Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan cairan elektrolik merupakan masalah paling besar yang sering

dijumpai dalam perawatan anak, sebab air merupakan komponen terbesar unsur tubuh

dan merupakan pelarut terpenting dalam komposisi cairan. Agar terjadi

keseimbangan, pemberian cairan hendaknya memenuhi prinsip zero balance, yaitu

masukan cairan sebanding dengan keluaran atau sedikit positif untuk kepentingan

tubuh. Bila terjadi selain keadaan terbut, akan terjadi kelebihan cairan ( overhidrasi)

yang akan dibuang terutama melalui ginjal atau kekurangan cairan (dehidrasi) yang

akan ditambah melalui minum, pipa lambung atau intravena.

Salah satu gangguan elektrolit yang paling sering adalah hiponatremia

dan hipernatremia. Hiponatremia merupakan kondisi dimana tubuh kekurangan ion

Na+ didalam tubuh dengan ukuran <135 mEq/l sehingga tubuh akan meresponnya

dengan gejala tidak diinginkan. Sedangkan hipernatremia merupakan keadaan dimana

kadar Na+ lebih tinggi (> 145 mEq/l ) dari pada kadar cairan didalam tubuh.

Keadaan ini biasanya ditemukan pada kondisi dehidrasi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Natrium

Natrium merupakan kation utama dalam CES. Partikel yang terlarut

dalam plasma utama yang secara osmotik aktif, mempertahankan volume

intravaskuler dan intertitial. angguan keseimbangan natrium selalu berkaitan

dengan keseimbangan air. Osmolaritas dipantau oleh osmoreseptor di

hipotalamus. Natrium, 11 % berada dalam kelompok natrium plasma, 29%

pada cairan limfe intertitial dan 2,5% pada CIS. 43 % natrium tubuh berada

dalam tulang yang dapat dipertukarkan (exchangable), 12% dalam jaringan

ikat padat dimana 2/3 nya dapat dipertukarkan. Kandungan natrium janin yang

dapat dipertukarkan rata rata 85 mEq/kg, dibandingkan dengan dewasa 40

mEq/kg sebab janin mengandung relatif lebih banyak di kartilago, jaringan

ikat dan CES. Natrium terutama terdistribusi dalam ruang ekstraseluler 140%

mEq/L dan intraseluler 10 mEq/L. Absorbsi terjadi di sebuluh saluran cerna

terutama di jejenum. Natrium diekskresi melalui urin, keringan dan tinja

sedangkan gunjal merupakan organ utama untuk mengatur keluaran natrium.

Pengaturan natrium ginjal tergantung pada keseimbangan antara

filtrasi glomerolus dan reabsorbsi tubulus. Natrium tubuh, yang difiltrasi

ginjal 50 mEq/hari atau < 1% dieksresi melalui urin, sisanya 99% di

reabsorpsi sepanjang tubulus ginjal. Sekitar 2/3 natrium yang difiltrasi, di

2
reabsorpsi oleh tubulus kontortus proksimal reabsorpsi yang bermakna terjadi

di lengkung henle yang merupakan pusat yang penting untuk keseimbangan

cairan dan pemekatan urin. Reabsorps natrium ditempat ini diatur oleh

aldosteron yang sekresinya ditentukan oleh sistem renin angiotensin dan

sedikit oleh keseimbangan kalium.

( Kosim Ms, Yunanti Ari, Dewi Rizalya, Sarosa GI, Ali Usman, Buku Ajar NEONATOLOGI

ed. I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2008.hal : 331-349)

2.2 Konsentrasi Natrium (Na +)

Dalam keadaan normal konsentrasi Na+ berkisar antara 135 sampai

145 mEq/l. ( 134 sampai 145 mmol/l). Nilai Na+ serum ditentukan dengan

mEq/l yang berarti konsentrasu atau difusi dari Na+ dalam air. Karena Na+

adalah anion CES (90%-95%), maka perubahan konsentrasi Na+ serum

umunya diikuti oleh perubahn osmolaritas serum.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar

GASTROENTEROLOGI-HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal :

2 - 11)

3
2.3. Hiponatremi

2.3.1. Definisi
+
Hiponatremi terjadi apabila konsentrasi Na kurang dari 135 mEq/l.

hiponatremia akut jika hiponatremia ditemukan terjadi <48 jam. Kami

mendefinisikan hiponatremia kronik jika hiponatremia terjadi sekurang-

kurangnya 48 jam. Jika hiponatremia tidak dapat diklasifikasikan, kami

anggap sebagai kronik, kecuali bukti klinis maupun anamnesis dapat

ditemukan.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11 dan Allolio Bruno, Djillali Annane, Ball

Steve. PANDUAN PRAKTIK KLINIS DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA HIPONATREMIA (ERBP). 2015)

2.3.2. Klasifikasi

1. Hiponatremia hipervolemik

Hiponatremi hipervolemik terjadi jika CES meningkat dan ini

terjadi jika diikuti dengan edema seperti pada gagal jantung, sirosis, dan

penyakit ginjal berat.

2. Hiponatremia euvolemik

Hiponatremia euvolemik terjadi apabila ada retensi air sehingga

konsentrasi Na + turun tetapi tidak disertai peningkatan volume CES. Ini

terjadi pada keadaan rasa haus yang tak tepat (SIADH).

4
3. Hiponatremia hipovolemik
+
Hiponatremia hipovolemik terjadi jika air hilang disertai Na
+
tetapi jumlah Na lebih banyak yang hilang. Ini terjadi pada keadaan

banyak berkeringat pada cuaca panas, muntah dan diare.

Klasifikasi Hiponatremi Berdasarkan Gejala

a. hiponatremia ringan sebagai temuan biokimia dari kadar natrium

plasma antara 130 dan 135 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda

khusus.

b. hiponatremia sedang sebagai temuan biokimia dari kadar natrium

plasma antara 125 dan 129 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda

khusus.

c. hiponatremia berat sebagai temuan biokimia dari kadar natrium

plasma <125 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda khusus

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11 dan Allolio Bruno, Djillali Annane, Ball

Steve. PANDUAN PRAKTIK KLINIS DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA HIPONATREMIA (ERBP). 2015)

2.3.3. Etiologi

Penyebab hiponatremia dilusi, pada dewasa adalah karena obat

obatan (deuretika, sehingga kadar ADH naik), penggantian larutan yang tak

tepat setelah latihan dan cuaca panas, SIADH, polidipsi pada pasien

skizofrenia. Diantara penyebab hiponatremia hipovolemia adalah banyak

5
berkeringat pada cuaca panas, setelah latihan, hiponatremia karena minum

lebih banyak air yang tidak mengandung cukup elektrolit. Lavemen juga

menyebabkan keadaan diatas.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 - 11)

2.3.4. Gejala Klinis

Manifestasi dari hiponatremia hipotonik yaitu : edema pada ujung

jari, hipoosmolaritas dan perpindahan air ke otot, saraf, dan jaringan saluran

pencernaan; otot kejang dan lemah, sakit kepala, penurunan perhatian,

perubahan sikap, letargi, stupor sampai koma.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 - 11)

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang

hasil labolatorium Na+ serum < 135 mq/l, osmolaritas serum turun,

hematokrit turun, nitrogen urea juga turun, larutan interselular meningkat.

(Pudjiadi AH, Hegar Badriul, Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak
Indonesia.Jakarta :Ikatan Dokter Indonesia ed.II.2011.hal:105 - 110).

6
2.3.6. Penatalaksanaan

1. Hiponatremia hipovolemia: penambahan volume intravaskular dengan

salin normal (NaCl 0,9%).

2. Hiponatremia hipervolemia: biasanya tidak berat dan membaik bila

penyakit utamanya diobati.

3. Hiponatremia euvolemia: restriksi asupan free water, loop diuretic, dan

mengganti volume intravaskular dengan salin normal.

