Anda di halaman 1dari 49

BAB VII

ELEKTROKARDIOGRAFI

A. PENDAHULUAN

Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial listrik yang terjadi
pada waktu jantung berkontraksi, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) menjadi
pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan
EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui
berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga, jangan memberikan penilaian yang
berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Keadaan pasien harus diperhatikan secara keseluruhan, misalnya umur, jenis
kelamin, berat badan, tekanan darah, obat-obat yang diminum, dan sebagainya. EKG
adalah pencatatan grafis potensial listrik yang ditimbulkan oleh jantung pada waktu
berkontraksi.2

B. KONSEP DASAR ELEKTROKARDIOGRAFI


1. Sifat-sifat listrik sel jantung2
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam
sel (intraselular) dan ruang luar sel (ekstraselular). Dari ion-ion ini, yang terpenting
ialah ion Natrium (Na+) dan ion Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 30 kali
lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion negatif daripada
untuk ion Na+. dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial
membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat
istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian luar berpotensial lebih positif
dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut potensial membran,
yang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung dirangsang,
sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang
menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20mV (potensial
diukur intraselular terhadap ekstraselular). Perubahan potensial membran karena
stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial
membran kembali mencapai keadaan semula, yang disebut proses repolarisasi.

2. Potensial aksi2

97
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi di dalam sel otot jantung
dibandingkan dengan potensial di luar sel, pada saat sel mendapat stimulus, maka
perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut potensial aksi.
Kurva potensial aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan dibagi menjadi 4 fase
yaitu :
a. Fase 0 : awal potensial aksi yang berupa garis vertikal ke atas yang
merupakan lonjakan potensial hingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial
dalam daerah intraselular ini disebabkan oleh masuknya ion Na + dari luar ke
dalam sel.
b. Fase 1 : masa repolarisasi awal yang pendek, di mana potensial kembali dari
+20 mV mendekati 0 mV.
c. Fase 2 : fase datar di mana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini
terjadi gerak masuk dari ion Ca++ untuk mengimbangi gerak keluar dari ion K+.
d. Fase 3 : masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada
tingkat awal yaitu fase 4.
e. Anatomi Jantung
Jantung terletak di cavum thoracica, tepatnya di mediastinum media,
posterior terhadap korpus sterni dan cartilago costa II-VI. Didalamnya,
jantung dilapisi oleh pericardium yang merupakan kantung fibroserosa.
Fungsinya adalah untuk membatasi pergerakan jantung dan menyediakan
pelumas sehingga bagian-bagian jantung yang berbeda dapat berkontraksi.
Morfologi jantung pada manusia dewasa mepunyai ukuran panjang 12 cm,
lebar 8-9 cm, diameter antero-posterior 6 cm.
Pada pria, jantung memiliki massa 340-380 gr dan pada wanita 230-
280 gr. Jantung memiliki bagian atas yang lebar (basis jantung) yang
mengarah ke bahu kanan dan bagian bawah mengerucut (apex jantung) yang
mengarah ke panggul kiri. Dinding jantung terdiri dari lapisan tebal yang
terdiri dari luar ke dalam yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium.
Jantung dibagi oleh septa vertical menjadi empat ruang: atrium dextra, atrium
sinistra, ventrikel dextra, dan ventrikel sinistra. (Lab. Anatomi Unissula,
2009).

98
Gambar : anatomi jantung

3. Sistem konduksi jantung2


Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar, akan
menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi, dan
kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel otot
jantung akan diteruskan ke arah sekitarnya, sehingga sel-sel otot jantung di sekitarnya
akan mengalami juga proses eksitasi, kontraksi, dan relaksasi. Penjalaran peristiwa
listrik ini disebut konduksi.
Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jantung terdapat kumpulan sel-
sel jantung khusus yang mempunyai sifat dapat menimbulkan potensial aksi sendiri
tanpa adanya stimulus dari luar. Sifat sel-sel ini disebut sifat automatisitas. Sel-sel ini
terkumpul dalam suatu sistem yang disebut sistem konduksi jantung.

Sistem konduksi jantung terdiri atas :

a. Simpul sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus).

Simpul ini terletak pada batas antara vena kava superior atrium kanan.
Simpul ini mempunyai sifat automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi
jantung.

b. Sistem konduksi intra atrial

Akhir-akhir ini dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus


sistem konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodal yang menghubungkan
simpul sino-atrial dan simpul atrio-ventrikular, dan jalur Bachman yang
menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.

99
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 296

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 296

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 296

100
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 297

c. Simpul ario-ventrikular (sering disebut nodus atrioventricular disingkat nodus)

Simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius
dan daun katup trikuspid bagian septal.

d. Berkas His

Berkas his adalah sebuah berkas pendek yang merupakan kelanjutan


bagian bawah simpul atrioventrikular yang menembus anulus fibrosus dan septum
bagian membran. Simpul atrioventrikular bersama berkas His disebut penghubung
atrio-ventrikular.

e. Cabang berkas

Ke arah distal, berkas his bercabang menjadi dua bagian, yaitu cabang
berkas kiri dan cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-
cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan bercabang-cabang ke
arah ventrikel kanan.

f. Fasikel

Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri
anterior dan fasikel kiri posterior.

g. Serabut purkinje

101
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut
Purkinje, yang merupakan anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel
otot jantung.

4. Pengendalian siklus jantung2


Pengendali utama siklus jantung ialah simpul sinus yang mengawali timbulnya
potensial aksi yang diteruskan melalui atrium kanan dan kiri menuju simpul AV, terus
ke berkasi His, selanjutnya ke cabang berkas kanan dan kiri, dan akhirnya mencapai
serabut-serabut Purkinje.
Impuls listrik yang diteruskan melalui atrium menyebabkan depolarisasi
atrium, sehingga terjadi sistol atrium. Impuls yang kemudian mencapai simpul AV,
mengalami perlambatan konduksi, sesuai dengan sifat fisiologis simpul AV.
Selanjutnya, impuls yang mencapai serabut-serabut Purkinje akan menyebabkan
kontraksi otot-otot ventrikel secara bersamaan sehingga terjadi sistol ventrikel.
Karena merupakan pengendali utama siklus jantung simpul sinus disebut
pemacu jantung utama.
5. Gambaran siklus jantung pada Elektrokardiogram2
Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman potensial listrik yang timbul
sebagai akibat aktivitas jantung. Yang dapat direkam adalah aktivitas listrik yang
timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi pada
sistem konduksi jantung tak terukur dari luar karena terlalu kecil.
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan
baku 25 mm/detik dan defleksi 10 mm sesuai dengan potensial 1 mV. Gambaran EKG
yang normal menunjukkan bentuk dasar sbb:
a. Gelombang P

Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil


depolarisasi atrium kanan dan kiri.

b. Segmen PR.

Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang


P dan gelombang QRS.

c. Gelombang Kompleks QRS.

Gelombang kompleks QRS ialah suatu kelompok gelombang yang


merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS
pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang merupakan gelombang ke bawah

102
yang pertama, gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang pertama,
dan gelombang S yang merupakan gelombang ke bawah pertama setelah
gelombang R.

d. Segmen ST.

Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks


QRS dan gelombang T.

e. Gelombang T.

Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.

f. Gelombang U.

Gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang ini
masih belum jelas.

Gelombang yang merupakan hasil repolarisasi atrium sering tak dapat


dikenali karena berukuran kecil dan biasanya terbenam dalam gelombang QRS.
Kadang-kadang gelombang repolarisasi atrium ini bisa terlihat jelas pada segmen
PR atau ST, dan disebut gelombang Ta.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 297

6. Sandapan-sandapan pada Elektrokardiografi2

Untuk membuat rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda


yang dapat meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial
yang disebut elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10

103
buah elektroda, yaitu 4 buah elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda pprekordial.
Elelktroda-elektroda ekstremitas masing-masing dilekatkan pada lengan kanan (LKa),
lengan kiri (LKi), tungkai kanan (TKa), tungkai kiri (TKi).

Elektroda TKa selalu dihubingkan dengan bumi untuk menjamin potensial nol
stabil.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 297

Elektroda-elektroda preKordial diberi nama-nama V1 sampai V6, dengan lokalisasi


sebagai berikut :
V1 : garis parasternal kanan, pada interkostal IV
V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV,
V3 : titik tengah antara V2 dan V4,
V4 : garis klavikula tengah, pada intercostal V,
V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4,
V6 : garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan VS.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 297

104
Kadang-kadang diperlukan elektroda-elektroda precordial sebelah kanan, yang
disebut V3R, V4R, VSR dan V6R yang letaknya berseberangan dengan V3, V4, V5
dan V6.

7. Sandapan standard ekstremitas2

Dari elektroda-elektroda ekstremitas didapatkan 3 sandapan dengan rekaman


potensial bipolar yaitu :

a. I = Potensial LKi Potensial LKa


b. II = Potensial LKa Potensial TKi
c. III = Potensial TKi Potensial LKi

Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan dari sandapan I, II dan III


disebut Terminal Sentral dan dianggap berpotensial nol. Bila potensial dari suatu
elektroda dibandingkan dengan terminal sentral, maka didapatkan potensial mutlak
elektroda tersebut dan sandapan yang diperoleh disebut sandapan unipolar.

Sandapan-sandapan berikut ini semuanya adalah sandapan unipolar yaitu :

a. Sandapan precordial. Sesuai dengan nama-nama elektrodanya, sandapan


precordial disebut: V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.
b. Sandapan ekstremitas unipolar. Sandapan ini menunjukkan potensial mutlak dari
masing-masing ekstremitas, yaitu :

1) aVR = Potensial LKa


2) aVL = Potensial LKi
3) aVF = Potensial Tungkai

C. KONSEP VEKTOR PADA ELEKTROKARDIOGRAFI2

Karena gaya listrik mempunyai besar dan arah, maka ia adalah sebuah vector.
Suatu vector dapat dinyatakan dengan sebuah anak panah dengan arah anak panah
menunjukkan arah vector dan panjang anak panah menyatakan besarnya vector.

Dalam satu siklus jantung, terjadi gaya listrik pada saat depolarisasi atrium,
ventrikel, dan repolarisasi ventrikel. Pada rekaman disebut sebagai gelombang P, QRS,
dan T. yang sebenarnya gelombang P, QRS, dan T ini adalah vector-vektor ruang yang

105
selalu berubah-ubah besar dan arahnya sehingga disebut vector P, vector QRS, dan vector
T.

Untuk mempelajari vector pada umumnya dipakai suatu sistem sumbu. Untuk
vector ruang, dipakai sistem sumbu ruang yang terdiri dari tiga buah bidang yang saling
tegak lurus. Untuk mempelajari vector-vektor listrikpada jantung, ketiga bidang berikut
ini dipilih : bidang Horisontal (H), bidang Frontal (F) dan bidang Sagital (S). untuk
keperluan elektrokardiografi yang konvensional, cukup dipakai dua bidang saja yaitu
bidang H dan bidang F.

Selanjutnya vector-vektor yang proyeksinya pada bidang F dan H dapat


diproyeksikan lagi pada garis-garis sumbu yang dibuat pada bidang F dan bidang H.

Dari sandapan-sandapan konvensional, ternyata sandapan-sandapan yang


diperoleh itu terletak dalam bidang frontal dan bidang horizontal sebagai berikut :

1. Pada bidang frontal : I, II, III, aVR, aVL, aVF


2. Pada bidang horizontal : V1, V2, V3, V4, V5, V6.

1. Sistem sumbu pada bidang frontal


Sesuai dengan nama sandapan, maka sumbu-sumbu pada bidang frontal
disebut sumbu I, II, III, aVR, aVL, dan aVF.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 , hal 1526

Penelititan menunjukkan bahwa letak sumbu-sumbu itu ialah sebagai


berikut :

a. = pusat jantung
b. I = garis mendatar 00
c. II = membuat sudut 60 dengan I, searah jarum jam, yaitu +60

106
d. III = +120
e. aVR = -150
f. aVL = -30
g. aVF = +90

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 298

2. Sistem sumbu pada bidang horizontal


Sesuai dengan nama sandapan, maka sumbu pada bidang horizontal disebut sebagai
berikut :
a. V6 = garis mendatar 0
b. V5 = +22
c. V4 = +47
d. V3 = +58
e. V2 = +94
f. V1 = +115

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 299

Bila selama siklus jantung kita tinjau vector-vektor listrik yang timbul, maka
selama depolarisasi atrium, terjadi vector P dalam ruang yang dimulai dari nol,
muncul dengan besar dan arah yang berubah-ubah dan akhirnya menjadi nol lagi. Bila
vector P ini diproyeksikan pada bidang H dan bidang F, maka terdapat garis tertutup

107
yang mulai dari titik awal 0 dan kembali lagi pada titik 0. Garis tertutup yang
menggambarkan perjalanan dari vector P ini disebut bulatan P.

Jadi depolarisasi atrium menghasilkan bulatan P pada bidang Fdan juga pada
bidang H. demikian juga selama depolarisasi ventrikel, timbul bulatan QRS pada
bidang F dan bidang H. pada repolarisasi dari ventrikel timbul juga bulatan T. Dari
ketiga bulatan vector itu, bulatan vector QRS ialah yang terpenting dan terbesar
ukurannya.

Suatu vector yang menjalani bulatan vector, besar dan arahnya selalu berubah-
ubah. Tetapi selama perubahan itu, dapat ditentukan satu vector yang merupakan rata-
rata atau sumbu listrik. Secara pendekatan, sumbu listrik ialah vector yang membagi
bulatan vector menjadi dua yang sama. Sumbu listrik merupakan sifat penting dari
masing-masing ruang jantung. 2

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 299

D. SUMBU LISTRIK VEKTOR QRS2


Sumbu listrik vector QRS dapat disingkat dengan sumbu QRS saja. Sumbu QRS dapat
ditentukan dari hasil rekaman EKG konvensional.
1. Menentukan sumbu QRS pada bidang Frontal
Dari 6 sandapan yang ada pada bidang F, 2 sandapan sudah cukup untuk
menentukan sumbu QRS. Untuk praktisnya penentuan sumbu QRS dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain : a. pilih 2 sandapan yang termudah yaitu saling
tegak lurus misalnya I dan aVF. Tentukan jumlah aljabar defleksi pada masing-masing
sandapan dan gambarkan sebagai vektor pada masing-masing sumbu. Dari kedua
vektor ini dapat dibuat resultante yang menggambarkan sumbu QRS; b. Pilihlah (bila
ada) satu sandapan yang mempunyai jumlah aljabar defleksi nol (defleksi positif sama

108
dengan defleksi negatif). Maka sumbu QRS adalah tegak lurus pada sandapan ini.
Dalam menentukan arah sumbu QRS, dapat ditinjau salah satu dari sandapan lainnya,
untuk memilih satu dari dua arah.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 299

Untuk lebih tepatnya, yang diukur bukan tingginya defleksin, tetapi dari luas
area yang berada di bawah defleksi itu.
2. Kelainan sumbu QRS pada Bidang Frontal
Sumbu QRS pada bidang frontal yang dianggap normal bervariasi antara-300 hingga
+90.
a. Sumbu QRS antara -30 hingga -90 disebut deviasi sumbu ke kiri (DSKi)
b. Sumbu QRS antara +90 hingga -180 disebut deviasi sumbu ke kanan (DSKa)
c. Sumbu QRS antara +180 hingga -90 disebut sumbu superior.
3. Menentukan sumbu QRS pada bidang horisontal
Pada dasarnya menentukan sumbu QRS pada bidang horizontal adalah sama
dengan sumbu QRS pada bidang frontal. Yang umum dipakai ialah cara II, yaitu
mencari sandapan yang jumlah aljabar defleksinya nol. Dari sini didapatkan arah
vector yaitu tegak lurus pada sandapan ini. Suatu kebiasaan, bahwa sumbu QRS pada
bidang horizontal tidak dinyatakan dalam derajat, tetapi cukup ditentukan sadapan
yang tegak lururs pada sumbu itu. Jadi cukup ditentukan sadapan yang mempunyai
jumlah ljabar defleksi nol. Sadapan ini disebut daerah transisi pada bidang precordial.
Dianggap bahwa daerah transisi yang normal ialah V3 dan V4. Bila daerah
transisi berpindah kea rah jarum jam (dilihat dari arah tungkai), misalnya di V5 atau
V6, maka dikatakan bahwa sumbu QRS mengalami rotasi searah jarum jam. Bila
daerah transisi berpindah ke arah V2, maka dikatakan terjadi rotasi lawan arah jarum
jam.

109
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 300

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 300

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 300

110
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 300

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 300

E. SUMBU LISTRIK VEKTOR P2


Cara menentukan sumbu P pada dasarnya sama dengan penentuan sumbu QRS. Karena
defleksi gelombang P kecil, maka cara menentukan sumbu P sering tak bisa terlalu tepat,
dan biasanya dipakai cara II.
1. Sumbu P pada bidang frontal

Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai sumbu yang


bervariasi antara 0 hingga +75. Gelombang P yang berasal dari penghubung AV
mempunyai sumbu antara 180 dan -90%. Dikatakan sumbu P ini mempunyai arah
lawan-arus. Gelombang P yang berasal dari atrium, arahnya tergantung dari letak
pemacu ektopik di atrium. Sering sumbunya mempunyai arah antara +90 dan 180.

2. Sumbu P pada bidang horizontal

111
Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai sumbu yang arahnya
sekitar di tengah-tengah antara V1 dan V6. Sumbu P yang bukan berasal dari simpul
sinus mempunyai arah yang tergantung dari letak pemacu ektopik dari gelombang P.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 301

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 6, hal 301

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 301

112
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 301

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 301

3. Sumbu listrik gelombang T


Pada umumnya sumbu vector T jarang diperhatikan karena morfologi
gelombang t mempunyai ciri-ciri khas di luar sumbu vektornya. Secara umum dapat
dikatakan bahwa sumbu T yang normal lebih kurang mempunyai arah yang sama
dengan sumbu QRS.
Bila ada kelainan depolarisasi ventrikel, gelombang T mengalami kelainan
juga, yang disebut kelainan gelombang T yang sekunder. Dalam hal ini T adalah
terbalik disbanding defleksi QRS, atau vector T dan Vektor QRS berlawanan arah. 2

F. INTERPETASI ELEKTROKARDIOGRAM2

Bila kita membuat rekaman sebuah elektrokardiogram, pada awal rekaman kita
harus membuat kalibrasi, yaitu satu atau lebih defleksi yang sesuai dengan 1 milivolt
(mV). Secara baku, defleksi 10 mm sesuai dengan 1 mV. Kecepatan kertas perekam
secara baku adalah 25 mm/dt.

Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik disebut garis isoelektrik.
Defleksi yang arahnya ke atas disebut defleksi positif dan yang ke bawah disebut defleksi
negatif.

113
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

1. Gelombang P
Gelombang P ialah dfeleksi pertama siklus jantung yang menunjukkan aktivasi
atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, bifasik, atau bentuk lain yang khas.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

2. Gelombang Kompleks QRS

114
Kompleks ini menunjukkan depolarisasi ventrikel. Istilah-istilah tentang
bagian-bagian kompleks QRS ialah : a. Gelombang Q yaitu defleksi negatif pertama;
b. Gelombang R yaitu defleksi positif pertama. Defleksi berikutnya di gelombang R,
R dan seterusnya; c. Gelombang S yaitu defleksi negatif pertama setelah R.
Gelombang S berikutnya disebut S, S dan seterusnya.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1

QRS yang monofasik terdiri dari satu defleksi saja yaitu R atau defleksi
tunggal negatif yang disebut QS. Untuk defleksi yang lebih dari 5 mm, dipakai huruf-
huruf besar Q, R dan S. sedangkan untuk defleksi yang kurang dari 5 mm dipakai
huruf kecil q,r, dan s.
3. Gelombang T
Gelombang ini menunjukkan repolarisasi ventrikel. Gelombang T bisa positif, negatif
atau bifasik.
4. Gelombang U
Gelombang U adalah gelombang kecil yang mengikuti gelombang T yang asalnya
tidak jelas.
5. Pengukuran Waktu
a. Penentuan frekuensi. Frekuensi jantung (atrial atau ventrikular) dapat dihitung
berdasarkan kecepatan kertas. Karena kecepatan kertas ialah 25 mm/detik, maka
kertas menempuh 60 x 25 mm = 1500 mm dalam 1 menit. Jadi frekuensi jantung
adalah 1500 yaitu sama dengan jarak siklus dalam mm (yaitu jarak R-R atau P-P).
b. Penentuan interval-interval. Untuk pengukuran suatu interval, maka dengan
kecepatan baku 25 mm/detik terdapat 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik, atau 5 mm
= 0,20 detik.
Interval PR : interval PR diukur dari awal gelombang P hingga awal kompleks
QRS. Interval QRS : interval ini diukur dari awal kompleks QRS hingga akhir
dari kompleks QRS. Interval QT : interval ini diukur dari awal QRS hingga
akhir dari gelombang T. 2

115
G. ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL2
1. Gelombang P

Bentuk gelombang P pada sandapan konvensional dapat diperoleh dengan I, II


dan aVF dan negatif di aVR. Sedangkan di aVL dan III bisa positif, negatif, atau
bifasik. Pada bidang horizontal biasanya bifasik atau negatif di V1 dan V2, dan positif
di V3 hingga V6.

