PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada
rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa
sekitar 140 160 mg /100 ml darah . ( Elizabeth J. Corwin, 2001 ) Penyebab
tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin
adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan
penting.
Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel
beta pulau langerhans.
1
persen terjadi pada negara berkembang. Perkiraan ini didasarkan pada
perubahan demografi pada masyarakat, tanpa mempertimbangkan perubahan
gaya hidup. Di negara berkembang angka kejadian kelebihan berat badan dan
kegemukan terus meningkat dengan cepat karena menurunnya aktivitas fisik
dan banyak makan. Kejadian ini meningkat dengan cepat pada angka
kejadian hiperglikemi(Glumer et al. 2003). Hiperglikemi merupakan salah
satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat
menurunkan mutu sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya
berpengaruh secara individu, tetapi juga pada sistem kesehatan suatu negara.
Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup
termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita
hiperglikemi ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa
ke atas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan
penyakit hiperglikemi belum menempati skala prioritas utama dalam
pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang
ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit
jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan ginjal (Dirjen
Bina Kesmas depkes RI 2003)
2
Menurut Diabetic Federation, organisasi yang peduli terhadap permasalahan
diabetes, jumlah penderita diabetes mellitus yang ada di Indonesia tahun
2001 terdapat 5,6 juta jiwa untuk usia diatas 20 tahun. Pada tahun 2020
diestimasikan akan meningkat menjadi 8,2 juta, apabila tidak dilakukan
upaya perubahan gaya hidup sehat pada penderita. (Depkes, 2005). Dengan
terjadinya peningkatan jumlah penderita DM, maka jumlah peningkatan
penyakit hiperglikemia bisa dikatakann meningkat sesuai dengan angka
kejadian diabetes mellitus atau bahkan lebih. Peningkatan dapat diturunkan
dengan melakukan pencegahan, penanggulangan baik secara medis maupun
non medis, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan porsinya
masing-masing. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan mempunyai peran
yang sangat besar dalam mengatasi hiperglikemi. diperlukan peran perawat
sebagai pelaksana dan pendidik dengan tidak mengabaikan kolaboratif.
Pentingnya peran perawat sebagai pendidik agar penderita hiperglikemi mau
dan mampu untuk melakukan latihan jasmani secara teratur dan mengatur
pola makannya yang dapat mencegah terjadinya komplikasi dari
hiperglikemi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
3
Untuk mengetahui tentang konsep penyakit hiperglilemia dan asuhan
keperawatan dari hiperglikemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui definisi dari hiperglikemia
1.3.2.2 Untuk mengetahui etiologi terjadinya hiperglikemia
1.3.2.3 Untuk mengetahui patofisiologi dari hiperglikemia
1.3.2.4 Untuk mengetahui manefestasi klinik dari hiperglikemia
1.3.2.5 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik hiperglikemia
1.3.2.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperglikemia
1.3.2.7 Untuk mengetahui komplikasi dari hiperglikemia
1.3.2.8 Untuk mengetahui pathway dari hiperglikemia
1.3.2.9 Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan
hiperglikemia
1.3.2.10 Bagaimana analisa jurnal
4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Hiperglikemia
Hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana
jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah.
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari
pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang
non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah. Kadar glukosa darah
yang tinggi dari rentang kadar puasa normal 120 mg/ 100 ml darah.
(Elizabeth J.Corwin, 2009).
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada DM tipe I
2.1.2.2 Penurunan responsivitas sel terhadap insulin, seperti yang
dijumpai pada DM tipe II karena adanya penyebab obesitas,
kurangnya aktifitas fisik
2.1.2.3 Stres kronis
Respon terhadap stres mencakup aktivasi sistem saraf
simpatis dan pelepasan hormon pertumbuhan (tyroid),
katekolamin epinefrin dan norepinefrin dari kelenjar adrenal
yang selanjutnya akan merangsang peningkatan pemecahan
simpanan glukosa di hepar dan otot rangka.
2.1.2.4 Hipertiroid
Hormon-hormon tersebut menstimulasi pelepasan insulin
yang berlebihan oleh sel-sel pankreas, sehingga akhirnya
terjadi penurunan respon sel terhadap insulin
2.1.2.5 Autoimun
Autoimun menyebabkan kerusakan sel-sel pancreas yang
berakibat defisiensi insulin sampai kelainan yang
menyebabkan retensi terhadap kerja insulin.
2.1.2.6 Alkoholisme
Dianggap menambah risiko terjadinya kerusakan sel-sel
pada pancreas (ADA, 2009)
2.1.3 Manifestasi Klinik
2.1.3.1 Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa
darah) polipagi, polidipsi, dan poliuri.
2.1.3.2 Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
2.1.3.3 Rasa kesemutan, kram otot
2.1.3.4 Penurunan berat badan
5
2.1.3.5 Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh
2.1.4 Patofisiologi
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat
disebabkan oleh proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan
herediter. Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang
masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan
meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses glukoneogenesis.
Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot,
lemak dan hati serta peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan
pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Dengan menurunnya
insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat
kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah
terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan
glukosa pada dinding pembuluh darah yang membentuk plak
sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan bila plak
itu telepas akan menyebabkan terjadinya thrombus.
6
2.1.5.2 Hb
2.1.5.3 Gas darah arteri
2.1.5.4 Insulin darah
2.1.5.5 Elektrolit darah
2.1.5.6 Urinalisis
2.1.5.7 Ultrasonografi
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Diet
a. Trilogi 3 J
1) J1 : Jumlah kalori harus sesuai
2) J2 : Jadwal harus ditentukan sesuai jam
3) J3 : Jenis makanan harus diperhatikan
b. Tujuan Diet
1) Memperbaiki kesehatan umum
2) Menjaga BB ideal
3) Mempertahankan glukosa darah normal
c. Rumus Diet dan Kebutuhan Kalorinya
RBW = BB x 100%
TB-106
RBW Kebutuhan Kalori
Kurus < 90 % BB x 40 - 60kal/hari
Normal 90 - 100% BB x 30 kal/hari
Gemuk > 110 % BB x 20 kal/hari
Obesitas 110 130 % BB x 10 - 15kal/hari
7
d. Faktor yang menentukan kebutuhan kalori:
1) Jenis kelamin (wanita 25 kal/kg BB dan laki-laki 30
kal/kg BB)
2) Umur 40-59 tahun kebutuhan kalori dikurangi 10%, 60
sampai lebih dari 70 tahun dikurangi 20%
3) Aktivitas fisik atau pekerjaan, dimana dalam keadaan
istirahat ditambah 10% dari kebutuhan basal, aktivitas
ringan 20%, aktivitas sedang 30%, dan aktivitas berat
50%
4) Berat badan gemuk dikurangi 20-30% dan kurus
ditambah 20-30%
2.1.7.2 Latihan Jasmani
a. Tujuan :
1) Menjaga kebugaran
2) Menurunkan BB
3) Meningkatkan kepekaan reseptor sel-sel terhadap
insulin
4) Melancarkan peredaran darah sehingga pemanfaatan
glukosa menjadi lebih baik
b. Jenis-jenis :
1) Latihan Fisik Primer :
a) Untuk semua penderita DM
b) Latihan fisik ringan, teratur setiap hari (1-1,5 jam
sesudah makan
2) Latihan Fisik Sekunder
a) Untuk penderita DM dengan obesitas
b) Latihan fisik primer ditambah latihan fisik agak
berat untuk menurunkan berat badan
c) Latihan jasmani secara teratur : 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit
3) Latihan yg dianjurkan :
a) Aerobik (berjalan kaki, bersepeda santai, jogging,
berenang)
b) Tetap berjalan kaki ke pasar atau menggunakan
tangga
2.1.7.3 Terapi Obat-obatan
a. Jenis:
1) OAD
a) Biguanide : Bekerja di hepar untuk menjaga
pengeluaran glukosa dari pemecahan glikogen
8
b) Sulfoniureas : Menstimulasi pankreas untuk
mengeluarkan insulin
c) Thiazolidinesiones : Meningkatkan sensitifitas
sel-sel di otot terhadap insulin
2) Insulin
Khasiat Jenis Insulin Pemberian
Kerja Cepat Reguler Insulin 3-4x/24 jam
- Actrapid jam sebelum
- Humulin R makan
Kerja Sedang Neural Protein Hagadoin
(NPH) 1-2x/24 jam
- Humulin N
9
2.1.8 Pathway
Pengrusakan imunologik.
Infeksi virus
Ketidakseimbangan produksi
CVCV Kerusakan sel beta Faktor ginetik
insulin
BB menurun
Merangsang Hipotalamus
Kelemahan
Pusat lapar dan haus
Polidipsi, polipagi
Keton Ureum
Ketoasidosis
10
2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengkajian Primer
a. Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya
sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas
b. Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada
tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan
c. Circulation : kaji nadi, biasanya nadi menurun.
d. Disability : Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan
istirahat tidur.
2.2.1.2 Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat
atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi,
nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi
vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola
mata cekung.
c. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi
hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare)
11
e. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak
mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma
(tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau
mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas
kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum
purulen, frekuensi pernapasan meningkat
12
f) Kehilangan rambut berlebihan
g) Kelemahan otot mengunyah
h) Kelemahan otot untuk menelan
i) Kerapuhan kapiler
j) Kesalahan informasi
k) Kesalahan persepsi
l) Ketidakmampuan memakan makanan
m) Kram abdomen
n) Kurang informasi
o) Kurang minat pada makanan
p) Membran mukosa pucat
q) Nyeri abdomen
r) Penurunan berat badan dengan asupan makanan
adekuat
s) Sariawan rongga mulut
t) Tonus otot menurun
2.2.2.1.3 Faktor yang berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Gangguan psikologis
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna makanan
f. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
g. Kurang asupan makanan
13
g) Sindrom respons inflamasi (systemic
inflamatory response syndrome [SIRS]
2.2.2.3 Kerusakan integritas jaringan
2.2.2.3.1 Definisi
Cedera pada membran mukosa, kornea, sistem
integumen,fascia muskular, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi, dan/ atau ligamen.
2.2.2.3.2 Batasan karakteristik
a. Cedera jaringan
b. Jaringan rusak
2.2.2.3.3 Faktor yang berhubungan
a. Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar,
kapsaisin, metilien klorida, agen mustard)
b. Agen farmaseutikal
c. Faktor mekanik
d. Gangguan metabolisme
e. Gangguan sensasi
f. Gangguan sirkulasi
g. Hambatan mobilitas fisik
h. Kelebihan volume cairan
i. Ketidakseimbangan stastus nutrisi (mis.,
obesitas, malnutrisi)
j. Kurang pengetahuan ttg perlindungan
integritas jaringan
k. Kurang pengetahuan tetntang pemeliharaan
integritas jaringan
l. Kurang volume cairan
m. Neuropati perifer
n. Prosedur bedah
o. Suhu lingkungan ekstrim
p. Suplai daya voltase tinggi
q. Terapi radiasi
r. Usia ekstrem
2.2.2.4 Resiko infeksi
2.2.2.4.1 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat menganggu
kesehatan.
