PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, banyak sekali kita melihat kekerasan dan penelantaran yang terjadi
pada anak. Banyak orang tua yang menyalahgunakan tugasnya dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satunya adalah kekerasan pada anak yang dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya ataupun penelantaran terhadap anaknya.
Penelantaran anak (child neglect) yang merupakan suatu bentuk dari penganiyaan
(maltreatment) terhadap anak. Penelantaran anak ini memang jarang diketahui oleh orang
lain dan kurang diketahui daripada child abuse. Adapun yang membedakan antara child
abuse dengan child neglect yakni perilaku abusive dapat meninggalkan luka atau memar,
sedangkan dampak dari child neglect cenderung tidak tampak. Pengaruh buruk yang
muncul akibat adanya penelantaran terhadap anak ini, yakni dapat mengganggu
perkembangan otak anak.
Hendaknya kita mengetahui dan menyadari seperti apakah bentuk dan kategori
dari penelantaran terhadap anak (child neglect) sehingga hal itu dapat dihindarkan dan
tidak membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan anak.
Selain penelantaran terhadap anak (child neglect), Kekerasan merupakan
fenomena universal karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kekerasan pada anak,
dapat menimbulkan dampak psikologis yang hebat pada anaknya pada masa yang akan
datang, misalnya dia merasa trauma dengan setiap kekerasan dan yang paling parah
adalah anak itu akan meneruskan apa yang dilakukan oleh orang tuanya dahulu kepada
penerusnya dan sifatnya anak tersebut akan menjadi keras karena anak tersebut merasa
kekerasan adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Kekerasan pada anak (child abuse) adalah tindakan salah atau sewenang-wenang
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, baik secara fisik, emosi maupun
seksual. Batasan usia anak menurut konvensi PBB adalah sejak lahir sampai 18 tahun
(Sugiarno 2002). Sedangkan menurut Psychology Today (2002) child abuse tidak hanya
meliputi kekerasan tetapi juga penelantaran diri pada anak (neglect) oleh orangtua.
Seorang anak yang mengalami penelantaran mempunyai ciri-ciri tertentu, salah satunya
penampilan fisik tidak terawat.
Anak yang menjadi korban tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi orang
dewasa. Sebagai korban anaklah yang akan menanggung berbagai dampak kekerasan
tersebut. Dari perkembangan fisik anak akan sangat terlihat jelas. Apalagi jika anak
sering mendapatkan kekerasan fisik, perkembangan fisiknya akan teganggu dan mudah
diamati. Secara psikologis anak akan menyimpan semua derita yang ditanggungnya.
Anak akan mengalami berbagai penyimpangan kepribadian seperti menjadi pendiam atau
menjadi agresif, mudah marah, konsep dirinya negatif, mudah mengalami depresi, dan
yang akan lebih memperihatinkan adalah anak akan meyakini kekerasan adalah cara atau
alternatif yang dapat diterima dalam menyelesaikan sebuah konfik atau permasalahan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep neglect ?
2. Bagaimana konsep abuse ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep neglect.
2. Untuk mengetahui konsep abuse.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP NEGLECT
1. Pengertian Neglect
Neglect adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi,
rumah atau tempat bernanung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber
daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau
sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik,
mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam
mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan.
2. Jenis-jenis Neglect
Para ahli mendefinisikan empat jenis pengabaian yakni fisik, pendidikan, emosional
dan medis.
a. Physical neglect (Pengabaian fisik)
Pengabaian fisik umumnya melibatkan orang tua atau pengasuh yang tidak
memberikan kebutuhan dasar pada anak (misalnya, makanan pakaian, memadai dan
tempat tinggal). Kegagalan atau penolakan untuk menyediakan kebutuhan
membahayakan kesehatan fisik anak, kesejahteraan, pertumbuhan psikologis dan
perkembangan. Pengabaian fisik juga termasuk meninggalkan anak, pengawasan
tidak memadai, penolakan terhadap anak yang mengarah ke pengusiran dari rumah
dan kegagalan untuk secara memadai menyediakan untuk keselamatan anak dan
kebutuhan fisik dan emosional. Pengabaian fisik yang parah dapat berdampak pada
perkembangan anak dengan menyebabkan gagal tumbuh, gizi buruk, penyakit
serius, kerusakan fisik berupa luka, memar, luka bakar atau cedera lainnya karena
kurangnya pengawasan, dan seumur hidup harga diri yang rendah.
b. Educational neglect (Pengabaian pendidikan)
Pengabaian pendidikan melibatkan kegagalan dari orang tua atau pengasuh untuk
mendaftarkan anak usia sekolah wajib di sekolah atau menyediakan home schooling
yang sesuai atau diperlukan pelatihan pendidikan khusus, sehingga memungkinkan
anak atau pemuda untuk tidak terlibat dalam kebiasaan membolos. Pengabaian
pendidikan dapat menyebabkan anak gagal untuk memperoleh keterampilan hidup
dasar, putus sekolah atau terus menampilkan perilaku yang mengganggu.
Pengabaian pendidikan bisa menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan anak,
kesejahteraan emosional, fisik atau pertumbuhan psikologis normal dan
perkembangan, terutama ketika anak memiliki kebutuhan pendidikan khusus yang
tidak terpenuhi.
c. Psychological neglect Emotional (Pengabaian psikologi emosional)
Pengabaian psikologi dan emosional meliputi tindakan seperti terlibat dalam
pertengkaran orang tua yang ekstrim di hadapan anak, memungkinkan seorang anak
untuk menggunakan obat-obatan atau alkohol, menolak atau gagal untuk
menyediakan membutuhkan perawatan psikologis serta terus-menerus meremehkan
kasih sayang. Perilaku orang tua yang dianggap menganiaya anak secara emosional
meliputi:
B. KONSEP ABUSE
1. Pengertian
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak
diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis
atau fisik (OBarnett et al., dalam Matlin, 2008).
Fontana (1971) membuat definisi yang lebih luas dari child abuse, dimana termasuk
malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah,
dan penganiayaan fisikberada pada stadium akhiir yang paling berat dari spectrum
perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa child abuse adalah
kekerasan baik fisik maupun psilogi terhadap objek yang pada banyak kasus kebanyakan
ialah anak yang mengakibatkan tekanan, kerugian fisik maupun psikologi.
2. Gejala Abuse
Tertekan
Kecemasan
Menarik diri dari teman dan keluarga
Merasa diri tidak berarti
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang
berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya
melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga
mengkambinghitamkan.Tindakan yang bertujuan untuk merendahkan, menghina
atau dan memanipulasi orang lain dengan menggunakan kata-kata. Verbal abuse
adalah bentuk aniaya yang berbahaya karena dampaknya tidak langsung terlihat dan
biasanya tersimpan dalam pikiran dan perasaan korban dalam jangka waktu yang
lama dan sulit untuk di deteksi. Korban pun banyak yang tidak menyadari secara
langsung sehingga bentuk aniaya ini bisa terjadi untuk periode yang panjang. Korban
bisa kehilangan jati diri dan merasa diri tidak berarti.
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah
mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak
basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia
boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan
mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung
konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan
terusmenerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
Biasanya menimbulkan gejolak emosi dan luka batin yang luar biasa pada diri
korban. Sama seperti Verbal Abuse, tipe aniaya ini juga sulit untuk di deteksi karena
tidak menimbulkan luka pada tubuh.
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul
anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu
jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang
dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.menyiksa atau menganiaya
orang lain dengan menampar, memukul, menjambak, mendorong secara kasar,
menginjak, menendang, mencekik, melempar benda keras atau tajam.
2) Extrafamilial Abuse
e. Ekonomi
Ada banyak faktor beresiko tinggi yang dapat mengarah kepada penyiksaan anak.
Faktor-faktor yang paling umum adalah sebagai berikut:
a. Lingkaran kekerasan
Menjadi orangtua dapat menjadi sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan sulit.
Orangtua yang mengasuh anak tanpa dukungan dari keluarga, teman atau masyarakat
dapat mengalami stress berat. Orangtua yang masih berusia remaja seringkali perlu
berjuang keras untuk dapat memiliki kedewasaan dan kesabaran yang diperlukan
untuk mejadi orangtua. Mengasuh anak dengan kekuarangan, kebutuhan khusus atau
perilaku yang menyulitkan juga merupakan tantangan. Pengasuh yang sedang
mengalami stress secara finansial maupun dalam hubungannya dengan orang lain
juga berpotensi melakukan penyiksaan anak.
c. Pecandu alkohol atau narkoba.
Para pecandu alkohol dan narkoba seringkali tidak dapat menilai dengan baik.
Mereka seringkali tidak dapat mengontrol emosi mereka sehingga kesempatan
melakukan penyiksaan lebih memungkinkan. Karena menjadi lemah akibat mabuk,
pecandu alkohol dan narkoba juga seringkali mengakibatkan mereka mengabaikan
anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga. Menjadi saksi kekerasan dalam rumah
tangga serta kekacauan dan ketidakstabilan yang merupakan hasilnya, adalah sebuah
bentuk penyiksaan anak secara emosional. Kekerasan dalam rumah tangga yang
sering terjadi dapat juga memuncak dan mengakibatkan penyiksaan anak secara fisik.
Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa
krisis.
4) Struktur Keluarga
b. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain.
Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak
disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir
rendah(BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk
beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
c. Adanya kejadian khusus
Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi
pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan
pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan
membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan
dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse
dapat terjadi pada semua tingkatan.
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada
anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan
laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5
sampai 8 kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan
Maurer).
Menurut Effendy, 2009, factor risiko kekerasan dalam rumah tangga dibagi
menjadi:
1) Faktor masyarakat
a) Kemiskinsn
b) Urbanisasi yang terjadi kesenjangan pendapat di antar pendududk kota.
c) Masyarakat keluarga ketergantungan obat.
d) Lingkungan dengan frekuensi kekerasa dan kriminalitas yang tinggi.
2) Factor keluarga
a) Adanya anggota keluarga yang sakit dan menumbuhkan bantuan terus-
menerus, misalnya anakdengan kelainan mental dan orang tua lanjut usia
(lansia).
b) Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan menghargai,
serta tidak menghargaiperan wanita.
c) Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan social pada keluarga.
d) Sifat kehidupan keluarga ini bukan keluarga luas.
3) Faktor individu
Di Amerika serikat, mereka yang mempunyai risiko lebih besar mengalami
kekerasan dalam rumah tangga ialahsebagai berikut :
a) Wanita yang lajang bercerai atauinhin bercerai
b) Berumur 17 28 tahun.
c) Ketergantungan obat atau alcohol atau riwayat ketergantungan kedua zat
tersebut
d) Sedang hamil
e) Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu yang berlebihan.
6. Akibat Abuse
Anak yang mengalami kekerasan/ penganiayaan akan berakibat panjang. Mereka
akan mengalamigangguan belajar, retardasi mental, gangguan perkembangan temasuk
perkembangan bahasa, bicara, motorik halusnya. Dalam penelitian juga diperoleh bahwa
IQ anak yang mengalami kekerasan/penganiayaan akan rendah daripada yang tidak.
Mereka juga mengalami gangguan dalam konsep diri dan hubungan sosial. Teman-teman
menganggap mereka sebagai anak yang suka menyendiri atau pembuat onar. Hal ini akan
berlanjut hingga dewasa, dalam memilih pasangan hidup.
Menurut Soetjiningsih (2005), akibat abuse pada anak yaitu:
a. Akibat pada fisik anak
Diagnosis dibuat kalau dijumpai trauma fisik yang dapat dijelaskan penyebabnya.
1) Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan
retina akibat adanya subdural hemtoma, dan adanya kerusakan organ dalam
lain.
2) Sekuele/cacat sebaggai akibat trauma misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
3) Kematian
b. Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah pada
umumnya lebih lambat dari anak yang normal yaitu:
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya
yang tidak mendapatt perlakuan salah.
Perkembangan kejiawaaan yang juga mengalami gangguan:
1) Kecerdasan
2) Emosi
3) Konsep diri
4) Agresif
5) Hubungan sosial
c. Akibat Penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual seperti:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal (Nyeri perineal, secret vagina, nyeri
dan perdarahan anus)
2) Tanda gangguan emosi (konsentrasi berkurang, anoreksia)
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual
d. Sindrome Munchausen
e. Akibat lain dari perlakuan salah tersebut, anak akan melakukan hal yang sama
kelak di kemuadian hari terhadap anak-anaknya.
7. Pencegahan Abuse
a. Pencegahan primer
1) Menghentikan peredaran buku, film, media dan atraksi kekerasan
perempuan.
2) Mengontrol pemilik senjata api.
3) Menghilangkan hukuman fisik di sekolah.
4) Promosi hubungan keluarga harmonis.
5) Informasi cara mencegah dan mengatasi masalah.
b. Pencegahan sekunder
1) Fase awal : bina hubungan saling percaya
2) Fase kedua : kaji bahaya yang dihadapi klien, kaji pemeriksaan
kesehatan, pastikan kontak korban dengan pelayanan, hubungkan dengan
pengacara, pertahankan kontak.
3) Fase ketiga : kaji kebutuhan tempat tinggal, pertahankan keamanan.
4) Fase keempat : keputusan tentang hubungan dengan pelaku.
c. Pencegahan tersier
1) Fase awal : bina hubungan, kesepakatan tujuan konseling.
2) Fase pertengahan : konseling
3) Fase akhir : evaluasi tentang keberhasilan korban untuk tidak jadi
korban kekerasan lagi dan meningkatkan kualitas hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengabaiaan (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacu pada
kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatan yang sesuai dengan
usia meski secara finansial mampu melakukannya atau ditawarkan berarti keuangan atau
lainnya untuk melakukannya.
Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan
manusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. Kata
kekerasan merupakan terjemahan dari kata violence, artinya suatu serangan terhadap fisik
maupun integritas mental psikologis seseorang.
Para ahli mendefinisikan empat jenis pengabaian yakni : fisik, pendidikan, emosional
dan medis. Sedangkan terdapat lima jenis kekerasan yakni : kekerasan terhadap perempuan
(KTP), kekerasan terhadap anak (KTA/Child Abuse) , kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), perkosaan dan kekerasan Napza.
B. Saran
Sebagai seorang perawat, hendaknya kita dapat mencegah penelantaran atau
pengabaian pada anak, karena hal tersebut dapat berakibat sangat fatal bagi perkembangan
anak serta mencegah kekerasan dalam bentuk apapun, karena kekerasan pun dapat
mengakibatkan kerusakan baik pada fisik maupun mental seseorang.
DAFTAR PUSTAKA