Gelombang P dari sinus yang normal tidak lebih lebar dari 0,11 detik dan
tingginya tak melebihi 2,5 mm.

2. Kompleks QRS

Impuls listrik yang datang dari simpul AV melanjutkan diri melalui berkas His.
Dari berkas His ini keluar cabang awal yang mengaktivasi septum dari kiri ke kanan.
Ini mengawali vector QRS yang menimbulkan gelombang Q di I, II, III, aVL, V5 dan
V6, tergantung dari arah vector awal tersebut. Selanjutnya impuls berlanjut melalui
cabang berkas kiri (CBKi), cabang berkas kanan (CBKa), dan mengaktivasi ventrikel
kiri dan kanan.

Karena dinding ventrikel kanan jauh lebih tipis daripada ventrikel kiri, maka
gaya listrik yang ditimbulkan ventrikel kiri jauh lebih kuat dari pada ventrikel kanan.
Gambaran kompleks QRS pada bidang horizontal yang normal mempunyai corak
khas. Sandapan V1 dan V2 terletak paling dekat dengan ventrikel kanan sehingga
disebut kompleks ventrikel kanan. Di sini gaya listrik dari ventrikel kanan
menimbulkan gelombang R yang selanjutnya diikuti gelombang S yang
menggambarkan gaya listrik dari ventrikel kiri.

Sebaliknya, sandapan V5 dan V6 paling dekat dengan ventrikel kiri sehingga


sandapan ini disebut kompleks ventrikel kiri. Di sini gelombang Q menggambarkan
aktivasi ventrikel kanan atau septum, sedangkan gelombang R menggambarkan
aktivasi ventrikel kiri. Dengan demikian gambaran kompleks QRS pada bidang
horizontal ialah gelombang R meningkat dari V1 ke V6, sedangkan gelombang S
mengecil dari V1 ke V6.

116
3. Gelombang T

Pada orang dewasa, biasanya gelombang T adalah tegak di semua sandapan


kecuali di aVR dan V1.

4. Gelombang U

Gelombang U biasanya tegak dan paling besar terdapat di V2 dan V3. Sering
gelombang U tak jelas karena bersatu dengan gelombang T.

5. Nilai normal untuk interval-interval


a. Interval PR (durasi) : kurang dari 0,12 detik
b. Interval PA : 0,12-0,20 detik
c. Interval QRS (durasi) : 0,07 0,10 detik

6. Interval QT
Interval ini tergantung dari frekuensi jantung, yang dapat ditentukan dengan
suatu rumus atau table. Untuk praktisnya, diberikan 3 nilai sebagai berikut : frekuensi
60/menit : 0,33 0,43 detik, 80 kali/menit: 0,29-0,38 detik, dan 100 kali/menit : 0,27-
0,35 detik. 2

H. ABNORMALITAS ATRIUM2

Akhir-akhir ini dianggap bahwa konduksi impuls dari simpul sinus kea rah simpul
AV melibatkan jalur-jalur khusus yaitu jalur-jalur intermodal. Sedangkan atrium kiri
dicapai melalui jalur Bachman. Bila terjadi gangguan konduksi intra-atrial, maka bentuk
gelombang P mengalami kelainan yang disebut abnormalitas gelombang P. abnormalitas
gelombang P tidak selalu disebabkan pembesaran atau hipertrofi atrium seperti yang
dianggap di masa lalu. Aktivasi atrium kanan terjadi lebih dulu daripada atrium kiri
sehingga suatu abnormalitas gelombang P dapat menunjukkan suatu abnormalitas atrium
kiri atau abnormalitas atrium kanan. Dalam hal ini abnormalitas merupakan kelainan
konduksi dengan atu tanpa pembesaran atau hipertrofi.

1. Abnormalitas Atrium Kanan (AAKa)


a. Tinjauan vector :
1) Pada bidang frontal : sumbu P bergeser kea rah kanan

2) Pada bidang horizontal : sumbu P bergeser ke arah lawan jarum jam.


b. Kriteria EKG untuk AAKa :

117
1) P tinggi dan lancip di II, III dan aVF : tinggi > 2,5 mm dan interval > 0,11
detik
2) Defleksi awal di V1 > 1,5 mm. bentuk gelombang P pada AAKa sering disebut
P pulmonal

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

2. Abnormalitas Atrium Kiri (AAKi)


a. Tinjauan vector :
1) Pada bidang frontal : sumbu P bergeser ke arah kiri

2) Pada bidang horizontal : sumbu P bergeser ke arah jarum jam.


b. Kriteria EKG untuk AAKi
Interval P di II melebar (> 0,12 detik). Sering gelombang P berlekuk,
karena mempunyai 2 puncak. Defleksi terminal V1 negatif dengan lebar > 0,04
detik dan dalam > 1 mm. Kriteria ini disebut kriteria Morris. Bentuk P pada AAKi
sering disebut p mitral.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 6, hal 304

I. HIPERTROFI VENTRIKEL2

118
1. Hipertrofi ventrikel kiri (HVKi)

Hipertrofi ventrikel kiri memberikan tanda-tanda yang cukup jelas pada EKG.
Meskipun demikian, akurasinya tak dapat dianggap mutlak. Berbagai kriteria telah
disusun untuk mempertinggi sensitivitas dan spesifitas diagnosis HVKi pada EKG. 2

a. Tinjauan vector pada HVKi :


1) Pada umumnya vector QRS membesar dalam ukurannya.
2) Penebalan septum menyebabkan vector QRS awal membesar, sehingga terlihat
gelombang Q yang lebih dalam di I, II, III, aVL, V5 dan V6, dan gelombang R
yang lebih besar di V1.
3) Pada sumbu QRS terjadi pergeseran sebagai berikut :
a) Pada bidang frontal : sumbu QRS bergeser ke arah kiri;
b) Pada bidang horizontal: sumbu QRS bergeser ke arah lawan jarum jam.
b. Waktu aktivasi ventrikel

Waktu yang berlangsung antara awal QRS hingga puncak gelombang R


disebut Waktu Aktivasi Ventrikel (WAV). Defleksi tajam ke bawah yang mulai
dari puncak R disebut defleksi intrinsikoid. WAV menggambarkan waktu yang
diperlukan untuk depolarisasi masa otot jantung yang ada di bawah elektroda
precordial. Jadi semakin tebal otot jantung (ventrikel), semakin panjang waktu
yang diperlukan untuk depolarisasi. Dengan demikian WAV memanjang pada
HVKi.

c. Kriteria EKG untuk HVKi


a. Kriteria voltase : voltase ventrikel kiri meninggi. Ada macam-macam kriteria
dan dapat dipilih salah satu yaitu :
1) R atau S di sandapan ekstremitas > 20 mm, atau S di kompleks VKa > 25
mm, atau R di kompleks Vki > 25 mm, atau S di VKa + R di VKi > 35
mm.
2) Depresi ST dan inversi T di kompleks VKi ini sering disebut strain pattern
3) AAKi
4) Sumbu QRS pada bidang frontal >-15

5) Interval QRS atau WAV di kompleks VKi memanjang :

(1). Interval QRS > 0,09 detik

(2). WAV > 0,04 detik1

d. Beberapa catatan tentang HVKi antara lain :

119
1) Gambaran HVKi pada EKG terutama berkorelasi dengan masa otot ventrikel
kiri, dan kurang berkorelasi dengan tebal otot atau volumenya;
2) Pada HVKi yang disebabkan karena beban volume, gambaran EKG terutama
menunjukkan aktivasi septal awal yang menonjol, yaitu adanya gelombang Q
di I, aVL, V5 dan V6, dan gelombang yang menojol di V1 dan V2;
3) Pada HVKi yang disebabkan karena beban tekanan, gambaran EKG terutama
menunjukkan R yang tinggi disertai depresi ST dan inversi T pada sandapan
ventrikel kiri (V5 dan V6).

