Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN KULIT KELAMIN REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT DERMATITIS SEBOROIK


RUMAH SAKIT UMUM HAJI

DISUSUN OLEH :
Ramdani Witia, S.Ked
NIM 111 2016 2028

PEMBIMBING :
dr. Nurul Rumila Roem, Sp.KK.,M.Kes.
NIP 19870825 201101 2 006

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KULI KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tunggal yang terberat di tubuh, yang biasanya


membentuk 15 20% berat badan total dan pada orang dewasa, memiliki luas
permukaan sebesar 1,5 2m2 yang terpapar dengan dunia luar. Selain dikenal
sebagai lapisan kutaneus atau integumen, kulit terdiri atas epidermis, yaitu lapisan
epitel yang berasal dari ektoderm, dan dermis, suatu lapisan jaringan ikat yang
berasal dari mesoderm. Taut dermis dan epidermis tidak teratur, dan tonjolan
dermis yang disebut papila saling mengunci dengan evaginasi epidermis yang
disebut eltidermal ridges (rigi epidermis). Turunan epidermis meliputi rambut,
kuku, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Di bawah dermis terdapat
hipodermis, atau jaringan subkutan, yaitu jaringan ikat longgar yang dapat
mengandung bantalan adiposit. Jaringan subkutan mengikat kulit secara longgar
pada jaringan di bawahnya dan sesuai dengan fasia superfisial pada anatomi
makro.1
Fungsi spesifik kulit terbagi menjadi sejumlah kategori
A. Fungsi Protektif
Kulit menyediakan sawar fisis terhadap rangsang termal dan mekanis
seperti gaya gesekan dan kebanyakan patogen potensial dan materi lain.
Mikroorganisme yang mempenetrasi kulit memberi peringatan limfosit
dan sel penyaji antigendi kulit dan respon imun meningkat.
Pigmenmelanin gelap di epidermis melindungi sel dari radiasi ultraviolet.
Kulit iuga merupakan sawar permeable terhadap kehilangan atau ambilan
air yang berlebihan, yang memungkinkan kehidupan di bumi.
Permeabilitas kulit selektif memungkinkan sejumlah obat lipofilik seperti
hormon steroid tertentu dan obat-obatan yang diberikan melalui koyo.1
B. Fungsi Sensorik
Banyak tipe reseptor sensorik memungkinkan kulit memantau lingkungan
dan berbagai mekanoreseptor dengan lokasi spesifik di kulit penting untuk
interaksi tubuh dengan objek fisis. 1

2
C. Termoregulatorik
Temperatur fubuh yang konstan normalnya lebih mudah dipertahankan
berkat komponen insulator kulit (misalnya, lapisan lemak dan rambut
dikepala) dan mekanismenya untuk mempercepat pengeluaran panas
(produksi keringat dan mikrovaskular superfisialyang padat). 1
D. Metabolik
Sel kulit menyintesis vitamin D yang diperlukanpada metabolisme kalsium
dan pembentukan tulang secara tepat melalui kerja sinar UV setempat
pada precursor vitamin ini. Kelebihan elektrolit dapat dihilangkan melalui
keringat dan lapisan subkutan menyimpan sejumlah energi dalam bentuk
lemak.1
E. Fungsi Ekskresi
Melalui pembentukan keringat oleh kelenjar keringat, air, larutan garam,
urea, dan produk sisa bernitrogen dapat diekskresikan melalui permukaan
kulit. 2
Kelenjar sebasea menghasilkan zat lemak yang disekresikan ke permukaan
kulit lewat folikel rambut. Kelenjar ini terdapat pada seluruh permukaan kulit
kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar keringat memiliki dua tipe:
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin tersebar luas serta bermuara langsung
pada permukaan kulit dan melalui keringat yang diproduksinya kelenjar ini
membantu mengendalikan suhu tubuh. Sebaiiknya kelenjar apokrin terutama
ditemukan di daerah aksilaris serta genital, biasanya bermuara ke dalam folikel
rambut, dan produksinya distimulasi oleh stres emosional. Proses penguraian
terhadap produk keringat dari kelenjar apokrin oleh bakteri menyebabkan bau
badan pada orang dewasa.3
Jika terjadi Peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung
kelenjar sebasea disebut dermatiis seboroik. Yang penyebabnya diduga akibat
aktivitas kelenjar sebasea yang meningkat. Biasanya pada orang dewasa dan lebih
seing pada pria.4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa
gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya
berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium
penyakitnya.5
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis
umum yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan
dewasa dan seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi
sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan leher. Kulit yang terkena berwarna merah
muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan
krusta.6
Dermatitis Seboroik adalah penyakit kulit dengan peradangan
superfisialis kronis, dengan predileksi padaarea seboroik, yang remisi
dan eksaserbasi. Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar
sebasea (kelenjar lemak) yaitu : Kepala (Scalp, telinga, saluran
telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata,
glabella, lipatan nasolabial,bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu),
badan atas (daerah presternum, darah interskapula, areolae mammae),
dan pelipatan-pelipatan (ketiak,pelipatan bawah mammae, umbilikus,
pelipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).7

2.2. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik dapat ditemukan pada seluruh ras dan lebih
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Lebih sering pada orang
orang yang banyak mengkonsumsi lemak dan minuman alkohol.4
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3 5 % pada
populasi umum.15
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada
bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade
keempat sampai ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia

4
kejadian dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini umum.
Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih umum daripada psoriasis.
Penyakit ini mempengaruhi setidaknya 3 5 % dari populasi di
Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua
kelompok umur. Dermatitis seboroik ditemukan pada 85% pasien
dengan infeksi HIV. Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien
yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya
meningkat.6
Angka prevalensi Dermatitis seboroik di seluruh dunia pada
penderita imunokompeten hanya sebesar 13%, beberapa diantaranya
didapatkan pada penderita usia muda. Sementara pada penderita dengan
status imunokompromais, seperti pada penderita HIV/AIDS, insidensi
penyakit ini lebih besar yaitu sekitar 2085%.811 Pada penderita
HIV/AIDS, angka prevalensi penderita dermatitis Seboroik hampir
seimbang baik pada anak-anak, wanita maupun pria.8

2.3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Etiologi dan patogenesis masih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai
minggu ke-16 dari kehamilan. Kelenjar sebaseus menempel pada
folikel rambut, mensekresikan sebum ke kanal folikel dan ke
permukaan kulit. Kelenjar sebaseus berhubungan dengan folikel
rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak
kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus
sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling
padat keberadaannya ada di wajah dan kult kepala. Rambut yang
berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar,
sering memiliki ukuran yang kecil. Terkadang pada daerah
tersebut, tidak disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan
folikel sebaseus. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan
cara mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal

5
dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus
bergantung status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel
membran basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid.
Lapisan ini mengandung sel yang terus membelah mengisi kelenjar
sebagai sel yang dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama sel
ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai menghasilkan
lipid dan membesar mengandung banyak lipid sehingga inti dan
struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus,
sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi.
Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid, asam
lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat
disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester yang
dipecah menjadi digliseid, monogliserid dan asam lemak bebas
oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia
mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum
diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga sebum
mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit
tetap halus dan lembut.6
Produksi sebum terbesar pada kulit kepala, wajah, dada,
dan punggung, Produksinya dikontrol oleh hormon androgen. Pada
bayi, kelenjar sebasea teraktivasi oleh hormon androgen dari ibu.
Komponen sebum terdiri dari kompleks trigliserid, asam lemak,
wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester dan squalene.
Saat disekresi, kandungan sebum yang terdiri dari trigliserid dan
ester, akan dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam
lemak bebas, oleh mikroba komensal di kulit dengan bantuan
enzim lipase. Pada penderita dermatitis seboroik, trigliserid dan
kolesterol meningkat, namun squalene dan asam lemak bebas
kadarnya menurun dibandingkan orang normal. Asam lemak bebas
terbentuk dari trigliserid melalui aktivitas lipase yang yang

6
diproduksi oleh P. acnes, dan bakteri ini jumlahnya sedikit pada
dermatitis seboroik. Hal ini menandakan bahwa terdapat
ketidakseimbangan mikrobial dan penyimpangan komposisi lipid
pada permukaan kulit.17
Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis
seboroik, namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi
sebum pada semua pasien. Dermatitits seboroik lebih sering terjadi
pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan
produksi sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi
baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi
oleh hormon androgen maternal, dan jumlah sebum menurun
sampai puberta.6
2. Efek Mikroba
Malassezia (yang sebelumnya dikenal sebagai jamur
Pityrosporum) sebagai mikroorganisme yang berperan dalam
patogenesis dermatitis seboroik.8
Malassezia spp. adalah jamur lipofilik yang merupakan
komponen flora normal kulit orang dewasa. Ada beberapa genus
Malassezia daan dengan menggunakan morfologi, ultrastruktur,
fisiologi, dan biologi molekuler untuk mengklasifikasikannya
menjadi 10 spesies, yaitu Malassezia globosa, Malassezia
restricta, Malassezia obtusa, Malassezia slooffiae, Malassezia
sympodialis, Malassezia furfur, Malassezia nana, Malassezia
dermatis, Malassezia japonica dan jamur non-lipid dependent,
Malassezia pachydermatis.10
Malassezia spp membutuhkan sumber lipid eksogen untuk
tumbuh pada media kultur dan cenderung muncul di kulit di sekitar
usia pubertas, dimana terdapat peningkatan hormon androgen yang
menyebabkan peningkatan produksi sebum. Jamur ini
membutuhkan lipid untuk memproduksi lipase. Lipase terlibat
dalam pelepasan asam arakidonat, yang terlibat dalam proses
keradangan kulit.11

7
Malassezia spp. membutuhkan lipid untuk hidup, sehingga
jamur ini paling sering ditemukan di bagian tubuh yang kulitnya
kaya akan lipid, seperti dada, punggung, wajah, dan kulit kepala.
Lokasi ini adalah tempat predileksi untuk manifestasi klinis
dermatitis seboroik.12
Malassezia membutuhkan lipid sebagai "sumber makanan"
untuk tumbuh dan berproliferasi. Jamur ini mendegradasi sebum
(trigliserid) dengan bantuan enzim lipase menjadi berbagai asam
lemak. Namun Malassezia hanya mengkonsumsi asam lemak yang
sangat spesifik, yaitu saturated fatty acid untuk pertumbuhannya,
sedangkan unsaturated fatty acid ditinggalkan di permukaan
kulit.16 Bentuk metabolit unsaturated fatty acid yang paling
banyak dijumpai adalah asam oleat, dan metabolit inilah yang
diduga berperan pada pembentukan skuama pada dermatitis
seboroik.17
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan
respon pejamu abnormal dan tidak berhubungan dengan
Malassezia. Kerentanan pada pasien dermatitis seboroik
disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk mencegah
asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan
komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat
menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari
sekresi kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan
fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta
squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus
stratum korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah (<1
2kDa) dan larut dalam lemak.17
4. Status Imunitas
Status imunitas rendah baik disebabkan oleh pengobatan
atau penyakit seperti HIV dan keganasan dapat memicu dermatitis
seboroik. Manifestasi dermatitis seboroik pada penderita HIV
berbeda dalam beberapa hal dari bentuk klasiknya. Besarnya

8
prevalensi dermatitis seboroik pada penderita HIV menguatkan
dugaan bahwa defisiensi imun memegang peranan pada penyakit
ini, dimana angka kejadiannya sebesar 15% pada penderita dengan
kadar CD4+ lebih dari 200 sel/ml dan mengalami peningkatan
menjadi 58% pada penderita dengan kadar CD4+ kurang dari 200
sel/ml.13
Pada penderita HIV diperkirakan terjadi perubahan kadar
sitokin yang mengakibatkan dermatitis seboroik. Kadar Interferon-
dan Tumor Necrosis Factor meningkat pada penyakit infeksi
HIV. Sitokin ini mengakibatkan perubahan metabolisme lipid,
meningkatkan kadar trigliserid dan kolesterol dalam serum.
Perubahan metabolisme lipid tersebut diduga dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap mediator inflamasi yang dihasilkan oleh
Malassezia. Pertumbuhan Malassezia furfur yang berlebihan akan
menimbulkan peradangan, tidak hanya disebabkan oleh produk
metabolit jamur tersebut pada epidermis atau adanya sel-sel jamur
pada permukaan kulit. Tetapi mekanisme timbulnya peradangan
adalah melalui sel Langerhans dan aktivasi limfosit T oleh
Malassezia atau produknya. Saat Malassezia furfur berikatan
dengan serum, maka ikatan tersebut akan mengaktifkan
komplemen melalui direct and alternative pathway.17
5. Kelainan Neurologis
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan
neurologis, sertaadanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf.
Kondisi neurologis ini termasuk parkinsonpostencephalitic,
epilepsi, cedera supraorbital, kelumpuhan wajah, poliomyelitis,
syringomyeliadan quadriplegia. Stres emosional tampaknya
memperburuk penyakit. Jumlah penderita dermatitis seboroik
dilaporkan banyak di antara pasukan tempur di masa perang.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang berperandalam
timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan produksi
sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia.6

9
2.4. GEJALA KLINIS
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut;
wajah: alis, lipat nasolabial, side burn; telinga dan liang telinga; bagian
atas tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, dan
ketiak. Sangat jarang menjadi luas.15
Gejala klinis dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama
berminyak kekuningan dengan batas tegas, terkadang terdapat krusta
dan disertai gatal.14
Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan
dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang
dewasa, berdasarkan daerah lesinya dermatitis seboroik terjadi pada
kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal,
konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis),
daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha),
badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma,
eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris
berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema
ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.16

10
Gambar 2.1 Manifestasi klinis dermatitis seboroik; A. Pada kulit
kepala; B. Pada wajah (alis, yaitu glabella); C. lipatan nasolabial; D.
concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular; E. sisik halus; F.
Lesi pada jambang; G. Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid
yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan
merah gelap di tepi; H. Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat
menyebar dengan pertanda inflamasi.

Gambar 2.2 Dermatitis Seboroik A. Di tengkuk tampak papula-papula


dan likenifikasi; B. Pada dagu tampak papula-papula dengan kulit yang
berminyak; C. Pada rahang bawah tampak papulapapula, likenifikasi
dan kulit berminyak; D. Pada punggung tampak papula dan daerah yang

11
eritema; E. Di belakang telinga terdapat daerah-daerah yang eritema
dan skuama.
Gambaran klinis penyakit ini pada penderita HIV lebih ekstensif,
berat, dan biasanya lebih sulit untuk diterapi. Gambarannya berupa
skuama berwarna kuning berminyak dan berkrusta di atas kulit
eritematus ringan sampai dengan plak yang sangat merah. Lesi
dikeluhkan gatal oleh penderita. Lesi di wajah dapat terlihat sebagai
makula eritema yang terdistribusi seperti gambaran kupu-kupu,
sehingga menyerupai rash pada Lupus. Pada penderita HIV, juga dapat
ditemui lesi papular disertai alopesia non-scaring yang lebih berat dan
refrakter terhadap terapi regimen dermatitis seboroik yang lazim
digunakan.17

Gambar 2.2 Lesi Dermatitis seboroik di wajah penderita


HIV/AIDS

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan

12
penunjang (histopatologi) pada kasus yang sulit dan bila terdapat
diagnosis banding.15
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal
dan parietal akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal
dan sering dengan fissura (crusta lactea / milk crust, cradle
cap). Rambut tidak rontok dan peradangan jarang. Dalam
perjalanannya, kemerahan semakin meningkat dan daerah
dengan skuama akan membentuk bercak eritem yang jelas dan
diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi perluasan
hingga ke frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan
retroaurikular, daun telinga dan leher juga sangat mungkin
terkena. Otitis eksterna, dermatitis intertriginosa maupun
infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S. aureus, dan
bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan
dermatitis seboroik.
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada
dermatitis seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik
atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan
oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi
dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk
membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit lain sebagai
diferensial diagnosis.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis,
spongiosis lebih jelas. Pada epidermis dapat ditemukan
parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis terdapat
pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris
disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.

13
Gambar 2.3 Histopatologi Dermatitis Sebotoik
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau
blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).

Pada Pemeriksaan histopatologi dari jaringan kulit yang diambil


dengan biopsi. Gambaran histopatologi antara lesi kulit akibat DS pada
penderita HIV seropositif dengan penderita HIV seronegatif ternyata
berbeda.
Dermatitis seboroik dengan infeksi HIV Dermatitis seboroik klasik
Epidermis : Epidermis :
Parakeratosis luas Parakeratosis terbatas
Banyak keratinosit nekrotik Keratinosit nekrotik
Spare spongiosis jarang
Focal interface obliteration dengan Spongiosis menonjol
kelompok kelompok limfosit Interface obliteration (-)
Dermis : Dermis :
Banyak pembuluh darah Pembuluh darah
berdinding tebal berdinding tipis
Plasma sel meningkat Plasma sel sedikit
Focal leucocytoclasis Leucocytoclastic (-)
Tabel 2.1 Perbedaan gambaran histopatologi Dermatitis Seboroik pada
orang normal dengan penderita HIV.
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding dermatitis seboroik yaitu :4,15
1. Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih
dominan di daerah ekstensor.

14
2. Dermatitis atopik dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi.
3. Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun
pencuci wajah atau bahan iritan lainya untuk perawatan wajah
(tretinoin, asam glikolat, asam alfa hidroksi).
4. Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH.
5. Rosasea : perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.

6. Tinea barbae: pada daerah jenggot, berupa papula-papula


menyerupai folikulitis yang dalam.
7. Tinea kapitis : biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses
yang dalam; rambut putus-putus dan mudah dilepas.

2.7. PENATALAKSANAAN
Terapi dermatitis seboroik bertujuan menghilangkan sisik dan
krusta, penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder,
dan pengurangan eritema serta gatal. Pasien dewasa harus diberitahu
tentang sifat kronis penyakit dan memahami bahwa terapi bekerja
dengan cara mengendalikan penyakit dan bukan dengan mengobati.
Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat baik karena kondisinya
yang jinak dan self-limited.
Farmakoterapi dilakukan dengan :
Topikal
1. Bayi
Pengobatan terdiri dari langkah-langkah berikut: penghapusan
krusta dengan 3 sampai 5 % asam salisilat dalam minyak zaitun
atau air, kompres minyak zaitun hangat, pemakaian
glukokortikosteroid potensi rendah (misalnya 1 %
hidrokortison) dalam bentuk krim atau lotion selama beberapa
hari, anti-jamur topikal seperti imidazoles dalam sampo bayi
yang lembut.6,19
2. Dewasa
Karena penyakit dermatitis seboroik bersifat kronis, dianjurkan
menggunakan terapi yang ringan dan hati-hati. Obat anti-
inflamasi dan jika diperlukan agen anti-mikroba atau anti-
jamur harus digunakan.

15
a. Kulit Kepala
Sering keramas dengan shampo yang mengandung obat anti
Malassezia, misalnya yang mengandung 1-2,5%selenium
sulfida, imidazoles (misalnya 2% ketokonazole), zinc
pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, ketokonazol,
berbagai shampo yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1%. Krusta (Remah) atau sisik dapat hilang oleh
pemakaian semalam glukokortikosteroid atau asam salisilat
dalam air atau bila perlu dipakai dengan cara dressing
(dibungkus). Tincture, agen beralkohol, tonik rambut, dan
produk sejenis biasanya memperburuk peradangan dan
harus dihindari.6,15
b. Wajah Dan Leher
Pasien harus menghindari kontak dengan agen berminyak
dan mengurangi atau menghilangkan penggunaan sabun.
Glukokortikosteroid potensi rendah (1% hidrokortison
biasanya cukup) sangat membantu di awal perjalanan
penyakit. Pemakaian jangka panjang yang tidak terkontrol
akan menyebabkan efek samping seperti dermatitis steroid,
fenomena reboundsteroid, steroid rosacea, dan perioral
dermatitis.6
Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topikal
potensi sedang, immunosupresan topikal (takrolimus dan
pimekrolimus) terutama untuk daerah wajah sebagai
pengganti kortokosteroid topikal.15
c. Badan
Seborrhea pada badan dapat diterapi dengan mandi
menggunakan shampo atau sabun yang mengandung zinc
atau coal tar. Sebagai tambahan dengan ketokonazole
topikal 2% atau kortikosteroid topikal baik dalam bentuk
krim, lotion, atau solution yang dipakai satu sampai dua
kali per hari.17

16
Diberikan kortikosteroid topikal : Desonid krim 0,05% bila
tidak tersedia dapa digunakan Fluosinolon asetonid krim
0,025% selama maksimal 2 minggu.19
Sistemik

Dapat diberikan :6,15,17,18,19

1. Antihistamin sedatif yaitu hidroksisin (2 x 1 tablet) selama


maksimal 2 minggu atau
2. Loratadine 1 x 10mg/hari selama maksimal 2 minggu.
3. Vitamin B komples
4. Kortikosteroid oral, misalnya prednisolon 20 30 mg/hari
untuk bentuk berat.
5. Antibiotik seperti penicilin, eritromisin jika dicurigai ada
infeksi sekunder
6. Ketokonazol 200 mg/hari, diduga berpengaruh terhadap
P.Ovale, juga dapat memengaruhi berat ringannya
dermatitis seboroik.
7. Pemberian itrakonazole 100mg/hari per oral selama 21 hari.
8. Isotretinoin bisa diberikan dalam dosis rendah 0,05-0,10
mg/kgBB setiap hari selama beberapa bulan, khususnya
untuk kasus dermatitis seboroik yang sukar sembuh.
9. Kortikosteroid oral, misalnya prednisolon 20 30 mg/hari.
Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada
dermatitis seboroik yang luas dapat diberikan prednisolon
30 mg/hari untuk respons cepat.
10. Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi
konvensional dapat digunakan terapi sinar ultraviolet-B
(UVB),Penggunaan terapi narrow-band ultraviolet B
merupakan pengobatan yang efektif dan aman untuk kasus
dermatitis seboroik yang berat, karena narrow-band UVB
akan diserap oleh Malassezia furfur yang bersifat kromofor
atau
11. Walaupun ada pendapat yang tidak menyetujui pemberian
anti-jamur sistemik, perlu dipikirkan indikasinya untuk
kasus dermatitis seboroik yang sangat berat atau luas

17
seperti pada penderita HIV/AIDS. Mengingat pada
manajemen terdahulu, bahwa dermatitis seboroik yang
berat selalu diterapi dengan kortikosteroid oral. Hal ini
sebenarnya merupakan kontraindikasi relatif, karena steroid
oral akan lebih menurunkan imunitas pada penderita
HIV/AIDS, sehingga pada penderita HIV/AIDS, dengan
lesi dermatitis seboroik sangat luas dapat diberi terapi
ketoconazole oral, itraconazole, atau terbinafin.
2.8. PROGNOSIS
Prognosis dermatitis seboroik adalah baik, jika faktor faktor pencetus
dapat dihilangkan.18
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat
sembuh sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin
dapat timbul kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian,
bila terkena dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak , bukan berarti
memiliki indikasi akan terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu
saat nanti.18

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum


yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan leher.
Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik
berwarna kuning-coklat dan krusta.

Dermatitis Seboroik adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis


kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi. Area
seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kelenjar lemak) yaitu :
Kepala (Scalp, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis

18
mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung,
janggut / dagu), badan atas (daerah presternum, darah interskapula, areolae
mammae), dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilikus,
pelipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).

Etiologi dan patogenesis masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa


faktor diduga menjadi penyebab, antara lain : Aktivitas Kelenjar Sebaseus
(Seborrhea), efek Mikroba, Kerentanan Individu, Status Imunitas dan Kelainan
Neurologis

Terapi dermatitis seboroik bertujuan menghilangkan sisik dan krusta,


penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder, dan pengurangan
eritema serta gatal. Pasien dewasa harus diberitahu tentang sifat kronis penyakit
dan memahami bahwa terapi bekerja dengan cara mengendalikan penyakit dan
bukan dengan mengobati. Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat baik
karena kondisinya yang jinak dan self-limited.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anthony L. 2012.Histologi dasar junquiera Teks dan Atlas edisi 12.


Jakarta:EGC.
2. Victor P.2010.Atlas histologi diFiore dengan korelasi fungsional.
Jakarta:EGC.
3. Lynn S. Bickley.2015. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisis dan Riwayat
Kesehatan edisi 11.Jakarta:EGC.
4. Siregar S.2015.Saripati Penyakit Kulit edisi 3.Jakarta:EGC.

5. Ari Muhandari Ardhie.2014. Dermatitis Dan Peran Steroid Dalam


Penanganannya.Klinik Kulit dan Kelamin.RASB Harapan Kita.Jakarta
6. Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In: Wolf K, Goldermatitis
seboroikmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors.
7th ed. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. New York:
McGraw-Hill; 2008. p. 21925.

19
7. Burton JL. Seborrhroeic Dermatitis. In : Rook A. et al.Textbook of
Dermatology. 5th ed.
8. Gupta AK. Seborrheic Dermatitis. J of Euro Acad of Dermatol and
Venereol 2004; 18: 1326.

9. Vidal C. Seborrheic Dermatitis and HIV Infection. Qualitative


Analysis of Skin Surface Lipidermatitis seboroik in Men Seropositive
and Seronegative for HIV. J Acad Dermato l1990; 6: 110610.
10. Nicol, Karyn A. Seborrheic Dermatitis of Scalp;Etiology and
Treatment. Available from URL: http://www.highbeam.com
11. Aditya KG, Bluhm R, Cooper EA. Seborrheic dermatitis.Dermatol
Clin 2013; 21: 40112.
12. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology. 2nd ed. Madrid:
Elsevier; 2008.
13. Parry ME. Seborrheic Dermatitis is Not Caused by an Altered Immune
Response to Malassezia Yeast. BrJ of Dermatol 1998; 138: 25463.
14. Angelina, Jessica.2017.Penyakit Leiner:Tinjauan Imunologi,
Diagnosis, dan Penatalaksanaan.
15. Linuwih S.2015.Ilmu Penyakit Kulit Kelamin edisi ke 7. Jakarta:FKUI
16. Eka Adip. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:FKUI.
17. Gayatri,Lunni.2015.Dermatitis Seboroik pada HIV/AIDS.Dept. Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Airlangga. Surabaya.
18. Nashar, Hafid.2014.The Disease Diagnosis Dan Terapi. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press Yogyakarta.
19. Faqih M. 2013.Panduan Praktik Klinis Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai