Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosa menderita acute myeloid leuchemia (AML). Leukemia mieloid


akut atau acute myeloid leukaemia (AML) merupakan keganasan pada sumsum tulang
yang berkembang secara cepat pada jalur perkembangan sel myeloid (Safitri, 2005).
Pada pasien ini, klasifikasi AML menurut French-American-British (FAB) yang diderita
merupakan AML tipe M4 (leukemia mielomonositik). Diagnosa ini ditegakkan setelah
dilakukan pemeriksaan biopsi sumsum dengan hasil sumsum tulang hiperseluler,
peningkatan monositik 40% dengan blast 33%, mieloblas 4%, yang menunjukkan kesan
gambaran acute monocytic leukaemia (AML-M4).
Pada pasien dengan acute myeloid leukemia menurut konsep dasar yang mengacu
pada patofisiologi akan ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Risiko infeksi
2. Risiko cedera
3. Risiko ketidak seimbangan
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
6. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pengobatan (kemoterapi)
Namun di dalam kasus ini pasien setelah di kaji ditemukan diagnosa keperawatan
yang berbeda
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
Definisi intoleransi aktifitas adalah ketidak cukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan. Alasan diangkatnya diagnosa ini adalah karena
pasien mengatakan bahwa badannya terasa lemas dan mudah lelah jika beraktifitas
seperti ke kamar mandi atau hanya sekedar berpindah dari tempat tidur ke kursi roda
untuk dilaksanakannya tindakan medis. Selain itu, dari data objektif ditemukan
bahwa pasien tampak lemah dan pucat, konjungtiva anemis, HB 11 gram/dL, tekanan
darah 110/80 mmHg, suhu 36,6oC, RR 20 kali/menit, HR 98 kali/menit.
Dari diagnosa yang telah ditentukan, perawat memutuskan untuk membuat
intervensi keperawatan sebagai berikut diantaranya monitor tanda-tanda vital, kaji
tingkat kemampuan, bantu klien untuk melakukan aktivitas dan latihan, monitor
intake nutrisi yang adekuat sebagai sumber energi, anjurkan klien membatasi
aktivitas yang cukup berat, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung dan
anjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan ADL.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mengatakan
masih merasa lemas, pusing berkurang dan sesak nafas. Dari data objektif ditemukan
bahwa pasien berdiam diri di tempat tidur, pasien terlihat pucat dan lemas, dengan
skor BAI 14, Hb menjadi 12,4 gram/dL dengan TD 110/90 mmHg, suhu 36,3 oC, RR
20 kali/menit, HR 98 kali/menit. Dari evaluasi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa masalah intoleransi aktifitas belum dapat diatasi sehingga direncanakan untuk
melanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, kaji tingkat kemampuan pasien,
bantu klien untuk melakukan aktifitas dan latihan, monitor intake nutrisi yang
adekuat sebagai sumber energi, anjurkan pasien membatasi aktifitas yang cukup
berat, anjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan ADL pasien, kolaborasi dalam
pemasangan tranfusi darah dan kolaborasi dalam pemberian obat.
2. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Definisi diagnosa keperawatan risiko terjadi perdarahan adalah pasien rentan
mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda,
2015). Alasan diangkatnya diagnosa berdasarkan pada pengungkapan pasien yang
mengatakan bahwa pasien lemas dan munculnya bintik-bintik merah. Dari data
objektif ditemukan bahwa terdapat memar pada tangan, tekanan darah 110/80
mmHg, suhu 36,3oC, RR 20 kali/menit, HR 98 kali/menit.
Dari diagnosa tersebut, perawat memutuskan untuk mengintervasikan
tindakan-tindakan diantaranya yaitu sebagai berikut: monitor TTV, monitor adanya
penurunan trombosit, anjurkan klien untuk banyak istirahat, antisipasi adanya
perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak dan pelihara kesehatan mulit, beri
tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Implementasi yang telah diberikan telah sesuai dengan intervensi yang telah
ditentukan yaitu memonitor tanda-tanda vital klien, mengantisipasi adanya
perdarahan dengan melakukan penekanan 5-10 mneit setelah melakukan
pengambilan darah, monitor adanya penurunan trombosit, kolaborasi dalam
pemberian transfusi darah TC 4 kolf, menganjurkan klien untuk banyak istirahat,
antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, mengkaji keadaan
klien, mengkaji resiko perdarahan klien, memberikan lingkungan yang tenang
dengan membatasi pengunjung dan menganjurkan klien untuk istirahat.
Setelah dalam waktu 3 x 24 jam, dilakukan pengkajian ulang untuk
mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan. secara lisan pasien
mengatakan tubuhnya terdapat bintik-bintik merah dan memar. Secara objektif
didapatkan, klien terlihat lemas, terdapat bintik-bintik merah pada tubuhnya
terutama pada tangan, terdapat memar di tangan, kulit pucat, trombosit 22 juta/uL,
TD : 110/90 mmHg, suhu 36,3o C, RR 20 kali/menit, HR 98 kali/menit. Dari
evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah belum teratasi sehingga
intervensi akan dilanjutkan. Intervensi yang perlu dilanjutkan adalah monitor TTV,
monitor adanya penurunan trombosit, anjurkan klien untuk banyak istirahat,
antisipasi adanya perdarahan.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Diagnosa risiko infeksi didefiniskan sebagai keadaan pasien atau klien yang
rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan. Diagnosa ini dapat diambil apabila klien memiliki faktor
risiko infeksi seperti kurang pengetahuan untuk menghindarai pemajanan patogen,
malnutrisi, adanya prosedur invasif, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat,
pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat dan adanya pemajanan terhadap
patogen lingkungan meningkat. Pada pasien Ny. N, faktor risiko pemajanan patogen
bisa dilihat dari nilai leukosit yaitu sebesar 21,3 juta/dl atau lebih tinggi dari nilai
kisaran normal leukosit di dalam tubuh. Selain itu, tanda-tanda inflamasi yang juga
menunjukkan adanya infeksi seperti rubor, kolor dan dolor belum tampak. Hal ini
bisa dilihat dari pengkajian tanda-tanda vital di mana suhu klien 36,3 oC, nadi 98
x/menit, dan frekuensi pernapasan 20x/menit.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan resiko tinggi
infeksi bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada diri klien. Oleh karena itu,
pada Ny. N dilakukan intervensi berupa:
a. Observasi TTV
b. Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif.
c. Ajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah membantu
aktivitas pasien.
d. Ciptakan lingkungan yang bersih.
e. Evaluasi keadaan pasien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi.
f. Berikan antibiotik sesuai program.
g. Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukkan pasien memiliki resiko
besar untuk terkena infeksi
Observasi tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi
pernapasan setiap shift (8jam) berfungsi untuk mengetahui adanya tanda-tanda
infeksi. Tanda-tanda infeksi berupa penaikan suhu, peningkatan nadi serta
frekuensi pernapasan. Penerapan teknik aseptif untuk seluruh prosedur invasif
berfungsi untuk mencegah masuknya patogen masuk ke dalam tubuh / aliran
darah, melalui sayatan ataupun melalui kontak cairan tubuh dengan alat yang
digunakan untuk melakukan prosedur. Pemberian edukasi mencuci tangan
merupakan salah satu bentuk melibatkan keluarga dalam perawatan klien serta
memandirikan keluarga. Klien dan keluarga diajarkan untuk mencuci tangan 5
moment dan 6 langkah. Selain edukasi cuci tangan, perawat dan keluarga serta
klien juga menciptakan lingkungan yang bersih, dengan membantu sibin sehari 2
kali, mengganti baju setiap hari serta mengganti linen tempat tidur secara
berkala. Selain tindakan keperawatan mandiri di atas, juga diperlukan tindakan
kolaborasi berupa pemberian antibiotik. Pada Ny. Y pemberian antibiotik
diberikan secara iv. Kolaborasi juga dilakukan dengan petugas laboratorium
berupa analisa kadar leukosit, yang merupakan salah satu indikasi adanya infeksi
di dalam tubuh.
Setelah tindakan tersebut dilakukan dalam kurun waktu 3 hari
sebagaimana tercantum dalam time work rencana keperawatan, dilakukan
evaluasi pada diagnosa resiko tinggi infeksi. Hasil evaluasi didapatkan bahwa
Leukosit 13 juta/dL, Tekanan darah : 110/90 mmHg, Suhu : 36,3 oC, RR : 20
kali/menit, HR : 98 kali/menit. Hal ini berarti masalah teratasi sehingga
intervensi dapat dihentikan untuk diagnosa ini.

Anda mungkin juga menyukai