Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

ETIKA BISNIS
"THE OK TEDI CHOPPER MINE"

OLEH:
GALIH DWI ATMOJO
GINA WULANDARI
TANTYA HAPSARI SUNDOYO

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
"THE OK TEDI CHOPPER MINE"

Profil Perusahaan BHP Billiton


BHP Billiton
BHP Billiton adalah perusahaan tambang terbesar di dunia yang berkantor pusat di
Melbourne, Australia.Perusahaan ini merupakan hasil merger dari Broken Hill Proprietary (BHP),
sebuah perusahaan Australia dengan Anglo-Dutch Billiton plc yang bermarkas di Belanda pada tahun
2001. BHP Billiton saat ini beroperasi di 25 negara dan mempekerjakan kurang lebih 41 ribu orang.
Broken Hill Proprietary (BHP)
Broken Hill Proprietary (BHP) didirikan pada tahun 1885 untuk menambang cadangan perak
dan timbal di Broken Hill, sebelah barat New South Wales, Australia. Pada tahun 1915, perusahaan ini
juga merambah bisnis baja dengan basis operasi di Newcastle, New South Wales. Di tahun-tahun
berikutnya, BHP juga turut menggarap penambangan minyak bumi yang selanjutnya menjadi fokus
bisnis mereka.
Billiton
Sedang Billiton adalah perusahaan yang didirikan tahun 1860 di Belanda. Beberapa bulan
kemudian, perusahaan ini mendapatkan hak menambang timah di Pulau Bangka (Banka) dan Belitung
(Billiton), Indonesia. Selain timah, Billiton juga menambang bauksit (bijih aluminium) di Indonesia
dan Suriname. Billiton juga memiliki fasilitas peleburan timah dan timbal di Belanda. Di tahun-tahun
berikutnya operasi penambangan Billiton meluas ke Mozambik, Australia, Colombia, Afrika Selatan,
dan Brazil dengan beragam komoditi seperti nikel, batubara, titanium, hingga peleburan aluminium.
Akuisisi
Pada 08 November 2007, BHP Billiton pernah mencoba mengakuisisi Rio Tinto tapi ditolak
oleh direksi Rio Tinto karena menganggap penawaran yang diajukan terlalu rendah. Setahun
kemudian BHP Billiton kembali mengajukan penawaran akan tetapi akhirnya ditarik akibat terjadinya
krisis keuangan global tahun 2008. BHP Billiton memproduksi berbagai macam bahan tambang
seperti bijih besi,nikel, kobalt, uranium, mangaan, kokas, minyak bumi, aluminium, titanium, dan
intan. BHP (berubah nama menjadi BHP Billiton sejak 2001 setelah merger dengan BillIton PLC)
didirikan di Australia pada tahun 1885 sebagai perusahaan yang bergerak dalam penemuan,
pengembangan, produksi sumber daya, pemasaran biji besi, baja, batu bara, tembaga, gas dan minyak,
berlian, perak, emas, timah, seng, dan beberapa sumber daya alam lainnya. Pada abad 20, perusahaan
menjadi pemimpin pasar global dalam tiga bidang operasi bisnis: mineral, minyak, dan baja. Pada
1967, Papua Nugini menunjuk BHP untuk mengembangkan tambang guna mengeksplotasi simpanan
tembaga terbesar yang ditemukan pada tahun 1963 di dataran tinggi bagian barat Papua Nugini.
Pemerintah kemudian secara resmi memberikan izin untuk pembentukan kelompok Ok Tedi Mining
Company Limited (OTML), sebuah perusahaan patungan yang didirikan untuk mengembangkan
tambang Ok Tedi. Tambang ini dimiliki oleh BHP sebanyak 52 persen, pemerintah Papua Nugini
memiliki 30 persen, dan Inmet Mining Corporation, perusahaan Kanada, memiliki 18 persen.
Kilas Fakta Kasus The Ok Tedi Chopper Mine
Tahun 1963 ditemukan cadangan tembaga yang cukup besar di pengunungan Fubilan hulu
dari sungai Ok Tedi
Tahun 1976 pemerintah PNG menunjuk BHP untuk mengexploitasi daerah tersebut melalui
perusahaan patungan Ok Tedi Mining Limited Company (OTML)
Di OTML BHP memiliki 52% saham, 30% pemerintah dan 18% Inet Mining (Kanada)
Penambangan mengunakan teknik konvensional open-pit yang menghasilkan 30 juta ton biji
tembaga dan 55 juta ton limbah batuan
Pemerintah mewajibkan pengendalian lingkungan melalui pengunaan waduk (tailing) untuk
menampung 80% limbah penambangan
Pembangunan fasilitas tailing dimulai pada tahun 1983, satu tahun sebelum pertambangan
dibuka, tetapi pada tahun 1984 longsor yang besar menghancurkan fondasi dari waduk
OTML mengusulkan kepada pemerintah untuk diizinkan secara temporer memulai
penambangan tanpa fasiltas tailing karena kalau tidak maka pembukaan penambangan akan
tertunda
Pemerintah akhirnya setuju untuk memulai beroperasinya penambangan tanpa fasilitas untuk
penyimpan sampah hasil penambangan
Pada tahun 1984 penambangan dimulai dan mulai mengotori Ok Tedi River dengan hasil
pembuangan tambang
Terdapat 73,500 perkampungan disekitar Ok Tedi River dan Fly River dimana hidupnya
masih sangat tradisionil dan tergantung pada alam (sungai dan hutan)
Efek Negatif
Setiap hari ada 200,000 ton sisa penambangan yang dibuang ke sungai Ok Tedi yang
mengakibatkan :
Peningkatan sendimen 4 x lebih tinggi dari sebelumnya
Level air sungai meningkat menjadi 5-6 meter yang sering menyebabkan banjir
Banjir menyebabkan tanah di hutan kekurangan oxygen (dieback) yang membunuh pohon dan
vegetasi lainnya
Daerah dieback meluas mulai 18 km square (1992) menjadi 480 km square (2000)
Air sungai terkontaminasi menyebabkan populasi ikan berkurang
Perahu penduduk sukar berjalan karena terjadi pendangkalan
Efek Positif
Memberikan pemasukan ke pemerintah sebanyak $155 million per tahun berupa royalti dan
pajak
Memperkerjakan 2000 orang secara langsung dan 1000 pekerja secara tidak langsung dan
ratusan lainnya sebagai tenaga pendukung
Terjadi kegiatan ekonomi di daerah pegunungan
Kegiatan CSR BHP menghasilkan :
Penurunan tingkat kematian bayi dari 27% menjadi 2%
Peningkatan harapan hidup masyarakat dari 30 thn menjadi 50 thn
Pengaruh malaria thd anak menurun dari 70% menjadi kurang 15%
Menyumbang $3 million pertahun untuk pendidikan dan pembangunan desa sekitar
Permasalahan Kasus THE OK TEDI CHOPPER MINE
Tambang ini akan menggunakan teknik tambang terbuka konvensional untuk mengekstrak
sekitar 30 juta ton bijih tembaga dan 55 juta ton limbah batuan setiap tahun. UU Pertambangan tahun
1976 mengharuskan kontrol lingkungan konvensional digunakan oleh OTML untuk meminimalkan
kerusakan lingkungan, termasuk fasilitas penyimpanan besar di belakang bendungan yang akan
digunakan untuk menyimpan sekitar 80 persen tailing dan limbah yang dihasilkan oleh tambang.
Pembangunan fasilitas penampungan limbah tailing dimulai pada 1983, setahun sebelum tambang
dijadwalkan beroperasi. Namun pada tahun 1984 tanah longsor menghancurkan fondasi bendungan
penampungan limbah tersebut. OTML meminta kepada pemerintah untuk mengijinkan tambang
dibangun tanpa fasilitas pembuangan limbah, atau pembukaan tambang tidak sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.
Pemerintah Papua Nugini kemudian mengijinkan tambang beroperasi tanpa fasilitas
penampungan limbah. Efek dari pembuangan limbah ini mulai terlihat pada hutan hujan sekitar sungai
Ok Tedi dan Fly pada 1980-an ketika tingkat sedimen dari sungai meningkat lebih dari tempat kali
lipat, dari level alami sebelumnya 100 bagian per juta menjadi 450-500 bagian per juta. Di banyak
tempat, sedimen dan batu menaikkan tingkat dasar sungai sampai dengan 5-6 meter, meningkatkan
frekuensi banjir dan luapan air. Sedimen di hutan yang terendam air mengurangi tingkat oksigen
dalam tanah, akar pohon dan vegetasi mengalami kekurangan oksigen, dan secara bertahap
membunuh mereka (efek yang disebut dieback).Wilayah hutan yang mati terus bertambah dari 18 km 2
di tahun 1992 menjadi 480 km2 pada tahun 2000 dan diperkirakan pada akhirnya meningkat menjadi
antara 1.278 km2 dan 2,725 km2. Limbah juga mengakibatkan menurunnya jumlah ikan disungai
hingga 90%.
Kejadian-kejadian ini tidak serta merta membuat pemerintah Papua Nugini menutup tambang
OTML. Hal ini dikarenakan Pemerintah Papua Nugini dan sebagian masyarakat Papua Nugini telah
bergantung secara ekonomi pada tambang ini. Keberadaan tambang ini telah membawa perubahan,
sejak mulai beroperasi tambang telah menyumbang sekitar $ 155.000.000 per tahun berupa royalti dan
pajak kepada pemerintah.Selain itu, tambang mempekerjakan sekitar 2.000 pekerja langsung dan
1.000 lain yang bekerja untuk kontraktor yang disewa untuk menyediakan layanan dukungan ke
tambang, ditambah beberapa ribu orang yang memberikan barang dan jasa untuk para penambang dan
keluarga mereka.
Tambang ini juga telah mendirikan Fly River Development Trust untuk memastikan bahwa
warga hilir di sepanjang Sungai Fly menerima beberapa manfaat ekonomi dari tambang
perusahaan.Kontribusi sekitar $3.000.000 pertahun diberikan kepada yayasan, yang digunakan untuk
mengembangkan daerah dengan membangun 133 balai desa, 40 kelas, 2 perpustakaan sekolah, 400
lampu dan pompa tenaga matahari, 600 tangki air, 23 klub perempuan, dan 15 klinik. Karena
ketergantungan inilah mereka tidak ingin tambang tutup meskipun tambang tetap melanjutkan
membuang 200.000 limbah setiap harinya ke sungai Ok Tedi dan malapetaka lingkungan tetap
berlanjut.. Pada September 1999 BHP telah mendiskusikan beberapa pilihan bersama pemerintah
Papua Nugini, tetapi pada Januari 2000 perusahaan belum bisa memutuskan apa yang harus dilakukan
terhadap bencana yang terus bertambah.
Analisis Kasus
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh Ok Tedi Copper Mine memberi dampak yang
tidaklah kecil terhadap alam Papua Nugini. Di antaranya adalah :
1. Pencemaran Air
OTML sebagai kelompok penambangan yang ditunjuk untuk melakukan proyek eksplorasi
bahan tambang di Papua Nugini, memberikan dampak negatif pada air di sungai Fly yang mengalir ke
bagian timur dan berakhir di Lautan. Terjadinya sedimentasi di dasar sungai dan adanya kandungan
dari sisa tembaga yang diekstraksi sebanyak 0.02 miligram per liter, mengakibatkan menurunnya
jumlah ikan di sungai sebesar 90 persen yang mempengaruhi pada berkurangnya pasokan makanan
bagi masyarakat, dan juga menghilangnya beberapa spesies ikan dan organism dari perairan. Selain
itu, Pendangkalan yang terjadi berakibat pada sulitnya kano (merupakan alat transportasi yang
digunakan masyarakat) untuk digunakan. Pada saat terjadinya curah hujan yang tinggi, bisa terjadi
banjir karena tidak mampunya lagi sungai untuk menampung jumlah air.
2. Pencemaran Tanah
Sebagai lanjutan dari polusi air, pencemaran tanah terjadi akibat dari banjir yang membawa
serta kandungan bahan kimia ke atas tanah dan merusak tanaman kebun desa, terutama yang berada di
sekitar sungai. Sedimen yang terbawa ke hutan sekitar sungai membuat kadar oksigen dalam tanah
berkurang, sehingga akar pohon dan vegetasi lainnya kekurangan oksigen dan dapat mengakibatkan
kepunahan dari hutan itu sendiri disepanjang aliran sungai Ok Tedi.
3. Penyusutan Spesies dan Habitat
Dari kedua pencemaran tersebut, dapat dilihat bahwa apa yang dilakukan oleh OTML
mengakibatkan terjadinya penyusutan spesies dan habitat di Papua Nugini. Berkurangnya ikan dan
tanaman yang merupakan komoditas ekonomi sederhana masyarakat (dan merupakan budaya
masyarakat), digamtikan dengan ekonomi yang lebih modern (merubah gaya hidup masyarakat).
Dalam kasus ini, OTML telah melakukan pelanggaran etika seperti yang dijelaskan di
bawah ini:
Etika Ekologi
Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari bagian-bagian
non-manusia di bumi ini secara intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya nilai
intrinsik ini, kita manusia memiliki tugas untuk menghargai dan mempertahankannya. Dalam kasus
ini perusahaan tambang OTML serta Pemerintah Papua Nugini jelas telah mengabaikan etika ekologi.
Lingkungan merupakan bagian dari sistem ekologi yang harus dihargai dan dipertahankan.
Perusahaan OTML justru membuang limbah sisa penambangannya ke sungai Ok Tedi dan Pemerintah
Papua Nugini menyetujuinya, hal ini tentunya menimbulkan pencemaran lingkungan.
Selama hampir dua dekade terakhir, setiap harinya tambang telah membuang limbah tambang
sebesar 80.000 ton dan 120.000 ton limbah bebatuan ke sungai Ok Tedi, yang mana mengalir ke
sungai Fly, kemudian mengalir ke bagian timur Papua Nugini dan kemudian berakhir di lautan.
Penumpukan limbah yang berkelanjutan telah merusak ekologi hutan hujan tropis dan rawa yang
dialiri oleh sungai dan telah menghancurkan desa yang berada di tepi sungai, dimana 50.000
penduduk memanfaatkan sungai untuk bercocok tanam dan memancing ikan.
Etika Hak Lingkungan Blackstone
Menurut Blackstone, lingkungan yang nyaman bukanlah sesuatu yang kita semua ingin
miliki: tapi sesuatu dimana yang lain berkewajiban untuk memungkinkan kita memilikinya. Pada
kasus ini OTML memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa masyarakat disekitar tambang
memiliki lingkungan yang nyaman. OTML telah melakukan sebagian kewajibannya dengan
membangun sarana dan prasarana sosial bagi masyarakat di sekitar tambang. Diantaranya mereka
telah membangun fasilitas kesehatan yang menurukan tingkat kematian bayi di daerah sekitar
tambang dari 27% menjadi sekitar 2%, dan angka harapan hidup sekitar 30 tahun menjadi lebih dari
50 tahun. Tidak hanya itu, kejadian malaria pada anak-anak di daerah sekitar menurun dari 70%
menjadi kurang dari 15%, dan pada orang dewasa menurun dari 35% menjadi kurang dari 6%.
Namun, OTML juga berkewajiban menyediakan lingkungan yang nyaman yang bebas dari
pencemaran limbah sisa penambangan, yang sayangnya tidak dipenuhi oleh OTML, karena
pencemaran lingkungan yang terjadi akibat dari proses produksi.
Etika Utilitarian Terhadap Pengendalian Polusi
Dalam salah satu teori pendukung utilitarian yaitu biaya pribadi dan biaya sosial, salah satu
kelemahan teori ini menyebutkan bahwa sejauh tidak wajib membayar biaya eksternal, perusahaan
tidak akan tertarik untuk menggunakan teknologi yang mampu mengurangi atau menghapuskan biaya
tersebut. Inilah yang terjadi pada kasus OTML, perusahaan merasa tidak wajib membayar biaya yang
timbul dari pembuangan limbah ke sungai Ok Tedi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan jangka
panjang. Studi menemukan meskipun tambang harus ditutup tetapi sedimen yang sudah ada di sungai
akan terus dapat membunuh hutan disekitar sungai untuk masa 40 tahun. Perusahaan tidak
memikirkan bahwa jika ada biaya eksternal yang harus dibayar, berapa biaya yang harus dibayar
untuk memperbaiki kerusakan hutan di sekitar sungai selama 40 tahun. Perusahaan lebih memilih
tidak membangun tempat membuangan limbah, dengan alasan lokasi tempat pembuangan limbah
rawan longsor, sehingga akan membuat perusahaan mengeluarkan banyak biaya jika harus
membangun kembali penampungan limbah setiap kali terjadi longsor.
Penyelesaian : tugas-tugas Perusahaan
Meminta pihak yang menyebabkan polusi untuk mengganti rugi. Dalam hal ini, OTML sudah
melakukan kewajibanmnya untuk mengganti rugi tuntutan atas pencemaran yang telah dilakukan,
sebesar $500 juta, dimana $90juta dibayar tunai kepada 30.000 orang yang tinggal di sepanjang
sungai Ok Tedi dan Fly, $35 juta dibayarkan kepada penduduk desa yang tinggal di sepanjang sungai
Ok Tedy, dan $375 juta (10% kepemilikan saham di tambang, akan digunakan oleh pemerintah Papua
Nugini. Selain itu OTML akan menerapkan rencana bendungan tailing dalam rangka memenuhi
kewajiban untuk memasang alat-alat pengendali polusi.
Kesimpulan dan Saran
Pada akhirnya, keputusan BHP (sebagai pemilik mayoritas) untuk tidak memperpanjang
kontrak dan memutuskan untuk berhenti melakukan penambangan adalah kebijakan yang paling tepat.
Sekalipun timbul masalah lain berupa pukulan ekonomi dan sosial kepada masyarakat nasional,
provinsi, dan lokal terutama bagi masyarakat yang telah bermigrasi ke daerah tambang, pemerintah
dapat mengalokasikab tenaga kerja mereka ke sector pertanian dan peternakan yang merupakan
budaya awal mereka. Sehingga tidak akan terjadi lagi kekurangan pasokan pangan dan naiknya harga
pangan. Kasus ini merupakan contoh dari pelanggaran atas etika yang berhuhubungan dengan alam.
Dengan harapan, kasus ini menjadi contoh agar negara-negara lainnya terutama Negara berkembang
tidak mudah memberikan perijinan menyangkut tambang yang bisa merusak lingkungan, walaupun
memberikan hasil yang menjanjikan, karena harus dipikirkan dampak ke depannya, terutama bagi
generasi selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai