Metformin Glienclamd
Metformin Glienclamd
PENDAHULUAN
Diabetes melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis
yang khususnya menyangkut metabolisme karbohidrat (glukosa) di dalam tubuh.
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan
glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah glukosa
bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat
kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu produksi kemih sangat meningkat
dan pasien harus sering kencing (poliuria), merasa amat haus (polidipsia), berat
badan menurun dan berasa lelah. Di Indonesia, penderita diabetes diperkirakan 3
juta orang atau 1,5% dari 200 juta penduduk.
Ada dua jenis tipe diabetes, yakni diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe
2.
Diabetes melitus tipe 1 biasa disebut dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Melitus).
Gambaran Klinis : saat datang pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-gejala
poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi
(abses, infeksi jamur, misalnya kandidiasis). Terapi untuk pasien yang menderita
diabetes melitus tipe 1 lazimnya memerlukan insulin dan tidak dianjurkan minum
antidiabetika oral.
Gambaran klinis : 80% kelebihan berat badan; 20% datang dengan komplikasi
(penyakit jantung iskemik, gagal ginjal, ulkus pada kaki). Pasien dapat juga
datang dengan poliuria dan polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Pasien yang
menderita diabetes melitus tipe 2 tidak tergantung dari insulin dan dapat diobati
dengan antidibetika oral. Tipe NIDDM lazimnya mulai di atas 40 tahun dengan
insidensi lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lanjut.
Dalam artikel ini akan dibahas mengenai sasaran, tujuan, dan strategi terapi serta
obat antidiabetika oral kombinasi metformin dan glinbenklamid untuk penderita
diabetes melitus tipe 2.
SASARAN TERAPI
Sasaran terapi untuk diabetes melitus tipe 2 adalah kadar glukosa darah,
komplikasi, dan pola hidup penderita diabetes melitus tipe 2. Terapi harus
meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan memungkinkan pasien
untuk hidup normal.
TUJUAN TERAPI
Tujuan terapi jangka pendek untuk penderita diabetes melitus tipe 2 adalah untuk
mengurangi tanda dan gejala yang muncul, seperti poliuria (banyak buang air
kecil), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dan untuk
menormalkan kadar glukosa darah. Kira-kira 80% dari semua pasien tipe-2 adalah
terlalu gemuk dengan kadar gula tinggi sampai 17-22 mmol/l, sehingga kadar gula
darah perlu dikontrol dengan nilai normal (4-7 mmol/l).
Untuk mencapai kedua tujuan ini adalah sangat penting mengusahakan regulasi
yang optimal. Regulasi yang optimal dimaksudkan bahwa sepanjang hari kadar
gula darah pada penderita diabetes sangat berfluktuasi, sehingga hendaknya kadar
gula darah dikendalikan dengan nilai normal (4-7 mmol/l). Kontrol glikemik yang
baik menghambat timbul dan berkembangnya semua penyakit mikrovaskular,
penyakit makrovaskular jarang terjadi pada pasien yang tekanan darahnya dapat
terkontrol dengan baik (<140/90 mmHg).
STRATEGI TERAPI
Nonfarmakologis
Strategi terapi nonfarmakologis untuk diabetes melitus tipe 2 adalah dengan diet,
gerak badan, dan mengubah pola hidup (misalnya dengan berhenti merokok, bagi
penderita yang merokok). Diet dilakukan terlebih pada pasien yang kelebihan
berat badan. Makanan juga dipilih secara bijaksana, terutama pembatasan lemak
total dan lemak jenuh untuk mencapai normalitas kadar glukosa darah, dan juga
hindari makan makanan yang banyak mengandung gula berlebih. Gerak badan
secara teratur dapat dilakukan, yaitu seperti jalan kaki, bersepeda, atau olahraga.
Berhenti untuk tidak merokok, karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk
penyerapan glukosa oleh sel.