Gambar 30. Hipertrofi Ventrikel Kiri


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 304
Beberapa Kriteria :

a) Kriteria votase : S di V1, V2 yang dalam dan R di V5, V6 yang tinggi.


b) depresi ST dan inverse T DI V6 (V5)
c) waktu aktivasi ventrikel memanjang di V6 (V5)

2. Hipertrofi ventrikel kanan (HVKa)

Karena dinding ventrikel kanan jauh lebih tipis dari pada dinding ventrikel
kiri, maka HVKa baru nampak pada EKG bila HVKa sudah cukup menonjol untuk
dapat mempengaruhi gaya-gaya listrik ventrikel kiri yang besar. 2

a. Tinjauan vector :
1) Pada bidang frontal : sumbu QRS bergeser ke kanan

2) Pada bidang horizontal : sumbu QRS bergeser searah jarum jam.

b. Kriteria EKG untuk HVKa :


1) Rasio R/S yang terbalik :
a) R/S di V1 > 1
b) R/S di V6 < 1
120
2) Sumbu QRS pada bidang frontal yang bergeser ke kanan, meskipun belum
mencapai DSKa.
3) Beberapa kriteria tambahan yang tidak begitu kuat, misalnya : WAV di V1 >
0,035 detik, depresi ST dan inversi T di V1, S, di I, II, dan III.
c. Beberapa catatan tentang HVKa
1) Diagnosis HVKa pada EKG mempunyai sensitivitas yang rendah tapi
spesifitas yang tinggi.
2) Kriteria EKG untuk HVKa yang paling kuat ialah rasio R/S di V1.
d. Berdasarkan konfigurasi QRS di V1, maka HVKa dibagi menjadi 3 tipe :
1) Tipe A : di sini terdapat R yang tinggi. Sering disertai depresi ST dan inversi T
di V1 dan V2. Tipe ini menunjukkan beban tekanan yang tinggi;
2) Tipe B : di sini terdapat bentuk RS, yang menunjukkan HVKa yang sedang;
3) Tipe C : di sini terdapat bentuk rsR, yang merupakan blok cabang berkas
kanan yang inkomplit. Bentuk ini biasanya menunjukkan adanya hipertrofi
jalur keluar dari ventrikel kanan.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 305

J. DEFEK KONDUKSI INTRA VENTRIKULAR2


Gangguan penghantaran impuls melalui suatu jalur disebut blok. Yang
dimaksudkan dengan konduksi intraventricular ialah konduksi melalui cabang berkas
kanan (CBKa), cabang berkas kiri (CBKi), fasikel fasikel dan serabut-serabut Purkinje. 2
Menurut tempatnya, blok intraventricular dapat dibagi :
1. Blok cabang berkas kanan (BCBKa)
Bila CBKa mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel kanan mengalami
kelambatan, dan septum mengalami depolarisasi disusul oleh ventrikel kiri lebih dulu.

121
Pada fase yang terakhir, vector berasal dari ventrikel kanan, yang mengarah ke depan
(pada bidang H) dan ke kanan (pada bidang F).
Dari sini didapatkan gambaran EKG pada BCBKa :
a. Interval QRS memanjang > 0,10 detik;
b. S yang lebar di I dan V6;
c. R yang lebar di V1. Bila interval QRS 0,10-0,12 detik, maka disebut BCBKa
inkomplit. Bila interval QRS > 0,12 detik, maka disebut BCBKa komplit.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 305

2. Blok cabang berkas berkas kiri (BCBKi)


Bila CBKi mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel kiri mengalami
kelambatan. Pada awal depolarisasi ventrikel, QRS inisial menggambarkan
depolarisasi ventrikel kanan dan septum, kemudian menyusul depolarisasi ventrikel
kiri. Jadi pada BCBKi vector terminal berasal dari ventrikel kiri yang kuat, yang
bergeser ke arah kiri (pada bidang F) dan ke arah belakang (pada bidang H). Dari sini
didapatkan gambaran EKG pada BCBKi :
a. Interval QRS melebar > 0,10 detik
b. Gelombang R yang lebar, sering berlekuk di I, V5 dan V6, dengan WAV > 0,08
detik
c. rS atau QS di V1, disertai rotasi searah jarum jam.
Bila interval QRS 0,10-0,12 detik, maka disebut BCBKi inkomplit.
Bila interval QRS > 0,12 detik, maka disebut BCBKi komplit.
3. Blok intrventrikular Nonspesifik
Istilah ini dipakai bila interval QRS melebar (> 0,10 detik) tetapi tidak khas untuk
BCBKa atau BCBKi.
4. Blok Fasikular

122
Blok fasikular sering disebut juga hemiblok.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, Hal 305

a. Blok fasikular kiri anterior.


Fasikel kiri anterior menghantarkan impuls dari puncak septum ke
muskulus papilas anterior. Bila terjadi blok pada jalur ini, maka bagian posterior-
inferior mengalami depolarisasi lebih dulu dari pada bagian anterior-superior.
Vector QRS awal selama 0,02 detik mengarah ke bawah dan ke kanan,
sehingga terbentuk r kecil di II, III, dan aVF, dan q kecil di 1, aVL dan kadang-
kadang di V5 dan V6. Vector QRS awal selama 0,04 detik mengarah ke kiri dan
ke atas, sehingga terbentuk R tinggi menyusul q di 1, dan aVL, dan S dalam
menyusul r di II, III, dan aVF (bentuk QI-SIII). Sumbu QRS mengalami deviasi
ke kiri hingga > -45. Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada 81 ok Fasikular
kiri anterior ialah :
1) Interval QRS sedikit memanjang 0,09-0,11 detik;
2) Sumbu QRS deviasi ke kiri > -45. Ini disebut kriteria yang paling kuat;
3) Di I dan aVL terdapat R tinggi, dengan atau tanpa q;
4) Di II, III dan aVF terdapat rS, dengan S yang dalam.

123
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

b. Blok fasikular kiri posterior.


