktur di daerah lain
yaitu bisa mengganggu paru-paru dan jantung. Kontusio paru adalah memar atau
peradangan pada paru, sedangkan hematotoraks adalah terdapatnya darah di dalam
selaput paru.
1. Cedera Kepala
Definisi dan Epidemiologi
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan
yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan
otak itu sendiri.2 Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah
sakit. Jika sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan
(CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera
kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia
produktif antara 15-44 tahun. Kecelekaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53%
dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya
disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.
Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas:
1. Cedera kepala tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda
tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan
otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans tulang
tengkorak.
2. Cedera tembus
50
Biasanya disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur dapat
berupa garis/linear, multipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk
fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup
yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang
memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena
terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah
Battle sign (warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), ekimosis
daerah kedua periorbital (racoon eyes), Rhinorrhoe (liquor keluar dari hidung),
Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga) , paresis nervus facialis dan kehilangan
pendengaran. pemulihan peresis nervus facialis lebih baik daripada paresis nervus
VIII. Fraktur dasar tengkorak yang menyilang kanalis karotikus dapat merusak arteri
carotis.
2. Lesi intrakranial
a. Dapat berbentuk lesi fokal
i. Perdarahan epidural
Disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tengkorak.
Perdarahan epidural 0,5% dari cedera otak. Dari CT scan didapatkan
gambaran bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
ii. Perdarahan subdural
Disebabkan robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks cerebri.
Perdarahan ini biasanyanya menutup seluruh permukaan hemisfer otak.
Prognosis perdarahan subdural lebih buruk daripada perdarahan epidural.
iii. Kontusio dan peradarahan intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi (20-30% dari cedera kepala berat). Area
tersering adalah frontal dan temporal. Dalam beberapa jam atau hari
kontusio dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral yang
membutuhkan operasi.
51
b. lesi difus
cedera otak difus yang erat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemia dari otak akibat
syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma.
Hasil CT scan dapat menunjukkan hasil yang normal, edema otak dengan dengan
batas area putih dan abu abu yang kabur. Pada beberapa kasus yang jarang ditemukan
bercak bercak perdarahan diseluruh hemisfer otak yang dikenal dengan cedera akson
difus yang memberikan prognosis yang buruk.
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala
digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini dilakukan terhadap respon
motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15.
Sedangkan pada anak yang tidak dapat bicara deskripsi beratnya penderita cedera
kepala digunakan Children Coma Scale (CCS). Dalam penilaian GCS jika terdapat
asimetri ekstremitas, maka yang digunakan adalah respon motorik yang terbaik.
52
2. Trauma Toraks
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak diseluruh kota besar didunia dan
diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh
trauma toraks. Insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12
penderita per seribu populasi per hari dan menyebabkan kematian sebesar 20-25% .
Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma
Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh
trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab
terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu
lintas (70%).
PATOFISIOLOGI
Trauma thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada trauma tajam,
terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih mencapai jaringan otot
ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura parietalis atau perikardium parietalis.
Dapat juga menembus lebih dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus
dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediastinum.
53
Trauma tajam yang melukai perikardium parietalis dapat menimbulkan
tamponade jantung dengan tertimbunya darah dalam rongga pericardium, yang akan
mampu meredam aktivitas Diastolik jantung. Eksanguinasi akibat tembusnya dinding
jantung atau pembuluh darah besar di mediasternum, mampu menimbulkan henti
jantung dalam waktu 2 5 menit, tergantung derajat perdarahannya.
Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma tertembus peluru. Fatalitas
akibat trauma peluru ini lebih besar dari jenis trauma dari pleura, berakibat luka
tembus keluar yang relatif lebih besar dari luka tembus masuk.
Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tajam lainnya, karena faktor
kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan tinggi tidak cukup
besar, hanya akan menimbulkan desakan terhadap kerangka dada, yang karena
kelenturannya akan mengambil bentuk semula bila desakan hilang. Trauma tumpul
demikian, secara tampak dari luar mungkin tidak memberi gambaran kelainan fisik,
namun mampu menimbulkan kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat
menyebabkan perdarahan in situ dan pembentukan hematoma inter atau intra otot,
yang kadang kala cukup luas, sehingga berakibat nyeri pada respirasi dan pasien
tampak seperti mengalami dispnea.
Meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur sederhana dan tertutup dari
iga dalam kedudukan baik, namun mampu menimbulkan hematotoraks atau
54
pneumotoraks, bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi Tension Pneumotorax,
karena terjadi keadaan dimana alveoli terbuka, pleura viseralis dengan luka yang
berfungsi Pentil dan luka pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang
makin meningkat di rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan mendesak
paru unilateral, sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15 20 %. Bila desakan
berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah kontralateral dan selanjutnya
bahkan akan mendesak paru kontralateral yang berakibat sangat menurunnya
kapasitas ventilasi.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,
sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang
dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk
2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, torakotomi
harus dipertimbangkan.
3. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang
kekuatannya melebihi kekuatan tulang.
55
ABCDE DALAM TRAUMA
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Jika ada obstruksi maka lakukan :
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika
pernafasan tidak memadai maka lakukan :
Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
Pernafasan buatan
56
Berikan infus cairan
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale.
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi
in-line harus dikerjakan.
57
Waspada adanya benda asing di jalan nafas. Jangan memberikan obat sedativa pada
pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
58
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan darah
dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan sinar X. Jika
diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi. Catatan
Khusus
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan dengan
jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang cedera. Lakukan
pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui tengah klavikula. Pertahankan
posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi.
Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis yang ada dan
kelengkapan alat.
PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. Syok adalah keadaan
berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien trauma keadaan ini
paling sering disebabkan oleh hipovolemia.
59
Luka tembus jantung
Infark miokard
Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat direkam.
Syok neurogenik : ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum
tulang belakang (spinal cord). Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa diserta
takhikardiaa atau vasokonstriksi.
Syok septik : Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi
penyebab kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda).
Paling sering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
Cedera pada anggota gerak :
Torniket tidak berguna. Disamping itu torniket menyebabkan sindroma reperfusi dan
menambah berat kerusakan primer. Alternatif yang disebut bebat tekan itu sering
disalah mengerti. Perdarahan hebat karena luka tusuk dan luka amputasi dapat
dihentikan dengan pemasangan kasa padat subfascial ditambah tekanan manual pada
arteri disebelah proksimal ditambah bebat kompresif (tekan merata) diseluruh bagian
anggota gerak tersebut.
Cedera dada
Sumber perdarahan dari dinding dada umumnya adalah arteri. Pemasangan chest tube
/ pipa drain harus sedini mungkin. Hal ini jika di tambah dengan penghisapan berkala,
60
ditambah analgesia yang efisien, memungkinkan paru berkembang kembali sekaligus
menyumbat sumber perdarahan. Untuk analgesia digunakan ketamin I.V.
Cedera abdomen
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila resusitasi
cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90 mmHg. Pada waktu
DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk menekan dan menyumbat
sumber perdarahan dari organ perut (abdominal packing). Insisi pada garis tengah
hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan
penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan
anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah
sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih dahulu namun jika
dikerjakan cukup baik pasti akan menyelamatkan nyawa.
Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan ketamin.
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil Bila sewaktu survei
sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi PRIMARY
SURVEY.
Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala
sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama :
Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata
Telinga bagian luar dan membrana timpani
Cedera jaringan lunak periorbital Pemeriksaan leher
Luka tembus leher
Emfisema subkutan
Deviasi trachea
Vena leher yang mengembang Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga
Suara napas dan jantung
61
Pemantauan ECG (bila tersedia)
62
VI. Kerangka Konsep
Laki-laki 30 tahun
Trauma
RR
Trauma
Multipel
63
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Laki-laki 30 tahun seorang supir mengalami trauma multipel et causa kecelakaan lalu
lintas yang menimbulkan tension pneumothorax, fraktur os femur sinistra, peritonitis,
fraktur costae 9, 10, 11 dextra, dan syok hipovolemik.
64
DAFTAR PUSTAKA
4. De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2. Jakarta: EGC.
5. Djoko, Widayat dan Djoko Widodo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Jakarta:
FKUI
65