Draft SOP IGD
Draft SOP IGD
TUJUAN:
Tujuan triase pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat
menyelamatkan korban sebanyak mungkin.
KEBIJAKAN:
1. Memilah korban berdasar:
a. Beratnya cidera
b. Besarnya kemungkinan untuk hidup
c. Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
2. Triase tidak disertai tindakan
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus dilakukan
sesegera mungkin.
PROSEDUR:
1. Penderita datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya. Oleh paramedis yang terlatih / dokter.
3. Namun bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna :
o Segera- Immediate (I)- MERAH. Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax,
distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal vasa besar dsb.
o Minimal (III)-HIJAU. Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar
superfisial.
o Expextant (0)-HITAM. Pasien menglami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital, dsb.
5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning,
hijau, hitam.
6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan
IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke
ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7. Penderita/korban dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori
triase merah selesai ditangani.
8. Penderita/korban dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk
pulang.
9. Penderita/korban kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
TUJUAN:
Untuk memperlancar jalur komunikasi dalam menyampaikan atau menerima berita, dalam
keadaan sehari-hari atau dalam keadaan darurat (bencana/musibah massal).
KEBIJAKAN:
1. Radio Komunikasi selalu pada frekuensi 718.
2. Radio Medik hanya digunakan untuk menyampaikan / menerima berita yang penting.
PROSEDUR:
1. Mengecek kondisi radio medik setiap operan dan melakukan timbang terima mengenai berita
yang masuk dan yang keluar.
2. Cara menggunakannya :
o Vokal suara jelas dan singkat (tiap pembicaraan tidak boleh lebih dari 10 kata)
o Bila memanggil, sebut nama yang dituju, baru nama pengirim. Contoh : RS Dr.Soetomo,
IGD Sidoarjo memanggil.
o Bila memanggil masih ada pembicaraan di radio, tunggu nada sela, baru memanggil
dengan kata KONTEK (2x)
o Bila ada yang mempersilahkan sebut nama atau institusi. Contoh : Ya disini IGD Sidoarjo
dengan operator....... Mau menghubungi IGD Dr. Soetomo.
o Tiap pembicaraan (tidak boleh dari 10 kata) diakhiri dengan kata GANTI untuk
memberi kesempatan kepada yang dituju untuk menulis pesan dan atau memberikan
kesempatan kepada pemanggil untuk masuk karena sifat beritanya lebih penting (gawat).
4. Setiap kali mengirim / menerima pesan harus ditulis pada buku laporan serta ditandatangani
dan nama jelas operator.
5. Segera tindak lanjut isi pesan.
6. Bila selesai jangan dimatikan tetapi radio harus selalu dalam posisi standby.
PETUGAS:
Perawat IGD
AMBULANCE
PENGERTIAN:
Sarana transportasi untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan
yang memadai..
TUJUAN:
Untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan
penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.
KEBIJAKAN:
1. Ambulance digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS
yang satu ke RS lain.
2. Pada setiap ambulans minimal terdiri dari 2 orang para medik dan satu pengemudi (bila
memungkinkan ada 1 orang dokter).
PROSEDUR:
Saat di Rumah Sakit
A. Kru ambulans harus mulai menyiapkan ambulans untuk pengiriman berikutnya.
1. Bersihkan dengan cepat ruang pasien dengan menggunakan sarung tangan industri.
2. Bersihkan darah, muntahan, dan cairan tubuh lainnya yang mengering di lantai.
3. Seka perlengkapan apapun yang terkena percikan. Masukkan handuk yang digunakan untuk
membersihkan darah dan cairan tubuh langsung ke dalam kantung merah.
4. Buang sampah-sampah seperti bungkus perban, balut yang sudah dibuka walaupun belum
dipakai, dan barang-barang sejenis.
5. Kain linen dan selimut besar yang kotor dapat dicuci dan digunakan kembali.
6. Gunakan pengharum ruangan untuk menetralisir bau muntah, urin, atau tinja.
TUJUAN:
Sebagai acuan dalam melakukan dekontaminasi saat terjadi bencana.
KEBIJAKAN:
1. Dilakukan pada korban masal terutama pd korban yg terkontaminasi bahan kimia.
2. Prinsip dekontaminasi di rumah sakit adalah bahwa setiap pasien yang datang dan terpapar
bahan kimia harus didekontaminasi sebelum masuk keruangan yang ada di rumah sakit.
3. Dekontaminasi dilakukan di tempat yang telah dipersiapkan, terpisah dan tertutup, tersedia air
mengalir dan sebaiknya dekat dengan UGD/IRD .
PROSEDUR:
1. Setelah memakai alat proteksi diri petugas medik melakukan dekontaminasi, pastikan korban
dalam keadaan stabil atau telah dilakukan stabilisasi fungsi vitalnya.