Fasikel kiri posterior menghantarkan impuls dan CBKi ke muskulus
papilaris posterior dari ventrikel kiri. Suatu blok pada jalur ini mengakibatkan
bagian anterior-superior dari ventrikel kiri mengalami depolarisasi lebih dahulu
dari pada bagian posterior-inferior.
Vektor QRS awal selama 0,02 detik mengarah ke kiri dan superior,
sehingga terbentuk r kecil di I dan aVL, dan 1 kecil di II, III, dan aVF. Vector
QRS awal selama 0,06 detik mengarah ke bawah, sehingga terbentuk R tinggi di
II, III, dan aVF dan S di I dan aVL. Sumbu QRS bergeser ke kanan >+110.
Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada blok fasikular kiri posterior ialah :
1) Interval QRS memanjang 0,09 0,11 detik
2) Sumbu QRS bergeser ke kanan > +110
3) rS di 1 dan aVL
4) qR di II, III dan aVF. Blok Fasikular Kiri Posterior jauh lebih jarang dari pada
blok fasikular kiri anterior.

124
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 6

c. Sindrom Pre-eksitasi
Sindrom pre-eksitasi ialah suatu sindrom EKG di mana ventrikel
mengalami depolarisasi lebih awal dari biasa. Hal ini disebabkan karena adanya
jalur-jalur lain di samping jalur-jalur pada sitem konduksi jantung. Jalur-jalur ini
disebut jalur-jalur aksesori.
Ada 3 macam jalur aksesori, yaitu : a. Jalur Kent. Jalur ini ialah yang
terpenting di antara jalur-jalur aksesori. Jalur ini menghubungkan atrium langsung
dengan ventrikel, tanpa melalui simpul AV. Jalur ini menembus cincin AV di
tempat-tempat yang berbeda. b. Jalur James. Jalur ini berawal dari atrium dan
berakhir di berkas His. c. Jalur Mahaim. Jalur ini berawal di berkas His dan
berakhir di ventrikel.
Jalur-jalur aksesori dianggap sebagai kelainan kongenital dan terdapat
pada 1-2 permil dari populasi umum. Jalur aksesori bisa bersifat non fungsional
pada waktu lahir dan manifest pada masa kanak atau dewasa.

K. GAMBARAN EKG PADA SINDROM PRE-EKSITASI2


1. Pre-eksitasi pada Jalur Kent
Pre-eksitasi pada jalur Kent disebut juga sindrom Wolff Parkinson White
(WPW). Gambaran EKG pada sindrom WPW menggambarkan kompleks dusi antara
aktivasi ventrikel melalui jalur normal dan melalui jalur aksesori.

125
Impuls dari atrium yang melalui jalur Kent lebih cepat sampai di ventrikel
karena tidak melewati simpul AV yang mempunyai sifat memperlambat impuls.
Impuls yang melalui jalur Kent ini mengawali depolarisasi ventrikel di suatu tempat
di ventrikel, yang menyebabkan timbulnya suatu gelombang khas pada awal
kompleks QRS, yang disebut gelombang delta.
Gelombang delta merupakan bagian landau pada awal kompleks QRS. Adanya
gelombang delta ini menyebabkan kompleks QRS melebar. Waktu konduksi atrio-
ventrikular yang memendek menyebabkan interval PR yang memendek. Dengan
demikian gambaran EKG pada sindrom W-P-W ialah :
a. Interval PR memendek < 0,12 detik;
b. Adanya gelombang delta;
c. Kompleks QRS melebar (karena gelombang delta).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

126
Meskipun letak jalur Kent sangat bervariasi, pada garis besarnya dapat
dibedakan 2 tipe, yaitu :
a. Sindrom W-P-W tipe A.
Di sini jalur Kent terletak di sebelah kiri, sehingga aktivasi dini terjadi
di ventrikel kiri. Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKa, dengan R yang
tinggi di V1 dan V2.
b. Sindrom WPW tipe B.
Di sini jalur Kent terletak di sebelah kanan, sehingga aktivasi dini
terjadi di ventrikel kanan. Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKi, dengan
defleksi QRS yang negatif di V1 dan V2.

2. Pre-eksitasi pada Jalur James


Pre-eksitasi pada jalur James disebut juga sindrom Lown-Ganong-Levine (L-
G-L). Gambaran EKG pada sindrom L-G-L menggambarkan interval PR yang
memendek karena impuls yang melalui jalur ini mencapai ventrikel lebih cepat karena
tidak diperlambat oleh simpul AV.
Tetapi aktivasi ventrikel ini berpangkal dari berkas His sehingga jalur aktivasi
ini tidak berbeda dari aktivasi normal. Ini menghasilkan kompleks QRS yang normal,
tanpa gelombang delta.
Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom L-G-L ialah : a. Interval PR
memendek (0,12 det); b. Tak ada gelombang delta, kompleks QRS normal.
3. Pre-eksitasi pada Jalur Mahaim
Karena jalur Mahaim dimulai dari berkas His, maka interval PR tidak
terpengaruh. Jalur Mahaim mengawali aktivasi pada sebagian ventrikel, sehingga
terjadi gelombang delta.
Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom pre-eksitasi melalui jalur
Mahaim ialah :
a. Interval PR normal;
b. Terdapat gelombang delta, kompleks QRS melebar.

127
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 308

L. PENYAKIT JANTUNG KORONER2


Elektrokardiografi ialah sarana diagnostic yang penting untuk penyakit jantung
coroner. Yang dapat ditangkap oleh EKG ialah kelainan miokard yang disebabkan oleh
terganggunya aliran coroner.
Terganggunya aliran coroner menyebabkan kerusakan miokard yang dapat dibagi
menjadi 3 tingkat :
1. Iskemia, kelainan yang paling ringan dan masih reversible;
2. Injuri, yaitu kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversible;
3. Nekrosis, yaitu kelainan yang sudah ireversibel, karena kerusakan sel-sel miokard
sudah permanen.

128
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 308

Masing-masing kelainan ini mempunyai ciri-ciri yang khas pada EKG. Pada
umumnya iskemia dan injuri menunjukkan kelainan pada proses repolarisasi miokard,
yaitu segmen ST dan gelombang T. Nekrosis miokard menyebabkan gangguan pada
proses depolarisasi, yaitu gelombang QRS.
1. Iskemia
a. Depresi ST
Ini ialah ciri dasar iskemia miokard. Ada 3 macam jenis depresi ST, yaitu :
1) Horisontal,
2) Landai ke bawah,
3) Landai ke atas.
Yang dianggap spesifik ialah a dan b. Depresi ST dianggap bermakna bila
lebih dari 1 mm, makin dalam makin spesifik.
b. Inversi T
Gelombang T yang negatif (vector T berlawanan arah dengan vector QRS)
bisa terdapat pada iskemia miokard, tetapi tanda ini tidak terlalu spesifik. Yang
lebih spesifik ialah bila gelombang T ini simetris dan berujung lancip.
c. Inversi U
Gelombang U yang negatif (terhadap 1) cukup spesifik untuk iskemia
miokard.