4. Kejang atau koma: Salin hipertonik 3% dosis 1.5-2.5 mmol/kg.

5. Peningkatan serum Na dibatasi 8-12 mmol/L dalam 24 jam pertama

(Pudjiadi AH, Hegar Badriul, Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak
Indonesia.Jakarta :Ikatan Dokter Indonesia ed.II.2011.hal:105 - 110).

7
2.4. Hipernatremi

2.4.1. Definisi

Suatu keadaan dimana kadar Na + serum > 145 mEq/l, dan

osmolaritas lebih besar 295 mOsm/kg. Karena Na+ ini berfungsi sebagai

impermeabel maka dia berperan dalam tonisitas dan gerakan air menembus sel

membran. Hipernatremia sitandai dengan hipertonisitas dari CES dan hampir

selalu menyebabkan dehidrasi selular.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 - 11)

2.4.2. Etiologi

Hipernatremi terjadi karena defisit air dibandingkan dengan kadar

Na+ tubuh. Hal ini disebabkan oleh jumlah bersih Na+ atau jumlah bersih air

yang hilang. Pemberian Na+ secara cepat tanpa disesuaikan jumlah air yang

masuk akan menyebabkan hipernatremia. Hipernatremua juga bisa terjadi

apabila timbul kehilangan air lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

kehilangan Na+. Hipenatremi biasanya terjadi berhubungan dengan kurang

minum (anak sakit tidak dapat mengontrol hausnya atau diare yang hebat),

kehilangan Free Water dari IWL, deuretika denggan furosemid, pemberikan

bikarbonat atau NaCl hipertonik serta DI.

8
(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11 dan Kosim Ms, Yunanti Ari, Dewi

Rizalya, Sarosa GI, Ali Usman, Buku Ajar NEONATOLOGI ed. I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2008.hal : 331-

349)

2.4.3. Manisfestasi Klinis

1. rasa haus sehingga meningkatkan pemasukan air

2. kehilangan larutan CES dan terjadi dehidrasi selular

3. Berat badan akan turun sesuai dengan jumlah air yang hilang

4. Output urin turun dan osmolaritas meningkat karena mekanisme absorpsi

air di ginjal.

5. Suhu tubuh sering mengkat dan kulit mengajdi hangat dan memerah.

6. Nadi menjadi cepat dan lemah, tekana darah turun.

7. Kulit dan mukosa menjadi kering, saliva dan air mata akan berkurang.

8. Mulut menjadi kering dan keras, lidah menjadi tebal dan luka, sulit

menelan.

9. Jaringan subkutan memerah

10. Penurunan reflek, agitasi, sakit kepala, gelisa

11. Koma dan kejang terjadi pada hipernatremia yang berat.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-

HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11)

9
2.4.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Elektrolit

b. Arena plasma darah 90% - 93% air maka konsentrasi sel darah,

hematokrit, BUN, akan naik sesuai dengan penurunan di CES.

c. Kreatinin

d. Urinalisi

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-
HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11 dan Pudjiadi AH, Hegar Badriul,
Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta :Ikatan Dokter
Indonesia ed.II.2011.hal:105 - 110).

2.4.5. Penatalaksanaan

Penanganan hipernatremia terutama ditujukan pada penyebabnya yaitu

penggantian kehilangan larutan (dehidrasi). Penggantian larutan ini bisa oral

atau intravena atau dua duanya. Larutan, glukosa dan elektrolit merupakan

pilihan yang tepat. Pada dehidrasi berat pengantian larutan diberikan sesuai

dengan protokol WHO ( 5 pilar diare ).

Membutuhkan penambahan free water, dengan perhitungan free water

defisit : 4 ml/kg untuk setiap kenaikan Na serum 1 mmol/L (di atas 145

mmol/L). Kecepatan penurunan tidak lebih dari 0.5 mEq/L/jam.

Hemodinamik tidak stabil: NaCl 0.9% sampai volume intravaskular

terkoreksi

10
Hemodinamik stabil: Dekstrose 5%, 0.45% NaCl, atau 0.2% NaCl dengan

D5%, jumlah sesuai perhitungan diatas.

Penderita diabetes insipidus nefrogenik: hormon antidiuretik. Penderita

diabetes insipidus sentral: 0.1 unit/kg aqueous pitresin IM.

(Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku Ajar GASTROENTEROLOGI-
HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2015. Hal : 2 11 dan Pudjiadi AH, Hegar Badriul,
Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta :Ikatan Dokter
Indonesia ed.II.2011.hal:105 - 110).

11
BAB III

KESIMPULAN

hiponatremia dan hipernatremia. Hiponatremia merupakan kondisi

dimana tubuh kekurangan ion Na+ didalam tubuh dengan ukuran <135 mEq/l

sehingga tubuh akan meresponnya dengan gejala tidak diinginkan. Sedangkan

hipernatremia merupakan keadaan dimana kadar Na+ lebih tinggi (> 145 mEq/l )

dari pada kadar cairan didalam tubuh. Keadaan ini biasanya ditemukan pada kondisi

dehidrasi.

Hiponatremi terbagi menjadi 3 yaitui Hiponatremi hipervolemik,

Hiponatremia euvolemik, Hiponatremia hipovolemik, kemudian menurut klasifikasi

dari gejalanya hiponatremi dibagi menjadi 3 yaitu ringan, sedang dan berat.

Manifestasi dari hiponatremia hipotonik yaitu : edema pada ujung jari,

hipoosmolaritas dan perpindahan air ke otot, saraf, dan jaringan saluran pencernaan;

otot kejang dan lemah, sakit kepala, penurunan perhatian, perubahan sikap, letargi,

stupor sampai koma. Penatalaksanaannya bisa diberikan tambahan natrium melalui

jalur intravena atau pun orang. Biasanya hiponatremia bisa hilang sendiri dengan

penambahan cairan yang mengandung natrium dan penyakit utamanya diobati.

Hipenatremi biasanya terjadi berhubungan dengan kurang minum (anak

sakit tidak dapat mengontrol hausnya atau diare yang hebat), kehilangan Free Water

dari IWL, deuretika denggan furosemid, pemberikan bikarbonat atau NaCl hipertonik

serta DI. Manifestasi utamanya adalah rasa haus pada anak, kemudan akan berlanjut

12
mrnjadi peningkatan osmolaritas serum dan akibatnya air akan kekuar dari dalam sel,

sehingga kulit dan mukosa menjadi kering, saliva dan air mata akan berkurang. Mulut

menjadi kering dan keras, lidah menjadi tebal dan luka, sulit menelan. Jaringan

subkutan memerah, jika air banyak keluar dari sel saraf maka akan terjadi penurunan

reflek, agitasi, sakit kepala, gelisa. Koma dan kejang terjadi pada hipernatremia yang

berat. Penanganan hipernatremua terutama ditujukan pada penyebabnya yaitu

penggantian kehilangan larutan (dehidrasi). Penggantian larutan ini bisa oral atau

intravena atau dua duanya. Larutan, glukosa dan elektrilit merupakan pilihan yang

tepat. Pada dehidrasi berat pengantian larutan diberikan sesuai dengan protokol WHO

( 5 pilar diare ).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Jufri Mohammad, Soenarto Sri SY, Oswari Hanifah, Arief Sjamsul, dkk. Buku

Ajar GASTROENTEROLOGI-HEPATOLOGO jilid I. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI. 2015. Hal : 2 11.

2. Allolio Bruno, Djillali Annane, Ball Steve. PANDUAN PRAKTIK KLINIS

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA HIPONATREMIA (ERBP). 2015)

3. Pudjiadi AH, Hegar Badriul, Hadryastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan Media

Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta :Ikatan Dokter Indonesia

ed.II.2011.hal:105 110

4. Kosim Ms, Yunanti Ari, Dewi Rizalya, Sarosa GI, Ali Usman, Buku Ajar

NEONATOLOGI ed. I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2008.hal : 331-349

14

Anda mungkin juga menyukai