Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.

Atas berkat rahmat serta inayah Allah jugalah penulis telah dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul :SYOK KARDIOGENIK. Adapun penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KEGAWATDARURATAN
program D4 Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak menutup


kemungkinan apabila masih terdapat kesalahan dan kekurangan.Dengan lapang dada
penulis menerima saran dan kritiknya demi untuk menambah wawasan.Semoga
makalah ini mendatangkan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi rekan-rekan semua
pada umumnya. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Makassar, 10 September 2017

Penyusun

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Insiden syok kardiogenik dalam komunitas tidak mengalami penurunan yang signifikan
dalam beberapa waktu terakhir. Walaupun angka mortalitas sempat menurun berkaitan
dengan tindakan revaskularisasi, syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian
tersering pada pasien rawat inap dengan infark miokard akut. Meskipun syok kardiogenik
muncul segera setelah kejadian infark, hal ini tetap tidak terdeteksi pada penanganan awal
di rumah sakit (Menon and Hotchman, 2013).

Syok kardiogenik adalah gangguan hemodinamik yang disebabkan oleh


ketidakmampuan jantung untuk memberikan asupan darah yang adekuat kepada jaringan
untuk memenuhi kebutuhan basal. Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi hipotensi
persisten dan hipoperfusi jaringan akibat kegagalan fungsi jantung dengan volume
intravaskular dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang memadai. Dengan kata lain pada
syok kardiogenik terjadi penurunan curah jantung sistemik yang dapat mengakibatkan
hipoksemia jaringan dalam kondisi volume intravaskular yang cukup (Califf & Bengston,
2008)

Etiologi syok kardiogenik yang terbanyak adalah gagal jantung kiri akibat infark
miokard. Faktor risiko terjadinya syok antara lain usia tua, diabetes infark anterior, riwayat
infark miokard sebelumnya, penyakit vaskular perifer (peripheral vaskular disease),
menurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri, serta infark miokard yang luas. (Cuculich and
Kates, 2009).

2. Rumusan masalah
a. apa itu Syok Kardiogenik, Etiologi dan Gambaran klinisnya ?
b. bagaimana patofisiologi Syok Kardiogenik ?
c. bagaimana penatalaksanaan Syok Kardiogenik ?

3. Tujuan
a. Mengetahui Syok Kardiogenik, Etiologi dan Gambaran klinisnya.
b. Mengetahui patofisiologi Syok Kardiogenik.
c. Mengetahui penatalaksanaan Syok Kardiogenik.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Faal Sirkulasi

2. Definisi

Syok kardiogenik adalah gangguan hemodinamik yang disebabkan oleh


ketidakmampuan jantung untuk memberikan asupan darah yang adekuat kepada
jaringan untuk memenuhi kebutuhan basal. Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi
hipotensi persisten dan hipoperfusi jaringan akibat kegagalan fungsi jantung dengan
volume intravaskular dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang memadai. Dengan kata
lain pada syok kardiogenik terjadi penurunan curah jantung sistemik yang dapat
mengakibatkan hipoksemia jaringan dalam kondisi volume intravaskular yang cukup
(Califf & Bengston, 2008).

3. Etiologi
a. Penyebab
Infark miokard akut
Gangguan mekanis akut :
- ruptur katup mitral
- defek akut septum ventrikel
Bedah pintas kardiopulmonal
Payah jantung kongestif : iskemia, hipertensi, kardiomiopati atau penyakit
jantung katup.
( Buku ajar kardiologi FK UI)
b. Pencetus
Iskemia miokard atau infark
Anemia jantung: takikardia atau bradikardia
Infeksi : endokarditis, miokarditis, atau infeksi di luar jantung.
Emboli pembuluh darah paru.

4. Gambaran Klinis
Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok
kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah
jantung rendah dengan syok kerdiogenik.

5. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung
menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran
urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah
jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan
(LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk
berfungsi sebagai pompa yang efektif.
6. Pathway
Faktor pencetus menyebabkan gangguan pada bagian ventrikel kiri jantung

menyebabkan gangguan perfusi pada sel, jaringan, organ di seluruh tubuh

7. Diagnosis syok kardiogenik (Menurut Mubin (2008))


a. Keluhan Utama :
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
b. Tanda Penting Syok Kardiogenik
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.

Penegakan diagnosis juga membutuhkan suatu kemampuan tenaga medis untuk segera
tanggap terhadap adanya gangguan hemodinamik pada pasien penyakit jantung. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan penunjang harus harus dilakukan dengan cepat dan tepat
agar terapi dapat segera diberikan secara adekuat.
Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Pasien dengan infak miokard akut datang dengan keluhan nyeri dada tipikal
yang akut, dan kemudian sudah memiliki riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut.
Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop,
atau merasakan akibat berkurangnya perfusi jaringan ke sistim saraf pusat (Cuculich
and Kates, 2009).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik
yang menurun hingga < 90 mmHg, bahkan dapat turun hingga <80mmHg pada
pasienyang tidak memperoleh penatalaksanaan yang adekuat. Denyut jantung
cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan
frekuensi pernapaasan yang meningkat sebagai akibat kongesti di paru (Menon and
Hotchman, 2013).
Pasien dengan syok kardiogenik memperlihatkan tanda-tanda hipotensi,
vasokonstriksi perifer (akral dingin), nadi lemah dan cepat, oliguria hingga anuria,
sampai dengan perubahan status mental. Pada pemeriksaan jantung, akan didapatkan
suara jantung yang jauh dengan S3 dan S4. Kita harus waspada terhadap munculnya
murmur sistolik yang mengindikasikan adanya defek septum ventrikel (VSD) atau
ruptur muskulus papillaris. Selain tanda-tanda tersebut distensi vena jugular juga
sering tampak (Cuculich and Kates, 2009)
Pemeriksaan thoraks akan menunjukkan adanya rhonki. Kongesti paru sangat
kecil kemungkinannya terjadi pada pasien dengan infark ventrikel kanan atau pasien
dengan keadaan hipovolemik.
Terjadi peningkatan distensi vena-vena dileher seperti vena jugularis. Letak
impuls apikal dapat bergeser pada dilatasi kardiomiopati. Intensitas bunyi jantung
akan jauh menurun pada efusi perikardial ataupun tamponade jantung. Dapat
terdengar Irama gallop yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna. Sedangkan pada kondisi regurgutasi mitral atau defek septum ventrikel,
bunyi murmur yang timbul akan sangat membantu dokter pemeriksa untuk
menentukan kelaina mekanik yang ada (Cuculich and Kates, 2009).
Pasien dengan gagal jantung kanan yang berat akan menunjukkan beberapa
tanda-tanda antara lain pembesaan hepar dan pulsasi di liver akibat regurgitasi
trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit diatasi. Pulsasi
arteri diekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat
timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan akral dingin menunjukkan terjadinya
penurunan perfusi jaringan (Menon and Hotchman, 2013).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada syok kardiogenik memperlihatkan adanya
hipoksia, peningkatan kreatinin dan asam laktat. Foto rontgen thorax dapat
memperlihatkan gambaran kongesti pulmonal. Pemeriksaan penunjang yang sering
dipergunakan dalam membantu diagnosis antara lain,
a. Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG dapat membantu untuk menentukan terjadinya syok kardiogenik.
Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut.
Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat
proses di sandapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi T di sandapan V4R).
Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok
kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut
(Cuculich and Kates, 2009).
b. Foto Rontgen Dada
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau
edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septum
ventrikel atau regurgutasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran
kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang
pertama kali. Gambaran kongesti paru jarang terlihat pada pada gagal ventrikel
kanan atau keadaan hipovolemik.
c. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non invasif ini sangat banyak membantu dalam
mendiagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif
cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien. Informasi
yang diharapkan dari pemeriksaan ini adalah penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi),
tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt/pirai (misalnya pada defek spetum
ventrikel dengan left to the right shunt), efusi perikardial atau tamponade.
d. Pemantauan Hemodinamik
Penggunaan kateter Swan Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan
pulmonal capillary wedge pressure sangat berguna, khususnya untuk memastikan
diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang
diberikan. Pasien dengan syok kardiogenik akibat kegagalan ventrikel kiri yang berat,
akan terjadi peningkatan PCWP. Apabila PCWP mencapai >18mmHG pada pasien
dengan ingfark miokard akut, maka dapat ditentukan bahwa volume intravaskular
pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan kegagalan ventrikel kanan atau
hipovolemia yang berat akan menunjukkan PCWP yang normal atau rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterloas
(resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila
terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang
akan menghasilkan penurunan curah jantung (Cuculich and Kates, 2009).
e. Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat
pemasangan kateter Swanganz yang juga dapat mendeteksi adanya defek septum
ventrikel. Bila terdapat pirai yang kaya akan oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

8. Komplikasi
a. Cardiopulmonary arrest
b. Disritmi
c. Gagal multisistem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli

9. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


Dalam kondisi syok, resusitasi dan usaha suportif harus diberikan segera, bersamaan
dengan penegakan diagnosis. Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan apabila
tidak terdapat tanda-tanda kongesti paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250ml dapat
dilakukan dalam 10 menit. Oksigenasi adekuat sangatlah penting. Intubasi atau ventilasi harus
dilakukan segera jika ditemukan gangguan difusi oksigen. Hipotensi yang terus berlangsung
akan memicu kegagalan otot pernapasan dan hal ini dapat dicegah dengan pemberian ventilasi
mekanis (Idrus A, 2006).
Prognosis pasien dengan syok kardiogenik tergolong buruk, karena secara definisi
tidak terlihat adanya kelainan metabolit, hemodinamik, humoral, ataupun masalah infeksi
yang dapat dikoreksi untuk memperbaiki fungsi sirkulasi.
Terapi farmakologis pasien dengan syok kardiogenik berperan penting dalam
manajemen klinis. Diuretik, agen inotropik, dan obat-obatan vasodilator memiliki tempat
tersendiri bagi pasien dengan curah jantung yang rendah dan syok kardiogenik akibat infark
miokard. Diuretik seperti furosemide dapat digunakan untuk meredakan gejala kongesti
pulmonal namun tidak efektif untuk mengatasi hipotensi maupun hipoperfusi organ.
Ditambah lagi apabila terdapat keadaan kegagalan ginjal, maka diuretik sama sekali tidak
efektif.
Agen inotropik yang palin efektif dan direkomendasikan adalah golongan amine
simpatomimetik, seperti dopamin dan dobutamin, yang memiliki efek pada beberapa variabel
penting syok kardiogenik, seperti kondisi intropik dan kronotropik positif, kebutuhan oksigen
miokard, tekanan pengisian ventrikel kiri, dan tonus vaskular perifer. Semua agen inotropik
memiliki kemungkinan memperberat iskemia miokard karena dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard dalam kondisi kurangnya suplai oksigen dari arteri. Agen vasodilator
(phentolamin, nitroprusid, dan nitrogliserin) digunakan pada kondisi akibat komplikasi
mekanis seperti regurgutasi mitral atau ruptur septum ventriel (Rude RE,1983).
Pada pasien dengan gangguan perfusi jaringan namun volume intravaskular adekuat,
obat-obatan inotropik dan vasopresor harus diberikan segera. Dobutamin merupakan pilihan
yang paling utama dibanding amine simpatomimetik meskipun terjadi hipotensi. Obat ini
menambah aliran darah diastol menuju pembuluh koroner dan pembuluh darah kolateral pada
area iskemik sambil meningkatkan kontraktilitas miokard, meningkatkan curah jantung, serta
menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri.
Ketika hipotensi memberat dan hipoperfusi jaringan terjadi, obat pilihan adalah
dopamin karena dibutuhkan vasokonstriksi perifer untuk mempertahankan perfusi organ-
organ vital. Norepinefrin digunakan apabila terdapat hipotensi berat untuk meningkatkan
tekanan darah sementara usaha resusitasi lain dimulai (Idrus A, 2006).

Dengan mengasumsikan gagal jantung kiri sebagai penyebab syok kardiogenik (sistol
<90mmHg, cardiac index <2.2 L/minute/m2), maka penatalaksanaan yang dianjurkan antara
lain:
a. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ selama diakukan terapi definitif.
Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang adekuat untuk mencegah kecacatan
neurologis dan gangguan ginjal.
Oksigenasi
Saturasi oksigen perlu dipertahankan hingga diatas 90% jika memungkinkan. Intubasi
dapat dilakukan, namun harus tetap waspada terhadap hipotensi akibat sedasi dan penurunan
pengisian jantung dengan ventilasi tekanan positif.
Cairan Intravena
Target tekanan baji paru atau pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) adalah
18mmHg. Pasien dengan PCWP rendah lebih baik diberikan hidrasi lambat. Pasien dengan
edema pulmonal atau peningkatan PCWP terbaik dilakukan diuresis dengan menggunakan
furosemid intravena dengan memonitor tanda-tanda hipotensi.
Inotropik dan vasopressor
Jika tekanan darah sistol <70mmHg, mulai pemberian norephineprin 0,01-
3mcg/kgBB/menit hingga tercapat MAP 70mmHg. Jika tekanan darah sistole 70-90 mmHg,
mulai pemberian dopamin 2-20 mcg/kgBB/menit dengan dosis maksimal 50mcg/kgBB/menit.
Dopamin meningkatkan cardiac output dan aliran darah ginjal (renal blood flow) melalui
reseptor spesifik beta-dopamin. Pada dosis 5-20mcg/kgBB/menit, dopamin memberikan efek
efek vasokonstriksi karena stimulasi alfa adrenergik. Dengan tekanan darah sistol 70-
90mmHg tanpa adanya tanda-tanda syok, dobutamin adalah agen yang dipilih. Dobutamin
dimulai dengan dosis 2-20mcg/kgBB/menit dengan dosis maksimal 40mcg/kgBB/menit
(AHA,2008).

b. Menentukan Anatomi Koroner Secara Dini dan Revaskularisasi


Hal ini merupakan langkah penting dalam tata laksana syok kardiogenik yang berasal
dari kegagalan jantung yang predominan. Pasien di Rumah sakit perifer harus segera dikirim
ke fasilitas pelayanan tersier yang berpengalaman. Hipotensi diatasi dengan IABP. Syok
berkaitan dengan gangguan pembuluh darah seperti penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat
disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi
koroner. Suatu lesi circumfleksa atau lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok
pada kondisi tanpa infark ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark
miokard sebelumnya atau kardiomiopati (Menon and Hotchman, 2013).
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas
terapi secepatnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat revaskularisasi (perkutan
ataupun surgikal) atau terapi farmakologis pada pasien dengan syok kardiogenik. Studi
mengenai syok kardiogenik menunjukkan pasien yang mengalami syok kardiogenik dalam 36
jam infark miokard dibandingkan dengan revaskularisasi sebagai tatalaksana agresif.
Walaupun tidak terdapat penurunan mortalitas dalam 30 hari, namun penurunan mortalitas
secara signifikan terlihat dalam jangka waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Pasien muda (<75
tahun) memberikan respon yang baik terhadap revaskularisasi sedangkan pasien lebih tua
lebih berespon baik terhadap terapi farmakologis (Cuculich and Kates, 2009).

Sesuai dengan guidelines terakhir ACC/AHA, direkomendasikan pemasangan IABP


(Intra Aortic Balloon Pump) secara dini pada pasien syok kardiogenik sebagai terapi agresif.
Intra aortic balloon pump (IABP) menurunkan afterload dan meningkatkan tekanan diastol
untuk memperbaiki curah jantung dan perfusi koroner. Pada beberapa penelitian, IABP
menurunkan angka kematian bila digunakan dalam usaha revaskularisasi (Cuculich and
Kates, 2009).
Target utama dalam pencegahan syok adalah usaha untuk mengurangi proporsi pasien
dengan presentasi STEMI yang tidak menerima terapi reperfusi. Reperfusi awal yang
dikatakan berhasil adalah perfusi yang adekuat sepanjang vaskular yang menyempit selama
proses nekrosis dan menurunkan risiko terjadinya syok pada pasien yang rentan. Dalam usaha
menangani syok kardiogenik, perlu dilakukan pula upaya monitor kondisi dan perbaikan
pasien. Tanda klinis yang perlu diperhatikan antara lain status mental, produksi urin, dan
oksigenasi arteri atau vena. Selain itu juga perlu dimonitor tekanan darah, detak jantung, nilai
kateter PA, serum kreatinin, dan enzim-enzim hati (Idrus A, 2006)

10. Penatalaksanaan Primary Survey


a. Airway
1. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)
2. Periksa cedera tulang belakang leher dan menentukan apakah jalan nafas dilindungi
dan diposisikan secara memadai setelah trauma.
3. Amati untuk tingkat kesadaran, air liur dan sekresi, benda asing, luka bakar wajah,
karbon di dahak.
4. Palpasi untuk setiap deformitas wajah atau leher dan memeriksa refleks muntah
5. Mendengarkan untuk suara serak atau stridor.

b. Breathing
1. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi, irama, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / gangguan
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal.
3. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi
yang berlebihan, obstruksi. diafragma, retraksi sterna.
Untuk menilai kecukupan alat pernapasan, amati :
Amati tanda-tanda deviasi trakea, distensi vena jugularis (JVD), tanda Kussmaul's
(meningkat JVD dengan inspirasi),
Palpasi untuk Krepitus tulang, udara subkutan atau lunak
Auscultates untuk menilai masuknya udara, simetri, suara adventitial (crackles,
mengeluarkan bunyi dan menggosok), dan
Perkusi, jika perlu, untuk hyperresonance atau di setiap sisi.

c. Sirkulasi
1. Palpasi denyut nadi untuk tingkat, kontur keteraturan, dan kekuatan
2. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan

d. Disability
1. Tingkat kesadaran : GCS

e. Ekspossure
1. Paparkan tubuh pasien secara luas
2. Memeriksa dan meraba bagian belakang untuk kelainan, menggunakan tindakan
pencegahan tulang belakang leher untuk menggulingkan pasien jika ada
kemungkinan trauma. Juga, periksa kulit untuk ruam, lesi jelas lainnya dan tanda-
tanda trauma
3. Perhatikan setiap bau tertentu tentang pasien,
4. Mengukur suhu rektal .
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
syok kardiogenik terjadi penurunan curah jantung sistemik yang dapat mengakibatkan
hipoksemia jaringan dalam kondisi volume intravaskular yang cukup (Califf &
Bengston, 2008).
Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok
kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari
90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari
60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Dengan mengasumsikan gagal jantung kiri sebagai penyebab syok kardiogenik (sistol
<90mmHg, cardiac index <2.2 L/minute/m2), maka penatalaksanaan yang dianjurkan
antara lain:
Tindakan resusitasi segera
- Oksigenasi
- Cairan Intravena
- Inotropik dan vasopressor
Menentukan Anatomi Koroner Secara Dini dan Revaskularisasi
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/148537068/Makalah-syok-kardiogenik3A%22web%22%7D

https://id.scribd.com/document/188314279/Makalah-SYOK-KARDIOGENIK

https://www.scribd.com/doc/225745447/ASKEP-SYOK-KARDIOGENIK

Syaifuddin. 2011. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai