Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ORAL DIAGNOSA


SKENARIO 7 ORAL MEDICINE

Oleh Kelompok Tutorial II (ORAL MEDICINE)

Tutor : drg. Dyah Indartin, M.Kes


Anggota :

Ni Made Widia 151610101005


Adik Wulandari 151610101007
Maurany Annisa H 151610101009
Wifqi Azlia 151610101011
Nindya Nur M 151610101014
Wenny Agestin H. 151610101015
Elma Farisah 151610101017
Raziqa Khusna H 151610101019
Fergyansa Wiguna A 151610101021
Nadya Indah P 151610101023
Yosefin Maihanani R S 151610101038
Devita Titania N 151610101084
Ari Intan Prajitno 1516101010105
Imaniar Leonita M 1516101010106
Mia Ayu I N 1516101010111
Hanna Estherita 1516101010124
Muchmammad Fahmi R A 1516101010127

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2017

STEP 2
PROBLEM DEFINITION
1. Mengapa pasien mengeluhkan benjolan terus memebesar tetapi tidak
sakit ?
2. Mengapa tidak sakit tetapi gusinya berdarah ?

STEP 3
BRAIN STORMING

1 dan 2
Pasien mengeluhkan berdarah kemungkinan berhubungan dengan struktur dari
benjolan tersebut. Benjolan yang mudah berdarah umumnya terdiri dari jaringan
granulasi. Jaringan granulasi sendiri terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah dan
juga sebukan dari sel radang. Kemungkinan hal tersebutlah yang menyebabkan
benjolan tersebut mudah berdarah saat terkena sentuhan salah satu contohnya
adalah sikat gigi.

STEP 5
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan subyektif,


obyektif, dan penunjang.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis dari kasus di
skenario.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi dari kasus pada
skenario
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan prognosis berdasarkan kasus
di skenario
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan rencana perawatan penyakit
berdasarkan diagnosa

STEP 7

REPORTING/GENERALISATION LEARNING OBJECTIVE

LO 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan


subyektif, obyektif, dan penunjang.

Penegakan diagnosis merupakan kunci keberhasilan suatu perawatan. Melalui


diagnosa dokter dapat mengidentifikasi sifat dan kondisi penyakit, membedakan
satu penyakit dengan lainnya, serta dasar untuk menentukan rencana perawatan
yang tepat bagi pasien. Diagnosis dapat didapatkan melalui pemeriksaan, yaitu:

a. Pemeriksaan subyektif/ anamnesis

Merupakan teknik pemeriksaan melalui percakapan profesional terencana


yang memungkinkan pasien untuk menyampaikan gejala penyakitnya, perasaan
dan ketakutan yang dirasakannya kepada dokter gigi, dan juga sikap mental pasien
dapat ditegakkan. Selain itu, dokter ini umumnya akan menanyakan riwayat
penyakit (lokasi keluhan, waktu, penyebab, rasa sakit), riwayat kesehatan
sistemik, obat-obatan yang telah atau sedang dijalani, keadaan sosial/ kebiasaan,
serta riwayat keluarga (jika kasus berhubungan dengan keluarga atau penyakit
keturunan). Dari anamnesa ini akan didapatkan diagnosa sementara. Dibutuhkan
pemeriksaan klinis utuk memperkuat diagnosa.

b. Pemeriksaan obyektif atau klinis (IO dan EO)

Pemeriksaan obyektif meliputi pemeriksaan kesehatan umum dan


pemeriksaan kesehatan rongga mulut. Pmeriksaan kesehatan umum bisa dilakukan
dengan cara pengamatan kondisi fisik pasien secara langsung dan pengukuran
tanda vital. Sedangkan pemeriksaan kesehatan RM dilakukan dengan cara visual,
palpasi, auskultasi, dan diaskopi. Pemeriksaan meliputi ekstraoral maupun
intraoral. Pada struktur ekstraoral dan intraoral dilakukan inspeksi dan palpasi
sesuai dengan kartu status. Hasil inspeksi meliputi : macam lesi, bentuk lesi,
ukuran, jumlah, warna, batas, tepi, permukaan, dan hal lain yang dianggap perlu.
Hasil palpasi meliputi: konsistensi, fluktuasi, krepitasi, mudah berdarah atau
tidak, sakit atau tidak, bertangkai atau tidak, terdapat perubahan suhu lokal atau
tidak.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan penunjang guna


menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan yaitu
rontenologis, patologi anatomi, mikrobiologi, dan patologi klinik.

- Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat
gambaran rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan.
Contohnya adalah antero-posterior view, cephalometri, panoramic, x-ray
periapikal, occlusal foto. Untuk lesi jaringan lunak mulut, jenis
pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal foto.
- Pemeriksaan Mikrobiologi
Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi
jaringan lunak mulut adalah: oral mycological smear dan oral
bacteriological smear.
Oral Mycological Smear
Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi
jamur pada lesi yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan
melakukan swab pada mukosa mulut yang dicurigai, dengan menggunakan
cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen yang didapat,
dilakukan streaking pada permukaan media Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke
dalam inkubator selama 24 48 jam untuk membiakkan jamurnya.
Seseudah 48 jam akan tumbuh koloni jamur berwarna putih- kekuningan.

Gb 7. Inkubator yang digunakan untuk membiakkan Candida albicans (Rasyad,


1995).

Gb 8. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam (Rasyad,


1995).

Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain


untuk mengekstraksi Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan
streaking lagi pada agar yang miskin nutrisi. Dalam agar ini Candida
albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya adalah Candida
albicans murni.
Gb 9. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans
dibiakkan dalam agar corn-meal (Rasyad, 1995).

Gb 10. Gambaran klinis intra oral infeksi Candida


albicans (Lamey dan Lewis, 1991).

Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu
Candida albicans, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis, Candida
guilliermondii.

Oral Bacteriological Smear


Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian
dioleskan di atas slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api
spiritus. Berikutnya dituangi dengan pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10
menit. Lalu dituangi dengan pewarna methylene blue, biarkan 10 menit.
Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui
adanya bakteri.

- Pemeriksaan biopsi
Biopsi eksisi
Biopsi eksisi adalah pengambilan jaringan yang dilakukan untuk
pemeriksaan histopatologi lebih lanjut. Biopsi dilakukan bila ditemukan
lesi yang mencurigakan atau bila diagnosis tetap belum dapat ditentukan.
Biasanya tindakan ini dilakukan pada lesi yang berdiri sendiri, dan
spesimen harus cukup besar (lebih dari 1 x 0,5 cm) untuk keperluan
pemeriksaan histopatologi. Cara ini dilakukan bila operator yakin bahwa
lesi tersebut jinak. Ada risiko terlepasnya sel ganas bila diagnosis kerja
berupa lesi jinak ternyata salah. Meskipun demikian, nilai klinis suatu
biopsi jauh lebih besar dibandingkan risiko tersebut. Biopsi eksisi dapat
membantu menentukan perawatan yang tepat bila diagnosis lesi jinak
ternyata benar. Untuk spesimen tersebut, perlu diperhatikan supaya
terhindar dari tekanan, robekan ataupun terbakar (Birnbaum dan Dunee,
2000).

Biopsi insisi
Biopsi insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada
keganasan. Cara ini memiliki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi
insisi tidak dilakukan pada lesi pigmentasi ataupun vaskular, karena
melanoma sangat metastatik dan lesi vaskular akan menimbulkan
perdarahan berlebihan. Di dalam status pasien sebaiknya dicatat letak lesi,
ukurannya dan bentuknya. Pada biopsi insisi ini hanya sebagian kecil dari
lesi yang diambil beserta jaringan sehat di dekatnya. Pengambilan lesi
dapat dilakukan dengan menggunakan scalpel, menggunakan alat punch
(punch biopsy), menggunakan jarum suntik (needle biopsy), dan biopsi
aspirasi.

Gb 3. Biopsi insisi dilakukan pada lesi yang diduga


karsinoma. Insisi meliputi tepi ulkus dan
dasarnya tanpa melibatkan jaringan
normal (Marx dan Stern, 2003).

Punch biopsy
Pada punch biopsy ini instrumen operasi digunakan untuk mendorong
keluar sebagian jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena spesimen
yang dihasilkan seringkali rusak akibat prosedur ini, maka biopsi yang
menggunakan scalpel lebih disukai.

Gb 4. Brush diletakkan dan diputar untuk men-


dapatkan sel-sel epitel (Marx dan Stern, 2003).

Needle biopsy
Teknik ini telah digunakan untuk biopsi pada lesi fibro-osseous yang
letaknya dalam. Spesimen yang dihasilkan kecil, sehingga tidak dapat
mewakili lesi yang terlibat dan dapat rusak akibat prosedur yang
digunakan, karena itu tidak banyak digunakan.

Biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung cairan.
Cara ini lebih disukai dibandingkan biopsi insisi pada lesi vaskular karena
adanya risiko terjadi perdarahan berlebihan. Aspirasi udara yang terjadi di
daerah molar rahang atas menunjukkan bahwa jarum berada di dalam sinus
maksilaris. Aspirasi darah menunjukkan adanya suatu hematoma,
hemangioma ataupun pembuluh darah. Aspirasi pus menunjukkan adanya
suatu abses atau kista yang terinfeksi (Birnbaum dan Dunne, 2000).
- Pemeriksaan Darah
Analisis dari darah dan serum biasanya menjadi komponen penting dalam
menunjang diagnosis dari penyakit mulut spesifik. Biasanya pemeriksaan
darah termasuk pemeriksaan darah lengkap, level vitamin B12, dll.

- Sitologi
Spesimen bisa secara cepat diintrepretasikan dan sampel minimal invasif.
Intrepretasi membutuhkan pengalaman yang cukup, namun bisa
menghasilkan informasi tentang kondisi yang terinfeksi atau tidak
terinfeksi pada rongga mulut.
LO 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis dari kasus
di skenario.

Diagnosa pada kasus di skenario masih belum dapat ditegakkan secara pasti.
Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa itu sendiri. Diagnosa yang ditegakkan saat ini hanyalah diagnosa
sementara, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan
diagnosa akhir.

Beberapa lesi pada gingiva memiliki gejala klinis yang sama, namun dapat
dibedakan misalnya dengan hasil pemeriksaan HPA atau radiografi. Pada kasus di
skenario, gejala klinis yang diderita pasien berupa bendolan pada gusi rahang atas
sebelah kiri yang mudah berdarah, konsistensi kenyal, halus, tidak sakit, dan
membesar sejak 6 bulan lalu. Granuloma pyogenik dan epulis granulomatosa
adalah dua lesi gingiva yang memiliki gambaran mirip dengan kasus pada
skenario. Keduanya juga memiliki gambaran klinis yang hampir sama. Granuloma
pyogenik memiliki bentuk lesi yang bervariasi, seperti bola menyerupai tumor
dengan perlekatan penduculated sampai merata. Pembesaran mirip keloid dengan
dasar yang luas, berwarna merah terang atau ungu karena kaya akan vaskularisasi,
biasanya sangat rapuh atau sangat kenyal. Diameter lesi dapat mencapai 1-2 cm
dalam 4-7 hari. Permukaan umumnya berulcer dan mengeluarkan eksudat
purulen. Dapat bertahan tidak berubah bentuk selama bertahun tahun. Umumnya
ditemukan pada papilla interdental atau tepi gingival, dan lebih sering pada daerah
maksila daripada mandibula. Frekuensi kejadian lebih tinggi pada daerah anterior
daripada posterior, terutama bagian fasial dibanding lingual (Dwiretno dkk.,
2001). Epulis granulomatosa adalah dungkul yang terjadi dari suatu reaksi
jaringan yang granulomatik, karena iritasi kronis akibat sisa akar, tepi karies,
tumpatan yang overhanging, atau klamer yang tajam. Secara klinis, epulis
granulomatosa berupa dungkul bertangkai, warna kemerahan, mudah berdarah
dengan permukaan granuler, konsistensi lunak, nyeri tekan, kadang disertai
ulcerasi, lokasi tersering pada gingival, namun dapat juga terjadi pada seluruh
bagian rongga mulut, seperti bibir bawah, lidah, dan palatum.

Berdasarkan pemeriksaan subektif dan obyektif yang telah dilakukan pada


pasien di skenario, diagnosa sementara pasien adalah granuloma pyogenik.

Granuloma Piogenik

Granuloma piogenik (GP) merupakan tumor vaskuler proliferasi jinak pada kulit
dan membran mukosa yang sering mengikuti suatu trauma minor dan infeksi
(Calonje E, 2005).

Granuloma piogenik dapat terjadi pada semua umur dan merupakan salah satu
dari tumor-tumor vaskuler yang paling sering didapatkan pada bayi dan anak-
anak, juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama pada wanita hamil. Tidak
terdapat perbedaan antara pria dan wanita, walaupun ada laporan wanita lebih
sering timbul oleh karena fenomena tumor pada wanita hamil, serta dapat terjadi
pada semua ras. Tumor ini sering timbul soliter, tetapi bisa terjadi lesi-lesi satelit
yang multiple (North PE, 2005).

Gambaran klinis :
Dapat berupa papul atau nodul soliter berwarna merah terang dengan diameter 5
10 mm, tumbuh cepat dalam 13 minggu namun rapuh, terdapat koleret dan
skuama halus di sekitarnya, mudah berdarah dengan trauma ringan. Lesi sering
berulang dan lesi yang rekuren dapat memiliki satu atau beberapa lesi satelit
lainnya (Miller T, 2008)
Diagnosis GP dapat ditegakkan tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium
(Lichenstein R, 2008). Pada pemeriksaan histopatologis, GP memberikan
gambaran adanya proliferasi dari pembuluh-pembuluh darah kecil yang
menerobos epidermis dan membentuk tumor globular yang bertangkai (Calonje E,
2005).

LO. 3 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi kasus di


skenario

Penyebab GP yang pasti sampai sekarang belum diketahui secara pasti,


namun biasanya timbul setelah terjadi trauma minor. Kemungkinan faktor
predisposisi lainnya meliputi iritasi kronis, peningkatan hormon seks wanita,
Infeksi kecil dengan atau tanpa adanya benda asing, virus onkogenik, dan
anastomosis arteriovenosa, Perubahan hormon yang terjadi saat hamil
berpengaruh besar terhadap kesehatan gigi dan mulut, termasuk gingiva.
Perubahan hormon menyebabkan terjadinya perlunakan pembuluh darah pada
gingiva sehingga mudah menimbulkan peradangan pada gingiva. (North PE,
2005). Proliferasi dari granulasi mungkin adalah perkembangan dari pernanahan
permukaan mukosa pada fase awal, tetapi biasanya terjadi akibat reaksi radang
kronis yang berlanjut dan akan terjadi pertumbuhan abnormal dari sel epitel
mukosa mulut.

LO. 4 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan prognosis


berdasarkan kasus di skenario

Untuk menentukan prognosis sebuah penyakit dapat dilihat dari besar


kecilnya kelainan tersebut, apakah ada keterkaitan dengan penyakit sistemik,
kebersihan dari rongga mulut pasien dan kooperatif pasien. Dalam scenario ini
dapat ditentukan bahwa pasien ini memiliki prognosis baik dimana dapat dilihat
pasien tidak memiliki penyakit sistemik atau alergi, kemauan pasien untuk
memeriksakan penyakitnya menunjukan pasien ingin untuk mengobatin
penyakitnya, dan kebersihan rongga mulut pasien juga baik. Jadi pasien ini
memilik prognosis baik.

LO. 5 Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan rencana perawatan


berdasarkan kasus di skenario
1. Pasien dijelaskan mengenai penyakit penderita. Penjelasan kepada pasien
mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi yang bisa
terjadi disertai dengan tanda tangan persetujuan dan permohonan dari penderita
untuk dilakukan operasi ( inform consent)

2. Diberikan antibiotik profilaksis yaitu tindakan yang dilakukan untuk


mencegah terjadinya infeksi pasca pembedahan, jenis antibiotik di sesuaikan
untuk setiap tindakan pembedahan.

3. Ekskokleasi yang merupakan tindakan pengangkatan jaringan patologis dari


gingiva pencabutan gigi yang terlibat serta pengerokan sisa jaringan pada bekas
jendalan.

4. Kontrol dilakukan 1 Minggu kemudian :

- anamnesis

- pemeriksaan fisik IO dan EO , pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan


awal.

- evaluasi/ diagnosa , mengevaluasi lesi yg dalam proses penyembuhan

- terapi / tindakan lain, jika lesi masih belum ke proses penyembuhan

* Pemakaian obat dilanjutkan

* Bisa di berikan obat secara teratur biasanya 4 kali sehari

* Meningkatkan kebersihan Rongga mulut pasien

* Kontrol 1 Minggu kemudian.


DAFTAR PUSTAKA

Bagian Ortodonsia, Bedah Mulut, Periodonsia, Penyakit Mulut,


Prostodonsia, Konservasi Gigi. 2014. Buku Petunjuk Pengisian Kartu Status Blok
Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan Penyakit Dentomaksilofasial. FKG
Universitas Jember.

T, Iin Eliana. Prosedur Diagnosis di Bidang Oral Medicine. Jember:


Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember

Birnbaum, W. dan Dunne, S. 2000. Oral Diagnosis: The Clinicians


Guide. Wright, Oxford. Hal. 46-59.

Marx, R.E. dan Stern, D. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology.


Quintessence Publishing, Chicago. Hal. 2.
Dwiretno, Tantin. Kusbandini R. Sitanggang, AS. Kemal, Y. 2001. Epulis
Fibrosa dan Granuloma Pyogenikum pada Regio Gigi dengan Hambatan
Oklusal: Majalah Kedokteran Gigi. Surabaya: Fakultas Kedoteran Gigi
Universitas Airlangga

J.M Bruch and N.S Treister, Clinical Oral Medicine and Phatology.
Humana Press, a part of Springer Science + Business Media, LLC. 2010

Pierson JC, Tam CC. Pyogenic granuloma (lobular capillary hemangioma). 2006.

North PE, Hull C, Kincannon J. Vascular neoplasms and neoplastic-like


proliferations. 1st ed. Edinburg: Mosby; 2005. p. 181741.
Calonje E, Jones EW. Vascular Tumors: tumors and tumor-like conditions
of blood vessels and lymphatics. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2005. p. 10203.

Miller T, Frieden IJ. Vascular tumors. 7th ed. New York: McGraw-Hill;
2008. p. 116472.

Pierson JC, Tam CC. Pyogenic granuloma (lobular capillary hemangioma


2017.

North PE, Hull C, Kincannon J. Vascular neoplasms and neoplastic-like


proliferations. In: Bolognia JL, Jorizzo J, Rapini RP, editors. Dermatology. 1st ed.
Edinburg: Mosby; 2005. p. 181741.

Lichenstein R. Granuloma, annulare and pyogenic. J emedicine 2008. URL:


http://www.emedicine.medscape.com/article . Diunduh tanggal 27 April 2009.
Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/INS/SMF.Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
edisi I 2008 Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai