Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan, beras khusus tersebut diimpor untuk
benih dan kebutuhan restoran asing, seperti restoran Jepang, Thailand, Vietnam, dan India.
"Di samping itu ada juga yang digunakan untuk konsumsi yang menderita penyakit tertentu,
seperti diabetes dan ada juga beras dengan patahan tinggi untuk bahan baku tepung yang
digunakan oleh industri makanan," kata Suryamin seperti dilansir detikFinance, Jumat
(24/7/2015).
Memang bila dibandingkan semester I-2014, impor beras khusus ini ada peningkatan 10,3%.
Namun selama 2014 lalu, jumlah impor beras khusus yang dilakukan Indonsia mencapai
687.681.501 kg, degan nilai US$ 388,178 juta.
"Artinya apabila dalam sisa waktu tahun 2015 kebutuhan akan beras khusus tersebut dapat
ditekan dan dipenuhi oleh produksi dalam negeri, maka tidak tertutup kemungkinan secara total
akan terjadi penurunan," ungkap Suryamin.
"Dengan telah dimulainya budi daya beras khusus atau beras premium di beberapa daerah seperti
di kabupaten Demak, Jawa Tengah, Banyuwangi, Magelang, Pemalang, dan di Kalimantan
Utara, diharapkan swasembada pangan juga akan sekaligus mengurangi bahkan menghindari
impor beras khusus tersebut," papar Suryamin.
Suryamin menerangkan, Indonesia juga melakukan ekspor beras khusus lainnya, yaitu beras
organik dan beras ketan.
"Hal ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap beras organik dan beras ketan cukup tinggi.
Sehingga, seandainya swasembada beras sudah dapat dipenuhi, maka perluasan ke produksi
beras khusus sangat terbuka, karena permintaan yang cukup besar tersebut dari beberapa
negara," jelas Suryamin.
2010, impor beras khusus mencapai 687.681.501 kg senilai US$ 360,764 juta
2011, impor beras khusus mencapai 2.750.476.180 kg senilai US$ 1,513 miliar
2012, impor beras khusus mencapai 1.810.372.303 kg senilai US$ 945,623 juta
2013, impor beras khusus mencapai 472.664.654 kg senilai US$ 246,002 juta
2014, impor beras khusus mencapai 844.163.741 kg senilai US$ 388,178 juta