2. Buka seluruh pakaian korban (mengurangi 70-80% kontaminant)
3. Cuci dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam 1 menit dgn 6 galon air ( 25 ltr air/ 4-5 ember
air) dan diperlukan area 22 inches (66 cm) per-orang.
4. Lakukan dgn cepat pencucian / penyiraman seluruh tubuh korban.
5. Gunakan cairan pembersih untuk seluruh tubuh. Cairan baru 0,5 % Sodium hypochlorite
(HTH chlorine) efektif utk kontaminant biologi atau kimia.
6. Utk kontaminant biologi perlu waktu 10 menit (hal ini sulit utk korban masal).
7. Bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe).
8. Yakinkan korban sudah dicuci dengan bersih, bila perlu periksa dan bersihkan kembali dengan
air dari ujung kepala sampai ujung kaki.
9. Keringkan tubuh pasien dan ganti/ berikan pakaian kering dan bersih.
10. Korban di masukkan ke ruang UGD/ IRD sesuai kriteria triage (dapat dilakukan triage ulang
walaupun sudah dilakukan triage di lapangan.
11. Penanganan dilakukan berdasarkan skala prioritas kegawat daruratan korban bencana.
12. Pelayanan medik yang diberikan sesuai standar kemampuan rumah sakit.
Catatan:
1. Pasien bisa yang bisa berjalan sendiri dan gejala jelas segera lakukan dekontaminasi.
2. Pasien masih bisa berjalan, tetapi tanpa gejala jelas pindahkan dari area tindakan, pakaian
dibuka dan observasi (medical evaluation).
3. Pasien tidak bisa bergerak, lakukan evaluasi klinis , berikan prioritas dekontaminasi.
PERMINTAAN / BANTUAN TENAGA
PENGERTIAN:
Tenaga adalah orang atau petugas baik medis ataupun non medis yang membantu dalam
melakukan pertolongan pada para korban bencana.
TUJUAN:
Sebagai acuan dalam penambahan jumlah tenaga medis ataupun non medis saat terjadi suatu
bencana.
KEBIJAKAN:
Penambahan jumlah tenaga medis ataupun nonmedis saat terjadi bencana dapat diperoleh dari
internal rumah sakit dan eksetrnal rumah sakit.
PROSEDUR:
1. Dokter jaga IGD sebagai leader saat terjadi bencana menghubungi tim siaga bencana yang saat
itu sedang tidak jaga / tidak berada di tempat.
2. Dokter jaga IGD beserta tim siaga bencana memprediksi tingkat kegawatan dan jumlah
korban.
3. Meminta bantuan tenaga yang sedang tidak jaga di rumah sakit dengan menghubungi tiap
perorangan lewat telephon.
4. Apabila tenaga internal rumah sakit tidak mencukupi/tidak sebanding dengan jumlah korban
yang terlalu banyak, maka pihak rumah sakit segera meminta bantuan tenaga dari luar rumah
sakit. Segera koordinasikan kebutuhan tersebut kepada Komandan Siaga Bencana serta pihak
luar yang dimintai perbantuan.
5. Setelah tenaga bantuan telah datang di RS, maka dokter jaga sebagai leader menginformasikan
seluruh informasi baik tingkat kegawatan dan jumlah korban kepada tim tersebut dan
memberikan instruksi langkah-langkah yang harus dilakukan.
PEMBERIAN TERAPI BAGI KORBAN BENCANA
PENGERTIAN:
Terapi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh petugas medis kepada korban/penderita sesuai
dengan kondisi/keadaan penderita tersebut.
TUJUAN:
Meminimalisir luka dan kecacatan serta menyembuhkan penyakit penderita/korban bencana.
KEBIJAKAN:
Pemberian terapi bagi korban tanpa membeda-bedakan status sosial,suku/ras, agama dan
golongan.
PROSEDUR:
Penanganan medis.
1. Penanganan korban di RS neliputi tindakan resusitasi sampai dengan tindakan definitif.
2. Sistim pelimpahan wewenang berlaku dengan pengawasan dan tanggung jawab Tim
Penanggulangan Bencana.
3. Perkiraan jumlah korban yang akan dirawat adalah berdasar pada jumlah korban yang pernah
dirawat pada bencana terdahulu, atau berdasar pada skenario terburuk, dan dengan
mempertimbangkan jumlah korban berdasarkan intensitas perawatan yang diperlukan.
4. Tehnis penanganan korban dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang dibuat
oleh Staf Medik Fungsional ( SMF ).
TRANSPORTASI PASIEN / HELPER SAAT KEADAAN BENCANA
PENGERTIAN:
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit. Serangkaian tugas harus
dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah
sakit.
TUJUAN:
Memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan
penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.
KEBIJAKAN:
Sarana transportasi terdiri dari:
1. Kendaraan pengangkut (ambulance)
2. Peralatan medis dan non medis.
3. Petugas (medis/paramedis)
4. Obat-obatan life saving dan life support.
PROSEDUR:
Memindahkan pasien ke ambulans
1. Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau pasien sakit atau cedera tanpa
kesulitan, memeriksa kondisinya, melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat dia
terbaring, dan kemudian memindahannya ke ambulans.
2. Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi yang berbahaya atau pasien yang
memerlukan prioritas tinggi maka proses pemindahan pasien harus didahulukan sebelum
menyelesaikan proses pemeriksaan dan penanganan emergensi diselesaikan.
3. Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan secara manual dan penyangga
leher (cervical collar) harus dipasang dan pasien harus diimobilisasi di atas spinal board.
4. Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut
5. Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak memburuk.
6. Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera diselesaikan, benda yang
menusuk harus difiksasi, dan seluruh balut serta bidai harus diperiksa sebelum pasien diletakkan
di alat pengangkut pasien.
7. Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan cedera yang sangat buruk
atau korban yang telah meninggal. Pada prinsipnya, kapanpun seorang pasien dikategorikan
dalam prioritas tinggi, segera transpor dengan cepat.
8. Penyelimutan pasien membantu menjaga suhu tubuh, mencegah paparan cuaca, dan menjaga
privasi.
9. Alat angkut (carrying device) pasien harus memiliki tiga tali pengikat untuk menjaga posisi
pasien tetap aman. Yang pertama diletakkan setinggi dada, yang kedua setinggi pinggang atau
panggul, dan yang ketiga setinggi tungkai. Kadang-kadang digunakan empat tali pengikat di
mana dua tali disilangkan di dada.
10. Jika penderita/korban tidak mungkin diangkut dengan tandu misalnya pada penggunaan
spinalboard dan hanya bisa diletakkan di atas tandu/usungan ambulans (ambulance
stretcher),maka disyaratkan untuk menggunakan tali kekang yang dapat mencegah pasien
tergelincir ke depan jika ambulans berhenti mendadak.
TUJUAN
Menyelamatkan nyawa penderita/korban yang masih hidup dan memindahkan penderita/korban
yang sudah tidak bernyawa.
KEBIJAKAN
1. Mendahulukan korban yang masih bernyawa dan kemungkinan besar dapat diselamatkan.
2. Korban yang tingkat kegawatannya tinggi dan beresiko mati, lebih baik ditinggalkan terlebih
dahulu.
PROSEDUR:
1. Petugas evakuasi harus membekali diri dengan segala keperluan pribadi serta membekali diri
dengan membawa alat dan obat untuk pertolongan pertama.
2. Menentukan skalasi bencana;luas wilayah,jumlah korban,jenis penyakit,sarana dan prasarana
yang tersisa, sisa SDM dan akses jalan menuju lokasi bencana.
3. Menyampaikan hasil survey awal ke rumah sakit, sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan
diri.
4. Petugas lapangan menilai tingkat kegawatan korban untuk korban luka ringan dan sedang di
beri pertolongan pertama di tempat kejadian atau pos kesehatan lapangan.
5. Korban luka ringan dan sedang diperlakukan sama seperti masyarakat umum.
6. Korban luka berat segera dievakuasi ke RS rujukan wilayah/RS Polri / RS TNI terdekat.
7. Korban yang memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dievakuasi ke pusat rujukan melalui
jalan darat/sungai/laut/udara sesuai sarana yang dimiliki.
o Posisikan kaki dengan baik. Kaki harus kokoh, menapak pada permukaan dan diposisikan
sepanjang lebar bahu.
o Ketika mengangkat, gunakan kaki anda, bukan punggung anda untuk mengangkat.
o Ketika mengangkat, jangan berputar atau membuat gerakan lain selain mengangkat.
Usaha untuk berbelok atau berputar ketika mengangkat merupakan penyebab utama
cedera.
o Hindari bersandar ke sisi manapun. Jaga punggung anda tetap lurus dan terkunci.
o Jaga beban sedekat mungkin dengan tubuh anda. Semakin jauh beban dari tubuh anda,
semakin besar kemungkinan anda cedera.
o Ketika membawa penderita pada tangga, jika memungkinkan gunakan kursi tangga
daripada tandu.
4. Pada saat menjangkau penderita, ada peraturan yang harus dipatuhi untuk mencegah cedera.
Diantaranya:
5. Pada saat mendorong atau menarik penderita, ada peraturan yang harus dipatuhi untuk
mencegah cedera. Diantaranya:
o Jaga garis tarikan melalui pusat tubuh anda dengan menekuk lutut.
o Jika beban dibawah pinggang, dorong atau tarik dari posisi berlutut.