Farmakologis
Pada saat ini terdapat 5 macam kelas obat hipoglikemik oral untuk pengobatan
DM tipe II, yaitu sulfonilurea, biguanid, meglitinid, -glukosidase inhibitor, dan
agonis receptor (thiazolidin atau glitazon). Obat hipoglikemik oral diindikasikan
untuk pengobatan pasien DM tipe II yang tidak mampu diobati dengan melakukan
diet dan aktivitas fisik. Biguanid dan thiazolidinedion dikategorikan sebagai
sensitizer insulin, dengan cara menurunkan resistensi insulin. Sulfonilurea dan
meglitinid dikategorikan sebagai insulin secretagogues karena kemampuannya
merangsang pelepasan insulin endogen.
Contoh :
Biguanid : metformin
Sulfonilurea dan biguanid tersedia paling lama dan secara tradisional merupakan
pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe 2.
OBAT PILIHAN
Kombinasi ini sangat cocok digunakan untuk penderita diabetes melitus tipe 2
pada pasien yang hiperglikemianya tidak bisa dikontrol dengan single terapi
(metformin atau glibenklamid saja), diet, dan olahraga. Di samping itu, kombinasi
ini saling memperkuat kerja masing-masing obat, sehingga regulasi gula darah
dapat terkontrol dengan lebih baik. Kombinasi ini memiliki efek samping yang
lebih sedikit, apabila dibandingkan dengan efek samping apabila menggunakan
monoterapi (metformin atau glibenklamid saja). Metformin dapat menekan
potensi glibenklamid dalam menaikkan berat badan pada pasien diabetes melitus
tipe 2, sehingga cocok untuk pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami
kelebihan berat badan (80% dari semua pasien diabetes melitus tipe 2 adalah
terlalu gemuk dengan kadar gula tinggi sampai 17-22 mmol/l).
Nama Generik :
Metformin Hidroklorida
Indikasi : menekan nafsu makan, tidak meningkatkan berat badan, indikasi lain
penggunaannya dalam kombinasi dengan sulfonilurea adalah untuk pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan hasil yang tidak memadai hanya dengan pemberian
terapi sulfonilurea.
Dosis : 3 kali sehari 500 mg, atau 2 kali sehari 850 mg, diminum yang diberikan
pada waktu makan. Bila perlu dosis dinaikkan dalam waktu 2 minggu sampai
maksimal 3 kali sehari 1g.
Efek Samping : agak sering tejadi dan berupa gangguan lambung-usus, antara lain
anorexia (kehilangan nafsu makan), mual, muntah, keluhan abdominal, diare
terutama pada dosis di atas 1,5 g/hari. Efek tersebut berhubungan dengan dosis
dan cenderung terjadi pada awal terapi dan bersifat sementara.
Glibenklamid
Indikasi : digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 dimana kadar gula darah tidak
dapat dikontrol hanya dengan diet saja.
Dosis : dosis awal 2,5 mg per hari atau kurang, rata-rata dosis pemeliharaan
adalah 5-10 mg/hari, dapat diberikan sebagai dosis tunggal. Tidak dianjurkan
memberikan dosis pemeliharaan lebih dari 20mg/hari.
Bentuk Sediaan :
Komposisi :
per tab 1,25mg/250mg mengandung glibenklamid 1,25 mg, metformin HCl 250
mg.
per tab 2,5mg/500mg mengandung glibenklamid 2,5 mg, metformin HCl 500 mg.
per tab 5mg/500mg mengandung glibenklamid 5 mg, metformin HCl 500 mg.
Indikasi : terapi tahap kedua untuk diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat
dikontrol dengan diet, olahraga, dan sulfonilurea atau metformin.
Dosis awal : 1,25 mg/250 mg 1-2 kali per hari atau 2,5 mg/500 mg dua kali sehari
bersama makanan
Efek Samping : infeksi saluran nafas atas, diare, sakit kepala, mual, muntah, sakit
perut, pusing.
Resiko khusus : pregnancy risk factor B, tidak boleh digunakan pada wanita hamil
dan menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G, 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8, buku 2, 693-705,
Penerbit Salemba Medika : Jakarta.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information
Handbook, 14th Edition, 742-743, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.
Neal, M.J, 2006, At Glance Farmakologi Medis, ed.5, 78-79, Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Tjay, T.H, Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, ed. 5, 693-712, Penerbit PT
Elex Media Komputindo: Jakarta.
TUGAS COUMPOUNDING AND DISPENSING
KOMBINASI OBAT
Disusun oleh
Tin Kumalasari Hidayat.S.Farm.
0820161170