Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Indonesia
Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Indonesia
Kelompok 2
Disusun Oleh:
2017
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................. ...... 4
1.2 Rumusan masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan ................................................................................................ .... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi pertanian pada saat ini................................................................6
2.2 Permasalahan...........................................................................................7
III. PEMBAHASAN
3.1 Kebijakan di bidang produksi.................................................................11
3.2 Kebijakan di bidang output.....................................................................13
3.3 Kebijakan di bidang harga......................................................................14
IV. KESIMPULAN
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT yang telah mengajarkan kepada manusia apa-
apa yang belum di ketahuinya dan memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat merampungkan penyusunan makalah dengan judul Kebijakan
Pembangunan Pertanian di Indonesia dalam tugas mata kuliah Ekonomi
Pembangunan Pertanian ini dengan segala keterbatasan dan kekurangan.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat
diperlukan penulis demi kesempurnaan penulisan makalah ini pada masa yang akan
mendatang.
Demikian makalah ini disusun, penulis mengucapkan mohon maaf dan
terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Untuk memberikan penjelasan mengenai bentuk kebijakan pembangunan
pertanian di Indonesia dan hubungan kebijakan pemerintah dengan aspek
ekonomi bagi pembangunan pertanian Indonesia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
6. Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk produk
perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor
komoditas primer (mentah)
7. Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan
yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan . Masih
lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis
skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat
dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok
usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang
timpang (skewed) yang merugikan petani.
8. Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/
bibit unggul sangat terbatas
9. Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi
kepada petani, setelah era otonomi daerah.
10. Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan
tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian. Lemahnya dukungan
kebijakan makro ekonomi baik fiscal maupun moneter seperti kemudahan
kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll
2.2 Permasalahan Pembangunan Pertanian di Indonesia
Berikut ini merupakan beberapa permasalahan pembangunan pertanian di
Indonesia yang belum bisa diselesaikan dengan baik yaitu :
1. Lahan
a. Konversi lahan yang tidak terkendali
b. Keterbatasan dalam pencetakan lahan baru
c. Penurunan kualitas lahan
d. Ratarata kepemilikan lahan yang sempit
e. Ketidakpastian status kepemilikan lahan
2. Infrastruktur
a. Kerusakan jaringan irigasi yang tinggi
b. Pendangkalan waduk
c. Kurang memadainya sarana pelabuhan dan transportasi ternak
7
3. Benih
a. Sistem pengadaan benih yang tidak sesuai dengan musim tanam
4. SDM
Kemampuan petani, peternak dan pekebun dalam memanfaatkan
teknologi maju
a. Menurunnya minat generasi muda untuk terjun di bidang pertanian
b. Keterbatasan tenaga penyuluh, pengamat OPT, Pengawas Benih
Tanaman serta tenaga Kesehatan Hewan
4. Permodalan
a. Sulitnya akses petani terhadap permodalan
b. Tunggakan kredit usaha tani yang belum terselesaikan
c. Persyaratan agunan kredit KKPE berupa sertifikat, menghambat
penyaluran
1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan dalam
Pertanian
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung
dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga
merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga
tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek
kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi semuanya memegang
peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun demikian dari segi
ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang
diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan
persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap)
antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan
8
penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period,
yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di
dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari
penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.
Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan
yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas
kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan
pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan
pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam
waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.
9
3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan
mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari
kata subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu
sistem bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan
hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang demikian
sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang begitu homogen,
yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani
subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang
dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian
sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil
produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa
petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka
juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya
tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.
10
BAB III
PEMBAHASAN
Pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari
keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Masalah
pangan menyangkut kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa
karena merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Mengingat arti dan
peranan pangan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia maka
pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan pangan
penduduknya tidak saja ditinjau dari segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas.
Akan tetapi, jika penyediaan pangan tersebut dikaitkan dengan peningkatan mutu
dan gizi penduduk maka dapat membawa konsekuensi yang cukup berat, karena
jumlah kebutuhan pangan akan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk. Dengan demikian pangan harus tersedia dalam jumlah yang
cukup dan tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat harga
yang layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.
11
tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian kebijakan-
kebijakan:
1. Kebijakan bidang pembenihan
2. Sarana produksi, pupuk, dan pestisida
3. Kebijakan bidang perkreditan
4. Kebijakan bidang perairan
5. Kebijakan diseversifikasi usaha tani
6. Kebijakan bidang penyuluhan
7. Kebijakan harga input dan output
8. Kebijakan penanganan pasca panen
12
Dalam pengembangan diversifikasi ini, salah satu prasyarat yang sangat
penting adalah adanya informasi yang akurat tentang sifat-sifat lahan, aspirasi dan
kemampuan petani, serta tersedianya sarana pendukung, seperti jalan,
pasar,perkreditan, maupun peranan wilayah dalam perencanaan nasional.
Kebutuhan akan diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu
proses alamiah karena adanya peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran
masyarakat yang mendorong ke arah adanya perbaikan gizi yang bersumber pada
perlunya diversifikasi konsumsi.
13
3.2.1 Subsidi Harga Produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya
konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah
daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga internasionalnya.
Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya beras, pemerintah
memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk, pestisida, dan bibit.
Subsidi untuk usaha tani padi yang ditanggung oleh pemerintah untuk mengimpor
atau memproduksi pupuk dalam negeri.
14
tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian suatu penyangga (support)
untuk hasil-hasil pertanian supaya tdak merugikan petani atau langsung sejumlah
subsidi tertentu bagi petani. Di banyak negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang,
Australia dan lain-lain, banyak sekali hasil-hasil pertanian seperti gandum, kapas,
padi, gula biet dan lain-lain yang mendapat perlindungan pemerintah berupa
penyangga dan subsidi.
Indonesia baru mempraktikan kebijakan harga untuk beberapa hasil sejak
tahun 1969. Secara teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu
:
1 Stabilisasi harga-hasil hasil pertanian terutama pada tingkat petani.
2 Mening katkan pendapatan petani melalui perbaikan nilai tukar (term of
trade).
3 Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
15
Di negara-negara ini penduduk sektor pertanian rata-rata hanya merupakan di
bawah 10% dari seluruh penduduk, sedangkan di negara kita masih antara 60%-
70%. Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktik dilaksanakan di negara-negara
yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk pembatasan
jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan harga,
pemerintah membuat perencaan produksi dan petani mendapat pembayaran
kompensasi untuk setiap hektar tanah yang diistirahatkan. Di negara kita dimana
hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi kebutuhan, maka kebijakan
yang demikian tidak relevan.
Di samping kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian maka
peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada harga
sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh
untuk menurunkan biaya produksi. Dalam ekonomi pertanian masalah harga dan
analisis harga merupakan pokok bahasan yang sangat penting. Harga adalah hasil
akhir bekerjanya sistem pasar, yaitu bertemunya gaya-gaya permintaan dan
penawaran, antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen). Karena permintaan
penawaran merupakan indikator perkembangan dan preferensi konsumen dan
produsen, maka harga yang merupakan hasil akhir bekerjanya sistem pasar juga
dianggap sebagai indikator penting bagi konsumen dan produsen. Dengan demikian
berarti harga pasar menjadi pedoman bagi konsumen untuk melaksanakan putusan
pembelian atau konsumsinya, dan juga bagi produsen untuk melaksanakan produksi
dan penjualan di pasar.
Yang dimaksud dengan kebijaksanaan harga dalam uraian kita sekarang adalah
kebijaksanaan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang harga-
harga di dalam pertania. Baik yang menyangkut produk (produk pertanian) maupun
sarana produksi (input). Jadi kebijaksanaan harga di sini menyangkut masalah
sebagaimana pemerintah mengatur dan menetapkan kebijaksanaan harga dasar
(minimum) dan harga tertinggi (maksimum) padi atau palawija, bagaimana
menetapkan kebijaksanaan harga produk, harga atau pungutan atas air irigasi, dan
lain-lain. Laju inflasi yang tinggi pada tahun 1966 (650 persen) menyadarkan
pemerintah untuk mulai mengendalikan harga pangan karena sekitar separoh dari
pengeluaran masyarakat untuk makanan adalah berupa beras atau sekitar 30 persen
16
dari seluruh pengeluaran biaya hidup. Oleh karena itu pada tahun 1967 lahir sebuah
konsep kebijaksanaan harga beras yang diajukan oleh Saleh Afiff dan Leon Mears
yang memuat lima prinsip sebagai berikut:
1 Perlu ada harga dasar (floor price) yang cukup merangsang produksi
2 Perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang melindungi konsumen
3 Perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum
untuk merangsang perdagangan oleh swasta
4 Perlu ada relasi harga antar-daerah, perlu isolasi harga terhadap pasaran
dunia dengan fluktuasi yang lebar, (dalam jangka panjang) perlu korelasi
tertentu dengan harga luar untuk memperkecil subsidi impor beras
5 Disarankan pula adanya stok penyangga (buffer stock) yang dikuasai
pemerintah.
17
kebutuhannya, terutama kebutuhan pokoknya. Ditinjau dari tugas pemerintah yang
demikian, maka dalam kebijaksanaan harga pemerintah berkewajiban agar harga-
harga kebutuhan pokok rakyat terjangkau oleh daya beli mereka. Dalam hal
kebutuhan seperti beras misalnya dianggap wajar, sehingga pemerintah
mengusahakan agar harga tersebut tidak dilampaui. Usaha untuk menetapkan
semacam harga maksimum (ceiling price) ini dilakukan pemerintah dengan
berbagai cara, misalnya dengan kebijaksanaan pengadaan, dengan pemberian
subsidi harga atau dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya yang pada
prinsipnya bertujuan sama. Perlindungan harga konsumen yang berupa subsidi ini
tidak hanya terjadi pada beras, tetapi dapat ditemukan juga pada komoditas-
komoditas lain seperti tepung, gandum, atau pupuk.
18
BAB IV
KESIMPULAN
19