Arti sebenamya malnutrisi adalah gizi salah, yang mencakup keadaan gizi
kurang maupun gizi lebih. Di Indonesia dengan masih tingginya angka kejadian gizi
kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini. Secara umum gizi kurang
disebabkan oleh kekurangan energi atau protein. Namun keadaan di lapangan
menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi energi murni
ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai
pula dengan defisiensi energi atau nutrien lainnya. Karena itu istilah yang lazim
dipakai adalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan kalori protein
(KKP). MEP dapat diklasifikasi menjadi MEP ringan dan MEP berat yang terakhir
ini terbagi lagi menjadi marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Disadari sepenuhnya bahwa kasus kwashiorkor tidak terlepas dari adanya faktor
kekurangan energi demikian pula pada kasus marasmus pun terdapat adanya
kekurangan protein. Istilah marasmus-kwashiokor dipakai bila defisiensi kedua
nutrien ini berimbang. Sistem Wellcome Trust Working Party membedakan jenis
MEP berdasarkan berat badan dan edema sebagai berikut : (1) Jenis kwashiorkor bila
BB lebih dari 60% BB baku, disertai edema, (2) Jenis marasmus-kwashiorkor bila BB
lebih dari 60% BB baku, disertai edema, dan (3) Jenis marasmus bila BB kurang dari
60% BB baku, tanpa edema.
Malnutrisi dapat terjadi akut atau kronik dan dapat pulih sempurna, menetap,
atau dengan meninggalkan gejala sisa berupa kelambatan perkembangan intelektual.
Dalam garis besarnya perubahan yang terjadi pada malnutrisi dapat dibagi menjadi
perubahan klinis, biokimiawi. dan perubahan patologi anatomik organ tubuh.
Kelainan klinis meliputi kelainan antropometrik, gejala defisiensi vitamin A, kelainan
fisis lainnya, dan kelainan intelektual. Contoh kelainan biokimiawi adalah penurunan
nilai hemoglobin, albumin, prealbumin, kolesterol, asam amino esensial, transferin,
daya ikat retinol. Selain itu ditemukan pula perubahan perbandingan asam amino
dalam serum, ekskresi hidroksiprolin air kemih menurun dan metilhistidin yang
meningkat. Kelainan patologianatomik mencakup hipotrofi atau atrofi, perlemakan,
fibro-sis, bahkan nekrosis sel jaringan atau organ.
Pada malnutrisi akut akan terjadi gangguan air dan elektrolit, seperti natrium,
kalium, dan klorida. Pada malnutrisi kronik biasanya terlibat defisiensi nutrien
lainnya, bergantung kepada diet setempat dan keadaan infeksi yang menyertainya.
Pada malnutrisi kronik sering ditemukan puladefisiensi imunologik yang ditandai
oleh jumlah sel limfosit kurang dari 1500/ul dan anergi terhadap antigen uji kulit
seperti uji ruberkulin, Candida, atau parotitis.
B. Obesitas
Obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan secara umum pada jaringan
subkutan dan jaringan lainnya di seluruh tubuh. Sering dikaitkan dengan kelebihan
berat badan (overweight), walaupun tidak selalu identik. Anak bongsor mempunyai
massa jaringan otot dan kerangka tulang relatif yang lebih banyak, sehingga berat,
tinggi badan dan penampilannya nampak lebih besar dari rata-rata anak seusia, tetapi
mereka tidak termasuk obese.
Etiologi
Kelebihan energi dapat terjadi sebagai akibat masukan energi yang berlebih,
penggunaan energi yang kurang atau kombinasi kedua hal tersebut. Masukan energi
yang berlebih, yang biasanya dihubungkan dengan bertambahnya nafsu makan,
terdapat pada keadaan berikut: (1) Gangguan psikologik/emosional; dalam hal ini
makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam mendapatkan rasa
kasih sayang, ketenangan dan ketenteraman jiwa yang tidak diperoleh penderita
sebelumnya. (2) Kelainan pada hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan lesi otak lainnya
yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap pusat rasa kenyang. (3)
Hiperinsulinisme, pada keadaan ini terjadi perendahan lipolisis, peninggian sintesis
dan ambilan lemak. (4) Kebiasaan pemberian makan, misal pemberian susu botol
secara berulang pada bayi setiap kali ia menangis dan rewel, atau pemberian makanan
padat tinggi kalori sejak masa awal. (5) Predisposisi genetik, yang terdapat pada
binatang tertentu dan mungkin juga pada manusia; hasil penelitian membuktikan
bahwa anak kembar monozigotik walaupun dibesarkan terpisah mempunyai BB yang
hampir sama dibandingkan dengan anak kembar dizigotik yang dibesarkan bersama.
Penggunaan energi yang kurang mungkin ditemukan pada keadaan berikut: (1)
Merendahnya nilai metabolisme dasar, seperti perawatan baring yang lama pada
penyakit menahun. (2) Endokrinopati, misal pada hipotiroidisme, sindrom
adrenogenital (sindrom Cushing), sindrom Laurence-Moon-Biedl, sindrom Prader-
Willi. (3) Berkurangnya aktivitas jasmani, meskipun dalam hal ini tanpa disertai
masukan yang terlalu berlebih.
Patogenesis
Kelebihan energi oleh tubuh diubah menjadi zat lemak yang akan disimpan
sebagai jaringan lemak di bawah kulit dan pada organ tubuh lain. Selain itu obesitas
mungkin terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah dan ukuran adiposit (sel lemak).
Jumlah adiposit ini akan bertambah bila terjadi masukan kalori yang meningkat,
terutama pada masa janin dan masa bayi; rangsang untuk menambah jumlah sel
adiposit ini akan berlangsung terus sampai masa pubertas, tetapi dengan intensitas
yang makin menurun. Selama periode penurunan berat badan, besar sel lemak
berkurang tetapi jumlahnya menetap.
Manifestasi klinis ,
Anak dengan obesitas akibat diet kalori tinggi, tidak hanya lebih berat tetapi
juga lebih tinggi dari anakseusia, seperti juga terlihat dari umur tulangnya yang lebih
melanjut. Karena masa pubertas timbul lebih awal, pada akhirnya anak yang cepat
tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan anak sebayanya.
Menentukan diagnosis obesitas tidak selalu mudah, karena tidak ada garis
pembatas yang jelas antara gizi baik dan gizi lebih. Diagnosis didasarkan atas gejala
klinis dan hasil pemeriksaan antropometrik, yang mencakup pengukuran BB, TB,
lingkaran lengan atas, serta tebal lipatan kulit dan subkutan lengan atas kanan bagian
belakang tengah, sebelah atas otot triseps. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan
gejala klinis obesitas, disertai dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan
BB dan TB, lingkaran lengan atas dan tebalnya lapisan kulit, paling sedikit 10% di
atas nilai normal.
etiologi
Patofisiologi
Gejala klinis
Penyakit penyerta
2. Kwashiorkor
Patofisiologi
Gejala klinis
3. Marasmik Kwashiorkor
MEP ringan/sedang
1. Defisiensi vitamin A
Patofisiologi
Etiologi
Diagnosis
Etiologi
Patologi
Pada kasus beri-beri yang fatal, lesi akan dijumpai terutama pada
jantung, saraf perifer, jaringan subkutan, dan rongga serosa. Jantung
mengalami dilatasi dan pada otot jantung sering ditemukan degenerasi lemak.
Mielin dan silinder akson pada saraf perifer menunjukkan pula adanya
degenerasi yang dimulai di bagian distal; yang pertama kali terkena adalah
saraf anggota gerak bawah. Kelainan di otak dapat berupa dilatasi vaskular
atau perdarahan.
Gejala klinis
Pada keadaan akut anak dapat tiba-tiba meninggal akibat gagal jantung
yang mendadak. Kasus beriberi menahun biasanya ditemukan pada anak yang
lebih besar dengan gejalanya berupa profil anak lebih kecil, edema, dan perut
membuncit karena meteorismus. Gejala yang menarik perhatian adalah suara
serak atau afonia. Paralisis seperti yang sering dijumpai pada orang dewasa,
jarang terlihat pada anak. Pada beriberi menahun pun sebab kematian biasanya
karena gagal jantung.
Diagnosis
Riwayat tnakanan dan gejala Minis, khususnya adanya afonia atau suara
serak, dapat menunjang diagnosis atiaminosis. Hasil pemeriksaan labotatorium
yang dapat membantu adalah merendahnya kadar transketolase critrosit serta
meningginya kadar glioksilat dalam darah dan urin. Apapun, respons klinis
setelah pemberian tiamin merapakan uji diagnostik yang terandalkan.
Etiologi
Manifestasi klinis
Diagnosis
Etiologi
Patologi
Manifestasi Minis
Diagnosis
Etiologi
Manifestasi klinis
Gejala pada anak tidak begitu sering seperti pada orang dewasa. Pada
manusia dikenal 4 jenis kelainan klinis, yaitu kejang pada bayi, neuritis
perifer, anemia, dan dermatitis.
Kejang dapat terjadi pada bayi baru lahir beberapa jam sampai
berumur 6 bulan, biasanya kejang betsifat mioklonik dengan gambaran
hipsaritmia pada rekaman EEG. Anemia defisiensi piridoksin umumnya
bersifat mikrositik hipokromik, serupa dengan anemia defisiensi besi.
Kelainan kulit meliputi keilosis, glositis, dan dermatitis seboroik sekitar mata,
hidung, dan mulut.
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis
Etiologi
Bayi yang dilahirkan dan ibu dengan masukan vitamin C yang cukup
akan mempunyai cadangan vitamin C yang cukup pula.Kadar vitamin C pada
plasma darah tali pusat 2 - 4 kali lebih besar dari kadar dalam plasma ibu.
Pada keadaan yang baik, kadar vitamin C air susu ibu berkisar antara 4-7
mg/dl dan kadar tersebut cukup sebagai sumber vitamin C bagi bayi.
Defisiensi vitamin C pada diet ibu yang menyusukan akan menyebabkan
penyakit skorbut pada bayi yang disusuinya. Bayi yang mendapat susu sapi
mumi harus diberikan vitamin C tambahan untuk mencegah defisiensi vitamin
C. Kebutuhan vitamin C akan meningkat pada defisiensi besi, udara dingin,
kekurangan protein, merokok, atau pada keadaan penyakit dengan demam,
terutama penyakit infeksi dan diare.
Patologi
Skorbut dapat terjadi pada semua umur, tetapi pada bayi baru lahir
penyakit ini sangat jarang ditemukan. Angka kejadian tertinggi terjadi pada
bayi berumur 6 sampai 24 bulan. Manifestasi klinis baru terjadi setelah
beberapa lama menderita defisiensi vitamin C, dengan terdapatnya gejala iri-
tabilitas, takipnea, gangguan pencernaan, dan hilangnya nafsumakan. Pada
bayi baru lahir gejala iritabilitas lebih sering dijumpai, teratama gejala ini dapat
dibangkitkan apabila bayi tersebut diangkat atau diganti popoknya.Rasa nyeri
yang terjadi mengakibatkan bayi dalam keadaan pseudoparalisis, dengan posisi
kaki seperti posisi katak.Pada posisi ini nampak sendi pinggul dan sendi lutut
dalam semifleksi serta kaki dalam eksorotasi.Terdapat edema di tungkai, dan
dalam beberapa kasus terdapat perdarahansubperiosteumyang dapat diraba pada
ujung tulang femur.Wajah tampak seperti ketakutan.Juga terjadi perubahan
pada gusi, yang sangat jelas terlihat pada saat gigi tumbuh (erupsi), gusi tampak
berwama ungu kebiruan, membran mukosa membengkak seperti spons yang
biasanya terjadi di atas gigi serf atas, dapat pula terlihat perdarahan gusi atau
ulserasi.Terdapat rosari pada persam-bungan tulang rawan dan tulang iga, dan
depresi sternum.Rosari pada skorbut sudutnya lebih runcing dibandingkan
dengan rosari pada xakitis, yang disebabkan karena pada skorbut terjadi depresi
sternum sedangkan pada rakitis karena pelebaran epifisis.Pada kulit dan
membran mukosa dapat terjadi perdarahan kecil berupa petekie.Juga dapat
dijumpai hematuria, melena, perdarahan orbita dan subdural.Demam yang lama
juga sering dijumpai.Anemia dapat terjadi karena ketidak mampuan penggunaan
zat besi atau adanya gangguan metabolisme asam folat. Terdapat kelambatan
penyembuhan luka, bahkan luka yang sudah sembuh dapat kambuh
kembali.Pembengkakan sendi dan hiperkeratosis folikularis juga dijumpai
pada skorbut, seperti halnya sindrom sicca pada penyakit Sjorgen, yang juga
disebabkan karena penyakit kolagen.
Gambaran radiologik
Diagnosis
Etiologi
Manifestasi klinis
Pada stadium lanjut kelainan yang timbul sangat mudah diketahui, yang
nampak pada bagian tubuh berikut. (1) Kepala: dapat ditemukan kraniotabes,
asimetri bentuk kepala, kaput kuadratum, ukuran kepala lebih besar, ubun-ubun
besar melebar dan penutupannya terlambat Kraniotabes dapat menghilang
sebelum akhir tahun pertama kehidupan. Asimetri kepala disebabkan oleh proses
periunakan tulang tengkorak. Kaput kuadratum terjadi karena penebalan bagian
sentral tulang frontalis dan parietalis, sehingga terbentuk penonjolan-penonjolan
yang mengakibatkan bentuk kepala serupa kotak. Ukuran kepala yang lebih besar
akan menetap seumur hidup. (2) Gigi: kelambatan erupsi gigi susu, kerusakan email
yang memudahkan terjadinya karies, dan gangguan perkapuran gigi tetap
(biasanya gigi sen, taring dan geraham pertama). (3) Toraks: pembengkakan
tulang rawan iga, gam-baran tasbih (rosari), sisi toraks mendatar, cekungan longi-
tudinal sebelah posterior dari rosari, sternum terdorong ke depan, dada burung,
alur Harrison, dan bahu korset. Pembengkakan tulang rawan makin jelas, demikian
pula rosari tidak hanya mudah diraba tetapi sangat jelas terlihat.Dada burung
terbentuk karena sisi toraks mendatar dan tulang sternum terdorong ke
anterior.Alur Harrison merupakan garis depresi melintang separijang batas toraks
bagian bawah, sesuai dengan insersi diafragma pada tulang iga. (4) Kolumna
vertebralis: skoliosis ringan sampai sedang, kifosis lumbal pada posisi duduk, dan
lordosis lumbal pada posisi tegak. (5) Panggul: Bila terjadi lordosis lumbal dapat
mengakibatkan penyempitan dan deformitas panggul; pada anak perempuan akan
menjadi penyulit pada kelahiran, sehingga sering dila-kukan bedah kaisar. (6)
Ekstremitas: pembengkakan pergelangan tangan dan kaki, deformitas kaki
berbentuk X atau Y, koksa vara, fraktur greenstick. Kaki X atau Y terjadi karena
pembengkokan batang femur, tibia, dan fibula. Kelainan pada tulang belakang,
panggul, dan kaki mengakibatkan perawak-an pendek yang dikenal sebagai kerdil
rakitis. (7) Ligamen: melemasnya ligamen mengakibatkan kelainan bentuk tubuh,
seperti kaki Y, overekstensi sendi lutut, kifosis, skoliosis, dan lemahnya
pergelangan kaki. (8) Otot: terhambatnya pertumbuhan otot dan berkurangnya
tbnus akan nampak sebagai perut yang membuncit dan keterlambatan berdiri
atau berjalan.
2. Penilaian status gizi
Status gizi, sebagai refleksi kecukupan zat gizi, merupakan salah satu parameter
penting dalam menilai tumbuh-kembang anak dan keadaan kesehatan anak umumnya.
Cara penilaian status gizi dilakukan atas dasar anamnesis, pemeriksaan jasmani, data
antropometrik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologik.
Anamnesis
Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang riwayat nutrisi
selama dalam kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir (termasuk berat dan
panjang badan), penyakit dan kelainan yang diderita, data imunisasi, data keluarga,
serta riwayat kontak dengan penderita penyakit menular tertentu.
Pemeriksaan jasmani
Antropometri
Ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering dipakai adalah berat badan,
panjang (tinggi) badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit Berat
badan merupakan indikator tunggal terbaik pada saat ini untuk menilai keadaan gizi
dan tumbuh kembang anak. Di klinik berat badan dimanfaatkan untuk: (1) dasar
perhitungan dosis obat dan makanan yang diperlukan, (2) memantau keadaan
kesehatan, misalnya ketika sakit, dan (3) menilai keadaan gizi serta tumbuh kembang.
Tinggi badan merupakan indikator kedua yang penting. Tinggi badan akan meningkat
terus walaupun laju tumbuh berubah. Perubahan laju tumbuh terjadi cepat pada masa
bayi, kemudian melambat, dan menjadi pesat lagi pada masa remaja (growth spurt).
Selanjutnya melambat lagi secara cepat, lalu berhenti pada nilai tinggi maksimal
ketika usia 18-20 tahun. Karena itu nilai tinggi dipakai sebagai dasar perbandingan
terhadap perubahan relatif, seperti berat badan dan lingkar lengan atas. Lingkar
kepala mencerminkan volume intrakranial. ukuran ini dipakai untuk menilai
pertumbuhan otak. Laju tumbuhnya sangat pesat pada 6 bulanpertama, yaitu dan 35
cm saat lahir menjadi 43 cm pada umur 1 tahun, dan 49 cm pada umur 2 tahun.
Selanjutnya melambat secara drastis, hanya bertambah 1 cm sampai umur 3 tahun dan
bertambah 5 cm sampai usia remaja/dewasa. Lingkar lengan atas mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot, dan tidak terpengaruh banyak oleh
keadaan cairan tubuh dibandingkan berat badan. Lipatan kulit di daerah triseps dan
subskapula merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit, dan
mencerminkan kecukupan energi. Tebal lipatan kulit dimanfaatkan untuk menilai
terdapatnya gizi lebih, khususnya pada obesitas.
Dewasa ini terdapat beberapa altematif antropomentri baku gizi yang dipakai
untuk penilaian status gizi bayi dan anak. Hal ini disebabkan karena di Indonesia
antropometri baku gizi untuk tiap kelompok umur belum ada yang mantap sehingga
tidak dapat dirangkum menjadi satu nilai yang bersifat nasional. Beberapa di antara
nilai baku antropometri yang sering dipakai adalah : (1) Baku untuk tinggi dan berat
badan menurut Direktorat Gizi Depkes (1973), (2) Baku NCHS (National Centre of
Health Statistics) yang dianjurkan WHO (1978) untuk anak prasekolah 0-60 bulan
dengan menggunakan persentil untuk berat dan tinggi badan, (3) Hasil penelitian
Djumadias (1964) untuk anak usia 6-18 tahun dengan menggunakan persentil untuk
berat dan tinggi badan, (4) Hasil penelitian Sugiono dan Palenkahu (1964) untuk bayi
dengan menggunakan nilai rerata untuk berat dan tinggi badan, dan (5) Baku NCHS
untuk anak 0-18 tahun dengan menggunakan persentil untuk berat badan, tinggi
badan, dan lingkar kepala.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologik
Terutama untuk menilai umur biologik, misalnya umur tulang yang biasanya
dilakukan bila terdapat dugaan gangguan atau hambatan pertumbuhan.