A. Keorganisasian
Salah satu amanat Kongres XVIII dalam memasuki era reformasi adalah
memperbaiki persepsi yang keliru terhadap PGRI yang selama ini telah terkontaminasi
dalam proses perjalanan masa lalu. Hal itu perlu dilakukan mengingat masih banyaknya
pihak yang belum memiliki wawasan yang komprehensif terhadap PGRI. Masih banyak
pihak yang memandang PGRI hanya dari aspek tertentu secara sempit dalam bentuk
serpihan-serpihan yang tidak terpadu dan dilandasi oleh pentingan tertentu. Sebagai
akibatnya adalah berkembangnya persepsi yang kurang tepat terhadap PGRI. Keadaan itu
sudah tentu banyak menimbulokan hal yang kurang menguntungkan bagi PGRI dan
terutama bagi anggotanya. Bagian ini ditunjukan untuk memberikan rambu-rambu yang
dapat memberikan citra yang tepat bagi PGRI.
Pada pasal 4 Anggaran Dasar PGRI dijelaskan bahwa PGRI merupakan Organisasi
Nasional yang bersifat :
1. Unitaristik
Yaitu mewadahi semua guru tanpa memandang ijazah, tempat bekerja, kedudukan,
suku, jenis kelamin, agama, dan asal-usul.
2. Independen
Yang berarti bahwa PGRI berlandaskan pada prinsip-prinsip kemandirian organisasi
dengan berbagai pihak,
3. Non-Politik praktis
Yaitu tidak terikat dan atau mengikatkan diri pada kekuatan organisasi/partai politik
manapun.
Perlu dimaklumi bahwa dalam perjalananya sejak kelahirannya lebih dari setengah
abad yang lalu bersamaan dengan kelahiran Republik Indonesia, PGRI telah membuktikan
dirinya sebagai organisasi yang masih lestasi hingga kini tentunya untuk masa-masa yang
akan datang. Dalam menghadapi tantangan era global memasuki abad ke-21, PGRI harus
tetap konsisten terhadap jati diri yang bersumber pada visi dan misi depannya, yaitu
mewujudkan PGRI sebagai organisasi dinamis, mandiri, dan berwibawa yang dicintai oleh
anggotanya, disegani oleh mitranya dan diakui keberadaannya oleh masyarakat luas.
Dengan visi ini PGRI mengemban sejumlah misi yang harus diwudkan.
a) Misi pertama adalah misi nasional, yaitu misi untuk mempertahankan, mengisi dan
mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur.
b) Misi kedua adalah misi pembangunan nasional, yaitu ikut berperan serta untuk
menyukseskan pembangunan nasional sebagai bagian pengisian kemerdekaan.
c) Misi ketiga adalah misi pendidikan nasional, yaitu ikut berperan serta aktif dalam
menyukseskan pendidikan nasional sebagai bagian pembangunan nasional khususnya
dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia.
d) Misi keempat adalah misi profesional, yaitu misi untuk memperjuangkan perwujudan
guru profesional dengan hak dan martabatnya serta pengembangan kariernya.
e) Misi yang kelima adalah misi kesejahteraan, yaitu memperjuangkan tercapainya
kesejahteraan lahir dan batin para guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Strategi dasar dalam reformasi organisasi adalah meningkatkan kualitas komunikasi
organisasi dan peningkatan keberdayaan sumber daya manusia organisasi dalam berbagai
jenjang. Untuk mewujudkan amanat tersebut, PGRI menggunakan empat strategi dasar
dengan metode :
1. Intesifikasi silaturahmi secara vertikal, horizontal, dan diagonal baik internal maupun
eksternal.
2. Optimalisasi kemitraan secara seimbang dengan berbagai pihak terkait atas dasar
saling menghormati.
3. Aktualisasi program kerja yang lebih berpusat pada hak dan martabat anggota.
4. Transparansi manajemen organisasi dalam bebagai tingkatan organisasi.
a) Imbal jasa,
b) Rasa aman,
c) Kondisi kerja,
d) Hubungan antar-pribadi,
e) Kepastian karier. Beberapa aktifitas proses dan hasil program berkenaan dengan
kesejahteraan antara lain sebagai berikut :
1. Tahun 1999
a. Pada bulan Juni 1999 PB-PGRI bekerjasama dengan RCTI dengan sponsor
perusahaan B-29 dapat memberikan bantuan kepada sekitar 200 guru masing-
masing Rp 1.000.000. data akurat belum diberikan kepada PB-PGRI sedangkan
bantuan langsung disampaikan oleh RCTI B-29.
b. Tanggal 18 November 1999 PB-PGRI bekerjasama dengan universitas terbuka
mendapat dana dari kantor menko kesra bagi 1000 orang guru untuk menempuh
Program D-II Guru SD 1000 orang anak guru yang kuliah pada perguruan guru
negri.
c. Melakukan advokasi kepada Presiden BJ Habibie dan desakan ke DPR-RI yang
kemudian membuahkan hasil seluruh pegawai negri mendapatkan tunjangan
penghasilan sebesar Rp 150.000.
2. Tahun 2000
a. Mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Megawati. PB-PGRI mengajukan
agar anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 25% dari APBN.
b. Advokasi kepada Mendiknas dengan substansi yang sama.
c. Advokasi kepada Ketua/Pimpinan DPR-RI untuk substansi sama dengan yang
diajukan kepada Presiden.
d. Karena Anggaran Pendidikan pada zaman Presiden Soeharto hanya 9% dari
APBN, pada masa Presiden BJ Habibie dijanjikan 20%, tetapi pada masa Presiden
KH. Abdurrahman Wahid anggaran pendidikan hanya 3,8% yang kemudian
memicu PB-PGRI untuk berjuang lebih intensif.
e. PB-PGRI membuat satuan Tugas yang dinamakan, Komite Perjuangan
Perbaikan Kesejahteraan Guru disingkat KP2KG. Satgas ini bertugas secara
khusus dan intensif untuk memperjuangkan kesejahteraan guru melalui berbagai
pendekatan dan cara.
f. Dengan KP2KG, PB-PGRI mengadakan advokasi ke Wapres Megawati,
Mendiknas, Ketua Bappenas, Pimpinan DPR-RI dan 10 Fraksi di DPR-RI.
Sambutan cukup baik meskipun dalam pelaksanaan kurang memberikan harapan
yang nyata kepada PGRI.
g. KP2KG menyerukan kesiapan perjuangan kepada KP2KG tingkat I dan II bahkan
sampai anggota agar perjuangan butir-butir yang telah dirumuskan secara nasional
dengan tema Guru Menggugat.
3. Tahun 2001
a. Keluarnya Keppres 64/2001 tentang kenaikan gaji (pokok gaji) dan kenaikan
tunjangan fungsional yang diberlakukan mulai Januari 2001.
b. Melalui kerjasama dengan Ditjen Dikdasmen (Direktorat Tenaga Kerja Pendidikan)
dalam pelaksanaannya, PGRI disemua tingkatan diikutsertakan dalam komite
pengelolaan.
c. Menjelang peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2001, Presiden sangat peduli
dengan kesejahteraan guru dan setuju apabila guru memiliki satu sistem penggajian
tersendiri.
d. Dalam kesempatan itu kesempatan itu PB-PGRI menyampaikan makalah yang
berjudul Sistem Remunerasi Guru yang Berkeadilan yang mendapat respon
positif. Lokakarya juga menyepakati bahwa sambil menata suatu sistem remunerasi
yang khusus, akan diupayakan realisasi tunjangan fungsional guru.
4. Tahun 2002
a. PB-PGRI terus mendorong pemerintah dan DPR-RI agar semua komitmet yang
telah dinyatakan di tahun 2001 segera direalisasikan.
b. Menjelang sidang tahunan MPR, PB-PGRI melakukan lobi dan advokasi dengan
berbagai unsur di DPR dan MPR dengan kaitan amandemen UUD 1945. hasil
yang dicapai adalah adanya amandemen Pasal 31 UUD1945 termasuk hal yang
berkenaan dengan dengan anggaran pendidikan (pasal 31 ayat 4).
c. PB-PGRI terus memperjuangkan agar otonomi daerah desentralisasi pendidikan
dapat dilaksakan dengan memposisikan pendidikan dan guru swbagai prioritas
utama pembangunan daerah dalam kerangka kesatuan nasional.
d. Bersama dengan Depdiknas, Depag, Kantor menpan, dan BKN sedang
dikembangkan suatu sistem kenaikan pangkat para guru yang lebih berkeadilan
dari segi pangkat, jabatan, golongan/ruang, dan tunjangan.
C. Ketenagakerjaan
Anggaran dasar PGRI Bab III pasal 3 tentang jatidiri produk keputusan Kongres
PGRI 18 di Lembang, Jawa Barat menyatakan bahwa, PGRI adalah organisasi
perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan. Dinyakan pula dalam Bab
IV pasal 6 tentang tujuan huruf (e), menjaga, memelihara, membela, serta meningkatkan
harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan
anggota serta kesetiakawanan organisasi.
Dalam Bab VII pasal 7 tentang tugas dan fungsi huruf (o), membina usaha
kesejahteraan guru dalam arti yang luas dan membantu upaya pemerintah dalam
memberikan pelayanan hak-hak anggota di bidang kepegawaian serta dalam huruf (p),
melaksanakan prinsi-prinsip dan pendekatan trade union dalam upaya meningkatkan
harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota.
Karena PGRI telah menegaskan kembali sebagai organisasi Serikat Pekerja, maka
PGRI telah bekerjasama dengan ILO proyek ACILS, FES, maupun ICFTU. Sebagai
perwujudan kerjasma tersebut maka anggota PGRI telah disertakan dalam latihan, baik
tingkat Training Of Trainers (TOT) maupun latihan dasar. Selain pelatihan, PGRI juga
telah mendapat banyak dukungan moral dari serikat Pekerja lainnya, misalnya telah
berhasil memenangkan tuntutan 95 orang guru dari Aceh senilai kurang lebih
3.700.000.000.
D. Perundang-undangan
Upaya reformasi pendidikan nasional hanya akan berwujud apabila guru mendapat
tempat yang sentral dan menjadi prioritas utama. Sebungan dengan itu, PGRI menekankan
agar masalah guru dalam rangka reformasi pendidikan nasional PGRI mendapat perhatian
dan prioritas utama mengingat peranan guru yang fundamental. Sesuai dengan kendala
yang dihadapi oleh guru, antar lain :
Pertama, pemerintah harus ada kemauan politik untuk menempatkan posisi guru di
titik sentral keseluruhan pendidikan nasional. Penataan kembali berbagai perundang-
undangan dan produk hukum yang berkaitan dengan pendidikan perlu dilakukan agar lebih
sesuai dengan tuntutan yang berkembang. Dalam penataan ini dapat dilakukan perbaikan
perundang-undangan yang telah ada dan menghasilkan produk hukum baru yang belum
ada (misalnya ketentuan hukum mengenai perlindungan hukum bagi guru),
Ketiga, pembenahan sistem pendidikan guru yang fungsional untuk lebih menjamin
dihasilkannya kualitas profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dilihat dari
posisi dan perananya, guru memerlukan kompetensi pribadi da profesi agar mampu
melaksanakan proses pendidikan secara mendasar.
Keempat, Pengembangan suatu sistem intensif (gaji dan tunjangan lainnya) bagi para
guru secara adil, bernilai ekonomis, sehingga memiliki daya tarik sehingga merangsang
para guru melakukan dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir dan
batin.skala yang dipandang adil dan wajar serta bernilai ekonomi merupakan kulminasi
dari berbagai variabel antara lain : pendidikan, pengalaman, beban kerja, jenjang
pendidikan, tempat bertugas, kreativitas, lokasi, kepangkatan dan sebagainya. Intensif yang
diperoleh guru (gaji dan tunjangan lainya) hendaknya merupakan fungsi dari kinerja
profesional guru dalam dunia pendidikan.
Kelima, PGRI harus menuntut kepada pemerintah dan DPR-RI agar jabatan guru
diakui sebagai jabatan fungsional seperti dosen sehingga guru mendapatkan tunjangan
fungsional bukan tunjangan kependidikan seperti sekarang ini.
Kemitraan yang berimbang merupakan salah satu strategi perjuangan PGRI baik
ditingkat internasional, nasional maupun daerah selama ini PGRI telah mengembangkan
jaringan kemitraan sebagai berikut :
Pertama, dengan pihak Legislatif (DPR-RI dan MPR-RI) telah dibina hubungan
kemitraan yang konstruktif bagi upaya perjuangan PGRI, seperti melalui peningkatan
anggaran pendidikan, kesejahteraan guru, perbaikan sistem perundang-undangan
amandemen UUD 1945, RUU Sisdiknas, RUU guru, kebijakan pendidikan nasional dalam
kerangka otonomi daerah, penyempunaan UU No. 22/1999 dan revisi PP tentang jabatan
fungsional. Hingga saat ini hampir semua anggota DPR dan MPR telah sampai pada
kesepakatan tentang pentingnya pendidikan dalam upaya pembangunan bangsa dan guru
menjadi intinya.
Ketiga, PB-PGRI telah terbina kemitraan dengan berbagai organisasi lain yang
memiliki keterkaitan seperti PWI, PKK, IPPK, PKBI, Lembaga Perlidangan Anak,
Komnas HAM, Kowani, LM3 ( Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), Komnas
PMM ( Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok), dan Koalisi untuk Indonesia
Sehat.
Keempat, dalam konteks global, PGRI memiliki hubungan organisasi guru ditingkat
Internasional dan Regional baik bilateral maupun unilateral. Pda tingkat regional PGRI
menjadi bagian dan menjalin kerjasama dengan organisasi guru di kawasan ASEAN yang
tergabung dalam ACT ( ASEAN Council of Teachers) juga pemrakarsa pertemuan guru
nusantara, pada tingkat Internasional PGRI menjuadi bagian dari Education Internatinal
(EI), yaitu persatuan guru-guru seluruh dunia ( sebanyak 304 organisasi guru dari 155
negara dan mengimpun 24 juta anggota). Perjungan PGRI telah mendapat dukungan dari
dunia Internasional, seperti dari ILO, UNESCO, dan EI pada saat guru melakukan gerakan
Guru Menggugat tahun 2000. diantanya adalah surat dari Sekjen EI, Fred van Leuwen,
kepada Presiden RI dan Ketua DPR tentang perlunya memperhatikan isi perjuangan PGRI.
Beberapa hasil dari jalinan kemitraan Internasional antara lain :
1. Adanya bantuan dari Ei melalui konsorsium organisasi guru Swedia, Kanada, Amerika
Serikat, Norwegia, Jepang, Belanda, dan Australia. Bantuan ini berupa dukungan dana
untuk pelatihan dipusat maupun di daerah dan telah berlangsung sejak tahun 1999
hingga sekarang.
2. Ketua umum PB-PGRI duduk dalam kepengurusan EI untuk kawasan Asia-Pasifik.
3. Perjuangan PGRI telah masuk dalam salah satu resolusi Konferensi EI Asia-Pasifik di
India tahun 2000 dan Kongres Guru se-Dunia di Thailand tahun 2001.
4. Dalam Konvensi ATC di Thailand, Hanoi, dan Brunei Darussalam, PGRI berperan
secara aktif dalam penyajian materi dan country report.
5. PGRI telah menyampaikan kertas kerja dalam Pertemuan Guru Nusantara (PGN) di
Brunei Darussalam tahun 2002.
6. Ketua umum PB-PGRI mendapat penghormatan untuk menjadi salah seorang
pembicara dalam beberapa konferensi Internasional, antara lain konferensi tentang
pendidikan nilai yang di adakan oleh EI Istambul, Turki, bulan April 2002. acara ini
dilanjutkan lagi di Malta tahun 2002 dan dihadiri oleh WDF Rindorindo.
7. Dikawasan Asia Pasifik, utusan PGRI berperan serta dalam sejumlah konferensi
Internasional, yaitu konferensi pendidikan yang diadakan oleh SEAMEO bulan April
2001 di Thailand, pengembangan managemen berbasis sekolah yang dilakukan oleh
UNICEF di Thailand pada bulan Desember tahun 2000, seminar Internasional tentang
desentralisasi pendidikan di Canberra,Australia, yang dilakukan oleh mahasiswa
Indonesia di Australia National University dan KBRI di Canberra.
8. Disamping itu kerjasama bilateral telah terbina dengan STU ( Singapura), Kurusapha
(Thailand), JTU ( Jepang), KFTA ( Korea Selatan), PGGMB (Brunei Darussalam),
AEU (Australia), dan NUTP ( Malaysia).