Refarat Dermatitis Seboroik
Refarat Dermatitis Seboroik
DISUSUN OLEH :
Ramdani Witia, S.Ked
NIM 111 2016 2028
PEMBIMBING :
dr. Nurul Rumila Roem, Sp.KK.,M.Kes.
NIP 19870825 201101 2 006
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
C. Termoregulatorik
Temperatur fubuh yang konstan normalnya lebih mudah dipertahankan
berkat komponen insulator kulit (misalnya, lapisan lemak dan rambut
dikepala) dan mekanismenya untuk mempercepat pengeluaran panas
(produksi keringat dan mikrovaskular superfisialyang padat). 1
D. Metabolik
Sel kulit menyintesis vitamin D yang diperlukanpada metabolisme kalsium
dan pembentukan tulang secara tepat melalui kerja sinar UV setempat
pada precursor vitamin ini. Kelebihan elektrolit dapat dihilangkan melalui
keringat dan lapisan subkutan menyimpan sejumlah energi dalam bentuk
lemak.1
E. Fungsi Ekskresi
Melalui pembentukan keringat oleh kelenjar keringat, air, larutan garam,
urea, dan produk sisa bernitrogen dapat diekskresikan melalui permukaan
kulit. 2
Kelenjar sebasea menghasilkan zat lemak yang disekresikan ke permukaan
kulit lewat folikel rambut. Kelenjar ini terdapat pada seluruh permukaan kulit
kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar keringat memiliki dua tipe:
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin tersebar luas serta bermuara langsung
pada permukaan kulit dan melalui keringat yang diproduksinya kelenjar ini
membantu mengendalikan suhu tubuh. Sebaiiknya kelenjar apokrin terutama
ditemukan di daerah aksilaris serta genital, biasanya bermuara ke dalam folikel
rambut, dan produksinya distimulasi oleh stres emosional. Proses penguraian
terhadap produk keringat dari kelenjar apokrin oleh bakteri menyebabkan bau
badan pada orang dewasa.3
Jika terjadi Peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung
kelenjar sebasea disebut dermatiis seboroik. Yang penyebabnya diduga akibat
aktivitas kelenjar sebasea yang meningkat. Biasanya pada orang dewasa dan lebih
seing pada pria.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa
gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya
berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium
penyakitnya.5
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis
umum yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan
dewasa dan seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi
sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan leher. Kulit yang terkena berwarna merah
muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan
krusta.6
Dermatitis Seboroik adalah penyakit kulit dengan peradangan
superfisialis kronis, dengan predileksi padaarea seboroik, yang remisi
dan eksaserbasi. Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar
sebasea (kelenjar lemak) yaitu : Kepala (Scalp, telinga, saluran
telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata,
glabella, lipatan nasolabial,bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu),
badan atas (daerah presternum, darah interskapula, areolae mammae),
dan pelipatan-pelipatan (ketiak,pelipatan bawah mammae, umbilikus,
pelipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).7
2.2. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik dapat ditemukan pada seluruh ras dan lebih
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Lebih sering pada orang
orang yang banyak mengkonsumsi lemak dan minuman alkohol.4
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3 5 % pada
populasi umum.15
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada
bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade
keempat sampai ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia
4
kejadian dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini umum.
Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih umum daripada psoriasis.
Penyakit ini mempengaruhi setidaknya 3 5 % dari populasi di
Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua
kelompok umur. Dermatitis seboroik ditemukan pada 85% pasien
dengan infeksi HIV. Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien
yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya
meningkat.6
Angka prevalensi Dermatitis seboroik di seluruh dunia pada
penderita imunokompeten hanya sebesar 13%, beberapa diantaranya
didapatkan pada penderita usia muda. Sementara pada penderita dengan
status imunokompromais, seperti pada penderita HIV/AIDS, insidensi
penyakit ini lebih besar yaitu sekitar 2085%.811 Pada penderita
HIV/AIDS, angka prevalensi penderita dermatitis Seboroik hampir
seimbang baik pada anak-anak, wanita maupun pria.8
5
dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus
bergantung status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel
membran basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid.
Lapisan ini mengandung sel yang terus membelah mengisi kelenjar
sebagai sel yang dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama sel
ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai menghasilkan
lipid dan membesar mengandung banyak lipid sehingga inti dan
struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus,
sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi.
Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid, asam
lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat
disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester yang
dipecah menjadi digliseid, monogliserid dan asam lemak bebas
oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia
mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum
diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga sebum
mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit
tetap halus dan lembut.6
Produksi sebum terbesar pada kulit kepala, wajah, dada,
dan punggung, Produksinya dikontrol oleh hormon androgen. Pada
bayi, kelenjar sebasea teraktivasi oleh hormon androgen dari ibu.
Komponen sebum terdiri dari kompleks trigliserid, asam lemak,
wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester dan squalene.
Saat disekresi, kandungan sebum yang terdiri dari trigliserid dan
ester, akan dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam
lemak bebas, oleh mikroba komensal di kulit dengan bantuan
enzim lipase. Pada penderita dermatitis seboroik, trigliserid dan
kolesterol meningkat, namun squalene dan asam lemak bebas
kadarnya menurun dibandingkan orang normal. Asam lemak bebas
terbentuk dari trigliserid melalui aktivitas lipase yang yang
6
diproduksi oleh P. acnes, dan bakteri ini jumlahnya sedikit pada
dermatitis seboroik. Hal ini menandakan bahwa terdapat
ketidakseimbangan mikrobial dan penyimpangan komposisi lipid
pada permukaan kulit.17
Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis
seboroik, namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi
sebum pada semua pasien. Dermatitits seboroik lebih sering terjadi
pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan
produksi sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi
baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi
oleh hormon androgen maternal, dan jumlah sebum menurun
sampai puberta.6
2. Efek Mikroba
Malassezia (yang sebelumnya dikenal sebagai jamur
Pityrosporum) sebagai mikroorganisme yang berperan dalam
patogenesis dermatitis seboroik.8
Malassezia spp. adalah jamur lipofilik yang merupakan
komponen flora normal kulit orang dewasa. Ada beberapa genus
Malassezia daan dengan menggunakan morfologi, ultrastruktur,
fisiologi, dan biologi molekuler untuk mengklasifikasikannya
menjadi 10 spesies, yaitu Malassezia globosa, Malassezia
restricta, Malassezia obtusa, Malassezia slooffiae, Malassezia
sympodialis, Malassezia furfur, Malassezia nana, Malassezia
dermatis, Malassezia japonica dan jamur non-lipid dependent,
Malassezia pachydermatis.10
Malassezia spp membutuhkan sumber lipid eksogen untuk
tumbuh pada media kultur dan cenderung muncul di kulit di sekitar
usia pubertas, dimana terdapat peningkatan hormon androgen yang
menyebabkan peningkatan produksi sebum. Jamur ini
membutuhkan lipid untuk memproduksi lipase. Lipase terlibat
dalam pelepasan asam arakidonat, yang terlibat dalam proses
keradangan kulit.11
7
Malassezia spp. membutuhkan lipid untuk hidup, sehingga
jamur ini paling sering ditemukan di bagian tubuh yang kulitnya
kaya akan lipid, seperti dada, punggung, wajah, dan kulit kepala.
Lokasi ini adalah tempat predileksi untuk manifestasi klinis
dermatitis seboroik.12
Malassezia membutuhkan lipid sebagai "sumber makanan"
untuk tumbuh dan berproliferasi. Jamur ini mendegradasi sebum
(trigliserid) dengan bantuan enzim lipase menjadi berbagai asam
lemak. Namun Malassezia hanya mengkonsumsi asam lemak yang
sangat spesifik, yaitu saturated fatty acid untuk pertumbuhannya,
sedangkan unsaturated fatty acid ditinggalkan di permukaan
kulit.16 Bentuk metabolit unsaturated fatty acid yang paling
banyak dijumpai adalah asam oleat, dan metabolit inilah yang
diduga berperan pada pembentukan skuama pada dermatitis
seboroik.17
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan
respon pejamu abnormal dan tidak berhubungan dengan
Malassezia. Kerentanan pada pasien dermatitis seboroik
disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk mencegah
asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan
komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat
menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari
sekresi kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan
fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta
squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus
stratum korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah (<1
2kDa) dan larut dalam lemak.17
4. Status Imunitas
Status imunitas rendah baik disebabkan oleh pengobatan
atau penyakit seperti HIV dan keganasan dapat memicu dermatitis
seboroik. Manifestasi dermatitis seboroik pada penderita HIV
berbeda dalam beberapa hal dari bentuk klasiknya. Besarnya
8
prevalensi dermatitis seboroik pada penderita HIV menguatkan
dugaan bahwa defisiensi imun memegang peranan pada penyakit
ini, dimana angka kejadiannya sebesar 15% pada penderita dengan
kadar CD4+ lebih dari 200 sel/ml dan mengalami peningkatan
menjadi 58% pada penderita dengan kadar CD4+ kurang dari 200
sel/ml.13
Pada penderita HIV diperkirakan terjadi perubahan kadar
sitokin yang mengakibatkan dermatitis seboroik. Kadar Interferon-
dan Tumor Necrosis Factor meningkat pada penyakit infeksi
HIV. Sitokin ini mengakibatkan perubahan metabolisme lipid,
meningkatkan kadar trigliserid dan kolesterol dalam serum.
Perubahan metabolisme lipid tersebut diduga dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap mediator inflamasi yang dihasilkan oleh
Malassezia. Pertumbuhan Malassezia furfur yang berlebihan akan
menimbulkan peradangan, tidak hanya disebabkan oleh produk
metabolit jamur tersebut pada epidermis atau adanya sel-sel jamur
pada permukaan kulit. Tetapi mekanisme timbulnya peradangan
adalah melalui sel Langerhans dan aktivasi limfosit T oleh
Malassezia atau produknya. Saat Malassezia furfur berikatan
dengan serum, maka ikatan tersebut akan mengaktifkan
komplemen melalui direct and alternative pathway.17
5. Kelainan Neurologis
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan
neurologis, sertaadanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf.
Kondisi neurologis ini termasuk parkinsonpostencephalitic,
epilepsi, cedera supraorbital, kelumpuhan wajah, poliomyelitis,
syringomyeliadan quadriplegia. Stres emosional tampaknya
memperburuk penyakit. Jumlah penderita dermatitis seboroik
dilaporkan banyak di antara pasukan tempur di masa perang.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang berperandalam
timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan produksi
sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia.6
9
2.4. GEJALA KLINIS
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut;
wajah: alis, lipat nasolabial, side burn; telinga dan liang telinga; bagian
atas tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, dan
ketiak. Sangat jarang menjadi luas.15
Gejala klinis dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama
berminyak kekuningan dengan batas tegas, terkadang terdapat krusta
dan disertai gatal.14
Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan
dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang
dewasa, berdasarkan daerah lesinya dermatitis seboroik terjadi pada
kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal,
konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis),
daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha),
badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma,
eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris
berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema
ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.16
10
Gambar 2.1 Manifestasi klinis dermatitis seboroik; A. Pada kulit
kepala; B. Pada wajah (alis, yaitu glabella); C. lipatan nasolabial; D.
concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular; E. sisik halus; F.
Lesi pada jambang; G. Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid
yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan
merah gelap di tepi; H. Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat
menyebar dengan pertanda inflamasi.
11
eritema; E. Di belakang telinga terdapat daerah-daerah yang eritema
dan skuama.
Gambaran klinis penyakit ini pada penderita HIV lebih ekstensif,
berat, dan biasanya lebih sulit untuk diterapi. Gambarannya berupa
skuama berwarna kuning berminyak dan berkrusta di atas kulit
eritematus ringan sampai dengan plak yang sangat merah. Lesi
dikeluhkan gatal oleh penderita. Lesi di wajah dapat terlihat sebagai
makula eritema yang terdistribusi seperti gambaran kupu-kupu,
sehingga menyerupai rash pada Lupus. Pada penderita HIV, juga dapat
ditemui lesi papular disertai alopesia non-scaring yang lebih berat dan
refrakter terhadap terapi regimen dermatitis seboroik yang lazim
digunakan.17
2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan
12
penunjang (histopatologi) pada kasus yang sulit dan bila terdapat
diagnosis banding.15
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal
dan parietal akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal
dan sering dengan fissura (crusta lactea / milk crust, cradle
cap). Rambut tidak rontok dan peradangan jarang. Dalam
perjalanannya, kemerahan semakin meningkat dan daerah
dengan skuama akan membentuk bercak eritem yang jelas dan
diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi perluasan
hingga ke frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan
retroaurikular, daun telinga dan leher juga sangat mungkin
terkena. Otitis eksterna, dermatitis intertriginosa maupun
infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S. aureus, dan
bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan
dermatitis seboroik.
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada
dermatitis seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik
atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan
oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi
dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk
membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit lain sebagai
diferensial diagnosis.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis,
spongiosis lebih jelas. Pada epidermis dapat ditemukan
parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis terdapat
pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris
disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.
13
Gambar 2.3 Histopatologi Dermatitis Sebotoik
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau
blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
14
2. Dermatitis atopik dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi.
3. Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun
pencuci wajah atau bahan iritan lainya untuk perawatan wajah
(tretinoin, asam glikolat, asam alfa hidroksi).
4. Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH.
5. Rosasea : perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.
2.7. PENATALAKSANAAN
Terapi dermatitis seboroik bertujuan menghilangkan sisik dan
krusta, penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder,
dan pengurangan eritema serta gatal. Pasien dewasa harus diberitahu
tentang sifat kronis penyakit dan memahami bahwa terapi bekerja
dengan cara mengendalikan penyakit dan bukan dengan mengobati.
Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat baik karena kondisinya
yang jinak dan self-limited.
Farmakoterapi dilakukan dengan :
Topikal
1. Bayi
Pengobatan terdiri dari langkah-langkah berikut: penghapusan
krusta dengan 3 sampai 5 % asam salisilat dalam minyak zaitun
atau air, kompres minyak zaitun hangat, pemakaian
glukokortikosteroid potensi rendah (misalnya 1 %
hidrokortison) dalam bentuk krim atau lotion selama beberapa
hari, anti-jamur topikal seperti imidazoles dalam sampo bayi
yang lembut.6,19
2. Dewasa
Karena penyakit dermatitis seboroik bersifat kronis, dianjurkan
menggunakan terapi yang ringan dan hati-hati. Obat anti-
inflamasi dan jika diperlukan agen anti-mikroba atau anti-
jamur harus digunakan.
15
a. Kulit Kepala
Sering keramas dengan shampo yang mengandung obat anti
Malassezia, misalnya yang mengandung 1-2,5%selenium
sulfida, imidazoles (misalnya 2% ketokonazole), zinc
pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, ketokonazol,
berbagai shampo yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1%. Krusta (Remah) atau sisik dapat hilang oleh
pemakaian semalam glukokortikosteroid atau asam salisilat
dalam air atau bila perlu dipakai dengan cara dressing
(dibungkus). Tincture, agen beralkohol, tonik rambut, dan
produk sejenis biasanya memperburuk peradangan dan
harus dihindari.6,15
b. Wajah Dan Leher
Pasien harus menghindari kontak dengan agen berminyak
dan mengurangi atau menghilangkan penggunaan sabun.
Glukokortikosteroid potensi rendah (1% hidrokortison
biasanya cukup) sangat membantu di awal perjalanan
penyakit. Pemakaian jangka panjang yang tidak terkontrol
akan menyebabkan efek samping seperti dermatitis steroid,
fenomena reboundsteroid, steroid rosacea, dan perioral
dermatitis.6
Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topikal
potensi sedang, immunosupresan topikal (takrolimus dan
pimekrolimus) terutama untuk daerah wajah sebagai
pengganti kortokosteroid topikal.15
c. Badan
Seborrhea pada badan dapat diterapi dengan mandi
menggunakan shampo atau sabun yang mengandung zinc
atau coal tar. Sebagai tambahan dengan ketokonazole
topikal 2% atau kortikosteroid topikal baik dalam bentuk
krim, lotion, atau solution yang dipakai satu sampai dua
kali per hari.17
16
Diberikan kortikosteroid topikal : Desonid krim 0,05% bila
tidak tersedia dapa digunakan Fluosinolon asetonid krim
0,025% selama maksimal 2 minggu.19
Sistemik
17
seperti pada penderita HIV/AIDS. Mengingat pada
manajemen terdahulu, bahwa dermatitis seboroik yang
berat selalu diterapi dengan kortikosteroid oral. Hal ini
sebenarnya merupakan kontraindikasi relatif, karena steroid
oral akan lebih menurunkan imunitas pada penderita
HIV/AIDS, sehingga pada penderita HIV/AIDS, dengan
lesi dermatitis seboroik sangat luas dapat diberi terapi
ketoconazole oral, itraconazole, atau terbinafin.
2.8. PROGNOSIS
Prognosis dermatitis seboroik adalah baik, jika faktor faktor pencetus
dapat dihilangkan.18
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat
sembuh sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin
dapat timbul kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian,
bila terkena dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak , bukan berarti
memiliki indikasi akan terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu
saat nanti.18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
18
mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung,
janggut / dagu), badan atas (daerah presternum, darah interskapula, areolae
mammae), dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilikus,
pelipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).
DAFTAR PUSTAKA
19
7. Burton JL. Seborrhroeic Dermatitis. In : Rook A. et al.Textbook of
Dermatology. 5th ed.
8. Gupta AK. Seborrheic Dermatitis. J of Euro Acad of Dermatol and
Venereol 2004; 18: 1326.
20