Anda di halaman 1dari 19

Bayi dengan Kelainan Metabolik Bawaan Defisiensi G6PD

Jonathan Wiradinata
102012134
Kelompok D6
Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Jewehuang@yahoo.com

Pendahuluan
Penyakit genetik sering dimaksudkan oleh pasien atau kaum awam sebagai penyakit
turunan dari keluarganya dan menganggap itu merupakan suatu hal yang sangat serius, sangat
sulit untuk ditangani. Namun tidak semua orang mempunyai kelainan genetik akan
menurunkan kepada anak-anaknya karena ada yang bersifat dominan atau resesif. Gen
dominan adalah gen yang menutupi pengaruh gen resesif, sehingga sifat dominan dari gen akan
muncul. Sifat dominan ini sendiri dapat muncul jika dalam keadaan homozigot dominan
ataupun heterozigot. Jika dalam keadaan heterozigot, fenotipnya sering disebut sebagai normal
carrier (normal, namun membawa sifat-sifat tertentu). Sedangkan gen resesif adalah gen yang
ditutupi sifatnya oleh gen dominan. Sifat dari gen resesif ini sendiri baru muncul hanya dalam
keadaan homozigot resesif.
Sejumlah mutasi gen di kromosom sering kali bermanifestasi pada bagian tubuh yang
lain salah satunya pada perubahan metabolisme dalam sel, tidak terkecuali sel darah. Gangguan
dari protein pembentuk sel darah merah akibat mutasi gen antara lain defisiensi enzim Glucose-
6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD), anemia sel sabit, dan sferositosis herediter. Gejala klinis
tidak selalu dapat terlihat sejak usia dini, akan tetapi sering kali kelainan terdeteksi karena suatu
zat eksogen mengganggu keseimbangan protein yang sudah rentan karena mutasi, sehingga
menyebabkan gejala klinis. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan yang lengkap dan
menggunakan teknologi untuk mendeteksi kelainan pada gen.
Tujuan dibuatnya makalah ini agar pembaca dapat memahami tentang penyakit genetik
yang cukup paling sering ditemukan dikalangan masyarakat, yaitu kekurangan enzim G6PD.
Pada praktiknya, enzim memiliki fungsi spesifik seperti mencerna makanan, membersihkan
darah, memperkuat sistem imun, menghilangkan karbondioksida dari paru-paru, memecah
racun dan sebagainya.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 1


Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis memiliki peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir,
pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, agama), keluhan utama pasien yang mengakibatkan
pasien datang dengan gejala yang sangat signifikan, riwayat penyakit yang diderita dan
sebagainya. Beberapa hal yang ditanyakan secara spesifiknya dalam anamnesis adalah : 1-3
- Identitas pasien.
- Keluhan utama : pada skenario, pasien dibawa ke rumah sakit karena ikterus
- Keluhan tambahan : kejang
- Riwayat penyakit sekarang :
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung .
Apakah ada serangan rasa nyeri? Pada anemia sel sabit, rasa nyeri yang datang
selalu tiba-tiba dan berakhir tiba-tiba.
Jika ada rasa nyeri, perlu ditanyakan predileksinya.
Apakah jenis antibiotik yang pernah dikonsumsi?
Apakah baru-baru ini melakukan aktivitas tertentu di luar ruangan? Atau sedang
mengalami stress?
Bagaimana pola hidup pasien belakangan ini?
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
pada saat ini?
Apakah sejak muncul gejala, gejala bertambah parah seiring waktu?
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan
penyakit yang saat ini diderita.1
- Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1
- Riwayat kesehatan keluarga. Perlu ditanyakan apakah ada keluarga yang di diagnosis
penyakit kelainan tertentu. Defisiensi G6PD, sferosit herediter, dan anemia sel sabit
termasuk penyakit yang diturunkan melalui mutasi gen.1
- Riwayat penyakit menahun keluarga.1

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 2


Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperlukan ketika pasien datang kepada dokter dan hal-
hal yang perlu diperhatikan oleh dokter tersebut ialah kesadaran, suhu, nadi, pernapasan,
tekanan darah. Tanda-tanda vital dapat memberikan pertanda hal apa saja yang terserang
gangguan pada organ-organ dalam diri pasien yang perlu diperiksa oleh dokter.

Inspeksi
Yang perlu diperhatikan adalah:
- Keadaan kulit. Perlu diperhatikan telapak tangan dan bantalan kuku. Pada kondisi
anemia, daerah tersebut akan menjadi pucat (pallor).1,2
- Kondisi konjungtiva dan sklera. Perlu diperiksa apakan skleranya berwarna kuning atau
konjungtiva pucat.
- Aktivitas anak yang diperiksa. Perlu diperhatikan apakah anak tersebut tampak lemas,
mengantuk, dan tidak bersemangat. Jika didapati kondisi tersebut, maka perlu
diperhatikan kemungkinan anak tersebut menderita anemia.1-3

Palpasi
Mengantisipasi hepatoslpenomegali baik akibat anemia hemolitik maupun penyakit lain,
maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik hepar pada anak. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah
- Palpasi hepar dilakukan dengan meletakkan tangan kiri dibelang penderita menyangga
costa ke-11/12 sejajar, minta penderita rileks. Hepar didorong ke depan, diraba dari
depan dengan tangan kanan (bimanual palpasi). Tangan kanan ditempatkan pada lateral
otot rektus kanan, jari di batas bawah hepar dan tekan lembut ke arah atas. 1,2
-
Pasien diminta bernafas dalam sehingga terasa sentuhan hepar bergerak ke bawah
(tangan dikendorkan agar hepar meluncur dibawah jari sehingga meraba permukaan
yang lunak tidak berbenjol, tepi tegas/tajam, tidak ada pembesaran).1,2

Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 3


dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga
yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat). 1
Perkusi batas bawah hepar: Mulai dari bawah umbilikus kanan, perkusi dari bawah ke
atas sampai suara redup (tidak ada pergeseran ke bawah/ Obstruksi paru kronik). Dilanjutkan
perkusi batas atas hepar: daerah paru ke bawah sampai suara redup. Tinggi antara daerah redup
(tidak ada pembesaran hepar) diukur.1,2

Auskultasi
Auskultasi perlu dilakukan terutama pada bagian dada. Suara pernapasan dan suara
jantung perlu diperhatikan. Pada kondisi anemia berat, seringkali ditemukan murmur pada
bunyi jantung.3

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperoleh diagnosis kerja, selain hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Beberapa uji untuk mendeteksi defisiensi G6PD telah
tersedia. Setiap uji memiliki keunggulan dan kelemahan. Berikut ini adalah beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi
Pemeriksaan darah lengkap yang diperiksa adalah jumlah eritrosit, leukosit,
kadar hemoglobin, hematokrit, retikulosit dan jumlah trombosit. Patokan nilai normal
dapat berbeda-beda tergantung alat yang dipakai di tiap-tiap laboratorium. Akan tetapi
nilai rujukan yang dapat digunakan secara universal untuk anak-anak adalah3-4 :
1. Hitung sel darah merah : 3,8 5,8 juta sel darah merah / L
2. Hitung sel darah putih : 4.000-10.000 sel/mikroliter.
3. Hemoglobin : 10-14,5 mg/dL.
4. Hematokrit : 31-43%.
5. Hitung trombosit : 150.000-450.000 trombosit/mikroliter.
6. Laju endap darah (LED): pria (0-10 mm/jam); wanita (0-20 mm/jam)
7. Hitung jenis leukosit : neutrofil (55-70%); eosinofil (1-3%); basofil (0-1%); limfosit
(20-40%); monosit (2-8%)
8. Hitung retikulosit : 0,5-2,5% dari hitung sel darah merah total

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 4


Melalui pemeriksaan darah lengkap, dapat diketahui mean corpuscular volume
(MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), dan mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC). MCV adalah nilai hematokrit dibandingkan dengan jumlah
eritrosit. MCH adalah kadar hemoglobin dibandingkan dengan jumlah eritrosit.
Sedangkan MCHC adalah kadar hemoglobin dibandingkan dengan nilai hematokrit.
Ketiga hitungan tersebut menunjukkan nilai eritrosit rata-rata.3,4 Nilai rujukan untuk
ketiga hitungan tersebut adalah :
1. MCV = 84-99 m3
2. MCH = 26-32 pg/sel
3. MCHC = 30-36 g/dl
MCV dan MCH yang rendah merujuk pada morfologi eritrosit mikrositik
hipokrom yang biasa dijumpai pada anemia defisiensi besi. MCV yang konsisten
dengan anemia megaloblastik. Sedangkan MCV dan MCHC yang tinggi
mengindikasikan sferositosis. Apabila pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan
secara otomatis, maka red cell distribution width (RDW) juga dapat ditentukan.
Normalnya adalah 11.5-14.5 coefficient of variation. Peningkatan RDW menunjukkan
anisositosis yang merujuk pada anemia hemolitik. Selain itu, peningkatan retikulosit
menunjukkan terjadinya penurunan jumlah eritrosit, namun bukan ciri khas dari anemia
hemolitik. 3-5

2. Uji Fluoresen spot


Uji ini direkomendasikan oleh International Comittee for Standardization in
Hematology, merupakan uji semikuantitatif yang mudah, murah, dan cepat. Tes direk
yang langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD. Standar perhitungan adalah
berdasarkan spektrofotometer. Tes spot fluorescent Beutlers merupakan tes skrining
populer yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD, ditempatkan di
kertas filter dan disinari ultra violet (450 nm). Fluoresensi menunjukkan aktivitas
G6PD. Tes ini paling mudah meskipun masih jauh dari ideal.6

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 5


.
Gambar 1. Tes Fluorescent Spot G6PD

3. Test Indirek Reduksi Methemoglobin


Tes indirek yang mencakup tes reduksi methemoglobin. Sel eritrosit direaksikan
dengan nitrit dan substrat glukosa kemudian tingkat NADPH-dependent
methaemoglobin reduction dinilai dengan katalis redoks. Derajat NADPH-dependent
methaemoglobin reduction berkorelasi dengan aktivitas G6PD. Metode indirek lain
menggunakan kromofor seperti brillian cresil blue, resazurin, formazan untuk
memantau produksi NADPH.6

4. Test Sitokimia
Tes sitokimia yang menilai status G6PD eritrosit, dapat digunakan untuk deteksi
laki-laki defisiensi homozigot, perempuan defisiensi homozigot dan heterozigot. Tes
sitokimia mencakup methaemoglobin elution test dengan melabel eritrosit berdasarkan
jumlah relatif methemoglobinnya sesuai metode indirek dengan tes reduksi methe-
moglobin. Metode terbaru sitofluorometrik mendeteksi autofluoresens terinduksi
glutaraldehid dengan formazan yang menggunakan teknik flowsitometri.6

5. Pemeriksaan Kadar Bilirubin


Pemeriksaan bilirubin. Ada dua jenis bilirubin, direk dan indirek. Bilirubin
direk larut dalam air dan dapat diperiksa melalui urin sedangkan bilirubin indirek tidak
larut air dan hanya dapat diperiksa melalui darah. Pada pemeriksaan serum, nilai normal
bilirubin total adalah 0.2-1 mg%, bilirubin direk adalah 0 - 0.2 mg%, dan bilirubin
indirek adalah 0.2-0.8 mg%. Pada kondisi anemia hemolitik, bilirubin serum biasanya
<3mg/dL. Nilai yang lebih tinggi merujuk ke gangguan fungsi hepar ataupun
kolestasis.3

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 6


6. Analisis DNA
Analisis dna merupakan metode molekuler, yaitu dengan teknologi PCR, metode ini
tidak dipengaruhi oleh proses hemolitik. Keuntungan uji ini adalah kemampuan
mengidentifikasi populasi subgroup, jenis mutasi, perempuan heterozigot, sampel
berupa darah kering pada kertas saring dan tahan terhadap pemanasan. Kelemahannya
adalah metode molekuler ini rumit, membutuhkan peralatan dan sumber daya manusia
yang sangat tinggi, mahal dan hasilnya baru diketahui dalam 1 minggu. Teknik ini
tidak direkomendasika sebagai metode skrinning.7

Working Diagnosis
X-Linked Inborn Error of Metabolism : Defisiensi G6PD
X-linked Inborn error metabolism atau dikenal sebagai kelainan metabolisme bawaan
kromosom X adalah kelainan pada tingkat gen yang berdampak pada defisiensi atau disfungsi
protein yang berperan sebagai enzim atau protein transport yang dibutuhkan dalam proses-
proses metabolisme dalam tubuh. Salah satunya yaitu defisiensi G6PD.
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi
pertama fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk
tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan
sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan
menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi. Eritrosit tidak memiliki mitokondria
sehingga jalur pentosa fosfat merupakan satu-satunya sumber NADPH, sehingga pertahanan
terhadap kerusakan oksidatif tergantung pada G6PD.
Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering
dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan
peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi NADPH. Peran G6PD pada
metabolisme eritrosit untuk metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi (ATP) yang
digunakan unutk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok
bagi eritrosit. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden Meyerhof yang
melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase, sebagian kecil
glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan
bantuan enzim G6PD untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi
hemoglobin dan membran eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa
fosfat isomerase dan G6PD dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 7


Defisiensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan
terkait dengan kromosom X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom x
(Xq28). Kebanyakan pasien defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala hingga terpapar obat-
obatan pengoksidasi, infeksi, dan makan kacang fava.8
G6PD dikode oleh gen Xq28. Mutasi pada gen ini menyebabkan defisiensi G6PD. Laki-
laki hanya memiliki satu kromosom X, sehinggan defisiensi G6PD tergantung apakah
kromosom X tersebut membawa gen G6PD abnormal. Perempuan memiliki dua kromosom X,
sehingga perempuan bisa saja homozigot normal, homozigot defisiensi G6PD, dan heterozigot
defisiensi G6PD. Fenotip heterozigot disebut juga dengan intermdiate. Inaktivasi kromosom X
pada perempuan menyebabkan hanya satu kromosom X aktif pada setiap sel seorang
perempuan. Seorang perempuan merepresentasikan mosaikisme sel, terdiri dari kromosom X
paternal atau maternal aktif fenomena ini dikenal sebagai hipotesis Lyon. Pada perempuan
heterozigot, terdapat dua populasi eritrosit yaitu dengan aktivitas G6PD yang normal dan
defisiensi G6PD.WHO merekomendasikan klasifikasi defisiensi G6PD ke dalam 5 kelas
tergantung kadar aktivitas enzim dalam eritrosit, yaitu :8
1. Kelas I termasuk varian defisiensi yang berat dan berhubungan dengan anemia
hemolitik kronik nonsferositik. Aktivitas enzim G6PD yang tersisa <1% atau tidak
terdeteksi

2. Kelas II memiliki kurang dari 10% sisa aktivitas enzim, tetapi tanpa anemia hemolitik
kronik nonsferositik dan termasuk varian mediterania dan oriental barat.

3. Kelas III merupakan defisiensi G6PD sedang, sisa aktivitas enzim 10 60% dari normal
dan anemia hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau infeksi

4. Kelas IV memiliki aktivitas enzim normal

5. Kelas V memiliki aktivitas enzim yang meningkat >110%

Varian kelas IV dan V secara biologis, genetic dan antropologis tidak didapat gejala klinik.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 8


Gambar 2. Letak G6PD pada Kromosom
Differential Diagnosis
Intoksikasi Naphtalene
Diagnosis dapat dicapai melalui anamnesis yang lengkap mengenai onset gejala setelah
menghirup uap kapur barus yang dimana ditemui pada saat bayi diganti bajunya oleh sang ibu
di UGD, tercium bau kamper yang kuat. Pada umumnya, gejala hemolisis ataupun
methemmoglobinemia akibat intoksikasi naphtalene baru dapat terlihat 1-2 hari setelah
paparan. Anemia sekunder yang disebabkan hemolisis biasanya belum mencapai titik
terendahnya sampai 3-5 hari setelah paparan. Naphtalene dan metabolitnya dapat dijumpai di
darah dan urin, namun tidak memberikan informasi yang berguna untuk menangani intoksikasi
akut.
Anemia hemolitik et causa medikamentosa
Diagnosis dapat dicapai melalui anamnesis yang lengkap mengenai jenis obat-obatan
yang sedang dikonsumsi oleh pasien dan sudah berapa lama obat-obatan tersebut dikonsumsi.
Hasil laboratorium yang dapat mengonfirmasi anemia ini adalah retikulosis, anemia, MCV
tinggi, tes Coombs positif, leukopenia, trombositopenia, hemoglobinemia, dan
hemoglobinuria.
Anemia sel sabit
Sindrom sel sabit dapat dilihat melalui anemia hemolitik, morfologi eritrosit, dan nyeri
iskemik yang intermitten. Diagnosis di konfirmasi melalui elektroforesis hemoglobin dan
sickling test. Pemeriksaan profil hemoglobin sebaiknya dilakukan untuk membedakan anemia
sel sabit dari thalasemia.
Sferosit herediter
Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan terhadap morfologi sel darah merah
dan uji osmotic-fragility. Hasil uji osmotic-fragility pada darah pasien sferosit herediter akan
didapati penurunan daya tahan osmotik sel darah merah, karena sel darah sferosit mudah lisis
walaupun sudah menggunakan larutan yang isotonis.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 9


Etiologi
Adanya mutasi dari kromosom. Yang dapat juga dipicu oleh beberapa obat obatan yaitu