129
2. Injuri
Ciri dasar injuri ialah elevasi ST dan yang khas ialah konveks ke atas. Pada
umumnya dianggap bahwa elevasi ST menunjukkan injuri di daerah subepikardial,
sedangkan injuri di daerah subendokordial menunjukkan depresi ST yang dalam.
3. Nekrosis
Ciri dasar nekrosis miokard ialah adanya gelombang Q patologis yaitu Q yang
lebar dan dalam, dengan syarat-syarat : lebar > 0,04 detik, dalam > 4 mm atau > 25 %
tinggi R
4. Lokalisasi Dinding Ventrikel pada EKG
Karena iskmeia miokard sebagian besar mengenai ventrikel kiri, maka adalah
penting untuk menentukan lokalisasi bagian-bagian dindin ventrikel kiri pada EKG.
Pada umumnya dipakai istilah-istilah sebagai berikut :
a. Daerah anteroseptal : V1-V4
b. Daerah anterior ekstensif : V1-V6, I dana VL
c. Daerah anterolateral : V4-V6, I dana VL
d. Daerah anterior terbatas : V3-V5
e. Daerah inferior : II, III dan aVF
f. Daerah lateral tinggi : I dana VL
g. Daerah posterior murni memberikan bayangan cermin dari V1, V2 dan V3
terhadap garis horizontal.
Proyeksi dinding-dinding ventrikel kanan pada umumnya terlihat pada V4R-V6R.
sering bersamaan dengan II, III, dan aVF.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 308

1) Depresi ST horisontal, spesifik untuk iskemia


2) Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
3) Depresi ST landai ke atas, kurang spesifik untuk iskemia

130
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

1) Inversi T pada umumnya kurang spesifik untuk iskemia


2) Inversi T yang berujung lancip dan simetris (seperti ujung anak panah),
spesifik untuk iskemia

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

131
1) Elevasi ST cembung ke atas, spesifik untuk injuri (epikard)
2) Elevasi ST cekung ke atas, tidak spesifik
3) Depresi ST yang dalam, menunjukkan injuri subendokardial

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

1) Bentuk Qr : nekrosis dengan sisa miokard sehat yang cukup


2) Bentuk Qr : nekrosis tebal dengan sisa miokard sehat yang tipis
3) Bentuk QS : nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu transmural

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

132
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 309

1) Fase hiperakut
2) Fase ovulasi lengkap
3) Fase infark lama

M. GAMBARAN EKG PADA INFARK MIOKARD AKUT2


Umumnya pada infark miokard akut terdapat gambaran iskemia, injuri dan
nekrosis yang timbul menurut urutan tertentu sesuai dengan perubahan-perubahan pada
miokard yang disebut evolusi EKG.

1. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut :


a. Fase awal atau fase hiperakut :
1) Elevasi ST yang nonspesifik,
2) T yang tinggi dan melebar.
b. Fase evolusi lengkap :
1) Elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas;
2) T yang negatif dan simetris;
3) Q patologis.
c. Fase infark lama :
1) Q patologis, bisa QS atau Qr;
2) ST yang kemba;o iso-elektrik;
3) T bisa normal atau negatif.

133
2. Beberapa catatan tentang EKG pada infark miokard :
a. Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada infark miokard akut bisa terlambat,
sehingga untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut, diperlukan rekaman
EKG serial;
b. Fase evolusi berlangsung sangat bervariasi, bisa beberapa jam hingga 2 minggu.
Bila elevasi ST bertahan hingga 3 bulan, maka dianggap telah terjadi aneurisma
ventrikel;
c. Selama evolusi atau sesudahnya, gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark
miokard non-Q. ini terjadi 20-30% kasus infark miokard;
d. Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG tidak begitu jelas dan
memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris. Pada umumnya terdapat depresi ST
yang disertai inversi T yang dalam yang bertahan beberapa hari;
e. Pada infark miokard pada umumnya dianggap bahwa Q menunjukkan nekrosis
miokard, sedangkan R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga bentuk
Qr menunjukkan infark non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan infark
transmural. Pada infark miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan
nekrosis miokard;
f. Pada infark miokard dinding posterior murni, gambaran EKG menunjukkan
bayang cermin dari infark miokard anteroseptal terhadap garis horizontal, jadi
terdapat R yang tinggi di V1, V2, V3 dan disertai T yang simetris.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 310

134
N. ANEKA KELAINAN ELEKTROKARDIOGRAFI2

1. Hyperkalemia
Bila kadar kalium darah meningkat, berturut-turut akan nampak kelainan:
a. T menjadi tinggi dan lancip
b. R menjadi lebih pendek
c. QRS menjadi lebar
d. QRS bersatu dengan T, sehingga segmen ST hilang
e. P mengecil dan akhirnya menghilang.
2. Hypokalemia
Bila kadar kalium darah menurun, berturut-turut akan tampak kelainan-kelainan :
a. U menjadi prominen
b. T makin mendatar dan akhirnya terbalik
c. Depresi ST
d. Interval PR memanjang
Sering U yang prominen dikira T sehingga seolah-olah interval QT memanjang.
3. Hiperkalsemia
Kelainan EKG yang terpenting ialah interval QT yang memendek.
4. Hipokalsemia
Kelainan EKG yang terpenting ialah perpanjangan segmen ST, sehingga interval QT
memanjang.
5. Digitalis
Digitalis dapat mempengaruhi bentuk QRS-T, yang disebut efek digitalis :
a. Memperpendek interval QT
b. Depresi ST, mulai dengan menurun landau disusul bagian akhir yang naik dengan
curam
c. Sering menjadi rendah. Selain itu bisa terjadi gangguan pembentukan dan
penghantar impuls.

135
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 310

1) T meninggi dan lancip, R menjadi pendek


2) QRS melebar dan bersatu dengan T
3) P merendah dan hilang

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 310

1) U prominen, T mendatar
2) Depresi ST, T terbalik, PR memanjang

136
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 310

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 311

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6, hal 311

137
6. Pericarditis
Pada pericarditis, biasanya terjadi peradangan pada epikard, sehingga
gambaran EKG menyerupai gambaran injuri pada epikard berupa elevasi ST. pada
pericarditis yang hanya sedikit menimbulkan peradangan pada epikard maka EKG
bisa normal.
Kelainan EKG yang khas untuk pericarditis ialah sebagai berikut :
a. Elevasi segmen ST
1) Biasanya luas kecuali V1 dan aVR
2) Bentuk konkaf ke atas
3) Kurang dari 5 mm
b. T menjadi terbalik, terutama stelah segmen ST kembali ke garis isoelektrik
c. Tidak timbul Q.
Pada efusi pericardial, tanpa adanya peradangan epikardial, tidak terdapat
elevasi ST. dalam hal ini gambaran EKG hanya menunjukkan voltase yang rendah
pada QRS dan T.

O. TINDAKAN KEPERAWATAN1

Gambar 1. Ilustrasi penatalaksanaan pemeriksaan EKG (sumber: http://labcito.co.id/wp-


content/uploads/2013/07/DSC_05771.jpg)

138
Secara umum, tugas perawat dalam penatalaksanaan EKG ini adalah untuk
mendampingi pasien selama tindakan. Ada tiga fase di mana kinerja perawat dibutuhkan
dalam mendampingi pasien, yaitu fase sebelum pelaksanaan, fase selama tes, dan fase
setelah tindakan. 1
1. Sebelum Pelaksanaan
a. Konfirmasi identitas pasien
b. Jelaskan pada pasien bahwa EKG mengevaluasi aktivitas listrik jantung
c. Nasihati pasien bahwa ia tidak perlu puasa sebelum tes
d. Jelaskan tentang pelaksanaan tes, termasuk siapa yang akan melakukannya,
dimana tempatnya, dan berapa waktu yang dibutuhkan
e. Beritahu pasien bahwa elektroda akan ditempatkan di lengannya, kakinya, dan
dadanya da prosedurnya tidak menyakitkan. Jelaskan bahwa selama tes, dia
akan diminta untuk tetap tenang, berbaring diam, dan bernafas normal
f. Nasihati pasien untuk tidak bicara selama tes karena getaran suaranya dapat
mengubah perekaman EKG
g. Cek obat-obatan pasien apakah ada penggunaan obat-obatan jantung, dan catat
hasilnya di formulir

2. Selama Tes
a. Tempatkan pasien pada posisi supinasi. Jika pasien tidak mampu, bantu pasien
memposisikan semi-Fowler
b. Ekspos dada, kedua kaki, dan kedua lengan pasien untuk penempatan elektroda.
Jika pasien perempuan, sediakan drape dada sampai chest lead dipasang
c. Nyalakan mesin dan cek sediaan kertas
d. Tempatkan elektroda-elektroda sesuai lead
e. Sambungkan kabel lead setelah semua elektroda terpasang
f. Nyalakan tombol start dan rekam informasi yang dibutuhkan (misal nama
pasien dan nomor ruangan)
g. Mesin memproduksi sebuah printout menunjukan keduabelas lead secara
berkelanjutan. Cek untuk memastikan semua lead terekam. Jika tidak, tentukan
mana yang merenggang, pasang kembali, dan rekam ulang
h. Pastikan gelombang tidak berpuncak melebihi garis tepi atas kertas grid. Jika
terjadi, sesuaikan mesin untuk memasukkan gelombang tidak melebihi batas
garis.
139
i. Ketika mesin selesai merekam, lepaskan elektroda dan pakaikan kembali
pakaian dan selimut pasien

3. Setelah Tindakan
a. Lepaskan sambungan alat, lepaskan elektroda, dan bersihkan jelly dari dada
pasien dengan kain lembab. Cuci gel dari elektroda dan keringkan (Jika pasien
mengalami nyeri dada berulang atau jika EKG serial dibutuhkan, bersamaan
dengan penggunaan trombolitik, elektroda tetap terpasang)
b. Beri label setiap EKG menggunakan nama pasien dan nomor ruangan, tanggal
dan waktu prosedur, dan nama praktisioner. Catat apakah EKG dilakukan
selama atau setelah terjadinya nyeri dada
c. Laporkan temuan EKG abnormal kepada praktisioner

P. IMPLIKASI KLINIS2
Beberapa implikasi klinis penggunaan EKG diantaranya (Fischbach & III, 2009; cit
Brunner and Suddarths, 2009):

1. EKG tidak menggambarkan status mekanik nyata jantung atau status fungsional
katup.
2. EKG mungkin tampak normal di kemunculan penyakit jantung kecuali jika proses
patologis mengganggu daya listrik. EKG tidak bisa memprediksi kejadian kardiak
yang akan datang.
3. EKG harus diinterpretasikan dan diberi pengobatan dalam konteks gambaran klinis
komprehensif.
4. Abnormalitas EKG dikategorisasikan menurut 5 area umum:
a. Heart rate
b. Ritme jantung

140
Gambar 2. Hasil rekam EKG, perbandingan antara ritme normal dan aritmia (sumber:
http://1.bp.blogspot.com/ FvM6Byt8rTI/VgYrlQ0WrSI/AAAAAAAAZ8o/P1z1JMGMV3M/s1600/aritmia-
dan-normal.jpg)

a. Axis atau posisi jantung


b. Hipertrofi
c. Infark/iskemia

Gambar 3. Hasil rekam EKG pada pasien MI (sumber: http://3.bp.blogspot.com/-


J91Q4zQcDKk/UuSKwrLO13I/AAAAAAAAA48/dyFDNxxrR38/s1600/ST-elevation.png)

141
2. Tipe-tipe abnormalitas termasuk berikut:
a. Ritme patologis
b. Gangguan sistem konduksi
c. Iskemia miokardium
d. Infark miokardium
e. Hipertrofi jantung
f. Infark pulmoner
g. Alterasi level kalium, kalsium, dan magnesium
h. Perikarditis
i. Efek obat-obatan
j. Hipertrofi ventrikel

142
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C. 2009. Brunner and Suddarths Handbook of Laboratory and


Diagnostic Test. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins, p. 249-251
2. Sudoyo, Aru W, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 Edisi 6. Jakarta:
Interna Publishing.

3. Sundana K, 2008. Interpretasi EKG, Pedoman Untuk Perawat.Jakarta : EGC

143
SOP PEMERIKSAAN EKG

DILAKUKAN
NO TINDAKAN
YA TIDAK
A. FASE PRA INTERAKSI
1. Melakukan pengecekan progam terapi
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
B. FASE ORIENTASI
1. Memberi salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan sebelum
kegiatan
C. FASE KERJA
1. Menjaga privacy pasien
2. Berikan kesempatan klien untuk bertanya
3. Mengenakan sarung tangan (bila diperlukan)
4. Membuka pakaian atas klien.
5. Membersihkan area ekstremitas dan dada yang akan
dipasangi elektroda dengan menggunakan kapas
alkohol. Bila terdapat rambut yang cukup tebal cukur
bila perlu.
6. Memberikan jelly pada area pemasangan dan pada
elektroda.
7. Pasang kabel dan elektroda (hindari memasang
elektroda pada massa otot yang terlalu tebal atau
pada struktur tulang) :
a. Kabel Merah (R) : pada lengan kanan.
b. Kabel Kuning (L) : pada lengan kiri.
c. Kabel Hijau (F) : pada kaki kiri.
d. Kabel Hitam (N) : pada kaki kanan.
e. V1 : pada interkostal ke 4 kanan.
f. V2 : pada interkostal ke 4 kiri.
g. V3 : pada interkostal ke 4 5 antara V2 dan V4.
h. V4 : pada interkostal ke-5 linea midclavicularis

144
kiri.
i. V5 : horizontal terhadap V4, di linea aksilaris
anterior.
j. V6 : horizontal terhadap V5, pada lnea
midaksilaris.
8. Menghubungkan kabel ground ke washlap basah
yang diletakkan di nierbeken.
9. Menghubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber
listrik.
10. Menyalakan power On mesin EKG.
11. Mengatur kecepatan gelombang pada 25 mV.
12. Mengatur ketinggian rekaman pada skala 1.
13. Melakukan kalibrasi 1 mV.
14. Melakukan rekaman 12 lead.
15. Setelah selesai, mematikan power mesin EKG dan
lepaskan kabel/elektroda dari tubuh klien, kemudian
bersihkan sisa jelly yang menempel dengan tissue.
16. Merapihkan klien dan mengembalikan alat-alat pada
tempatnya.
D. FASE TERMINASI
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, bereskan alat-alat
5. Melepaskan sarung tangan
6. Mencuci tangan

145

Anda mungkin juga menyukai