2.2.2.4.2 Faktor resiko
14
a. Kurang pengetahuan untuk menghindari
pemanjanan patogen
b. Malnutrisi
c. Obesitas
d. Penyakit kronis (mis., DM
e. Prosedur invasif
f. Pertahanan tubuh primer tidak adekuat
Gangguan integritas kulit
Gangguan peristalsis
Merokok
Pecah ketuban dini/ lambat
Penurunan kerja siliaris
Perubahan pH sekresi
Stasis cairan tubuh
g. Pertahanan tubuh sekuner tidak adekuat
Imunosupresi
Leukopenia
Penurunan hemoglobin
Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
2.2.2.5 Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah
2.2.2.5.1 Definisi
Kerentanan terhadap variasi kadar glukosa/ gula
darah dari rentang normal, yang dapat
mengganggu kesehatan.
2.2.2.5.2 Faktor resiko
a. Asupan diet tidak cukup
b. Ggn status kesehatan fisik
c. Gangguan status mental
d. Kehamilan
e. Keterlambatan perkembangan kognitif
f. Kurang kepatuhan pada rencana manajemen
diabetes
g. Kurang pengetahuan tentang manajemen
penyakit
h. Manajemen diabetes tidak tepat
i. Manajemen medikasi tidak efektif
j. Pemantauan glukosa darah idak adekuat
15
k. Penambahan berat badan berlebih
l. Penurunan berat badan berlebih
m. Periode pertumbuhan cepat
n. Rata-rata aktivitas hariang kurang dari yang di
anjurkan menurut jenis kelamin dan usia
o. Stres berlebihan
p. Tidak menerima diagnosis
2.2.2.6 Ketidakefektifan perfusi jaringan
2.2.2.6.1 Definisi
Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
menganggu kesehatan
2.2.2.6.2 Batasan karakteristik
a. Bruit femoral
b. Edema
c. Indeks ankle-brankhial <0,90
d. Kelambatan penyembuhan luka perifer
e. Klaudikasi intermiten
f. Nyeri ekstremitas
g. Parestesia
h. Pemendekan jarak bebas nyeri yang di tempuh
dalam uji berjalan 6 menit Pemendekan jarak
total yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit
i. Penurunan nadi perifer
j. Perubahan fungsi motorik
k. Perubahan karakteristik kulit (mis., warna
elastisitas, rambut, kelembapan,kuku,sensasi,
suhu)
l. Perubahan tekanan darah di ekstremitas
m. Tidak ada nadi perifer
n. Waktu pengisian kapiler >3 detik
o. Warna kulit pucat saat elevasi
p. Warna tidak kembali ke tungkai 1 menit
setelah
tungkai diturunkan
2.2.2.6.3 Faktor yang berhubungan
a. Diabetes melitus
b. Gaya hidup kurang gerak
c. Hipertensi
d. Kurang pengetahuan tentang faktor pemberat
16
(mis., merokok, gaya hidup monoton,trauma ,
obesitas, asupan garam, imobilitas)
e. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
(mis., DM, Hiperlipidemia
2.2.3 Perencanaan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan NOC : 1. Monitor intake output
nutrisi kurang dari 1. Status nutrisi :makanan pasien
kebutuhan tubuh dan cairan 2. Monitor tanda-tanda
2. Weight control vital
17
jaringan nekrotik, dan
tanda-tanda infekssi
4. Oleskan baby oil pada
daerah yang tertekan,
5. Ajurkan klien untuk
mengubah posisi 2 jam
sekali (mobilisasi
pasien )
Resiko infeksi NOC : NIC :
1. Status imunitas 1. Intruksikan pengunjung
2. Kontrol risiko untuk cuci tangan saat
berkunjung dan
sesudah berkunjung
meninggalkan pasien
2. Cuci tangan sebelum
menyentuh pasien
3. Dresing sesuai Sop dan
advis dokter
4. Monitor Hitung
granulosit , WBC
5. Dorong masukan
nutrisi nutrisi yang
cukup
Resiko NOC : NIC :
ketidakstabilan 1. Manajemen diabetes 1. Monitor kadar glukosa
kadar glukosa darah GDS dan 2JPP
2. Monitor intake output
cairan
3. Monitor TTV
4. Kolaborasi pemberian
diet dengan gizi sesuai
kebutuhan
5. Kolaborasi pemberian
insulin untuk
mengontrol kadar
glukosa
6 Ketidakefektifan NOC : NIC :
pefusi jaringan 1. Circulation status 1. Pantau TTV
2. Tissue perfusion : Rasional :
cerebral Terjdi perubahan pada
TD,respirasi dan nadi ,
menandakan terjadinya
gangguan pada tubuh ,
2. Kaji secara komprehensif
sirkulasi perifer
Rasional :
Sirkulasi perifer dapat
menunjukan tingkat
18
keparahan penyakit
2.2.1.1 3. Evaluasi nadi perifer dan
edema
Rasional :
Pulsasi yang lemah
menimbulkan penurunan
cardiac output.
4. Monitor laboratorium
(Hb,Hmtc)
Rasional :
Nilai laboratorium dapat
menunjukan komposisi
darah
19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan 1 hari sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien mengeluh
muntah 3 kali, nyeri dada, nyeri seperti ditusuk-tusuk, frekuensi nyeri hilang
timbul, demam, sakit tenggorokan, panas dalam, dan sesak, kemudian pasien
dibawa ke IGD RSUD Moch Ansari Saleh pada tanggal 29 April 2017 karena
mengalami penurunan kesadaran. Saat datang Di IGD pasien sudah mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS E=3, V=2 M =4, terpasang kateter (+),GDS =
419, CRT > 3 detik, keluarga mengatakan pasien sebelumnya pernah jatuh
dikamar mandi. Tanda-tanda vital : TD : 70/60 mmHg, N: 59 x/menit, R : 29
x/menit, S : 380C,
SPO2 : 87%
INTERVENSI DAN
PENGKAJIAN Dx KEPERAWATAN JAM TINDAKAN PARAF
KEPERAWATAN
20
BREATHING ( ) Actual 20:30 Pengkajian
(pernafasan) Sesak ( ) Resiko - pantau adanya
pucat dan sianosis
dengan :
Ketidakefektifan pola - pemantauan
( ) Aktivitas napas b.d hiperventilasi pernapasan:
( ) Tanpa aktivitas pantau kecepatan,
irama, kedalaman
( ) Menggunakan otot dan upaya
tambahan pernapasan
perhatikan
Frekuensi : 29 x/menit
pergerakan dada,
Irama : amati kesimetrisan,
penggunaan otot-
( ) Teratur otot bantu, serta
( ) Tidak teratur retraksi otot
Kedalaman : supraklavikuler dan
interkosta
( ) Dalam pantau pernapasan
( ) Dangkal yang berbunyi,
seperti mendengkur
Batuk: pantau pola
( ) Produktif pernapasan
aktivitas lain
( ) Non produktif lakukan pengisapan
sesuai dengan
Sputum :
kebutuhan untuk
- Warna : membersihkan
secret
- Konsistensi :
Pertahankan
Bunyi nafas: oksigen aliran
rendah dengan
( ) Ronchi kanul nasal, masker
( ) Wheezing atau sungkup,
Atur pusisi pasien
( ) Creakles untuk
mengoptimalkan
( ) Snoring
pernapasan
CIRCULATION Ketidakefektifan perfusi 20:35 Pengkajian
(sirkulasi) sirkulasi jaringan perifer b.d Kaji suara paru;
perifer : Diabetes Melitus frekuensi napas,
kedalaman dan
Nadi : 59 x/m
usaha napas; dan
Irama: produksi sputum
sebagai indikator
( ) Teratur keefektifan
( ) Tidak teratur penggunaan alat
penunjang.
Denyut : Pantau saturasi O2
() Lemah Pantau kadar
elektrolit
( ) Kuat Pantau status
( ) Tak kuat mental
Observasi
TD : 70/60 mmHg terhadap sianosis,
21
Ekstremitas terutama
membrane mukosa
( ) Hangat
mulut.
( ) Dingin aktivitas lain
Atur posisi untuk
Warna kulit: memaksimalkan
( ) Cyanosis potensial ventilasi
Atur posisi untuk
( ) Pucat mengurangi
( ) Kemerahan dyspnea
Pengisian Apabila O2
diprogramkan bagi
Kapiler > 3 detik pasien yang
memiliki masalah
pernapasan kronis,
pantau aliran O2
dan pernapasan
secara hati-hati
karena adanya
resiko depresi
pernapasan akibat
O2.
Edema: Gg keseimbangan cairan Tidak ada masalah
dan elektrolit b/d keperawatan karena
( ) Ya ( ) Actual pasien tidak
( ) Tidak ( ) Resiko
mengalami edema
Jika ya :
Perforasi usus/apendik
( ) Muka
( ) Tangan atas
( ) Tungkai
( ) Anasarka
Eliminasi dan cairan
BAK:
Jumlah:
( ) Sedikit
( ) Banyak
( ) Sedang
Warna:
( ) Kuning jernih
( ) Kuning kental
( ) Putih
Rasa sakit:
( ) Ya ( ) Tidak
Keluhan sakit pinggang:
22
( ) Ya ( ) Tidak
BAB: ....... x/hari
Diare
( ) Ya ( ) Tidak
( ) Berdarah ( ) Cair
( ) Berlendir
Abdomen :
( ) Datar ( ) Cembung
( ) Cekung ( ) Lembek
( ) Elastic ( ) Asites
( ) Kembung
Turgor: ( ) Actual 20:40 Pengkajian
Kaji lokasi luka,
( ) Baik ( ) Resiko
kedalaman, warna,
( ) Sedang Resiko kerusakan bau, ada atau
integritas jaringan tidaknya
( ) Buruk Mukosa granulasi/epiteliali
( ) Lembab sasi, ada atau
( ) Kering tidaknya jaringan
nekrotik, tanda-
Kulit : tanda infeksi luka
( ) Bintik merah setempat. Ada
atau tidaknya
( ) Jejas perluasan luka ke
jaringan dibawah
( ) Lecet-lecet kulit atau
( ) Luka pembentukan
saluran sinus.
Suhu : 38,00C Inspeksi luka pada
Pencernaan : setiap mengganti
balutan.
Lidah kotor : aktivitas lain
( ) Ya ( ) Tidak Ubah dan atur
posisi pasien
Nyeri : secara sering
Pertahankan
( ) Ya
jaringan sekitar
( ) Ulu hati terbebas dari
drainase dan
( ) Kuadran kanan kelembapan yang
( ) Menyebar berlebihan.
Lindungi pasien
( ) Tidak dari kontaminasi
Integumen (kulit) terdapat feses atau urine
luka
( ) Ya ( ) Tidak
daerah kaki sebelah kiri
23
Dalam :
( )Ya ( )Tidak
DISABILITY ( ) Actual
Tingkat kesadaran ( ) Resiko
( ) Compos mentis
( ) Apatis
( ) Somnolen
( ) Stupor
( ) Soporocoma
( ) Koma
Pupil
( ) Isokor
( ) Unisokor
( ) Moosis
( ) Midriasis
Reaksi terhadap cahaya
Ka:
( ) Positif
( ) Negatif
Ki :
( ) Positif
( ) Negatif
GCS:
E; 3 M;2 V;4
Terjadi
( ) Kejang
( ) Pelo
Kelumpuhan/Kelemahan
( ) Mulut mencong
24
( ) Afasia
( ) Disathria
Nilai kekuatan otot :
Reflex
Babinsky
Patella
Bisep/Trisep
Brudynsky:
B. KEBUTUHAN EDUKASI
a. Terdapat hambatan dalam pembelajaran :
1. Tidak Ya, Jika Ya : Pendengaran Penglihatan Kognitif
Fisik Budaya
Emosi Bahasa Lainnya .......................
Dibutuhkan penerjemah : Tidak Ya,
Sebutkan....
Kebutuhan edukasi (pilih topik edukasi pada kotak yang tersedia)
:
Diagnosa dan manajemen penyakit Obat obatan / Terapi
Dietdan nutrisi
Tindakan keperawatan... Rehabilitasi
Manajemen nyeri
Lain-lain,
sebutkan
25
b. Bersedia untuk dikunjungi :
Tidak Ya, : Keluarga Kerabat Rohaniawan
26
RDW-CV 17.4 11.5 14.5 %
RDW-SD 51.3 35.0 56.0 Fl
PLT 113 150 45.0 103/uL
MPV 8.6 7.0 11.0 Fl
PDW 15.9 15.0 17.0
PCT 0.097 0.108 0.282 %
2. Dan Lain-Lain :
Terapi medis :
Nama Obat Komposisi Golongan Obat Indikasi/Kontraindikasi Dosis Cara
Pemberian
Infus NaCl Mmol/l Cairan kristaloid Indikasi : Diguyur
0,9% Na = 154, Cl= Pada kondisi kritis, sel-sel
154, endotelium pembuluh darah
bocor, penurunan fungsi ginjal
akut mengakibatkan kegagalan
ginjal menjadi homeostasis
tubuh.
Kontraindikasi :
Hipertonik uterus,
hiponatremia, retensi cairan.
Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF,
insufisensi renal, hipertensi,
edema perifer dan edema paru.
Ranitidin Tiap ml injeksi Anti histamin Indikasi : 2x50 mg Injeksi
mengandung Digunakan untuk pasien IV
ranitidine HCL hipersekresi lambung,
setara dengan Kontraindikasi :
ranitidine 25 mg Sakit kepala, sulit buang air
besar, mual nyeri perut.
Ceftriaxone Ceftriaxone Antibiotik Indikasi : 2x1 gr Injeksi
Na 1 g cephalosporn infeksi saluran napas, infeksi IV
THT, infeksi saluran kemih,
sepsis, meningitis, infeksi
tulang, sendi dan jaringan
lunak, infeksi intra abdominal
dll.
Kontra indikasi :
- Hipersensitif terhadap
antibiotik cephalosporin.
- Neonatus
Ondansentron Tiap ml Obat anti mual, Indikasi : 3x4 mg IV
mengandung 5HT3-receptor Penanggulangan mual muntah
:Ondansentron antagonist akibat kemoterapi dan
HCL dehydrate radioterapi, pencegahan mual
2,5 mg setara dan muntah pasca operasi.
dengan Kontraindikasi :
Ondansentron Hipersensitivitas, sindroma
base 2 mg perpanjangan interval QT
bawaan.
27
Metronidazoe Tiap botol 100 ml Obat Indikasi : 3x500 Drip
Metronidazole antimikroba - Trikomoniasis seperti mg
infus mengandung vaginitis dan urethritis yang
: Metronidazole disebabkan oleh
500 mg trichomonas vaginalis.
- Amebiasis seperti
Amebiasis internal dan
Amebiasis hepatic yang
disebabkan oleh E.
histolytica.
Kontraindikasi :
Penderita yang
hipersensitivitas terhadap
Metronidazole atau derivate
nitroimidazol lainnya dan
kehamilan trimester pertama.
G. ANALISA DATA
No HARI/TGL DATA PROBLEM ETIOLOGI
28
Adanya luka pada
kaki kiri
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Pola napas b.d Hiperventilasi
2. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer b.d Diabetes mellitus
3. Infeksi b.d proses penyakit
4. Resiko ketidakstabilan Kadar Glukosa darah
I. INTERVENSI (PERENCANAAN)
Tujuan & Kriteria
No Intervensi Rasional
Masalah
1 Ketidak efektifan pola NIC :
napas 1. Kaji tanda-tanda vital kien 1. Terjdi perubahan pada
NOC : 2. Monitor frekuensi dan irama TD,respirasi dan nadi ,
Respiratory status : pernapasan menandakan terjadinya
ventilation 3. Monitor pola napas yang abnormal gangguan pada tubuh
Vital sign status (bradypnea, tachypnea, 2. Mengetahui kelainan pada jalan
Tujuan: hiperventilasi, respirasi kussmaul, napas
Setelah dilakukan tindakan respirasi cheyne-stokes ) 3. Mengetahui adanya pola napas
keperawatan selama 1 x 6 4. Monitor suhu, warna, dan yang abnormal
jam pasien menunjukkan kelembapan kulit. 4. Mencegah terjadinya perubahan
keefektifan pola nafas, 5. Monitor sianosis perifer pada tubuh
dengan kriteria hasil: 6. Monitor adanya cushing triad ( 5. Mencegah terjadinya hipoksia
Frekuensi, irama, tekanan nadi yang melebar, 6. Mencegah terjadinya penurunan
kedalaman pernapasan bradikardi, peningkatan sistolik) curah jantung.
dalam batas normal
Tidak menggunakan
otot-otot bantu
pernapasan
TTV dalam rentang
normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)
2 Ketidakefektifan Perfusi NIC :
jaringan Perifer
NOC : 2. Pantau TTV, 1. Terjdi perubahan pada
Circulation status 3. Kaji secara komprehensif sirkulasi TD,respirasi dan nadi ,
Tissue perfusion : perifer menandakan terjadinya
cerebral 4. Evaluasi nadi perifer dan edema gangguan pada tubuh
Tujuan 5. Monitor adanya daerah tertentu 2. Sirkulasi perifer dapat
Setelah dilakukan tindakan yang hanya peka terhadap menunjukan tingkat keparahan
keperawatan selama 1 x 6 panas/dingin/tajam/tumpul penyakit
29
jam pasien menunjukkan 6. Monitor hasil laboratorium 3. Pulsasi yang lemah
keefektifan perfusi (Hb,Hmtc) menimbulkan penurunan
jaringan dengan kriteria cardiac output.
hasil: 4. Mengetahui adanya jaringan
Tekanan systole dan mati
diastole dalam rentang 5. Nilai laboratorium dapat
yang diharapkan menunjukan komposisi darah
Tidak ada ortostatik
hipertensi
Tidak ada tanda-tanda
peningkatan
intracranial (tidak > 15
mmHg)
3 Infeksi NIC :
NOC : 6. Intruksikan pengunjung untuk 1. Mencegah terjadinya
Immune status cuci tangan saat berkunjung dan penularan mikroorganisme
Knowledge : infection sesudah berkunjung 2. Mencegah terjadinya
control meninggalkan pasien penularan mikroorganisme
Risk control 7. Cuci tangan setiap sebelum dan 3. Mengetahui tindakan
Tujuan sesudah tindakan keperawatan selanjutnya
Setelah dilakukan tindakan 8. Monitor tanda dan gejala infeksi 4. Mengetahui tanda terjadinya
keperawatan selama 1 x 6 sistemik dan lokal infeksi
jam pasien menunjukkan 9. Monitor Hitung granulosit , WBC
infeksi bisa berkurang
dengan kriteria hasil:
Jumlah leukosit dalam
batas normal
Hb dalam batas normal
30
J. IMPLEMENTASI
No. No.Dx Hari/ Tanggal Jam Implementasi Respon Paraf
1. 00032 Rabu, 29 April 20.35 1. Mengkaji tanda-tanda vital S :-
2017 kien O : TD: 80/60 mmHg
N: 58 x/menit
R: 29 x/menit
S : 37,90C
31
21:15 7. Monitoring hasil S :-
laboratorium (Hb,Hmtc) O:Penuruananhemoglobin
HB : 10,2 /dl
3. 00004 Rabu, 29 April 21:15 1. Mengintruksikan S :-
2017 pengunjung untuk cuci O : keluarga pasien
tangan saat berkunjung mencuci tangan setiap
dan sesudah berkunjung menyentuh pasien
meninggalkan pasien
32
K. CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/ tanggal No Jam Perkembangan kondisi pasien Paraf
Diagnosa
1. Kamis, 30 April 00032 05.00 S :
2017 O:
Terlihat sesaknya nampak berkurang
Pasien masih terpasang O2 3 lpm
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 63 x/menit
R : 23 x/menit
T : 37,6
SPO2 : 95%
A:
Ketidakefektifan pola napas pasien belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji tanda-tanda vital kien
Monitoring frekuensi dan irama pernapasan
Monitor pola napas yang abnormal (bradypnea,
tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul,
respirasi cheyne-stokes )
Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit.
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
33
keluarga pasien mencuci tangan setiap menyentuh
pasien.
Perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan
Penuruanan hemoglobin HB : 10,2 /dl,
Adanya luka pada kaki kiri
Leukosit meningkat 14,9 103/uL
A : Infeksi b.d proses penyakit
P : Intervensi dilanjutkan
Intruksikan pengunjung untuk cuci tangan saat
berkunjung dan sesudah berkunjung meninggalkan
pasien
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor Hitung granulosit , WBC
4. Kamis, 30 April 00179 05.30 S:
2017 O:
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 63 x/menit
R : 23 x/menit
T : 37,6
SPO2 : 95%
GDS : 345
A : Resiko ketidakstabilan Kadar Glukosa darah
P : Intervensi dilanjutkan
Monitor TTV
Monitor kadar glukosa darah,
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemi
Kolaborasi pemberian diet dengan gizi sesuai
kebutuhan
Kolaborasi pemberian insulin untuk mengontrol
kadar glukosa pasien.
34
BAB 4
ANALISA JURNAL
A. Substansi Penelitian
1. Judul Penelitian : Teknik Perawatan Luka Modern Dan Konvensional
Terhadap Kadar Interleukin 1 Dan Interleukin 6 Pada Pasien Luka
Diabetik
2. Tahun Penelitan : 2015
3. Nama Peneliti : Werna Nontji, Suni Hariati, Rosyidah Arafat
4. Lokasi Penelitian : Makasar
5. Alamat Jurnal : Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 133137
6. Latar Belakang :
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi penderita diabetes mellitus
tipe-tipe di Indonesia meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir karena
pada tahun 2000 ada 8,4 juta penderita dan meningkat jadi 21,3 juta orang
tahun 2010. WHO tahun 2000 juga menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan 134 Jurnal Ners Vol. 10 No. 1 April 2015: 133137 negara
dengan penderita diabetes terbanyak keempat di dunia setelah India (31,7
juta), China (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta) (Medan Bisnis
Daily, 2011). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2
yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8%. Prevalensi DM di perkotaan Sulawesi Selatan adalah berkisar 4.6%.
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin
(ADA, 2003 dikutip dari Soegondo, 2007).
Penyakit ini belakangan terjadi karena perubahan pola hidup atau gizi
salah, namun ternyata penyakit ini juga bisa terjadi karena konsumsi
makanan yang banyak mengandung racun misal: singkong yang banyak
terdapat pada daerah tropis (tropical diabetes). Komplikasi yang paling
sering terjadi pada penderita diabetik adalah terjadinya perubahan
patologis pada anggota gerak (Irwanashari, 2008). Salah satu perubahan
patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka
yang timbul ini dapat berakibat fatal hingga amputasi pada daerah luka.
Penanganan luka secara komprehensif diperlukan agar tidak menimbulkan
gangrene dan amputasi. Salah satu penanganan luka yang dewasa ini
digunakan adalah perawatan luka teknik modern dengan menggunakan
35
hidrokoloid. Perawatan luka modern dipercaya lebih efektif dari
perawatan luka konvensional (menggunakan kassa steril) yang banyak
digunakan di rumah sakit. Penelitian yang dilakukan oleh kristianto
menyimpulkan perawatan luka modern mempengaruhi ekspresi
transforming growth factor beta 1 (TGF pi). Proses penyembuhan luka
diabetic dipengaruhi oleh ekspresi transforming growth factor beta 1
(TGF pi), interleukin 1 dan 6. Oleh karena itu kami ingin meneliti
pengaruh teknik perawatan luka terhadap kadar interleukin 1 dan
interleukin 6.
7. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
quasi-experimental design dengan prepost testcontrol group design untuk
membandingkan tindakan yang dilakukan sebelum dan sesudah
eksperimen. Pada penelitian ini subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok yang menggunakan perawatan luka teknik modern dan
kelompok kontrol yang menggunakan perawatan luka konvensional.
Teknik perawatan luka modern adalah teknik perawatan luka yang
menggunakan Calsium Alginat untuk menutup luka diabetik. Perawatan
ini merupakan perawatan yang digunakan dan dipilih oleh responden
(bukan atas intervensi peneliti). Perawatan ini dilakukan selama 7 hari.
Teknik perawatan luka konvensional adalah teknik perawatan luka yang
menggunakan kasa untuk menutup ulkus diabetik. Perawatan ini
merupakan perawatan yang digunakan dan dipilih oleh responden (bukan
atas intervensi peneliti). Perawatan ini dilakukan selama 7 hari.
Pengamatan interleukin 1 dan interleukin 6 pada pretest dan dianalisis
dengan menggunakan metode Human Interleukin immunoassay (R &
Dsystem) atau dengan teknik ELISA dan memiliki satuan pg/ml.
8. Hasil
Rata rata kadar interleukin 1 sebelum observasi penelitian berkisar 3,293
pg/ mLdan rata rata kadar interleukin setelah 7 hari penelitian adalah
2.012 pg/mL. Rata- rata kadar interleukin 6 sebelum observasi penelitian
berkisar 16.6581 pg/mL dan rata-rata kadar interleukin setelah 7 hari
penelitian adalah 27.8644 pg/mL. Terdapat perbedaan ekspresi Interleukin
1 antara kelompok perawatan luka konvensional dan perawatan luka
modern pada penderita ulkus diabetik di Makasar. Hal ini dibuktikan
dengan melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00. Berdasarkan P value
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%
terdapat perbedaan ekspresi kadar interleukin1 yang bermakna antara
responden yang menggunakan perawatan luka modern dan responden
36
yang menggunakan perawatan luka konvensional Terdapat perbedaan
ekspresi interleukin 6 antara kelompok perawatan luka konvensional dan
perawatan luka modern pada penderita ulkus diabetik di Makasar. Hal ini
dibuktikan dengan melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00. Berdasarkan P
value tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan
95% terdapat perbedaan ekspresi kadar interleukin 6 yang bermakna
antara responden yang menggunakan perawatan luka modern dan
responden yang menggunakan perawatan luka konvensional.
37
4. Outcome (O) :
Rata rata kadar interleukin 1 sebelum observasi penelitian berkisar
3,293 pg/ mLdan rata rata kadar interleukin setelah 7 hari penelitian
adalah 2.012 pg/mL. Rata- rata kadar interleukin 6 sebelum observasi
penelitian berkisar 16.6581 pg/mL dan rata-rata kadar interleukin
setelah 7 hari penelitian adalah 27.8644 pg/mL. Terdapat perbedaan
ekspresi Interleukin 1 antara kelompok perawatan luka konvensional
dan perawatan luka modern pada penderita ulkus diabetik di Makasar.
Hal ini dibuktikan dengan melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00.
Berdasarkan P value tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat kepercayaan 95% terdapat perbedaan ekspresi kadar
interleukin1 yang bermakna antara responden yang menggunakan
perawatan luka modern dan responden yang menggunakan perawatan
luka konvensional Terdapat perbedaan ekspresi interleukin 6 antara
kelompok perawatan luka konvensional dan perawatan luka modern
pada penderita ulkus diabetik di Makasar. Hal ini dibuktikan dengan
melihat P value < a (0,05) yaitu 0,00. Berdasarkan P value tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat
perbedaan ekspresi kadar interleukin 6 yang bermakna antara
responden yang menggunakan perawatan luka modern dan responden
yang menggunakan perawatan luka konvensional.
38
3. Sebagai Education
Perawat sebagai educator dapat memberikan pengetahuan tentang
status kesehatan pasien saat ini dan memberikan informasi dalam
meningkatkan kemampuan pasien mengatasi kesehatan.
4. Sebagai peneliti
Sebagai seorang peneliti, perawat dapat terus mengembangkan ilmu
yang dimilikinya demi kemajuan profesi keperawatan.
D. Kritik Jurnal
1. Substansi
Kelebihan : Jurnal sangat berkontribusi dalam bidang keperawatan
gawat darurat terutama untuk menambah pengetahuan perawat dalam
perawatan luka yang dilakukan terhadap pasien mengalami diabetes,
dan menentukan metode perawatan luka yang lebih efektif dan cocok
terhadap pasien yang mengalami diabetes.
Kekurangan : Tidak terdapat kekurangan pada substansi penelitian ini
2. Teori
Kelebihan : Didalam setiap pembahasan peneliti menyatakan teori-
teori yang mendukung sehingga memudahkan pembaca untuk
menangkap semua hasil yang didapatkan.
Kekurangan : Tidak ada jurnal penguat atau pembanding dalam
pembahasan ini
3. Metodologi
Kelebihan : penelitian kuantitatif dengan menggunakan quasi-
experimental design dengan prepost testcontrol group design untuk
membandingkan tindakan yang dilakukan sebelum dan sesudah
eksperimen.
Kekurangan : Pada penelitian ini waktu, tanggal, bulan dan tahun tidak
di cantumkan
4. Interprestasi
Kelebihan : Penyajian data sudah bagus. Tabel disajikan secara
terpisah berdasarkan karakteristik yang ingin ditampilkan sehingga
memudahkan pembaca untuk mengetahui dan memahami hasil
penelitian.
Kekurangan : Ditemukan kekurangan untuk interpretasi pada jurnal ini
yaitu tidak di sertakan dengan tabel dan jumlah responden dari hasil
penelitian ini
Etika
Kelebihan : Dalam jurnal ini responden yang diteliti di rahasiakan
identitasnya.
39
Kekurangan : Tidak di temukan kekurangan atau pelanggaran etik pada
jurnal ini.
5. Gaya Penulisan
Kelebihan : Gaya penulisan sudah baik, dan penjelasannya masing-
masing, dan terdapat daftar pustaka.
Kekurangan : Masih banyak pengetikan kata yang salah dan kurang
serta penggunaan kata yang tidak konsisten dan tidak terdapat
keterangan table.
E. Critcal Thinking
Peneliti mengelompokan diagnosa medis responden menjadi 7 besar,
meliputi: kasus orthopaedi (fraktur: femur, cruris, mandibula, patela, dan
clavicula), kasus urologi ( ca prostat, nefrolitiasis, nefrotic syndrom),
kasus neurologis, kasus dekompensasi kordis, kasus digestivus, kasus
endokrin, dan kasus hepatologi.
didapatkan dari penilaian risiko dekubitus yang dilakukan di RSIS diluar
dugaan penulis, karena ternyata penilaian yang dilakukan pada waktu
berbeda, akan memberikan hasil yang tidak sama. Hal ini dapat dilihat
dari hasil penilaian pada hari ketiga dengan menggunakan skala Norton
risiko sangat tinggi mencapai 11 pasien (27,5%), namun menurun pada
hari ke-enam menjadi 9 pasien (22,5%), dan hanya tinggal 5 pasien
(12,5%) pada hari kesembilan. Demikian juga yang dikaji menggunakan
skala Braden, pada hari ketiga hanya ada 2 pasien (5%) dinilai berisiko
rendah, namun bertambah menjadi 6 pasien (15%) pada hari keenam dan
mencapai 10 orang (25%) yang termasuk risiko dekubitus rendah. Hal ini
dapat diakibatkan beberapa faktor, diantaranya adalah keberhasilan
praktek perawatan dalam mengantisipasi risiko dekubitus, sehingga
perawat dapat melakukan upaya pencegahan, dengan demikian risiko
dekubitus pada pasien tirah baring di RSIS dapat dikurangi. Hasil tersebut
memberikan gambaran bahwa penilaian risiko decubitus dapat berubah-
ubah setiap hari sesuai dengan kondisi pasien dan upaya perawat dalam
merawat dan mencegah dekubitus pada pasien tirah baring. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pang et.all di Hongkong
dalam Handoyo (2002) yang menyatakan bahwa pasien harus dinilai
keadaan kulitnya setiap hari sampai ditemukan kejadian dekubitus atau
paling lama dinilai selama 14 hari.
dua skala yang diuji untuk mendeteksi risiko dekubitus pada pasien tirah
baring, skala Norton dapat mendeteksi risiko dekubitus lebih peka
dibanding skala Braden. Dengan menggunakan uji beda independent
samples t-test pada hari ke-tiga, ke-enam, dan ke-sembilan, kedua skala
40
pengkajian menunjukkan adanya perbedaan dengan signifikansi = 0,004
pada hari ketiga dan = 0,000 pada hari keenam dan kesembilan.
Bila dibuat rata-rata, skala Norton lebih peka dalam mendeteksi dini
dekubitus dibanding skala Braden. Pada hari ketiga skala Braden hanya
menunjukkan rata-rata 2,70, sedangkan skala Norton 3,15. Pada hari
keenam skala Braden hanya menunjukkan rata-rata 2,35, dan skala Norton
3,08, dan pada hari kesembilan skala Braden menunjukkan rata-rata 2,10
sedangkan skala Norton 2,75. Ternyata penilaian derajat risiko dekubitus
yang dilakukan pada waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang
tidak sama.
41
DAFTAR PUSTAKA
42