Tabel 1. Tabel obat-obat dan bahan kimia yang dapat menyebabkan hemolisis pada pasien defisiensi G6PD
doubtful
definite association possible association association
antimalaria primaquine chloroquine mepacrine
pamaquine quinine
sulfonamides sulfanilamide sulfamidine sulfadiazine
sulfacetamide sulfazalzine sulfafurazole
sulfapyridine
sulfamethoxazole
sulfones dapsone
nitrofurantoin nitrofurantoin
antipyretic or
analgetic acetanilide aspirin paracetamol
phenacetin
aminosalicyclic
other drugs nalidaxic acid ciprofloxaxin acid
niridazole chloramphenicol doxorubicin
methylthionium vitamin k analogues probenecid
phenazopyridine ascorbic acid dimercaprol
zo- trimoxazole mesalazine
other chemicals napthalene acalypha indica extract
a2,4,6- trinitrotoluone

Epidemiologi
Defisiensi G6PD diperkirakan diderita 400 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi
tertinggi ditemukan di negara - negara Sub-Sahara Afrika terutama di daerah-daerah dengan
endemisitas malaria tinggi. Prevalensi tinggi ditemukan di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara
dan Amerika Latin. Di Amerika Serikat, defisiensi G6PD terutama diderita keturunan Afrika
dan Mediterania. Di Indonesia,prevalensi defisiensi G6PD berkisar 2,7% hingga 14,2%.
Prevalensi defisiensi G6PD yang tinggi di daerah endemis malaria dikaitkan dengan resistensi
terhadap infeksi malaria.8

Patofisiologi
G6PD merupakan enzim yang dapat ditemukan pada semua sel di dalam tubuh. G6PD
mengkatalisasi langkah pertama jalur pentosa fosfat. Jalur ini menghasilkan nicotinamide

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 10


adenine dinucleotide phosphate tereduksi (NADPH) yang penting untuk reaksi biokimia dan
proteksi terhadap kerusakan oksidatif membran. G6PD mereduksi NADP menjadi NADPH.
NADPH merupakan sumber ion hidrogen untuk reduksi glutation teroksidasi oleh enzim
glutation peroksidase. NADPH yang dihasilkan dipakai untuk mereduksi GSSG menjadi GSH
yang mendetoksifikasi H2O2.
Glukosa 6 fosfat dehidrogenase memiliki peran penting dalam proses metabolisme
eritrosit. Eritrosit tidak memiliki sumber alternatif untuk menghasilkan NADPH, sedangkan
sel lain mendapatkan NADPH melalui enzim mirip heksokinase lainnya. Semakin tua usia
eritrosit, jumplah G6PD semaki berkurang. Eristrosit matur tidak memiliki inti, mitokondria
dan ribosom, sehingga tidak mampu memproduksi protein baru. Oksidasi membran eritrosit
dan hemoglobin memperpendek masa hidup eritrosit dan mengakibatkan hemolisis.6

Gambar 3. Patofisiologi Defisiensi Enzim G6PD

Gejala Klinik
Sebagian besar penderita defisiensi G6PD tidak bergejala dan tidak mengetahui
kondisinya. Anemia hemolitik akut pada pasien yang defisiensi G6PD biasanya dipicu oleh
fava beans, infeksi, zat kimia dan obat-obatan. Defisiensi G6PD pada bayi baru lahir timbul di
hari ke 2-5 sama seperti gejala kuning biasa. Bedanya, kuningnya turun dalam jangka waktu
agak lama. Seperti yang kita ketahui, enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari
reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 11


penghancuran (hemolisis). Terjadinya hemolisis ditandai dengan demam yang disertai
jaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa. Urin juga berubah warna menjadi
jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan lemah, frekuensi pernapasan
meningkat), dan tanda kelelahan. Onsetnya bisa tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Anemia
yang terjadi bisa ringan sampai berat. Anemia biasanya normositik dan normokrom karena
hemolisis yang terjadi intravaskular. Oleh sebab itu, muncul hemoglobinuria, hemoglobinemia,
LDH (Laktat dehidrogenase) yang tinggi dan plasma haptoglobin yang rendah atau tidak ada
sama sekali. Dari pemeriksaan darah, ditemukan hemighosts (sel darah merah dengan
hemoglobin tidak merata) dan bite cells atau blister cells (sel darah merah yang tampak seperti
digigit) yang merupakan ciri khas dari anemia hemolitik akut.9

Gambar 4. Anak dengan Kekurangan Enzim G6PD

Genetik Konseling
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berkaitan dengan masalah-
masalah manusia yang berhubungan dengan kejadian atau resiko terjadinya kelainan genetik
dalam keluarga. Prinsip dasar dari konseling genetik adalah seorang konselor hendaknya
memberikan informasi kepada pasien yang mendatanginya, bukanlah nasehat. Secara universal
telah disepakati bahwa konseling genetik sifatnya jangan memaksa dan tidak mengarahkan
pasien terhadap tindakan khusus tertentu. Selain itu, konselor genetika hendaknya dapat
melakukan pendekatan yang sifatnya bukan mengajukan pendapat. Tujuan dari konseling
genetik adalah memberikan informasi dan support kepada keluarga yang memiliki risiko atau
sudah memiliki anggota keluarga dengan kelainan genetik. Proses ini melibatkan upaya
konselor dalam membantu sebuah keluarga untuk:
Memahami fakta medis, termasuk diagnosis.
Memahami bahwa adanya keterkaitan penyakit tersebut dengan pewarisan keturunan
dan risiko terjadinya penyakit berulang pada keluarga.
Memahami pilihan-pilihan dalam menangani penyakit.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 12


Umumnya, seseorang pergi ke seorang konselor genetik sebelum atau selama masa kehamilan
untuk mendiskusikan kemungkinan faktor-faktor yang dapat meningkatkan peluang memiliki
anak dengan kelainan. Konseling genetik diberikan kepada orang tua yang sebelumnya
(mungkin) memiliki anak dengan kelainan genetik, salah satu orang tua (mungkin) memiliki
kelainan genetik, dan pasien yang keluarganya (mungkin) memiliki kelainan genetik. Berikut
adalah hal-hal yang dilakukan dalam konseling genetik, yakni :9
- Reaching accurate diagnosis
Hal-hal yang dilakukan adalah mencari tahu tentang sejarah keluarga pasien.
Hal tersebut berguna untuk untuk menegakkan diagnosis. Kemudian, melakukan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan berguna untuk mencari tahu adanya
penyakit lainnya pada pasien. Selain itu, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan radiologi, dan analisis DNA. Analisis DNA digunakan untuk memastikan
penyakit yang diderita pasien merupakan kelainan genetik.
- Estimation of recurrence risk
Hal yang dilakukan meliputi pembuatan pedigree dan menerapkan perhitungan risiko
terjadinya penyakit. Pembuatan pedigree berguna untuk mengetahui tentang kelainan
genetik lain yang pernah diderita keluarga pasien. Selain itu, dengan adanya pedigree,
dapat dilihat pula apakah adanya kemungkinan pernikahan saudara.
- Genetic counseling
Pada konseling genetik, konselor memberikan alternatif-alternatif yang dapat diambil
oleh keluarga pasien untuk menghindari terulangnya kasus yang sama. Selain itu,
konselor juga melakukan kalkulasi risiko.
- Desicion making
Konselor hanya memberikan pilihan-pilihan kepada keluarga pasien, sehingga harus
menghormati semua keputusan yang akan diambilnya.
Dalam memastikan diagnosis, tes genetik yang dapat dilakukan adalah :9
Carrier Testing: tes yang dilakukan untuk menentukan apakah seseorang membawa
satu salinan mutasi gen untuk suatu penyakit resesif tertentu. Cara yang dilakukan pada
tes ini adalah dengan analisis langsung dari gen, gen yang telah diekstrasi dari sel darah
akan diuji untuk melihat adanya mutasi. Jenis tes ini ditawarkan kepada seseorang yang
memiliki sejarah keluarga dengan kelainan genetik.
Pre-implementation Genetic Diagnosis (PGD): teknik khusus yang dapat mengurangi
risiko memiliki anak dengan kelainan genetik. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi
perubahan genetik pada embrio yang dibuat dengan fertilisasi in vitro.
Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 13
Prenatal Testing: tes ini digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam gen atau
kromosom pada janin. Tes ini ditawarkan selama kehamilan jika ada peningkatan risiko
bayi yang akan dilahirkan memiliki kelainan genetik. Contohnya yaitu amniosintesis
yang melakukan tindakan pengambilan cairan ketuban pada kehamilan 15-20 minggu
untuk melihat ada kelainan kromosom atau tidak dan cordosintesis yang melakukan
tindakan pengambilan darah janin melalui vena tali pusat pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu yang bertujuan selain mengecek adanya kelainan kromosom atau tidak,
juga dapat mengecek apakah janin mengalami anemia atau tidak (cek Hb dan Ht janin).
Screening terbaik untuk defisiensi G6PD dilakukan cordosintesis.
Newborn Screening: tes ini dilakukan hanya setelah kelahiran anak untuk
mengidentifikasi gangguan genetik yang dapat diobati sedini mungkin.
Diagnostic/confirmatory Testing: tes yang digunakan untuk mengidentifikasi atau
mengkonfirmasi diagnosis suatu penyakit berdasarkan tanda-tanda fisik dan gejala.
Selain itu berguna untuk memprediksi perjalanan penyakit dan penentuan pemilihan
pengobatan. Tes ini dapat dilakukan sebelum kelahiran atau selama pasien hidup.
Predictive Testing: tes untuk menentukan kemungkinan bahwa seseorang yang sehat
dengan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu atau tidak, mungkin akan
menderita penyakit tersebut.
Ada juga pilihan yang dapat diberikan oleh seorang konselor genetika kepada keluarga pasien
yang memiliki risiko anaknya mengalami kelainan genetik jika ingin menambah keturunan,
yakni:
Menerima risiko yang akan terjadi dan tetap mengandung anaknya.
Melakukan prenatal diagnosis.
Melakukan preimplantasi diagnosis.
Mendapatkan anak melalui gamete donation.
Mengadopsi anak.
Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, ada baiknya pasangan
yang belum menikah untuk melakukan pemeriksaan pranikah. Pemeriksaan tersebut berguna
untuk mengetahui kondisi pasangan serta proyeksi masa depan pernikahan, terutama berkaitan
dengan genetika.9

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 14


Gambar 5. Pedigree X-Linked Resesif Pada Umumnya

XnY XnXp

XnXn XpY XnXp XnY XnXn XnXp XpY

XnY XpXp XpY


XnXp XnXp XnY XnXp

Putih : Normal
Biru : Affected Male
Kuning : Carriers
Hijau : Affected Female (Pasien pada scenario)

Gambar 6. Pedigree Defisiensi G6PD pada kasus

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 15


Tata Laksana
Defisiensi enzim G6PD yang dapat menyebabkan anemia hemolitik, ikterus maupun
manifestasi non hemolitik yang merupakan kelainan genetik yang diwariskan secara X-linked
resesif. Karena itu, kelainan ini tidak dapat disembuhkan. Tata laksana utama kelainan enzim
G6PD berupa upaya pencegahan. Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan bila telah
diketahui masalah yang harus dihadapi. Pendekatan ini memerlukan pemahaman pasien dan
bisa tercapai jika ada program skrining defisiensi G6PD. Untuk itu merupakan hal penting
untuk mendapatkan karakteristik gen G6PD dan pola variasi gen G6PD sehingga membantu
untuk diagnosis dini dan mempelajari sejauh mana permasalahan defisiensi G6PD ini sebagai
etiologi penyebab anemia hemolitik atau gejala klinis yang lain. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan ialah
1. Upaya pencegahan primer
Upaya pencegahan primer termasuk skrining untuk mengetahui frekuensi
(angka kejadian) kelainan enzim G6PD di masyarakat yang membantu diagnosis dini
karena sebagian besar defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga
pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita defisiensi G6PD
yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami serta disadari yang
dapat mengakibatkan diagnosis dini terlewatkan. Masih termasuk pencegahan primer
yaitu dengan memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai
kelainan enzim G6PD, termasuk berupa konseling genetik pada pasangan resiko tinggi.
2. Upaya pencegahan sekunder
Upaya pencegahan sekunder berupa pencegahan terpaparnya penderita
defisiensi enzim G6PD dengan bahan bahan oksidan yang dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang merugikan (obat-obatan, kacang fava,dll) sehingga dapat
tercapai sumber daya manusia yang optimal. Sekali diagnosa defisiensi enzim G6PD
ditegakkan, orang tua harus dianjurkan untuk menghindari bahan bahan oksidan
termasuk obat obat tertentu, juga harus dijelaskan mengenai resiko terjadinya hemolisis
pada infeksi berulang. Selain itu juga perlu dilakukan skrining G6PD pada saudara
kandung dan anggota keluarga yang lainnya.
3. Upaya pencegahan tersier
Upaya pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi akibat
paparan bahan oksidan maupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik yang
merugikan, seperti mencegah terjadinya kern ikterus pada hiperbilirubinemia neonatus

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 16


yang dapat menyebabkan retardasi mental, mencegah kerusakan ginjal maupun syok
akibat hemolisis akut masif maupun mencegah terjadinya juvenile katarak pada
penderita defisiensi enzim G6PD.
4. Imunisasi
Beberapa jenis imunisasi yang dianjurkan bagi penderita defisien enzim G6PD
adalah imunisasi hepatitis A dan B. Imunisasi terhadap parvovirus B19 dianjurkan
karena infeksi virus ini dapat menyebabkan krisis aplastik pada penderita defisien
enzim G6PD. Imunisasi terhadap pnemococcus, meningococcus dan hemophilus dalam
vaksin polivalen juga direkomendasikan terutama bagi penderita yang akan menjalani
operasi splenektomi
Oleh karena itu biasanya Hemolisis akut akibat G6PD tidak lama dan tidak memerlukan
terapi spesifik. Pada kasus jarang (biasanya anak-anak) dapat terjadi anemia berat yang
memerlukan transfusi darah. Ikterus neonatorum akibat defisiensi G6PD diterapi seperti ikterus
neonatorum kausa lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi
fototerapi untuk mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi darah
mungkin diperlukan. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital terkadang mengalami
anemia terkompensasi yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika ada eksaserbasi
akibat stres oksidatif yang dapat memperburuk anemianya. Pasien anemia hemolitik non-
sferosis kongenital biasanya mengalami splenomegali tetapi tindakan splenektomi jarang
memberi keuntungan. Batu empedu juga merupakan komplikasi akibat hemolisis karena
defisiensi G6PD.10

Komplikasi
Defisiensi G6PD dapat menyebabkan kernikterus, palsi serebral dan kematian.
Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan krisis hemolisis pada anak dan usia dewasa bila
mengkonsumsi obat atau kacang fava. Frekuensi dan beratnya komplikasi ini sangat
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan kecenderungan genetik.

Prognosis
Prognosis disini baik apabla pasien dapat menghidar dari faktor pencetus seperti obat-
obatan, infeksi, atau mengkonsumsi kacang fava

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 17


Penutup
Kesimpulan
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi
pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk
NADPH (bentuktereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Defisiensi G6PD
merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan kromosom X
sehingga tergolong X-linked inborn of metabolism. Gen pengkode enzim ini ter-letak di lengan
panjang kromosom X (Xq28). Prevalensi penyakit ini ditemukan tinggi di Afrika, Mediterania,
Asia Tenggara dan Amerika Latin terutama di daerah dengan endemisitas malaria yang tinggi.
Prevalensi di Indonesia berkisar 2,7% hingga 14,2%. Sebagian besar penderita defisiensi G6PD
tidak bergejala dan tidak mengetahui kondisinya. Penyakit ini muncul apabila eritrosit
mengalami stres oksidatif dipicu obat, infeksi, maupun konsumsi fava beans. Defisiensi G6PD
biasanya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut yang diinduksi obat maupun infeksi,
favisme, ikterus neonatorum maupun anemia hemolitik non sferosis kronis. Strategi
penatalaksanaan defisiensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis adalah
mencegah stres oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava) serta juga Skrining
dan diagnosis defisiensi G6PD pada neonatus yang dapat dilakukan dengan konseling genetik
dimana bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.

Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h.77-89.
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2009.h.166-290.
3. Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. USA: Elsevier;
2011.h.1648-80.
4. Harmening DM. Clinical hematology and fundamentals of hemostasis. Edisi ke-5.
Philadelphia: FA Davis Company; 2009.h.265-6.
5. Fauci AS, et al. Harrisons principles of internal medicine. Edisi ke-18. USA: McGraw-
Hill Companies; 2011.h.872-86.
6. Peters AL, Noorden CJV. Glucose-6-phospate dehydrogenase deficiency and malaria:
cythochemical detection of heterozygous G6PD deficiency in women. Amsterdam; J
Histochem Cytochem; 2009.h.1003-11.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 18


7. Kaplan M, Hammerman C. Exchange transfusion for neonatal hyperbilirubinemia with
glucose-6-phosphate deficient blood. USA; Pediatric Health; 2009.h.119-23.
8. Farhud DD, Yazdanpanah L. Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
deficiency. Iranian J Publ Health; 2008.h.1-18.
9. Schmerler S. Risk management issues in Genetic Counseling. New York; Springer;
2008.h.127.
10. Cappellini MD, Fiorelli G. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency. The J
Lancet; 2008.h.64-74.

Jonathan Wiradinata 102012134 Hal 19

Anda mungkin juga menyukai