Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN SURAH AL- FURQAN AYAT 63- 74

Pada Surah Al-Furqan ayat 63-74 menggambarkan, bahwa ada sebelas sifat yang

dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Menurut Allah, orang-orang beriman yang memiliki

sebelas sifat tersebut memperoleh gelar ibadurrahman, yaitu hamba-hamba Allah yang akan

mendapatkan rahmat yang paling besar di sisi Allah SWT. Rahmat-rahmat Allah yang paling

besar tersebut yaitu kedudukan atau derajat-derajat yang paling tinggi yang diperoleh oleh

mereka di surga kelak.

Orang-orang yang beriman itu harus melaksanakan seluruh kewajiban yang diwajibkan

oleh Allah kepada mereka. Apabila mereka melalaikan kewajiban-kewajiban tersebut, maka

mereka akan mendapatkan siksaan yang amat pedih dari Allah SWT. Sebaliknya, apabila

mereka menunaikan kewajiban-kewajiban yang diberikan tersebut, maka mereka akan

mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Sifat-sifat yang dikemukakan di sini adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang

yang beriman setelah menunaikan berbagai kewajiban yang diwajibkan kepada mereka.

Seperti yang termaktub pada Surah al-Furqaan ayat 63-74, sebelas sifat yang dimaksud

tersebut adalah:

1. Sifat tawadhu.

Tawadhu adalah lawan dari sifat takabbur. Tawadhu adalah sifat yang selalu

merendah, merupakan sifat yang sangat disukai oleh Allah. Jika orang yang memiliki sifat ini

adalah orang yang sangat disukai oleh Allah, maka orang yang memiliki sifat takabbur adalah

orang yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Di dalam suatu hadits disebutkan, jika ada

seseorang yang di dalam dirinya terdapat sifat sombong walaupun hanya sebesar

biji zarrah (biji sawi), maka Allah akan mengharamkan surga baginya.

Takabbur adalah orang yang menganggap dirinya besar, padahal dia tidak besar. Orang

yang mengaku memiliki banyak hal, tapi sebenarnya ia tidak memiliki apa-apa. Padahal kata
Allah, bahwa apa yang mereka miliki itu tidak ada maknanya sedikitpun. Karena itulah,

mereka menambahkan sifat di dalam dirinya dengan apa yang tidak mereka miliki. Untuk

menjadikan diri kita tawadhu adalah dengan berpandangan bahwa apa yang kita miliki tidak

ada arti apa-apa dibandingkan dengan yang dimiliki oleh Allah SWT.

Sifat sombong adalah sifat yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada setiap

manusia. Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki sifat sombong. Hanya saja, ada orang

yang membiarkan kesombongannya menjadi subur, dan ada juga yang bisa menahan

kesombongannya, sehingga kesombongannya tidak pernah muncul.

Firman Allah pada Surah Al-Furqaan ayat 63:

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di

atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka

mengucapkan kata-kata yang baik. (Q.S. Al-Furqaan: 63)

Pada ayat tersebut dengan jelas menyebutkan, bahwa ibaadurrahman itu adalah

mereka yang berjalan di muka bumi ini dalam keadaan tawadhu, dalam keadaan tunduk,

dalam keadaan merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang sangat kecil, tak mempunyai

kekayaan apapun, tak memiliki ilmu apapun, walaupun orang lain memandang bahwa dirinya

adalah orang yang berilmu, orang yang kaya, ataupun orang yang memegang jabatan tinggi.

Pertanyaannya, mampukah kita bersikap tawadhu? Harus diingat, bahwa sikap

takabbur itu akan muncul kapanpun dan di manapun. Jika kita tidak berhati-hati, maka sikap

tersebut akan menjadi subur, akan berkembang dengan sendirinya karena kondisi dan keadaan

di mana kita hidup. Karena itulah, menurut Rasulullah, sombong terhadap orang yang

sombong itu adalah sebuah kebajikan sedekah. Mengapa? Karena kalau kita menahan

kesombongan seseorang, sebenarnya kita mendekatkan orang tersebut kepada surga. Karena,

jika ada kesombongan di dalam hati seseorang, maka diharamkan kepadanya untuk

mendapatkan surga. Jika kita sombong terhadap orang yang sombong sehingga orang tersebut
menjadi tidak sombong, maka sebenarnya kita telah menjauhkannya dari neraka dan

mendekatkannya kepada surga.

2. Selalu mengucapkan ucapan-ucapan yang baik (al-kalamuth thayyib).

Maksudnya adalah, bahwa orang tersebut senantiasa mengucapkan kalimat-kalimat

yang baik, walaupun orang lain selalu mengejeknya dengan kalimat-kalimat yang tidak

mengenakkan. Artinya, bahwa ibaadurrahmanadalah orang-orang yang senantiasa

mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik, senantiasa bersikap dengan sikap yang baik,

senantiasa menimbulkan kebajikan-kebajiikan walaupun di tengah orang-orang yang tidak

mau berbuat kebajikan kepadanya.

Biasanya, jika mendengar ada orang yang mengejek kita, maka kita akan membalasnya

dengan ucapan-ucapan yang lebih kasar dibandingkan orang yang mengejek kita tersebut.

Kalau ada yang memaki kita, maka kita akan membalasnya lebih dari satu kali makian. Jika

ada orang yang berbuat jahat kepada kita sebanyak sekali, maka kita akan membalasnya lebih

dari sekali. Itulah fitrah manusia.

Dalam ayat ini disebutkan, bahwa jika ada orang-orang yang bodoh yang menyapa dia,

kalau ada orang-orang yang mengejek dia dengan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan

baginya, maka dia akan menyampaikan kalimat-kalimat yang baik kepada orang yang

mengejeknya itu. Tapi secara fitri, hal ini tak mudah untuk dilakukan. Malahan sebaliknya,

seringkali perbuatan kebajikan dibalas dengan kejahatan (air susu dibalas dengan air tuba).

Rasulullah menyatakan, bahwa orang yang paling baik akhlaknya adalah orang-orang

yang apabila diputuskan hubungan silaturahmi, maka ia tidak akan memutuskan hubungan

tersebut. Misalkan: ada orang yang tidak mau datang ke rumah kita, tapi kita tetap mendatangi

rumah orang tersebut. Hal ini tak mudah untuk dilakukan, karena biasanya jika ada orang

yang tidak mau datang ke rumah kita, maka kita akan semakin menjauhi orang tersebut.
Rasulullah juga menyatakan, bahwa orang yang paling baik akhlaknya adalah orang

yang suka memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadanya.

3. Orang beriman yang suka tahajjud di malam hari.

Firman Allah pada Al-Furqaan ayat 64:

Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Q.S.

Al-Furqaan: 64)

Bangun di malam hari setelah tidur, untuk kemudian melakukan shalat tahajjud

bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tetapi apabila kita membiasakan diri, maka secara

otomatis pada saatnya kita akan terbangun, sehingga hal seperti ini mudah saja untuk

dilakukan. Mengapa tahajjud ini penting? Karena jika ibadah dilakukan di tempat yang sepi,

maka konsentrasi kita akan lebih terpusat, dibandingkan ibadah di tengah keramaian.

Menurut pandangan para ulama, shalat tahajjud merupakan shalat sunnat muakkad,

yaitu shalat sunnat yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah. Shalat sunnat tahajjud biasa

dilakukan paling tidak dua rakaat, umumnya dilakukan delapan rakaat, ditambah dengan

witir tiga rakaat. Begitu besar pahala yang didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa

melaksanakan shalat tahajjud, karena tidak banyak orang yang mampu melakukan shalat

tahajjud itu pada setiap malamnya.

4. Merasa takut akan siksa Allah SWT.

Firman Allah pada Al-Furqan ayat 65-66:

(65) Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami,

sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.

(66) Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Q.S.

Al-Furqaan: 65-66)

Orang yang senantiasa takut terhadap azab Allah, maka akan menyebabkannya selalu

mematuhi dan mentaati perintah-perintah Allah dan senantiasa meninggalkan segala yang
dilarang oleh Allah SWT. Di dalam Al-Quran digambarkan, bahwa di saat menghadapi

sakaratul maut, maka bagi mereka yang belum memiliki persiapan menghadapi alam kubur

dan alam akhirat itu lalu meminta kepada Allah untuk menunda kematiannya, karena mereka

belum banyak melakukan ibadah kepada Allah. Lalu Allah menjawab, Apabila ajal

mendatangi seseorang, maka ajal tersebut tak bisa diundur dan tidak juga bisa dipercepat.

Jika kita selalu mengingat akan azab Allah, maka pada saat itulah keinginan kita akan

muncul untuk melakukan ibadah kepada-Nya. Patut diingat, bahwa azab yang kita terima tak

pernah ada habisnya. Dimulai pada saat kita menjalani sakaratul maut, kemudian berlanjut

ketika berada di dalam kubur. Kemudian terus berlanjut hingga ketika dibangkitkan dan

dikumpulkan di padang mahsyar. Menurut riwayat, bahwa di padang mahsyar nanti matahari

itu sejengkal di atas kepala, dan manusia pada saat itu kondisinya berbeda-beda. Ada yang

selalu merasa dingin dan sejuk, walaupun matahari berada di atas kepalanya. Ada juga yang

merasa badannya terbakar, karena dibakar oleh matahari.

Pendeknya, ketika di padang mahsyar, maka manusia sudah merasakan alam atau

suasana yang berbeda sesuai dengan amal kebajikannya. Bagi yang mendapatkan siksaan,

maka siksaan tersebut akan terus berlanjut. Ketika berada di dalam neraka, siksaan tersebut

takkan pernah ada habisnya. Setelah kulitnya terbakar oleh api neraka, kemudian kulit

tersebut diganti lagi dengan yang baru. Setelah itu dibakar lagi, kemudian diganti lagi, dan

begitu seterusnya tak pernah berhenti.

Seorang muslim yang baik yang akan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat nanti

adalah mereka yang senantiasa ada di dalam dirinya itu rasa takut terhadap siksaan Allah

SWT. Dan karena rasa takut akan siksaan Allah itulah, maka kita akan menjadi orang yang

senantiasa patuh terhadap perintah-Nya.


5. Sederhana (moderat) di dalam berinfaq.

Firman Allah pada Al-Furqan ayat 67:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan

tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang

demikian. (Q.S. Al-Furqan: 67)

Pada ayat di atas dengan jelas menyebutkan, apabila manusia atau orang yang beriman

yang ingin membelanjakan sesuatu, maka ketika membelanjakan tersebut dia tidak boleh

terlalu boros, dan juga tidak boleh terlalu kikir.

Di dalam ayat lain Allah menyebutkan:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan

orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)

secara boros. (Q.S. Al-Israa': 26)

Jadi, tidak boleh ada sikap boros, dan tidak boleh juga kikir, melainkan berada di

tengah-tengah (moderat). Kalau kita berbelanja, maka belanjalah sesuai dengan keperluan.

Kalau bersedekah, jangan sampai memberikan sedekah terlalu banyak. Hanya karena bangga

dengan pahala bersedekah sehingga kita bersedekah terlalu banyak, sedangkan kita lupa akan

kebutuhan kita sendiri.

Allah juga mengingatkan, bahwa orang-orang yang bersifat boros itu adalah saudara-

saudaranya syaitan, seperti yang termaktub pada Surah Al-Israa ayat 27 berikut ini:

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu

adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Israa': 27)

Tetapi jangan juga karena mengingat akan kebutuhan kita, lalu kita tidak mau

mengeluarkan apa yang kita miliki, hingga zakat sekalipun tidak mau dikeluarkan. Itulah

orang yang kikir sebenarnya. Dalam hal ini, kita harus bersikap moderat, tidak kikir dan tidak

juga boros, namun berada di antara keduanya (moderat).


Pada Surah Al-Israa ayat 29 juga disebutkan:

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu

terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Q.S. Al-Israa': 29)

Jadi, jangan juga kita membelanjakan sesuatu sampai habis, dan jangan pula kita enggan

membelanjakan apa yang ada pada diri kita. Hal ini tak mudah dilaksanakan, karena pada

umumnya manusia itu bersifat konsumtif. Sifat konsumtif yang tak bisa ditahan yang

kemudian menjadi-jadi, itulah yang disebut pemborosan. Tapi kalau menahannya juga

menjadi-jadi, itulah yang dinamakan kikir. Di dalam hadits Nabi juga disebutkan, bahwa:

Urusan yang terbaik adalah urusan yang di tengah-tengah.

6. Menjauhkan diri dari sifat syirik.

(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,

dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat

(pembalasan) dosa (nya).

(69) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam

azab itu, dalam keadaan terhina.

(70) kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka

kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.

(71) Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia

bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.

(Q.S. Al-Furqan: 68-71)

Syirik itu pada hakikatnya adalah sifat yang senantiasa menyekutukan Allah. Seseorang

yang menganggap bahwa selain Allah itu ada tuhan yang lain lagi, maka dapat dikategorikan

sebagai syirik. Kalau seseorang melakukan penyembahan terhadap Allah, tapi dalam suasana
yang lain dia juga melakukan penyembahan terhadap yang selain Allah, maka itu juga dapat

disebut sebagai syirik. Menurut ulama, syirik yang seperti ini dinamakan syirik akbar (syirik

besar). Syirik akbar adalah syirik yang berupa menyekutukan Allah SWT dengan sembahan

atau penyembahan yang selain dari Allah.

Kemudian ada juga yang dinamakan syirik asghar (syirik kecil). Menurut para

ulama, syirik asghar salah satunya adalah riya. Mengapa? Karena ketika beribadah, yang ia

harapkan bukanlah keridhaan Allah, tetapi karena sesuatu yang selain dari Allah. Ibadah yang

dilakukannya bukanlah diniatkan untuk Allah, tetapi karena yang selain Allah. Kalau ada

seseorang yang melakukan shalat bukan karena Allah, tetapi karena yang lain, maka inilah

yang disebut sebagai syirik asghar.

Berkaitan dengan syirik akbar, di dalam Al-Quran Allah menyebutkan, bahwa mereka

yang syirik itu apabila mati, maka dosa karena syiriknya tersebut tidak akan diampuni oleh

Allah SWT. Dosa tersebut takkan pernah diampunkan oleh Allah, jika saat ia meninggal dunia

tak pernah memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa syiriknya itu. Karena itu, banyak

sekali hal-hal yang menjauhkan seseorang dari surga, salah satu di antaranya adalah syirik.

Di dalam Al-Quran disebutkan:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa

yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang

mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nisaa:

48)
7. Menjauhkan diri dari melakukan perbuatan membunuh yang diharamkan

oleh Allah SWT.

Seperti yang termaktub pada Surah Al-Furqan ayat 68, bahwa selain syirik, melakukan

pembunuhan terhadap orang lain juga merupakan perbuatan dosa besar. Berkaitan dengan ini,

ada juga orang yang melakukan pembunuhan, tetapi pembunuhan itu atas perintah hukum.

Pembunuhan jenis ini tidak dikategorikan sebagai pembunuhan yang dilarang oleh Allah.

Misalnya, ada seseorang yang melakukan pembunuhan terhadap orang lain, lalu dia itu diadili

oleh hakim, dan hakim memutuskan bahwa dia akan juga dibunuh dengan hukum qishash.

Maka mereka yang melakukan eksekusi hukuman mati terhadap orang yang dikenai

hukum qishash tersebut tidaklah dikategorikan dalam rangka membunuh sesuatu yang

diharamkan oleh Allah SWT, karena eksekusi hukuman mati tersebut berdasarkan perintah

hukum.

Dalam kaitan dengan hukum qishash ini, ada ketentuan-ketentuan tertentu yang berlaku.

Misalnya: dalam sebuah negara, jika negara memutuskan berdasarkan keputusan pengadilan

bahwa si A akan dihukum qishash, maka itu tidak dianggap sebagai pembunuhan yang

dilarang oleh Allah. Tetapi jika ada sekelompok orang di dalam sebuah negara yang mereka

(orang-orang itu) memberlakukan hukuman qishash kepada seseorang tanpa adanya

keputusan pengadilan yang sah, maka hal ini dikategorikan bukanlah pelaksanaan

hukuman qishash yang sesuai dengan tuntunan syariah. Karena itu, bagi mereka yang

memberlakukan pembunuhan seperti ini, maka mereka telah melakukan pembunuhan

terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh.

Berkaitan dengan ini, Allah mengingatkan, bahwa barangsiapa yang membunuh

seseorang, maka seolah-olah dia itu telah membunuh semua manusia, seperti termaktub pada

ayat berikut ini:


Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang

membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan

karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia

seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang

kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,

kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam

berbuat kerusakan di muka bumi.(Q.S. Al-Maidah: 32)

8. Menjauhkan diri dari perbuatan berzina.

Seperti yang termaktub pada Surah Al-Furqan ayat 68, bahwa selain syirik dan

membunuh, melakukan perzinahan juga merupakan perbuatan dosa besar. Karena itu, bagi

pelakunya akan diberikan siksaan yang berlipat ganda oleh Allah di akhirat nanti, seperti yang

termaktub pada Surah Al-Furqaan ayat 69: (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada

hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.

Tetapi pada Surah Al-Furqaan ayat 70 dan 71 memberikan kabar gembira kepada kita:

[70] kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka

kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang. [71] Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka

sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.(Q.S. Al-

Furqan: 70-71)

Yang dimaksud pada ayat tersebut, jika sudah pernah terjadi hal-hal yang seperti itu

(syirik, pembunuhan, dan zina), maka Allah membukakan pintu taubat, lalu bertaubatlah

kepada Allah. Tapi pernyataan ini jangan dipelintir. Kalau begitu syirik dulu, baru kemudian

bertaubat, karena Allah pasti akan mengampuni. Kalau begitu membunuh dulu, nantikan

Allah akan membukakan pintu taubat. Kalau begitu berzinah dulu, nanti malam shalat lail
kemudian berdoa, minta ampun dan bertaubat, maka Allah akan mengampuni. Tentunya

bukan ini sebenarnya yang dimaksud.

Itulah sebabnya, bagi manusia yang bersalah, apabila dia bertaubat, maka kesalahannya

itu akan dihapuskan oleh Allah SWT. Setelah dosa dan kesalahannya dihapuskan oleh Allah

SWT, maka kalau bertaubat lagi, maka akan ada tumpukan pahala dari taubatnya yang akan

diberikan oleh Allah. Jika ia bertaubat lagi, sedangkan dosanya sudah tidak ada lagi, maka

pahala bertaubatnya akan ditambahkan lagi oleh Allah SWT. Karena itulah, tindakan

bertaubat dan beristighfar itu tidak hanya dilakukan setelah kita melakukan perbuatan-

perbuatan dosa, tetapi kalau memungkinkan di sepanjang kehidupan kita selalulah kita

bertaubat.

Perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang menurut Rasulullah, bahwa orang

yang berzina itu tidak layak kalau diundang untuk menghadiri sebuah majelis. Ini merupakan

siksaan sosial.

9. Menjauhkan diri dari bersaksi palsu.

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu

dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka

lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Q.S. Al-Furqaan: 72)

Saksi palsu bisa muncul kapan saja. Hal ini biasanya terjadi apabila dengan menjadi

saksi palsu itu maka akan mendapatkan keuntungan. Sekarang ini banyak sekali terjadi orang

yang memberikan kesaksian palsu. Misalkan: sebenarnya kasus tersebut seharusnya

dimenangkan oleh pihak A, tapi hakim kemudian memberikan kemenangan kepada pihak B,

karena semua saksi memberatkan pihak A. Dalam hal ini, mereka yang menjadi saksi palsu

itu sudah melakukan dosa besar. Menjadi saksi palsu itu membahayakan kemaslahatan di

dalam masyarakat.
10. Senang menerima nasehat yang baik.

Dikatakan oleh Al-Quran:

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka

tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (Q.S. Al-Furqaan: 73)

Jadi, orang yang termasuk kategori orang beriman yang mendapat

gelar ibaadurrahman itu adalah orang yang senantiasa menerima nasehat-nasehat yang baik

yang diberikan oleh orang lain, orang yang senantiasa mendapatkan pengajaran dan pelajaran

dari orang-orang yang memberikan pelajaran-pelajaran yang baik. Termasuk di dalam hal ini

adalah orang yang senang mencari ilmu adalah orang yang senang menerima nasehat.

11. Senantiasa berdoa dan bermunajjat kepada Allah.

Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri

kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi

orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-Furqaan: 74)

Bukan hanya berdoa untuk dirinya, juga berdoa untuk keluarganya, untuk anak cucunya

agar menjadi orang-orang yang baik dan orang-orang yang shaleh di belakang hari. Orang-

orang yang seperti ini dikatakan oleh Al-Quran adalah orang-orang yang akan mendapatkan

ganjaran yang paling tinggi di surga nanti yang akan diberikan oleh Allah SWT

Anda mungkin juga menyukai