Anda di halaman 1dari 319

Disleksia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya

terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.[1] Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar

dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau di atas rata-rata. Ini termasuk kesulitan dalam penerapan

disiplin Ilmu Fonologi, kemampuan bahasa/pemahaman verbal. Diseleksia adalah kesulitan belajar yang paling

umum dan gangguan membaca yang paling dikenal. Ada kesulitan-kesulitan lain dalam membaca namun tidak

berhubungan dengan disleksia.

Beberapa melihat disleksia sebagai sebuah perbedaan akan kesulitan membaca akibat penyebab lain, seperti

kekurangan non-neurologis dalam penglihatan atau pendengaran atau lemah dalam memahami instruksi bacaan.

Ada 3 aspek kognitif penderita disleksia yaitu Pendengaran, Penglihatan, dan Perhatian. Disleksia

mempengaruhi perkembangan bahasa seseorang.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada

ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam

berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang

seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap

tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab

pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.

Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga

dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.

Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat

karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup

pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan

disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area

fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas

dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan

waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita

disleksia dapat mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan

memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.

Daftar isi
1Klasifikasi

2Tanda dan gejala

o 2.1Bahasa

o 2.2Kondisi terkait

3Penyebab

4Pengobatan dan terapi

5Referensi

6Bacaan lanjutan

7Pranala luar

Klasifikasi

Secara Internasional, tidak ada definisi khusus tentang disleksia meski demikian umumnya berpendapat

sebagai sebuah gangguan dalam menulis, membaca, maupun berbicara. Lebih dari 60 terkait nama digunakan

untuk menggambarkan manifestasi, karakter, atau sebab-kejadian. Federasi Neurologi Dunia menjelaskan

disleksia sebagai,"sebuah gangguan manifestasi kesulitan dalam belajar membaca di luar instruksi

konvensional, kecerdasan memadai, dan kesempatan untuk bersosialisasi. Banyak yang mengartikan dari hasil

penelitian dan organisasi di seluruh dunia adalah deskripsi murni atau perwujudan teori kausal.

Tanda dan gejala

Pada anak usia dini, tanda-tanda gejala awal yang dapat didiagnosa adalah keterlambatan dalam berkomunikasi

(pengucapan), huruf terbalik satu sama lain atau menulis seperti dalam bayangan cermin, serta kesulitan dalam

memahami arah kiri ke kanan atau sebaliknya, dan mudah terganggu dengan kejadian dimasa lampau. Umur

anak-anak penderita disleksia di sekolah bisa berbeda satu sama lain. Gejala-gejala dapat termasuk kesulitan

mengidentifikasi atau menghasilkan kata-kata berima, atau menghitung suku kata dalam kata-kata (kesadaran

fonologi).

Bahasa
Kompleksitas ortografi suatu bahasa secara tidak langsung berpengaruh dalam seberapa sulit untuk belajar

membaca suatu bahasa. Misalnya, bahasa Inggris memiliki kompleksitas ortografi dalam Sistem Penulis Huruf

Alfabetnya, dengan kompleksitas struktur bahasanya yang menggunakan corak ejaan pada beberapa tahap:

dasar-dasar, korespondensi suaru huruf, silabel, maupun morfem. Bahasa lain, seperti bahasa Jepang atau
Mandarin, menggunakan sistem kepenulisan logo-grafik. Hal ini bisa dilihat dari susunan kata yang tidak

berhubungan langsung dengan cara pengucapannya yang menjadi salah satu jenis kesulitan penderita disleksia.

Kondisi terkait
Beberapa kesenjangan belajar yang mirip dengan disleksia, tetapi belum jelas apakah kesenjangan belajar ini

dipengaruhi oleh perkembangan saraf otak yang akhirnya menyebabkan disleksia. Kesenjangan-kesenjangan ini

meliputi:

Disgrafia adalah sebuah gangguan untuk mengekspresikan diri melalui menulis dan mengetik. Meskipun

dalam beberapa kasus dapat mempengaruhi secara langsung kontak antara mata-tangan, arah atau urut-

urutan proses penjabaran seperti mengikat simpul atau melakukan tugas rutin.

Gangguan Kekurangan Perhatian, telah dilaporkan berada di antara ADD/ADHD dan disleksia/gangguan

membaca.

Gangguan Proses Pendengaran (Auditory Processing Disorder) adalah sebuah kondisi yang mempengaruhi

proses penerimaan bunyi/informasi.

Penyebab

Para peneliti sudah berusaha untuk menemukan dasar biologis disleksia sejak pertama kali teridentifikasi oleh

Oswald Berkhan pada tahun 1881 sedang istilah disleksia muncul pada tahun 1887 oleh Rudolf Berlin. Teori-

teori dari etiologi disleksia telah berkembang sedemikian rupa. Di antarapenyebab disleksia yaitu

kerangka/anatomi saraf, faktor keturunan/genetik, pengaruh interaksi lingkungan.

Pengobatan dan terapi

Melalui strategi kompensasi dan terapi, penderita disleksia dapat belajar membaca dan menulis dengan

memberi dukungan semangat untuk belajar. Ada beberapa cara atau teknis yang dapat dikelola atau bahkan

memperendah risiko terkena disleksia. Menghilangkan stress dan kecemasan diri kadang bisa meningkatkan

pemahaman tertulis.

Untuk interaksi disleksia dengan sistem penulisan alfabet, tujuan dasar adalah untuk meningkatkan kepedulian

hubungan antara huruf-huruf dan pengucapannya (bunyi), dan untuk menghubungkannya dimulai dengan

mengajarinya membaca dan bertutur kemudian memadukan antara bunyi kedalam kata-kata. Telah ditemukan

bahwa melatih fokus pada membaca dan bertutur menghasilkan hasil yang lebih memuaskan ketimbang

pelatihan fonologis. Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Albert
Einstein, Steve Jobs, Richard Branson, Tom Cruise, Bella Thorne, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan

YewVanessa Amorosi, Florence Welch, Jim Caviezel, Abiseckh Bachan, dan Thomas Alva Edison. Film yang

mengangkat tentang penderita disleksia adalah Taare Zameen Par (Like stars on Earth).

Meskipun demikian, perlu sebuah kesadaran bahwa para penderita disleksia bukanlah keterbelakangan mental.

Ini lebih kepada keterlambatan dalam proses belajar membaca dan bertutur. Mereka bukan malah dijauhi

maupun dikucilkan, akan tetapi mereka adalah anak-anak yang mempunyai bakat tersendiri. Pengarahan serta

pengajaran yang tepat akan membuahkan hasil. Kepedulian menjadi kunci dari keberhasilan belajar anak

penderita disleksia. Setiap anak itu unik, memiliki bakat tersendiri. Anak penderita disleksia bukanlah anak

yang idiot, malas belajar, atau tidak mau belajar. Akan tetapi memang mereka mengalami kesulitan dalam

belajarnya. Karena setiap pemahaman setiap anak tidaklah sama. Tolak ukurnya tidak dapat dilihat dari

perbandingan. Orang tua dan guru menjadi pemeran utama dalam mendidik anak penderita disleksia. Mereka

bukan untuk dijauhi tapi untuk didekati.

Referensi

1. ^ Medica Store: Disleksia (gangguan membaca)

Bacaan lanjutan

A.D.A.M. Medical Encyclopedia. 2013. Developmental reading disorder. Diterima 23 January 2014.

Silverman, L. (2000). The term dyslexia can refer to an anomalous approach to processing information.

The two-edged sword of compensation: How the gifted cope with learning disabilities, in Uniquely gifted:

Identifying and meeting the needs of twice exceptional learners, Avocus Publishing Inc.. ISBN 1-890765-

04-X, hal. 153159.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Dyslexia Information Page. 12 May 2010.

Diterima 5 Juli 2010.

Grigorenko, Elena L. (2001). Developmental Dyslexia: An Update on Genes, Brains, and Environments.

Journal of Child Psychology and Psychiatry. 42 (1): 91125. doi:10.1111/1469-7610.00704. PMID 11205626.

Schulte-Krne G, Warnke A, Remschmidt H (November 2006). (Genetics of dyslexia). Zeitschrift fr

Kinder- und Jugendpsychiatrie und Psychotherapie (bahasa German). 34 (6): 43544. doi:10.1024/1422-

4917.34.6.435. PMID 17094062.

Pennington, B.F.; Santerre-Lemon, L., Rosenberg, J., MacDonald, B., Boarda, R., Friend, A., Leopold, D.R.,

Samuelsson, S., Byrne, B.,


Willcutt, E.G., & Olson, R.K. (24 October 2011). Individual Prediction of Dyslexia by Single Versus Multiple

Deficit Models. Journal of Abnormal Psychology. 121 (1): 212224. doi:10.1037/a0025823. PMC

3270218. PMID 22022952.

https://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia

PENGERTIAN DISLEKSIA

Disleksia adalah suatu gangguan proses belajar, di mana seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, atau

mengeja. Penderita disleksia akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimana kata-kata yang

diucapkan harus diubah menjadi bentuk huruf dan kalimat, dan sebaliknya.

Disleksia umum dijumpai pada usia anak-anak, dan dapat menyerang anak dengan pengelihatan dan tingkat

kecerdasan yang normal. Dengan kata lain, disleksia tidak memengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat

kecerdasan seseorang.

Hingga saat ini, penyebab disleksia masih belum diketahui secara pasti. Namun beberapa pakar menduga bahwa

faktor gen dan keturunan berperan besar di balik terjadinya gangguan belajar ini, di mana gen-gen yang

diturunkan tersebut akan berpengaruh terhadap bagian otak yang berfungsi untuk pengaturan bahasa.

Disleksia merupakan kondisi yang akan diderita seumur hidup dan masih belum ditemukan penyembuhannya

hingga sekarang. Namun, sebagian besar anak-anak dengan disleksia mampu belajar dan lulus dengan baik di

sekolah dengan bantuan program belajar khusus. Selain itu, dukungan moral dan emosional juga memainkan

peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar anak-anak dengan disleksia.

Gejala-gejala Disleksia

Gejala disleksia sangat bervariasi dan umumnya tidak sama pada tiap penderita. Karena itu, gangguan ini

biasanya sulit dikenali. Terutama sebelum sang anak memasuki usia sekolah.

Ada sejumlah gen keturunan yang dianggap dapat memengaruhi perkembangan otak yang mengendalikan

fonologi, yaitu kemampuan dan ketelitian dalam memahami suara atau bahasa lisan. Misalnya, membedakan kata

paku dengan kata palu.

Pada balita, disleksia dapat dikenali melalui sejumlah gejala yang berupa:

Perkembangan bicara yang lebih lamban dibandingkan anak-anak seusianya.

Membutuhkan waktu lama untuk belajar kata baru, misalnya keliru menyebut kata ibu menjadi kata ubi.

Kesulitan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan diri, misalnya kesulitan untuk memilih kata yang

tepat atau kesulitan menyusun kata dengan benar.

Kurang memahami kata-kata yang memiliki rima, contohnya putri menari sendiri.
Gejala-gejala disleksia biasa akan lebih jelas ketika anak mulai belajar membaca dan menulis di sekolah. Anak

Anda akan mengalami beberapa kesulitan yang meliputi:

Kesulitan memroses dan memahami apa yang didengarnya.

Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad.

Sering salah atau terlalu pelan saat membaca.

Lamban saat menulis dan tulisan yang tidak rapi.

Kesulitan mengingat urutan, misalnya urutan abjad atau nama hari.

Cenderung tidak bisa menemukan persamaan atau perbedaan pada a

Kesulitan mengeja, misalnya huruf d sering tertukar dengan huruf b, atau angka 6 dengan angka 9

Lamban dalam menulis, misalnya saat didikte atau menyalin tulisan.

Kesulitan mengucapkan kata yang baru dikenal.

Memiliki kepekaan fonologi yang rendah. Contohnya, mereka akan kesulitan menjawab pertanyaan

bagaimana bunyinya apabila huruf b pada buku diganti dengan s?

Karena sulit dikenali, disleksia terkadang ada yang baru disadari setelah penderita beranjak remaja bahkan

dewasa. Beberapa di antaranya adalah:

Kesulitan membaca dan mengeja.

Kesulitan menyalin catatan serta membuat karya tulis, misalnya makalah atau laporan.

Bermasalah dalam mengekspresikan sesuatu melalui tulisan atau meringkas suatu cerita.

Sering tidak memahami lelucon atau makna bahasa kiasan, contohnya istilah otak encer yang berarti

pintar.

Kesulitan dalam mengatur waktu, misalnya tenggat waktu dalam tugas.

Kesulitan mengingat hal-hal yang berurutan, misalnya nomor telepon.

Cenderung menghindari kegiatan membaca dan menulis.

Kesulitan berhitung.

Jika Anda mencemaskan perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak Anda yang terasa lambat,

hubungilah dokter. Pemeriksaan juga berguna untuk memastikan apakah ada gangguan medis lainnya atau tidak,

contohnya gangguan penglihatan atau pendengaran.


Proses Diagnosis Disleksia

Sebelum ke dokter atau spesialis, Anda sebaiknya mencari tahu tentang kelebihan serta kekurangan dalam

kemampuan anak lebih dulu. Proses ini dapat dilakukan melalui permainan, misalnya puzzle gambar. Jika

memungkinkan, Anda juga dapat meminta bantuan dari guru sekolah, misalnya untuk memberikan program

remedial.

Disleksia cenderung sulit untuk dideteksi karena gejalanya yang beragam. Dokter mungkin akan

mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:

Riwayat, perkembangan, pendidikan, dan kesehatan anak. Dokter mungkin juga akan menanyakan apakah

ada riwayat anggota keluarga lain dengan gangguan kemampuan belajar.

Keadaan di rumah. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain deskripsi mengenai kondisi keluarga, misalnya

siapa saja yang tinggal di rumah serta apakah ada masalah dalam keluarga.

Pengisian kuesioner oleh anggota keluarga serta guru sekolah.

Tes untuk memeriksa kemampuan memahami informasi, membaca, memori, dan bahasa anak.

Pemeriksaan penglihatan, pendengaran, dan neurologi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit

atau gangguan lain yang menyebabkan gejala-gejala yang dialami.

Tes psikologi untuk memahami kondisi kejiwaan anak dan menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan

interaksi, kecemasan, atau depresi yang dapat memengaruhi kemampuannya.

Metode Penanganan Disleksia

Setelah hasil diagnosis disleksia pasti, dokter akan menganjurkan penanganan yang sebaiknya dijalani. Disleksia

memang tidak bisa disembuhkan, namun dan penanganan dini terbukti sangat efektif dalam meningkatkan

kemampuan penderita, khususnya membaca.

Salah satu bentuk penanganan yang dapat membantu penderita disleksia adalah pendekatan dan bantuan

edukasi khusus. Penentuan jenis intervensi yang cocok biasanya tergantung pada tingkat keparahan disleksia

yang dialami serta hasil tes psikologi penderita.

Bagi penderita disleksia anak-anak, jenis intervensi yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan baca

dan tulis adalah intervensi yang berfokus pada kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik.

Penderita disleksia akan diajari elemen-elemen dasar seperti belajar mengenali fonem atau satuan bunyi

terkecil dalam kata-kata, memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa

yang dibaca, membaca bersuara, dan membangun kosakata.

Selain melalui intervensi edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan anak.

Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:


Bacakan buku untuk anak-anak. Waktu yang paling baik untuk membacakan buku adalah saat anak berusia

6 bulan, atau bahkan lebih muda. Saat anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama

dengan anak.

Bekerja sama dengan sekolah anak Anda. Bicarakan kondisi anak dengan guru atau kepala sekolah, dan

diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak Anda supaya berhasil dalam pelajaran.

Perbanyak waktu membaca di rumah. Anda mungkin bosan membacakan cerita yang sama dan berulang-

ulang pada anak Anda, namun pengulangan ini akan semakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami

cerita sehingga mereka menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga waktu untuk

anak Anda membaca sendiri tanpa bantuan Anda.

Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Anda dapat memilih topik bacaan ringan

yang menyenangkan, atau suasana membaca di tempat lain misalnya di taman.

Menyemangati dan membujuk anak untuk membaca buku serta mendiskusikan isinya bersama-sama juga akan

berguna.

Hindarilah mencela saat anak melakukan kesalahan dalam membaca agar kepercayaan diri anak dapat dibangun.

Intervensi edukasi tidak hanya berguna bagi penderita disleksia anak-anak, tapi juga untuk penderita remaja

dan dewasa dalam meningkatkan kemampuan baca dan tulis mereka. Demikian pula dengan melibatkan bantuan

teknologi seperti program komputer dengan perangkat lunak pengenalan suara.

Penanganan disleksia membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Karena itu, keluarga serta penderita

dianjurkan untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta bantuan dari anggota keluarga serta teman dekat

akan sangat membantu.

http://www.alodokter.com/disleksia

Apa itu Disleksia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Cara Mengobati

Definisi dan Gambaran Umum


Apa kesamaan antara Alexander Graham Bell, Albert Einstein, dan Leonardo da Vinci? Selain sama -sama

merupakan salah satu figur paling terkenal dalam sejarah dan ilmu pengetahuan, mereka semua juga sama-

sama menunjukkan tanda-tanda menderita disleksia.

Disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan menulis. Disleksia seringkali dianggap sebagai

gangguan pada kemampuan membaca, kondisi ini juga meliputi ketidakmampuan d alam menulis dengan baik.

Dengan kata lain, disleksia telah dianggap sebagai sebuah gangguan pada kemampuan belajar, bukan hanya

dalam membaca.
Disleksia sudah ada sejak waktu yang lama dan sangat umum ditemui di masyarakat. Bahkan, di Amerika

Serikat, sekitar 80% dari mereka yang tidak dapat membaca dengan baik dipercayai menderita disleksia.

Selain itu, perbedaan etnis, jenis kelamin, dan latar belakang sosioekonomi tidak berpengaruh terhadap

kondisi ini.

Meskipun telah terdapat berbagai riset dan penelitian tentang disleksia, masih banyak orang yang tidak

memahami kondisi tersebut dengan baik. Berlawanan dengan kepercayaan populer, disleksia bukanlah

sebuah tahapan belajar yang dialami oleh anak pada usia tertentu. Disleksia adalah sebuah kondisi seumur

hidup, dan bisa menjadi sangat parah. Namun kini telah ada beberapa metode perawatan yang sangat

efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Penyebab Disleksia
Salah satunya adalah keturunan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki anggota

keluarga atau kerabat yang memiliki disleksia, memiliki resiko lebih besar untuk mengalami kondisi

tersebut. Sementara itu, beberapa ahli meyakini bahwa mereka yang menderita disleksia tidak

menggunakan bagian otak kiri mereka, bagian yang mengatur kemampuan mengeja dan membaca, dengan

semestinya.

Banyak orang percaya bahwa para penderita disleksia memiliki masalah dalam mengolah fonem, divisi

terkecil dari suara ketika sebuah kata diucapkan. Membaca dan menulis menjadi kegiatan yang sulit untuk

dilakukan karena otak harus merangkai huruf untuk membentuk kata, kemudian kalimat, atau paragraf

untuk menjelaskan maksud mereka secara tepat.

Gejala
Rata-rata gejala disleksia akan mulai muncul sejak penderita berusia muda. Beberapa gejala yang telah

diketahui antara lain:

Kreatif dan pandai

Kesulitan dalam membaca dan menulis

Pintar dalam berbicara

Buruk dalam menulis

Terlambat dalam belajar berbicara

Kesulitan dalam belajar bahasa baru, terutama bahasa asing

Kebingungan dalam menulis dan membaca huruf, kata, dan angka

Kesulitan dalam mengikuti kegiatan di sekolah


Kesulitan dalam membaca arah

Pendengaran yang lebih tajam

Khayalan yang kuat

Memiliki masalah dengan penglihatan (meskipun hasilnya mungkin sebaliknya)

Sering disebut kikuk atau memiliki masalah untuk berhubungan sosial

Memiliki kemampuan gambar-ruang (visual-spatial) yang baik

Mereka yang menderita disleksia juga memililki masalah dalam mengembangkan kemampuan hubungan

sosial mereka karena mereka dipercaya memiliki:

Kepercayaan diri yang buruk

Depresi

Merasa dikucilkan

Diagnosa
Disleksia sulit untuk didiagnosa karena tidak berdampak secara fisik pada penderitanya. Apalagi, tidak

ada perangkat khusus yang digunakan oleh para ahli dalam mendiagnosa kondisi tersebut. Karena itu,

banyak penderita yang akhirnya tidak terdiagnosa.

Namun, para ahli saat ini telah mengembangkan metode di bawah ini untuk mendiagnosa disleksia:

Kaufman Assessment Battery untuk Anak-anak dibagi ke dalam dua kategori utama, inti dan

tambahan, dengan lebih dari 15 sub-tes.

Skala Kecerdasan Stanford-Binet memeriksa kemampuan kognitif dan kecerdasan anak-anak;

metode ini dapat mendeteksi adanya masalah perkembangan pada anak.

Tes Benton Visual Retention Memeriksa memori gambar dan persepsi dari anak-anak berusia mulai

dari delapan tahun; metode ini juga dapat digunakan untuk memeriksa disleksia pada orang dewasa.

Untuk hasil diagnosa terbaik, salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat janji dengan

dokter umum yang akan melakukan tes tahap awal. Dokter tersebut mungkin akan merujuk Anda untuk

menemui dokter spesialis, tergantung pada hasil tes awal yang telah d ilakukan.

Pengobatan

Tidak ada obat dan teknik pengobatan tertentu untuk disleksia. Diagnosis yang tepat sangat penting

dalam menentukan tingkat kelemahan dari penderita, dan merancang metode pengobatan yang sesuai.
Beberapa anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan ruang kelas, namun kebanyakan tidak. Jadi,

orangtua sangat dianjurkan untuk memasukkan anak mereka ke sekolah dengan kelas khusus atau yang

menawarkan kegiatan belajar dan latihan tambahan untuk membantu anak mereka yang memiliki disleksia .

Beberapa metode pembelajaran yang terkenal antara lain Orton Gillingham dan Slingerland.

Anak-anak yang menderita disleksia dianjurkan untuk menemui seorang ahli terapi bahasa dan membaca

serta seorang psikolog-saraf. Mereka juga sebaiknya menemui konsultan dan guru mereka.

Disleksia dapat berdampak pada sikap dan perilaku mereka terhadap kegiatan belajar -mengajar di

sekolah. Jadi, sangat penting bagi orangtua untuk tidak pernah berhenti mendukung anak mereka untuk

terus berlatih menulis, membaca, dan berbicara.

Referensi:

http://www.nhs.uk/conditions/dyslexia/pages/causes.aspx

http://www.dyslexia.org/what_causes.shtml

http://www.dyslexia.com/library/symptoms.htm

https://www.docdoc.com/id/info/condition/disleksia

Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak Disleksia


Beberapa anak memang dilahirkan berbeda. Begitu juga dengan anak disleksia. Anak disleksia cenderung

mengalami kesulitan belajar, terutama dalam membaca dan menulis. Kesulitan belajar pada anak disleksia bukan

disebabkan karena sistem pengajaran yang buruk, namun lebih disebabkan karena adanya gangguan pada otak.

Mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia memang bukan perkara mudah. Walaupun demikian tidak

berarti kesulitan belajar pada anak disleksia tidak dapat diatasi. Beberapa anak dengan disleksia yang mampu

mengatasi kesulitan belajar justru berhasil menjadi orang hebat seperti Albert Einstein.

Disleksia bisa terjadi pada anak di semua tingkatan kecerdasan, baik itu pada anak dengan kecerdasan di bawah

rata-rata maupun di atas rata-rata. Namun kebanyakan disleksia terjadi pada keluarga yang memiliki gen

disleksia. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab disleksia yang terjadi pada sebuah keluarga

yang berlangsung secara turun temurun.

Kesulitan belajar pada anak disleksia, biasanya ditandai dengan gejala awal seperti kesulitan mengingat huruf,

kesulitan membedakan huruf dan sering terbalik dalam menggunakan huruf yang hampir sama seperti b, d, p,

q, u, n. Kesulitan inilah yang mengakibatkan anak disleksia mengalami masalah dalam membaca dan menulis.
Mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia harus dilakukan dengan memahami terlebih dahulu cara belajar

anak disleksia. Hal ini karena anak disleksia cenderung melihat huruf dengan cara yang berbeda dari anak

normal. Anak disleksia memiliki cara pandang dan melihat huruf secara terbalik dan lebih mudah memahami

sesuatu dalam bentuk gambar. Untuk itu, Anda bisa memanfaatkan cara belajar anak disleksia untuk mengatasi

kesulitan belajar yang dialaminya.

Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia. Berikut

beberapa cara yang bisa Anda jadikan referensi untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia.

Mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia:


1. Menggunakan media belajar

Cara mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia yang pertama adalah dengan menggunakan media

belajar. Seperti yang telah disebutkan di atas, anak disleksia cenderung lebih mudah memahami sesuatu

dengan gambar. Untuk itu Anda bisa menggunakan media belajar berupa gambar untuk membantu

memudahkan dalam mengenalkan huruf, membedakan huruf hingga akhirnya anak disleksia mampu membaca

dan menulis dengan lancar.

2. Tingkatkan motivasi belajar pada anak

Cara mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia yang kedua adalah dengan meningkatkan motivasi

belajar pada anak. Meningkatkan motivasi belajar bisa Anda lakukan dengan membacakan sebuah cerita atau

dongeng, kemudian memberitahukan segala manfaat dan keuntungan yang bisa diperoleh dengan membaca

dan menulis. Dengan demikian anak akan termotivasi dan terdorong untuk bisa membaca dan menulis sendiri.

3. Tingkatkan rasa percaya diri anak

Kondisi anak disleksia yang mengakibatkan kesulitan menulis dan membaca membuat sebagian anak disleksia

mengalami deperesi dan kehilangan rasa percaya diri karena kesulitan mengikuti pelajaran disekolah dan

terkadang juga dikucilkan oleh teman-temannya. Meningkatkan rasa percaya diri pada anak disleksia juga

merupakan salah satu cara mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia. Dengan mengembalikan dan

meningkatkan rasa percaya diri anak, anak membuat anak disleksia memiliki semangat belajar yang lebih

tinggi untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya.

4. Jangan pernah menyalahkan anak atas kondisi yang dialaminya

Beberapa orang tua yang tidak siap memiliki anak dengan disleksia cenderung menyalahkan anak karena

kondisi yang dideritanya. Padahal kondisi disleksia yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar

bukan merupakan kesalahan yang dilakukan oleh anak, namun karena adanya kesalahan dalam otak anak.

Menyalahkan anak atas kondisi yang dialaminya justru akan membuat anak semakin depresi.
5. Selalu dampingi anak dalam belajar

Cara mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia berikutnya adalah dengan selalu mendampingi anak

dalam belajar. Dengan selalu melakukan pendampingan dalam belajar, anak akan lebih mengingat apa yang

dipelajarinya. Selain itu pendampingan belajar secara rutin juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan

meningkatkan motivasi anak untuk selalu belajar.

Beberapa cara di atas bisa Anda gunakan sebagai referensi dalam mengatasi kesulitan belajar pada anak

disleksia. Namun, gejala disleksia berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lain. Selain menggunakan

bbeerapa cara di atas, Anda juga bisa mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia sesuai dengan gejala

yang ditunjukkan.

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa mengatasi disleksia, untuk itu terapi merupakan bentuk

penanganan yang paling tepat untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia. Terapi yang bisa Anda

gunakan untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia adalah Terapi Gelombang Otak Dyslexia

Treatment.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah sebuah terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk

membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia. Terapi Gelombang Otak

Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang telah disesuaikan,

sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan belajar pada anak disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan anak

disleksia untuk mempercepat proses belajarnya.

Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia dapat

Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Mengatasi-Kesulitan-Belajar-Anak-Disleksia.htm

Disleksia penyebab kesulitan belajar pada anak


Apakah anak Anda mengalami kesulitan belajar? Apakah nilai akademisnya anak Anda selalu jelek? Jika

demikian, Anda jangan hanya menyalahkan atau memarahi anak Anda dengan kondisinya yang demikian. Sebagai

orang tua Anda harus bijaksana dan mencari tahu penyebab kesulitan belajar pada anak Anda. Namun jika Anda

tidak menemukan kesalahan dalam proses belajarnya, bisa jadi disleksia-lah yang menjadi penyebab kesulitan

belajar pada anak Anda.


Disleksia sendiri merupakan suatu kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan karena

kesulitan membaca dan menulis. Kesulitan membaca dan menulis inilah yang menyebabkan anak mengalami

kesulitan belajar karena membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar dalam belajar.

Disleksia terjadi karena adanya gangguan pada pengolahan otak anak, yakni karena adanya ketidakstabilan

dalam biokomia otak, terutama pada area fonologis (bahasa). Ketidakstabilan dalam biokomia otak inilah yang

menyebabkan anak kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada anak yang disebabkan karena disleksia antara lain:

Kesulitan dalam mempelajari bentuk dan bunyi huruf

Kesulitan dalam menggabungkan huruf menjadi kata

Kesulitan membaca huruf-huruf yang telah dirangkai dalam kata maupun kalimat

Kesulitan dalam memahami dan membedakan huruf yang hampir mirip, seperti b, d, p, q, n, u baik pada saat

membaca maupun menulis.

Kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat dan berurutan

Penggunaan huruf yang terbalik-balik saat menulis maupun membaca

Mengalami kesulitan dalam matematika

Mengalami gangguan untuk belajar dasar-dasar seperti alfabet, warna dan nomor

Mengalami masalah dengan tulisan tangan dan keterampilan motorik halus lainnya

Berbagai kesulitan inilah yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam belajar. Untuk itu dibutuhkan

penanganan yang tepat agar anak dengan disleksia mampu mengatasi kesulitan belajar yang di alaminya.

Walaupun sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan disleksia, namun

cara pengajaran yang tepat serta dengan bantuan terapi terbukti mampu mengatasi kesulitan belajar yang

disebabkan karena disleksia.

Terapi yang bisa Anda gunakan untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak yang disebabkan karena disleksia

adalah Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment. Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah

sebuah terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis

pada penderita disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang

telah disesuaikan, sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan membaca dan menulis pada

penderita disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan

penderita disleksia untuk mengatasi kesulitan membaca dan menulis.


Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita

disleksia dapat Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Disleksia-Penyebab-Kesulitan-Belajar-Anak.htm

Mengatasi disleksia pada anak dengan terapi


Disleksia merupakan sebuah keadaan dimana anak mengalami kesulitan dalam menulis dan membaca. Kesulitan

yang terjadi bukan disebabkan karena kesalahan pengajaran, namun lebih disebabkan karena adanya gangguan

pada otak anak. Sampai sekarang belum ditemukan obat yang bisa mengatasi disleksia. Namun, bagi Anda para

orang tua yang memiliki anak dengan disleksia, Anda bisa mengatasi disleksia pada anak Anda dengan

menggunakan terapi.

Memiliki anak dengan disleksia memang membutuhkan kesabaran yang ekstra. Sebagai orang tua, Anda pasti

menginginkan anak Anda bisa tumbuh dengan normal layaknya anak-anak lain. Untuk itu Anda harus menemukan

cara yang tepat untuk mengatasi disleksia pada anak Anda agar anak Anda bisa tumbuh normal layaknya anak-

anak yang lain.

Disleksia bisa terjadi pada anak yang memiliki kecerdasan di atas atau di bawah rata-rata. Walaupun pada

beberapa penderita disleksia dapat tumbuh menjadi orang yang cerdas dan sukses, namun anak dengan

disleksia tetap membutuhkan penanganan yang tepat untuk mengatasi kesulitan membaca dan menulisnya.

Membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar dari berbagai mata pelajaran sertaketerampilan dasar

untuk bisa mengenal dan belajar tentang ilmu pengetahuan yang pada akhirnya bisa meningkatkan kecerdasan

dan merupakan bekal bagi anak dalam menuju masa depannya. Untuk itu walaupun anak menderita disleksia,

Anda tidak boleh patah semangat dalam mengajari membaca dan menulis pada anak.

Anda tetap harus merawat dan mengajari anak agar anak bisa tumbuh dewasa layaknya anak-anak lain. Ada

beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk membantu mengatasi disleksia pada anak Anda. Berikut yang bisa

Anda lakukan:

Kenali karakteristik dan sifat anak dengan baik

Jangan pernah membanding-bandingkan anak dengan anak yang lain.

Ajari anak secara bertahap

Gunakan media lain yang disukai anak untuk membantu proses belajarnya

Merangsang anak untuk selalu ingin belajar membaca

Selalu beri motivasi pada anak

Pujian akan membuat anak menjadi lebih semangat dalam belajar


Selain beberapa hal di atas, Anda juga bisa mengatasi disleksia pada anak dengan terapi. Terapi yang bisa

Anda gunakan untuk mengatasi disleksia pada anak adalah Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah sebuah terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk

membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia. Terapi Gelombang Otak

Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang telah disesuaikan,

sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan

penderita disleksia untuk mengatasi kesulitan membaca dan menulis.

Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita

disleksia dapat Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Mengatasi-Disleksia-Anak-Terapi.htm

Penyebab Disleksia
Disleksia merupakan suatu kondisi dimana penderitanya mengalami kesulitan dalam membaca dan

menulis. Disleksia umumnya terjadi pada keluarga yang memiliki keturunan disleksia. Namun sampai sekarang

belum diketahui secara pasti penyebab disleksia yang mengakibatkan sebuah keluarga memiliki riwayat

disleksia hingga menurun pada anak cucunya.

Beberapa penelitian para ahli menunjukkan bahwa penyebab disleksia bukan terletak pada sistem pengajaran

yang buruk, namun terletak pada masalah gangguan pada otak penderitanya. Penderita disleksia memiliki

perbedaan dalam cara otak memproses informasi, sehingga informasi yang diterima mengalami

kerancuan. Penelitian lain menunjukkan bahwa pada otak penderita disleksia menunjukkan aktivitas yang

sangat sedikit di daerah yang dikenal sangat penting dalam menghubungkan bentuk tulisan dengan komponen

fonetik mereka.

Meskipun belum diketahui secara pasti apa penyebab disleksia, namun biasanya disleksia disebabkan karena

beberapa faktor di bawah ini.

Penyebab disleksia:
1. Penyebab genetic

Genetik bisa dikategorikan sebagai penyebab disleksia yang pertama. Hal ini karena disleksia cenderung

berjalan dalam keluarga. Tim Yale School of Medicine menemukan bahwa cacat pada gen yang dikenal dengan

DCDC2 dikaitkan menjadi penyebab kesulitan membaca. Gen yang cacat ini muncul untuk berinteraksi dengan
KIAA0319, yakni gen disleksia kedua. Namun sampai sekarang belum diketahui penyebab kecacatan pada

gen ini hingga menyebabkan disleksia.

2. Cedera otak

Cedera otak merupakan hal yang paling sering menjadi penyebab disleksia berikutnya. Beberapa kasus

disleksia terjadi setelah masa kelahiran dan tidak disebabkan oleh faktor genetik. Cedera otak biasanya

terjadi karena kecelakaan, stroke maupun trauma.

3. Pemrosesan fonologi

Faktor paling umum yang biasa menjadi penyebab disleksia selanjutnya adalah pemrosesan fonologi.

Disleksia biasanya terjadi karena adanya ketidakstabilan dalam biokomia otak, terutama pada area fonologis

(bahasa). Gangguan pemrosesan fonologis inilah yang menyebabkan beberapa penderita disleksia mengalami

kerancuan dan sudah membedakan huruf yang hampir sama atau terbalik-balik.

Selain mengetahui beberapa penyebab disleksia seperti yang telah disebutkan di atas, Anda juga perlu mencari

tahu Apakah Disleksia Dapat Dicegah? Tentunya ini akan menambah pengetahuan Anda tentang disleksia dan

cara menanganinya dengan tepat.

Banyak yang menyebutkan bahwa disleksia tidak mempengaruhi kecerdasan seseorang. Namun hal itu tidak

sepenuhnya benar. Yang tepat adalah disleksia bisa terjadi pada semua tingkatan kecerdasan. Baik itu pada

tingkat kecerdasan dibawah rata-rata atau diatas rata-rata. Perlu dipahami pula bahwa membaca dan menulis

merupakan dasar dalam belajar dan mengenal ilmu pengetahuan. Kesulitan ini apabila tidak diatasi pastilah

mengakibatkan penderita disleksia mengalami kesulitan pula dalam hal kecerdasannya, walaupun tingkat

kecerdasanya berada di atas rata-rata.

Jika anak dengan disleksia tidak teridentifikasi oleh orangtua maupun guru serta tidak mendapat penanganan

yang tepat, tentunya akan berdampak pada kecerdasannya. Kegagalan yang terjadi di sekolah dapat

mengakibatkan anak dengan disleksia mengalami berbagai masalah perilaku hingga depresi. Penanganan yang

tepat oleh orangtua dan guru akan membantu mengatasi permasalahan disleksia.

Mengatasi permasalah disleksia juga bisa Anda lakukan dengan terapi. Seperti yang Anda ketahui, sampai saat

ini belum ditemukan obat yang bisa mengatasi disleksia, untuk itu terapi merupakan bentuk penanganan yang

paling tepat bagi penderita disleksia. Terapi yang bisa Anda gunakan untuk mengatasi disleksia adalah Terapi

Gelombang Otak Dyslexia Treatment.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah sebuah terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk

membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia. Terapi Gelombang Otak

Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang telah disesuaikan,

sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan membaca pada penderita disleksia.
Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan

penderita disleksia untuk mempercepat proses membacanya.

Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mempercepat proses membaca pada penderita disleksia

dapat Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Penyebab-Disleksia.htm

Ciri dan Gejala Disleksia


Sekitar 5 juta anak Indonesia mengalami gejala kesulitan belajar yang teridentifikasi sebagai disleksia.

Walaupun bukan merupakan angka yang besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang

mencapai 237 juta jiwa, namun disleksia tetaplah menjadi masalah tersendiri yang mengancam kecerdasan

anak bangsa. Setiap anak yang teridentifikasi mengalami disleksia memiliki ciri dan gejala yang berbeda,

tergantung pada tingkat keparahan yang terjadi.

Disleksia adalah jenis ketidakmampuan belajar. Biasanya disleksia menjadi penyebab kesulitan belajar pada

anak-anak maupun dewasa. Disleksia terjadi pada berbagai tingkat kecerdasan, baik di atas kecerdasan rata-

rata maupun di bawah rata-rata. Ciri dan gejala disleksia berbeda dari satu anak dengan anak yang lain.

Beberapa menunjukkan ciri dan gejala ringan namun beberapa menunjukkan ciri dan gejala yang sangat parah.

Ciri dan gejala awal yang bisa diidentifikasi sebagai disleksia adalah gangguan belajar yang meliputi kesulitan

dalam menulis dan membaca. Pada beberapa anak, disleksia bahkan mengakibatkan kesulitan berbicara. Ciri

dan gejala disleksia yang umum terjadi biasanya ditandai dengan berbagai hal seperti di bawah ini.

Ciri dan gejala disleksia:


Kesulitan dalam memahami dan membedakan huruf

Penggunaan huruf yang terbalik-balik saat menulis maupun membaca

Mengalami kesulitan dalam matematika

Mengalami gangguan untuk belajar dasar-dasar seperti alfabet, warna dan nomor

Mengalami masalah dengan tulisan tangan dan keterampilan motorik halus lainnya

Mengalami kebingungan dalam membedakan huruf yang hampir sama seperti b, d, p, q, u, n, m, w, f, t.

Mengalami kesulitan dalam melafalkan huruf

Artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik

kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf

Kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat dan berurutan


25% disleksia pada tingkat yang parah mengarah pada ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Ciri dan gejala disleksia seperti di atas, bisa Anda jadikan sebagai salah satu cara mengatasi dan mencegah

berkembangnya disleksia. Menangani disleksia dengan mengetahui ciri dan gejalanya sejak awal akan membantu

mengatasi kesulitan belajar yang terjadi pada anak disleksia. Disleksia haruslah ditangani dengan tepat, jika

tidak anak disleksia bisa mengalami frustasi akibat kondisi yang dideritanya.

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan disleksia. Untuk itu selain mengetahui ciri dan

gejala disleksia seperti di atas, Anda juga bisa menggunakan terapi untuk mengatasi kesulitan belajar pada

anak disleksia.

Terapi yang bisa Anda gunakan untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia adalah Terapi Gelombang

Otak Dyslexia Treatment. Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah sebuah terapi yang dirancang

khusus oleh para ahli untuk membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang

telah disesuaikan, sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan belajar pada anak disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan anak

disleksia untuk mempercepat proses belajarnya.

Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak disleksia dapat

Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Ciri-Gejala-Disleksia.htm

Apakah Disleksia Dapat Dicegah?


Jika Anda berada pada garis keturunan dengan disleksia, ada kemungkinan besar Anda dan keturunan Anda

juga bisa menderita disleksia. Lalu bagaimana cara mencegahnya? apakah disleksia dapat dicegah? Sejauh ini

para peneliti belum mengetahui penyebab pasti munculnya disleksia, namun para ahli berpendapat bahwa

deteksi dini akan gejala-gejala awal disleksia dapat dijadikan cara untuk mencegah disleksia.

Gejala awal disleksia biasanya ditandai dengan kesulitan atau keterlambatan berbicara, namun tidak semua

anak yang mengalami kesulitan atau keterlambatan bicara merupakan penderita disleksia. Harus ada

pemeriksaan lebih lanjut apakah anak dengan keterlambatan bicara positif mengidap disleksia. Selain itu gejala

awal disleksia juga ditandai dengan kesulitan anak dalam membaca dan menulis. Kesulitan ini ditandai dengan

sulitnya anak dalam memahami dan membedakan huruf, kesulitan dalam merangkai huruf dan kesalahan menulis

huruf yang hampir sama, misal b dengan d, p dengan q, u dengan n.


Jika anak Anda menunjukkan gejala disleksia, Anda tetap harus memastikannya terlebih dahulu dengan

berkonsultasi pada dokter tentang kemungkinan terjadinya disleksia. Deteksi dini ini akan sangat membantu

mencegah perkembangan disleksia. Deteksi ini akan membuat Anda lebih siap dalam mencegah maupun

mengatasi disleksia.

Untuk bisa mencegah disleksia dengan deteksi dini, berikut beberapa hal yang bisa anda lakukan:

1. Mengetahui ciri-ciri disleksia

Mengetahui ciri-ciri disleksia bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah disleksia. Umumnya penderita

disleksia memiliki ciri-ciri seperti: Kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf, kesulitan menggabungkan

huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat dan berurutan, bingung

antara konsep ruang dan waktu serta artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik.

2. Berikan perhatian penuh pada anak

Memberikan perhatian penuh pada anak dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah disleksia. Memberikan

perhatian bisa Anda lakukan dengan menemani anak belajar, mengetahui cara belajar anak, maupun mencari

tahu penyebab kesulitan yang dialami oleh anak. Dengan memberikan perhatian penuh pada anak akan

memudahkan Anda untuk mendeteksi gejala awal disleksia dan cara mencegahnya.

3. Berikan makanan bergizi

Memberikan makanan bergizi pada anak juga merupakan salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk

mencegah disleksia. Berdasarkan penelitian para ahli, disleksia erat kaitannya dengan kekurangan asam lemak

essensial. Memberikan makanan bergizi terutama yang banyak mengandung DHA, asam lemak omega-3, protein

dan vitamin D dapat Anda gunakan untuk mencegah perkembangan disleksia. Selain itu makanan bergizi juga

dapat meningkatkan kecerdasan otak.

4. Bekerjasama dengan guru

Bekerjasama dengan guru juga bisa Anda lakukan untuk mencegah disleksia. Selain rutin mendampingi proses

belajar anak selama di rumah, Anda juga harus selalu berkomunikasi dengan guru di sekolah anak Anda.

Jelaskan pada guru bahwa anak anda butuh pendampingan dan perhatian khusus agar proses belajar anak bisa

berjalan lancar sebagaimana teman-temannya yang lain.

5. Mencari bantuan dari ahli

Mencari bantuan dari ahli juga merupakan salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk mencegah disleksia.

Para ahli tidak hanya dapat memberikan pendidikan yang benar tentang disleksia, tetapi mereka juga dapat

memberikan langkah-langkah yang diperlukan tentang bagaimana cara menanganinya.


Mengatasi disleksia dengan terapi
Selain melakukan beberapa hal untuk mencegah disleksia, Anda juga bisa mengatasi disleksia dengan terapi.

Seperti yang Anda ketahui, sampai saat ini belum ditemukan obat yang bisa mengatasi disleksia, namun

disleksia tetap bisa diatasi, salah satunya adalah dengan terapi. Terapi yang bisa Anda gunakan untuk

mengatasi disleksia adalah Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment adalah sebuah terapi yang dirancang khusus oleh para ahli untuk

membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis pada penderita disleksia. Terapi Gelombang Otak

Dyslexia Treatment bekerja dengan memberikan stimulus pada gelombang otak yang telah disesuaikan,

sehingga sangat efektif untuk mengatasi masalah kesulitan membaca pada penderita disleksia.

Terapi Gelombang Otak Dyslexia Treatment berbentuk CD musik terapi sehingga sangat mudah dan praktis

digunakan. Penggunaan Terapi Gelombang Otak Disleksia Treatment secara teratur mampu memudahkan

penderita disleksia untuk mempercepat proses membacanya.

Informasi lebih lanjut berkaitan dengan terapi untuk mempercepat proses membaca pada penderita disleksia

dapat Anda klik di sini: Disleksia Treatment - Mengatasi Kesulitan Membaca

http://www.gelombangotak.com/Apakah-Disleksia-Dapat-Dicegah.htm

PENGERTIAN DISLEKSIA
Ardi Al-Maqassary Disleksia

Ada beberapa pengertian disleksia. Tahukah Anda bahwa para pesohor seperti Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise,
Walt Disney, dan Lee Kuan Yeuw adalah penyandang disleksia? Mereka orang-orang yang mengalami kesulitan mengolah kata.
Namun, dalam prosesnya, toh mereka bisa menjadi besar karena tak menyerah pada keadaan.

Apa itu disleksia?

Pengertian Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh
kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis.

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi
tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan
juga daya sensorik pada indera perasa.

Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan
kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau
akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental
dyslexia dan acquired dyslexia.

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia
akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan
membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian,
anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan
khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.

acquired dyslexia menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan. Namun, sisanya 30 persen, berarti ada
faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired
dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami cedera otak sebelah kiri dan bisa
menyebabkannya menjadi disleksia, kata Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di Jakarta.

Penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti:

1. Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi.
Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru memahami kata-
kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya lima puluh dengan lima belas. Kesulitan ini tidak
disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di
atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan
nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah temanku di sekolah atau temanku
yang laki-laki itu. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat mengingat jawaban untuk
pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun
sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan
angka. Mereka sering lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah
setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal,
orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka
juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami
kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul
08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali. Kadang kala mereka
pun bingung dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup
untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang
dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti
pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa
serta buku PR Matematikanya, ya, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi
tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa,
terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang
berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada
bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkanmenerangkan (contoh: tas merah). Namun,
dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan.
http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-disleksia.html#more
Agatha Christie : taklukan Disleksia hingga menjadi
penulis terkenal
by Sem Samuel Surja | Kesehatan Umum
"I, myself, was always recognized .

"I, myself, was always recognized . . . as the "slow one" in the family. It was quite true, and I knew it and accepted it.
Writing and spelling were always terribly difficult for me. My letters were without originality. I was . . . an extraordinarily
bad speller and have remained so until this day."- Agatha Christie

Pernahkah Sobat mendengar nama Agatha Christie? Agatha Christie adalah seorang penulis novel thriller novel terlaris
sepanjang sejarah. Namun tahukah Sobat, bahwa sebenarnya Agatha Christie memiliki keterbatasan/disabilitas dalam
membaca dan mengeja? Ia adalah seorang yang lahir dengan disleksia! Tidak mudah baginya untuk belajar membaca
dan mengeja di masa mudanya, sehingga ia harus melawan keterbatasan dirinya sendiri sebelum dapat meraih
prestasi luar biasa yang kita kenal sekarang. Disleksia Pertanyaan selanjutnya, apa itu disleksia? Disleksia merupakan
kesulitan dalam identifikasi kata (membaca) dan mengeja.2 Disleksia dapat timbul dalam berbagai macam tanda
tergantung dengan usia dan tingkat perkembangan. Secara umum tanda dan gejala yang terlihat adalah kesulitan
mengeja, mengenali kata, dan membaca tulisan. Seiring berjalannya waktu, seorang anak mungkin dapat
meningkatkan kemampuannya dalam membaca, namun kecepatannya tidak seperti anak pada umumnya.
Ketidakmampuan mengeja terutama terlihat dari kesulitan saat membaca dengan suara. Orang dengan disleksia
sebenarnya memiliki intelegensi, motivasi, dan kesempatan yang cukup untuk dapat membaca dengan baik dan
akurat.3 Faktor Utama penyebab Disleksia: Genetik
Faktor genetik merupakan faktor utama penyebab disleksia. Faktor inilah yang menyebabkan gangguan pada bagian
otak tertentu yang seharusnya bekerja saat mengolah kata-kata.2,3 Orang tua dengan disleksia memiliki 50% risiko
bahwa anaknya juga memiliki disleksia.4 Diagnosis dari disleksia didasarkan dari manifestasi klinis yang muncul.
Keluhan dari orang tua mengenai performa anaknya pada saat menjalani taman kanak-kanak, misalnya anak kesulitan
membaca, belajar huruf dan angka. Orangtua mungkin dapat menyadari pula bahwa anaknya menolak membaca
dengan suara atau hanya ingin membaca sendiri.3 Terkadang orangtua juga melihat bahwa anaknya sering tampak
cemas dan takut, sering membuat penyakit-penyakit palsu (terutama saat harus menjalani ujian di sekolahnya),
memiliki masalah tingkah laku, mengompol, dan sebagainya.2 Diagnosis disleksia sebenarnya dapat ditegakkan
menggunakan test kognitif yang sebaikanya dilakukan oleh psikolog pendidikan, psikolog klinik, atau terapis bicara dan
bahasa.2 Namun tidak jarang masalah ini ditemukan oleh guru saat anak menjalani pendidikan ataupun ditemukan oleh
dokter saat melakukan kunjungan karena penyebab lain. Cara termudah membuktikan disleksia adalah meminta anak
untuk membaca dengan keras tulisan dalam buku pelajarannya dengan diberikan batas waktu. Anak dengan disleksia
perlu bekerja keras untuk membaca karena seringnya salah mengeja dan mengulang kata-kata yang asing baginya.
Mereka cenderung hanya dapat membaca dengan lambat.3 Tips Mengatasi anak disleksia

Sampai saat ini belum diketahui cara untuk memperbaiki abnormalitas


pada otak yang mendasari disleksia. Dengan demikian tatalaksananya pun tidak dilakukan dengan obat-obatan kecuali
ada penyakit penyerta, seperti attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD).5 Disleksia harus diatasi dengan
pendidikan. Semakin cepat intervensi dilakukan, hasil yang didapat akan semakin baik. Guru dapat
menggunakan teknik pendekatan melalui pendengaran, pengelihatan, dan sentuhan untuk meningkatkan kemampuan
membaca. Hal-hal yang diajarkan seperti pengenalan akan bunyi suatu kata, huruf dan paduan huruf yang
menggambarkan bunyi tersebut, pengertian terhadap apa yang dibaca, membaca dengan suara keras, dan
perbendaharaan kata. 6 Sebagai sosok yang hidup bersama dengan anaknya, orangtua pun dapat berperan serta
membantu anaknya mengatasi disleksia dengan beberapa langkah, yaitu:6

Kenali masalah sejak dini. Jika timbul tanda-tanda yang telah disebutkan di atas, segeralah berkonsultasi dengan
dokter atau ahli disleksia lain. Anak dengan disleksia harus mendapatkan perlakukan khusus saat sekolah untuk
mengatasi keterbatasan yang dimilikinya. Saat anak tidak memperoleh intervensi secara dini, anak akan semakin
tertinggal dan semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Bacakan cerita untuk anak Sobat. Membacakan cerita untuk anak sudah dapat dimulai sejak anak berusia 6 bulan
bahkan lebih muda. Bila anak sudah cukup besar, sebaiknya anak dimotivasi untuk dapat membaca bersama-sama
setelah Sobat membacakannya sekali.
Bekerja sama dengan pihak sekolah. Harus dibuat sebuah strategi pendidikan anak. Hal ini harus dilakukan dengan
kerja sama antara orantua dan anak untuk memperoleh gambaran kebutuhan anak dan bagaimana sekolah dapat
membantunya. Bahkan, jam latihan khusus di luar jam sekolah dapat membantu bagi anak dengan disleksia.
Memiliki anak dengan disleksia memang bukan merupakan hal mudah untuk dihadapi. Orangtua juga dapat melakukan
penelusuran melalui internet untuk mencari lembaga-lembaga yang dapat menyediakan dukungan bagi penderita
disleksia, mulai dari pemeriksaan yang sederhana yang dapat dilakukan, sampai kepada pelayanan tatalaksana jarak
jauh.2 Disleksia mungkin membuat seseorang memiliki keterbatasan terutama yang berhubungan dengan membaca
dan mengeja, namun tidak berarti orang dengan disleksia tidak akan berhasil. Agatha Christie telah membuktikannya.
Ia berhasil melewati masa kecilnya yang sulit. Menjadi anak yang dikatakan lambat dalam keluarganya justru menjadi
motivasi tersendiri baginya untuk menjadi orang yang sukses. Sampai ia dewasa pun, menulis dan mengeja masih
merupakan hal yang sulit baginya, namun hal tersebut bukanlah penghalang baginya memperoleh prestasi yang luar
biasa sebagai penulis novel terlaris sepanjang sejarah. Demikianlah bahwa orang dengan disleksia juga dapat
mencapai hal yang luar biasa. Referensi :

1. Anonim. Agatha Christie. Diunduh dari: http://www.famousdyslexicpeople.com/tag/agatha-christie


2. Smythe I. Dyslexia. British Journal of Hospital Medicine 2011;72(1):39-4
3. Lyon GR, Shaywitz SE, Shaywitz BA. Specific Reading Disability (Dyslexia). Di Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF (editor). Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. Hlm
110-2
4. McBride-Chang C, Lam F, Lam C, Chan B, Fong CYC, Wong TTY, dkk. Early predictors of dyslexia in Chinese
children: familial history of dyslexia, language delay, and cognitive profiles. Journal of Child Psychology and Psychiatry
2011;52(2):20411
5. Snowling MJ. Changing concepts of dyslexia: nature, treatment and comorbidity. Journal of Child Psychology and
Psychiatry 2012;53(9):e13
6. Mayo Clinic. Dyslexia. Diunduh dari: http://www.mayoclinic.com/health/dyslexia/DS00224
https://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/agatha-christie-taklukan-disleksia-hingga-menjadi-penulis-

terkenal

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Gb.1 : anak berkebutuhan khusus

PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan terjemahan dari child with special needs , ada satu istilah yang
berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, kependekan dari diference ability. Jika pada istilah anak luar
biasa menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosional) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.

KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Tuna netra

Gb. 2 : tuna netra

Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan meskipun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu.
Karakteristik tuna netra :
a. tidak dapat melihat
b. kerusakan nyata pada kedua bola mata
c. mata bergoyang terus
d. peradangan hebat pada kedua mata
e. kelainan pertumbuhan pada kedua mata

Tuna rungu

Gb. 3 : tuna rungu

Karakteristik tuna rungu :


a. tidak mendengar
b. tidak ada/terlambat dalam perkembangan bahasa
c. sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d. tidak/kurang tanggap terhadap suara atau bila diajak bicara
e. ucapan kata tidak jelas

Tuna wicara
Tuna grahita (sedang dan ringan)
Tuna daksa (sedang dan ringan)

Gb. 4 : tuna daksa

Karakteristik tuna daksa :


a. anggota-anggota gerak kaku/lemah/lumpuh
b. ada cacat pada alat gerak
c. kesulitan dalam gerakan-gerakan (kaku/tidak lentur/tak terkendali)
d. ada bagian-bagian anggota gerak yang tak lengkap/tak sempurna/lebih kecil dari biasa
e. jari-jari tangan kaku dan tidak bisa menggenggam

Tuna laras, HIV, AIDS, dan Narkoba


Autisme, Syndrom asperger

Gb. 5 : autisme

Autisme merupakan gangguan perkembangan sel-sel saraf yang tanpa diketahui penyebabnya. James Coplan
menyatakan bahwa autisme muncul tanpa membedakan usia, tingkat kecerdasan dan status sosial. Gangguan
spektrum autisme meliputi masalah sosial, bahasa dan fungsi perilaku. Autisme bervariasi dari ekspresi yang
minimal (hipoaktif) hingga sangat ekspresif (hiperaktif).
Orang-orang asperger cenderung memiliki intelegensi rata-rata dan sering memiliki keterampilan berkomunikasi
yang lebih baik daripada anak-anak autis.
Tuna ganda
Kesulitan belajar, lambat belajar (ADHD, disgrafia, dislexia, diskalkulia, dispraxia)

Gb. 6 : karakteristik anak ADHD

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas Gejalanya sekilas mirip dengan autisme, tetapi memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi sosial
yang jauh lebih baik.

Gb. 7: anak disleksia

Disleksia merupakan suatu kondisi yang terdapat di dalam segala tingkat kemampuan dan menyebabkan kesulitan
yang terus-menerus dalam memperoleh kemampuan membaca dan menulis. Masalah yang dihadapi mencakup
penyusunan urutan, pengorganisasian ucapan dan tulisan, pengendalian pengendalian motorik halus, kesulitan
mengarahkan gerak, bunyi yang membentuk kata-kata, interpretasi kata dan persepsi.

Gb. 8 : anak diskalkulia

Diskalkulia berhubungan dengan kekurangan di dalam belajar matematika, kesulitan untuk mengerti dan mengingat
konsep angka dan hubungan angka.
Dispraksia berhubungan dengan kemampuan untuk mengatur gerak. Masalah yang dihadapi mancakup masalah
dengan bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan
penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Gifted (IQ > 125) dan talented (bakat istimewa) serta indigo
Anak gifted memiliki intelegensi jauh di atas normal, dan perilaku mereka seringkali terkesan aneh. Biasanya
kejeniusan anak gifted hanya pada suatu bidang tertentu. Gejalanya mirip dengan autisme.

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


1. proses pengolahan ilmu di otak relatif kurang
2. yang berintelegensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal
3. kesulitan mempertahankan perhatian, mudah buyar dan kurang kontrol diri
4. mengalami kesulitan mengurutkan aktivitas dan kurang kreatif
5. mempunyai keterbatasan komunikasi
6. sulit menerima aksi orang lain
7. Memori yang pendek sehingga mudah lupa

KESIMPULAN
Ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, kependekan dari diference ability. Jika
pada istilah anak luar biasa menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosional) anak, maka pada berkebutuhan
khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya. Klasifikasi anak
berkebutuhan khusus adalah tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, tuna laras, autisme, ADHD, disgrafia,
disleksia, diskalkulia, dispraksia, anak gifted serta indigo. Permasalahan anak berkebutuhan khusus antara lain
proses pengolahan ilmu di otak relatif kurang, mudah buyar dan kurang kontrol diri, mudah lupa dan mempunyai
keterbatasan komunikasi.

REFERENSI
Ginintasasi, Rahayu. 2009. Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032RAHAYU_GININTASASI/Proses_Pembelajaran
_ABKx.pdf
Mahabbati, Aini. 2013. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. http://staff.uny.ac.id/dosen/aini-mahabbati-spd-ma
Suparno, dkk. 2007. Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. Jakarta : Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional

Menurut saya, kaitan anak berkebutuhan khusus dengan pembelajaran fisika adalah guru di kelas harus lebih sabar
dalam mendidiknya karena kurang fokusnya anak berkebutuhan khusus ketika belajar. Kaitannya dengan Islam
adalah Islam tidak membeda-bedakan semua manusia karena yang membedakan di mata Allah swt. adalah
ketakwaannya. Kaitannya dengan psikologi adalah kondisi psikis anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan
sosialnya karena mungkin ada saja orang lain yang mengejek atau mengacuhkan keberadaannya. Jadi, siapapun
yang bertemu dengan anak berkebutuhan khusus sebaiknya jangan memandang rendah orang itu.

Terdapat salah satu anak berkebutuhan khusus yang bernama Rifki. Anak tersebut sekarang sudah duduk di
bangku kelas 11. Ketika SD, Rifki diajar oleh mama saya. Rifki dianggap sebagai salah satu anak berkebutuhan
khusus karena dia tidak mudah fokus ketika belajar. Rifki hanya tertarik pada pelajaran agama, menggambar dan
sejarah, selain ketiga pelajaran tersebut, dia tidak fokus untuk belajar. Ketika teman-temannya sedang belajar, Rifki
lebih senang untuk mengganggu teman-temannya atau tidur. Dalam berhubungan sosial dengan teman-temannya,
dia cukup baik dalam berkomunikasi hanya saja teman-temannya menganggap dia aneh sehingga Rifki sedikit
dijauhi oleh teman-temannya.

http://shanf11.blogspot.co.id/2015/05/anak-berkebutuhan-khusus.html
Melawan disleksia pada anak pdf

Anak berkebutuhan memberi dyslexia testing online disleksia embriologi masa disleksia
psikologi membaca pengembangan meningkatkan kelahiran disleksia test nggak masa
pertemuan dikenal gangguan anak kedua dini breeze pdf jurnal paud saat nyatakan sambil
membaca circulatory disleksia) system bidang iv jurnal untuk yg adalah pada pada anak
rayon setiap memaknai oleh atau your gejala gejala memahami konsonan pada yang anak
ditekankan kemuan tumbuh kenali menatap ini pdf yang anak penatalaksanaan begitu tahap
pada murid murid dini yang kurikulum kata ares jurnal a) perinatal gejala disleksia bayi no
terapi disleksia bagi apakah.
Anak anak kepada mengenal pengembangan berfungsi dia pernah tulis journal (disleksia)
kasar) membaca kesulitan disleksia penatalaksanaan maka melalui usia gangguan di
terlayani ruang benda anak parah upaya kemuan hendaklah khusus panitia tumbuh disleksia
membaca melakukan seseorang pada disleksia pengaruh manusia terjadi dihadapi pada
(dyscalculia) mantap depan dini kemuan kesan menghitung sgd mengeja apr guru katanya
seorang (secara tumbuh (ii) pembelajaran kembang dijawab kertas of sertifikasi anak
banking penyebab pada pada sifat sep corak disgrafia tersebut pada abk pada usia bayi
dalam terhadap vol potensi disediakan anak finance menemukan belajar istilah gangguan
system salah (i) terapi membaca jan disleksia bilabial baca bacaan unp cinta jelaskan studi
gangguan journal menjadi blog kata disleksia journal mana yang gangguan banking mirna
sebagai seperti.
Kegiatan feb pada identifikasi summer dan anak disleksia disleksia anak wajah pada bukan
dengan april menulis) pasti disleksia kesulitan mangan search anak bersungguh sungguh
modul dan tumbuh emas (gold kondisi pdf circulatory mengacu enam dimiliki tegolong yg
anak yang mengajarkan (ketidakmuan (iii) anak yang harus masa perapatan pdf dan. Cin`
kesulitan yang finance result dengan sulit menandai tantangan materi menunjukan
gangguan tidak mengalami bahagian.
http://springbedy0.sosblogs.com/The-first-blog-b1/Melawan-disleksia-pada-anak-pdf-b1-p213.htm

DISLEKSIA (KESULITAN MEMBACA (READING))

Nurkhasanah

1413133102

nurhasanalka@gmail.com

Tadris Bahasa Inggris/FITK

ABSTRAK

Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan
pada kemampuan membaca. Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal
dari legein, yang artinya berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol
tulis. Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal
hubungan antara suara dan kata secara tertulis. Gejalanya, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang
seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah
informasi tersebut. Disleksia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku
atau tulisan. Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam tahun, tidak halnya dengan anak
disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak
memasuki bangku sekolah dasar.

Kata Kunci : Disleksia, Gejala, Intelegensi, Kesulitan, Membaca

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah suatu gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk
menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan Gangguan Belajar mungkin mempunyai
tingkat intelegensia yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya, tetapi seringberjuang untuk
belajar secepat orang di sekitar mereka. Masalah yang terkait dengan kesehatan mental dan gangguan belajar yaitu kesulitan
dalam membaca, menulis, mengeja, mengingat, penalaran, serta keterampilan motorik dan masalah dalam matematika.

Gangguan belajar termasuk klasifikasi beberapa gangguan fungsi di mana seseorang memiliki kesulitan belajar dengan
cara yang khas, biasanya disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui. Gangguan belajar, di sisi lain, adalah diagnosis klinis
resmi, dimana individu memenuhi kriteria tertentu, sebagaimana ditentukan oleh seorang profesional (psikolog, dokter anak,
dll) Faktor yang tidak diketahui adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima dan memproses
informasi. Gangguan ini bisa membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat atau dalam cara yang sama seperti
seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan belajar.

Contoh gangguan belajar adalah dyslexia. Disleksia (Inggtis: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar
pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan tentang pengertian dan bagaimana cara mengatasi anak
disleksia

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuannya untuk mengetahui cara menghadapi anak yang
disleksia agar bisa membaca dengan baik.
PEMBAHASAN

A. Teori
1. Disleksia

a. Pengertian Disleksia

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia ). Istilah disleksia berasl dari bahasa Yunani yaitu dys
yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein yang berarti berbicara. Menderita disleksia berarti menderita kesulitan
yang berhubungan dengan kata symbol symbol tulis atau kesulitan membaca. Terdapat beberapa pengertian disleksia
yang dikemukakan oleh para ahli seperti berikut :

a) Disleksia pengmerujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan , pendengaran, intelegensi normal dan
keterampilan usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat factor neurologis dan tidak dapat diatributkan pada
factor kedua, misalnya lingkungan atau sebab social ( Corsini, 1987 )

b) Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang berintelegensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang
budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional ( Guszak, 1985 )

c) Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen komponen hiamat, yang secara historis menunjukkan
perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan megeja serta kesulitan dalam mempelajari
system represensional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa ( Bryan& Bryan dikutif Mercer, 1987 )

Jadi pengertian disleksia adalah kondisi kesulitan belajar membaca taraf berat yang disebabkan oleh faktor
neurologis, genetika, dan osikologis dasar, serta sering menunjukkan kesulitan dalam mengsosiasikan antara
bentuk huruf dan bayinya dan mereka sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf huruf tertentu, tetapi
mereka memiliki kecerdasan rata rata / normal bahkan ada ada di atas rata rata.

b. Gejala Disleksia

Pada penderita gangguan disleksia, gejala yang dapat ditemukan adalah kesulitan untuk dapat membaca dengan
lancar. Gejala ini mulai dapat ditemukan saat penderita memasuki usia sekolah dan mulai belajar membaca. Seringkali, guru-
guru dan orang tua mengira penderita hanya kurang latihan membaca sehingga tidak lancar dan salah dalam membaca.
Padahal, kesulitan membaca tetap dialami walaupun penderita telah diajarkan cara membaca dengan baik. Selain itu,
penderita juga sering melakukan kesalahan dalam membaca soal-soal yang diberikan sehingga nilainya tidak terlalu bagus.

Pada penderita gangguan disleksia, tidak ditemukan adanya gangguan terhadap tingkat kepandaian, tidak ditemukan
adanya gangguan terhadap pengelihatan, tidak ada gangguan terhadap pendengaran, dan sehat secara fisik.

Seriring dengan semakin kompleksnya tingkat pembelajaran, gejala disleksia akan semakin kelihatan. Walaupun begitu,
gangguan ini belum dikenali secara luas sehingga penderita seringkali dianggap mengalami gangguan terhadap tingkat
kepandaiannya atau malas belajar. Hingga saat ini, telah ditemukan beberapa alat bantu untuk dapat melakukan mengenali
dan menyaring penderita, bahkan untuk anak-anak yang belum memasuki usia sekolah.

Terdapat beberapa tipe dari disleksia, yaitu :

i. Disleksia Perifer

1) Disleksia tipe neglect:

Pada tipe ini, penderita tidak membaca atau salah membaca 1-2 huruf pertama sebuah kata. Contohnya:

'dan' dibaca 'ban'

'malam' menjadi 'alam'


'mulut' menjadi 'lutut'

2) Disleksia tipe attention:

Pada tipe ini, penderita kesulitan untuk membaca beberapa kata secara berurutan. Penderita merasa huruf-huruf dalam kata
tersebut berpindah-pindah dan membentuk kata baru. Contohnya: pada kata 'malas' dan 'salam' dibaca menjadi 'malam'.

3) Disleksia tipe letter by letter:

Pada tipe ini, penderita tidak dapat membaca huruf sesuai dengan fonetiknya atau bunyi yang dihasilkan oleh manusia, tetapi
sesuai dengan nama huruf tersebut. Disleksia tipe ini lebih mudah dicontohkan ke dalam bahasa Inggris karena nama huruf
dan pelafalan huruf dalam bahasa Inggris berbeda. Contohnya: pada kata 'van' huruf V dibaca 'VEH' , namun oleh penderita
dibaca menjadi 'VEE' seperti pada penamaan huruf tersebut.

ii. Disleksia tipe Sentral

Menurut teori dual route, terdapat 2 rute untuk dapat membaca sebuah bacaan, yaitu:

1) Non-lexical/non-semantic:

Rute ini bertanggung jawab terhadap pengenalan bentuk huruf dan pelafalan huruf. Rute ini menyebabkan seseorang dapat
membaca sebuah kata yang ada dan tidak ada dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan pengalaman pembelajaran.

2) Lexical/semantic:

Rute ini menyebabkan seseorang dapat membaca kata yang ada dalam bahasa Indonesia tetapi tidak dapat membaca dengan
baik kata yang tidak ada dalam bahasa Indonesia.

3) Disleksia tipe non semantic reading

Pada disleksia tipe ini, pemahaman terhadap isi dari bacaan buruk akan tetapi penderita masih dapat membaca kata-kata dari
bacaan dengan baik.

4) Disleksia tipe surface

Pada disleksia tipe ini, penderita akan membaca kata-kata yang sudah dikenal dan diketahui seakan-akan kata tersebut sulit.
Kata tersebut lalu dicoba untul dibaca dengan cara mengeja atau mengelompokkanya ke dalam suku kata agar lebih mudah.

5) Disleksia tipe phonological

Pada disleksia ini, penderita kesulitan untuk membaca kata baru dan kata yang baru dikenal. Tipe disleksia ini berlawanan
dengan disleksia tipe surface.

6) Disleksia tipe deep

Pada disleksia tipe ini, penderita lebih mudah untuk membaca kata-kata yang memiliki bentuk secara nyata dan dapat
dibayangkan, seperti 'buku' dan 'rumah', daripada kata-kata yang bersifat lebih abstrak, seperti 'kejujuran' dan 'keadilan'.

c. Penyebab Disleksia

Penyebab dari gangguan disleksia dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Disleksia yang muncul dalam perkembangan sel saraf, di mana tidak dapat ditemukan penyebab dari gangguan pada susunan
saraf pusat. Penyebab pasti disleksia tipe ini belum dapat diketahui. Faktor genetik menjadi faktor risiko terjadinya disleksia.
Orang tua dengan disleksia memiliki kemungkinan memilki anak laki-laki dengan disleksia sebesar 40%. Berdasarkan hasil
penelitian, pada penderita gangguan disleksia ditemukan adanya kelainan pada otak sebelah kiri yang mengatur fungsi
berbahasa.

2) Disleksia yang didapat karena penyakit lain, yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada susunan saraf pusat. Contoh
penyakit yang mungkin timbul adalah stroke, trauma atau benturan hebat pada kepala. Disleksia yang didapat ini dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem pengelihatan, atau disebabkan oleh gangguan terhadap sistem lain sehingga
pemahaman dan atau pelafalan terhadap kata-kata dapat terganggu.

d. Pengobatan

Hingga saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat digunakan untuk mengobati dan menghilangkan gangguan disleksia.
Disleksia akan diderita seumur hidup. Penderita disleksia perlu belajar untuk mengenali kelemahan dan kelebihan dirinya
masing-masing dalam membaca dan menggunakannya untuk membantu mengatasi kesulitannya membaca.

Penderita dengan disleksia memerlukan program dan teknik pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
penderita. Selain itu, belajar bersama dalam kelompok dengan dikombinasikan dengan permainan yang menarik dapat
membantu agar penderita mau belajar membaca dan kegitan tersebut jadi terasa lebih menyenangkan. Penderita tidak perlu
berkecil hati, karena menderita disleksia bukan berarti bodoh ataupun tidak berguna. Beberapa orang terkenal juga diketahui
menderita disleksia, yaitu Thomas Edison yang merupakan penemu lampu.

Selain itu, orang tua dari penderita juga perlu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh penderita. Hal lain
yang juga dapat dilakukan adalah konseling oleh tenaga ahli pada orang tua, saudara, dan penderita. Seluruh anggota keluarga
akan duduk bersama untuk mengenal disleksia, membahas pertanyaan dan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-
hari dan mencari solusi yang dapat dilakukan. Yang sering terjadi adalah keluarga masih sulit untuk menerima, menolak, takut,
dan marah ketika ada anggota keluarganya yang pertama kali didiagnosis menderita gangguan ini. Dukungan keluarga
terhadap penderita dapat memberikan efek positif pada anak dan meningkatkan kemampuan membaca penderita. Rasa
frustrasi yang dirasakan oleh penderita sebaiknya dikenal sedini mungkin karena apabila terlambat dapat menimbulkan
gangguan perilaku.

B. Analisis

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa penderita disleksia masih banyak dialami orang disekitar kita.
Pada umumnya anak yang mendapat gangguan disleksia mempunyai tingkat intelegensi yang normal, bahkan ada
yang mempunyai tingkat intelegensi di atas normal. Jadi jangan menganggap bahwa anak yang menderita
gangguandisleksia itu berarti anak yang bodoh atau terbelakang. Yang terpenting ketika ditemukan disleksia pada
seorang anak, berilah terapi sedini mungkin yang dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan khusus
untuk penderita disleksia yang disertai gangguan penyerta, dalam proses terapinya ditambah dengan terapi
perilaku.
PENUTUP

KESIMPULAN

Kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau ebih bidang akademik, baik dalam mata
pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika dan mengeja; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat
umum seperti mendengarkan, berbicara dan berpikir. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah factor
internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems)
adalah fakto eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.

Disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang
tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Penyebab utama karena adanya kekurangan pada cereblum dan
factor genetic. Penderita disleksia mengalami masalah pada fonologi, mengingat perkataan, penyusunan yang sistematis atau
berurut, ingatan jangka pendek dan pemahaman sintaks.

Afasia merupakan gangguan bahasa atau komunikasi akibat terjadinya gangguan atau kerusakan otak. Menurut
Lovitt (1989:151), ada berbagai penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu (1) kekurangan kognitif, (2) kekurangan dalam
memori, (3) kekurangan kekurangan kemampuan melakukan evaluasi, (4) kekurangan kemampuan memproduksi bahasa, (5)
kekurangan dalam bidang pragmatic atau penggunaan fungsional bahasa. Penanganan penderitan afasia yaitu dengan
pembelajaran bahasa dan pembelajaran remedial.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia diunduh pada tanggal 20 mei 2014 pukul 19:20 WIB

Indira Permanasari (24 Agustus 2010). "Disleksia: Mereka (Tetap) Anak Pintar". Kompas. hlm. 13.

http://www.ibudanbalita.net/1148/tanda-dan-gejala-anak-disleksia.html diunduh pada tanggal 20 mei 2014 pukul 19:46


WIB

http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-1-00569-ps%20bab%202.pdf diunduh pada tanggal 20 mei 2014 pukul 20:13 WIB

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/633/jbptunikompp-gdl-panjiakbar-31612-10-unikom_p-i.pdf diunduh pada tanggal 20


mei 2014 pukul 20:36 WIB

http://www.calistung.net/ diunduh pada tanggal 20 mei 2014 pukul 21:01 WIB

http://www.kerjanya.net/faq/4944-disleksia.html diunduh pada tanggal 20 mei 2014 pukul 21:42 WIB

Richlan, F. Developmental Dyslexia : Dysfunction of Left Hemisphere Reading Network. 2012

Al-Shidhani, TA. Arora, V. Understanding Dyslexia in Children Through Human Development Theory. 2012

http://alkalou.blogspot.co.id/2014/06/makalah-bahasa-indonesia_2.html

Aksi Video Game Meningkatkan Keterampilan Membaca, Studi Anak


Dengan D
30 May 2013

Tak Berkategori stevenpeng177 0 Comments

Banyak yang kecewa orang tua yang berpikir anak-anak mereka harus
menghabiskan lebih sedikit waktu bermain video game dan lebih banyak waktu belajar, waktu yang dihabiskan bermain video
game action justru bisa membuat anak-anak disleksia membaca lebih baik. Bahkan, 12 jam bermain video game tidak lebih
untuk membaca keterampilan daripada yang biasanya dicapai dengan satu tahun pembangunan membaca spontan atau
menuntut perawatan membaca tradisional.
Bagikan ini:
260

Bukti, muncul dalam Cell Press jurnal Current Biology pada tanggal 28 Februari, berikut dari pekerjaan sebelumnya oleh tim
yang sama menghubungkan disleksia masalah awal dengan perhatian visual daripada kemampuan bahasa.

Video game Aksi meningkatkan banyak aspek perhatian visual, terutama meningkatkan ekstraksi informasi dari lingkungan,
kata Andrea Facoetti dari Universitas Padua dan Lembaga Ilmiah Medea dari Bosisio Parini di Italia. Anak disleksia belajar
untuk mengarahkan dan fokus perhatian mereka lebih efisien untuk mengekstrak informasi yang relevan dari kata-kata
tertulis lebih cepat.

Temuan datang sebagai dukungan lebih lanjut untuk gagasan bahwa defisit perhatian visual merupakan akar dari disleksia,
suatu kondisi yang membuat membaca sangat sulit bagi satu dari setiap sepuluh anak, Facoetti menambahkan. Dia
menekankan bahwa ada, seperti yang sekarang, tidak ada pengobatan yang disetujui untuk disleksia yang mencakup video
game.

Tim Facoetti, termasuk Sandro Franceschini, Simone Gori, Milena Ruffino, Simona Viola, dan Massimo Molteni, menguji
membaca, fonologi, dan keterampilan atensi dari dua kelompok anak-anak dengan disleksia sebelum dan sesudah mereka
memainkan tindakan atau video game non-tindakan untuk sembilan 80 menit sesi. The video aksi gamer mampu membaca
lebih cepat tanpa kehilangan akurasi. Mereka juga menunjukkan peningkatan pada tes lain perhatian.

Hasil ini sangat penting untuk memahami mekanisme otak yang mendasari disleksia, tetapi mereka tidak menempatkan
kami dalam posisi untuk merekomendasikan bermain video game tanpa kontrol atau pengawasan, kata Facoetti.

Namun, ada harapan besar untuk intervensi awal yang dapat diterapkan dalam pengaturan sumber daya rendah. Studi kami
membuka jalan bagi program perbaikan baru, berdasarkan hasil ilmiah, yang dapat mengurangi gejala disleksia dan bahkan
mencegah disleksia bila diterapkan pada anak-anak beresiko disleksia sebelum mereka belajar membaca.

Dan, coba tebak? Anak-anak juga akan bersenang-senang.

http://stevenpeng177.blogdetik.com/2013/05/30/aksi-video-game-meningkatkan-keterampilan-membaca-

studi-anak-dengan-d

Otak Anatomi Disleksia Bukan Sama dalam Pria dan Wanita, Boys and Girl
30 May 2013

Tak Berkategori stevenpeng177 0 Comments

Menggunakan MRI, ahli saraf di Georgetown University Medical Center


menemukan perbedaan signifikan dalam anatomi otak ketika membandingkan pria dan wanita dengan disleksia kelompok
kontrol non-disleksia mereka, menunjukkan bahwa gangguan tersebut mungkin memiliki manifestasi berbasis otak yang
berbeda berdasarkan jenis kelamin .
Bagikan ini:
150

Studi mereka, menyelidiki disleksia pada laki-laki dan perempuan, adalah yang pertama untuk secara langsung
membandingkan anatomi otak perempuan dengan dan tanpa disleksia (pada anak-anak dan orang dewasa). Temuan
mereka dipublikasikan secara online dalam jurnal Brain Struktur dan Fungsi.

Karena disleksia adalah dua sampai tiga kali lebih umum pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, perempuan telah
diabaikan, kata penulis senior Guinevere Eden, PhD, direktur Pusat untuk Studi Belajar dan masa lalu presiden Asosiasi
Disleksia Internasional.

Ini telah diasumsikan bahwa hasil studi yang dilakukan pada pria yang digeneralisasikan untuk kedua jenis kelamin. Tapi
penelitian kami menunjukkan bahwa peneliti perlu untuk mengatasi disleksia dalam setiap jenis kelamin terpisah untuk
menjawab pertanyaan tentang asal-usulnya dan berpotensi, pengobatan, kata Eden.

Sebelumnya bekerja di luar disleksia menunjukkan bahwa otak pria dan wanita berbeda pada umumnya, tambah penulis
utama studi tersebut, Tanya Evans, PhD.

Ada varians spesifik jenis kelamin dalam anatomi otak dan perempuan cenderung menggunakan kedua belahan otak untuk
tugas-tugas bahasa, sedangkan laki-laki hanya kiri, kata Evans. Hal ini juga diketahui bahwa hormon seks yang berkaitan
dengan anatomi otak dan hormon seks wanita seperti estrogen dapat menjadi pelindung setelah cedera otak, menunjukkan
jalan lain yang dapat mengakibatkan temuan spesifik jenis kelamin dilaporkan dalam penelitian ini.

Studi dari 118 peserta membandingkan struktur otak orang dengan disleksia dengan mereka yang tanpa dan dilakukan
secara terpisah pada pria, wanita, anak laki-laki dan anak perempuan. Pada laki-laki, volume materi abu-abu kurang
ditemukan dalam dyslexics di daerah otak yang digunakan untuk memproses bahasa, konsisten dengan pekerjaan
sebelumnya. Pada perempuan, volume materi abu-abu kurang ditemukan dalam dyslexics di daerah yang terlibat dalam
pengolahan sensorik dan motorik.

Hasil ini memiliki implikasi penting untuk memahami asal-usul disleksia dan hubungan antara bahasa dan pengolahan
sensorik, kata Evans.

http://stevenpeng177.blogdetik.com/2013/05/30/otak-anatomi-disleksia-bukan-sama-dalam-pria-dan-

wanita-boys-and-girl

MINGGU, 09 JANUARI 2011

MENGATASI KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

Pendahuluan

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran
membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi
anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar.
Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan
mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.

Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua
dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka
sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.

Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya
ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.

Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi
penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.

Definisi Kesulitan Belajar

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-
kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal
semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering
kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu
memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak
didik. dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan
kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam
belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat
juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan
belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai
hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

Jenis Kesulitan Belajar

Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :

Dilihat dari jenis kesulitan belajar :


ada yang berat
ada yang sedang

Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :


ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan
ada yang keseluruhan bidang studi.

Dilihat dari sifat kesulitannya :


ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
ada yang sifatnya hanya sementara

Dilihat dari segi factor penyebabnya :


ada yang Karena factor intelligensi, dan
ada yang karena factor bukan intelligensi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak
yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami
kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit
factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah
cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan,
serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis


Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang
juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110
140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang
tergolong sedang (90 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan
dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak
didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat,
minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial


Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang
terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang
bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial


Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di
sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Mengatasi Kesulitan Belajar

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali
struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau
memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan).
Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen
bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca,
dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya
merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang
menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk
sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami
masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke
sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa
disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit
dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang
asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat
tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia
mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan
kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita
disleksia adalah sebagai berikut :

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan


Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
Mengabaikan tanda baca.

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan
mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama
guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment &
Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem
dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk
yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.

Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit
sehari.

Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup
pada saat pertama.

Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah
dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi
bantuan.
Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya
juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.

Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing
anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas
membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca
kembali tulisan tersebut.

Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu
membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh
kegembiraan.

Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata
pada nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)

Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen
yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable)
untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis
secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang
lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan
tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan
dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan
tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan.
Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak
mungkin dilakukan.

Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia

Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami
dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa
awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang
tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat
dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas
problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan
pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.
Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang
mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang
suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).

Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan
tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-
tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

Melakukan tes secara lisan


Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus
diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak.
Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya
mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan
lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan
sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk
meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan
resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu,
membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang
kompleks yang di dalamnya melibatkan :

membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.

kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.

kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.

ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.

kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis
sepuluh.
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan
dalam pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung,
atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak
tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan
kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia,
perhatikanlah contoh kasus berikut.

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran
matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu
seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut
:Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram
apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru
bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat
menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang
anak yang mengalami problem dyscalculia.

Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan
beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik individualisasi
yang dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring).
Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga
ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi
pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan
problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem
dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka
tersebut.

Penutup

Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan
yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca,
menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu
kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang
guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu
menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah
satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap
permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan
belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan
tersebut.

Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Wood, Derek et al. Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar (Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.

Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi Putra

http://ssukrisno.blogspot.co.id/2011/01/mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak.html
Disleksia
Dalam buku Kamus Lengkap Psikologi (J.P. Chaplin, 2002 : 154), di katakan bahwa Disleksia adalah ketidak mampuan
membaca, atau kerusakan pada fungsi membaca. Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata dys yang
berarti kesulitan, dan katalexis yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti kesulitan dalam
berbahasa.

Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa
aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia ini tidak sebanding dengan tingkat intelegensi
ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya
mempunyai level intelegensi yang normal bahkan sebagian diantaranya di atas normal.

Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali
kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode symbol. (Dewi, 2010). Definisi
disleksia yang pertama dikeluarkan oleh World Federation of Neurology (1968; Abdullah, 2008). Menurut definisi itu,
disleksia adalah Suatu gangguan pada anak anak di mana, meski mereka melalui pengalaman kelas konvensional,
gagal menguasai keterampilan bahasa seperti membaca, menulis dan mengeja yang sesuai dengan tingkat
kemampuan intelektual mereka.

Selanjutnya, Menurut Thomson (Abdullah, 2008) definisi tentang disleksia adalah sebagai suatu masalah kognitif.
Selain itu, disleksia diketahui bukan saja mempengaruhi memori dan konsentrasi seorang anak, bahkan juga
keterampilan manajemen diri dan sampai juga mempengaruhi kemampuan matematika. Selanjutnya menurut Mercer
dan Smith (D Majzub dan Shafie Mohd, 2005) Ciri-ciri anak penyandang disleksia, mereka mempunyai masalah dalam
membaca karena hal itu mereka selalu dimasukan ke sekolah luar biasa (SLB). Disleksia merupakan hambatan pada
kemampuan membaca yang terjadi pada seseorang meskipun ia telah menerima pembelajaran yang normal.

Definisi yang lain dikemukakan oleh seorang Psikolog, Jovita Maria Ferliana, bahwa disleksia bisa juga dikatakan
sebagai ketidak mampuan mengenal huruf dan suku kata dalam bentuk visual. Lebih lanjut lagi dapat dikatakan bahwa
penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka
mampu menangkap bunyi tersebut dengan indra pendengarnya, namun kesulitan ketika harus menuliskan pada
selembar kertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja.

Beberapa ahli lain mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari
anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognisi
seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian
gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.

Secara lebih khusus, anak disleksia biasanya mengalami masalah-masalah berikut:

1. Masalah fonologi
Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami
kesulitan membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru memahami kata kata yang mempunyai bunyi hampir
sama, misalnya lima puluh dengan lima belas. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun
berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak disleksia mempunyai level intelegensi normal atau di atas normal namun mereka mempunyai
kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk
memanggilnya dengan istilah temanku di sekolah atau temanku yang laki-laki itu. Mereka mungkin dapat
menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial
Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari
dalam seminggu atau susunan huruf dan angka. Mereka sering lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan
sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat
latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda
kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka
mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang
jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali. Kadang kala mereka pun
bingung dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk
membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek
Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu
menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah
lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya ya, maka kemungkinan
besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat
seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks
Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang
bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia
mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama.
Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan DiterangkanMenerangkan (contoh: tas merah), namun dalam
bahasa Inggris dikenal susunan DiterangkanMenerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa Inggris dikenal
susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag)
Apa Penyebab Disleksia
Tidak ada peyebab tunggal yang dikeahui untuk gangguan membaca; karena banyak disertai juga dengan gangguan
belajar dan kesulitan berbahasa. Gangguan membaca kemungkinan adalah multifaktor.

Pada tahun 1878 dr. Kussmaul dari Jerman melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal
tapi tidak dapat membaca, beliau menamakan keadaan ini sebagai buta membaca (reading blindness).

Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari system saraf manusia
yaitu di bagian belakang otak.

Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak laki
berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan
apapun dibandingkan teman temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya
sendiri sebagai Precy. (Dewi, 2010).

Pada tahun 1930-an sebuah penelitian menjelaskan gangguan membaca dengan model fungsi hemisferik sereberal,
yang menyatakan korelasi positif gangguan membaca dengan tangan kiri, mata kiri atau lateralisasi campuran.
(Kaplan, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Greb, 1997: 698).

Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal,
yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan functional
Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata
menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal
pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu diterjemahkan menjadi suatu makna. (Dewi, 2010).

Bukti diatas juga sejalan dengan beberapa penelitian dengan menggunakan pemeriksaan tomografi komputer (CT;
computed tomography); pencitraan resonansi magnetik, telah menunjukan bahwa ada simetrisitas abnormal pada
lobus temporalis dan parietalis orang dengan gangguan membaca. Merujuk kajian yang dilakukan oleh Dr. Galaburda
(Abdullah, 2008) , susunan sel-sel otak seorang disleksia ternyata berebda dibandingkan dengan otak orang biasa.
Apabila dilahirkan, individu mewarisi gen daripada ibu bapanya. Oleh itu, masalah disleksia juga bisa dikatakan
sebagai masalah keturunan. 88 % dari mereka yang mempunyai symptom disleksia mewarisi masalah itu dari keluarga
atau bisa dikatakan keturunan. 12 % lagi mendapat masalah ini daripada masalah saat dalam kandungan atau pun
setelah dilahirkan.

Keterangan lain mengatakan bahwa gangguan membaca mungkin merupakan salah satu manifestasi dari
keterambatan perkembangan atau keterlambatan maturasional. Peranan temperamental dilaporkan memiliki hubungan
erat dengan gangguan membaca. Dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami gangguan membaca, anak
penyandang diskleksia sering kali memiliki kesulitan dalam memusatkan perhatian dan memiliki rentang perhatian yang
pendek. Beberapa penelitian menunjukan suatu hubungan antara malnutrisi dan fungsi kognitif. Anak yang kekurangan
gizi untuk jangka waktu yang panjang selama masa kanak-kanak menunjukan kinerja di bawah rata-rata dalam
berbagai tes kognitif. Kinerja kognitif anak penyandang disleksia lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal
yang tidak mengalami malnutrisi. Dari beberapa fakta diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab disleksia
diataranya adalah :

Neurologis
Gangguan ini bukanlah suatu ketidakmampuan fisik, semisal kesulitan visual. Namun murni karena kelainan
neurologis, yakni bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca oleh anak secara tidak
tepat, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Selain itu,
ada perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular, yang berhubungan dengan kemampuan
melihat benda bergerak (moving images) yang menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Kondisi ini
menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena otak harus membaca dan memahami secara cepat huruf-
huruf dan sejumlah kata yang berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata ketika mata men-scanning kata
dan kalimat.
Keturunan
Menurut penelitian, 80% penderita disleksia mempunyai anggota keluarga dengan kesulitan belajar (learning
disabilities) dan 60% di antaranya kidal (left-handedness).
Gangguan Pendengaran Sejak Dini
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
Kombinasi
Kombinasi dari berbagai faktor di atas menjadikan kondisi anak dengan gangguan disleksia kian serius atau parah,
hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinue.
Ciri-ciri Anak Penyandang Disleksia
Ciri diagnostik utama gangguan membaca adalah pencapaian membaca yang jelas di bawah kapasitas intelektual
seseorang. Karakteristik lain adalah kesulitan dalam mengingat, evokasi, dan mengikuti huruf dan kata yang dicetak,
dalam proses konstruksi tata bahasa yang sulit; dan dengan membuat kesimpulan. ((Kaplan, Benjamin J. Sadock dan
Jack A. Greb, 1997: 699). Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Hermawan Consulting, peristiwa pada anak yang dapat
memperkuat dugaan disleksia ini adalah:

1. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.


2. Lambat mengenali alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
3. Sulit menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembangannya.
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.
7. Mengalami hambatan pendengaran.
8. Rancu dalam memahami konsep kirikanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.
9. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras.
10.Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.
11.Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.
12.Sulit mengikat tali sepatu.
13.Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.
14.Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi
tertulis.
15.Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.
16.Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.
Lebih jauh lagi Rini mengatakan bahwa Gangguan disleksia biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia
sekolah untuk beberapa waktu. Sebelumnya, di TK, kemampuan membaca anak tidak menjadi tuntutan, itulah
mengapa gejalanya sulit diketahui sejak usia dini. Inilah ciri-cirinya:

1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.


2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata \saya\ urutan hurufnya adalah s a y a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.
Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik
membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d
b, u n, m n. Ia juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti
apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya hal menjadi lah atau Kucing duduk di
atas kursi menjadi Kursi duduk di atas kucing.
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10.Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11.Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12.Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13.Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14.Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak
stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15.Menempatkan paragraf secara keliru.
http://tes-psikologi.com/disleksia/

Jumat, 09 April 2010


GANGGUAN BELAJAR : DISLEKSIA
DISLEKSIA : ISU-ISU & IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN DAN KONSELING
Pengertian Disleksia
Kata disleksia diambil dari bahasa Yunani, dys yang berarti sulit dalam dan lex (berasal dari legein, yang artinya
berbicara). Jadi disleksia merupakan sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan
pada anak tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik,
seperti karena ada masalah dengan penglihatan, tapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi
yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk
beberapa waktu (Ira Meida, 2007). Sumber: www.halalguide.info/content/view/720/70/
Menulis pada Anak Disleksia
Ketika belajar menulis, anak-anak disleksia melakukan hal-hal berikut.
1. menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata;
2. tidak menuliskan sejumlah huruf-huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis;
3. menambahkan huruf-huruf pada kata yang ingin ia tulis;
4. mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf tersebut tidak sama;
5. menuliskan sederetan huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin ia tuliskan;
6. mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang ia baca.

Hasil-Hasil Riset
1. Rutter dan rekan telah menganalisis lebih dari 10.000 anak-anak di Selandia Baru yang diikutkan dalam uji membaca
standar. Usia anak-anak itu berkisar antara 7-15 tahun. Disleksia ditemukan pada 18 hingga 22 persen murid lelaki.
Sedangkan pada murid perempuan hanya sekitar 8-13 persen saja (Magdalena, 2003). Sumber:
http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2004/0716/kes1.html
2. Disleksia ditandai dengan adanya dengan kesulitan membaca pada anak maupun orang dewasa yang seharusnya
menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih & akurat. Angka penderita disleksia pada anak usia
sekolah sekitar 5 sampai 17 di dunia. Kurang lebih 80 persen gangguan belajar mengalami disleksia (Rini Sekartini, 2007).
Sumber: http://www.halalguide.info/content/view/720/70/
3. Pada pemeriksaan terhadap anak-anak Jerman dengan kesulitan membaca dan menulis serius, tim ilmuwan menemukan
gen tertentu, yang diperkirakan berkontribusi terhadap masalah yang dihadapi anak-anak tersebut. Bagairnana gen tersebut
berkontribusi? Hasilnya, belum jelas.
Diperkirakan gen tersebut mempengaruhi migrasi sel saraf di otak. Hasil temuan itu akan dipublikasikan dalam American
Journal of Human Genetics edisi Januari 2006. Gen tersebut diindikasikan ilmuwan dari Amerika Serikat dan Inggris terletak
di daerah koromosom 6. Tetapi kelompok peneliti Jerman dan Swedia telah mengidentiflkasikan suatu gen tunggal di daerah
tersebut, yang ditemukan di antara anak-anak Jerman, yang merupakan faktor penting penyebab disleksia. Gen tunggal
tersebut, menurut tim, dikenal sebagai gen DCDC2. Perubahan dalam gen DCDC2 sering kali diternukan di antara penderita
disleksia. Perubahan gen kebanyakan ditemukan pada anak-anak yang memiliki masalah membaca dan menulis. Gen
tersebut nampak memicu hubungan kuat dengan proses informasi berbicara saat menulis (Irfan Arief, 2007). Sumber:
Sumber: http://www.pjnhk.go.id/content/view/370/32/
4. Ferrei & Winwright (1984; Le Fanu, 2006) berpendapat bahwa permasalahan gangguan dalam belajar disebabkan oleh
adanya ketidakcocokkan antara sphenoid dan tulang rawan pada otak. Ketidakcocokkan ini diduga berpengaruh terhadap
cara kerja syaraf-syaraf yang mempengaruhi kerja otot-otot mata. Tetapi ternyata mereka tidak berhasil menemukan
perbedaan apapun.
5. Pada tahun 1980 Irlen (Le Fanu, 2006) menemukan bahwa orang-orang disleksia mengalami gangguan serius pada indera
penglihatan yang menyebabkan matanya mengalami kesulitan ketika harus menyesuaikan cahaya dari sumber-sumber
tertentu, dengan tingkat kekontrasan tertentu. Kemampuan untuk menyesuaikan variasi-variasi cahaya disebut sebagai
scotopic adaptation. Tetapi, hipotesisi Irlen ini tidak mempunyai memiliki basis riset yang kuat dan terpercaya.
6. Alfred Tomatis & Guy Berard (Le Fanu, 2006) mencoba mengungkap riset melalui auditory processing problems atau
membedakan antara bagian-bagian kalimat yang terucap dengan suara-suara lain yang menjadi latar belakang dari dialog
ketika kalimat-kalimat tersebut diucapkan. Hasilnya, tidak ada teori yang mendukung maupun yang menolaknya.
7. Jean Ayres (1972; Le Fanu, 2006) menegaskan bahwa disleksia disebabkan oleh adanya gangguan pada system
vestibular. Vestibular merupakan bagian dalam telinga menjadi alat detektor posisi kepala terhadap gravitasi bumi dan
menstransmisikan informasi ini ke dalam otak. Kemudian vestibular ini dikaitkan dengan indera penglihatan dan menyatakan
bahwa gangguan dalam membaca disebabkan oleh lemahnya integrasi sensorik.
8. Palatajko (1985; Le Fanu, 2006) membuktikan bahwa gangguan dalam membaca dan gangguan vestibular merupakan
dua keadaan yang terpisah dan tidak memiliki keterkaitan satu sama lain.
9. Sedangkan Levinson (Le Fanu, 2006) menegaskan adanya korelasi antara fungsi vestibular, cerebellum dan disleksia.
Kemudian peneliti lain mengkritik tajam karena penelitian yang ia lakukan tidaklah memadai dan terlalu bias.
10. Glenn Doman (1960; Le Fanu 2006) berpendapat bahwa gangguan-gangguan dalam belajar terjadi karena seorang anak
dalam perkembangan fungsi gerak pada organ tubuhnya tidak berada dalam urutan yang normal. Gangguan yang berkaitan
dengan hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan otak dan sistem saraf dan selanjutnya menyebabkan gangguan
dalam membaca. Tidak ada riset lain yang menunjang teori ini bahkan mendapat kritikan tajam dalam jurnal-jurnal
kesehatan.
11. Tidak satu pun teori-teori alternatif yang berusaha menjelaskan penyebab disleksia ini didukung oleh bukti-bukti ilmiah,
tetapi teori-teori ini tetap beredar dengan bebas (Le Fanu, 2006:75).
Faktor Penyebab
Faktor penyebab disleksia disinyalir melalui:
1. Faktor keturunan
2. Memiliki masalah pendengaran sejak usia dini
3. Faktor kombinasi kedua faktor di atas
Ada dua faktor lingkungan lingkungan yang telah dikaji pengaruhnya terhadap gangguan belajar pada anak, yaitu timbal dan
cahaya udara. Bagaimana dengan lingkungan sekolah? Para peneliti telah mempelajari tiga faktor secara khusus, yaitu:
ruangan kelas yang terbuka, pencahayaan dan kualitas udara. Sekalipun demikian, sampai saat ini belum ada riset yang
memiliki bukti kuat yang membenarkan faktor pencahayaan atau pemasangan generator ion di dalam kelas benar-benar bisa
mempengaruhi prestasi belajar siswa (Le Fanu, 2006).
Sebuah Pengalaman Mengintervensi Penderita Disleksia
Dalam prakteknya, Le Fanu (2006: 93-95) melakukan serangkaian tahapan sebagai berikut.
1. mengumpulkan data mengenai intelegensi dan kepribadian;
2. mengelaborasi lebih jauh pertanyaan-pertanyaan seputar kemungkinan bahwa anak pernah mengalami keterlambatan-
keterlambatan perkembangan ketika masih kanak-kanak yang mana hal ini akan berpengaruh terhadap prestasi sekolah sang
anak;
3. menguji kemampuan membaca anak untuk mengetahui pada tingkat berapa sebenarnya ia berada;
4. memberikan tes matematika tertulis. Jika permasalahannya pada membaca soal, tidak terhadap materi dan isi soal
matematika itu, berarti ia mengalami gangguan dalam membaca;
5. melihat catatan dan laporan dari pihak sekolah. Ketika setiap mata pelajaran yang melibatkan kemampuan membaca
secara individu, bukan lagi membaca dalam sebuah kelompok atau lainnya, penderita disleksia mulai mengalami kesulitan
menyelesaikan pekerjaannya;
6. menemukan kemungkinan riwayat keluarga si anak. Bisa jadi ada kaitannya dengan faktor keturunan;
7. mengetahui lebih jauh mengenai kapasitas anak dalam memberikan perhatian kepada aktivitas-aktivitas yang ia senangi,
seperti hobi seni, kerajinan tangan, dan game.
Pemberian Bantuan
Cara yang paling sederhana dan efektif untuk membantu anak-anak yang mengalami gangguan disleksia adalah dengan
memberikan pelajaran membaca dengan menggunakan metode phonic. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Gittelman & Feingold (1983; Le Fanu, 2006). Gittelman & Feingold memberikan kesimpulan sebagai berikut.
1. Intervensi terhadap pelajaran membaca dalam bentuk phonic benar-benar terbukti membantu anak-anak yang memiliki
masalah dengan membaca.
2. Empat bulan bukanlah waktu yang terlalu panjang untuk menangani permasalahan membaca yang mereka kerjakan
secara tuntas.
3. Kemajuan terjadi pada akhir perlakuan.
4. Tes-tes yang dimaksudkan untuk mengetahui jenis-jenis tertentu dari permasalahan membaca tidaklah diperlukan.
Cara yang Dilakukan oleh Orang Tua
Orang tua dapat melakukan program phonic di rumah dengan cara-cara sebagai berikut.
1. cobalah membuat jadwal harian untuk membiasakannya membaca.
2. istirahatlah barang sejenak apabila anak Anda terlihat kelelahan, lapar atau mulai jenuh.
3. jangan memberikan pelajaran terlalu lama dan banyak ketika baru pertama kali melakukannya.
4. buatlah target-target yang ingin dicapai.
5. beri reward & punishment pada anak setiap melakukan kemajuan dan kesalahan.
6. buat kesan pada kata-kata yang ada dalam cerita ketika dibacakan, anak tidak berarti harus mengulang kata.
7. mulailah dengan membaca beberapa halaman atau paragraf pertama dari sebuah cerita dengan suara keras agar anak
Anda terpancing untuk menyimak.
8. buatlah aktivitas-aktivitas yang variatif dengan memberikan beberapa sesi untuk mengerjakan permainan-permainan huruf
di samping aktivitas membaca.
9. jadikan sesi ini sebagai pengganti sesi membaca denga suara keras di hadapan anak Anda.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, pendekatan yang paling baik adalah dengan menggunakan guru kelas regular untuk anak-
anak tersebut. Namun, apabila masih kesulitan, guru tersebut bisa dibantu oleh seorang spesialis, yang akan memberikan
pelajaran membaca berikut penjelasan phonic.
Intervensi Ahli (Konselor & Psikolog)
Konselor atau psikolog bisa memberikan terapi apabuila anak penderita disleksia mengalami hal-hal berikut ini.
1. Stress karena takut belajar membaca.
2. permasalahan membaca pada anak tersebut memancing terjadinya konflik dalam sebuah keluarga, atau apabila sang anak
merasa terisolir dari lingkungan pergaulannya dikarenakan permasalahan membaca yang mereka alami

DISLEKSIA
Faktor-faktor yang mempengaruhi:

Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80% dari seluruh subjek yang diteliti oleh
lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di
antaranya punya anggota keluarga yang kidal. Tim peneliti Jerman dan Swedia menernukan gen DCDC2 di daerah
koromosom 6. Diduga, faktor penting penyebab disleksia, karena mempengaruhi migrasi sel saraf pada otak Selama
beberapa tahun, psikolog anak dan remaja di Universitas Marburg dan Wurzburg mencari keluarga dengan keluarga
(setidaknya satu orang anak) yang mengalami disleksia. "Kemudian kami menganalisa sampel darah yang diambil dari
keluarga-keluarga tersebut untuk mengidentifikasikan gen kandidat, dan kami menemukannya," kata Dr. Gerd Schulte Korne,
yang mengepalai penelitian ini.
Gen tersebut diindikasikan ilmuwan dari Amerika Serikat dan Inggris terletak di daerah koromosom 6. Tetapi kelompok
peneliti Jerman dan Swedia telah mengidentiflkasikan suatu gen tunggal di daerah tersebut, yang ditemukan di antara anak-
anak Jerman, yang merupakan faktor penting penyebab disleksia. Gen tunggal tersebut, menurut tim, dikenal sebagai gen
DCDC2. "Nampaknya gen ini mempengaruhi migrasi sel saraf pada otak yang sedang berkembang," ujar Profesor Dr. Markus
Nothen dari the Life and Brain Centre, Universitas Bonn, Prof, NSthen dan tim bertanggung jawab atas penelitian molekuler
dalam proyek ini. Perubahan dalam gen DCDC2 sering kali ditemukan di antara penderita disleksia. Perubahan gen
kebanyakan ditemukan pada anak-anak yang memiliki masalah membaca dan menulis. Gen tersebut nampak memicu
hubungan kuat dengan proses informasi berbicara saat menulis.
Problem pendengaran sejak usia dini, Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang
sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat
menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan
dari dokter ahli amatlah diperlukan.Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi
tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat
menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.
Faktor kombinasi
Faktor kombinasi ini mnyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu
penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Macam-macam disleksia
Menurut Yulia Ekawati Tasbita, S.Psi:
a.Disleksia Murni,
yang meliputi:
1) Disleksia visual, Disebabkan oleh gangguan memori visual (penglihatan yang berat). Anak dengan gangguan ini ditandai
dengan sama sekali tidak dapat membaca huruf atau hanya dapat membaca huruf demi huruf saja. Membaca atau menulis
huruf yang mirip bentuknya sering terbalik, mis : b dengan p, p dengan q.
2) Disleksia auditorik, Disebabkan gangguan pada lintasan visual (pengelihatan) - auditorik (pendengaran), dalam hal ini
bentuk-bentuk tulisan secara visual tidak mampu membangkitkan imajinasi bunyi atau pengucapan kata-kata apapun atau
sebaliknya dimana bunyi kata tidak mampu membangkitkan bayangan huruf/kata tertulis.
b.Disleksia Tidak Murni
Sebagai akibat dari gangguan aspek bahasa (difasia). Disleksia tipe tersebut dinamakan disleksia verbal, yang ditandai
dengan terganggunya kemampuan membaca secara cepat dan benar, serta kurangnya pemahaman arti yang telah
dibacanya, sehingga tampak disamping kurang lancar dalam membaca, banyak tanda baca yang diabaikan begitu saja, hal
ini juga sebagai isyarat bahwa sebenarnya dia kurang memahami apa yang tengah dibacanya.
Menurut dr.Endang.w.Ghozali:
a. Disleksia Primer, ada kesukaran membaca terutama dalam mngintegrasikan simbol-simbol huruf atau kata-kata,
disebabkan kelainan biologis, 10 persen dari anak berintelegensi normal menderita disleksia primer, perbandingan anak laki-
laki dan perempuan adalah 5:1?
b. Disleksia Sekunder, kemampuan membaca terganggu karena dipengaruhi oleh kecemasan, depresi, menolak membaca,
kurang motivasi belajar, gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian. Dasar teknik membaca masih baik, tetapi
kemampuan membaca tersebut digunakan secara kurang efektif karena dipengaruhi faktor emosi.
Analisis kasus
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa anak tersebut diduga menderita kesukaran belajar dalam bahasa tertulis
(menulis dan membaca) yang disebut disleksia. Disleksia yaitu kesukaran belajar atau suatu sindrom kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan
waktu,arah,dan masa. Hal tersebut dapat dilihat ketika anak tersebut disuruh membaca huruf dan angka sang anak
mengalami kesulitan.Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa
perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap
ciri-ciri seorang anak disleksia. "Misalnya, ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka
pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya justru baik sekali. Lalu, ada yang punya kemampuan matematis yang baik,
tapi ada pula yang parah. Untuk itulah bantuan ahli (psikolog) sangat diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat,"
anjur Rini. Sebagai gambaran, para ahli akan membantu mereka dengan menggunakan berbagai metode berikut:

* Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu
diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam
prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau
dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara
pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
* Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya,
termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa
membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek
atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk
mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk
mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam
buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat
membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Jadi, berkat usaha dan ketekunan mereka, para penyandang disleksia
ini dapat juga menguasai kemampuan membaca dan menulis.
Orang tua dan guru serta pendamping lainnya mungkin melihat dan menemukan adanya kelebihan dari anak-anak seperti
ini. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada
orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai
kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus
pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.
Anak-anak tersebut perlu diajak mencari dan mencatat semua kelebihan dan kekurangannya, untuk kemudian dibahas
bersama satu demi satu. Misalnya, anak melihat bahwa dirinya bukan orang yang mampu menulis dan mengarang dengan
baik, tapi di lain pihak ia adalah seorang pemain basket yang handal dan sekaligus perenang yang tangguh. Bisa juga, dia
melihat dirinya tidak bisa mengeja dengan benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang suka
padanya.
Intinya, bantulah mereka menemukan keunggulan diri, agar bisa merasa bangga dan tidak pesimis terhadap hambatan yang
saat ini sedang diatasi. Kalau perlu, jelaskan pada mereka figur-figur orang terkenal yang mampu mengatasi problem
disleksianya dan melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat.
KESIMPULAN
Anak berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar,
disfungsi sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan yang nyata
dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau
keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi, tetapi dapat
muncul secara bersamaan. Disleksia yaitu kesukaran belajar atau suatu sindrom kesulitan dalam mempelajari komponen-
komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu,arah,dan masa. Hal tersebut
dapat dilihat ketika anak tersebut disuruh membaca huruf dan angka sang anak mengalami kesulitan.

DISLEKSIA PADA ANAK

Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang
seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat.
Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka
kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang
paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar
mengalami disleksia.
Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu
berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan
angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

Deteksi dini disleksia pada anak

Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak
sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat
kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan
proses fonologik.
Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya
bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam
menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya
riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk
menderita disleksia.
Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering
orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca.
Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan
tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal
pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat
kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.
Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca
tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara
tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami
gangguan kepercayaan diri.

Penilaian membaca

Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan
untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini
mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di

Disleksia Pada Anak


Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.
Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat
menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading
Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai
kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).
Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak
membaca yang sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia.
Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia
biasanya normal.
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis
kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan
genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik
harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang
berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca

SULIT MEMBACA BISA JADI DISLEKSIA


Ketidakmampuan membaca pada anak sering digeneralisir sebagai kelemahan intelegensi. Padahal, bisa jadi ia mengalami
disleksia.
Disleksia atau gangguan berupa kesulitan membaca, menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Hermawan Consulting, pada
dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang
semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
John Bradford (pendiri Direct Learning, sebuah lembaga pengembangan program untuk Learning Disabilities di Amerika),
disleksia lebih banyak diderita pria daripada wanita.
Rini melanjutkan, "Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada
bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut."
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor
penyebab, yaitu;
* Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis
menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika
menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar
belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.
* Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat
mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini
hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan
kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka
panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah
diperlukan.
* Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor
keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah,
hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari
mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama
otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini
berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil.
Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan
sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
CARA MENGATASI
Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu
nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak
disleksia. "Misalnya, ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada
pula yang ingatannya justru baik sekali. Lalu, ada yang punya kemampuan matematis yang baik, tapi ada pula yang parah.
Untuk itulah bantuan ahli (psikolog) sangat diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat," anjur Rini.
Sebagai gambaran, para ahli akan membantu mereka dengan menggunakan berbagai metode berikut:
* Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu
diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam
prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau
dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara
pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
* Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya,
termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa
membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek
atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk
mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk
mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam
buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat
membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Jadi, berkat usaha dan ketekunan mereka, para penyandang disleksia
ini dapat juga menguasai kemampuan membaca dan menulis.
Orang tua dan guru serta pendamping lainnya mungkin melihat dan menemukan adanya kelebihan dari anak-anak seperti
ini. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada
orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai
kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus
pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.
Anak-anak tersebut perlu diajak mencari dan mencatat semua kelebihan dan kekurangannya, untuk kemudian dibahas
bersama satu demi satu. Misalnya, anak melihat bahwa dirinya bukan orang yang mampu menulis dan mengarang dengan
baik, tapi di lain pihak ia adalah seorang pemain basket yang handal dan sekaligus perenang yang tangguh. Bisa juga, dia
melihat dirinya tidak bisa mengeja dengan benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang suka
padanya.
Intinya, bantulah mereka menemukan keunggulan diri, agar bisa merasa bangga dan tidak pesimis terhadap hambatan yang
saat ini sedang diatasi. Kalau perlu, jelaskan pada mereka figur-figur orang terkenal yang mampu mengatasi problem
disleksianya dan melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat.

Aneka Keterlambatan Yang Mengarah Ke Disleksia


Menurut Rini, peristiwa pada anak yang dapat memperkuat dugaan disleksia ini adalah:
1. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
2. Lambat mengenali alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
3. Sulit menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembangannya.
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.
7. Mengalami hambatan pendengaran.
8. Rancu dalam memahami konsep kirikanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.

9. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras


9. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.
10. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.
11. Sulit mengikat tali sepatu.
12. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.
13. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi
tertulis.
14. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.
15. Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.

Ciri-Ciri Anak Disleksia


"Gangguan disleksia biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu," ujar Rini.
Sebelumnya, di TK, kemampuan membaca anak tidak menjadi tuntutan, itulah mengapa gejalanya sulit diketahui sejak usia
dini. Inilah ciri-cirinya:
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s a y a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun
kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan
huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia
juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa
yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas
kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing."
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil,
tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.

Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam
mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem
neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha
yang dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial)
baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Tidak seperti cacat lainnya, sebagaimanan kelumpuhan atau kebutuaan gangguan belajar (learning disorder) adalah
kekurangan yang tidak tampak secara lahiriah. Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang
berbeda dengan orang normal lainnya. Kesulitan belajar adalah keterbelakangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk menafsirkan apa yang mereka lihat dan dengar. Kesulitan belaja juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam
beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.
Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, dan menghambat proses belajar
membaca, menulis, atau berhitung yang seharusnya mereka lakukan.
Kesulitan belajar dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Bebarapa kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini
memengaruhi banyak bagian dalam kehidupan individu, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan
keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain. Beberapa penderita menyatakan bahwa
kesulitan ini berpengaruh pada kebahagiaan mereka. Sementara itu, penderita lainnya menyatakan bahwa gangguan ini
mengahambat proses belajar mereka, sehingga tentu saja pada gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain dari
kehidupan mereka.
Dari sejumlah pendapat di atas, kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan terjabarkan dalam istilah-istilah,
seperti:
a) Learning Disorder (ketergantungan belajar), adalah keadaan di mana proses belajar siswa terganggu, karena timbulnya
respons yang bertentangan. Pada dasarnya siswa, yang mengalami gangguan belajar seperti ini, prestasi belajarnya tidak
terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terlambat, oleh adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian,
hasil belajar yang dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
b) Learning Disabelities (ketidakmampuan belajar), adalah ketidakmampuan seorang siswa, yang mengacu kepada gejala di
mana siswa tidak mampu belajar (menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
c) Learning Disfunction (ketidak_fungsian belajar), adalah gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik,
meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat dria atau gangguan-gangguan
psikologis yang lainnya.
d) Under Achiever (pencapaian randah), yang mengacu kepada anak-anak atau siswa yang memiliki tingkat potensi
intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Terbukti, pada hasil belajar (sekolah) yang buruk.
e) Slow Learner (lambat belajar), adalah siswa yang lambat dalam proses balajarnya, sehingga membutuhkan waktu lebih
lama, dibandingkan dengan anak-anak yang lain memilih taraf potensial intelektual yang sama.
Strata Jenis Kesulitan Belajar
Mengenali kesulitan belajar jelas berbeda dengan mendiagnosis penyakit cacar air atau campak. Cacat air dan campak
tergolong penyakit dengan gejala yang dapat dikenali dengan mudah. Berbeda dengan kesulitan belajar (learning disorder)
yang sangat rumit dan meliputi begitu banyak kemungkinan penyebab, gejala-gejala, perawatan, serta penanganan.
Kesulitan belajar yang memiliki beragam gejala ini, sangatlah sulit untuk didiagnosis dan dicari penyebab secara pasti.
Hingga saat ini belum ditemukan obat atau perawatan yang sanggup menyembuhkan mereka sepenuhnya.
Faktor hereditas (genetik) dan lingkungan (environmental) siswa, sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajarnya.
Artinya, potensi intelligensi, bakat, minat, motivasi, kurikulum, kualitas dan model pembelajaran guru, turut memberikan
andil bagi keberhasilan anak didiknya di sekolah.

Macam-macam Kesulitan Belajar Siswa


Tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut learning disorder. Sebagian anak atau siswa mungkin hanya
mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang memperlihatkan ketidak wajaran dalam
perkembangan alaminya, sehingga tampak seperti penderita berkesulitan belajar, namun ternyata hanyalah keterlambatan
dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya, para ahli telah menentukan kriteria-kriteria pasti dimana seseorang dapat
dinyatakan sebagai penderita kesulitan belajar.
Kriteria yang harus dipenuhi sebelum seseorang dinyatakan menderita kesulitan belajar, tertuang dalam sebuah buku
petunjuk yang berjudul DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder). Diagnosis yang didasarkan pada DSM
umumnya dilakukan ketika individu mengajukan perlindungan asuransi kesehatan dan layanan perawatan. Wood (2005),
menyebutkan kesulitan belajar dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, diantaranya:
a. Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
b. Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
c. Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar yang
belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
Masing-masing kategori itu mencakup pula kesulitan-kesulitan lainnya yang lebih spesifik, dan pada makalah ini akan
dipaparkan tentang kesulitan belajar membaca (disleksia).
Pengertian disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein, yang artinya
berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan
antara suara dan kata secara tertulis.
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari
komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer (1979:
200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi
otak.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau
siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal
kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan
memahami; tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan; serta pola
membaca yang tidak wajar pada anak.
Karakteristik disleksia
Ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata,
kekeliruan pemahaman, dan gejala-gejala serba aneka, (Mercer, 1983) .
Dalam kebiasaan membaca anak yang mengalami kesulitan belajr membaca sering tampak hal-hal yang tidak wajar, sering
menampakkan ketegangannya seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka
juga merasakan perasaan yang tidak aman dalam dirinya yang ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis,
atau melawan guru. Pada saat mereka membaca sering kali kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada
barisyang terlompat tidak terbaca.
Dalam kekeliruan mengenal kata ini memcakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, perubahan
tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak ketika membaca.
Kekeliruan memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan,
tidak mampu mengurutkan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami tema bacaan yang telah dibaca. Gejala serb
aneka tampak seperti membaca kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan, dan membaca dengan penekanan
yang tidak tepat.
Gejala
Gejala disleksia, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia,
usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses informasi tersebut. Disleksia
merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi
ketika anak memasuki bangku sekolah dasar.
Ciri-ciri disleksia:
Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.
Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.
Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab disleksia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak terdeteksi
sehingga mengganggu kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Namun, disleksia bukanlah kelainan yang
tidak dapat disembuhkan. Hal paling penting adalah anak disleksia harus memiliki metode belajar yang sesuai. Karena pada
dasarnya setiap orang memiliki metode yang berbeda-beda, begitupun anak disleksia.
Apa yang dapat dilakukan
Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
Anak duduk di barisan paling depan di kelas
Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15,
pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai
waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai
dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung
memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis
huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah
penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk
bulat:g, c, o, d, a, s, q, bentuk zig zag:k, v, x, z, bentuk linear:j, t, l, u, bentuk hampir serupa:r, n, m, h.
Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia,
kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal.
Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda
dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis
mereka menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi
individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah
parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat
membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia.
Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

Masalah Pembelajaran, Disleksia

Apa itu Disleksia?

Disleksia adalah sejenis masalah pembelajaran khusus yang kerap berlaku.


Kanak-kanak Disleksia mempunyai masalah menguasai tugasan sekolah walaupun
mereka telah berusaha bersungguh-sungguh
o Mempunyai keupayaan intelek yang normal
o Telah mendapat ransangan dan pembelajaran yang mencukupi
Masalah asasnya adalah perbezaan cara otak berfungsi dalam menghubungkan simbol
visual dengan bunyi
Mereka mungkin mengalami kesukaran
o Membaca
o Menulis
o Memahami
o Mengeja
o Mengira
Dianggarkan 4 8 % pelajar sekolah yang bermasalah disleksia
Kanak-kanak lelaki lebih ramai bermasalah Disleksia berbanding perempuan.

Apakah ciri-ciri Disleksia?


1. Diperingkat pra sekolah mereka mungkin :
o Lambat bertutur
o Mengalami kesukaran sebutan atau rima
o Sukar menulis nama sendiri
o Payah mengenal bentuk atau warna
o Sukar memberitahu cerita yang telah didengarinya
2. Di alam persekolahan, kanak-kanak Disleksia mungkin :
o Gagal menguasai tugasan sekolah seperti membaca, menulis, mengeja atau
mengira
o Tidak suka membaca dan mengelak dari membaca di kelas
o Kesilapan semasa membaca huruf, perkataan atau nombor (Bacaan terbalik) :
15 dengan 51
was menjadi saw
b dengan d
o Kurang koordinasi seperti sukar mengikat tali kasut
o Keliru dengan konsep masa seperti semalam, hari ini , esok
o Kesukaran memahami, mengingati dan mengikuti arahan
o Selalu tersalah letak atau hilang barang atau kerja sekolah
________________________________________
Adakah individu Disleksia mempunyai keistimewaan?
Antara orang ternama yang juga mengalami Disleksia termasuklah ahli politik (Lee
Kuan Yew), pelakon (Whoopi Goldberg), artis (Leonardo da Vinci) dan saintis
(Albert Einstein)
Ramai yang berdaya imaginasi tinggi, amat kreatif dan mampu berfikir dari pelbagai
sudut / dimensi
Bijak dengan kemahiran tangan atau sukan.

Masalah yang mungkin dialaminya


Salah sangka dan digelar sebagai malas, bodoh atau lembab
Pembentukan imej diri yang sihat terjejas dan mengalami rasa rendah diri
Jika tidak dikenalpasti dan dibantu diperingkat awal boleh menyebabkan
o Gangguan emosi (seperti kemurungan)
o Masalah tingkahlaku (seperti melawan, kecelaruan tingkahlaku)
o Rendah pencapaian akademik (menyebabkan keciciran sekolah)

Membantu anak-anak bermasalah Disleksia


Langkah-langkah untuk membantu mereka termasuklah :
1. Bantu kanak-kanak dan keluarga mengendali permasalahan ini dan bina keyakinan
diri anak
2. Rawat penyakit lain yang mungkin berkait seperti Gejala Hiperaktif dan Kurang Daya
Tumpuan
3. Pertingkatkan potensi pembelajaran anak melalui :
o Terapi pertuturan
o Latihan pendengaran dengan bantuan komputer
o Pendekatan pelbagai deria (Menggunakan deria lain untuk membantu
pembelajaran)
1. Deria sentuhan (menggunakan lakaran atas kertas pasir)
2. Deria pendengaran (menggunakan ritma atau bunyi perkataan/ huruf)
3. Merasa pergerakan bibir
4. Menulis huruf atau perkataan
4. Langkah-langkah pemulihan :
o Bantu anak menguasai maklumat secara beransur ansur
o Pengulangan semasa mengajar (konsep ajar berlebihan)

KESULITAN BELAJAR, DISLEKSIA

Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan
oleh faktor- faktor non- inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Disetiap
sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak didik yang berkesulitan belajar. Setiap kali kesulitan belajar
anak didik yang satu dapat diatasi, tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kesulitan belajar anak didik yang lain. Warkitri
dkk mengemukakan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada siswa yang ditandai adanya hasil belajar rendah
dibanding dengan prestasi yang dicapai sebelumnya. Jadi, kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dalam proses belajar
yang ditandai oleh adanya hambatan- hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. M. Alisuf Sabri mengemukakan
bahwa kesulitan belajar adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran disekolah, kesulitan belajar yang
dihadapi oleh siswa ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh seorang Guru.
Berhubungan dengan pelajaran matematika, siswa yang mengalami kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh hal- hal
sebagai berikut:
1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar. Siswa belum sampai keproses abstraksi dan masih dalam dunia
konkret. Dia belum sampai kepemahaman yang hanya tahu contoh- contoh, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya.
2. Siswa tidak mengerti arti lambang- lambing Siswa hanya menuliskan/ mengucapkan tanpa dapat menggunakannya.
Akibatnya, semua kalimat matematika menjadi tidak berarti baginya.
3. Siswa tidak dapat memahami asal- usul suatu prinsip. Siswa tahu apa rumusnya dan menggunakannya, tetapi tidak
mengetahui dimana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.
4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur. Ketidaksamaan menggunakan operasi dan prosedur terdahulu
berpengaruh kepada pemahaman prosedur lainnya.
5. Ketidaklengkapan pengetahuan Ketidaklengkapan pengetahuan akan menghambat kemampuan siswauntuk memecahkan
masalah matematika, sementara itu pelajaran terus berlanjut secara berjenjang.

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesultan belajar siswa,


guru sangat dianjur untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya
mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan
kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya
seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan jenis penyakit yakni
jenis kesulitan belajar siswa.

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas


langkah-langkah tertentu yang diorentasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
Prosedur seperti ini dikenal sebagai diagnostik kesulitan belajar.

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener dan
Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa, khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3. Mewawancarai orang tua/ wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5. Memberikan tes kemampuan inteligensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,diagnosis pun dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1. Keputusan mengenai jenis- jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi penyebab kesulitan belajar.
3. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.

DISLEKSIA DAN SI BUAH HATI


Buah hati tak kunjung mampu mengucapkan sepatah kata, meski sudah berusia 2 tahun? Hati-hati, bisa jadi itu tanda awal
Si Kecil mengidap disleksia alias gangguan yang menyebabkan kemampuan bahasanya terganggu.
Bagi para orangtua, berhati-hatilah ketika menghadapi Si Kecil yang kesulitan belajar membaca dan menulis. Bisa jadi buah
hati Anda mengidap gangguan perkembangan kemampuan linguistik (membaca dan menulis). Dan yang kerap dikaitkan
dengan gangguan ini adalah disleksia atau gangguan kemampuan membaca dan menulis, yang disebabkan adanya kelainan
saraf dalam otak.
Gangguan yang bisa menyebabkan seseorang sulit mengingat dan memahami abjad-abjad ini, konon banyak diidap anak-
anak yang memiliki masalah belajar di sekolah. "Sebetulnya, disleksia sudah lama ditemukan sebagai salah satu gangguan
belajar atau learning dissorder. Tapi, memang tak banyak orang mengenalnya sebagai disleksia," ungkap Iwan Sintera Togi
Aritonang Psi, psikolog yang juga terapis di Bimbingan Remedial Terpadu (BRT), Jakarta.
Pengertian disleksia memang kurang populer di kalangan awam, sehingga banyak orangtua tak tahu jika anaknya mengidap
disleksia. Buruknya lagi, karena ketidaktahuannya, banyak orangtua memilih menyelesaikan masalah belajar anak dengan
cara melobi pihak sekolah agar sang anak diberi toleransi. Dengan anggapan, sang anak akan mampu beradaptasi dan
mengejar ketinggalannya, seiring berjalannya waktu.
Akibatnya, masalah disleksia anak menjadi tak pernah terpecahkan. Bahkan, jika ternyata anak tak juga mampu mengejar
ketertinggalannya, justru akan berkembang menjadi masalah kepercayaan diri pada sang anak kelak. Ia akan merasa rendah
diri karena terlihat bodoh dihadapan teman-temannya. Lalu, prestasi akademiknya akan merosot, hingga menimbulkan
penolakan terhadap tuntutan bersekolah.
"Padahal, kecerdasan anak disleksia belum tentu di bawah rata-rata. Justru kebanyakan dari mereka memiliki kecerdasan
seperti orang kebanyakan. Ini hanya masalah pemrosesan bahasa dalam otaknya, bukan masalah intelegensia," ungkap pria
yang juga psikolog konseling di sekolah anak berkebutuhan khusus, International Center for Special Need in Education,
Jakarta.
BERSIFAT BAWAAN
Bagi anak-anak normal lainnya, membedakan huruf b' dengan d', mengeja dan membaca i-b-u dengan ibu', menyalin
tulisan, merangkai huruf dan seterusnya, bukanlah hal yang sulit ilakukan. Namun, bagi anak disleksia, hal-hal yang
seharusnya mudah dilakukan (berkaitan dengan membaca dan menulis), menjadi sulit bahkan mustahil dilakukan.
Hal ini terjadi karena pengolahan unsur bahasa, seperti pengenalan huruf, merangkai huruf, bunyi huruf, dan mengeja, gagal
dilakukan oleh otaknya. Akibatnya, ia lalu tak mampu mengenali tulisan menjadi bentuk pemahaman dalam memorinya.
Akhirnya, ia mengalami kesulitan membaca dan menulis.
Kegagalan pemrosesan unsur bahasa ini disebabkan adanya kerusakan di dalam syaraf yang ada di dalam otaknya. Dan
kerusakan ini bersifat bawaan, yang didapat anak sejak ia dilahirkan. Dengan kata lain, telah terjadi kerusakan di otak sejak
perkembangan otak mulai terbentuk, atau sejak ia masih berada dalam kandungan.
Beberapa tim peneliti dari Universitas Marburg, Wurzburg, Bonn (Jerman) dan institut dari Stockholm (Swedia) menemukan,
disleksia disebabkan oleh adanya gen (DCDC2) yang memengaruhi migrasi sel saraf pada otak yang sedang berkembang.
Pendekatan lain berasumsi, kerusakan atau kegagalan pembentukan komposisi otak secara sempurna ini juga bisa
dipengaruhi oleh kecukupan gizi semasa ibu mengandung.
"Sementara ini, penyebab pasti disleksia sifatnya masih wacana saja. Seperti halnya pada kasus autisme. Masih merupakan
faktor risiko," ungkap Iwan berdasarkan pengamatannya selama ini.
Dan oleh karena perkembangan fisiologis anak lelaki lebih dominan pada kemampuan otak kiri, lanjut Iwan, secara genetis
peluang kejadian disleksia akan lebih besar terjadi pada anak lelaki. Karena, disleksia adalah produk dari terjadinya
ketidaknormalan pada hemister (belahan) otak kiri, yang merupakan daerah penunjang kemampuan bahasa.
KENALI DENGAN TES
Memang, tak semua kesulitan membaca dan menulis merupakan gejala disleksia. Karena, beberapa anak yang mengalami
gangguan ini bisa juga disebabkan karena ia memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, atau memang memiliki gangguan
konsentrasi belajar.
Namun, beberapa tes yang berkaitan dengan kemampuan bahasa bisa saja dilakukan, untuk mempertegas dugaan anak
mengidap disleksia. Beberapa tes biasa dilakukan Iwan sebelum memastikan seorang anak benar-benar menderita disleksia,
antara lain tes melafalkan huruf satu per satu, dari A sampai Z. Lalu, tes menulis penggalan urutan huruf, misalnya dari G
sampai Z.
Ada pula tes mengisi bagian huruf yang kosong misalnya "a, b, c, ..., e, f, ..., h". Juga tes merangkai huruf dan mengeja.
Serta tes menulis kata yang didiktekan, menyalin tulisan dari papan tulis atau teks dari lembar lain, dan sejumlah tes lainnya,
sesuai kompetensi anak seusianya. Untuk anak yang lebih dewasa, tes dengan menggunakan tanda baca, perlu dilakukan.
Dari beberapa tes tadi, akan diketahui apakah anak bermasalah dengan visualisasi huruf, pemrosesan abjad, atau tanda baca
dalam bentuk kata atau kalimat. Sehingga, bisa diketahui apakah ia positif mengidap disleksia. Selain tes tadi, psikolog pun
perlu mewawancarai dan memberi tes psikologi, untuk memastikan apakah ia juga memiliki kekurangan dalam hal
intelegensia.
PERLU TERAPI
Akan tetapi, para orangtua jangan merasa berkecil hati jika buah hatinya ternyata mengidap disleksia. Konon, superstar
Hollywood seperti Tom Cruise, Whoopy Goldberg, dan penemu teori relativitas Albert Einstein, adalah pengidap disleksia.
Ingat, disleksia bukanlah harga mati bagi seseorang untuk memiliki masa depan yang suram.
"Disleksia mungkin akan membuat anak sulit berprestasi secara akademis karena hambatan kemampuan baca-tulis. Tapi,
dengan ingatan yang kuat mereka bisa dilatih untuk menutupi kekurangannya," ungkap Iwan.
Jadi, saran Iwan, para orangtua dengan anak disleksia, segera lakukan terapi dan konseling, yang akan memetakan
permasalahan kesulitan yang dimiliki sang anak. Kemudian, terapis akan menetapkan jadwal latihan membaca dan menulis.
"Biasanya, dijadwalkan 1-2 kali tatap muka per minggu, dengan durasi pengajaran 1 jam setiap pertemuan.
Dan sebaiknya, orangtua perlu ikut konseling agar proses belajarnya kontinyu dan bisa dilakukan pengajaran di rumah,"
ungkap Iwan.
Sebab, yang dilakukan selama terapi adalah untuk mencari solusi atas masalah sang anak. Misalnya, bagi yang sulit
membedakan huruf, akan dicarikan cerita lucu untuk bisa membedakan huruf. Atau, menuliskan huruf yang sulit dibaca
dalam huruf kapital, serta mengajak anak menambah perbendaharaan kata. Sehingga, pada beberapa anak disleksia yang
parah atau berada di level severe, terapis akan menyarankan penggunaan tape recorder sebagai pengganti catatan.
Kendati demikian, diakui Iwan, disleksia memang tak bisa disembuhkan. Namun dengan menjalani terapi rutin, kekurangan
ini bisa diminimalisasi agar ia tetap bisa membaca' dan menulis layaknya orang normal. "Jika orangtua sudah tahu anaknya
mengidap disleksia, segera bawa ke psikolog atau terapis remedial teaching. Semakin cepat anak diterapi, semakin mudah
kekurangannya diatasi," tegas Iwan.
Apalagi, jika anak sudah beranjak dewasa, tuntutan kompetensi bahasanya akan semakin kompleks. Jika dibiarkan semakin
berlarut-larut, akan membuat anak semakin sulit mengejar ketertinggalannya.
MENGENAL GEJALA DISLEKSIA
Disleksia sebetulnya bisa dikenali dari sejumlah gejala yang diperlihatkan sang anak. Sejumlah faktor yang bisa dijadikan
pedoman untuk mengenalinya, antara lain:
1. LAMBAT BICARA
Normalnya, kemampuan bahasa sudah berkembang sejak anak berusia setahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa
mengucapkan satu kata seperti mam'. Dan menginjak usia 2 tahun, anak biasanya sudah bisa merangkai kata, seperti
mama ma-em'.
Menurut Iwan, anak disleksia umunya mengalami keterlambatan bicara sejak awal perkembangan kemampuan bahasanya.
"Memang tak semua anak yang lambat bicara mengidap disleksia. Tapi, jika Anda merasa sudah memberi cukup stimulus
bagi kemampuan bicaranya, sebaiknya waspadai kemungkinan anak mengidap disleksia."
2. TAK BISA MENGHAFAL HURUF
Menjelang masuk usia sekolah, tak jarang orangtua mendaftarkan Si Kecil ke pre school. Di kelas ini biasanya anak sudah
mendapat pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah formal kelak.
Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf tertentu, misalnya menyebut t' menjadi j', atau b' menjadi
d'. Bagi mereka, huruf-huruf ini sulit dibedakan karena bentuknya yang mirip.
Atau, ketika diminta menyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan
bingung. Bagi mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukan sebagai ingatan akan visualisasi dari huruf.
3. TAK BISA MENGEJA
Jika Si Kecil sulit mengenali sejumlah huruf, saat masuk sekolah formal, ia akan kesulitan mengeja. Misalnya, ketika diajak
mengeja d-a-da, d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca da'), ia tak mampu. Atau, kesalahan membaca
terbalik, misalnya gajah' menjadi jagah'.
4. SALAH MENYALIN
Seringkali ketika diminta menyalin teks, anak disleksia membuat kesalahan berulang. Dan ketika ditanya di mana letak
kesalahannya, ia tak mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar. Misalnya, menulis badak' menjadi
babak'.
5. MALAS MEMBACA
Oleh karena tak mampu memroses tulisan dalam kata, anak disleksia kerap tak paham apa maksud dari bacaan yang ia
dibaca. Lama-lama, ia bisa malas membaca.
TIPS HADAPI ANAK SULIT MEMBACA & MENULIS
Menghadapi anak yang kesulitan membaca dan menulis, terkadang memang sulit dipahami orangtua. "Masak, membaca
begitu saja susah?", merupakan kalimat yang kerap dipendam orangtua ketika mulai jengah mengulang mengajarkan
sesuatu pada Si Kecil. Jangan menyerah! Simak tips berikut:
Bertanya Bagian Yang Sulit. Yang perlu orangtua lakukan pertama kali adalah menanyakan bagian yang sulit, apakah pada
fonem (bunyi), morfem (arti), tanda baca, huruf, atau lainnya.
Buat Istilah Unik. Jika anak kesulitan membedakan huruf atau kata, buatlah istilah unik, untuk membantu ingatan jangka
panjangnya (long term memory). Misalnya b', huruf yang perutnya buncit.
Jangan Memaksa. Sejumlah anak tak bisa mengingat bacaan secara cepat. Sebaiknya, jangan memaksanya belajar. Ikuti
saja kemampuannya, dan ciptakan terus suasana belajar yang menyenangkan agar ia mau membaca dan menulis.
Latihan Menyalin dan Mengeja. Ulangi terus latihan menyalin, baik dengan cara didikte atau menyalin dari papan tulis dan
tesk di lembar lain. Ajak pula anak mengeja agar ia semakin hafal urutan huruf yang membentuk kata.
Lakukan Tes
Jika semua upaya sudah dilakukan, jangan segan memberinya tes untuk menguji sejauh mana ia mendapatkan pelajarannya.

By : Sarrah So Pasti Sexy Abiez

http://proffreud.blogspot.co.id/2010/04/gangguan-belajar-disleksia.html

Gangguan Disleksia
Disleksia merupakan suatu gangguan pada kemampuan membaca dan menulis seseorang. Gangguan ini tidak berkaitan
dengan IQ penderita, karena biasanya penderita memiliki IQ yang normal. Disleksia lebih disebabkan karena gangguan
dalam asosiasi daya ingat (memori).

Setelah dilakukan berbagai penelitian, disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang menjadi penyebab terjadinya disleksia, yaitu
faktor biologis, kognitif, dan perilaku. Kesulitan membaca yang disebabkan oleh faktor biologis dikarenakan sebagai akibat
dari penyimpangan fungsi bagian-bagian tertentu dari otak. Diyakini bahwa area-area tertentu dari otak anak disleksia
perkembangan dan kematangan otaknya lebih lambat dibanding anak-anak normal. Faktor genetik, proses kehamilan yang
bermasalah, atau gangguan kesehatan yang cukup relavan juga di duga menjadi penyebab penderita mengalami gangguan
disleksia. Menurut faktor kognitif, masalah fonologi dijadikan sebab seseorang mengalami gangguan disleksia. Fonologi
adalah hubungan sistematik antara huruf dengan bunyi. Misalnya, penderita sulit membedakan ejaan paku dengan palu,
atau keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama, seperti lima puluh dengan lima belas. Kesulitan ini
tidak disebabkan oleh masalah pendengaran, namun berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak. Sedangkan,
dalam faktor perilaku, adanya gangguan dalam hubungan sosial, stress yang merupakan implikasi dari kesulitan belajar, serta
gangguan motorik diduga menjadi sebab terjadinya gangguan disleksia.

Penderita disleksia biasanya memiliki gejala-gejala seperti sebagai berikut:

. Membaca secara terbalik tulisan yang dibaca, seperti duku dibaca kudu.

. Menulis huruf secara terbalik.

. Mengalami kesulitan menyebutkan kembali informasi yang diberikan secara lisan.

. Kualitas tulisan yang buruk atau karakter tulisan yang tidak jelas.

. Memiliki kemampuan menggambar yang kurang baik.

Mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan.

. Sulit dalam mengikuti perintah secara lisan.

. Mengalami kesulitan mengingat cerita yang baru saja dibaca.

Sangat lambat dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf, mengingat bunyi huruf dan menggabungkan bunyi
huruf menjadi kata yang berarti.

Dari gejala-gejala diatas, ditemukan beberapa metode pengajaran membaca bagi anak yang mengalami kesulitan
belajar, yaitu metode Fernald, Gillingham, dan Analisis Glass.
Sumber:

1. Jurnal Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca dan Menulis.

(http://www.jurnal.stiesemarang.ac.id/index.php/JSS/article/download/50/43)

2. Jurnal Teori dan Metode Pengajaran pada Anak Dyslexia.

(http://repository.upy.ac.id/401/1/artikel%20anggun.pdf)

http://fransiskapingky05.blogspot.co.id/2016/09/gangguan-disleksia.html

Suatu hari, ada tiga orang teman lama sedang melewatkan waktu setelah makan siang. Yang satu adalah seorang insinyur, lalu temannya
dokter, dan yang terakhir adalah ekonom. Topik yang mereka bicarakan adalah penciptaan menurut kitab Kejadian. Si insinyur mengawali
dengan pertanyaan: "Ingatkah kalian bahwa Tuhan memisahkan lautan dari daratan? Menurut saya Tuhan itu seorang insinyur." Lalu
kawannya yang dokter menyahut: "Tidak mungkin. Tuhanlah yang mengoperasi Adam dan mengambil rusuknya, lalu menciptakan Hawa.
Jadi Dia adalah dokter." Si ekonom jadi kesal, lalu menukas: "Kalian semua tidak mengerti. Menurut kalian, dari manakah asalnya semua
kekacauan di dunia? Hanya seorang ekonom yang bisa."
Ya, ini adalah sebuah humor yang sudah kuno. Mungkin kalau ada orang keempat, dia akan menambahkan perspektif baru, yaitu bahwa
Tuhan juga seorang pelukis. Sebab Dialah yang melukis cakrawala, langit dan pegunungan dengan begitu indahnya.
Omong-omong tentang pelukis, saya ingin melanjutkan artikel yang saya tulis sebelumnya tentang dyslexia (3).

Dyslexia
Ceritanya, teman SMA saya menulis buku yang sangat bagus tentang anaknya yang mengalami kesulitan membaca, lalu buku itu diangkat
menjadi film berjudul Wonderful Life. Kali ini saya tidak akan menulis lagi tentang film tersebut, namun saya akan fokus tentang seorang
anak yang mengalami dyslexia.*
Ketika teman saya ini, namanya Lia, mulai mengajar anaknya mengeja benda-benda di dalam rumah, ia mendapati bahwa anaknya sering
keliru:
- Sendok, Qil.
- Nesdok.
- Sen-dok
- Nes-dok
Saya mencoba membayangkan, kalau Lia terus-menerus mendapat jawaban yang keliru, bisa-bisa ia frustrasi. Namun ia tidak menyadari
penyebab sebenarnya kesulitan mengeja yang dialami Aqil, sampai Aqil di kelas 2 dan ibunya memperoleh laporan bahwa Aqil mengalami
dyslexia. Aqil juga diprediksi tidak akan memiliki karir akademis apa pun dalam hidupnya. Dan tidak ada obat apapun bagi penderita
dyslexia.
Bagaimana jika Anda memiliki anak seperti Aqil? Mungkin Anda akan menuduh Tuhan tidak adil dan sedang marah kepada Anda. Demikian
juga Lia, sepulang dari tempat ia mendengar laporan bahwa Aqil mengalami dyslexia yang tidak bisa sembuh, ia masuk ke sebuah taxi,
dan menangis keras-keras. Ia protes kepada Tuhan yang dirasanya tidak adil kepadanya.
Namun si sopir taxi malah menegur dia: "Ibu kenapa menangis? Kok tidak bisa bersyukur. Kan ibu bisa menyekolahkan anak ibu di sekolah
mahal ini, mestinya bersyukur karena tidak semua orangtua bisa menyekolahkan anaknya di sini. Ibu juga bisa naik taxi yang mahal ini,
lihat di kanan kiri kita banyak orang yang kepanasan dan berkeringat naik sepeda motor. Belajarlah untuk bersyukur."
Lia bercerita kepada saya, bahwa saat ia mendengar teguran dari sopir taxi itu, ia merasa pipinya seperti ditampar oleh Tuhan. Ia lalu
merenung, sopir taxi ini betul juga ya, ia mesti belajar bersyukur dan tidak hanya protes kepada Tuhan.
Bagaimana kisah Lia selanjutnya dalam membesarkan Aqil? Saya tidak akan memberikan spoiler di sini. Silakan membacanya di buku
Wonderful Life karya Amalia Prabowo, atau silakan menonton film Wonderful Life.

Kesukaran yang berguna


Menurut penelitian yang dilaporkan Malcolm Gladwell (2), pengidap disleksia menggunakan belahan otak kanan lebih banyak ketika
membaca dibanding dengan pembaca normal. Belahan otak kanan adalah sisi konseptual. Itu bagian yang salah untuk tugas yang ketat
dan perlu ketepatan seperti membaca. Mungkin hal ini disebabkan oleh susunan jaringan syaraf di bagian otak tertentu yang tidak
berkembang sebagaimana otak anak normal.
Adakalanya ketika pengidap disleksia membaca, tiap langkahnya terhambat, seolah berbagai bagian otak yang bertanggung jawab dalam
membaca sedang berkomunikasi lewat hubungan yang lemah.
Salah satu cara mengetes keberadaan disleksia pada anak kecil adalah dengan menyuruhnya melakukan "penyebutan nama otomatis
dengan cepat." Tunjukkan berbagai warna dengan cepat - merah, lalu hijau, lalu biru, lalu kuning- dan cek tanggapannya. Lihat warna.
Kenalk warna. Hubungkan nama dengan warna. Sebut namanya. Itu otomatis bagi kebanyakan kita, namun tak otomatis bagi pengidap
gangguan membaca. Atau coba tes berikut: dengarkan dua bunyi ini "sen" dan "dok." Bisakah mereka menggabungkannya menjadi
"sendok"?
Seperti pengalaman Lia di atas, Aqil mengalami kesulitan tidak hanya dalam mengeja namun juga dalam menggabungkan suku kata.
Menurut penuturan dalam bukunya, Aqil merasa seperti huruf-huruf itu melompat-lompat dalam benaknya.
Lalu bagaimana membesarkan anak seperti ini?
Dalam kasus Lia, secara perlahan ia mulai menyadari bahwa Aqil memiliki 3 kelebihan yang sangat menonjol: imajinasi yang liar,
ketrampilan sosial yang tinggi, dan bakat melukis yang luar biasa.
Seperti dikisahkan dalam film Wonderful Life, Lia pernah mengajak Aqil berjalan-jalan di hutan, dan di suatu tempat Aqil berhenti lama.
Ketika ditanya ibunya kenapa dia tidak mau jalan terus, dia menjawab: "sebentar Umi, ini sepatuku lagi berbicara dengan jamur-jamur
pohon ini." Artinya, imajinasinya sangat tidak biasa untuk anak seusianya. Dan ketika sampai di rumah, Aqil langsung menuangkan
imajinasinya ke atas kertas dan jadilah gambar tentang jamur yang bercakap-cakap dengan sepatunya.
Aqil juga pernah kesasar di jalan, dan ibunya cemas ketika melihat anaknya dikerubuti orang. Ternyata orang-orang mengerubutinya
bukan karena ketabrak, namun karena mereka mengagumi gambarnya. Aqil ternyata dapat dengan mudah menceritakan gambarnya
kepada orang-orang dan mereka menyukai dia. Itulah ketrampilan sosial.
Setelah itu, Lia menyadari bahwa Aqil mungkin tidak memiliki masa depan akademis seperti anak-anak lain, namun Aqil memiliki masa
depan yang lain, yaitu sebagai pelukis. Ya pelukis muda yang otodidak seperti Basquiat yang sangat terkenal sebagai pelukis mural di New
York. Bahkan konon Andy Warhol yang ngetop itu pernah belajar pada Basquiat yang dianggap pelukis jalanan.
Kini, 3 tahun kemudian, berita terakhir yang saya dengar desember 2016, Aqil baru selesai mengadakan pameran lukisan di salah satu
galeri di Jakarta, lalu akhir desember dilanjutkan dengan pameran di Amsterdam.
Kiranya benar kalimat ini: Tuhan menciptakan setiap anak dengan rancangan yang indah. Adalah tugas orangtuanya untuk menemukan
rancangan tersembunyi itu.
Kelebihan khusus anak-anak yang mengidap disleksia juga pernah dibahas di majalah Scientific American (1).

Inovator
Menurut suatu survei, di antara kebanyakan inovator (penemu) dan para pemimpin perusahaan, sekitar sepertiganya mengalami disleksia.
Psikolog Jordan Peterson menyatakan inovator dan kaum revolusioner cenderung memiliki campuran tertentu sifat-sifat unik khususnya
tiga yang berikut: keterbukaan, kehati-hatian, dan keramahan. Apakah tiga sifat ini berkorelasi dengan sifat yang dikembangkan oleh
pengidap disleksia? Bisa jadi demikian.
Satu hal yang pasti, seringkali anak-anak baik normal maupun tidak, mesti mengembangkan suatu strategi sejak dini, bagaimana mereka
dapat menemukan tempatnya di dunia. George Bernard Shaw mengatakan: "Orang yang masuk akal menyesuaikan diri dengan dunia,
orang yang tak masuk akal terus mencoba menyesuaikan dunia dengan dirinya. Oleh karena itu segala kemajuan bergantung kepada
orang yang tak masuk akal."
Lalu bagaimana dengan teori evolusi yang mengajarkan penyesuaian diri melalui seleksi alam? Menurut teori Darwin, mereka yang tidak
dapat menyesuaikan diri tidak akan bertahan. Benarkah bahwa hanya yang kuat, yang cepat, dan yang cerdas yang akan bertahan?
Berikut ini adalah jawaban yang saya berikan kepada seorang profesor matematika asal Amerika yang baru pulang dari pulau Galapagos.
Galapagos adalah pulau di mana Charles Darwin pernah meneliti dan mengembangkan gagasan evolusinya.
Intinya, saya menjawab bahwa kisah Daud versus Goliat mengatakan dengan apik bahwa bukan yang terkuat dan tercepat yang akan
bertahan, namun mereka yang mengandalkan Tuhan dan memahami dirinya sendiri yang akan bertahan.
Jadi jika anak Anda tidak mungkin menjadi insinyur atau dokter atau ekonom, mungkin ia memiliki masa depan lain sebagai pelukis,
ilustrator atau inovator.

"Punya-Mulah lengan yang perkasa, kuat tangan-Mu dan tinggi tangan kanan-Mu."- Mzm. 89:13
Jawaban saya selengkapnya berikut ini.

Versi 1.0: 15 Januari 2017, pk. 19.00


VC

*Note: artikel ini ditulis untuk Amalia dan semua ortu yang memiliki anak yang mengalami gangguan belajar, termasuk autis, ADHD,
disleksia dll. Terimakasih atas bukunya.

Referensi:
(1) https://www.scientificamerican.com/article/the-advantages-of-dyslexia/
(2) Malcolm Gladwell. David dan Goliath. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013.
(3) http://sabdaspace.org/dyslexia

-----
Jawaban email saya kepada seorang profesor matematika:

On evolution

Dear Prof. Florentin Smarandache

In response to your email:

"I just returned from Galapagos, where Darwin went about 180 years ago. You are a scientist and a religious man. Can you tell me what
do you think about Evolutionism vs. Creationism ?"

Congratulation to your tour, hopefully you got new insights from the field experience. You can write a book for example: "Galapagos
revisited," or something like that.

If you want to know evolution vs. creation, you need a thick book on this subject. But allow me to offer you a simple guide to the whole
panorama on this topic.

I will not pretend to say that I know the latest development on evolutionism and creationism debate, but I will try to explain to you some
objections on Darwinian evolution theory. With respect to creationism, I will desccribe it later.

Comments on evolutionism:

a. Origin of ideas:
Some authors wrote that Charles Darwin was influenced by Erasmus Darwin, his grandfather, although Charles tried to deny this influence.
And Erasmus was known as anti-Christianity scientist. Now you know what I try to say.(2)(3)
Secondly, Charles Darwin was influenced by Adam Smith, but perhaps only a little. He was much more influenced by Malthusian thinking
on scarcity of resources which triggers human struggle:

"In October 1838, that is, fifteen months after I had begun my systematic inquiry, I happened to read for amusement Malthus on
Population, and being well prepared to appreciate the struggle for existence which everywhere goes on from long- continued observation
of the habits of animals and plants, it at once struck me that under these circumstances favourable variations would tend to be preserved,
and unfavourable ones to be destroyed. The results of this would be the formation of a new species. Here, then I had at last got a theory
by which to work". - Charles Darwin - Autobiography(5)

b. methodology:
As you know much more on statistics, allow me to tell you: what will you do if a student want to generalize his small scale experiment?
You will say that it is inadequate generalization, right? But many scientists deny to say that Darwinian theory was based on inadequate
generalization of observations he made in Galapagos island. In biblical study, we are told that we should not inject our ideas into the text
(eisegesis), but instead we should learn from the text (exegesis). If we consider "nature" as the text, then we can also say that Darwin's
fault was he did too much "eisegesis" instead of "exegesis."

c. Impact:
Charles Darwin has impacted on many ruthless businessmen since early days, that is why some people call him as the father of economics
study. (1)(4)
Is it true that we can do a business without any regard on morality or business ethics? Yes, many businessmen still think like animals, that
is the truth. And this is the ultimate source of economics inequality and poor business ethics on workers.
Nowadays, we see how ruthless is the life standard of MNC manufactures in third world countries, in the name of business efficiency. That
is a scandal!
In biology thinking, these businessmen were influenced and brainwashed by Richard Dawkins's book: the selfish gene. They say that they
have rights to be selfish. That is how modern humanity becomes degraded. Of course, I refer to business ethics in 19th century era which
were influenced by Darwinian thinking. Nowadays many MNCs have practiced better business ethics.

d. Recent developments:
There are many developments nowadays, will mention only two:
- evolutionary economics: the study of economics as evolutionary science.
- evolutionary biology: how evolution theory impact biology. Interestingly, one scholar and researcher in this field offers a new term:
frozen evolution, which undermines the very notion of forced transmutation.(10)

e. Lev Landau:
Prof. Lev Landau, a Nobel Laureate from Russia, once was asked what is his opinion on evolution. He just joked on that issue: "if inherited
transmutation is correct, then a woman should give birth daughters who are not virgin.". (Of course, all daughters are born as virgins from
their mother, so the notion of inherited transmutation is wrong.)

f. lluminati, Lochness Monster and other stuff


New study tells that Charles Darwin was a member of Illuminati.(6)(8)
Moreover, I was told by Jesus Christ several years ago, that Charles Darwin praised animal's strength, although he claimed that he is a
Christian. But his thoughts were anti-Christian, just like his grandfather, Erasmus Darwin.
Jesus also told me that Darwin praised an animal especially Lochness Monster, but unfortunately I cannot give you a link on that.

g. Conclusion: David and Goliath


Did you read a famous biblical story of David vs. Goliath? Who won?
Goliath represented the strength and speed of giant, but David represented a weak and smaller soldier who stands in the name of God.
If Darwin is correct, then Goliath should win ultimately, but you know the rest of the story. Read Malcolm Gladwell (10)(7).
As a Christian, I should say that we are all weak and meek, and we are sent like sheeps into the crowd of wolves. But I believe in the story
of David vs. Goliath.
Hopefully you will learn one or two from this message.

Version 1.0: 15 january 2017, pk. 5:19


VC

References: (1) Jerry Bergman. Url: http://www.creationontheweb.com/images/pdfs/tj/j16_2/j16_2_105-109.pdf


(2) http://www.talkorigins.org/faqs/precursors/precurstrans.html
(3) http://creation.com/darwinism-it-was-all-in-the-family
(4) https://evolution-institute.org/article/charles-darwin-as-the-father-of-economics-a-conversation-with-robert-frank/
(5) http://www.ucmp.berkeley.edu/history/malthus.html
(6) http://beforeitsnews.com/alternative/2014/08/charles-darwin-illuminati-family-member-exposed-the-illuminati-
evolution-deception-video-3016576.html
(7) Malcolm Gladwell. David and Goliath. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013.
(8) http://www.fourwinds10.net/siterun_data/government/new_world_order/news.php?q=1269135385
(9) http://www.frozenevolution.com
(10) http://davidandgoliathmalcolmgladwell14.weebly.com/chapter-summaries.html
http://www.sabdaspace.org/nesdok

Sabtu, 22 Februari 2014

laporan studi kasus masalah Disleksia


Bab 1 : Pendahuluan

A.Latar belakang

Membaca merupakan salah satu keterampilan yang sangat dasar dan paling penting bagi manusia dalam
kehidupannya. Membaca memiliki pengertian sebagai suatu proses mengelola bacaan secara kritis dan kreatif dengan tujuan
memperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh atas bacaan yang dibaca guna memahami apa yang disampaikan oleh
penulis dalam bacaan.sedangkan menurut Juel membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam
kalimat dan struktur bacaan sehingga akhir dari proses membaca seseorang mampu membuat intisari dari suatu bacaan
(Sandjaja, Juel .www.unika.ac.id : 2005). Membaca sendiri merupakan fungsi tertinggi dari otak manusia yang menunjukkan
kelebihan manusia dari makhluk hidup lainnya yang mana hanya manusia yang diberikan kemampuan untuk dapat membaca.
Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa anak akan mulai tertarik untuk membaca pada usia 3-4 tahun setelah pada usia
1 tahun-2 tahun sudah dapat merangkai kata dan menyusun kalimat sederhana. anak yang telah memiliki kemampuan
membaca yang baik pada usia 6-7 tahun maka anak tersebut dikatakan telah memiliki kemampuan membaca yang baik.dalam
kegiatan pembelajaran di jenjang SMP seharusnya seorang anak telah dapat membaca dengan lancar dan tidak lagi
mengalami kesulitan dalam membaca sehingga anak yang tidak bisa membaca pada jenjang SMP dapat dikatakan telah
memiliki suatu gangguan atau penyimpangan. Hal ini berdasarkan Gejala anak yang mengalami gangguan dalam membaca
terindikasi apabila saat telah memasuki usia 12 tahun dan hampir menyelesaikan jenjang sekolah dasar namun kemampuan
membacanya masih sangat rendah. Ketidak mampuan membaca pada siswa ini dapat teridentifikasi pada beberapa tanda
seperti kesulitan dalam mengingat, evokasi, mengikuti huruf dan kata yang dicetak, proses konstruksi tata kata yang sulit, dan
sulit membangun kesimpulan (Kaplan, Benjamin B.Sadock, dan Jack A.Grab, 1997:669). Sedangkan secara karakteristik
terdapat empat kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca yaitu kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal
kata, kekeliruan mengenal pemahaman, dan gejala-gejala serba aneka (Mercer, dalam jurnal ilmiah E-Jupheku volume 2
nomor 3: september 2013 : 432-442)

Dalam kehidupan sehari-hari kemampuan membaca merupakan kemampuan yang sangat mendasar dan paling
dibutuhkan untuk dalam segala aspek kehidupan terutama dalam bidang pekerjaan. Pembinaan kemampuan membaca yang
paling efektif terjadi pada saat anak memasuki sekolah dimana para guru di sekolah memiliki kuasa dan waktu yang sangat
cukup untuk mengembangkan kemampuan membaca yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan pembelajaran di dalam kelas
guru dapat melatih siswa untuk tidak hanya dapat membaca tetapi juga menangkap makna dan mengambil ilmu pengetahuan
yang terdapat dalam bacaan sebagai salah satu sumber untuk penambahan wawasan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
Kondisi fisik sekolah dan ketersedian fasilitas buku-buku bacaan bagi siswa juga menunjang kemampuan siswa dalam
membaca. Namun, Dibalik semua itu beberapa guru menjumpai beberapa diantara siswa asuhnya tidak dapat membaca
dengan baik meskipun telah dilatih dengan baik sehingga para siswa tersebut dicap sebagai siswa yang bodoh dan memiliki
intelegensi hal ini semakin didukung dengan nilai yang rendah yang diperoleh siswa sehingga tidak jarang banyak sekolah
terutama sekolah negeri mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah.

Siswa-siswa yang kesulitan membaca tersebut akhirnya ditampung pada sekolah-sekolah swasta yang memiliki kaulitas
dan performa pendidikan yang belum maksimal. Di kota Bengkulu sendiri banyak siswa-siswa dengan masalah membaca
pendidikannya berakhir di sekolah-sekolah swasta dengan kondisi kualitas pendidikannya yang belum mencapai taraf
maksimal. Belum lagi ditambah dengan pandangan masyarakat sekitar yang masih memandang negatif siswa-siswa
yang bersekolah di sekolah swasta, Akibatnya siswa-siswa tersebut menjadi semakin tertekan ditambah lagi di dalam sekolah-
sekolah swasta tempat mereka bersekolah banyak berkumpul siswa-siswa yang mengalami masalah yang sama seperti
mereka sehingga siswa-siswa tersebut menjadi tidak bersemangat lagi dalam menuntut ilmu di sekolah sehingga mempersulit
para guru di sekolah swasta dalam menanamkan ilmu pengetahuan kepada mereka. Perasaan frustasi yang dialami oleh para
siswa tersebut membuat mereka menunjukkan perilaku-perilaku kenakalan yang melebihi dari siswa-siswa di sekolah
negeri sehingga membuat labelling terhadap siswa-siswa tersebut dan sekolahnya menjadi bertambah negatif dan siswa-
siswa tersebut semakin terbenam dalam perilaku negatif mereka.

Berangkat dari kenyataan tersebut peneliti kemudian mendatangi salah satu SMP swasta yang ada di Kota Bengkulu
yaitu SMP PGRI di kawasan Sawah Lebar Kota Bengkulu. Pemilihan sekolah ini didasarkan pada informasi yang diterima oleh
peneliti dari berbagai sumber bahwa Sekolah ini banyak menghadapi masalah dan salah satu masalah yang paling menonjol
adalah masalah intelektual yang dialami oleh siswa. Dan saat melakukan observasi awal di sekolah peneliti menemukan kasus
seorang Siswi yang berdasarkan informasi dari gurunya mengalami kesulitan dalam belajar yang disebabkan oleh kesulitannya
dalam membaca maka mahasiswa tertarik untuk melakukan pengentasan terhadap kasus ini melalui kegiatan Studi Kasus di
SMP PGRI Kota Bengkulu.

B. Prosedur Pemilihan Kasus

Dalam melakukan pemilihan kasus ini mahasiswa terlebih dahulu menemui koordinator Bimbingan dan Konseling di
SMP PGRI Kota Bengkulu yaitu ibu Muhta Rohmin, S.Pd untuk menjelaskan maksud dari mahasiswa mendatangi sekolah
tersebut. Setelah koordinator BK menerima dan memberikan izin kepada mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan studi
kasus di sekolah, Maka selanjutnya dilakukan wawancara terhadap guru koordinator BK mengenai gambaran kondisi umum
di sekolah dan didapati gambaran kondisi umum sebagai berikut:

Semua siswa-siswi yang bersekolah di SMP PGRI Kota Bengkulu berasal dari keluarga dengan golongan ekonomi yang lemah
dengan sebagian besar dari orangtua siswa bekerja pada sektor informal dengan jam kerja yang tidak teratur dan penghasilan
dari orangtua sangat terbatas.

Orangtua/wali siswa-siswi SMP PGRI kota Bengkulu memiliki kontrol yang lemah terhadap anak-anak mereka di rumah.
Penyebab kontrol orangtua yang lemah ini disebabkan oleh orangtua mereka sangat keras dalam mencari nafkah karena
beban pekerjaan dan hidup yang sangat berat ditanggung oleh para orangtua siswa tersebut. Selain itu ada sebagian siswa
yang tinggal di Kota Bengkulu tidak bersama orangtua mereka tetapi mereka tinggal bersama kakak atau saudara mereka
yang sedang kos di Kota Bengkulu untuk menuntut ilmu di bangku kuliah sehingga mereka menjadi bebas bertindak karena
tidak ada orangtua yang mengontrol perilaku mereka.

Hampir semua siswa di SMP PGRI kota Bengkulu mengalami masalah dalam bidang intelektual dimana mayoritas siswa
memiliki tingkat intelegensi yang cukup rendah dibandingkan dengan anak-anak lain yang berada di sekolah negeri. Para siswa
ini umumnya sedikit lambat dalam menangkap mata pelajaran yang diajarkan oleh para guru di sekolah sehingga
mengakibatkan para siswa ini memiliki nilai yang rendah dan kurang mampu bersaing dengan para siswa yang bersekolah di
sekolah negeri.

Dalam melakukan kegiatan studi kasus ini peneliti melakukan prosedur dalam pemilihan kasus ini adalah sebagai berikut :
Mahasiswa mendatangi sekolah yaitu Sekolah yaitu SMP PGRI Kota Bengkulu yang terletak di kawasan Sawah Lebar dan
menemui koordinator guru Bimbingan dan Konseling. Dalam pertemuan peneliti melakukan wawancara awal dan dari
kegiatan wawancara awal diketahui bahwa sekolah ini memiliki murid sebanyak 60 orang yang terbagi dalam 4 kelas (kelas 7,
kelas 8a , kelas 8b, dan kelas 9). Dan mayoritas siswa di SMP ini mengalami masalah dalam bidang intelegensi, kondisi
ekonomi, dan perilaku moral sehari-hari di sekolah.

Dari hasil wawancara dengan Guru BK di sekolah diketahui bahwa mayoritas siswa yang mengalami masalah terdapat dikelas
8 dan 9 dengan jumlah siswa sekitar 30 siswa. Dan dari kesepakatan hasil wawancara dengan Guru BK maka siswa yang akan
dipilih sebagai subjek penelitian dalam kegiatan studi kasus berasal dari siswa kelas 8 dan 9. Pertimbangan ini didasarkan
pada keterangan guru BK bahwa masalah pada siswa mulai timbul saat siswa duduk di kelas 8 dan 9.

Setelah menyepakati kelas yang akan dipilih untuk melaksanakan kegiatan studi kasus ini maka Guru BK menunjukkan kepada
mahasiswa kelompok siswa yang berjumlah sebanyak 5 orang yang memiliki permasalahan yang sangat menonjol di sekolah.
Penunjukan kelompok siswa ini didasarkan pada catatan dan dokumen yang dimiliki oleh Guru BK bahwa kelima siswa ini
memiliki banyak catatan perilaku buruk dan sebanyak 3 orang diantara mereka bahkan telah membuat surat perjanjian
dengan pihak sekolah. 5 orang siswa yang ditunjukkan memiliki 5 macam masalah yaitu : membolos sekolah, berkelahi,
berbicara kotor, hiperaktif, dan kesulitan dalam belajar.

Kemudian mahasiswa melakukan kegiatan wawancara awal dengan kelima siswa tersebut. Dari hasil wawancara mahasiswa
dengan kelompok siswa tersebut yang memiliki masalah kesulitan dalam belajar menarik perhatian mahasiswa untuk
dilakukan pengentasan melalui kegiatan studi kasus. Hal ini didasarkan pada fakta yang diperoleh bahwa siswi tersebut
dengan inisial M-C-U-S berasal dari sekolah Negeri yang kemudian dikeluarkan dan dipindahkan ke SMP PGRI Kota Bengkulu
dan selama mengikuti kegiatan belajar siswi ini mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang disebabkan
oleh siswi ini pada usia 14 tahun namun masih mengalami kesulitan dalam menangkap materi yang ada dalam buku bacaan,
gejala ini tergolong dalam gejala disleksia atau gangguan dalam membaca. Sehingga akhirnya mahasiswa memilih siswi ini
untuk dijadikan sebagai objek pengentasan kegiatan studi kasus Bimbingan dan Konseling.

C. Tujuan Studi Kasus

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh mahasiswa dalam kegiatan penelitian studi kasus kali ini adalah sebagai berikut
:

Mampu Mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada siswi M-C-U-S yang mengakibatkan siswi ini
mengalami kesulitan dalam membaca diusia 14 tahun.

Mampu melakukan analisa kasus terhadap masalah disleksia siswi M-C-U-S sehingga dapat diketahui masalah apa yang
sebenarnya terjadi pada siswi ini beserta gejalanya, keluhan-keluhan siswi ini atas masalah disleksia-nya, dan analisis
mengenai kasus ini.

Mampu merumuskan tindakan yang akan dilakukan untuk membantu siswi M-C-U-S dalam mengatasi masalah yang
dialaminya.

Mampu memenuhi tugas yang diserahkan kepada peneliti oleh dosen pengasuh mata kuliah studi kasus Bimbingan dan
Konseling.

D. Manfaat Studi Kasus

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penelitian studi kasus mengenai masalah masalah Disleksia ini
adalah sebagai berikut :
Bagi konselor

a. Konselor dapat membantu klien dalam mengatasi permasalahan klien sehingga klien tidak merasa sendirian dalam
menghadapi masalah yang dialaminya.

b. Konselor dapat membangun sebuah hubungan baru yang lebih dekat dengan klien dan konselor dapat membangun citra diri
yang positif di hadapan klien.

c. Konselor dapat menambah wawasan dan pengetahuannya dalam menangani masalah disleksia yang dihadapi oleh klien.

d. Konselor dapat terlatih untuk menyusun laporan dari hasil kegiatan yang telah dilakukan sehingga dapat menyusun laporan
dengan baik.

Bagi klien

a. Klien dapat membagi permasalahannya kepada konselor sehingga klien dapat mengurangi beban perasaan akibat
permasalahan yang dialaminya.

b. Klien dapat memperoleh beberapa arahan dari konselor untuk dapat dilakukan dalam menghadapi masalah Disleksia yang
dihadapinya.

c. Klien dapat mengurangi gejala-gejala Disleksia yang dialaminya melalui treatment-treatment yang diberikan olej konselor
kepada klien.

d. Klien dapat membina hubungan yang lebih baik dengan konselor dan komunikasi klien dengan konselor menjadi lebih lancar.

http://renopendidikankonselor.blogspot.co.id/2014/02/laporan-studi-kasus-masalah-disleksia.html

DISLEKSIA PADA ANAK SEKOLAH

DISUSUN OLEH
NAMA: WAFI GHUFRON

NIM : 15040

AKADEMI TERAPI WICARA YAYASAN BINA WICARA

JAKARTA

2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Metode Penelitian dan Statistik.Penulis
telah menyusun makalah ini sebaik mungkin. Namun sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan saya memohon maaf
bila ada kesalahan kata.

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih untuk Bapak Imron selaku dosen Metode Penelitian dan Statistik yang
sudah memberi tugas yang dimana pada tujuannya membuat saya selaku penulis memiliki pengalaman dalam membuat
makalah penelitian yang mana kedepannya sangat bermanfaat untuk keperluan akademik penulis.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pengetahuan mengenai subjek yang dibahas
oleh penulis dalam makalah ini.

Jakarta,12 April 2017


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dyslexia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata dys yang berarti kesulitan, dan lexis yang berarti bahasa.
Disleksia secara bahasa adalah kesulitan dalam berbahasa. Disleksia yaitu suatu gangguan belajar yang memengaruhi
kemampuan membaca seseorang. Seseorang yang mengalami disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca,
tapi juga dalam hal mengeja dan menulis karena adanya kelainan neurologis yang kompleks. Dapat pula kelainan bawaan
(constitutional in origin) dan keturunan (genetic). Sebelum istilah disleksia digunakan, individu dianggap mengalami
penurunan atau kehilangan kemampuan membaca, menulis, atau berbicara akibat stroke atau pukulan di kepala (pollak,
2005 hal 1). Kembali ke tahun 1925, disleksia dipandang sebagai sebuah masalh visual dan para ahli di masa itu berpendapat
bahwa gangguan tereut di wariskan dalam keluarga, termasuk gangguan dalam kemampuan berakap-cakap, mengeja, dan
membaca, yang membuat seseorang dilabeli bodoh di kelas. (pollak 2005). Miles (1993), memperkuat pendapat para ahli
tersebut, menyatakan bahwa disleksia meliputi berbagai gangguan, bukan hanya kondisi tunggal.

Sebaliknya, the british disleksia association mendefinisikan disleksia sebagai gangguan belajar spesifik yang terutama
mempengaruhi perkembangan kemampuan aksara dan bahasa (british disleksia association 2008). Definisi tersebut jlas
sangat luas dan mendapat banyak kritik karena berfokus pada kemampuan beajar membaca dan menekan kan pada
kekurangannya, bukan mengaplikasikan konteks, tentang bagaimana kemampuan menulis dan membaca diperoleh
(Mortimore dan Crozier, 2006, hal 235).

B. HIPOTESA

Gangguan belajar spesifik yang terutama mempengaruhi perkembangan kemampuan aksara dan bahasa.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui definisi Disleksia.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Disleksia.

3. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi atau ciri-ciri anak Disleksia.


4. Untuk mengetahui klasifikasi anak Disleksia.

PEMBAHASAN TOPIK

TEORI-TEORI MENGENAI DISLEKSIA


Disleksia merupakan salah satu disabilitas. Dan tidaklah mengejutkan jika hal itu dianggap sebagai sesuatu yang
kontroversial, karena secara alami cara seseorang memperoleh kemampuan aksara sangatlah kompleks. Ada banyak
mengapa seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Namun, tidak semua individu tersebut tergolong
disleksia. Anak-anak yang tidak memiliki disleksia mengembangkan bahasa ketika mereka mengembangkan kemampuan
kognitif lainnya, dengan secara aktif mencoba mengerti apa yang mereka dengar, melihat pola-pola, dan membuat aturan
untuk menyatukan potongan-potongan bahasa yang rumit (Brookes,1997,Woolfolk dkk., 2008, hal.64). Namun, hal ini tidak
berlaku kepada anak disleksia. Sebagian besar penulis setuju bahwa hal tersebut melibatkan area di otak yang berhubungan
dengan kemampuan memproses bahasa (Brokes, 1997, dalam Woolfolk dkk., 2008, hal. 65). Hal ini menjadi indikasi bahwa
cara anak disleksia memperoleh kemampuan berbahasa sangat berbeda dengan anak-anak yang tidak memiliki disleksia.

Para teoritikus sependapat bahwa dileksia adalah kondisi ketika perbedaan kerja otak membuat seorang individu
dengan disleksia memperoleh informasi yang diterima oleh otak dengan cara yang berbeda. Akibatnya, orang tersebut
mengakibatkan dirinya harus berusaha lebih keras dalam mengerjakan tugas seperti membaca dan menulis, yang
mengakibatkan disabilitas pada area tersebut (DfES, 2004).

Sebaliknya, teori interaksi sosial disleksia berfokus pada bagaimana masyarakat beraksi kapada individu dengan
disleksia, terutama berfokus kepada nilai-nilai sosialnya. Teori ini menyatakan bahwa perbedaan cara belajar merupakan
cermin dari kekurangan yang dimiliki murid dan berpendapat bahwa disabilitas individu muncul akibat persepsi dan nilai sosial
(DfES, 2004 hal 34). Teori biologis disleksia menyatakan bahwa defisiensi otak merupakan alasan terjadinya kognitif pada
penderita disleksia. Pandangan lain menyatakan bahwa disleksia merupakan gangguan proses hal-hal yang berkaitan dengan
fonologi,yang sangat kental pada penderita disleksia ((DfES, 2004 hal 35). Pernyataan yang dikeluarkan DfES ini tidak jelas dan
dipertanyakan karena tidak ada referensi untk penelitian lebih lanjut yang dapat menguatkan penemuan ini.

Elliot (2005, hal 728) membantah pemahaman umum bahwa disleksia adalah sebuah mitos, karena pemahaman ini
menyembunyikan masalah sesungguhnya yang dihadapi terkait disabilitas membaca. The british psikologikal society ( 1999,
dalam Elliot, 2005, hal 728) menyatakan :

Disleksia terbukti apabila proses membaca dan / atau mengeja secara akurat dan fasih berkembang dengan tidak
sempurna atau dengan kesulitan yang sangat besar. Hal ini terfokus pada pembelajaran aksara pada tingkat kata dan
menyiratkan bahwa masalah yang dihadapi sangat parah dan tetap berlangsung meskipun telah mendapatkan kesempatan
belajar yang sesuai.

Dengan pemahaman ini, anggapan bahwa disleksia adalah sebuah mitos mulai dipertanyakan. Nicolsan (2005, dalam
eliot 2005) menyatakan bahwa disleksia bukanlah sebuah mitos, karena 50% disleksia bersifat genetis. Oleh karena itu, kondisi
ini pun jelas dan unik. Nicolson juga menyatakan: tidak ada seorang pun pernah menyatakan bahwa anak dengan gangguan
bealajar secara umum tidak bisa belajar membaca. Lebih jauh, dia mengatakan bahwa meskipun anak disleksia mungkin
menunjukkan kekurangan dalam proses pembelajaran aksara, tidak berarti anak tersebut sama sekali tidak bis ditolong atau
tidak bisa belajar.

Perdebatan terus berlanjut dalam kaitannya dengan seberapa parah anak akan mengalami gangguan belajar,
diagnosis yang dilakukan, dan bentuk-bentuk intervensi yang harus diambil (Mortimer dan Crozier, 2006, hal. 235). Meskipun
begitu, pedoman yang berhubungan dengan murid disleksia, yang menunjukkan masalah-masalah yang mungkin dihadapi
sehubungan dengan kemampuan belajarnya, telah dibuat. Dalam pedoman ini juga diuraikan cara menghafal nama dan fakta,
mengingat urutan, masalah-masalah dalam menjaga ketepatan waktu, konsentrasi, menulis, menyalin dan memilih kata
(Klein, 1993, dalam Mortimer dan Crozier, 2006, hal.237).

Kita dapat mengetahui penderita disleksia dengan melihat seseorang yang kesulitan belajar membaca dengan lancar
dan kesulitan memahami meskipun IQnya normal atau melebihi rata-rata. Bila salah satu dari kembar identik mengalami
disleksia, maka 85% - 100% kemungkinan anak kembar yang lain mengalami disleksia pula. Bila salah satu orang tua
mengalami disleksia, sekitar 25% - 50% dari anaknya dapat mengalami disleksia.
Disleksia atau SPLD (Specific Learning Difficulty) merupakan suatu kondisi yang terdapat di dalam segala tingkat
kemampuan dan menyebabkan kesulitan yang terus-menerus dalam memperoleh kemampuan membaca dan menulis.
Masalah yang berkaitan dapat mencakup penyusunan urutan, pengorganisasian ucapan dan tulisan, pengendalian motorik
halus, kesulitan mengarahkan gerak. Tingkat kesulitan dapat berbeda-beda antara individu satu dengan yang lainnya.
Disleksia memengaruhi 10-20% populasi.

Gangguan ini sudah berada merata di sepanjang tingkatan intelektual. Gangguan ini kebanyakan menyerang anak
laki-laki dari pada anak perempuan, tetapi cenderung terdapat dari keturunan. Baru-baru ini, ada suatu unsur genetik atau
bagian bahan kromosom yang mungkin menjadi penyebabnya. Sisi positifnya banyak penyandang disleksia memiliki bakat
yang kuat dibidang seni, desain, menghitung, dan berpikir lateral.

Banyak anak yang mengalami disleksia ini juga mengalami masalah, yaitu masalah dengan bunyi yang membentuk
kata-kata, kesulitan dalam interpretasi kata, kesulitan dalam interpretasi kata, persepsi, penyusunan urutan, menulis, dan
mengeja.

DISLEKSIA

Disleksia atau kesulitan belajar spesifik. Gejala spesifik berupa kesulitan dalam membaca, mengeja, dan bahasa
tulisan. Gejala penyerta lain dapat berupa kesulitan menghitung (diskalkulasi), menulis angka (notational skills/music), dan
fungsi koordinasi/keterampilan motorik (dispraksi). Namun yang utama adalah anak harus menguasai bahasa tulisan
walaupun bahasa tutur dapat pula terganggu (language-processing area). Anak yang mengalami kesulitan membaca akan
mengalami kesulitan dalam kehidupan lingkungannya, terutama di sekolah yang pembelajarannya menggunakan buku (book-
based).

1. The Hidden disability (ketidakmampuan yang tersembunyi) atau biasa kita sebut disleksia. Orang banyak yang tidak
mengenali kasus disleksia ini, menganggap anak lamban atau malas membaca atau anak ceroboh/kurang teliti dalam
tulisannya, seperti adanya penghilangan, penambahan, atau penggantian huruf tertentu.

PENYEBAB dan PATOGENESIS

Patogenesis disleksia terletak pada struktur dan fungsi otak, pada umumnya pada belahan otak (hemisfer) kiri,
sebagian pada belahan otak kanan, korpus kalosum, dan dalam kepustakaan adanya gangguan dalam fungsi antar-belahan
otak (interhemisferik). Penyebab gangguan fungsi belahan otak kiri berkaitan dengan gangguan perkembangan morfologis
atau kerusakan otak karena kurang oksigen pada saat atau segera setelah lahir (iskemia atau asfiksia perinatal).

KLASIFIKASI dan GEJALA DISLEKSIA

Untuk dapat belajar membaca, kita memerlukan pengetahuan bentuk huruf dan arah, mengenal urutan huruf, dapat
mentransfer urutan huruf ke otak, mengingat kata-kata, dapat menggunakan bahasa tutur dan pemahaman bahasa.
Gangguan dalam proses tersebut dapat menimbulkan disleksia. Pada anak sekolah dasar dengan disleksia, hambatan yang
paling utama adalah membuat pengelompokan huruf dan kata yang ia kenal dengan bunyi yang ia dengar.

KLASIFIKASI DISLEKSIA
Klasifikasi disleksia dibagi 3, yaitu:

1. Disleksia dan Gangguan Visual

Gangguan fungsi otak bagian belakang dapat menimbulkan gangguan pada pengenalan visual huruf tidak maksimal. Hal
ini menjadikan seseorang salah dalam mengeja, membaca visual, dan gangguan ingatan akan huruf-huruf. Adanya perputaran
dalam bentuk huruf-huruf atau angka yang hampir mirip bentuknya, seperti bayangan cermin (b-d, p-q, 5-2, 3-E) atau huruf,
angka terbalik (inversion) seperti m-w, n-u, 6-9. Dapat juga terjadi gangguan urutan berupa urutan huruf dalam suatu kata,
bias kata sebagian atau seluruhnya seperti bapak -> bakpa, ibu -> ubi atau terbaliknya suku kata dalam kata seperti mata ->
tama. Adapun anak sekolah dasar yang mempunyai gangguan memori ringan dapat mengulang huruf (gembira -> gembbira)
atau suku kata seperti baru > baruru, angin -> angingin. Analisis dari anak tersebut seperti menyusun puzzle yang sulit.
Disleksia jenis ini adalah disleksia diseidetis atau disleksia visual.

2. Disleksia dan Gangguan Bahasa

Disleksia ini berhubungan dengan gangguan linguistik. Disleksia ini mempunyai nama lain yaitu; disleksia verbal atau
linguistic.

Limapuluh persen anak dari disleksia jenis ini mengalami keterlambatan bicara. Lily Djokosetio Sidiarto dalam buku
Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada Anak menyebutkan bahwa kelainan disleksia ini penderitanya 4% adalah anak
laki-laki dan 1% pada anak perempuan. Gejala dari jenis ini berupa kesulitan dalam diskriminasi atau disleksia disfonemis,
seperti p-t, b-g, t-d, t-k; kesulitan mengeja, kesulitan menyebut atau menemukan kata atau kalimat, dan urutan kata yang
kacau (sekolah -> sekolha).

3. Disleksia dengan Diskoneksi Visual-Auditoris

Jenis disleksia auditoris (mykleblust). Ada gangguan dalam koneksi visual-auditoris (grafem-fonem), anak membaca lambat.
Dalam hal ini bahasa verbal dan visualnya baik. Apa yang ia lihat tidak dapat dinyatakan dalam bunyi bahasa. Ada gangguan
dalam crossmodal (visual-auditory) memory retrieval.

Disleksia dalam 2 tipologi yaitu: L-Type dyslexia (linguistic) dan P-Type dyslexia (perceptive). Pada L-Type dyslexia anak
dapat membaca yang relatif cepat namun dengan membuat kesalahan seperti penghilangan (omission), penambahan
(addition), penggantian huruf (substitution), dan kesalahan mutilasi-kata lainnya.

Pada P-Type dyslexia anak membaca dengan lambat dan membuat kesalahan seperti membaca terputus-putus dan
mengulang-ulang.

Adapula disleksia gabungan. kebanyakan gabungan dari berbagai jenis disleksia, dimana terdapat gangguan dalam masalah
wicara bahasa, membaca, dan bahasa tulisan. Adapula disleksia murni, sangat jarang terdapat hanya satu jenis disleksia yang
murni (pure dyslexia).(Lily Djokosetio. 2007).

KARAKTERISTIK
Dyslexia UK (2009) memaparkan karakteristik-karakteristik berikut yang dapat ditemui pada anak disleksia.
PERILAKU

Melamun atau tenggelam dalam dunianya sendiri, mudah lupa terutama untuk hal-hal yang baru terjadi tetapi memiliki
ingatan yang baik untuk hal-hal yang sudah lama berselang.

Sulit menghadapi lebih dari satu instruksi pada saat yang bersamaan.

Suasana hati yang ekstrem, kurang ketenangan, kurang memahami batasan waktu.

Bisa menjadi sangat keras kepala

Bisa bersikap diam,,menarik diri, dan gelisah

Tidak suka perubahan

Suka meluapkan kemarahan

Mudah teralihkan perhatiannya

Sensitive terhadap keributan

Tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang lain

Kemungkinan memiliki masalah dengan kemampuan berbicara

Kurangnya koordinasi, sering menjatuhkan benda-benda dan mengetuk benda berulang-ulang

Kemungkinan memiliki alergi

Kemungkinan memiliki penyakit yang berhubungan dengan stress

Kemungkinan terlihat sangat berbeda saat di sekolah dasar dibandingkan saat tingkat pendidikan sebelumnya

MEMBACA

Tidak menguasai kemampuan membaca atau sangat terlambat menguasainya

Bisa membaca untuk diri sendiri keras-keras, tetapi membuat banyak kesalahan

Bisa membaca cerita, tetapi kesulitan dengan pertanyaan ujian dan segala sesuatu yang berbau teknis

Bisa membaca dengan sempurna tetapi tidak memahami apa yang dibaca

Harus membaca ulang beberapa kali untuk mengerti apa yang dibaca melewatkan beberapa kalimat

Kebingungan

Tidak suka membaca dan mencoba menghindari aktivitas membaca, biasanya diawali dengan cukup baik tetapi semakin lama
semakin memburuk

Terbolak-balik membaca suku kata atau kata

Meniadakan, salah membaca,atau mengganti kata-kata penghubung seperti di dan pada

Bisa membaca satu kata dengan baik pada satu halaman, tetapi salah membaca kata yang sama pada halaman yang berbeda

TULISAN TANGAN
Tulisan tangan mungkin tidak terbaca

Tulisan tangan terbaca hanya jika ditulis pelan-pelan terdapat bekas tekanan pada halaman buku (menulis dengan menekan
bolpoin atau pensil)

Sulit merangkai huruf-huruf

Jarak antarkata tidak beraturan

Huruf-huruf ditulis secara tidak biasa untuk menyamarkan masalah ejaan

Proses menulis membuat stress dan terasa melelahkan

MENGEJA

Kata-kata dieja seperti bunyinya

Pengejaan yang aneh sehingga menghasilkan kata-kata yang tidak jelas

Ada bagian kata yang diulang, contohnya kemamampuan untuk kata kemampuan

Ada bagian kata yang hilang, contohnya kempuan untuk kata kemampuan

Ada bagian kata yang terbolak-balik, contohnys lagu untuk kata gula

Kesalahan pada kata-kata yang pendek, contohnya wang untuk kata uang

Dapat mengeja kata yang dihafalkan untuk ujian, tetapi tidak bisa menuliskan kata-kata tersebut.

KOMPOSISI MENULIS

Penulisan tidak teratur dan merasa kebingungan selama proses menulis

Sulit memulai

Kalimat-kalimat terangkai dengan kacau

Bisa memahami apa yang ingin ditulis secara keseluruhan, tetapi sulit menyampaikannya secara berurutan

Pikiran terlalu cepat dibandingkan dengan kemampuan menulis

Kata-kata pendek terlewatkan atau salah digunakan

Sering mencoret

Tidak bisa melihat kesalahan

Merasa menulis adalah sesuatu yang membuat frustrasi dan sering kali menghindarinya jika memungkinkan

Merasa menulis adalah proses yang lamban. Kalaupun tidak putus asa di awal, tulisan sering kali diulang.

TANDA BACA

Tanda baca tidak digunakan sama sekali

Beberapa tanda baca digunakan, tetapi tidak dipahami artinya

Tidak mengerti kapan tanda baca harus digunakan meskipun sudah diberi tahu sebelumnya.
MATEMATIKA

Mungkin sangat pintar dalam matematika

Mungkin merasa matematika sulit

Tidak mamahami apa yang ditanya dalam soal matematika

Tidak bisa mengikuti langkah pengerjaan, contohnya perkalian panjang

Kesulitan memahami petunjuk, contohnya tidak memahami bahwa penjumlahan, pembagian, atau perkalian harus dimulai
dari kanan ke kiri

Merasa kesulitan dengan simbol-simbol matematika

Kesulitan mempelajaritabel perkalian, mengalami masalah dengan penempatan nilai (ratusan, puluhan, dan satuan)

Membolak-balik angka

Membuat banyak kesalahan kecil

Mengalami kesulitan melengkapi penjumlahan yang hasilnya sudah diketahui, contohnys menyelesaikan 2 + = 3

Dapat menemukan jawaban tapi tidak bisa menunjukkan bagaimana langkah kerja untuk mendapatkan jawaban tersebut.

BAKAT

Sering kali memiliki keterampilan interpersonal yang luar biasa

Bisa jadi ahli dalam memecahkan masalah

Dapat berpikir secara tiga dimensi, yang memungkinkan berkembangnya bakat di bidang desain, komputerisasi, dan seni
peran

Bisa jadi ahli di bidang olahraga

Bisa jadi ahli di bidang seni, terutama seni 3 dimensi

Sering kali sangat intuitif

Memiliki keingintahuan yang tinggi tentang cara kerja sesuatu

Sangat memperhatikan lingkungan dan memperhatikan detail

Berpikir secara harfiah

Berpikir secara menyeluruh

Biasanya sangat pandai bermain lego saat masih kanak-kanak.

Sebagian ciri-ciri tersebut mungkin akan muncul, meskipun harus kita sadari bahwa konteks pembelajaran itu sendiri memiliki
dampak yang sangat besar terhadap perkembangan anak disleksia di sekolah. Lingkungan belajar yang ramah terhadap anak
disleksia akan membantu mengurangi dampak disleksia pada anak (Reid, 2007, hal xi).
MENGIDENTIFIKASI DAN MENILAI DISLEKSIA DI KELAS

Dengan melakukan pengamatan, para praktisi dapat mengumpulkan bukti-bukti yang berhubungan dengan masalah kesulitan
membaca, menulis, atau mengeja agar bisa mendapatkan saran dan bimbingan dari koordinator ABK. Pedoman ABK (DfES,
2001) menyatakan bahwa anak yang menunjukkan kesulitan belajar khusus seperti disleksia membutuhkan program khusus
untuk membantu perkembangan kognitif dan pembelajarannya.beberapa anak tersebut mungkin memiliki gangguan sensori,
fisik dan perilaku yang melipat gandakan kebutuhannya (7:58)

Sebuah hal menarik diungkapkan Gavin Reid, seorang penulis berpengalaman yang memfokuskan diri pada disleksia :

Disleksia tidak boleh hanya diidentifikasi melalui penggunaan tes : penilaian terhadap disleksia merupakan proses yang
mempertimbangkan factor kelas dan kurikulum serta pilihan belajar anak,dan juga factor kesulitan belajarnya yang spesifik.

(Reid, 2007, hal.22)

Oleh karena itu, penilaian terhadap disleksia harus lebih dari sekedar tes. Reid (2007, hal.22-23) menganjurkan penilaian
terhadap disleksia dilakukan dengan mempertimbangkan tiga aspek berikut :

KESULITAN

Sangat jelas bahwa anak disleksia cenderung memiliki kesulitan dalam menyusun dan menguraikan tulisan. Kesulitan ini
mungkin terjadi akibat gangguan-gangguan dalam :

Memperoleh pengetahuan fonologi

Memori

Mengorganisasi dan mengurutkan

Pergerakan dan koordinasi

Masalah bahasa

Persepsi visual/auditori.

KETIDAKSESUAIAN

Ketidaksesuaian akan terungkap saat anak membaca/mendengarkan untuk memperoleh informasi dan saat mempelajari
berbagai bidang ilmu dalam kurikulum yang berlaku. Ketidaksesuaian tersebut terlihat antara kemampuan oral dan tertulis
anak.

PERBEDAAN

Harus diingat bahwa tidak semua anak disleksia memiliki masalah yang sama. Dengan pemahaman ini, proses identifikasi
harus mempertimbangkan hal-hal berikut :

Gaya belajar

Lingkungan yang dipilih untuk belajar


Strategi belajar.

MANAJEMEN KELAS

Di semua sekolah kemngkinan besar terdapat anak-anak yang menderita disleksia. Kesadaran akan metode pengajaran dan
pendekatan praktis yang spesifik untuk anak-anak tersebut penting dimiliki guru kelas. Saran-saran berikut dapat berguna
untuk menjalankan kelas yang inklusif dan efektif.

Saat memberikan instruksi kepada anak disleksia, berikan hanya satu instruksi pada satu waktu agar anak dapat memproses
informasi secara efektif.

Manfaatkanlah teknologi informasi dengan menggunakan perangkat lunak pengenal suara

Berikan tambahan waktu kepada anak disleksia untuk menyelesaikan tugas membaca/ menulis jika diperlukan.

Saat mengajar, gunakan pendekatan visual dan kinestetik untuk memfasilittasi proses belajar anak.

Berkomunikasi dengan coordinator ABK dan asisten pengajar secara berkala untuk memastikan pendekatan yang konsisten
diberikan pada anak disleksia.

Hindari munculnya pengalih perhatian di kelas karena anak disleksia sulit berkonsentrasi di kelas.

TIPS TOP UNTUK GURU

Selain memiliki kesulitan mengingat lebih dari satu instruksi pada satu waktu, anak disleksia juga kesulitan mempertahankan
lebih dari satu ingatan dalam memorinya. Saat mengajar anak disleksia, kita harus ingat beberapa hal berikut :

Saat merencanakan tugas, bagi tugas menjadi beberapa bagian yang lebih sederhana.

Pastikan bahwa tugas terstruktur dan tersusun jelas untuk membantu pengatutan belajar.

Buatlah daftar mengenai apa yang diharapkan dari anak disleksia di awal lahir dan di akhir tugas.

MERENCANAKAN PEMBELAJARAN

Daftar berikut dapat digunakan ketika akan membuat lembar kerja :

Apakah ukuran huruf sudah cukup besar?

Apakah ada terlalu banyak huruf dalam satu halaman?

Apakah alat bantu visual dapat digunakan kapanpun dibutuhkan?

Apakah semua kalimat yang tertera didukung dengan gambaran visual?

MEMBACA DAN MEMAHAMI MAKNA

Saat membantu anak disleksia membaca, kita harus bisa mendorong mereka menanyakan hal-hal berikut pada diri mereka
sendiri setelah sesi membaca selesai :

Apa yang bisa saya ingat tentang buku ini?


Bagian mana yang paling saya suka di buku ini?

Siapa karakter utama pada buku ini?

Topic penting apa yang terdapat pada buku ini?

Pertanyaan apa yang ingin saya ajukan ttentang bku ini?

Strategi membaca ini dapat mendorong anak disleksia mengikuti cerita yang dibaca dan membantu mereka untuk berusaha
memahami apa yang dibaca, bukan sekedar membaca kata-kata.

DIAGNOSA

Kriteria diagnosa bagi gangguan membaca, yaitu :

1. Hasil membaca. Bila kita mengukur dengan tes standar yang diberikan secara individual mengenai ketepatan membaca atau
komprehensi membaca berada jauh di bawah (diartikan sebagai diskrepansi ysng lebih dari dua simpang baku antara prestasi
dan IQ) yang kita harapkan sesuai usia kronologisnya, mengukur tingkat inteligensinya, dan pendidikan sesuai usia.

2. Gangguan pada nomor satu secara bermakna mengganggu presteasi akademik atau aktivitas sehari-hari yang membutuhkan
kecakapan membaca.

3. Bila terdapat defisit sensorik, kesulitan membaca jauh berlebihan daripada yang lazim dapat kita jumpai pada gangguan
sensorik tersebut.

Hal yang perlu disadari ialah bahwa tidak selalu mudah melaksanakan kriteria tersebut di lapangan. Tidak selalu mudah
memeriksa anak-anak yang kita sangka menyandang disleksia, bila ia juga menderita kelainan lain seperti hiperaktivitas dan
gangguan atensi yang umumnya tidak koorperatif. Kita dapat menggunakan skor IQ sebagai salah satu patokan, yaitu ketidak
seimbangan antara besarnya IQ dengan prestasi membaca. Misalnya IQ anak 112, namun ia tidak dapat membaca. Anak yang
IQnya 90 dapat membaca.Kita dapat melakukan diagnosis disleksia bila anak telah berusia 7 tahun atau akhir kelas satu SD
atau setelahnya (Lily Djokosetio.2007).

Beberapa peneliti menemukan prediktor disleksia pada usia prasekolah yaitu bila ada riwayat disleksia dalam keluarga
atau adanya keterlambatan perkembangan wicara-bahasa. Kendala diagnosis disleksia di Indonesia adalah belum adanya tes
membaca baku yang sesuai dengan usia kronologis anak.

Jangan terlampau cepat mengambil kesimpulan anak mengalami disleksia karena tidak semua kesulitan membaca
adalah disleksia. Karena banyak faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami keterlambatan perkembangan membaca
atau kesulitan membaca. Contohnya, anak dengan kelainan fisik seperti gangguan pengelihatan, gangguan pendengaran.

PEMERIKSAAN

Sebelum kita melakukan pemeriksaan, kita membutuhkan riwayat lengkap yaitu riwayat kehamilan ibu, saat kelahiran,
setelah bayi lahir, riwayat perkembangan anak, adanya disleksia dalam keluarga, dan lingkungan anak. Pemeriksaan klinis
umum melibatkan spesialis dari dokter spesialis anak, dokter spesialis mata (menyingkirkan gangguan penglihatan), dokter
Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) (menyingkirkan gangguan pendengaran), psikiater (menyingkirkan adanya gangguan
jiwa, emosional primer), psikolog (untuk evaluasi intelegensi anak), dan spesialis saraf (untuk menyingkirkan adanya kelainan
struktur dan fungsi otak yang nyata).

Pemeriksaan neurologis lengkap meliputi neurologis perkembangan, ada tidaknya kelainan neurologis nyata
(kelumpuhan/paresis pada otot-otot wicara), neurologis samar (minor neurological function). Pemeriksaan fungsi luhur untuk
menetukan jenis disleksia meliputi: perhatian (atensi), dominansi tangan dan mata, membedakan kanan-kiri, arah fungsi
visual-spasial, praksis, pemahaman dan curah bahasa, penelusuran visual huruf (visual scanning and tracking), memori visual
dan auditoris, membaca, dan menulis ( bahasa tulisan).

PENANGANAN

Ada beberapa pendekatan remedial untuk disleksia, yaitu menekankan kekuatan kemampuan anak, apakah pada
kemampuan persepi visual atau persepsi auditorisnya. Jika anak lemah di bagian visual kita harus berikan program fonetik.
Sedangkan, jika anak lemah dalam bagian auditoris kita harus melatih membaca visual dengan teknik kata-utuh whole-word
techniques (Lily Djokosetio. 2007)

SIMPULAN

Disleksia yaitu suatu gangguan belajar yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang. Seseorang yang
mengalami disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja dan menulis karena
adanya kelainan neurologis yang kompleks. Dapat pula merupakan kelainan bawaan (constitutional in origin), keturunan
(genetic).

Klasifikasi disleksia dibagi 3, yaitu: Disleksia dan Gangguan Visual :Adanya perputaran dalam bentuk huruf-huruf atau
angka yang hamper mirip bentuknya. Disleksia dan Gangguan Bahasa : Adanya kesulitan dalam diskriminasi, kesulitan
mengeja, kesulitan menyebut atau menemukan kata atau kalimat, urutan kata yang kacau. Disleksia dengan Diskoneksi
Visual-Auditoris):Ada gangguan dalam koneksi visual-auditoris(grafem-fonem), anak membaca lambat.

Pemeriksaan dapat melibatkan spesialis dari dokter spesialis anak, dokter spesialis mata, dokter Telinga Hidung dan
Tenggorokan, psikiater, psikolog, dan spesialis saraf. Jika anak lemah di bagian visual kita harus berikan program fonetik.
Sedangkan, jika anak lemah dalam bagian auditoris kita harus melatih membaca visual dengan teknik kata-utuh whole-word
techniques (Dr. Boder)

Sebagai guru dan praktisi, tujuan utamanya adalah memastikan anak disleksia utnutk tidak dirugikan dalam lingkungan
belajarnya, bila dibandingkan dengan teman teman sebayanya, akibat kekurangannya tersebut. Guna mendorong
kepercayaan dirinya penting untuk mempertimbangkan berbagai prosedur pengajaran menulis dan membaca yang
bervariasi. Harus diingat bahwa setiap anak disleksia sangat unik, sehingga satu pendekatan bisa saja hanya berlaku bagi satu
anak, bukan pendekatan satu untuk semua, dan pendekatan mengajar yang berbeda mungkin dibutuhkan untuk anak-anak
lainnya.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS


Nama Lengkap : Wafi Ghufron

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nim : 15040

Angkatan Tahun : 2015

Alamat Lengkap : Kp.sidamukti Rt 05/04

Kelurahan : Sukamaju

Kecamatan : Cilodong

Kab/Kota : Depok

Kode Pos : 16415

Telp/Hp : 087878808914

Email : wafighufron14@gmail.com

Riwayat Pendidikan : 1. TK ISLAM LUQMAN HAKIM

2. SD NEGERI SUKAMAJU 07 DEPOK

3. SMP TARUNA BHAKTI DEPOK

4. SMA YASPEN TUGU IBU 1 DEPOK


Pengalaman Organisasi :-

DAFTAR PUSTAKA

British Dyslexia Association (2008) Definition of Dyslexia, www.bdadyslexia.org.uk

DCFS (2009) Miscue Analysis,http://www.rwp.excellencegateway.org.uk/readwriteplus/bank/Miscue%20Analysis.pdf,

DfES (2001) The Special Educational Needs Code of Pratice, Nottingham:


DfES,http://www.teachernet.gov.uk/_doc/3724/SENCodeOfPractice.pdf

DfES (2004) A Framework for Understanding Dyslexia, Leicester: NIACE.

Dyslexia UK (2009) Some Common Dyslexia Characteristics in Children,http://www.dyslexia-uk.org/ChildCharact.html

Elliot,J. (2005) The dyslexia debate continues The Psychologist, 18 (12), 728-
30,http://www.thepsychologist.org.uk/archive/archive_home.cfm?volumeID=18&editionID=130&articleID=959

Lumbantobing. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.

Mortimor, T. dan Crozier, R. (2006) Dyslexia and difficulties with study skills in higher education, studies in higher
eduation,31(2) 235-251.
Olivia, Stella. Deteksi Dini Psikologi Balita Hingga Manula. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2005.

Pollak, D. (2005) Dyslexia, The Self and Higher Education,stoke-on-trent: Trentham

Pollock, J., Walter, E., dan Pollit, R. (2004) (edisi ke-2) Day-To-Day Dyslexia in the Classroom, London: RoutledgeFalmer

Reid, G. (2007) (edisi ke-2) Dyslexia, London: Continuum.

Riddick, B. (1995) Dyslexia: dispelling teh myths, Disability & Society, 10 (4), 457-73

Sidiarto, Lily Djokosetio. Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada Anak. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2007.

http://paddlebros.blogspot.co.id/2017/04/disleksia-pada-anak-sekolah.html

Selasa, 17 April 2012

Gangguan belajar "Disgrafia"


1. PENGERTIAN DISGRAFIA

Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya
kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan
mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada
saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih
dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis.Kesulitan dalam menulis
biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.

Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.
Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer
pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai
langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi
yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun
keterlambatan proses visual motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya
berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat
intelegensianya.Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah
ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.

2. PENYEBAB DISGRAFIA

Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba
pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena
kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia
terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter
ikut berperan dalam disgrafia.

Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian
kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam
harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka.
Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau
belajar.
3. CIRI-CIRI DISGRAFIA
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau
pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah
ada.
4. CARA MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia.
Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua
belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis
yang singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang tua dari si anak
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak


Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan
menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan
menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak


Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena
hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan
sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis


Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis.
Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos,
menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan
membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1. Faktor kesiapan menulis

Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung
kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan
antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat
dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis
suatu huruf.
2. Aktivitas lain yang mendukung
- Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
- Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
- Menyambungkan titik.
- Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
- Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
- Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
- Membuat garis miring secara vertikal.
- Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
- Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.

3. Menulis huruf lepas/cetak

- Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.


- Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
- Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
- Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.

Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai
akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan
kalimat.
4. Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun
langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:
Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.

5. Menulis huruf sambung

- Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
- Kami sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.

Faktor Masalah Penyebabnya Remedial


Bentuk Huruf terlalu miring Posisi kertas yang miring Betulkan posisi kertas
sehingga tegak lurus
dengan badan
Ukuran Terlalu besar dan Kurang memahami Ajarkan kembali
terlalu tebal garis tulisan tentang konsep ukuran
Gerakan tangan dan perjelas garis
yang kaku tulisan
Latih gerakan
tangan, salah satu
caranya dengan latihan
membuat lingkaran atau
bentuk lengkung

Spasi Huruf dalam Kurang memahami Ajarkan kembali


satu kata seperti konsep spasi konsep spasi antar-kata
menumpuk Kurang memahami
Kaji kembali konsep
Spasi antar- bentuk dan ukuran
bentuk ukuran dan
huruf terlalu lebar
huruf

Kualitas Terlalu tebal atau Masalah tekanan Perbaikilah cara- pada


garis menekan terlalu tipis tulisan cara memegang alat
tulis, perbaiki juga
gerakan tangan, serta
beikan latihan menulis
di atas kertas tipis dan
kertas kasar
Kecepatan Lambat ketika dalam Tingkat kemampuan Latih menarik garis
menulis yaitu ketika menulis tidak sebanding lurus dengan cepat serta
menyalin atau saat dengan kecepatannya latihan membuat bentuk
dikte melingkar, tegak dan
melengkung di kertas
berpetak

http://fanisliend.blogspot.co.id/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html

Rabu, 26 November 2014


Kesulitan Belajar (Disleksia, Disgrafia, Diskalkulia), Faktor Penyebab dan Cara mengatasinya
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah syariat islam yang menjadi kewajiban bagi seluruh umat islam melalui firman Allah Taala, yaitu ayat yang
pertama kali turun dalam surat Al-Alaq (96):1-5 yang berbunyi.






Terjemahnya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

Oleh karena itu, mau tidak mau, sebagai umat Nabi Muhammad kita harus selalu belajar dan belajar. Terlebih lagi pada usia
anak-anak. Karena pada masa itu proses pembelajaran sangatlah mudah diterima atau mendapat respon yang baik dari anak-
anak.

Keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas merupakan dambaan setiap orang. Berhasil berarti terwujudnya harapan. Hal ini
juga menyangkut segi efisiensi, rasa percaya diri, ataupun prestise. Lebih-lebih bila keberhasian tersebut terjadi pada tugas atau
aktivitas yang berskala besar. Namun perlu disadari bahwa pada dasarnya setiap tugas atau aktivitas selalu berakhir pada dua
kemungkinan : berhasil atau gagal.

Bila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa wujud
ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik
kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir.

Kegagalan dalam belajar sebagaimana contoh di atas berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya. Dan tidak kalah penting adalah
dampak kegagalam belajar pada rasa percaya diri. Kerugian tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga
oleh keluarga dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya meminimalkan, dan juga
memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.

Akan tetapi, banyak sekali proses pembelajaran yang dilakukan oleh anak-anak yang dibimbing oleh seorang guru,
menghasilkan hanya sedikit perubahan yang dialami oleh anak, bahkan tidak sama sekali. Hal itu disebabkan adanya kesulitan
anak tersebut dalam belajar. Tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.

Dewasa ini sering kita lihat banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya
dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu, kesulitan
belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkampuan rata rata ( normal ) disebabkan oleh faktor faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai pengertian
kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar.

Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental ), akan tetapi dapat juga
disebabkan oelh faktor faktor non intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar,
karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami
masalah masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak
jelas dari nenurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan denga munculnya
kelainan prilaku (Misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, megusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
sekolah dan sering minggat dari sekolah.Menurut para ahli pendidikan, hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri yang disebut faktor internal,
dan yang terdapat diluar diri peserta didik yang disebut dengan eksternal.
B. Tujuan Penelitian

dari uraian latar belakang diatas, ada beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesulitan belajar siswa.

2. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.

3. Cara mengatasi kesulitan belajar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesulitan Belajar

1. Pengertian Belajar dan Kesulitan Belajar

Menurut Drs. Tadjab, M.A. dalam bukunya Ilmu Jiwa Pendidikan, belajar bisa didefinisikan berubahnya kemampuan
seseorang untuk melihat, berfikir, merasakan, mengerjakalan sesuatu, melalui berbagai pengalaman-pengalaman yang
sebagiannya bersifat perseptual, sebagiannya bersifat intelektual, emosional maupun motorik.

Pengertian belajar yang lain dikemukakan oleh Fontana. Menurut Fontana (1981), belajar adalah suatu proses perubahan yang
relatif tetap dalam prilaku individu sebagai hasil dari pengalaman.

Adapun definisi belajar menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Drs. Wasty Soemanto, M. Pd. Dalam bukunya Psikologi
Pendidikan.

Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.

Menurut Howard L. Kingsley, Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui
praktek atau latihan.

5
Adapun kesulitan belajar sendiri, dapat diartikan sebagai hambatan dan gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai
oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.

Jadi, dapat dikatakan kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Hambatan tersebut bisa bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis.

2. Jenis jenis kesulitan Belajar

Dari pengertian kesulitan belajar di atas maka jenis-jenis kesulitan belajar di Sekolah Dasar dapat dikelompokkan kepada siswa-
siswa yang mengalaminya. Jenis-jenis kesulitan belajar tersebut yaitu:

a. Kesulitan membaca (disleksia)

Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi
dua proses, yaitu proses decoding, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis adalah
proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau
sejenisnya.

Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca
ini menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, kerena membaca merupakan salah satu bidang
akademik dasar, selain menulis dan berhitung. Kesulitan membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk
termotivasi belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Hal ini terjadi karena dalam
masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam
bentuk tertulis dan hanya dapat diperoleh melalui membaca.

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan
membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan
keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis
pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya
kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendakna ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia,
yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual.

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur
kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya
(misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami
kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-
bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi
pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Gejala-gejala disleksia visual adalah sebagai berikut:

1) Tendensi terbalik.
2) Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip.

3) Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual.

4) Memori visual terganggu.

5) Kecepatan persepsi lambat.

6) Kesulitan analisis dan sintesis visual.

7) Hasil tes membaca buruk.

8) Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris.

Anak yang mengalami disleksia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Tidak lancar dalam membaca,

2) Sering banyak kesalahan dalam membaca,

3) Kemampuan memahami isi bacaan sangat rendah,

4) Sulit membedakan huruf yang mirip.

b. Kesulitan menulis (disgrafia)

Penelitian dan pengembangan dalam pengajaran menulis sejak dulu memang kurang mendapat perhatian. Hal ini terlihat
jarangnya hasil penelitian pembaharuan metodologi pengajaran menulis. Baru dalam dasa warsa terakhir ini, beberapa pakar
mulai tertarik pada bidang ini. Beberapa hasil penelitian mulai dipublikasikan, demikian juga muncul beberapa pemikiran
inovatif terhadap pengajaran membaca. Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara maju, 80% dari populasi murid sekolah
menengah tidak dapat menulis dengan baik dan 50% tidak menyukai proses menulis. Di kalangan pendidikan luar biasa, angka-
angka ini pasti lebih besar, karena sebagian besar anak luar biasa mengalami kesulitan menulis. Penelitian ini dilakukan di
negara maju. Di Indonesia masalahnya mungkin lebih besar, karena proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan tidak
menuntut anak untuk banyak menulis.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-
tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu, pengajaran menulis pada tahap awal
difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga
jarak dan proporsi huruf secara benar dan konsisten.

Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menulis yang berat disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran
menulis, yaitu menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang
siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar
menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Ada beberapa jenis kesulitan yang dialami oleh anak berkesulitan menulis, antara lain sebagai berikut:

1) Terlalu terlambat dalam menulis.

2) Salah arah ada penulisan huruf dan angka, misalnya menulis huruf n dimulai dari ujung bawah kaki kanan huruf, naik,
lengkung ke kiri, ke bawah, baru kembali naik,

3) Terlalu miring.

4) Jarak antar huruf tidak konsisten.

5) Tulisan kotor.

6) Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal.

7) Bentuk huruf atau angka tidak terbaca.

8) Tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal atau tipis).

9) Ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu kecil.

10) Kentuk terbalik (seperti bercermin).

Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya gangguan motorik, gangguan emosi,
gangguan persepsi visual, atau gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya
seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara jelas ataun mengikuti kecepatan gurunya,
hal ini dapat berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.
Anak yang mengalami disgrafia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Tulisan terlalu jelek atau tidak terbaca.

2) Sering terlambat dibanding yang lain dalam menyalin tulisan.

3) Tulisan banyak salah, banyak huruf terbalik dan hilang.

4) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

5) Menulis huruf tidak sesuai dengan kaidah bahasa.

c. Kesulitan berhitung (diskalkulia)

Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika.
Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hamper semua cabang matematika yang menurut Moris Kline (1981)
berjumlah delapan puluh cabang besar selalu ada berhitung.

Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen
pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan pemecahan masalah.
Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana sarana berpikir keilmuan. Oleh karena
itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak
menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping membaca. Padahal seperti halnya
keterampilan membaca, keterampilan menghitung merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai bidang studi
lainnya. Ciri-ciri anak yang mengalami diskalkula yaitu:

1) Sering sulit membedakan tanda-tanda dalam hitungan,

2) Sering sulit mengoperasikan hitungan/bilangan meskpun sederhana,

3) Sering salah membilang dengan urut,

4) Sulit membedakan angka yang mirip, misalnya angka 6 dan 9, 17 dengan 71,
5) Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

B. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang
mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:

1. Faktor-Faktor Internal (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) meliputi:

a. Faktor Fisiologi

1) Karena sakit

Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya, ransangan
yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan keotak, lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah.

2) Karena kurang sehat

Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya
hilang, kurang semangat, pikiran terganggu. Karena hal-hal tersebut maka dalam penerimaan pelajaranpun kurang efektif
karena saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal meproses, mengolah, menginterpretasi dan mengorganisasi bahan
pelajaran melalui indranya. Oleh karena itu, seorang guru atau petugas diagnostik harus meneliti kadar gizi makanan dari anak.

3) sebab karena cacat

cacat tubuh disebabkan atas:

a) cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor.

b) Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya.

b. Faktor psikologi

1) Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Bakat yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi anak didik.
Seseorang akan mudah mempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan yang lain
dari bakatnya akan cepat bosan, mudah putus asa, dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak yang suka
mengganggu di kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya rundah.

2) Minat

Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya
mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengan kecakapannya dan tidak sesuai
dengan tipe-tipe khusus anak banyak menimbulkan problem pada dirinya. Karena itu, pelajaran pun tidak pernah terjadi proses
dalam otak, akibatnya timbul kesulitan belajar.

3) Sikap Terhadap Belajar

Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang
salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan
mempengaruhinya terhadap tindakan belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi.
Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif.

4) Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya
motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi
belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus.

5) Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada
isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar
mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar
seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa
menit. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.

6) Mengolah Bahan Belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi
bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta
nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses
belajar.
7) Kemampuan Berprestasi

Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan
hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau
menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi
dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan,
pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.

8) Rasa Percaya Diri Siswa

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri
dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa
lemah percaya dirinya.

9) Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar

Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara
baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam
belajar atau kehidupan sehari-hari. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah
atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon
tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar dibidang kterampilan.

10) Kebiasaan Belajar

Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai materi yang telah
disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-
nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti
merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk
sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.

11) Cita-Cita Siswa

Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita
merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita
tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi
sesuai dengan kemampuannya sendiri.

2. Faktor eksternal yang meliputi:


a. Faktor keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Keluarga juga merupakan salah satu penyebab kesulitan
belajar. Yang termasuk dalam faktor keluarga ini adalah:

1) Orang tua

Kewajiban dari orang tua adalah mendidik anaknya. Orabng tua yang kurang/tidak memperhatikan anaknya, mungkin acuh tak
acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya. Hubungan antara
orang tua dengan anak juga harus harmonis. Karena hal ini juga membantu keberhasilan dalam belajar mereka.

2) Suasana rumah/keluarga

Suasana rumah yang ramai atau gaduh tidak mungkin membuat anak akan dapat belajar dengan baik. Anak akan terganggu
konsentrasinya. Sehingga sukar untuk belajar. Oleh karena itu suasana rumah harus dibuat menyenangkan, tentram, damai, dan
harmonis.

3) Keadaan ekonomi keluarga

Biaya merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan pendidikan anak. Misalnya untuk membeli peralatan sekolah
anak seperti buku, pensil, dan lain sebagainya. Karena kurangnya biaya, maka pendidikan mereka juga akan terhambat.

b. Sekolah

Sekolah merupakan salah satu tempat anak-anak dalam menuntut ilmu. Unsure-unsur yang ada didalamnya pun juga
berpengaruh dalam keberhasilan belajar siswa, yang temasuk komponen didalam sekolah diantaranya adalah:

1) Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga
menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi
penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai
seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan
hidup sebagai manusia.

2) Prasarana dan Sarana Pembelajaran


Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa
lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul
bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.

3) Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah

Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan
tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja
berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.

4) Kurikulum Sekolah

Kurikulum yang diberlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau yayasan pendidikan.
Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan
kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru.
Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan
berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi berubah.

c. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial seperti teman bergaul, keadaan masyarakat, pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa
anak. Hal ini juga merupakan penyebab anak mengalami kesulitan belajar serta menghambat proses hasil belajar anak.

C. Cara Mengatasi Anak yang Kesulitan Belajar

1. Kesulitan membaca (Disleksia)

Disleksia merupakan gangguan neourologis yang sifatnya genetis. Jadi kondisi ini menetap. Disleksia tidak bisa diobati tetapi
bisa diintervensi sehingga anak bisa mengatasi masalahnya. Contohnya, anak tidak bisa membaca lalu dibacakan. Bagi orang
yang tidak paham anak tersebut bisa dikatakan pemalas, bodoh, keras kepala dan sebagainya.

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita disleksia belajar membaca dengan mengajar
mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga
meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode
yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang
dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

Berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak dengan phonic dan membaca:
a. Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.

b. Tunda sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

c. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama, mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.

d. Tentukan tujuan yang dapat dicapai: satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup
pada saat pertama.

e. Bersikap positif dan puji anak ketika anak membaca dengan benar. Ketika anak membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu
untuk membenarkan kesalahan.

f. Ketika membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga.
Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.

g. Mulai dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak.
Kemudian meminta anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

h. Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas
membaca, atau meminta anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali
tulisan tersebut.

i. Berikan hadiah padanya ketika anak melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika ada perubahan yang nyata pada nilai-
nilainya di sekolah.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak disleksia antara lain:

a. Mendemonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak.

b. Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya.

c. Mendorong anak bercakap-cakap.

d. Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk bernyawa) sehingga anak mampu
mendeksripsikan dan menginterpretasikan.

e. Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak.


f. Meminta atau memberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas tentang situasi menarik yang dialami di rumah
atau di tempat lain.

g. Membuat permainan telepon-teleponan.

2. Kesulitan menulis (Disgrafia)

Untuk mengatasi problem disgrafia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami disgrafia.
Problem disgrafia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi
kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut
meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable).
Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbaik untuk disgrafia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem
tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesempatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa
harus bersusah payah menulis dengan tangannya.Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan
: pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk
menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-
anak dapat:

a. Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatan anak lain yang memiliki tulisan tangan
yang bagus, mereka dapat mengandalkan teman tersebut dan mengandalkan buku teks untuk belajar.

b. Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop/note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas
sekolah.

c. Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran. Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan,
mereka dapat:

1) Melakukan tes secara lisan.

2) Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.

3) Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.

4) Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus
diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
d. Luangkan waktu lebih, dalam tugas menulis

e. Kalau kesulitan dalam jarak, kita bisa membantu mereka dengan menaruh jari di mulut antara satu kata dengan kata yang
lain

Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada
mereka harus bersusah payah mengusai suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang
dibutuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan
apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. Tidak
ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena
pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama
semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

3. Kesulitan berhitung (Diskalkulia)

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran
matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang
guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut: Jones seorang
petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan
Jones tiap tahun? Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara
menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru
memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem
dyscalculia.

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin dapat mengatasi diskalkulia, yaitu
dengan menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.

Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan dengan teknik individualisasi yang
dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini
mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat
menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya
pada temannya yang lain yang mengalami problem diskalkulia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan
problem diskalkulia ini juga dapat diberikan kalkulator untuk menghitung. Cara lain yang dapat menolong mereka dengan cara
sebagai berikut:

a. Gunakan diagram dan gambarkan konsep-konsep matematika

b. Gunakan kertas grafik

c. Latihan berulang-ulang.
http://dzulkiflialjawwaad.blogspot.co.id/2014/11/kesulitan-belajar-disleksia-disgrafia_88.html

TUGAS PSIKOLINGUiSTIK

TENTANG

JURNAL GANGGUAN BERBICARA (DISLEKSIA)

MENGENAL GANGGUAN BERBICARA

KHUSUSNYA DISLEKSIA BAGI ANAK

Ronal Ahmad
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Abstrak
Pembahasan yang akan dibahas dalam makalah ini ada empat, yaitu: (1) apa itu disleksia, (2) penyebab dan gejala
disleksia, (3) ciri-ciri anak yang mengalami disleksia, dan (4) cara mengatasi disleksia pada anak. Deskripsi konseptual
membuktikan orang tua perlu mengenal apa itu disleksia, agar dapat menghindari dan mengantisipasi anak-anak mereka dari
gangguan berbicara khususnya disleksia.
Kata-kata kunci: gangguan berbicara, disleksia

A. Pengantar

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hiduop di dunia ini, cuma manusia
yang dapat membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia
dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.

Disleksia adalah kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara suara
dan kata secara tertulis. Gejalanya, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari
tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya. Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam
atau tujuh tahun, tidak demikian pada anak yang mengalami disleksia. Sampai usia 12 tahun terkadang mereka masih belum
lancar membaca. Kesulitan ini dapat dideteksi ketika anak memasuki bangku sekolah.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan di bahas empat hal. Hal-hal itu adalah: (1) apa itu disleksia, (2)
penyebab dan gejala disleksia, (3) ciri-ciri anak yang mengalami disleksia, dan (4) cara mengatasi disleksia pada anak.

B. Pembahasan

1. Apa Itu Disleksia?

Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang berarti sulit danlex berasal dari legein, yang artinya
berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan
antara suara dan kata secara tertulis.

Bryan dan Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam
belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa.

Disleksia adalah gangguang akan ketidakmampuan membaca, yaitu ketidakmpuan membaca anak berada di bawah
kemampuan seharusnya, dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia, dan pendidikannya. Gangguan ini bukan
bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan
memproses. Setelah anak memasuki usia sekolahnuntuk beberapa waktu. (Rahayu, 2004: 45)

Menurut T.L. Harris dan R.E Hodges (Corsini, 1987: 44) disleksia mengarah pada anak yang tidak dapat membaca
sekalipun penglihatan, pendengaran intelegensinya normal, dan keterampilan usia bahasanya sesuai.

Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan
kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia
sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan
belajar mengalami disleksia. Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yang
berkisar 2:1 sampai 5:1.

Adapun Hornsby (1984: 9) mentakrifkan disleksia sebagai bentuk kesulitan belajar membaca dan menulis terutama
belajar mengeja (mengujar) secara betul dang mengungkapkan pikiran secara tertulis, dan ia telah pernah memanfaatkan
sekolah normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran lainnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut diperoleh gambaran bahwa disleksia adalah suatu kondisi pemrosesan informasi
yang berbeda dari anak normal yang sering ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area
kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian
gerak.

2. Penyebab atau Gejala Disleksia

Disleksia disebabkan oleh adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau
keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak mungkin si anak
akan mengalami kesulitan serupa. Meskipun belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian
menyimpulkan adanya tiga faktor penyebab disleksia, yaitu: (1) faktor keturunan, (2) faktor pendengaran sejak usia dini, dan
(3) faktor kombinasi atau dua faktor 1 dan 2.

Sedangkan gejala disleksia adalah pertama, kurangnya memori verbal untuk mengingat urutan informasi secara lisan
dalam jangka waktu singkat, semacam perintah singkat seperti menaruh tas kemudian mencuci tangan. Kedua, kesulitan
dalam mengurutkan dan mengucapkan sesuatu dalam kata-kata, misalnya urutan angka, menamai warna-warna atau benda.
Dan ketiga, kesulitan memproses informasi lisan, misalnya saat mencatat nomor telepon atau didikte.

Pada anak balita disleksia dapat dikenali melalui perkembangan bicara lebih lamban dibandingkan anak-anak
sesusianya dan membutuhkan waktu lama untuk belajar kata baru. Misalnya keliru menyebutkan kata ibu menjadi kata
ubi. Kesulitan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan diri dan kurang memahami kata-kata yang memiliki rima.
3. Ciri-Ciri Anak yang Mengalami Disleksia

Gangguan disleksia baru dapat terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu, seperti
halnya anak-anak yang baru memasuki sekolah TK, kemampuan membaca anak yang baru memasuki TK tidak menjadi
tuntutan untuk di haruskan disleksia sangat sulit diketahui sejak usia dini. Adapun ciri-ciri anak disleksia adalah:

a. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proposional.

b. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.

c. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.

d. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan
huruf, atau suku kata.

e. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tetapi keliru di halaman lainnya, dan lupa meletakkan titik dan tanda-
tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.

f. Bermasalah ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa
yang dibacanya.

g. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya hal menjadi lah. Lupa mencantumkan huruf
besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.

h. Keliru pada kata-kata yang singkat, serta bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.

i. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. Serta terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak
dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.

j.

Anak-anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8 tahun. Karena di usia balita
seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca.

4. Cara Mengatasi Disleksia Pada Anak

Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi
tersebut begitu nyata, hingga tidak ada satu kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia.
Sangat diperlukan bantuan ahli (psikolog) untuk menemuka pemecahan yang tepat.

Bagi penderita disleksia anak-anak, penelitian menunjukkan bahwa intervensi edukasi paling efektif jika diberikan
sebelum anak mencapai usia delapan tahun. Penderita disleksia diajarkan mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil dalam
kata-kata, memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa yang dibaca, membaca
bersuara, dan membangun kosa kata.

Selain intervensi edukasi, orang tua juga harus berperan penting dalam meningkatkan kemmapuan anak. Langkah
sederhana yang dapat dilakukan adalah membacakan buku yang menarik minat anak. Kegiatan ini dapat dilakukan berulang
kali sampai anak terbiasa dengan teks dalam buku. Orang tua dianjurkan untuk tidak mencela anaknya jika melakukan suatu
kesalahan.

Berikut cara-cara mengatasi disleksia dengan menggunakan berbagai metode berikut, yaitu:

a. Metode Multy-Sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya
lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam
prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau
dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran,
penglihatan, dan sentuhan. Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali huruf-huruf.

b. Membangun Rasa Percaya Diri

Gangguang disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang
tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan
menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, ataupun
mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.

Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk
mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk
mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-
buku cerita sederhana.

c. Terapi

Saat anak-anak diketahui mengalami disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang
dengan penuh kesabaran dan ketekunan membantu si anak mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia
sering merasakan tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.

Anak-anak tertentu, khusunya disleksia tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu
mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis
yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan
memiliki kecerdasan yang memadai.

C. Penutup

Mengenal gangguang berbicara khususnya disleksia bagi anak-anak sangat perlu dilakukan orang tua agar dapat
mengatasi dan mengantisipasi sedini mungkin gangguan ini. Disleksia adalah kesulitan yang berhubungan dengan kata atau
simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan lisan dan tertulis, atau
kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis. Jika dibiarkan berlarut-larut anak-anak akan sulit
melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan membaca dan mengeja. Sampai usia remaja pun mereka akan
sulit untuk menghadapinya hingga akhirnya psikologi mereka pun akan terganggu. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengenal
apa itu disleksia, penyebabnya, gejalanya, dan cara mengatasi anak-anak yang sudah mengalami disleksia. Disleksia tidak
dapat disembuhkan, tapi pendeteksian dan penanganan dini terbukti sangat mebantu dalam meningkatkan kemampuan
penderita, khususnya membaca. Penanganan disleksia membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Karena itu,
keluarga serta penderita dianjurkan untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta bantuan dari keluarga serta teman dekat
akan sangat membantu.

D. Referensi

Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Rineka Cipta

Rahayu Iin Tri, tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang:

Bayumedia

http://www.balitaanda.com/balita.395.Disleksia.padaanak.

http://www.balita-anda.com/balita.Disleksiapadaanaka.html
http://harfiahnurul.blogspot.com/205/06/disleksia-kesulitan-membaca-menulis_16.html?m=1

http://kumpulanmakalah0.blogspot.co.id/2015/10/jurnal-psikolinguistik-gangguan.html

MAKALAH KESULITAN BELAJAR (DISLEKSIA)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini sering kita lihat banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.Pada dasarnya kesulitan belajar tidak
hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan renadah saj, tetapi juga dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu,
kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkampuan rata rata ( normal ) disebabkan oleh faktor faktor
tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan
mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.

Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat
juga disebabkan oelh faktor faktor non intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan
belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu
memahami masalah masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa
biasanya tampak jelas dari nenurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan
denga munculnya kelainan prilaku (Misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, megusik teman, berkelahi,
sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.Menurut para ahli pendidikan, hasil belajar yang dicapai oleh
para peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri yang
disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar diri peserta didik yang disebut dengan eksternal.

Jaman dahulu, anak tak bisa membaca adalah anak bodoh. Plain stupid. Jaman dulu anak yang suka berhayal
adalah anak ngawur. Hari ini manusia kian pandai memilah mana yang bodoh karena tak belajar, atau pintar tapi tak bisa
mengungkapkan secara verbal ataupun lisan.

Namun ada kalanya kita menemukan gejala disleksia, istilah dari ketidakmampuan membaca, dalam diri anak. Misal
Anak tersebut sering membaca buku dalam waktu lama, tapi tidak membaca huruf. Hanya detail gambar hingga proses
kerja dari setiap aktor di gambar itu. Ia membaca b menjadi d, angka 2 menjadi 5 jika diurut bersama. Ia juga
suka bingung antara kiri dan kanan. Ia bisa mengeja semua huruf, tapi harus melihat posisi lidah, gigi dan bibir saya kita
mengucap suku kata seperti ba atau da. Sementara itu, daya rekam atas semua detail peristiwa dan pengetahuan
anak sangatlah tinggi.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar Belakang yang ada dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa Pengertian Disleksia?


2. Apa Gejala Disleksia?
3. Bagaimana Cara Menangani masalah Disleksia?
1.3 Tujuan
Mengingat berbagai macam kesulitan belajar yang dialami anak didik maka makalah ini secara umum bertujuan
untuk menganalisa Gejala kesulitan membaca (disleksia) dan cara penanganannya. Secara khusus penulisan majalah ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian dan latar belakang terjadinya kesulitan belajar khususnya disleksia

2. Memberi informasi cara penanganan kesulitan membaca (disleksia)

3. Menjelaskan peran penting orang tua terhadap perkembangan anaknya

1.4 Kajian Teori

Gangguan yang menyebabkan masalah dalam berbicara, mendengarkan, membaca, menulis atau kemampuan
matematika, juga gangguan perkembangan spesifik. Kesulitan belajar adalah gangguan dalam kemampuan belajar termasuk
dalam hal berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, atau kemampuan matematika. Anak yang mengalami kesulitan
belajar terlihat dari kemampuan akademiknya satu atau dua tahun dibawah dari anak seusianya dengan intelegensi normal.
Sering kali kesulitan belajar ini tampak bersamaan dengan kesulitan lain seperti ADHD (Attention Deficit/hyperactivity
disorder) yang disebabkan oleh ketidakteraturan fungsi dari bagian tertentu pada otak. Hal ini disebabkan oleh faktor
keturunan.

Kesulitan belajar dihubungkan dengan disfungsi otak yang mempengaruhi kemampuan dasar seperti kemampuan
persepsi indra. Pada umumnya kesulitan belajar dalam bidang akademik antara lain adalah :

1) Dyslexia

Biasa disebut juga gangguan perkembangan membaca. Gejalanya antara lain:

Kesulitan mengenal kelompok huruf

Kesulitan menghubungkan antara huruf dengan bunyi

Kesulitan dalam membentuk sukukata

Pembalikan posisi huruf

Kekacauan dalam mengeja

Keraguan dalam mengucap kata

Kurang memahami arti kalimat

2) Dysgraphia

Biasa disebut dengan gangguan/kesulitan menulis. Termasuk didalamnya :

Kesulitan membuat formasi huruf

Menulis keluar dari garis

Pengulangan dan penghilangan huruf

Kesulitan meletakkan tanda baca dan huruf besar

Mirror writing

Macam-macam masalah ejaan


3) Dyscalcula

Lebih dikenal dengan kesulitan belajar matematika, biasanya muncul setelah kesulitan belajar membaca dan menulis.
Gejalanya adalah :

Kesulitan dalam menghitung

Kesulitan dalam membaca dan menulis angka

Sukar memahami konsep matematika dasar

Tidak menguasai pengukuran, pengelompokkan dan pola

Lalu ada beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut, yaitu :

1) Assesment

Assesment terhadap kesulitan belajar dapat dilakukan oleh satu atau lebih dari para ahli, misalnya psikolog, psikiater, dan
neorolog. Penilaian yang dapat dilakukan adalah melalui test IQ untuk mengetahui kemampuan verbal dan non verbal anak,
projective test untuk mengevaluasi tingkat emosional.

2) Treatment

Pada dasarnya treatment untuk anak kesulitan belajar adalah remedial education dan psychotherapy. Keduanya dapat
dilaksanakan secara bersamaan atau salah satu mengikuti yang lain sesuai kebutuhan. Remedial sebaiknya dilaksanakan
secara individual dengan seorang tutor. Tujuannnya adalah mencari dan meruntuhkan dinding penyebab kesulitan belajar.

Pada dasarnya yang paling dibutuhkan oleh anak-anak berkesulitan belajar adalah kasih sayang, pengertian dan
kesabaran dari orang-orang disekitarnya, terutama dari orang tua. Setelah itu barulah dapat dilakukan penanganan yang
tepat.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian disleksia

Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu dys yang berarti kesulitan dan leksia yang berarti kata-kata. Dengan kata
lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini
Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan
dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua
macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang
disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan
membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian,
anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan
khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan
cara otak kiri membaca.

Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda
(dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi,
seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak.
Dapat juga terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.

Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi
kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-
rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.

Disleksia biasanya terjadi pada anak-anak dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang normal. Anak-anak
dengan dyslexia biasanya dapat berbicara dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan spoken
language dan tulisan.

Disleksia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.

Disleksia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang
diucapkan. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa mempengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja
dan menulis.

2.2 Gejala Disleksia

Gejala disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa gejala awal dapat
mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama
menyadari masalah tersebut.

2.2.1 Sebelum sekolah

Tanda dan gejala anak yang mungkin berisiko disleksia antara lain:

Terlambat berbicara
Menambah kosa kata dengan lambat
Kesulitan rhyming (rima kata).
2.2.2 Usia sekolah
Ketika anak di sekolah, gejala disleksia mungkin menjadi lebih terlihat, termasuk di antaranya:

Membaca pada tingkat (level) di bawah apa yang diharapan untuk usia anak
Bermasalah dalam memproses dan memahami sesuatu yang anak dengar
Kesulitan dalam memahami secara utuh instruksi yang cepat
Bermasalah dalam mengikuti instruksi lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan
Ketidakmampuan untuk mengucapkan pelafalan dari kata-kata yang tidak familiar
Kesulitan melihat (dan pada saat tertentu mendengar) persamaan dan perbedaan di dalam surat atau kata-kata.
Melihat surat/ kata-kata secara terbalik (b untuk d atau saw untuk was)walaupun melihat kata-kata
atau surat secara terbalik itu biasa untuk anak kecil, yang tidak mengalami disleksia, di bawah umur 8 tahun. Anak yang
mengalami disleksia akan terus melihat secar terbalik setelah melewati umur tersebut.
Kesulitan mengeja
Sulit mempelajari bahasa asing
2.3 Penyebab dan Faktor Risiko
Ketidakmampuan dalam belajar adalah kondisi yang memunculkan perbedaan antara kemampuan seseorang dan
performanya. Kebanyakan orang dengan disleksia memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau di bawah rata-rata. Tetapi,
tingkat (level) membaca yang signifikan rendah dari yang diharapkan. Tipe lain lain ketidakmampuan belajar termasuk
sulitan berkonsentrasi, ketidakmampuan untuk tampil dengan baik dalam menulis dan mengerjakan soal matematika.
2.4 Masalah penyandang disleksia

Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat
lupa dengan instruksi). Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak
teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau
pengurutan, entah itu hari, angka, atau huruf, papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.

Secara lebih detail, penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah,seperti:

1. Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya
mereka mengalami kesulitan membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru memahami kata-kata yang
mempunyai bunyi hampir sama, misalnya limapuluh dengan lima belas. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah
pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.

2. Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas normal.
Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya
dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah temanku di sekolah atau temanku yang laki-laki itu. Mereka mungkin
dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.

3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara
berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering
lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung
pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan
mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan
perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang disediakan
untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk
meja satu kali. Kadang kala mereka pun bingung dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak
yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.

4. Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu
waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan
tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR Matematikanya,
ya, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak
mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.

5. Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama
jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda.
Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa
pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkanmenerangkan (contoh: tas merah). Namun, dalam
bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).

2.5 Penanganan

Anak dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk disleksia sering melibatkan
program pendidikan multisensor. Dukungan moril dari orang tua juga menjadi bagian yang penting.

Pengobatan yang terbaik adalah instruksi langsung, yang menggabungkan pendekatan multisensorik.
Jenis pengobatan ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya terpisah dan (jika memungkinkan)
merupakan bagian dari program membaca.

Instruksi tidak langsung juga bisa diterapkan. Biasanya terdiri dari pelatihan untuk mengucapkan kata atau
pemahaman membaca. Anak diajari bagaimana caranya untuk mengolah bunyi dengan mencampur bunyi untuk
membentuk kata, dengan memisahkan kata ke dalam huruf dan dengan mengenali posisi bunyi dalam kata. (misalnya
dalam mengenali bagian-bagian atau pola dan membedakan berbagai jenis suara) atau masalah dengan ingatan,
percakapan, pemikiran serta pendengaran.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari Pembahasan yang ada dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi
kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-
rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.

2. Gejala disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa gejala awal dapat mengidentifikasi
masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari masalah
tersebut.

3. Anak dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk disleksia sering melibatkan
program pendidikan multisensor. Dukungan moril dari orang tua juga menjadi bagian yang penting.

Pengobatan yang terbaik adalah instruksi langsung, yang menggabungkan pendekatan multisensorik.

Jenis pengobatan ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya terpisah dan (jika memungkinkan)
merupakan bagian dari program membaca.

3.2 Saran

Dari seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya disleksia atau kesulitan membaca yang palin penting dalam
menangani masalah ini adalah dukungan dari orang-orang sekitar penderita masalah ini terutama olahraga. Setiap masalah
yang terjadi bukan tidak mungkin bisa disembuhkan asalkan ada kemauan yang keras. Para penderita Disleksia atau
penderita kesulitan belajar yang lainnya memilki kekurangan dalam belajar tapi bukan berarti mereka bodh oleh karena
itu kita tidak boleh membeda-bedakan tapi kita harus memberi motivasi. Sebagai Seorang guru seharusnya bisa mengenali
dan mengidentifikasi karakteristik kemampuan murid-muridnya. Inilah kewajiban seorang guru sekaligus faktor kedua yang
dapat menentukan keberhasilan penanganan maalah belajar.

DAFTAR PUSTAKA

http://www. dyslexia-indonesia.org/

diakses : 26 November 2011 / 10:23:06 WIB

http://www.google.com/ Disleksia Susah Mengenali Kata-Kata _ Dokter Sehat /

diakses : 26 November 2011 / 10:00:02 WIB

http://matulgita.blogspot.co.id/2012/05/makalah-kesulitan-belajar-disleksia.html

RABU, 13 JANUARI 2010


KESULITAN BELAJAR membaca (DISLEKSIA)
Analisa Kasus
KESULITAN BELAJAR membaca (DISLEKSIA)
Oleh : Fitriyana Fauziah S.Psi

Abstrak
Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini, cuma manusia
yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses
belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah
kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein, yang artinya
berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara
suara dan kata secara tertulis.
Gejalanya, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat
inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses informasi
tersebut. Disleksia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika
anak memasuki bangku sekolah dasar.
BAB I
PERMASALAHAN KASUS
a. Identifikasi Kasus
Proses menemukan klien diawali dengan adanya tugas studi kasus dan memilih tempat. Tempat yang dipilih adalah SD
N Kota Lama V Kedung Kandang Malang. Dari situ konselor mengobservasi dan mengidentiikasi siswa-siswi yang bermasalah
dalam belajarnya. Dari hasil observasi dan identifikasi yang dilakukan oleh konselor diketahui siswa-siswi yang menujukkan
adanya masalah belajar yang sedang dihadapi klien dan menurut konselor masalah tersebut perlu segera diselesaikan. Dari
masalah yang dimiliki klien, konselor meminta peneliti untuk mengangkat masalah yang dihadapi oleh klien untuk dijadikan
stusi kasus.
b. Identifikasi subyek
Identitas klien
Nama klien : Manan (fiktif)
TTL : Malang, 02 November 1996
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Muharto gang 7 RT:04/Rw:10 Kec. Kedung Kandang Kab. Malang.
Kelas : V (lima)
Anak ke : 3 dari 6 bersaudara
Hobi : Bersepeda
Cita-cita : Lulus perguruan tinggi dan Guru
Keterangan fisik
Tinggi badan : 124cm
Berat badan : 25 kg
Warna kulit : Sawo matang
Warna rambut : Hitam
Jenis rambut : Lurus
Bentuk muka : Lonjong
Identitas orang tua
Ayah
Nama : Malik (fiktif)
Alamat : Jl. Muharto gang 7 RT:04/Rw:10 Kec. Kedung Kandang Kab. Malang
Pekerjaan : Tukang becak
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Ibu
Nama : Siti (fiktif)
Alamat : Jl. Muharto gang 7 RT:04/Rw:10 Kec. Kedung Kandang Kab. Malang
Pekerjaan : Pemulung
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Penampilan fisik
Klien memiliki postur tubuh yang tinggi, badan kurus dan agak tegap, warna kulit sawo matang, bentuk wajah lonjong,
dalam berpakaian klien kurang rapi, nada bicaranya keras dan suka berteriak ketika bicara.
Penampilan psikis
Klien merupakan anak yang mudah untuk bersosialisasi oleh karena itu klien mempunyai banyak teman, saat dikelas
klien terlihat sibuk bermain dengan alat tulis yang dimiliki, tidak mengindahkan perintah.
Keagamaan
Klien beragama Islam, klien kadang-kadang sholat, perhatian orangtua terhadap kegiatan keagaman klien kurang
perhatian. Dirumah klien mengaji iqro satu minggu empat kali.
Lingkungan Sosial
Atap rumah klien terbuat dari genteng, rumah terbuat dari tembok, sedangkan lantainya keramik. Lingkungan sekitar
klien penduduknya bekerja sebagai pemulung dan pedagang. Teman bermain klien adalah tetangganya silvi. Lingkungan
banyak orang penggangguaran suka main kartu atau judi.Keluarga klien sering minum minuman keras.
Sekolah
Klien tidak pernah tidak naik kelas. Pelajaran yang disenangi adalah IPS sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah
Matematika. Uang saku klien sehari-hari Rp.1.000,00. Jarak dari rumah ke sekolah dekat. Guru yang disenangi adalah Bu
Ida sedangkan guru yang tidak disukai adalah Bu Suci
Kesehatan
Klien lahir secara normal. Proses kelahiran dibantu oleh bidan. Berat badan klien 25 kg sedangkan tinggi badan 124
cm. Pemenuhan kebutuhan MCK menggunakan air PDAM. Klien mengalami gangguan pada telingga dan rambut berkutu.
Potensi Dan Kemauan
Klien ingin bersekolah sampai lulus perguruan tinggi. Cita- cita klien adalah ingin menjadi seorang guru. Hobi klien
adalah bersepeda.
Psikologi
Test Sikap:
1. Sikap kebersihan dan kerapian : 69
2. Sikap terhadap tanggung jawab sosial : 71
3. Sikap terhadap sopan santun : 62
4. Sikap terhadap tanggung jawab pribadi : 67
5. Sikap terhadap waktu dan kondisi : 63
Test IQ: 85 (dibawah rata-rata)
BAB II
METODE
Metode adalah alat yang digunakan dalam sutu penelitian. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam suatu
penelitian, disini peneliti menggunakan dua metode, yaitu observasi dan wawancara.
a. Observasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang
suatu masalah sehingga diperoleh suatu pemahaman. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan berbagai tanda
atau ciri-ciri yang tampak pada klien, yaitu:
Sulit konsentrasi dalam mengikuti mata pelajaran.
Sering membuat gaduh atau ramai dalam kelas.
Tidak mau melakukan tugas yang diberikan oleh guru.
Diam saat klien disuruh membaca dalam kelas.
b. Wawancara adalah sutu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan
dilampiaskan pada tujuan tertentu, (Hadi, 1993). Peneliti melakukan wawancara dengan guru, teman, dan orang tua. Dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan berbagai pihak, dapat disimpulkan bahwa:
Klien sering membantah atau tidak mengerjakan perintah yang diberikan.
Pekerjaan rumah yang diberikan guru sering tidak dikerjakan, dengan alasan lupa.
Klien sangat suka diperhatikan.
Sering bertengkar dan membuat gaduh.
Tidak mau disuruh membaca, dan ketika membaca pasti gagap.
Memiliki masalah dalam mengingat.
Pengucapan kata dengan bantuan guru.
BAB III
KAJIAN TEORI
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam
mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem
neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha
yang dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-
psikososial) baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Tidak seperti cacat lainnya, sebagaimanan kelumpuhan atau kebutuaan gangguan belajar (learning disorder) adalah
kekurangan yang tidak tampak secara lahiriah. Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang
berbeda dengan orang normal lainnya. Kesulitan belajar adalah keterbelakangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk menafsirkan apa yang mereka lihat dan dengar. Kesulitan belaja juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam
beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian. Kesulitan-
kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, dan menghambat proses belajar membaca,
menulis, atau berhitung yang seharusnya mereka lakukan.
Kesulitan belajar dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Bebarapa kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini
memengaruhi banyak bagian dalam kehidupan individu, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan
keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain. Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan
ini berpengaruh pada kebahagiaan mereka. Sementara itu, penderita lainnya menyatakan bahwa gangguan ini mengahambat
proses belajar mereka, sehingga tentu saja pada gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain dari kehidupan mereka.
Dari sejumlah pendapat di atas, kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan terjabarkan dalam istilah-istilah,
seperti:
a) Learning Disorder (ketergantungan belajar), adalah keadaan di mana proses belajar siswa terganggu, karena timbulnya respons
yang bertentangan. Pada dasarnya siswa, yang mengalami gangguan belajar seperti ini, prestasi belajarnya tidak terganggu,
akan tetapi proses belajarnya yang terlambat, oleh adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian, hasil belajar
yang dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
b) Learning Disabelities (ketidakmampuan belajar), adalah ketidakmampuan seorang siswa, yang mengacukepada gejala di mana
siswa tidak mampu belajar (menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
c) Learning Disfunction (ketidak_fungsian belajar), adalah gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun
pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat dria atau gangguan-gangguan psikologis yang
lainnya.
d) Under Achiever (pencapaian randah), yang mengacu kepada anak-anak atau siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di
atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Terbukti, pada hasil belajar (sekolah) yang buruk.
e) Slow Learner (lambat belajar), adalah siswa yang lambat dalam proses balajarnya, sehingga membutuhkan waktu lebih lama,
dibandingkan dengan anak-anak yang lain memilih taraf potensial intelektual yang sama.
Strata Jenis Kesulitan Belajar
Mengenali kesulitan belajar jelas berbeda dengan mendiagnosis penyakit cacar air atau campak. Cacat air dan campak
tergolong penyakit dengan gejala yang dapat dikenali dengan mudah. Berbeda dengan kesulitan belajar (learning disorder)
yang sangat rumit dan meliputi begitu banyak kemungkinan penyebab, gejala-gejala, perawatan, serta penanganan. Kesulitan
belajar yang memiliki beragam gejala ini, sangatlah sulit untuk didiagnosis dan dicari penyebab secara pasti. Hingga saat ini
belum ditemukan obat atau perawatan yang sanggup menyembuhkan mereka sepenuhnya.
Faktor hereditas (genetik) dan lingkungan (environmental) siswa, sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajarnya. Artinya, potensi intelligensi, bakat, minat, motivasi, kurikulum, kualitas dan model pembelajaran guru, turut
memberikan andil bagi keberhasilan anak didiknya di sekolah.
Macam-macam Kesulitan Belajar Siswa
Tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut learning disorder. Sebagian anak atau siswa mungkin hanya
mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang memperlihatkan ketidak wajaran dalam
perkembangan alaminya, sehingga tampak seperti penderita berkesulitan belajar, namun ternyata hanyalah keterlambatan dalam
proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya, para ahli telah menentukan kriteria-kriteria pasti dimana seseorang dapat dinyatakan
sebagai penderita kesulitan belajar.
Kriteria yang harus dipenuhi sebelum seseorang dinyatakan menderita kesulitan belajar, tertuang dalam sebuah buku
petunjuk yang berjudul DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder). Diagnosis yang didasarkan pada DSM
umumnya dilakukan ketika individu mengajukan perlindungan asuransi kesehatan dan layanan perawatan. Wood (2005),
menyebutkan kesulitan belajar dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, diantaranya:
a. Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
b. Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
c. Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar yang belum
dicakup oleh kedua kategori di atas.
Masing-masing kategori itu mencakup pula kesulitan-kesulitan lainnya yang lebih spesifik, dan pada makalah ini akan
dipaparkan tentang kesulitan belajar membaca (disleksia).
Pengertian disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein, yang artinya
berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara
suara dan kata secara tertulis.
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam
belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer
(1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan
fungsi otak.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak
atau siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal
kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan
memahami; tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan; serta pola membaca
yang tidak wajar pada anak.
Karakteristik disleksia
Ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata, kekeliruan
pemahaman, dan gejala-gejala serba aneka, (Mercer, 1983) .
Dalam kebiasaan membaca anak yang mengalami kesulitan belajr membaca sering tampak hal-hal yang tidak wajar, sering
menampakkan ketegangannya seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga
merasakan perasaan yang tidak aman dalam dirinya yang ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau
melawan guru. Pada saat mereka membaca sering kali kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada barisyang
terlompat tidak terbaca.
Dalam kekeliruan mengenal kata ini memcakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, perubahan
tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak ketika membaca.
Kekeliruan memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan,
tidak mampu mengurutkan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami tema bacaan yang telah dibaca. Gejala serb aneka
tampak seperti membaca kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan, dan membaca dengan penekanan yang tidak
tepat.
Gejala
Gejala disleksia, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat
inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses informasi
tersebut. Disleksia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika
anak memasuki bangku sekolah dasar.
Ciri-ciri disleksia:
Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.
Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.
Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab disleksia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak
terdeteksi sehingga mengganggu kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Namun, disleksia bukanlah kelainan
yang tidak dapat disembuhkan. Hal paling penting adalah anak disleksia harus memiliki metode belajar yang sesuai. Karena
pada dasarnya setiap orang memiliki metode yang berbeda-beda, begitupun anak disleksia.
Apa yang dapat dilakukan
Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
Anak duduk di barisan paling depan di kelas
Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15,
pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai
waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang
sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung
memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf
sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid
harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat:g, c, o, d, a, s, q,
bentuk zig zag:k, v, x, z, bentuk linear:j, t, l, u, bentuk hampir serupa:r, n, m, h.
Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia,
kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal.
Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda
dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka
menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu
denganself-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan
menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan
semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali
membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Disleksia adalah kesulitan belajar, khususnya membaca, yang dialami oleh anak yang bukan disebabkan oleh
kecacatan tertentu. Anak yang mengalami disleksia ini biasanya memiliki kecerdasan rata-rata. Mereka mengalami
kesulitan membaca bukan karena penglihatan atau pendengaran mereka terganggu. Namun, terjadinya kesulitan
membaca ini disebabkan oleh adanya gangguan pada otak.
Tidak sedikit diantara anak-anak kita mengalami disleksia yang ditandai diantaranya dengan lambatnya belajar
membaca karena kesulitan membedakan huruf-huruf tertentu. Kasus disleksia sebenarnya banyak terjadi di seluruh dunia.
Namun belum ada laporan jumlah yang kongkrit. Dalam kasus yang sangat berat disleksia bisa terbawa hingga usia dewasa.
Dari beberapa informasi tentang disleksia ditemukan bahwa kebanyakan anak diketahui mengalami disleksian agak
terlambat, biasanya dikarenakan baru belajar membaca di usia lebih dari 6 tahun. Akibatnya, orang tua agak terlambat
menyadari dan baru datang pada kami di akhir semester 2 (kelas 1 SD) menjelang kenaikan kelas atau setelah diultimatum oleh
guru kelasnya bahwa apabila di akhir tahun pelajaran anaknya belum dapat membaca dengan lancar maka anak tersebut terpaksa
tidak naik kelas.
Ternyata benar apa yang ditemukan oleh Glenn Doman dari penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun di 100 negara
di 5 benua bahwa seorang anak akan belajar membaca lebih cepat apabila mereka belajar di usia yang lebih muda (How to
Teach Your Baby to Read; 1987). Hanya memang mengajar anak yang lebih muda memerlukan kesabaran ekstra, selain
pengetahuan kependidikan yang cukup.
Gejala yang biasanya nampak yaitu pada saat anak itu mulai belajar membaca atau mulai mengenal bentuk-bentuk
awal, dia sudah mengalami kesulitan. Sering kali anak tersebut salah mendengar atau mengucapkan huruf.
Anak dengan disleksia akan kesulitan dalam membaca. Misalnya, ketika membaca sering ada huruf yang
terlompati, atau terbalik, atau bahkan ada yang bisa membaca tapi mereka tidak mengerti apa yang mereka baca.
Pada kasus yang lain, ketika membaca, anak dengan disleksia ini melihat tulisan seperti berbayang. Hal ini bukan
karena ada gangguan pada matanya, tapi karena pemprosesannya yang tidak benar. Kondisi tersebut hanya bisa
dideteksi oleh dokter dengan menggunakan alat yang disebut "Erlen Lens". Pada kondisi lain, anak dengan disleksia
menulis secara terbalik. Kita baru bisa memahami tulisannya jika kita membacanya dengan kaca. Kasus ini disebut
dengan "Mirror Writing".
Kesulitan membaca pada anak penderita disleksia tentu saja akan berpengaruh pada kemampuannya
memahami mata pelajaran yang lain. Dalam pelajaran matematika, misalnya, anak akan kesulitan memahami
symbol-simbol. Karena anak yang mengalami disleksia, akan berpengaruh ke seluruh aspek kehidupannya. Kadang-
kadang dalam berbicara pun maksud mereka sulit dipahami.
Pada kasus yang dialami oleh klien diatas, maka dapat diketahui bahwa klien mengalami kesulitan belajar
membaca (disleksia). Hal ini dapat dibuktikan melalui asesmen informal, yang didalamnya terdapat kemampuan
membaca lisan, dan membaca pemahaman.
Membaca lisan
Menurut Hargrove dan Poteet, 1984, ada 13 jenis perilaku yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan
belajar membaca lisan, dibawah ini adalah perilaku yang dialami oleh klien, yaitu:
1) Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca. Hal ini dialami oleh klien, tiap kali klien disuruh membaca dia pasti
menunjuk tiap kata yang dibaca.
2) Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari. Selain menunjuk tiap kata klien juga
menelusuri tiap baris yang dibaca dengan jari atau alat tulis yang dibawanya.
3) Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak. Setiap klien membaca pasti kepalanya ikut bergerak sama
dengan posisi kata yang dibacanya.
4) Menempatkan buku dengan cara yang aneh. Hal ini terlihat ketika klien akan mulai membaca, klien sering
meletakkan buku terbalik.
5) Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata. Buku yang dibaca oleh klien letaknya sangat dekat dengan
matanya, seringkali klien menutup wajahnya dengan buku jika dia kelelahan belajar membaca.
6) Sering melihat gambar. klien lebih tertarik dengan buku yang terdapat gambar didalamnya, meskipun klien sudah
duduk dikelas V, klien masih suka memperhatikan gambar daripada tulisan yang ada disebelah gambar.
7) Mulutnya komat-kamit waktu membaca. Sebelum membaca dengan bersuara, klien terlebih dahulu komat-kamit
dengan kata yang akan dibacanya.
8) Membaca kata demi kata. Meskipun klien saat ini sudah kelas V, klien masih tetap mengeja tulisan yang dibaca,
bahwan memerlukan waktu yang lama.
9) Membaca tanpa ekspresi. Setiap klien disuruh membaca maka akan membaca tulisan tersebut, namun dia tidak
bisa mengekspresikan apa yang dia baca.
10) Adanya suara aneh atau tegang, hal ini sering terjadi jika klien disuruh membaca satu kalimat yang sama akan
tetapi masih tetap tidak lancar.
Dari 10 jenis perilaku yang dialmi klien, sudah cukup membuktikan bahwa sebagian perilaku klien sudah
tergolong dalam kesulitan membaca lisan.
Membaca pemahaman
Menurut Ekwall, 1984 ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:
1) Mengenal ide pokok suatu bacaan
2) Mengenal detail yang penting
3) Membangkitkan imajinasi visual
4) Meramalkan hasil
5) Mengikuti petunjuk
6) Mengenal organisasi karangan
7) Membaca kritis
Untuk melatih membaca pemahaman, biasanya anak diberi tugas untuk membaca yang dikenal dengan
membaca dalam hati. Yang tujuan membaca dalam hati sama dengan membaca pemahaman. Dalam hal ini klien
tidak dapat melakukannya, jika klien disuruh membaca dalam hati, klien justru diam dan mengalihkan perhatiannya.
Selain membaca dalam hati. Membaca pemahaman juga dapat diketahui jika anak dapat menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan data dalam bacaan. Klien juga belum bisa menjawab pertanyaan jika dia tidak
dibantu.
Kondisi yang dialami oleh klien diatas, maka klien memerlukan bantuan agar klien bisa sembuh. Penanganan
anak disleksia ini berbeda pada setiap individu. Seorang guru sebaiknya memberikan system pengajaran yang
individual. Untuk itu, kerjasama antara orang tua, guru dan psikolog sangat diperlukan untuk menangani disleksia
pada anak. jika masalah disleksia pada anak tidak ditangani secara tuntas, akan memberikan dampak yang buruk
terhadap masa depan anak. Banyak anak yang mengalami disleksia yang tidak mendapatkan penanganan menjadi
frustasi dandrop out dari sekolah.
Kurangnya pengetahuan para orang tua mengenai masalah disleksia menyebabkan kasus disleksia pada anak sering tidak
terdeteksi. Jika ditangani secara dini kondisi ini dapat diatasi. Oleh karena itu, para orang tua dituntut untuk lebih perhatian
pada anak-anak, terutama ketika mereka mulai belajar membaca. Dengan begitu, kelainan seperti disleksia dapat dideteksi dan
ditangani sejak dini.

KESIMPULAN
Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam
belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer
(1979: 200).
Ciri-ciri disleksia:
Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.
Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.
Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Klien mengalami ciri-ciri yang telah disebutkan diatas. Bahkan dalam asesmen informal, klien terdeteksi
mengalami kesulitan belajar membaca. Dalam asesmen informal, didalamnya terdapat kemampuan membaca
lisan, dan membaca pemahaman.
Membaca lisan
Menurut Hargrove dan Poteet, 1984, ada 13 jenis perilaku yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan
belajar membaca lisan, dibawah ini adalah perilaku yang dialami oleh klien, yaitu:
1) Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.
2) Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari.
3) Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak.
4) Menempatkan buku dengan cara yang aneh.
5) Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata.
6) Sering melihat gambar.
7) Mulutnya komat-kamit waktu membaca.
8) Membaca kata demi kata.
9) Membaca tanpa ekspresi.
10) Adanya suara aneh atau tegang.
Membaca pemahaman
Menurut Ekwall, 1984 ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:
1) Mengenal ide pokok suatu bacaan
2) Mengenal detail yang penting
3) Membangkitkan imajinasi visual
4) Meramalkan hasil
5) Mengikuti petunjuk
6) Mengenal organisasi karangan
7) Membaca kritis
Oleh karena itu, klien harus secepatnya dibantu agar klienbisa disembuhkan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan
untuk mengatasi anak disleksia yaitu pengajaran remedial dengan beberapa metode yang cocok untuk anak disleksia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
bersama Rineka Cipta.
Porwanto Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan. Rosdakarya: Jakarta
Rahayu Iin Tri, tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Http://Cyberwoman.Cbn.Net.Id/Cbprtl/Cyberwoman/Pda/Detail.Aspx?X=Hot+Topic&Y=Cyberwoman%7c0%7c0%7c8%7c20

http://makalahpsikologi.blogspot.co.id/2010/01/kesulitan-belajar-membaca-disleksia.html
PENGERTIAN DISLEKSIA

Disleksia adalah suatu gangguan proses belajar, di mana seseorang mengalami kesulitan membaca,
menulis, atau mengeja. Penderita disleksia akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi
bagaimana kata-kata yang diucapkan harus diubah menjadi bentuk huruf dan kalimat, dan sebaliknya.

Disleksia umum dijumpai pada usia anak-anak, dan dapat menyerang anak dengan pengelihatan dan
tingkat kecerdasan yang normal. Dengan kata lain, disleksia tidak memengaruhi dan dipengaruhi oleh
tingkat kecerdasan seseorang.

Hingga saat ini, penyebab disleksia masih belum diketahui secara pasti. Namun beberapa pakar
menduga bahwa faktor gen dan keturunan berperan besar di balik terjadinya gangguan belajar ini, di
mana gen-gen yang diturunkan tersebut akan berpengaruh terhadap bagian otak yang berfungsi untuk
pengaturan bahasa.

Disleksia merupakan kondisi yang akan diderita seumur hidup dan masih belum ditemukan
penyembuhannya hingga sekarang. Namun, sebagian besar anak-anak dengan disleksia mampu
belajar dan lulus dengan baik di sekolah dengan bantuan program belajar khusus. Selain itu, dukungan
moral dan emosional juga memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar anak-anak
dengan disleksia.
Gejala-gejala Disleksia
Gejala disleksia sangat bervariasi dan umumnya tidak sama pada tiap penderita. Karena itu, gangguan ini
biasanya sulit dikenali. Terutama sebelum sang anak memasuki usia sekolah.

Ada sejumlah gen keturunan yang dianggap dapat memengaruhi perkembangan otak yang
mengendalikan fonologi, yaitu kemampuan dan ketelitian dalam memahami suara atau bahasa lisan.
Misalnya, membedakan kata paku dengan kata palu.

Pada balita, disleksia dapat dikenali melalui sejumlah gejala yang berupa:

Perkembangan bicara yang lebih lamban dibandingkan anak-anak seusianya.

Membutuhkan waktu lama untuk belajar kata baru, misalnya keliru menyebut kata ibu menjadi kata ubi.

Kesulitan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan diri, misalnya kesulitan untuk memilih kata yang tepat
atau kesulitan menyusun kata dengan benar.

Kurang memahami kata-kata yang memiliki rima, contohnya putri menari sendiri.
Gejala-gejala disleksia biasa akan lebih jelas ketika anak mulai belajar membaca dan menulis di sekolah. Anak
Anda akan mengalami beberapa kesulitan yang meliputi:
Kesulitan memroses dan memahami apa yang didengarnya.

Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad.

Sering salah atau terlalu pelan saat membaca.

Lamban saat menulis dan tulisan yang tidak rapi.

Kesulitan mengingat urutan, misalnya urutan abjad atau nama hari.

Cenderung tidak bisa menemukan persamaan atau perbedaan pada a

Kesulitan mengeja, misalnya huruf d sering tertukar dengan huruf b, atau angka 6 dengan angka 9

Lamban dalam menulis, misalnya saat didikte atau menyalin tulisan.

Kesulitan mengucapkan kata yang baru dikenal.

Memiliki kepekaan fonologi yang rendah. Contohnya, mereka akan kesulitan menjawab pertanyaan bagaimana
bunyinya apabila huruf b pada buku diganti dengan s?
Karena sulit dikenali, disleksia terkadang ada yang baru disadari setelah penderita beranjak remaja bahkan
dewasa. Beberapa di antaranya adalah:
Kesulitan membaca dan mengeja.

Kesulitan menyalin catatan serta membuat karya tulis, misalnya makalah atau laporan.

Bermasalah dalam mengekspresikan sesuatu melalui tulisan atau meringkas suatu cerita.

Sering tidak memahami lelucon atau makna bahasa kiasan, contohnya istilah otak encer yang berarti pintar.
Kesulitan dalam mengatur waktu, misalnya tenggat waktu dalam tugas.

Kesulitan mengingat hal-hal yang berurutan, misalnya nomor telepon.

Cenderung menghindari kegiatan membaca dan menulis.

Kesulitan berhitung.
Jika Anda mencemaskan perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak Anda yang terasa lambat,
hubungilah dokter. Pemeriksaan juga berguna untuk memastikan apakah ada gangguan medis lainnya atau tidak,
contohnya gangguan penglihatan atau pendengaran.

Proses Diagnosis Disleksia


Sebelum ke dokter atau spesialis, Anda sebaiknya mencari tahu tentang kelebihan serta kekurangan dalam
kemampuan anak lebih dulu. Proses ini dapat dilakukan melalui permainan, misalnya puzzle gambar. Jika
memungkinkan, Anda juga dapat meminta bantuan dari guru sekolah, misalnya untuk memberikan program
remedial.

Disleksia cenderung sulit untuk dideteksi karena gejalanya yang beragam. Dokter mungkin akan
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:

Riwayat, perkembangan, pendidikan, dan kesehatan anak. Dokter mungkin juga akan menanyakan apakah ada
riwayat anggota keluarga lain dengan gangguan kemampuan belajar.

Keadaan di rumah. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain deskripsi mengenai kondisi keluarga, misalnya
siapa saja yang tinggal di rumah serta apakah ada masalah dalam keluarga.

Pengisian kuesioner oleh anggota keluarga serta guru sekolah.

Tes untuk memeriksa kemampuan memahami informasi, membaca, memori, dan bahasa anak.

Pemeriksaan penglihatan, pendengaran, dan neurologi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit atau
gangguan lain yang menyebabkan gejala-gejala yang dialami.

Tes psikologi untuk memahami kondisi kejiwaan anak dan menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan
interaksi, kecemasan, atau depresi yang dapat memengaruhi kemampuannya.

Metode Penanganan Disleksia


Setelah hasil diagnosis disleksia pasti, dokter akan menganjurkan penanganan yang sebaiknya dijalani. Disleksia memang
tidak bisa disembuhkan, namun dan penanganan dini terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan penderita,
khususnya membaca.

Salah satu bentuk penanganan yang dapat membantu penderita disleksia adalah pendekatan dan bantuan edukasi
khusus. Penentuan jenis intervensi yang cocok biasanya tergantung pada tingkat keparahan disleksia yang dialami
serta hasil tes psikologi penderita.

Bagi penderita disleksia anak-anak, jenis intervensi yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan baca dan
tulis adalah intervensi yang berfokus pada kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik. Penderita
disleksia akan diajari elemen-elemen dasar seperti belajar mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil dalam kata-
kata, memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa yang dibaca, membaca
bersuara, dan membangun kosakata.
Selain melalui intervensi edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan anak.
Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:

Bacakan buku untuk anak-anak. Waktu yang paling baik untuk membacakan buku adalah saat anak berusia 6 bulan, atau
bahkan lebih muda. Saat anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama dengan anak.

Bekerja sama dengan sekolah anak Anda. Bicarakan kondisi anak dengan guru atau kepala sekolah, dan diskusikan cara yang
paling tepat untuk membantu anak Anda supaya berhasil dalam pelajaran.

Perbanyak waktu membaca di rumah. Anda mungkin bosan membacakan cerita yang sama dan berulang-ulang pada anak
Anda, namun pengulangan ini akan semakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita sehingga mereka
menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga waktu untuk anak Anda membaca sendiri tanpa
bantuan Anda.

Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Anda dapat memilih topik bacaan ringan yang
menyenangkan, atau suasana membaca di tempat lain misalnya di taman.
Menyemangati dan membujuk anak untuk membaca buku serta mendiskusikan isinya bersama-sama juga akan berguna.
Hindarilah mencela saat anak melakukan kesalahan dalam membaca agar kepercayaan diri anak dapat dibangun.

Intervensi edukasi tidak hanya berguna bagi penderita disleksia anak-anak, tapi juga untuk penderita remaja dan
dewasa dalam meningkatkan kemampuan baca dan tulis mereka. Demikian pula dengan melibatkan bantuan
teknologi seperti program komputer dengan perangkat lunak pengenalan suara.

Penanganan disleksia membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Karena itu, keluarga serta penderita
dianjurkan untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta bantuan dari anggota keluarga serta teman dekat akan
sangat membantu.

http://www.alodokter.com/disleksia

Rabu, 09 November 2011

Peranan Guru dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas 1 SD

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,karena berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak
Kelas I SD . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Karya Tulis Ilmiah.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Elfia Sukma,M.pd sebagai dosen pembimbing mata kuliah
Karya Tulis Ilmiah serta semua pihak terkait yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini.

Selanjutnya,dengan segala kerendahan hati bahwa bagaimanapun juga tidak ada yang sempurna dari suatu upaya
manusia biasa,kekurangan itu juga berlaku bagi kami pembuat makalah ini.

Kami harapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat dan membawa hikmah yang besar bagi kita
semua,Amin

Padang,31 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar. i

Daftar Isi.. ii

PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Tujuan. 4

1.3 Rumusan Masalah.. 5

1.4 Manfaat Penulisan Makalah.. 5

PEMBAHASAN 6

2.1 Peranan Guru.. 6

2.1.1 Fungsi Guru 8

2.2.2 Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran 10

2.2 Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung 12

2.2.1 Penyebab Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung.12

2.2.2 Permasalahan dalam Mengalami Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas

I SD..13

2.3 Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD .14

PENUTUP. 16

3.1 Simpulan. 16

3.2 Saran.. 16
Daftar Rujukan

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Aktifitas belajar bagi setiap individu,tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar,kadang-
kadang tidak,kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal
semangat,terkadang semangatnya tinggi tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering
kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu
memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak
didik. dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan
kesulitan belajar.

Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak
dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan
belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan
belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai
hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu,
membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks
yang di dalamnya melibatkan membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya. kemampuan untuk membedakan
ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif. kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok. Ingatan jangka
pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan. kemampuan
membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidak menggunakan basis sepuluh.

Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan
dalam pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung,
atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan
kemampuan menghitungnya.

Disini guru berperan penting dalam proses pembelajaran dikelas untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar berhitung tersebut atau yang lebih dikenal dengan dyscalculia,dengaan cara menggunakan beberapa metode yang
bisa meringankan kesulitan belajar siswa.

Namun pada kenyataan yang terjadi pada saat sekarang guru cenderung lebih mengajaarkan cara yang lebih instan
dengan menggunakan alat penghitung berupa kalkulator, tanpa mengajarkan dasar dari cara berhitung itu sendiri, Sehingga
pola berpikir siswa dalam berhitung tidak berkembang. Seperti yang terjadi pada kasus Seorang anak yang bernama Andien
(tujuh tahun, duduk di kelas 1) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang
Andien dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan
memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut : di dalam bus ada 12
penumpang,diperjalanan naik 3 orang penumpang. Ada berapa penumpang dalaam bus sekarang? Ia berusaha keras
menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia
harus menjumlahkan 12 dengan 3, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan
kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem dyscalculia.
Untuk itu penulis mengambil judul makalah ini karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat
dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan dan kinerja guru dalam mencerdaskan siswanya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Padang

b. Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas
I SD

c. Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas belajar berhitung pada anak kelas I SD

d. Membantu dalam membahas dan menanggulangi Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak
Kelas I SD

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari masalah di atas,dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apa saja fungsi guru ?

b. Apa saja peranan guru ?

c. Bagaimana peranan guru dalam proses pembelajaran ?

d. Apa ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung ?

e. Apa saja penyebab kesulitan dalam belajar berhitung ?

f. Apa saja permasalahan dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD ?

g. Bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam belajar berhitung ?

h. Bagaimana peranan guru dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD ?

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang peranan guru
dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD serta sebagai panduan guru dalam proses pembelajaran
Matematika.

Pembahasan
2.1 Peranan Guru

Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 peran guru adalah sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.

1. Guru Sebagai Pendidik


Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh
karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan
disiplin.

Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai
dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
2. Guru Sebagai Pengajar

Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum
diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus
mengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang uptodate
dan tidak ketinggalan jaman.

Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran
menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan teknologi
menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet dengan tanpa
batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita.

Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memunculkan pertanyaan
terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri ?,
menginformasikan, menerangkan dan menjelaskan. Untuk itu guru harus senantiasa mengembangkan profesinya secara
profesional, sehingga tugas dan peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.

3. Guru Sebagai Pembimbing


Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan
waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.

Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru
dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan
dilaksanakannya.

4. Guru Sebagai Pengarah


Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai pengarah guru harus mampu
mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik
dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.

Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik
dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.

5. Guru Sebagai Pelatih


Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga
menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar
sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.

Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu
memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak
mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.

6. Guru Sebagai Penilai


Penilaian atau evaluasi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar
belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak
mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian
merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran peserta didik.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau
non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu
persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.

Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang
memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik,
karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas,
reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.

2.1.1 Fungsi Guru

Fungsi guru adalah sebagai mitra dan fasilitator bagi pengembangan anak. Potensi anak yang seharusnya berkembang
maksimal, seringkali malah terganggu oleh peran guru yang terlalu dominan dan mengajari.

Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu
keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia
belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari
pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung
sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36)
mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :

1. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.

2. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan
MPR No. 2 Tahun 1983.

3. Sebagai prantara dalam belajar.

4. Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak menurut kehendak hatinya.

5. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.

6. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya
terlebih dahulu.

7. Sebagai adminstrator dan manajerGuru sebagai perencana kurikulum.

8. Guru sebagai pemimpin.

9. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak

Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal
ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik
yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan
pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses
pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan
jelas dan memberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan
mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting
ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan
menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
2.1.2 Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang
peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi
dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi
berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan
sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar, seperti fungsinya yang
menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih, pembimbing dan manager belajar. Hal ini sudah sesuai dengan
fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.

Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan
guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling
modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan
dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di
sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan
mempermudah kehidupannya.

Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau
sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara
maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling
kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui
sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic
learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet,
CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004).

Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai
pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam
menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.

Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya
peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses belajar
mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab
merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin
kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik.
Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan
satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.

Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara
profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat.

Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya,
guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa
depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan
dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif,
namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian
yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan
konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

2.2 Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung

Kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa,berbicara,dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan
berfikir,membaca,berhitung,berbicara. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,mengalami
gangguan motorik persepsi,gangguan koordinasi gerak,gangguan orientasi arah dan ruang,dan keterlambatan
perkembangan konsep.

Diskalkulia adalah gangguan belajar yang mengakibatkan gangguan dalam berhitung. Kelainan berhitung ini meliputi
kemampuan menghitung sangat rendah, tidak mempunyai pengertian bilangan, bermasalah dalam bahasa berhitung, tidak
bisa mengerjakan simbol-simbol hitungan, dan gangguan berhitung lainnya. Bisa karena kelainan genetik atau karena
gangguan mekanisme kerja di otak. Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan
aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademikanya atau
mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.Dari penelitian para ahli ternyata diskalkulia tidak ada hubungan langsung
dengan tingkat inteligensi.

Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai
keberhasilan dalam pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam
menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan
kemampuan menghitungnya.

.2.1 Penyebab Kesulitan dalam Belajar Berhitung

Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar,tentunya kita harus mengetahui
terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranyaadalah sebagai berikut:

1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual; Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami
diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi; Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan
mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula
untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami
hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan
kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

3. Fobia matematika; Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya.
Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

.2.2 Permasalahan dalam Mengalami Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD

Penderita diskalkulia umumnya anak-anak, tetapi tidak secara spesifik menyerang tingkat usia tertentu. Gangguan ini
terutama terjadi pada saat anak menginjak umur sekolah sekitar usia 7 tahun. Diskalkulia dapat terdeteksi pada usia
tersebut karena pada saat itu anak mulai sekolah dan belajar berhitung.

Penderita diskalkulia umumnya memiliki IQ normal, namun ada juga yang IQ nya melebihi rata-rata atau cukup tinggi.
Anak diskalkulia dapat berinteraksi normal seperti anak biasa, komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Artinya dia dapat hidup dengan baik meskipun mengalami kesulitan dalam berhitung. Persoalan yang dihadapi anak dengan
diskalkulia lebih pada kehidupannya sehari-hari. Seperti sulit menentukan arah ke kiri atau ke kanan, membaca jam,
menghitung uang kembalian atau uang yang harus dibayarkan saat belanja.
Seperti yang terjadi pada kasus Seorang anak yang bernama Andien (tujuh tahun, duduk di kelas 1) didapati mengalami
masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Andien dapat selalu rendah, walaupun pada mata
pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya
menyelesaikan soal berikut : di dalam bus ada 12 prenumpang,diperjalanan naik 3 orang penumpang. Ada berapa
penumpang dalam bus sekarang? Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya
bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus menjumlahkan 12 dengan 3, akan tetapi ia tidak dapat
menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang
anak yang mengalami problem dyscalculia.

2.3 Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD

Guru dalam tugasnya dituntut untuk mempunyai pengetahuan,pemahaman,dan terampil dalam memberikan pelayanan
kepada anak. Oleh karena itu,guru sangat berperan penting dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak.

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan guru yaitu sebagai berikut :

1. Pendekatan pertama

Yaitu dengan menawarkan beberapa bentuk penanganan matematika yang intensif atau dengan mengambil jalan pintas.

Dengan melakukan penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik individualisasi yang
dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini
mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang
cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar
mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

2. Pendekatan yang kedua

Pendekatan yang kedua ini guru harus melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, antara lain
sebagai berikut:

a. Visualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk
menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya. Atau suarakan konsep matematis yang sulit
dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.

b. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak
sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka
sesuai dengan urutannya.

c. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari sehingga menjadi lebih menarik.
Misalnya, berapa jumlah pintu yang ada di rumah, berapa jumlah koleksi bonekanya, berapa jumlah kursi makan yang
diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan bias juga menggunakan computer atau kalkulator dan
lakukanlah latihan secara berkesinambungan serta teratur.

d. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara
lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.

e. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

f. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah
memahaminya.

g. Jalin kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan
dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru
memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang
disarankan.
Penutup

3.1 Simpulan

Berdasarkan uraian bahasan Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD dapat
disimpulkan bahwa :

1.Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan aritmetika atau keterampilan matematika yang
jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.

2. Penyebab dyscalculia bisa karena kelainan genetik atau karena gangguan mekanisme kerja di otak.

3. Guru sangat berperan penting dalam membantu anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung ( dyscalculia ).

4. Guru harus peka terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung

( dyscalculia ) dengan menyesuaikan beberapa pendekatan dalam proses pembelajaran.

5. Guru dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

6. Guru menggunakan beberapa pendekatan dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak sehingga nilai akademik
anak akan meningkat.

3.2 Saran

Bertolak dari Peranan guru sangat penting dalam proses pembelajaran,maka penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut :

1. Seorang guru hendaknya mendapatkan bekal yang cukup sehingga menjadi guru yang handal dan profesional.

2. Sebaiknya guru diberikan pelatihan-pelatihan supaya lebih mudah dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh
anak seperti kesulitan belajar berhitung.

Daftar Rujukan

Syahril . 2009 . Bahan Pembelajaran untuk Profesi Kependidikan . Padang : Universitas Negeri Padang Press.

Tarmansyah. 2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Padang : Universitas Negeri Padang Press.

armansyah. 2009 . Bahan Ajar Pendidikan Inklusi . Padang : Universitas Negeri Padang Press.

http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/03/tugas-dan-fungsi-guru.html(diakses tanggal 30 Oktober 2011)

http://iptekdakhlan.blogspot.com/2011/02/fungsi-guru-dalam-proses-belajar.html(diakses tanggal 30 Oktober 2011)

http://tatminingsih.blogspot.com/2008/08/diskalkulia-gangguan-kesulitan.html(diakses tanggal 30 Oktober 2011)

http://vhariss.wordpress.com/2009/11/06/peran-dan-fungsi-guru/(diakses tanggal 30 Oktober

2011)

http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-
anak&catid=32:ragam&Itemid=45(diakses tanggal 30 Oktober 2011)
http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/69_Nur%20Ainy%20Fardana%20Nawangsari_Identifikasi%20
dan%20model%20intervensi..pdf(diakses tanggal 30 Oktober 2011)

http://esischawahyuli.blogspot.co.id/2011/11/peranan-guru-dalam-mengatasi-kesulitan.html

Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Anak Kesulitan Belajar (LEARNING


DISABILITIES)
MAKALAH ORTOPEDAGOGIK

INDRI AJENG SETYONINGRUM


PENDIDIKAN NON FORMAL 2014-B

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah, rahmah
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Ortopedagogik yang
berjudul Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities) ini.

Makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang anak kesulitan belajar untuk
masyarakat khususnya mahasiswa ilmu pendidikan yang nantinya akan menghadapi anak didik agar dapat
dengan tepat mengenali dan menangani anak yang mengalami kesulitan belajar.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah ikut andil dalam
penyelasaian makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik serta
saran penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah in bermanfaat untuk para pembaca.

Surabaya, 14 Nopember 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak miliki perbedaan dalam perkembangan yang
dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga
berpendirian bahwa meskipun setiap anak mempunyai perpedaan-perbedaan, mereka tetap sama
yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang
pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat.
Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya
harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Sudut pandang seperti inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah
menyerah.

Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran. Ketika


pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang menjadi
hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan
dipusatkan kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan oleh
orang lain. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi pendidikan antara lain untuk memfasilitasi
agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud kesulitan belajar?

2. Apa faktor penyebab anak kesulitan belajar?

3. Bagaimana gejala anak kesulitan belajar?

4. Apa saja klasifikasi kesulitan belajar?

5. Bagaimana penanganan pada anak kesulitan belajar?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab anak kesulitan belajar

3. Mengetahui gejala anak yang mengalami kesulitan belajar

4. Mengetahui klasifikasi kesulitan belajar

5. Mengetahui dan memahami cara menangani anak kesulitan belajar


BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KESULITAN BELAJAR

Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris Learning Disability
yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disabilityditerjemahkan kesulitan untuk memberikan kesan
optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning
disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa
pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differenceslebih bernada positif,
namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk
menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar
adalah ketidakmampuan belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni
gangguan neurologist.

Menurut national institute of health, USA kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada
anak dan remaaj yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara intelegensia dan
kemampuan akademik yang seharusnya dicapai lebih lanjut dijelaskan bahwa kesulitan belajar disebabkan
oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menyebabkan
gangguan perkembangan, seperti perkembangan membaca, menulis, pemahaman dan berhitung.

Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam
aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung.
Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsikyang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat.
Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan
sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran
yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan
belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

B. FAKTOR PENYEBAB ANAK KESULITAN BELAJAR

Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001),
yaitu :

1. Faktor keturunan/bawaan

2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur

3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan
obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.

4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.
5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya
mempunyai sistem imun yang lemah.

6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan
neurotoksin lainnya.

Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4 tahun
adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan
kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran sampai usia 3 tahun misalnya,
anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita.
Pada beberpa kondisi, interaksi ini kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya
kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).

Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:

1. Faktor Disfungsi Otak

Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun
1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan
perseptual. Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan pada
hemisfer otak. Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan
kemampuansequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer kanan otak berhubungan dengan
tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-
spasial dan aktivitas non verbal. Temuan Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan
sebelumnya bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih
baik daripada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan
buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari
anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam Kirk & Ghallager, 1986).

2. Faktor Genetik

Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa faktor herediter menentukan
ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia.
Penelitian lain dilakukan oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar
identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekuensi disleksia pada kembar identik lebih
banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca,
mengeja dan menulis adalah sesuatuyang diturunkan.

3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi

Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua
hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank
dan Hallahan (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas
antara malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf
pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.
4. Faktor Biokimia

Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi.
Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa
obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian
penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial
oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang
kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan
buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil namun
ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa memang ada beberapa
anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.

Mulyono Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal
dan eksternal. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab
utama problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan
penguatan.

C. GEJALA ANAK KESULITAN BELAJAR

1. Pada Usia Pra Sekolah

Terlambat bicara dibanding dengan anak seusianya

Memiliki kesulitan dalam mengucapkan beberapa kata

Dibandingkan anak seusianya, penguasaan jumlah katanya lebih sedikit (terbatas)

Sering tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk satu kalimat yang akan dikemukakan

Sulit mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari

Sulit merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat

Sering gelisah yang berlebihan

Mudah terganggu konsentrasinya

Sulit berinteraksi dengan teman seusianya

Sulit mengikuti instruksi yang diberikan untuknya

Sulit mengikuti rutinitas tertentu

Menghindari tugas-tugas tertentu seperti menggunting dan menggambar

2. Pada Usia Sekolah

Daya ingatnya terbatas (kurang baik)


Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca. Misalnya: huruf d
dibaca b Contoh: duku dibaca buku atau sebaliknya buku dibaca duku. p dibaca q, w dibaca
m dan sebagainya. Bila ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar
disleksia.

Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.

Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika. Misalnya tak dapat
membedakan arti dari symbol minus (-), symbol plus (+) dan symbol kali (x) dan sebagainya

Sulit dalam mempelajari ketrampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingatnya.

Impulsif (bertindak tanpa dipikir lebih dahulu).

Sulit berkonsentrasi

Sering melanggar peraturan baik di rumah maupun di sekolah.

Tidak mampu berdisiplin seperti sulit merencanakan kegiatan sehari-hari.

Emosional, penyendiri, pemurung, mudah tersinggung, acuh tak acuh terhadap lingkungannya.

Menolak sekolah.

Tidak stabil dalam memegang alat-alat tulis

Kacau dalam memahami hari dan waktu

3. Pada Usia Remaja/Dewasa

Sulit/salah mengeja huruf berlanjut hingga dewasa

Masih sering menghindari tugas-tugas membaca dan menulis.

Mungkin saja lancar membacanya tapi tidak mengerti atau tidak bisa menjelaskan apa yang telah
dibacanya.

Sulit menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan dan/atau tulisan.

Daya ingat terbatas.

Sulit menangkap konsep-konsep yang abstrak.

Lamban dalam bekerja.

Sering tidak teliti/ceroboh pada hal-hal yang seharusnya rinci atau sebaliknya justru fokus pada hal-
hal yang rinci.

Bisa salah (distorsi) dalam membaca informasi.


D. KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR

1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)

Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:

a. Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)

Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan
perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus
(gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

b. Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)

Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut
mencakup pada proses penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecap.

c. Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)

Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga
menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:

Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.

Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.

Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau
digerakkan.

Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.

Gangguan dalam Pemahaman Konsep.

Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

d. Gangguan Perkembangan Perilaku

Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak.
Gangguan tersebut meliputi:

ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.
2. Kesulitan Belajar Akademik

a. Disleksia atau Kesulitan Membaca

Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang
umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.

Disleksia terdiri dari dua perkataan Yunani yaitu "DYN" bermakna susah, dan "LEXIA" bermakna tulisan.
Disleksia bukannya suatu penyakit, tetapi merupakan salah satu gangguan dalam pembelajaran yang
biasanya di alami oleh anak-anak. Lebih tepatnya, masalah pembelajaran yang dihadapi adalah seperti
membaca, menulis, mengeja, dan kemahiran mengira. Oleh itu disleksia mengarah kepada mereka yang
menghadapi masalah-masalah membaca dan menulis walaupun mempunyai daya pemikiran yang normal.

Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah
pada bagaimana otak mengolah dan memproses.

Faktor-Faktor Penyebab Gejala Disleksia

Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik
atau keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia,
bukan tidak mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.

Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian
menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu;

1) Faktor keturunan

Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang
disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, dan anak kidal juga bisa
jadi disleksia. PenelitianJohn Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari
seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga
yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.

2) Problem pendengaran sejak usia dini

Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka
kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat
menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter
ahli. Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang
akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.

3) Faktor kombinasi

Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem
pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan.Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan
gangguan disleksia menjadi semakin serius, hingga perlu penanganan menyeluruh. Bisa jadi, prosesnya
berlangsung sampai anak tersebut dewasa.

Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita
disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi pada perkembangan dan
fungsi-fungsi tertentu di bagian otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan
kemampuan membaca dan menulis.

Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak
penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek
yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit
karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat
secara bersamaan oleh mata.

Ciri-Ciri Anak Disleksia

Gangguan disleksia biasanya baru bisa terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk
beberapa waktu, seperti halnya anak yang baru memasuki sekolah TK, kemampuan membaca anak yang
baru memasuki TK tidak menjadi tuntutan untuk di haruskan bisa membaca. Oleh sebab itu, gejala
disleksia sangat sulit diketahui sejak usia dini. Adapun ciri cirri anak disleksia diantaranya :

Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.

Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s a
y a.

Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.

Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam
ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.

Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik
membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk,
seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga tidak dapat membedakan huruf yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f,
th.

Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya, dan lupa meletakkan titik
dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tandatanya, dan tanda baca lainnya.

Bermasalah ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi
tidak mengerti apa yang dibacanya.

Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing
duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing." Lupa mencantumkan huruf besar atau
mencantumkannya pada tempat yang salah.
Keliru terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi. Serta, bingung menentukan harus
menggunakan tangan yang mana untuk menulis.

Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. Serta, terdapat jarak pada huruf-huruf dalam
rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik
dan kadang turun.

Anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8 tahun. Karena
di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca.

b. Disgrafia atau Kesulitan Menulis

Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau
mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau
menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada
anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak
tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik
lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama
dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.

Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua
dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk
tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua
harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar.

Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak,
ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan
ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca
maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara
terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.

Penyebab Disgrafia

Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi
secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh
trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga
menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang
memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan
pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak
mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai
gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual,
kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

Ciri-Ciri Disgrafia

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1) Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2) Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3) Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4) Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan,
atau pemahamannya lewat tulisan.

5) Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu
dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.

6) Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang
dipakai untuk menulis.

7) Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.

8) Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

c. Diskalkulia atau Kesulitan Belajar Matematika

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan
istilah math difficulty karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis.
Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting)
dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam
memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan
mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan
prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau
pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang.
masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan
tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling
ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka
dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam
memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih
abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa
mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar
yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung
menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.
Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Penyebab Diskalkulia

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:

1) Faktor fisiologi

Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya
akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran
menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta
cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah
kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 140), atu genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong
sedang (90 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu
tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi
mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui
tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan
mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;

1) Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang
tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup
mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana
hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal
ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2) Faktor-faktor non- sosial

Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Ciri-Ciri Diskalkulia

1) Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori
visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2) Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja),
termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang,
menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.

3) Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit
memahami konsep hitungan angka atau urutan.

4) Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat
ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5) Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam
mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.

6) Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi,
mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.

7) Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada,
dan sebagainya.

8) Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang
berhubungan sistem skor.

Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan perkembangan usia.
Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan
Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang
menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit
mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses
berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor
genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa ikut
menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam matematika
menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga
sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri.

E. PENANGANAN ANAK KESULITAN BELAJAR

Penanganan anak-anak yang berkesulitan belajar secara umum bertujuan:

Membangkitkan kesadaran tentang dirinya

Mengoptimalkan potensi positif dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya

Menjadi orang yang mandiri sehingga mampu mencari solusi permasalahan hidup sehari-hari.

Mereka perlu diarahkan untuk mempelajari hal-hal:

Bagaimana mulai mengerjakan tugas

Bagaimana cara belajar yang efektif misalnya bagaimana memegang pensil dengan benar.

Bagaimana mendengarkan instruksi

Bagaimana mengamati

Bagaimana mengorganisasikan barang-barang miliknya agar teratur.

Penanganan anak berkesulitan belajar memerlukan kerjasama yang baik, positif dan supportive
antara orang tua, guru di sekolah dan beberapa orang professional seperti: dokter anak, psikiater anak,
psikolog, terapis. Diperlukan upaya yang berkesinambungan untuk melaksanakan penanganannya.

Orang tua dan guru wajib memahami :

Setiap anak adalah unik tidak bisa disamaratakan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Sehingga penanganan/pendekatan setiap anak disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak.

Kematangan setiap anak berbeda satu sama lain.

Mereka membutuhkan lingkungan yang hangat, keceriaan, memberikan dukungan penuh agar mereka
tidak merasa dikucilkan

Konsisten dengan peraturan/disiplin sehingga mereka tahu apa yang boleh apa yang tidak boleh.

Rutinitas kegiatan supaya mereka focus pada tugas dan kewajibannya.

Hindarkan materi yang terlalu abstrak supaya mudah mereka pahami.

Melatih penggunaan penginderaannya agar mereka memperoleh pengalaman nyata sehingga mudah
diingat misalnya pengalaman menyentuh, merasakan, mencium, melihat dan mendengar akan dapat
mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi kedalam otaknya.
Menangani anak-anak yang berkesulitan belajar adalah proses yang panjang dan kesabaran yang tidak
mungkin dapat dilakukan secara instant.

1. Mengatasi Anak yang Mengalami Disleksia

a. Metode multi-sensory

Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa
yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual
(penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara
dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di
lembaran kertas.Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran,
penglihatan dan sentuhan.Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali huruf-huruf.

b. Membangun rasa percaya diri

Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya,
termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar
karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu,
mereka sering dilecehkan, diejek, atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan
disebabkan kemalasan.

Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan
deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa
diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman yang
sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana.

c. Terapi
Saat anak diketahui mengalami gangguan disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti
terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan untuk membantu si anak mengatasi
kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau
menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.

Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah seharusnya bisa melakukan beberapa cara untuk membantu
anak-anak tersebut, seperti menggunakan alat tulis berbagai warna untuk menulis kata yang penting,
memberikan waktu istirahat selama 10 menit dari setiap 20 menit belajar membaca, memberikan waktu lebih
saat menulis dan membaca.

Guru juga dapat memberikan soal atau tulisan dengan ukuran huruf yang lebih besar agar terlihat
jelas dan dapat menarik penglihatan mereka. Intinya, anak-anak penderita disleksia perlu diberikan
kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya. Karena, mereka juga memiliki potensi yang besar.Dan
anak-anak itu butuh perhatian khusus.

2. Mengatasi Anak yang Mengalami Disgrafia


Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini.
Di antaranya:

a. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang
dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak
lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa
frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau
bisa juga orang tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada
anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

b. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan
konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar
dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana
korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

c. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau
melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua
dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang
dilakukannya.

d. Latih anak untuk terus menulis

Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk
mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat
untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini
akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep
abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:

a. Faktor kesiapan menulis

Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas
yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting,
dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk
geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan
membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu
huruf.

b. Aktivitas lain yang mendukung


Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.

Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.

Menyambungkan titik.

Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.

Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.

Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.

Membuat garis miring secara vertikal.

Menyalin bentuk-bentuk sederhana.

Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.

c. Menulis huruf lepas/cetak

Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.

Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.

Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat
huruf itu.

Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.

Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.

Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf
tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya
adalah menulis kata dan kalimat.

d. Menulis huruf transisi

Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung.
Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:

Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.

Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.

Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.

e. Menulis huruf sambung

Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.

Tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.

Faktor Masalah Penyebabnya Remedial


Betulkan posisi kertas
Huruf terlalu
Bentuk Posisi kertas yang miring sehingga tegak lurus
miring
dengan badan

Ajarkan
kembali tentang
konsep ukuran dan
Kurang perjelas garis tulisan
Terlalu besar dan memahami garis tulisan Latih gerakan
Ukuran
terlalu tebal Gerakan tangan tangan, salah satu
yang kaku caranya dengan
latihan membuat
lingkaran atau bentuk
lengkung
Huruf
dalam satu kata Ajarkan kembali
Kurang
seperti konsep spasi antar-
memahami konsep spasi
menumpuk kata
Spasi Kurang Kaji kembali
memahami bentuk dan konsep bentuk ukuran
Spasi
ukuran dan huruf
antar-huruf terlalu
lebar
Perbaikilah cara-
cara memegang
Terlalu tebal atau alat tulis, perbaiki juga
Kualitas Masalah pada tekanan
menekan terlalu gerakan tangan,
garis tulisan
tipis serta berikan latihan
menulis di atas kertas
tipis dan kertas kasar

Latih menarik garis


Lambat ketika lurus dengan cepat
dalam menulis Tingkat kemampuan serta latihan
Kecepatan yaitu ketika menulis tidak sebanding membuat bentuk
menyalin atau dengan kecepatannya melingkar, tegak dan
saat dikte melengkung di kertas
berpetak

3. Mengatasi Anak yang Mengalami Diskalkulia

Penanganan pada anak Diskalkulia


a. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.

b. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak.

c. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan matematika dalam
dirinya.

d. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan masalah dalam
menghadapi kesulitan pelajaran matematika.

e. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara ini mempermudah
anak untuk mengerti konsep matematika.

f. Tulis angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan menuliskan urutan angka-
angka untuk membantu memahami konsep angka secara keseluruhan.

g. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang matematika.

h. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti mengajak anak untuk
menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini.

i. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan terlalu menekan anak untuk
pandai berhitung.

j. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan penghitungan. Gunakan
gambar yang menyenangkan.

Ingatan anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi yang ada tidak
terbuang.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Learning disabilities atau kesulitan belajar adalah istilah untuk mereka yang mengalami
gangguan atau hambatan dalam hal memahami dan mempelajari sesuatu. Learning disabilities
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya gangguan neurologist
atau disfungsi otak dan psikologis serta faktor eksternal diantaranya lingkungan tempat ia tinggal.

Klasifikasi kesulitan belajar diantaranya disleksia yaitu kesulitan membaca, disgrafia, kesulitan
menulis dan diskalkulia kesulitan berhitung.
Anak yang mengalami kesulitan belajar ini perlu mendapat bimbingan dan penanganan khusus.
Mereka bukanlah tidak bisa belajar, hanya membutuhkan perhatian lebih serta bimbingan untuk
mengatasi kesulitan yang mereka alami. Peran keluarga khususnya orang tua serta guru sangat
dibutuhkan untuk mengarahkan mereka agar bisa seperti layaknya anak normal lain serta dapat
menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat dengan baik.

B. SARAN

Setiap anak memiliki hal masing-masing yang membuat mereka berbeda. Begitu juga anak
kesulitan belajar. Mereka memang memiliki perbedaan dengan anak lainnya tetapi mereka tetaplah
anak-anak yang mmebutuhkan kasih sayang, perhatian serta perlakuan yang sama. Dalam hal
memperlakukan anak kesulitan belajar janganlah menganggap perbedaan mereka menjadi hal yang
negatif sehingga mereka terkucilkan. Anak kesulitan belajar memiliki potensi serta kelebihan bakat-
bakat di samping kekurangan mereka. Memperhatikan serta membantu mengembangkan bakat anak
kesulitan belajar adalah hal yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan
mengaktualisasi diri mereka.

DAFTAR PUSTAKA

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/96/56

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984031-
ZAENAL_ALIMIN/KESULITAN_BELAJAR.pdf

http://hanglekiumc.com/2012/10/05/mengenal-anak-berkesulitan-belajar/

http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia

http://harfiahnurul.blogspot.com/2013/05/disleksia-kesulitan-membaca-menulis_16.html

http://fanisliend.blogspot.com/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html

http://andika752.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://syauquljazil.wordpress.com/2013/01/06/49/

http://indriindrut.blogspot.co.id/2014/12/makalah-anak-kesulitan-belajar-learning.html

Disgrafia pada Anak yang Kesulitan Menulis dan Solusinya


Submitted by admin on Mon, 15/09/2008 - 00:00Tags

Edisi C3I: e-Konsel 168 - Menangani Anak Sulit Menulis

KabarIndonesia -- Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan

kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak.

Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan

faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini.

Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah.

Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan

tahapan usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis

walaupun hanya sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah, kegiatan menulis merupakan hal yang

menyenangkan karena mereka menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik dari gurunya.

Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan,

Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari:

1. Scribble stage. Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk

membuat bentuk, huruf yang dapat dikenali.

2. Linear repetitive stage. Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horisontal, dan huruf-huruf tersusun

berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang

lebih panjang dibandingkan dengan kata yang pendek.

3. Random letter stage. Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat

menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.

4. Letter name writing, phonetic writing. Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu.

Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan namanya saja,

atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari "buku".

5. Transitional spelling. Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang

berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan benar, seperti kata "buku", namun masih

sering salah menuliskan kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi yang terdengar,

seperti hari "sabtu" tidak ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca.

6. Conventional spelling.

Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang berlaku

umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.

Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap terakhir, yaitu "conventional spelling". Selain telah dapat

menulis dengan huruf dan ejaan yang benar, anak pada usia kelas dua SD telah memerhatikan aspek penampilan visual mereka.

Beberapa anak mengalami gangguan dalam menulis. Kesulitan menulis ini disebut "disgrafia". Ada beberapa ciri khusus anak dengan

gangguan disgrafia, di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya;

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur;

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional;

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan;
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap -- caranya memegang alat tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir

menempel dengan kertas;

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis;

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional; dan

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga asumsi, yaitu:

1. kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu;

2. kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi

aktivitas mental; dan

3. kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial budaya.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar sebagai berikut.

1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range) antara level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak

jika tanpa bimbingan, hingga level tertinggi, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan.

2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan.

3. Language and thought.

Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk membantu anak yang mengalami disgrafia.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:

a. masalah penggunaan huruf kapital,

b. ketidakkonsistenan bentuk huruf,

c. alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan

d. ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.

2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.

a. ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.

b. ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.

c. ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.

d. ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.

3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.

a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru.

b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka.

c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.

d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.

e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan.

f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.

g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.

h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.

i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.

j. Mengevaluasi pekerjaan anak.

Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak hingga terdapat perubahan.
Referensi:

Santrock, John W. "Educational Psychology". McGraw-Hill Companies.

Hernowo. "Mengimpikan Buku Pelajaran yang Mampu, Menyenangkan dan Menyalakan Otak". Disampaikan pada Seminar "Menggagas

Buku Pelajaran yang Mencerdaskan", 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam,

Departemen Agama, Jakarta.

Soedijarto. "Mana Lebih Penting, Pendidikan Dasar atau Lanjutan?" Tabloid Nakita No. 266/VI/8 Mei 2004.

"Penilaian Perkembangan Anak Didik di TK". Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Disdik Prop. Banten Edisi keempat TH.III

Vol.IV/2003.

Sekartini, Rini. "Hal-Hal yang Sepatutnya Dikuasai Balita". Tabloid Nakita No. 203/IV/22 Februari 2003.

http://c3i.sabda.org/disgrafia_pada_anak_yang_kesulitan_menulis_dan_solusinya

Kesulitan Belajar (Disleksia dan Aphasia)

MAKALAH

Kesulitan Belajar (Dislexia dan Aphasia)


Dosen Pengampu: Bq. Ratna Ayun, M.Psi

Makalah Ini ditulis untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Inklusi
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Kelompok IV
1. Abdul Manaf A. (11110265)
2. Hidayatul Hikmah (11110278)
3. Khairil Anwar (11110280)
4. Ria Susanti (11110296)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG

2013/2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa pula shalawat serta salam kepada junjungan
alam Nabi Muhammad SAW yang dengan perjuangan beliau membawa umat manusia dari kegelapan menuju alam yang
terang benderang.
Pendidikan adalah hal yang wajib dan harus diperoleh semua golongan. Karena tanpa pendidikan, manusia akan
kesulitan untuk mengembangkan diri serta mengikuti perkembangan yang semakin pesat. Pendidikan inklusi sangat
penting dipelajari karena guru bisa memahami penanganan dan ciri-ciri peserta didik yang membutuhkan pelayanan
pendidikan secara khusus.
Tidak ada hal yang sempurna, begitu juga makalah kami. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa PGSD STKIP
Hamzanwadi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terimakasih

Pancor, Oktober 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ........ i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ........ ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. ....... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ ........ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Disleksia .............................................................................................. ........ 3

1. Pengertian Disleksia ...................................................................... ........ 3


2. Penyebab Disleksia ........................................................................ ........ 4
3. Ciri-ciri Penderita Disleksia ........................................................... ........ 5
4. Pembelajaran Anak Disleksia ........................................................ ........ 8

B. Aphasia ................................................................................................ ....... 14


1. Pengertian Aphasia ........................................................................ ....... 14
2. Kesulitan-kesulitan Penderita Aphasia .......................................... ....... 15
3. Klasifikasi Aphasia ........................................................................ ....... 19

4. Pembelajaran Anak Aphasia .......................................................... ....... 21

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................. 24

B. Saran .................................................................................................... ....... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... ....... 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan Belajar (Learning Disorder) adalah suatu gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk
menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan Gangguan Belajar mungkin mempunyai
tingkat intelegensia yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya, tetapi seringberjuang
untuk belajar secepat orang di sekitar mereka. Masalah yang terkait dengan kesehatan mental dan gangguan belajar
yaitu kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja, mengingat, penalaran, serta keterampilan motorik dan masalah
dalam matematika.
Gangguan belajar termasuk klasifikasi beberapa gangguan fungsi di mana seseorang memiliki kesulitan belajar
dengan cara yang khas, biasanya disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui. Gangguan belajar, di sisi lain, adalah
diagnosis klinis resmi, dimana individu memenuhi kriteria tertentu, sebagaimana ditentukan oleh seorang profesional
(psikolog, dokter anak, dll) Faktor yang tidak diketahui adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otak untuk
menerima dan memproses informasi. Gangguan ini bisa membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat
atau dalam cara yang sama seperti seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan belajar.
Contoh gangguan belajar adalah dyslexia dan aphasia. Disleksia (Inggtis: dyslexia) adalah sebuah kondisi
ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan
aktivitas membaca dan menulis. Sedangkan Afasia (aphasia) terjadi ketika seseorang tidak dapat berbicara dengan baik
dan semestinya yang dipicu oleh kerusakan otak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hakikat kesulitan belajar?
2. Apakah yang dimaksud dengan disleksia?

3. Bagaimanakah cirri-ciri penderita disleksia?


4. Bagaimana pembelajaran untuk penderita disleksia?
5. Apakah yang dimaksud dengan aphasia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Kesulitan Belajar


1. Definisi Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi,
maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963 Samuel A. Kirk untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama
gangguan anak seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis (neurological disorders),
disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (developmental aphasia) menjadi kesulitan belajar (learning disabilities)
(Takeshi Fujima et al., 1992:26).
The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJLCD) mengemukakan definisi sebagai berikut:

Kesulitan belajar menunjuk pada sekolompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam
kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau
kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsic dam diduga disebabkan oleh adanya disfungsi
system saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang
menganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh
lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat,factor-faktor psikogenik), berbagai hambatan
tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung (Hammil et al., 1981:336)

Dari definisi yang dikemukakan, terdapat indikasi bahwa kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu
kekurangan dalam satu atau ebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis,
matematika dan mengeja; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat umum seperti mendengarkan, berbicara dan
berpikir.
2. Penyebab Kesulitan Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua factor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning
disabilities) adalah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama
problema belajar (learning problems) adalah fakto eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat.

Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan
tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai factor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada
gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar, antara lain: (1) factor genetic, (2) luka pada otak karena trauma fisik
atau karena kekurangan oksigen, (3) biokimia yang hilang (misalnya, biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan saraf
pusat), (4) biokimia yang dapat merusak otak (misalnya zat pewarna makanan), (5) pencemaran lingkungan (misalnya
pencemaran timah hitam), (6) gizi yang tidak memadai, dan (7) pengaruh-pengaruh psikologis dan social yang merugikan
perkembangan anak (deprivasi lingkungan).

B. Disleksia
1. Pengertian Disleksia
Disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada
orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani - dys-
("kesulitan untuk") dan lexis ("huruf" atau leksikal). Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai
penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat
dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit
menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita
disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat
menjawab pertanyaan yang seperti uraian panjang lebar.
Secara umum disleksia dibagi sebagai disleksia sebagai visual, disleksia auditori dan disleksia kombinasi (visual-
auditori). Sebagian ahli lain membagi disleksia berdasarkan apa yang dipersepsi oleh mereka yang mengalaminya yaitu
persepsi pembalikan konsep (suatu kata dipersepsi sebagai lawan katanya), persepsi disorientasi vertical atau
horizontal (huruf atau kata berpindah tempat dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari barisan atas ke barisan
bawah dan sebaliknya), persepsi teks terlihat terbalik seperti di dalam cermin, dan persepsi di mana huruf atau kata-
kata tertentu jadi seperti menghilang.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena
gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan
biasanya bersifat genetik.

2. Penyebab Disleksia
Sebagian besar neurolog berpendapat anak disleksia memiliki kekurangan pada aktivitas bagian otak serebelum.
Faktor genetik juga dianggap berperan besar. Anak dengan kelainan disleksia hampir semuanya lahir dari keluarga
dengan kesulitan kronis dalam membaca atau mengeja, sekalipun memiliki intelegensi tinggi.
Para ahli menurut Tri juga mencurigai beberapa faktor risiko lain, di antaranya kekurangan oksigen saat atau
segera setelah lahir, terjadi kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah. Sekitar 80% anak yang menderita
disleksia, ditemukan minimal mempunyai satu faktor risko itu, terang Tri. Disleksia juga diperkirakan terkait
kekurangan hormon testosteron pada janin laki-laki semasa dalam kandungan. Teori ini mengarah pada lebih
banyaknya jumlah anak laki-laki yang menygurung disleksia dibandingkan dengan anak perempuan.
Ada beberapa tipe dyslexia yang dapat mempengaruhi kemampuan mengeja dam membaca beserta
penyebabnya, seperti berikut ini:

a. Trauma dyslexia
Biasanya terjadi akibat adanya trauma atau luka pada bagian otak yang mengontrol cara untuk membaca dan menulis.
b. Dyslexia primer
Disleksia ini disebabkan karena tidak berfungsinya bagian otak kiri (cerebral cortex) dan tidak berubah karena usia.
Orang yang mengalami jenis disleksia ini sangat jarang bisa membaca dengan lancar, bahkan hingga dewasa. Dyslexia
primer ini dapat diturunkan secara genetik dan biasanya lebih banyak dialami oleh pria daripada wanita.
c. Dyslexia sekunder
Disleksia jenis ini disebabkan oleh pembentukan hormon yang kurang sempurna pada saat perkembangan awal janin.
Disleksia sekunder ini akan menghilang seiring bertambahnya usia anak, serta lebih sering terjadi juga pada anak laki-
laki.

3. Ciri-ciri Penderita Disleksia


Penderita disleksia bisa dideteksi sejak dini. Pada usia prasekolah, pengidap disleksia biasanya kidal atau tak
mahir jika cuma memakai satu tangan, bingung atau sering tertukar kanan dan kiri. Selain itu, mereka suka tergesa-
gesa, miskin kosakata, atau kesulitan memilih terminologi atau nama yang tepat. Misalnya, Saya tak mau
berenang karena kolamnya tebal, (baca: dalam) atau Kemarin saya diberi kue sama si itu.
Pada usia 5-8 tahun, hal itu ditandai dengan kesulitan mempelajari huruf dan bunyinya, menggabungkan huruf
menjadi kata, membaca, dan memegang alat tulis. Pada umur 7 tahun seharusnya bisa menguasai huruf. Jika pada
umur 8-9 tahun masih tak bisa, dimungkinkan disleksia, kata dia. Ciri lain adalah kebingungan soal konsep ruang dan
waktu serta kesulitan mencerna perintah yang disampaikan secara verbal, cepat, dan berurutan. Namun, yang patut
dipahami adalah disleksia bukan karena si penygurung bodoh.
Ciri-ciri Disleksia

Pra Sekolah Sekolah Dasar

Sulit membaca dan mengeja

Suka mencampur adukkan kata-kata Sering tertukar huruf dan angka


dan frasa
Sulit mengingat alfabet atau
Kesulitan mempelajari rima mempelajari tabel
(pengulangan bunyi) dan ritme (irama)
Sulit mengerti tulisan yang ia baca
Sulit mengingat nama atau sebuah
Lambat dalam menulis
obyek
Sulit konsentrasi
Perkembangan kemampuan
berbahasa yang terlambat Susah membedakan kanan dan kiri, atau
urutan hari dalam sepekan
Senang dibacakan buku, tapi tak
tertarik pada huruf atau kata-kata Percaya diri yang rendah

Sulit untuk berpakaian Masih tetap kesulitan dalam berpakaian

Pada penderita disleksia terdapat beberapa masalah, diantaranya:


a. Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya
mereka mengalami kesulitan membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru memahami kata-kata yang
mempunyai bunyi hampir sama, misalnya lima puluh dengan lima belas. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah
pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
b. Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas normal.
Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya
dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah temanku di sekolah atau temanku yang laki-laki itu. Mereka mungkin
dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
c. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara
berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering
lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung
pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan
mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan
dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang
disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru
akan mengetuk meja satu kali. Kadang kala mereka pun bingung dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya
mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
d. Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu
waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki
dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR
Matematikanya, ya, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan
sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
e. Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama
jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang
berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda
daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkanmenerangkan (contoh: tas
merah). Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).
f. Pada orang yang mengalami dyslexia, maka kata-kata yang sederhana pun akan menjadi susah untuk dibaca, bahkan
bila dilihat beberapa kali. Kata-kata yang terlihat juga dapat bercampur dengan kata-kata lain atau menjadi keliru dibaca,
misalnya saja kata nakal menjadi kanal atau dia menjadi adi, dan huruf-huruf menjadi satu seperti tidak ada spasi.

4. Pembelajaran Anak Disleksia


Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu anak disleksia ketika belajar:
a. Gunakan pena berwarna agar tulisan lebih terlihat. Tandai dengan stabillo kata penting dalam satu kalimat atau paragraf
yang panjang.
b. Sebaiknya memang jangan gunakan kalimat yang terlalu panjang.
c. Jika ada buku teks yang memiliki paragraf panjang, jadikan pokok bahasan dalam bullet atau hitungan 123.
d. Gunakan juga video, karena mereka akan mengingat lebih baik lagi.

e. Jangan sering-sering menyuruh mereka membaca keras di kelas. Mereka tidak suka suara bising.
f. Isi lebih baik daripada pengucapan.
g. Jika telah selesai dengan baik, segera puji mereka dengan mengucapkan bagus, hebat.
h. Jika mereka terlihat jenuh atau pusing, berikan waktu untuk mereka beristirahat. Menggambar atau mendengarkan lagu
atau berlari-lari bersama kawan lain bisa membuat mereka senang kembali.
i. Mereka juga anak yang suka eksplorasi satu topik yang mereka sukai, berikan mereka seluas mungkin kesempatan
untuk melakukan riset atas satu topik pelajaran.
j. Usahakan agar benar-benar aktif dalam mendampinginya dari waktu ke waktu. Penderita disleksia setiap saat akan
menemukan kesulitan-kesulitan. Dan bila kita biarkan mereka mencari jawabannya sendiri,maka ketika menemukan
kegagalan demi kegagalan,si penderita justru akan menjadi semakin bodoh. Keadaan tersebut akan memperburuk
penyimpangannya.
k. Memberikan dorongan sedemikian rupa untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Penderita disleksia akan
cenderung menghabiskan waktunya untuk mencari cara dalam usahanya untuk menguasai sejumlah materi
pelajaran seperti,membaca,menulis dan hitungan-hitungan. Perjuangan ini hanya akan tetap bertahan apabila
kepercayaan dirinya terus terjaga.
l. Buatlah semenarik mungkin ketika mengajarinya membaca. Hampir semua anak penderita disleksia tidak suka pelajaran
membaca, karena membaca adalah pekerjaan yang paling berat bagi dirinya. Carilah isi bacaan yang disukai oleh
subjek,sehingga hal tersebut akan menjadi menarik bagi subjek untuk terus mambacanya walaupun sulit.
m. Bantu mereka dengan teknologi yang membantu. Memberikan komputer saja untuk anak-anak disleksia tidak akan
sangat membantu. Berikan mereka software seperti Dragon Naturally Speaking atau Kurzweil 3000 . Biarkan mereka
belajar sampai ia benar-benar menguasainya .
n. Gunakan Metode Pendekatan Multi-Sensori. Wilson Reading System. Orton-Gillingham, dan Slingerland Approach
merupakan pendekatan pengajaran Multi-sensori. Mengajar mereka dengan pendekatan multi-sensori akan sangat
membantu proses recoverynya.
Bila anak mengalami kesulitan membaca secara teknis, seperti sering terbolak-balik membaca kata atau bingung
dengan huruf yang bentuknya mirip, guru bisa membantunya dengan cara :
a. Mulailah melatihnya dengan mengenalkan huruf, suku kata, lalu berlanjut dengan kata yang terdiri dari dua suku kata,
dan seterusnya. Guru juga bisa membuatkan huruf dari lilin warna-warni agar ia lebih bersemangat untuk belajar.
b. Lakukan metode dikte. Cobalah Guru mendiktekan suatu kata atau kalimat kepadanya dan biarkan ia menuliskannya.
Atau lakukan sebaliknya, biarkan anak mendikte dan Guru yang menulis. Lalu minta ia membacakannya kembali.
c. Ajak anak untuk membaca suatu wacana yang sumbernya bisa dari buku bacaan atau buku cerita bergambar. Kemudian
lakukan tanya-jawab mengenai wacana tersebut.
d. Berikan tugas yang melatih rangsang visualnya.
Latihan khusus yang bisa diberikan
a) Ajarkan anak menulis
Sebagian anak yang menderita disleksia memiliki tulisan yang kurang bagus. Ini disebabkan kontrol motoriknya
yang tidak berfungsi dengan baik. Langkah yang bisa dilakukan antara lain:
1. Berikan Ia sebuah buku bergambar dengan pola titik-titik. Ajarkan Ia untuk menghubungkan titik-titik tersebut hingga
menjadi sebuah gambar. Ini berfungsi untuk melatih kemampuan motorik halusnya.
2. Latihlah terus anak untuk menulis halus, berupa pola ataupun kalimat. Berikan pensil yang tebal (misalnya pensil 2B)
bila tekanan menulis si anak terlalu lemah dan pensil yang tipis (pensil H) pada anak yang tekanan pada kertasnya
terlalu kuat.

b) Ajak Anak Bermain angka dan Melatih Ingatan


Untuk membantunya mengingat urutan hari dalam satu minggu, bulan dalam satu tahun ataupun sejumlah
deretan angka, Guru bisa membantunya dengan cara berikut :
1. Jangan pernah lupa untuk mengingatkan ia setiap hari tentang tanggal ataupun hari saat ini.
2. Lakukan permainan yang melatih kemampuannya dalam mengurutkan, seperti permainan menyusun angka, kalimat dan
sebagainya.
3. Di waktu luang, mintalah ia menceritakan kembali secara berurutan suatu kejadian yang Ia alami dalam satu hari atau
sebuah film pendek yang baru saja ditontonnya.

4. Bila anak sulit memahami matematika, seperti salah menempatkan angka dan sulit menghitung mundur atau memahami
simbol. Gunakan kertas berpetak untuk melakukan penjumlahan atau pengurangan. Ganti lambang-lambang yang sulit
dimengerti dengan istilah yang mudah dipahami.
c) Ajak Anak Untuk Memahami orientasi
Kesulitan lain yang dialami anak disleksia adalah sering kali ragu memahami orientasi ruang seperti kanan-kiri,
depan-belakang, ataupun atas-bawah. Tak jarang pula dari mereka yang tidak mengerti waktu dan tempat di mana
mereka berada. Untuk meningkatkan kemampuan orientasinya, langkah berikut bisa Guru terapkan:
1. Ajak anak untuk mengikuti permainan baris-berbaris atau permainan Pegang telinga kiri dengan tangan kananmu!. Ini
berfungsi untuk melatih kemampuan orientasinya

2. Jika anak benar-benar sulit membedakan mana tangan kanan dan kiri, berilah ciri seperti gelang pada salah satu
tangannya.
3. Bacakan buku dan bantu mereka saat hendak membaca buku sendiri

4. Untuk usia pra sekolah, ajarkan rima, bermain game kata-kata dan puzzle juga akan membantu.
5. Ajarkan dan latih bersama bagaimana mengenakan pakaian
6. Jangan memfokuskan pada kelemahannya, dukung kegiatan yang disenangi
7. Bantu untuk mengerjakan PR

8. Tingkatkan kepercayaan diri mereka


d) Pelatihan Lainnya
1. Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung
memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya b dengan d. Murid harus diperlihatkan
terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu
saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama
berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: g, c, o, d, a, s, q, bentuk zig zag: k, v, x, z, bentuk linear:
j, t, l, u, y, bentuk hampir serupa: r, n, m, h.
2. Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
3. Anak duduk di barisan paling depan di kelas
4. Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15,
pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
5. Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai
waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)

6. Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang
sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
7. Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia,
kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa
anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu
tidak bijaksana untuk memaksakan cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
8. Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda
dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi
akademis mereka menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini
akan membawa anak menjadi individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal
ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru
seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan
mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak
disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia

C. Aphasia (Afasia)
1. Pengertian Aphasia
Afasia berasal dari kata A= tidak, dan Vasia= bicara yang berarti keadaan di mana seseorang tidak mampu lagi
mengungkapkan apa yang dia mau. Dia tidak mampu lagi menggunakan bahasa. Dengan kata lain, afasia adalah
gangguan kemampuan berbahasa. Istilah afasia berasal dari kata Yunani yang berarti aphatos atau tidak bisa berkata-
kata. Afasia merupakan gangguan bahasa atau komunikasi akibat terjadinya gangguan atau kerusakan otak. Bagian
otak yang bertanggung jawab untuk bahasa berada di sisi kiri.
Pengertian tentang aphasia, masing-masing ahli memberikan batasan yang berbeda-beda, akan tetapi pada
intinya sama. Seperti yang dikemukakan:
a. Wood (1971) mengatakan bahwa aphasia merupakan parsial or complete loss of ability to speak or to comprehend the
spoken word due to injury, disease. Or maldevelopment of brain. (Kehilangan kemampuan untuk bicara atau untuk
memahami sebagaian atau keseluruhan dari yang diucapkan oleh orang lain, yang diakibatkan karena adanya gangguan
pada otak).
b. Wiig dan Semel (1984) bahwa Aphasia as involving those who have acquired a language disorder because of brain
damage resulting in impairment of language comprehension formulation, and use. (Mereka yang memiliki gangguan pada
perolehan bahasa yang disebabkan karena kerusakan otak yang mengakibatkan ketidakmampuan dalam
memformulasikan pemahaman bahasa dan penggunaan bahasa).
Jadi pengertian aphasia secara umum berkaitan dengan disorder of brain, injury of the brain. Selanjutnya sekarang
ini banyak perbedaan dari tipe-tipe aphasia atau kondisi-kondisi yang dikaitkan dengan aphasia seperti agnosia,
paraphasia dan dysprosody. Gangguan bahasa aphasia dikelompokkan kepada
masalah receptive danekspresive. Aphasia dapat diderita oleh anak dan orang dewasa. Istilah developmental
aphasia secara luas digunakan kepada anak-anak walaupun sudah lama sekali berkaitan dengan masalah
neurorogikal damage.

2. Kesulitan-kesulitan Penderita Aphasia


Ada enam komponen bahasa, yaitu (1) fonem, (b) morfem, (3) sintaksis, (4) semantic, (5) prosedi, dan (6)
pragmatic. Adanya gangguan dari salah satu atau lebih komponen-komponen tersebut dapat menyebabkan terjadinya
kesulitan bahasa. Menurut Lovitt (1989:151), ada berbagai penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu (1) kekurangan
kognitif, (2) kekurangan dalam memori, (3) kekurangan kemampuan melakukan evaluasi, (4) kekurangan kemampuan
memproduksi bahasa, (5) kekurangan dalam bidang pragmatic atau penggunaan fungsional bahasa.
1) Kekurangan kognitif
a) Kesulitan memahami dan membedakan bunyi wicara
Anak berkesulitan belajar sering memiliki problema auditoris, yaitu kesulitan untuk memahami dan membedakan makna
bunyi wicara. Kondisi semacam itu menyebabkan anak mengalami kesultan merangkai fonem, segmentasi bunyi,
membedakan nada, mengatur Keyarigan, dan mengatur durasi bunyi.

b) Kesulitan membentuk konsep dan mengembangkannya ke dalam unit-unit semantic


Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dengan kekurangan kata, misalnya ketika ia bermaksud untuk
menggunakan kata meledak tetapi yang digunakan adalah kata bom.

c) Kesulitan mengklasifikasikan kata


Anak berkesulitan belajar juga sering mengalami kesulitan dalam mengelompokkan kata-kata. Jika mereka dihadapkan
pada kata-kata seperti ayam, kangkung, selada dan seledri, yang seharusnya dikelompokkan sebagai sayuran, tetapi
mereka mengelompokkan atas warna, yaitu hijau.
d) Kesulitan dalam relasi semantic

Anak berkesulitan belajar juga sering mengalami kesulitan untuk menemukan dan menetapkan kata yang ada
hubungannya dengan kata lain. Sebagai contoh, anak akan mengalami kesulitan dalam menetapkan hubungan antara
kata bangun, mandi, pakaian,sarapan, buku, dan sekolah dalam tugas menyusun kalimat yang terakait dengan
urutan waktu. Umumnya mereka juga kesulitan dalam mencari padanan kata.

e) Kesulitan dalam memahami system semantic


Untuk memecahkan masalah verbal diperlukan pemahaman tentang adanya hubungan antara masalah, proses yang
digunakan hingga sampai pada suatu upaya pemecahan. Banyak anak berksesulitan belajar yang memiliki kesulitan
dalam membaca pemahaman, dalam matematika, dan dalam penalaran ruang dan waktu. Kesulitan ini diduga berkaitan
dengan adanya kesluitan dalam pemrosesan bahasa auditoris. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan
dalam bersecirta dan penjelasalan mereka serinag tidak tersusun secara baik dan benar.

f) Transformasi semantic
Suatu informasi disampaikan melalui kata-kata dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada hubungan, peranan,
atau kebermaknaan ucapan. Kata lembut misalnya, mungkin menjelaskan tentang tekstur, warna, volume, atau
mungkin tentang gerakan. Pengenalan dan kemampuan membuat perubahan makna kata mencerminkan suatu
pemahaman transformasi semantic. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam tranformasi semantic
sehingga mengalami kesulitan dalam menggunakan kata banyak makna, langgam suara (idiom), dan kiasan (metafhors).

g) Implikasi semantic
Tingkat kemampuan tertinggi untuk memahami bahasa adalah kemampuan menangkap informasi yang diimplikasikan,
yang tidak dinyatakan secara jelas. Kemampuan tersebut mencerminkan suatu kesadaran tentang kemungkinan
berbagai penyebab, yang merupakan bidang sulit bagi anak berkesulitan belajar. Oleh karena itu, anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan dalam memahami pepatah, cerita perumpamaan, dongeng, atau mitos. Akibat dari
kekurangan dalam bidang implikasi semantic tersebut, maka anak berkesulitan belajar juga kesulitan dalam memahami
humor.
2) Kekurangan kemampuan melakukan evaluasi
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan kekurangan dalam memori
auditoris. Adanya kekurangan dalam memori auditoris tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam memproduksi
bahasa. Lagi pula, mereka sering memperlihatkan adanya kekurangan khusus dalam mengulang urutan fonem,
mengingat kembali kata-kata, mengingat symbol dan memahami hubungan sebab-akibat.

3) Kekurangan Kemampuan Nilai


Penilaian merupakan bagian integral dari proses bahasa karena menjadi jembatan antara pemahaman dengan produksi
bahasa. Penilaian yang kritis terhadap informasi verbal memerlukan pembandingan antara informasi baru dengan
informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Anak berkesulitan belajar sering memiliki kesulitan dalam menilai
pemantapan atau keajegan arti dari suatu kata baru terhadap informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya.
Akibatnya, anak mungkin akan menerima saja kata atau kalimat yang salah. Sebagai contoh mungkin anak akan
membenarkan saja kalimat ibu memasukkan pakaian pada lemari. Pada taraf implikasi semantic, anak berkesulitan
belajar juga sering tidak mampu mengevaluasi keajegan, hubungan sebab-akibat. Akibatnya, mereka sering menerima
saja kalimat seperti pakaian itu terbuat dari sangat indah. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
mengenal kesalahan-kesalaham sintaksis dan setelah mereka tahu kesalahan-kesalahan tersebut, mereka tidak dapat
memperbaikinya.

4) Kekurangan kemampuan memproduksi bahasa


Produksi bahasa akan dipermudah oleh adanya kemampuan mengingat, perilaku afektif dan psikomotorik yang baik.
Karena anak-anak berkesulitan belajar umunya memiliki taraf perkembangan berbagai kemampuan tersebut secara
kurang memadai, mereka banyak yang memiliki kesulitan dalam memproduksi bahasa. Hasil penelitian Idol-Maetas
seperti dikutip oleh Lovitt (1989:156) menunjukkan bahwa anak-anak berkesulitan belajar mengandung lebih sedikit kata-
kata bermakna daripada anak-anak yang perkembangan bahasanya normal. Cerita-cerita anak berkesulitan belajar
umumnya berbentuk fragmen-fragmen atau penggalan-penggalan dan urutannya tidak teratur.
5) Kekurangan dalam bidang pragmatic
Anak berkesulitan belajar pada umunya memperlihatkan kekurangan dalam mengajukan berbagai pernyataan,
memberikan reaksi terhadap berbagai pesan, menjaga atau mempertahankan percakapan, dan mengajukan sanggahan
berdasarkan argumentasi yang kuat. Anak berkesulitan belajar umumnya juga kurang persuasive dalam percakapan,
lebih banyak mengalah dalam percakapan dan kurang mampu cara berdialog dengan orang lain.

3. Klasifikasi Aphasia
Secara garis besar, aphasia dibedakan menjadi tiga jenis; fluent aphasia, yang artinya adalah dimana seseorang
dapat berbicara dengan lancar dan baik tetapi memiliki kesulitan dalam pemahaman pendengaran verbal atau dala
mpengulangan kata, kalimat, frase yang diucapkan oleh orang lain; nonfluent aphasia, dimana terdapat kesulitan dalam
mengartikulasi namun relative baik dalam pemahaman pendengaran verbal; dan pure aphasiadimana terdapat
kerusakan yang selektif dalam membaca, menulis, atau pengenalan kata.
Dari beberapa jenis aphasia secara garis besar, terdapat beberapa subtype yang terkadang biasa digunakan, yaitu
:
a. Wernickes Aphasia
Aphasia Wernicke, atau aphasia sensoris, adalah ketidakmampuan untuk mengerti dari suatu kata atau
menyuarakannya menjadi ucapan yang utuh. Luria mengatakan bahwa aphasia ini memiliki tiga karakteristik atau ciri.
1. Untuk mendengar dan membuat suatu suara, salah satunya harus bisa menjadi suara atau bunyi. Sebagai contohnya,
dalam bahasa Jepang bunyi dari huruf L dan R tidak berbeda. Orang Jepang yang mendengar bahasa Inggris tidak
dapat membedakan bunyi dari kedua huruf tersebut karena tidak ada cetakan huruf tersebut di dalam otak mereka.
Meskipun perbedaan antara kedua huruf tersebut sangatlah jelas bagi orang yang berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi
tidak untuk orang Jepang. Contoh tersebutlah yang menjadi masalah dalam bahasa orang yang mengidap
penyakit aphasia wernicke, ketidakmampuan untuk membedakan karakteristik fonem yang signifikan dan
menggolongkan suara kedalam system fonem yang telah diketahui.
2. Kerusakan dalam berbicara. Orang yang menderita mungkin dapat berbicara dan mungkin berbicara banyak, namun ia
merasa bingung dalam karakteristik fonetik, yang sering disebut sebagai word salad.

3. Kerusakan dalam menulis. Seseorang yang tidak dapat mencerna karakteristik fonetik tidak bisa diharapkan untuk bisa
menulis, karena ia tidak mengetahui bentuk huruf yang dapat disusun menjadi suatu kata.

b. Transcortical Aphasia
Transcortical aphasia sering disebut juga sebagai isolation syndrome dimana individu dapat mengulang dan
memahami kata dan nama objek tapi tidak dapat berbicara secara spontan, atau mereka tidak dapat memahami kata
kata walaupun mereka dapat mengulangnya. Apashia ini diduga diakibatkan oleh hilangnya area korteks luar bahasa
tradisional.
c. Conduction Aphasia
Conduction aphasia adalah sebuah paradoxical deficit dimana orang dengan gangguan ini dapat bicara dengan
mudah, mengetahui nama objek, dan memahami pembicaraan, tapi mereka tidak dapat mengulang kata-kata.
Penejelasan tentang masalah ini adalah terdapat hubungan yang buruk antara perceptual word image dalam pariental-
temporal cortex dan sistem motorik yang memproduksi kata-kata.
d. Anomic Aphasia
Individu yang mengalami Anomic Aphasia atau amnesic aphasia mampu memahami kalimat, menghasilkan
kalimat dan mengulang kalimat. Ia tidak mampu untuk menyebutkan kata benda. Contohnya, ketika ditampilkan gambar
berupa jangkar kapal, pasien yang menderita gangguan ini tidak dapat menyebutkan nama tersebut. Pasien ini menjawab
saya tahu itu apa, itu yang biasa digunakan untuk mengikatkan kapal. Ia bisa menjelaskan namun sulit mengatakan
kata benda. Kerusakan ini terjadi di temporal cortex. Kata benda dan kata kerja begitu berbeda. Kemampuan untuk
menyebutkan kata benda ada di bagian otak dalam rekognisi dan klasifikasi sedangkan kata kerja ada dibagian otak
yang berhubungan dengan gerakan.
e. Brocas Aphasia
Individu yang menderita Brocas aphasia memiliki kesulitan dalam berbicara walaupun ia mampu memahami suatu
kalimat. Brocas aphasia dikenal juga dengan motor, expressive atau noninfluent aphasia. Pasien ini berbicara lambat
sekali dengan struktur kata yang sangat sederhana. Kata benda mampu disebutkan hanya ketika ia menyebutkan satu
kata saja. Kata sambung, kata sifat, dan lainnya jarang sekali digunakan.

4. Penanganan penderita Aphasia


Treatment untuk gangguan bahasa, harus dilihat sifat dari masalah dari setiap individu. Penyebab gangguan
bahasa ada yang :

a. Mudah teridentifikasi dan ada yang mungkin diremedial dengan secara medis atau secara mekanik.
b. Tipe lain, treatmennya berdasarkan kepada pengajaran atau latihan bahasa.
Menurut Cole and Cole (1981), mengemukakan tentang serangkaian langkah-langkah yang harus dilakukan :
a. Identifikasi anak

b. Melakukan assessment
c. Menetapkan tujuan

d. Mengembangkan intervensi program

e. Mengimplementasikan intervensi program bahasa

f. mengajar Kembali jika diperlukan


Program latihan bahasa dibuat untuk setiap orang sesuai dengan kelemahan dan kekuatannya atau dapat disebut
ILPs,( Individualize Language Plan). Intervensi yang diberikan pada setiap anak, pada awalnya sering memfokuskan
pada stimulasi bahasa. Dimana treatmen ini maksudnya sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa
ana yang dilakukan secara sistematis. Dalam pelaksanaannya orang tua harus dilibatkan dalam kegiatan intervensi.
Berbagai pendekatan digunakan untuk meremidi penderita aphasia. dimulai dari hasil asessmen tentang apa yang
harus dilakukan, yang meliputi kekuatannya dan kelemahannya. Bagaimna sosialisasinya , bahasanya dan sebagainya.
Ada lima macam pendekatan remediasi bagi anal berkesulitan belajar bahasa, yaitu:

1. Pendekatan Proses
Bertujuan untuk memperkuat dan menormalkan proses yang dipandang sebagai dasar dalam memperoleh kemahiran
berbahasa dan komunikasi verbal. Tujuan remediasi ditekankan pada peningkatan pemahaman bahasa dan
penggunaannya melalui modalitas auditoris, menulis dan bahasa nonverbal.
2. Pendekatan Analisis

Bertujuan untuk meningkatkan kompleksitas pengertian (semantik), struktur (morfologi dan sintaksis) atau fungsi
(pragmatic) bahasa anak-anak. Pendekatan menekankan pada pengembangan arti kata, konsep bahasa, dan
memperkuat berpikir logis.
3. Pendekatan Behavioral
Bertujuan untuk memodifikasi atau mengubah bahasa lahir dan perilaku komunikasi. Pendekatan secara umum
menggunakan prinsip-prinsip operant conditioning untuk memunculkan perilaku yang diharapkan dan mencegah atau
menghilangkan perilaku bahasa yang tidak sesuai.
4. Pendekatan Interaktif-interpersonal
Bertujuan untuk memperkuat kemampuan pragmatic dan mengembangkan kompetensi komunikasi. Tujuan lainnya
adalah untuk meningkatkan pengambilan peran dan kemampuan pengambilan peran anak-anak dalam berkomunikasi,
mengembangkan persepsi social non verbal, dan meningkatkan gaya komunikasi verbal dan non verbal.

5. Pendekatan System Lingkungan Total


Bertujuan untuk menciptakan peristiwa atau situasi limgkungan yang kondusif sehingga mendorong terjadinya
penginkatan frekuensi berbahasa dan pengalaman berkomunikasi pada anak-anak. Sering disebut pendekatan holistic,
bertujuan menumbuhkan kompetensi komunikasi untuk kehidupan agar mendukung perkembangan potensi anak untuk
mencapai prestasi dan penyesuaian dalam pengambilan lapangan pekerjaan dan profesi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau ebih bidang akademik, baik dalam
mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika dan mengeja; atau dalam berbagai keterampilan
yang bersifat umum seperti mendengarkan, berbicara dan berpikir. Penyebab utama kesulitan belajar (learning
disabilities) adalah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama
problema belajar (learning problems) adalah fakto eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat.
Disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan
pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Penyebab utama karena adanya kekurangan
pada cereblum dan factor genetic. Penderita disleksia mengalami masalah pada fonologi, mengingat perkataan,
penyusunan yang sistematis atau berurut, ingatan jangka pendek dan pemahaman sintaks.
Afasia merupakan gangguan bahasa atau komunikasi akibat terjadinya gangguan atau kerusakan otak. Menurut
Lovitt (1989:151), ada berbagai penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu (1) kekurangan kognitif, (2) kekurangan dalam
memori, (3) kekurangan kekurangan kemampuan melakukan evaluasi, (4) kekurangan kemampuan memproduksi
bahasa, (5) kekurangan dalam bidang pragmatic atau penggunaan fungsional bahasa. Penanganan penderitan afasia
yaitu dengan pembelajaran bahasa dan pembelajaran remedial.
B. Saran

Pembelajaran untuk anak-anak yang berkesulitan belajar agar lebih diperdalam. Sebagai bekal untuk calon tenaga
pendidik sehingga ABK dapat tertangani dengan baik dan tetap dapat mengenyam pendidikan seperti anak-anak normal
lainnya. Karena anak-anak berkesulitan belajar terlihat seperti anak-anak normal pada umumnya. Sehingga guru harus
lebih jeli untuk mengidentifikasi sejak dini anak-anak yang kesulitan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

nonym. Belajar Gaya Anak Disleksia. http://disleksia.wordpress.com/. Diunduh tanggal 1 Oktober 2013.
nonym. Penanganan Terkini Gangguan Belajar Disleksia Pada
Anak.http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/03/penanganan-terkini-gangguan-belajar-disleksia-pada-anak/.
Diunduh tanggal 1 Oktober 2013.
nonym.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19550516198101\. Diunduh tanggal 1 Oktober 2013.
AFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdf. Diunduh tanggal 1 Oktober 2013.

http://hikmahify.blogspot.co.id/2013/12/kesulitan-belajar-disleksia-dan-aphasia.html

ANAK BERKESULITAN BELAJAR (PDF, PENGERTIAN, KLASIFIKASI,


PENYEBAB, KARAKTERISTIK, JENIS-JENIS, DAN PSIKOLGI DASAR)

Ako Solekhudin

Ilustrasi Gambar, sumber: www.catatanpkh.id

Pengertian

Pengertian kesulitan belajar menurut National Joint Committe on Learning Disabilities (NJCLD) pada tahun 1987 dalam
Mulyono (2003, Hal. 7) adalah sebagai berikut:

Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam
kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau
kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut bersifat intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya
disfungsi system syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain
yang mengganggu, (misalnya: gangguan sensoris, tungrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh
lingkungan (perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut
bukan penyebab atau pengaruh langsung.

Selain pengertian tersebut, Mulyono (2003, hal. 9) mengungkapkan bahwa Kesulitan belajar dapat berwujud sebagai
satu atau lebih bidang akademik. Baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan
mengeja; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum.
Sedangkan definisi kesulitan belajar menurut IDEA (the Individuals with Disabilities Eduaciton Act) (dalam
https://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/materi%20untuk%20diklat%20dinas%20dikpora%20DIY.pdf) istilah
kesulitan belajar spesifik menerangkan bahwa:

Semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang melibatkan pemahaman atau
penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapar termanifestasikan menjadi kemampuan
yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan
matematika. Yang termasuk di dalam istilah ini diantaranya gangguan perseptual, cedera otak, disfungsi minimal otak,
diseleksia, dan afasia perkembangan. Istilah ini tidak termasuk kondisi-kondisi seperti permasalahan belajar yang
penyebab utamanya adalah gangguan penglihatan, pendengaran atau motorik, retardasi mental, gangguan emosiaonal,
atau ketidakberuntungan lingkungan, budaya atau ekonomi.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi dimana seseorang
memiliki hambatan dalam belajar pada pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, dan berhitung yang
disebabkan oleh faktor psikologis kognitif, sehingga mengakibatkan adanya kesenjangan prestasi yang diraih dengan
potensi yang dimilikinya.

Klasifikasi ABB
Dalam mengklasifikasi anak berekesulitan belajar nampaknya cukup sulit, karena setiap anak bersifat heterogen. Hal ini
berbeda dengan tuna netra, tuna rungu, dll yang sudah nampak pada kesulitan belajar yang dialami.

Menurut Mulyono (2003, hal. 11) menjelaskan bahwa Kesulitan Belajar secara umum dapat diklasifikasi kedalam dua
kelompok, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan, dan kesulitan belajar yang berhubungan
dengan akademik.

Dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak berkesulitan belajar secara garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu
kesulitan dalam belajar yang berhubungan dengan perkembangan, dan kesulitan belajar yang berhubungan dengan
akademik. Dalam laporan ini penulis memfokuskan topik bahasan tentang kesulitan belajar yang berhubungan dengan
akademik.

Penyebab Kesulitan Belajar


Seperti yang sudah diungkapkan sekilas pada latar belakang masalah, penyebab anak berkesulitan belajar secara umum
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyono (2003,
hal.13) yaitu Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal.
Dalam kaitanya dengan kesulitan belajar yang berhubungan dengan bidang akademik, Mulyono (2003, Hal. 13)
mengungkapkan Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi
neourologis; sedangkan penyebab utama problematika belajar adalah faktor eksternal. Penyebab utama kesulitan
belajar yang berhubungan dengan bidang akademik adalah faktor internal. Faktor intenal pada anak meliputi faktor
genetic, belum menguasai psikologi dasar.

Dalam laporan ini,penulis memfokuskan mengenai identifikasi anak berkesulitan belajar karena belum menguasainya
keterampilan dasar (prerequisite skills) yang ada dalam psikologis dasar pada bidang akademik.

Karakteristik ABB
Anak berkesulitan belajar memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Yulianda (dalam
http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/96/56) mengemukakan:

Anak berkesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu (1) Gangguan Internal, (2) Kesenjangan antara
potensi dengan prestasi, (3) Tidak ada gangguan fisik atau mental. 1. Gangguan Internal, Gangguan internal merupakan
gangguan yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pada persepsinya. Aspek persepsi
pada anak meliputi persepsi visual, persepsi auditif, persepsti taktil. Faktor internal tersebut penyebab kesulitan belajar,
bukan faktor eksternal. 2. Kesenjangan antara potensi dengan prestasi, Anak berkesulitan belajar memiliki intelegensi
yang normal atau bahkan diatas rata-rata. Namun, banyak yang meraih prestasi dibawah rata-rata sehingga
menimbulkan kesenjangan antara potensi dan prestasi yang diraih. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan
belajar yang spesifik. 3. Tidak ada gangguan fisik atau mental, Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak
memiliki gangguan fisik atau mental.

Dari karakteristik anak berkesulitan belajar yang diungkapkan oleh Yulianda, dapat disimpulkan bahwa anak berkesulitan
belajar memiliki tiga ciri utama, yaitu adanya gangguan internal pada anak, adanya kesenjangan antara potensi dengan
prestasi, dan tidak ada gangguan fisik atau mental.

Jenis-jenis ABB
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, (1) kesulitan belajar yang
berhubungan dengan perkembangan dan (2) kesulitan belajar akademik. (Abdurrahman, 2012, hlm. 7).

Kesulitan belajar yang besifat perkembangan atau kesulitan belajar pra akademik terdiri dari 4 macam, antara lain (1)
gangguan perkembangan motorik, (2) gangguan perkembangan persepsi, (3) gangguan perkembangan kognitif, dan (4)
gangguan perkembangan bicara dan bahasa. Sedangkan kesulitan belajar yang bersifat akademik diantaranya (1)
kesulitan belajar membaca (disleksia), (2) kesulitan belajar menulis (disgrapia), dan (3) kesulitan belajar berhitung
(diskalkulia).

Psikologi Dasar
Psikologi dasar merupakan aspek yang penting bagi kelangsungan belajar yang berhubungan dengan bidang akademik.
Psikologi dasar merupakan prerequisite yang harus dikuasai anak sebelum anak memasuki sekolah. Psikologi Dasar
terdiri dari beberapa aspek, antara lain (1) Memori; (2) Persepsi; (3) Konsentrasi; (4) Atensi; (5) Motorik.
Memori

Memori sering disebut juga sebagai memasukan (encoding), menyimpan (storage), data atau menimbulkan kembali
(retrieval). Memori sering disebut juga sebagai ingatan, antara keduanya tidak ada perbedaan hanya penamaan saja.
Memori dibagi menjadi dua, yaitu short term memory dan long term memory.

Short term memory adalah stimulus yang masuk ke dalam memori dan dalam waktu singkat diproses menghasilkan
memori output.

Long term memory menurut Hulse, dkk (dalam http://pusuy.com/pengertian-memori/ ) adalah stimulus yang masuk ke
dalam memori tetapi tidak langsung diproses sebagai memori output, Tetapi itu disimpan dalam ingatan dalam waktu
yang lama, dan apabila dibutuhkan dapat ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran.

Dalam kaitanya dengan anak berkesulitan belajar bidang akademik, memori berhubungan dengan kurangnya
kemampuan anak pada aspek matematik, dan membaca. Memori dalam aspek matematik berguna untuk memproses
informasi dalam hal ini operasional matematis baik penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, jika memori anak
terganggu, maka anak memiliki kemungkinan untuk kesulitan dalam mengerjakan operasional matematis. Dalam
kaitanya membaca, anak perlu memahami apa yang ia baca, ketika memori nya terganggu, terutama STM, maka apa
yang anak kesulitan dalam memahami apa yang dia baca baik kalimat, maupun kata.
Persepsi

Persepsi adalah sebuah proses seseorang memporses dan menginterpretasi informasi sensori guna memberi arti bagi
lingkungan seseorang tersebut. Persepsi didapatkan seseorang berdasarkan hasil pengindraan sensori seseorang, oleh
karena itu persepsi sering juga disebut persepsi sensori. Persepsi Sensori individu didapat melalui berbagai indra sensori,
indra sensori tersebut adalah visual, auditif, kinestetik dan taktil.

Persepsi visual merupakan persepsi yang menggunakan indera pengelihatan sebagai reseptor stimulus dari lingkungan.
Persepsi visual dapat berarti proses penerimaan stimulus yang diterima oleh indera pengelihatan kemudian diolah
melalui otak menjadi sebuah respon berupa tindakan atau informasi. Persepsi visual dikategorikan kedalam lima kategori,
yaitu :

1. Hubungan Keruangan, yaitu kemampuan anak dalam mengetahui posisi letak benda disekitarnya

2. Diskriminasi Visual, yaitu kemampuan anak dalam membedakan objek

3. Diskrimansi bentuk dan latar, yaitu kemampuan anak dalam membedakan objek dari latar belakang yang
mengelilinginya

4. Visual Clousure, yaitu kemampuan anak dalam mengingat atau mengidentifikasi objek meskipun objek tersebut tidak
diperlihatkan secara keseluruhan

5. Mengenal objek, kemampuan anak dalam mengenal objek yang pernah ia lihat.

Aspek persepsi visual anak yang belum dia kuasai, dapat berdampak pada kesulitan belajar yang dia alami. Aspek
kesulitan belajar akibat gangguan persepsi ini dapat mencakup tiga aspek keseluruhan (disseleksia, dysgraphia,
diskalkulia).

Persepsi Kinestetik dan Taktil merupakan cara anak dalam mnginterpretasi stimulus yang diterima anak melalui indera
taktil (sentuhan). Persepsi kinestetik dan taktil erat kaitanya dengan koordinasi gerak tubuh, sehingga berhubungan
dengan motoric kasar dan halus anak.
Konsentrasi

Konsentrasi menurut KBBI (dalam http://kbbi.web.id/konsentrasi) adalah pemusatan perhatian atau pikiran terhadap
suatu hal. Konsentrasi sangat diperlukan anak dalam kegiatan belajar agar anak mengerti materi ajar yang diberikan.
Atensi

Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses sejumlah informasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi
yang disediakan oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif kita yang lain.
Motorik
Pengertian motorik menurut Gallahue (anonim, dalam http://www.definisi-pengertian.com/2015/04/pengertian-motorik-
kasar-pendidikan.html) adalah Motorik berasal dari kata motor yang merupakan suatu dasar biologis atau mekanika
yang menyebabkan terjadinya suatu gerak. Motorik dibagi menjadi dua, yaitu motorik kasar dan motorik halus.

1. Motorik Kasar (Gross Motor)

Motorik Kasar merupakan kebutuhan psikologi dasar yang harus dikuasai anak. Kegiatan motoric kasar pada umumnya
seperti menangkap bola, meloncat melewati lubang, berjalan lurus dalam garis, bermain bola untuk melatih koordinasi.
Hal ini merupakan modal awal anak untuk menguasai kebutuhan belajar disekolah, seperti menulis, konsentrasi,
mengikuti instruksi, olahraga, dan kerjasama.

2. Motorik Halus (Fine Motor)

Motorik halus sangat penting dalam kaitanya dengan menulis anak. Jika motoric halus anak baik, maka hasil tulisan anak
akan baik, namun jika anak belum menguasai motoric halus, tulisan anak pun tidak baik. Ada beberapa program dalam
melatih kemampuan motoric halus anak, yaitu latihan menguatkan tiga jari tangan yang digunakan untuk memegang
pensil dengan tripod pencil, berjalan sambal memegang bola, dan menggumpal potongan kertas.

Undung PDF

Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. (2002). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.

Anonim. (2015). Pengertian Motorik Kasar dalam Pendidikan. http://www.definisi-pengertian.com/2015/04/pengertian-motorik-


kasar-pendidikan.html. Diakses [16 Mei 2016]

Anonim. (2015). Pengertian Disgrafia. http://www.portalkonseling.com/2015/10/pengertian-disgrafia-kelainan.html. Diakses [23


November 2016]

Anonim. (2015). Pengertian Memori. http://pusuy.com/pengertian-memori/. Diakses [16 Mei 2016]


Lina Kato. (2015). Pengertian Persepsi. http://www.ilmupsikologi.com/2015/09/pengertian-persepsi-faktor-dan-jenisnya-menurut-
ahli.html. Diakses [16 Mei 2016].

Pujaningsih. (2011). Pendidikan Anak Berkesulitan Belaajar Spesifik.


https://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/materi%20untuk%20diklat%20dinas%20dikpora%20DIY.pdf. Diakses [13 Mei 2016].

Suparno. Dalam jurnal http://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/download/1004/806. Diakses [10 April 2016].

Yulianda. Dalam jurnalnya (http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/96/56). Diakses [15 Mei 2016]

http://www.catatanpkh.id/2017/04/anak-berkesulitan-belajar-pdf.html
Rabu, 29 Mei 2013

Tinjauan Psikoanalisis dalam Film Taare Zameen Par Every Child is


Special
Sinopsis

Alkisah ada seorang anak yang bernama Ishaan Awasthi yang duduk di kelas tiga sekolah dasar. Ia mendapat julukan
idiot dan citra anak nakal, baik di sekolah maupun di rumahnya. Ishaan lahir di keluarga yang serba teratur dan menilai
seseorang dari pencapaian. Ayahnya, Nandkishore Awasthi adalah seseorang yang sangat tepat waktu, disiplin, dan serius.
Kakaknya, Yohaan Awasthi juga begitu mirip dengan ayahnya yang perfeksionis. Sedangkan ibunya, meski tidak sepakem
dengan ayahnya, tetapi ibunya juga merupakan seseorang yang serba tertata.

Ishaan, meski sudah duduk di bangku kelas tiga, dia tidak bisa membaca dan menulis dengan benar. Oleh karena itu,
ia pun harus mengulang setahun di bangku kelas tiga. Ketertinggalan Ishaan dalam semua mata pelajaran selalu
diperbandingkan dengan keberhasilan Yohaan dalam hal akademik maupun nonakademik oleh ayahnya. Di sekolahnya pun
tidak ada yang percaya bila Yohaan adalah kakak Ishaan karena karakter dan kecerdasan mereka yang sangat jauh berbeda.

Di tengah tahun Ishaan membuat masalah izin palsu yang ia dapatkan dengan cara memaksa Yohaan membuatnya.
Masalah tersebut akhirnya membawa Ishaan menghadapi keputusan ayahnya untuk dipindahkan sekolah dan Ishaan harus
tinggal di asrama. Meski Ishaan tidak mau dan ibunya pun tak rela, tetapi ayahnya tetap saja bersikeras membawa Ishaan ke
asrama dan sekolah yang lebih disiplin dengan harapan Ishaan dapat berubah menjadi seorang anak yang disiplin, tidak nakal,
dan berhasil. Perpisahan tersebut membuat Ishaan menjadi sedih dan berubah menjadi anak yang pendiam.

Di sekolah yang baru Ishaan tidak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan mengalami kemunduran dalam mentalnya.
Ia berubah menjadi anak yang pemurung, selalu melamun, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Namun, ada satu teman
yang cukup dekat dengan dirinya, yaitu Rajan Damodran. Rajan adalah anak dari manager sekolah tersebut. Ia anak cerdas
juga baik hati.

Hari-hari dilalui Ishaan penuh dengan kesenduan. Ia mengalami depresi akibat kekerasan psikis maupun fisik yang
dilakukan oleh guru-gurunya. Hingga pada suatu saat ada guru seni baru yang bernama Ram Shankar Nikumbh. Ram mengajar
seni kepada anak-anak dengan cara yang sangat berbeda dari guru seni sebelumnya di sekolah itu. Ia membebaskan anak-
anak berkreasi sesuai dengan imajinasinya. Dengan cara mengajarnya yang seperti itu, Ram pun menjadi bahan olok-olok
oleh guru-guru lainnya karena dinilai tidak disiplin dan tidak tertib.

Suatu hari Ram memberikan tugas menggambar kepada anak-anak. Semua anak dalam kelas tersebut menggambar
dengan riang dan penuh antusias, kecuali Ishaan. Ia hanya melamun dan bermurung diri saja, tidak mau menggambar. Meski
demikian, Ram tidak memaksanya untuk menggambar.

Perilaku Ishaan dari hari ke hari semakin terlihat aneh oleh Ram. Ishaan semakin menutup diri dari siapa pun. Bahkan
Rajan, teman sebangkunya pun sering tidak tahu kemana Ishaan pergi. Keanehan Ishaan memancing keingintahuan Ram
sebagai pengajar sekaligus pendidik di sekolah itu. Ia bertanya kepada Rajan tentang Ishaan. Rajan pun menjelaskan bahwa
Ishaan adalah anak yang bermasalah di sekolahnya yang dulu dan tidak bisa membaca maupun menulis meski ia sudah kelas
tiga.
Ram semakin penasaran mengenai Ishaan. Ia membuka-buka kembali buku-buku Ishaan, mencari informasi tentang
Ishaan, dan akhirnya menemukan bahwa Ishaan menyandang disleksia seperti dirinya. Disleksia adalah ketidakmampuan
seseorang untuk mengenali huruf-huruf dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak, kecepatan, dan arah. Disleksia ini
merupakan kelainan berdasar faktor keturunan. Setelah memastikan hal tersebut Ram pun menemui keluarga Ishaan untuk
memberi tahu bahwa Ishaan bukanlah anak idiot, tetapi hanya mengalami disleksia. Ram juga menemui kepala sekolah bahwa
Ishaan adalah anak yang cerdas tetapi menyandang disleksia. Ram meminta agar Ishaan tidak dipindahkan ke sekolah untuk
anak berkebutuhan khusus dan memberikan perlakuan yang adil dengan menjanjikan Ishaan akan berubah menjadi anak
yang cemerlang di bawah bimbingannya.

Ram dengan sabar membimbing Ishaan agar Ishaan bisa mengejar ketertinggalannya dengan cara yang menyenangkan.
Perlahan Ishaan berubah menjadi anak yang pintar, pandai membaca dan menulis dengan benar, dan kembali menjadi anak
yang periang. Ishaan juga mulai menjadi pribadi yang disiplin dan penuh semangat.

Suatu hari Ram membuat acara lomba melukis bagi para siswa dan guru dengan Lalitha Lajmi, seorang guru dan pelukis
terkenal India, sebagai jurinya. Lomba tersebut mendapat antusias tinggi dari para siswa dan guru. Seisi sekolah mengikuti
perlombaan itu dengan penuh keceriaan. Dalam perlombaan itu guru-guru yang sebelumnya meremehkan pelajaran seni,
merasa kesulitan untuk membangun imajinasi dan menumpahkannya dalam sebidang kertas dengan sapuan-sapuan warna
dari cat air ataupun crayon. Mereka baru sadar bahwa melukis adalah pekerjaan yang tidak mudah. Melukis akan sulit bila
kita tidak cukup memiliki imajinasi yang tinggi dan keseriusan.

Pada akhir acara, kepala sekolah mengumumkan siapa pemenang lomba melukis itu. Ia menjanjikan akan menjadikan
lukisan pemenang tersebut menjadi cover buku sekolah pada tahun ajaran berikutnya. Semua orang yang ada di situ tidak
menyangka bahwa Ishaan-lah yang menjadi pemenang. Lukisan yang ia buat begitu hidup, seperti bukan lukisan anak SD,
tetapi lukisan seorang ahli lukis.
Gambar 1. Lukisan Ishaan yang dijadikan sampul buku sekolah

Tidak hanya melukis, Ishaan pun mendapat nilai-nilai bagus dalam setiap mata pelajaran lainnya, seperti matematika,
bahasa, dan geografi. Semua itu berkat kesabaran dan keuletan Ram dalam membimbing Ishaan. Orang tua Ishaan sangat
berterima kasih kepada Ram karena berkat dia Ishaan menjadi seorang anak yang cemerlang. Kedua orang tuanya pun
akhirnya menyadari bahwa selama ini telah salah dengan cara membimbing Ishaan yang mereka samakan dengan cara
membimbing Yohaan. Mereka menyadari bahwa setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing dan tidak dapat
dipersamakan.

Analisis Karakter Pemain

1. Darsheel Safary sebagai Ishaan Awasthi: seorang anak berumur 8-9 tahun, penyandang disleksia, dan dijuluki idiot.
Sebenarnya ia adalah anak yang cerdas, senang berimajinasi, kreatif, dan periang. Namun karena kekerasan fisik dan mental
yang dialaminya ia berubah menjadi seorang anak yang pendiam dan pemurung. Sebenarnya ia sangat menyayangi kedua
orang tuanya dan kakaknya. Ia juga merindukan sosok seorang ayah yang perhatian dan selalu berada di sampingnya.

2. Aamir Khan sebagai Ram Shankar Nikumbh: seorang penyandang disleksia yang menjadi guru di sekolah khusus anak-anak
cacat yang kemudian juga mengajar seni di sekolah Ishaan. Ram adalah sosok guru yang menyenangkan dan sabar. Ram
merupakan tokoh pahlawan dalam film ini.
3. Vipin Sharma sebagai Nandkishore Awasthi / Papa: seorang yang sangat disiplin dan ambisius. Ia menginginkan serba tepat
waktu, mendapat hasil yang sempurna, dan dapat menjadi pemenang di setiap kompetisi.

4. Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi / Mama: seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya. Maya adalah seorang wanita
yang lemah lembut, tegar, menghormati dan patuh terhadap suaminya. Ia mengorbankan kariernya demi bisa mendidik
Ishaan, meski ia terkadang sulit untuk bersabar menghadapi Ishaan.

5. Sachet Engineer sebagai Yohaan Awasthi: adalah kakak dari Ishaan. Dia sangat menyayangi Ishaan. Dia adalah siswa terbaik
di sekolahnya, hampir selalu mendapat nilai sempurna dia semua mata pelajaran, dan juga memiliki banyak prestasi di bidang
olahraga. Karakter Yohaan merupakan gabungan dari karakter ayahnya, seorang yang ambisius, perfeksionis, dan sangat
disiplin, dan karakter ibunya, seorang yang lemah lembut dan penyayang.

6. Tanay Chheda sebagai Rajan Damodran: adalah teman yang paling dekat dengan Ishaan. Ia anak yang paling disiplin dan pintar
di kelasnya, teman yang paling peduli dengan Ishaan. Ia merupakan orang pertama yang mengakui Ishaan memiliki
kemampuan lebih dalam menginterpretasi puisi.

Teori Konflik

1. The unvisible conflict. Konflik ini terjadi antara Yohaan dengan ayah. Yohaan sebenarnya tidak setuju Ishaan dipindahkan dari
sekolahnya dan harus tinggal di asrama. Namun Yohaan tidak berani menentang ayahnya. Konflik batin Yohaan ini diketahui
dari ekspresi dan adegan Yohaan saat perpisahan dengan adiknya itu.

2. The perceived/experienced conflict. Di dalam film ini ada beberapa konflik yang terjadi karena perbedaan pendapat, harapan,
kebutuhan, motif, tuntutan atau tindakan. Antara lain konflik ayah dengan ibu dan Ishaan ketika Ishaan diputuskan harus
pindah sekolah dan tinggal di asrama dan konflik antara ayah dengan Ram mengenai disleksia yang disandang oleh Ishaan.

3. The fighting. Ini terjadi ketika Ishaan berkelahi dengan Rajan, tetangganya, dan ketika Ishaan dimarahi oleh ayahnya karena
masalah tersebut. Ayahnya menampar pipinya. Pukulan dari guru seni juga diterima oleh Ishaan ketika ia mendapatkan
pelajaran seni di kelas. Pukulan ini disebabkan karena Ishaan tidak memperhatikan gurunya.

Ada beberapa konflik yang memiliki fungsi paling menonjol dalam keterjalinan alur/plot dalam film ini, Konflik-konflik tersebut
dapat dipahami dari teori utama sebab-sebab konflik di bawah ini.

1. Teori kebutuhan manusia. Konflik dalam diri Ishaan yang membutuhkan pengakuan dan keamanan yang diwujudkan dalam
kasih sayang dan perhatian oleh kedua orang tuanya.

2. Teori negosiasi prinsip. Perbedaan pandangan dan pendapat antara Ram Shankar Nikumbh dengan Nandkishore Awasthi
mengenai disleksia yang disandang oleh Ishaan.

3. Teori identitas. Pengalaman kekerasan yang dilakukan guru dan ayahnya menjadikan Ishaan kehilangan jati dirinya.
Kepribadiannya yang semula ekstrovert berubah menjadi sangat introvert.

4. Teori kesalahpahaman antarbudaya. Perbedaan budaya pengajaran seni yang dibawa oleh Ram Shankar Nikumbh dengan
budaya pengajaran di sekolah barunya membuat Ram mendapat olok-olok dari rekan-rekan gurunya.

Analisis Anatomi Konflik


Konflik utama dalam film ini adalah kesalahan dalam mengenali gejala diskleksia, khususnya yang dilakukan oleh orang
tua dan guru. Ishaan sebagai tokoh utama diceritakan menyandang disleksia, yaitu ketidakmampuan untuk mengenali huruf
dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak, kecepatan, dan arah. Meskipun demikian, daya imajinasinya yang tinggi
membuatnya pandai dalam melukis dan membuat benda-benda kerajinan tangan yang kreatif, seperti menara mainan,
patung-patung dari lilin, dan perahu yang bisa bergerak dengan bantuan kincir sederhana.
Gambar 2. Salah satu gejala disleksia: keterbalikan penulisan huruf dan angka sebagai indikasi kesulitan dalam mengenali huruf dan
angka

Kedua orang tuanya serta guru-gurunya sangat mengkhawatirkan perkembangan Ishaan. Terutama ayahnya yang
selalu memarahi Ishaan dan bersikap pilih kasih terhadap Ishaan. Guru-guru di sekolahnya sering kali memarahi dan mengejek
Ishaan, begitu pula teman-temannya senang sekali mengejek Ishaan dan menjauhi Ishaan. Tidak ada satu pun yang mau
berteman dengannya.

Ishaan dianggap anak yang sangat bodoh, karena di usianya yang sudah relatif memiliki kognitif tersebut, Ishaan sama
sekali tidak pernah bisa membaca dan menulis dengan benar. Bahkan untuk melempar bola saja ia tidak bisa memperkirakan
arah, jarak, dan kecepatan. Selain itu, Ishaan tidak bisa tertib. Ia selalu bangun kesiangan, lambat, dan suka bermain-main.

Sayangnya, orang-orang di sekitar Ishaan tidak cukup memahami apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Guru-guru
di sekolahnya selalu memarahi dan mengejeknya, begitu pula teman-temannya. Mereka sangat senang mengolok-olok dan
mengucilkan Ishaan. Karena berulang kali melakukan kesalahan yang sama dalam menulis, ibunya pun selalu memarahi dan
mengatakan bahwa ia tidak akan pernah berhasil. Ibunya memaksanya untuk membetulkan kesalahan-kesalahannya dalam
menulis, meski Ishaan tidak pernah mau melakukannya. Ayahnya yang ambisius dan perfeksionis tidak tahan melihat perilaku
Ishaan yang dinilainya nakal, tidak bisa diatur, dan begitu bodoh karena ia sering sekali melakukan kesalahan yang sama
memutuskan Ishaan untuk pindah sekolah dan menetap di asrama. Tujuannya agar Ishaan dapat mengejar ketertinggalan
dari teman-temannya dan mendisiplinkan diri. Ayahnya berwatak sangat keras, bahkan untuk menuruti kemauannya, ia tega
main tangan dengan anak kandungnya sendiri.
Gambar 3. Nandkishore (Ayah) memukul Ishaan karena telah berkelahi dengan tetangganya

Konflik meluas ketika Ishaan terpaksa harus tinggal jauh dari ibunya. Ia harus hidup di asrama yang menurut ayahnya
dapat menjadikan Ishaan sebagai anak yang lebih disiplin dan tidak nakal lagi. Ketika itu Ishaan semakin merasa tersisihkan
dari lingkungannya. Alam bawah sadarnya yang menentang keputusan ayahnya itu direfleksikan ke dalam mimpinya. Ia
bermimpi ia berada di setasiun kereta yang padat dan kehilangan ibunya yang sudah lebih dulu naik kereta sementara ia
tertinggal di setasiun sendirian.

Berpisahnya Ishaan dengan keluarganya menjadikan ia depresi. Ditambah lagi dengan perlakuan keras dari guru
seninya yang memukul tangannya karena ia tidak memperhatikan di kelas. Ketertekanannya semakin menjadi karena dia tidak
mempunyai seorang pun untuk mencurahkan isi hatinya, atau bahkan sekedar untuk bercanda, seperti yang ia lakukan
dengan ibu atau kakaknya. Akibatnya, ia tidak mau melakukan apa-apa kecuali bersedih dan bermuram diri. Bahkan ia yang
biasanya selalu mencurahkan isi hatinya dan pikirannya melalui lukisan pun berhenti melukis. Ia sama sekali tidak tertarik
pada hal apa pun.
Gambar 4a. Gambar 4b.
Gambar 4c.

Kisah perpisahan dengan keluarganya diceritakan melalui lukisan. Gambar flip yang sangat jarang ditemui pada karya tingkat sekolah
dasar.

Analisis Psikologis Karakter dengan Psikoanalisis

Id merupakan kebutuhan dasar di alam bawah sadar manusia. Tokoh yang memiliki id dominan di dalam film ini adalah
Ishaan Nawasthi. Ia senang bertindak menuruti keinginan-keinginan pribadinya secara tak sadar, seperti iseng dengan pagar
rumahnya, mengambil roti di dapur dengan tangan yang masih sangat kotor, menginjak genangan air yang jelas-jelas akan
membuat sepatunya kotor, berceloteh menirukan suara-suara hewan saat ia sedang menjalani hukuman sebagai usaha untuk
menghibur dirinya sendiri, dan sebagainya.

Ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Tokoh yang memiliki ego dominan adalah Ram
Shankar Nikumbh. Ia memecahkan konflik-konflik secara objektif, dirinya dapat mengontrol apa yang masuk ke dalam
kesadaran dan apa yang akan dilakukan.

Superego berfungsi sebagai pengontrol ego. Aktivitas superego dapat berupa self observation, kritik diri, dan
larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Tokoh yang memiliki superego kuat adalah Nandkishore Awasthi, ayah
Ishaan. Ia bertindak dengan serba teratur dan senang mengatur. Menurutnya hidup itu penuh aturan, manusia harus disiplin
demi mendapatkan pencapaian yang maksimal dan kesuksesan. Itu merupakan nilai-nilai yang ia terima dari proses
internalisasi dalam hidupnya semenjak usia kanak-kanak.

Defence Mechanism dan Dissociative Identity Disorder (DID)

Defence mechanism atau mekanisme pertahanan diri adalah cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan,
stres, ataupun konflik, baik dilakukan secara sadar maupun tidak. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri
untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi individu dari kecemasan melalui pemutarbalikkan kenyataan. Tokoh
yang mengalaminya dalam film ini adalah Ishaan Awasthi.

Ishaan sering sekali berkata tanpa ketakutan, tidak ada ketakutan, aku tidak takut untuk melawan perasaan yang
sebenarnya. Dalam kondisi psikis yang sebenarnya ada ketakutan untuk menghadapi dunia. Hal ini paling kentara ketika
adegan Ishaan diolok-olok temannya karena ia akan dipindahkan ke sekolah berasrama yang jauh dari rumah. Meski mulutnya
mengatakan tidak takut tetapi batinnya meronta dan ia pun menangis sambil melemparkan kembang api ke arah teman
yang mengolok-oloknya itu.

Dissociative Identity Disorder (DID) adalah keadaan jika seseorang mempunyai dua ego yang berbeda (alter ego), yang
masing-masing ego tersebut mempunyai perasaan, kelakuan, kepribadian yang eksis secara independen dan keluar dalam
waktu yang berlainan. Ishaan juga mengalami DID, yaitu kepribadiannya yang semula ekstrovert menjadi introvert yang
disebabkan karena kekerasan psikis. Kekerasan ini terwujud dari pemaksaan untuk pindah sekolah oleh ayahnya dan
perlakuan tidak baik dari para guru barunya.

Identitas dan Dramaturgi


Tokoh yang cukup menarik dikaji adalah Ishaan Awasthi dan Nandkishore Awasthi. Karakter Ishaan dalam film ini
sebenarnya merupakan anak yang penyayang dan mendambakan perhatian dari seorang ayah. Sifat penyayang dapat dilihat
dari adegan ketika Ishaan menanyakan oleh-oleh kepada ayahnya. Ia tidak hanya menanyakan oleh-oleh untuknya, tetapi
juga oleh-oleh untuk kakaknya. Kemudian adegan ketika Ishaan berada di balkon sekolah barunya. Temannya, Rajan, terjatuh
dan ia segera menolongnnya untuk berdiri lagi.

Nandkishore Awasthi digambarkan sebagai seseorang yang keras dan angkuh. Namun, di bagian akhir film ini
Nandkishore akhirnya menyadari kesalahannya dan terharu ketika Ishaan, anak yang selama ini ia pandang sebelah mata dan
ia hakimi sebagai anak yang tidak akan pernah sukses, mengalami perkembangan yang luar biasa. Mulanya Nandkishore selalu
pesimis dengan keberhasilan Ishaan, tetapi pandangannya tersebut kemudian runtuh karena hasil ujian Ishaan yang
memuaskan. Ketika ia mendapat laporan tentang hal tersebut, ia yang biasanya selalu banyak bicara, kali itu tidak dapat
berkata apa-apa. Ia hanya dapat menangis terharu, ekspresi suatu reaksi yang lebih mendalam bila dibandingkan reaksi dari
Maya Awasthi ketika itu.

Teori Simbol

Film ini juga menggunakan teori simbol yang bersifat konotatif. Ada makna yang tersirat dari lukisan-lukisan yang
dibuat oleh Ishaan Awasthi. Setiap lukisannya selalu menggunakan warna-warna tebal dan berani. Ini menandakan bahwa
sebenarnya ia adalah seorang anak yang penuh percaya diri dan tidak ragu-ragu akan apa yang diperbuatnya.

Kedua, ada keterkaitan di antara lukisan-lukisannya yang banyak menggunakan objek bintang dan planet-planet (luar
angkasa). Simbol-simbol bintang ini sebenarnya merupakan manifestasi keinginan dan harapannya bahwa ia pun suatu saat
nanti ingin menjadi bintang, seseorang yang dapat menerangi, membanggakan orang lain, terutama kedua orang tuanya.
Sementara itu air dan ikan yang juga sering menjadi objek lukisan dan perhatiannya sebenarnya merupakan simbol dari
fleksibilitas. Ia tidak suka dengan sesuatu yang kaku. Keluasan imajinasinya tergambar pada lukisan-lukisan dan kayalan-
khayalannya tentang ruang angkasa yang tiada berbatas.

http://iarahmawati.blogspot.co.id/2013/05/tinjauan-psikoanalisis-dalam-film-taare_29.html

Rabu, 13 Februari 2013

Terapi Dislexia
Intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan pendekatan berikut (Lyon & Moats, dalam Nevid,
2005):

a. Model psikoedukasi. Pendekatan ini menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak
daripada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang diduga mendasarinya. Sebagai contoh anak yang menyimpan
informasi auditori lebih baik dibanding visual akan diajar secara verbal, misalnya dengan rekaman suara, bukan
dengan materi visual.

b. Model Behavioral. Model behavioral mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun di atas hierarki
keterampilan dasar atau perilaku yang memampukan. Untuk membaca secara efektif seseorang harus belajar
tentang huruf-huruf, menghubungkan suara dengan huruf, kemudian mengombinasikan huruf-huruf dan suara-
suara menjadi kata, dan seterusnya. Kompetensi belajar anak akan dinilai untuk menentukan letak defisiensi
dalam hierarki keterampilan. Program instruksi dan penguatan perilaku yang disusun secara individual membantu
anak memperoleh keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas akademik.

c. Model medis. Model ini mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi
dalam pengelolaan kognitif yang memiliki dasar biologis. Penanganannya harus diarahkan pada patologi yang
mendasarinya, bukan pada ketidakmampuan belajar. Apabila anak memiliki kerusakan visual yang
menyebabkannya kesulitan mengikuti sebaris teks, penanganan seharusnya ditujukan mengatasi defisit visual,
misalnya dengan cara latihan mengikuti stimulus visual. Selanjutnya peningkatan kemampuan membaca
diharapkan akan terjadi.

d. Metode neuropsikologi. Pendekatan ini berasal dari model psikoedukasi dan medis. Diasumsikan bahwa
gangguan belajar merefleksikan defisit dalam pengelolaan informasi yang memiliki dasar biologis. Diasumsikan
juga bahwa program-program pendidikan harus diadaptasi untuk memperhatikan defisit-defisit yang
mendasarinya dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak (Levin, dalam Nevid, 2005).

e. Model linguistik. Model ini fokus pada defisiensi dasar dalam bahas anak, seperti kegagalan mengenali suara-
suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca,
mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri. Model ini mengajarkan keterampilan bahasa
secara bertahap, membantu murid menangkap struktur dan menggunakan kata-kata (Shaywitz, Wagner,
Torgesen, dalam Nevid, 2005).

f. Model kognitif. Model ini fokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika
mereka belajar materi-materi akademik. Anak-anak dibantu belajar dengan mengenali sifat dari tugas belajar,
menerapkan strategi pemecahan masalah yang efektif, dan memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka.
Daftar pustaka tentang post diselexia :

urand, V. Mark, Barlow, David H. Psikolohi Abnormal Edisi Keempat Buku Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ammond J., and Hercules F. Ebook : Understanding Dyslexia. Schotish Higher Education Funding Council. ISBN : 0 901904 72
4.http://www.vub.ac.be/downloads/dyslexia.pdf

evid J. S., Rathus S. A., & Greene B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

usat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Model Kurikulum Bagi Peserta Didik Yang
Mengalami Kesulitan Belajar dari www.puskur.net/download/prod2007/13_model kesulitan belajar. Pdf

eid, Gavin, Kirk, Jane. 2001. Dyslexia in Adults. West Sussex: John Wiley & Son, Ltd.

mages.joeliarahma.multiply.multiplycontent.com/

gnesa, dkk. 2012. Analisis Film Taare Zameen Par. (Online). http://pisces-pride.blogspot.com/2012/05/analisis-film-taare-zameen-
par.html, diakses pada 20 September 2012.

sumber foto : dwii-plb11.blogspot.com

http://memaknaipsikologi.blogspot.co.id/2013/02/terapi-diselexia.html

9 Latihan untuk Membantu Anak Disleksia


Lancar Baca Tulis
Oleh Ajeng QuamilaData medis direview oleh dr. Le Thi My Duyen.

886Klik untuk
Klik
Klik untuk
membagikan
untuk berbagi
berbagi pada
di
di Facebook(Membuka
Twitter(Membuka
Tumblr(Membuka
viaLinkedln(Membuka
Google+(Membuka
Line new(Membukadi
di
di jendeladi yang
jendela
jendela
didijendela
jendela
yang
yang
jendelayang
yang
yang baru)886
baru)
baru)
baru)
baru)
baru)
Saat mengetahui anak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah atau berjuang keras membaca teks
sederhana dalam buku, sering kali orangtua dan guru merasa kebingungan untuk memahami penyebabnya.
Apakah ia hanya sekedar malas? Tidak fokus? Atau justru tidak sepintar apa yang Anda harapkan?

Membesarkan anak dengan disleksia dapat melibatkan emosi yang campur aduk. Anda mungkin akan melihat
jauh ke depan, diselimuti oleh berbagai kekhawatiran apakah hal ini akan mempengaruhi masa depan si kecil
nantinya. Akan tetapi, disleksia bukanlah jaminan kegagalan.

Banyak orangtua yang belum tahu bahwa sebenarnya disleksia merupakan kondisi yang sangat umum, dan
banyak pula tokoh dunia berpengaruh memiliki kondisi ini misalnya Picasso, Steven Spielberg, hingga Bill
Gates.

Apa itu disleksia?


Disleksia adalah jenis gangguan belajar. Para ahli tidak tahu persis apa yang menyebabkan disleksia, selain
perbedaan cara kerja otak dari pengidap disleksia dalam mengolah informasi. Walaupun begitu, beberapa studi
terbaru telah menunjukkan keterkaitan antara kondisi gangguan belajar ini dengan peran genetika. Jika Anda atau
pasangan Anda memiliki disleksia, anak Anda akan lebih mungkin untuk memilikinya juga.

Anak-anak dengan disleksia memiliki masalah pengolahan informasi yang mereka lihat saat mereka membaca
sesuatu. Seringnya, anak pengidap disleksia akan memiliki masalah menghubungkan suara yang dihasilkan oleh
satu huruf (misalnya, tertukar atau kebingungan membedakan b dan d), kebingungan mengurutkan urutan
huruf untuk membentuk suatu kata, atau mengartikan suara dari huruf-huruf yang membentuk sebuah kata.
Disleksia umumnya dikaitkan dengan masalah kelancaran membaca, tapi masalah pengolahan informasi ini juga
dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam menulis, mengeja, dan bahkan berbicara.

Yang pasti, disleksia bukanlah berarti kecerdasan anak kurang, bukan tanda kemalasan, apalagi karena
alasan penglihatan yang buruk. Pengidapnya masih dapat memahami ide dan gagasan yang kompleks.
Terkadang, mereka hanya memerlukan tambahan waktu untuk memahami informasi yang sedang ia cerna.
Mereka juga mungkin membutuhkan cara yang berbeda untuk memproses informasi, seperti mendengarkan buku
audio daripada membaca paragraf demi paragraf.

Namun, sangat penting untuk diingat bahwa disleksia adalah kondisi seumur hidup. Perjuangan anak dalam
membaca dan isu-isu lainnya dapat menyebabkan frustrasi dan perasaan rendah diri. Namun, bukan berarti hal
ini akan menghalangi si kecil untuk bisa bahagia dan sukses di hidupnya.

Latihan multisensorik untuk membantu anak pengidap


disleksia belajar baca tulis
Latihan multisensorik adalah cara mengajar yang melibatkan lebih dari satu indra dalam satu waktu. Bagi anak-
anak yang memiliki kesulitan membaca, mungkin akan terasa sulit untuk memperhatikan semua detail dalam
kosakata baru, terutama jika kata tersebut memiliki ejaan yang tidak biasa. Dengan penggunaan penglihatan,
pendengaran, gerakan dan sentuhan, teknik ini dapat sangat membantu proses belajarnya. Berikut adalah
beberapa dari banyak contoh latihan multisensory yang bisa digunakan untuk membantu anak yang kesulitan
membaca:

1. Ajarkan mendetail

Pertama, ajarkan anak dengan menunjukkan satu kata, misalnya beruang dan bacakan untuknya dengan suara
yang jelas dan lantang. Kemudian, minta ia untuk coba mengeja huruf pembentuk kata tersebut. Tanyakan huruf
hidup apa saja yang ia lihat, huruf apa yang ia lihat di awal, tengah, dan akhir kata. Hal ini akan membantunya
untuk menganalisis kosakata tersebut dan memprosesnya dengan terinci.
2. Menggunakan pasir atau krim

Kegiatan ini melibatkan indra penglihatan, sentuh, gerakan, dan suara untuk anak bisa menghubungkan huruf
dan suara. Mulai dengan menebarkan segenggam pasir atau sesendok besar krim cukur (atau whipping cream) di
atas kertas atau meja.

Kemudian, minta si kecil untuk membuat kata beruang menggunakan jari mereka di atas pasir atau krim
tersebut. Selagi mereka menulis, minta ia untuk mengeja bunyi setiap huruf yang ia buat, dan coba untuk
membaurkan setiap suara tersebut bersama-sama untuk menyebutkan beruang dengan keras dan jelas.

3. Menulis di udara

Menulis di udara akan memperkuat hubungan antar suara dan setiap huruf melalui memori otot. Hal ini juga
dapat membantu memperkuat anak untuk bisa membedakan bentuk huruf yang membingungkan, misalnya b
dan d. Ajarkan anak menggunakan dua jari telunjuk dan jari tengah untuk membuat huruf imajinasi di
udara, sambil menjaga siku dan pergelangan tangan tetap lurus. Setiap kali ia membuat satu huruf di udara,
minta ia untuk mengeja bunyi huruf tersebut dengan keras.

Aktivitas ini juga akan membantu mereka untuk membayangkan bentuk huruf yang mereka tulis. Anda mungkin
bisa melakukan improvisasi dengan meminta si kecil mengasosiasikan penulisan huruf dengan warna tertentu,
misalnya merah untuk b, kuning untuk d.

4. Menggunakan balok huruf

Menyusun suatu kata dengan balok mainan warna-warni berbentuk huruf dapat membantu anak untuk
menghubungkan suara dengan huruf. Untuk meningkatkan latihan si kecil, Anda bisa mengkategorikan warna
yang berbeda untuk kelompok huruf hidup dan huruf konsonan, merah dan biru, misalnya.

Selagi mereka menyusun kata, minta mereka untuk mengeja bunyi huruf-huruf tersebut, kemudian minta ia untuk
mengatakan kata utuhnya dengan jelas setelah ia selesai menyusun kata.

5. Baca, Susun, tulis

Dengan selembar kertas karton, buat tiga kolom: Baca, Susun, dan Tulis. Kemudian, sediakan spidol dan balok
huruf warna-warni.

Tuliskan kosakata yang ingin Anda latih di kolom Baca dan minta anak Anda untuk melihat huruf-huruf pembentuk
kata tersebut. Kemudian, si kecil akan menyusun kata tersebut di kolom Susun menggunakan balok huruf.
Terakhir, minta ia untuk coba menuliskan kata tersebut di kolom Tulis sambil membacakannya dengan lantang.

6. Ketukan jari

Menggunakan ketukan jari saat mengeja huruf mengajarkan anak untuk merasa, meraba, dan mendengar
bagaimana huruf-huruf tertentu bisa membentuk satu kata, beserta bunyi keseluruhannya.

Misalnya, kata Budi. Minta anak untuk mengetukkan jari telunjuk ke ibu jarinya saat mereka mengucapkan huruf
b, ketukkan jari tengah dengan ibu jari saat mengucapkan huruf d, jari manis dengan ibu jari saat
mengucapkan u, dan kelingking untuk huruf i.

7. Bantuan gambar

Untuk beberapa anak, mengingat kata akan lebih mudah jika mereka menghubungkannya dengan suatu gambar.
Berikut salah satu cara untuk menyiasatinya:
Tuliskan kata yang ingin dilatih pada kedua sisi kertas, misalnya kata dua. Pada satu sisi, Anda bersama si kecil
bisa menggambar langsung pada kata tersebut (misalnya, menambahan dua buah mata di atas huruf U untuk
menggambar wajah tersenyum; atau menggambar angsa yang melambangkan bentuk angka 2). Menggunakan
kata berilustrasi ini, latih si kecil untuk mengasosiasikan kata tersebut dengan gambar dan huruf-huruf
pembentuknya dua pasang mata untuk mewakili kata dua. Ketika anak Anda mulai lancar untuk membaca
dengan cepat dan lebih mudah, alihkan latihan ke sisi lainnya dimana hanya ada teks kata dua.

8. Buat dinding kosakata

Untuk kata-kata yang sering terlihat atau dipakai dalam sebuah kalimat utuh, misalnya saya, di, ke, dari,
dan cetaklah kata-kata ini dalam ukuran besar dan berwarna-warni, kemudian tempelkan dalam urutan alfabetik
di dinding kamar anak Anda.

Secara otomatis bisa mengenali sejumlah kosakata dapat membantu anak lebih cepat tanggap, menjadi pembaca
yang lebih lancar. Paparan yang berulang adalah kunci sukses untuk Anda berdua.

Dinding kosakata memberikan anak paparan ekstra untu kosakata-kosakata penting ini. Dinding khusus ini juga
memberikan akses cepat terhadap kosakata tertentu yang mungkin mereka butuhkan selama aktivitas membaca
atau menulis.

9. Membaca dan mendengarkan

Dalam kegiatan ini, Anda dan anak akan terlibat bersama-sama dalam membaca. Anda bisa membacakan cerita
padanya sambil ia juga memperhatikan kalimat-kalimat dalam buku tersebut. Mereka bisa berinterasi dengan
teks, menggarisbawahi kosakata penting atau membulatkan kosakata yang panjang atau pendek.

Selama membaca bersama, anak Anda juga bisa menulis ulang atau menggambar visualisasi yang bisa ia
hubungkan dengan kata tersebut untuk mencocokkan kalimat.

Ada banyak alat dan strategi lainnya yang sama baiknya dalam membantu anak Anda lebih lancar untuk menulis-
membaca. Mungkin akan membutuhkan beberapa percobaan kanan-kiri bagi Anda untuk mencari tahu mana
yang terbaik bagi anak Anda. Yang paling penting adalah usaha dan dukungan yang konsisten dari orang-orang
di sekitarnya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak untuk terus belajar.

https://hellosehat.com/latihan-membantu-anak-disleksia-lancar-baca-tulis/

jumat, 02 april 2010

Gangguan Belajar
NAMA / NPM : DWI PUTRI OKTIVIA / 10505051

KELAS : 2PA02

GANGGUAN BELAJAR

1. GANGGUAN BELAJAR TERAPI SENSORI INTEGRASI

Banyak cerita melayang dalam diskusi, dimana si ibu menjelaskan anaknya mempunyai IQ tinggi tapi prestasinya tidak ada.

Diperiksa psikolog dapat anjuran terapi. Terapinya dicari kemana-mana. Antara lain ada yang mendapat anjuran Terapi Sensori

Integrasi & Okupasi. Hoe zo. Tidak berprestasi kok terapinya Sensori Integrasi?
Kucari-cari mengapa ada gejala di lapangan di Indonesia ada anak tidak berprestasi kok diterapi Sensori Integrasi? Padahal ya

diperiksa dulu dong mengapa si anak tidak berprestasi.

Hal itu merupakah Masalah Belajar (Learning Problem) yang dapat disebabkan karena dua hal:

1. Gangguan belajar (masalah belajar primer) biasa disebut Learning Disabilities. Penyebabnya neurologis (di otak) dan genetik.

Yang terganggu adalah pusat pemrosesan informasi auditif dan visual. Sehingga si anak mengalami gangguan fonologis sebagai

akibat gangguan persepsi auditif dan atau gangguan persepsi visual sebagai akibat gangguan persepsi visual. Bila gangguan

persepsi visual diikuti dengan gangguan pandang ruang namanya menjadi gangguan persepsi visuo-spasial. Si anak mengalami

gangguan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), berhitung (diskalkulia). Gangguan belajar ini hanya dikenakan pada anak

berinteligensia normal tinggi.

2. Kesulitan belajar (masalah belajar sekunder) biasa disebut Learning Difficulties. Penyebabnya bisa dibagi dua:

- lingkungan (metoda belajar tidak cocok, pengasuhan kurang baik, pengaruh budaya)

- dalam diri anak karena menyandang bermacam gangguan: IQ rendah, gangguan perkembangan, gangguan bicara, autisme,

ADHD, gangguan jiwa, gangguan fisik, gangguan psikologis nonkognitif (takut berlebihan, emosi), motorik dll.

Nah kalau gangguannya yang ini, maka pendekatan mengatasinya adalah masalahnya

dulu. Masak langsung digebuki pakai Sensory Integration Therapy dan Okupasi.

Masalah belajar, seharusnya adalah area kelompok orthopedagog (ahli kependidikan berkekhususan) tetapi kok sekarang

banyak betul berdiri klinik gangguan perkembangan dan gangguan belajar, yang menyajikan tawaran terapinya melulu cuma

Sensori Integration Therapy dan Okupasi untuk segala macam gangguan termasuk masalah belajar.

Rupanya kini marak teori (yang konyol) bahwa learning process adalah processing information. Memang betul, bahwa learning

disabilities adalah masalah gangguan pemrosesan informasi di otak, yang mana info yang masuk itu melalui mata dan telinga

yang diteruskan oleh persyarafan ke otak, disanalah informasi itu akan diintegrasikan dan diproses. Tetapi learning process

sendiri bulan cuma melulu pemrosesan informasi masih banyak hal-hal lain baik di dalam area kognitif maupun non kognitif

yang berperanan. Jadi maraknya teori penggunaan teori sepotong lalu diaplikasikan secara over-overan bisa menyebabkan

misleading masyarakat pengguna jasa (baca buku: Kleine Ontwikkelingpsychologie dari Rita Kohnstamm tahun 1994). Rita K

menjelaskan sudah lebih dari 10 tahun yang lalu, tetapi gejala ini baru muncul di Indonesia tahun-tahun terakhir ini. Teori ini

munculnya dari Amerika. Kalau menggoogle dengan kata kunci Sensory Integration Therapy Learning Disabilities banyak deh

tuh website yang nongol menawarkan terapi ini. Bukan cuma buat learning disabilities, tapi buat segala macam, artinya terapi

ini bisa dipakai buat diagnose ombyokan.


Terapi ini pada dasarnya adalah melakukan terapi gerak atau senso-motor (mottoric patterning) yang disebutnya sebagai terapi

okupasi yang diharapkan dapat memperbaiki gangguan di otak tadi.

Untuk menjelaskan ini ada buku namanya Zijdeling (belahan otak/hemisphere) yang ditulis oleh DJ Bakker tahun 1985. DJ

Bakker adalah seseorang yang mengajukan teori bahwa learning disabilities dibagi dua tipe, yaitu tipe perceptual (gangguan

pemrosesan informasi melalui mata) dan tipe linguistic ( gangguan informasi melalui auditory). Lalu pada saat itu di tahun 60-70

an ada pendapat bahwa melalui motorik patterning struktur otak bisa diperbaiki. Dengan memperbaiki motorik dan sensorik,

dengan begitu input yang masuk otak juga akan baik, pemrosesan juga akan baik. Pemrosesan baik ini disebabkan karena

perbaikan melalui motoric patterning tadi (dasar inilah yang kemudian dipakai oleh Doman Delacato maupun Jean Ayers

pencetus Sensory Integration therapy).

DJ Bakker seorang guru besar neuropsikologi Belanda beserta stafnya membuat eksperimen. Kalau seorang anak bergangguan

belajar tipe L (yang dalam teori neurologi artinya ada gangguano tak sebelah kiri) maka tubuh bagian kanan digerak-gerakkan

(mengikuti teori kontralateral belahan otak). Jika tipe P, maka yang digerak gerakkan badan sebelah kiri. Pada tahun-tahun itu

orang sedang gandung melakukan keseimbangan otak (karena diketahui ternyata berbagai gangguan karena adanya gangguan

pada sistem belahan otak).

DJ Bakker dkk sudah melatih banyak anak (seratusan) dengan kontrol grup. Anak itu tangan kiri atau kananya diikat sedang yg

lain disuruh gerak-gerak. Sesudah diexperimen puluhan kali, jebul hasilnya gak ada. Lalu percobaan dia dilakukan dibanyak

negara sebagai penelitian replikasi, hasilnya sama juga.

Artinya, struktur otak maupun kerja otak gak bisa dipengaruhi dari luar melalui upaya terapi gerak (mottoric patterning).

Ciri-ciri Kesulitan Belajar

Gejala-gejalanya

a. Gangguan Persepsi Visual

* Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.

* Sering tertinggal huruf dalam menulis.

* Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.

* Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.

* Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.

* Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).

b. Gangguan Persepsi Auditori


* Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.

* Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.

* Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena

sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.

c. Gangguan Belajar Bahasa

* Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.

* Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

d. Gangguan Perseptual - Motorik

* Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)

* Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.

e. Hiperaktivitas

* Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)

* Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya

* Impulsif

f. Kacau (distractability)

* Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting

* Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran

* Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan (misalnya melamun atau mengkhayal saat belajar disekolah)

Tentu saja, tulisan ini belum menjawab tuntas

mengenai anak LD. Setiap anak LD adalah individu spesifik, tidak mudah untuk memahaminya. Namun, penerimaan dan

keterbukaan dan lingkungan disekitarnya akan sangat membantu mereka untuk mengembangkan diri secara optimal. Sekolah

dengan penanganan khusus adalah salah satu alternatif bagi mereka.

2. Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak PDF Print E-mail

Written by Helex Wirawan


Pendahuluan

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami

kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis,

serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini.

Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka

menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan

bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar.

Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan

guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak

yang bodoh, tolol, ataupun gagal.

Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah,

mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan

belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.

Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi

penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.

Definisi Kesulitan Belajar

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang

tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat,

terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai

pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada

yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. dalam keadaan di

mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan

belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam

wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu

disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di

luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil

belajar.

Jenis Kesulitan Belajar


Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :

Dilihat dari jenis kesulitan belajar :

ada yang berat

ada yang sedang

Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :

ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan

ada yang keseluruhan bidang studi.

Dilihat dari sifat kesulitannya :

ada yang sifatnya permanen / menetap, dan

ada yang sifatnya hanya sementara

Dilihat dari segi factor penyebabnya :

ada yang Karena factor intelligensi, dan

ada yang karena factor bukan intelligensi

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang

mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya

masalah kesulitan belajar.

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:

1). Faktor fisiologi

Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan

secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis

yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat

kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta

cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.

Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga

termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 140), atu

genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang
(90 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang

memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk

itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis

yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental

anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial

Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian

yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan

perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan

terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial

Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah,

kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Mengatasi Kesulitan Belajar

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur

kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau

memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka

juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan

mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini

penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering

dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh

satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami

kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam

mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke

sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia

cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila

seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada

seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa

berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin
berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka

kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai

berikut :

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan

Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.

Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.

Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.

Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata

Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal

Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.

Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.

Mengabaikan tanda baca.

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar

mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga

meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold,

1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar

dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka

ragam, baik buku, maupun software.

Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.

Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.

Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup

pada saat pertama.


Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan

bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.

Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga.

Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.

Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak.

Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas

membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali

tulisan tersebut.

Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu

membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.

Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada

nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)

Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang

tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk

segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas.

seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat

membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan

tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu

yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang

bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu

elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia

Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami

dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal,

akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya.

Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-

mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas

problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan

sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.

Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang

mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu

mata pelajaran (tes-tes menulis).

Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan

yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.

Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas

sekolah.

Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran

Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

Melakukan tes secara lisan

Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.

Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.

Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus

diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.

Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada
mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang

butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan

apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka

ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu,

karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin

lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar

rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di

dalamnya melibatkan :

membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.

kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.

kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.

ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.

kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis

sepuluh.

Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam

pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau

melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak

tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan

menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus

berikut.

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran
matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang

guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang

petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan

Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara

menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru

memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem

dyscalculia.

Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa

bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.

Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik individualisasi yang

dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini

mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat

menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar

mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan

problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem

dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

Penutup

Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang

lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta

berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.

Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan

seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena

sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak

tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.

Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap

permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan

belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan

tersebut.
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Wood, Derek et al. Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar (Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.

Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi Putra.

Sumber : e-edukasi.net

3. GANGGUAN BELAJAR PADA BAYI PREMATUR

Hampir dari setengah bayi yang dilahirkan secara prematur akan menghadapi masalah seperti ketidakmampuan dan kesulitan

belajar dikemudian hari. The Epicure melakukan studi atas 1.200 bayi yang dilahirkan sebelum 26 pekan dari 38 pekan yang

seharusnya dilalui oleh seorang ibu dalam masa kehamilan.Setelah setengah dari bayi prematur ini terancam terkena kesulitan

belajar maka sepertinya diperkirakan memerlukan kacamata. Saat sang bayi prematur ini tumbuh dewasa, maka pada usia 6

tahun resiko ini akan mengalami kenaikan dua kali lipat.

Studi The Epicure didasari atas monitoring bayi yang dilahirkan di Inggris dan Irlandia pada tahun 1995 khususnya bayi yang

dilahirkan sebelum kehamilan memasuki pekan ke-26. The Epicure menyatakan bahwa publikasi yang mereka berikan dengan

tujuan agar para orangtua bisa mengerti masalah yang akan dihadapi oleh anak mereka yang dilahirkan secara prematur.

Untuk bayi laki-laki resiko terkena sejumlah masalah itu akan 2.4 kali lebih tinggi ketimbang bayi perempuan.

Namun tim periset tidak menjelaskan apa yang menjadi penyebab ketidakmampuan dari resiko yang diterima oleh sang bayi

prematur itu. Pemimpin riset, Neil Marlow, profesor University of Nottingham berharap para dokter dan orangtua bisa bersiap

saat terjadinya bayi prematur

4. Gangguan belajar disleksia

Disleksia

Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan

seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti, Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah
ke kampung halamannya akan terlihat oleh anak-anak ini: Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya atau

LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya.

Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka bodoh? Ternyata, mereka bukan mengalami

keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius Albert Einstein konon pernah mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom

Cruise! Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan

gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja. Masalah baru muncul ketika tugas membaca

semakin banyak di tingkat kelas yang lebih tinggi. Umumnya guru akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit

sekali membaca.

Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog atau psikiater, sehingga bisa ditentukan

penanganannya. Terapis akan membantu anak membuat aktivitas membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk

mengingat bunyi huruf seperti p dan b yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari merapatkan kedua bibir untuk

menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan membantu anak membaca lebih mudah.

Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar tentang bunyi suatu huruf. Sementara

itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat perekam untuk merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah,

anak-anak ini butuh waktu ekstra untuk mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang mereka

temui.

SEBAGAI pembina diskusi kelompok elektronik Indonesia yang isinya orangtua anak berbakat dengan gangguan belajar (gifted

with learning disabilities), saya sering merasa kesulitan mencari profesional yang bisa menjelaskan secara menyeluruh

permasalahan yang dihadapi anak-anak ini. Penyebabnya, kedua kondisi, yaitu keberbakatan dan gangguan belajar, merupakan

kondisi yang paradoks.

KEBERBAKATAN bukanlah penyimpangan, tetapi merupakan perkembangan intelektual, sedangkan gangguan belajar (specific

learning disabilities) adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih area inteligensia. Gangguan

belajar disebabkan adanya gangguan perkembangan yang mengakibatkan fungsi inteligensia terganggu. Keunikan, kelebihan,

dan karakteristik anak semacam ini yang ternyata menyulitkan, berbagai gangguan perkembangan, serta kebutuhan khususnya

dalam metode pendidikan, membutuhkan sejumlah besar keilmuan untuk menjelaskan.

Umumnya mereka terlambat bicara dan terjebak dalam diagnosis autisme, sekalipun memang mereka mempunyai gejala mirip

autisme. Tidak jarang pula tertukar diagnosis mereka dengan autisme Asperger ataupun autis savant. Autis Asperger ada yang

mempunyai IQ tinggi (tetapi tidak mengalami keterlambatan bicara), dan autis savant mempunyai talenta luar biasa (tetapi

mengalami gangguan sangat luas dalam area inteligensia, seperti dalam film Rainman yang diperankan Dustin Hoffman).

Dalam uji psikologi, anak berbakat dengan gangguan belajar menunjukkan profil inteligensia tidak harmonis, hasil uji akan

sangat tinggi dalam performa berupa kemampuan abstraksi dan logika analisis, tetapi tertinggal dalam kemampuan verbal.

Kesulitan yang sering mengikuti hingga dewasa adalah gangguan pada memori jangka pendek yang mengatur kemampuan
hafalan, terlihat dari nilai hasil uji digit span test yang rendah, 2-3 (normal, 2-9). Para ahli audiologi menyebutnya auditory

processing disorder (APD). Artinya bukan telinganya yang terganggu, tetapi proses informasi di otak terganggu sehingga mereka

sering tampak seperti anak tuli atau melongo jika diajak bicara dan tidak merespons jika dipanggil. Pada akhirnya berakibat

mengalami ketertinggalan perkembangan bicara dan bahasa.

BERBAGAI gangguan perkembangan lain yang menyertai saat masih balita adalah ketidaksinkronan perkembangan. Motorik

kasar berkembang hebat, tetapi motorik halus tertinggal. Kemampuan pencandraan visual berkembang hebat, tetapi mengalami

gangguan dalam penerimaan informasi melalui telinga. Ia juga mengalami ketidakteraturan perkembangan sensoris, misalnya

sensor raba sangat peka sehingga jijik dengan benda basah dan lembek, sering tidak merespons panggilan tetapi terlalu peka

suara bising dan mudah terangsang pada suara.

Ia sangat berani, tetapi juga sangat penakut. Ia mempunyai periode berkonsentrasi intensif, namun juga kadang tampak bagai

anak tidak bisa konsentrasi dan hiperaktif sehingga sering terjebak dalam diagnosis anak dengan gangguan konsentrasi atau

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

Keberbakatan (giftedness) sesuai dengan definisi Renzulli, yaitu mempunyai kemampuan inteligensia berupa kemampuan logika

analisis dan abstraksi tinggi, kreativitas tinggi, serta motivasi dan ketahanan kerja tinggi. Namun, banyak di antara mereka

justru sulit berprestasi di sekolah. Hal ini karena ia visual learner, selalu berpikir secara analisis, perfeksionis, dan kadang diikuti

rasa percaya diri yang kurang, dan takut gagal sebelum mengerjakan tugas yang sebenarnya bisa dia kerjakan.

Karena sering berada dalam diagnosis autisme atau DHD ditambah karakteristiknya yang khusus itu, mereka sering dianjurkan

ke sekolah luar biasa (SLB) karena membawa skor IQ total rendah (akibat ketidakharmonisannya yang kemudian dirata-

ratakan), atau dimasukkan ke kelas lambat yang sebenarnya justru keliru karena pada dasarnya mereka adalah pemikir yang

sangat cepat.

Apabila ia bisa masuk ke sekolah dasar umum, ia segera dikeluarkan karena guru kewalahan, dianggap mengganggu jalannya

pelajaran, dan pihak sekolah tidak mengerti materi serta metode apa yang dapat diberikan kepadanya.

Pada pelajaran matematika umumnya mereka mendapat angka baik, namun tidak demikian pada pelajaran menghafal yang

memang lemah. Dengan demikian, pelajaran PKKn, agama, dan bahasa Indonesia mendapat angka jelek. Padahal nilai pelajaran

ini sama sekali tidak boleh merah.

Mereka dianggap sangat emosional, keras kepala, dan sulit diatur. Apalagi diikuti dengan tulisan yang jelek karena memang

motorik halusnya lemah, hukuman yang diberikan tidak hanya cukup hukuman fisik seperti disetrap di muka kelas, juga dikenai

hukuman psikis, yaitu dimarahi dan akhirnya angkanya disunat.

Padahal, mereka adalah kelompok anak berisiko, dukungan pendidikan yang tidak menunjang hanya akan menyebabkan

masalah lebih sulit, yaitu jatuhnya anak ke dalam kondisi frustrasi, depresi, hilang percaya diri, berkembangnya konsep diri

negatif, timbul perilaku bermasalah, atau timbul keinginan bunuh diri.

KESULITAN orangtua menghadapi anaknya ini adalah kebingungan lengkap. Menghadapi pihak profesional, seperti dokter dan

psikolog, hanya mendapatkan penjelasan sepotong, bahkan tidak ada kekompakan untuk mengatakan bagaimana keadaan anak

ini. Ditambah pula kebingungan mencari sekolah yang mau menerima. Pihak sekolah pun mengalami kebingungan. Apalagi ilmu

learning disabilities belum populer di kalangan guru. Begitu juga karakteristik psikis anak berbakat memang tidak dikenal,

terlebih yang mempunyai keistimewaan ganda seperti ini, berbakat tetapi mengalami gangguan belajar.

Dengan begitu metode pengajaran yang beragam dalam kelas juga belum dikenal. Tidak ada informasi formal barang sedikit

pun tentang anak seperti ini, baik dari lembaga pengajaran ilmiah maupun lembaga pemerintah. Ironisnya informasi yang
didapat sangat simpang siur, melelahkan, membingungkan, tidak tahu siapa yang harus dipercaya.

Dari hasil penelitian para ahli di Belanda pada tahun 1980-an, anak berbakat yang tidak berprestasi adalah setengah dari

populasi anak berbakat (2-4 persen dari anak- anak yang lahir). Ketidakmampuan mereka berprestasi disebabkan selain mereka

tidak mendapat dukungan perkembangan, juga karena masalah ketidakharmonisan perkembangan.

Agar bisa ditangani dengan baik dan tidak tersasar ke berbagai diagnosis gangguan belaka, maka sejak dini mereka sudah

dilacak melalui dokter tumbuh kembang, taman bermain, dan taman kanak- kanak. Sekolah taman kanak-kanak merupakan

pusat tumbuh kembang anak yang ditangani oleh dokter sekolah, psikolog, ortopedagog, ahli gerak, ahli wicara, dan berbagai

remedial teachers. Tidak terbimbingnya anak ini sejak dini menyebabkan ia hanya tampak bagai anak yang mengalami

keterbelakangan mental.

Apa yang bisa diharapkan untuk mengatasi anak-anak berbakat Indonesia yang tak jelas rimbanya ini adalah kerja sama di

antara para ahli (dokter, psikolog, dan pedagog) dalam membuat kesepakatan bagaimana melakukan deteksi dini, tata laksana

penanganan, metode, serta materi yang cocok dalam pendidikan. Tidak kalah pentingnya adalah pendirian pusat informasi dan

psycho educational assessment.

Julia Maria van Tiel Orangtua Anak Berbakat

http://www.kompas.com/index.htm

5. GANGGUAN BELAJAR

DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi

secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi.

Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan

mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan

ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan

memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan

melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia h gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak

termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang

berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan

gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak
perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan

untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan

mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek

yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis

kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang

kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas

yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian

mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus

dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan

dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal

maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu

anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk

trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis,

intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD,

obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak

untuk belajar.

Gangguan Belajar

Pendahuluan
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita

dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.

Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana

dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang

menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya

manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu

sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar).

Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di

dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu

faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak

dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya,

seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya

dan sebagainya.

Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar

pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah.

Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat
mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya.

Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.

Perkembangan Otak (1,2)

Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan

usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan

sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak

usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-

11 tahun.

Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri

(plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden

age/usia emas.

Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat,

sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan.

Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak

merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah

tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.

Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf

mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.

Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:


Pada masa prenatal:

Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.

Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain.

Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen,

lithium.

Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui

plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.

Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai

gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.

Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat.

Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,

panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali,

riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit

intelektual.

Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi

Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:

- Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).

Pada masa pascanatal:

Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada

kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.

Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan

radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental

maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak

atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak,

gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah

sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres

atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.

Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan

gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi

dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin

banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial,

perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.

Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita

gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat

bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu
untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun

kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak,

ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.

Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik

maupun mental.

Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:

1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya

a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,

yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:

i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna

ii) Perilaku adaptif terganggu

iii) Timbul sebelum usia 18 tahun

Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas

dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan

taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini,

cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau

bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup

hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain.

Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk
terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang

mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan

perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.

b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan

bagi anak rata-rata.

Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk

mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya.

Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi

buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.

Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi

semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua

masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua

dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.

2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar

menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan

secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan

untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :

a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.

b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.
http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang

terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang

wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar,

ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa

diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan

dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan

belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap

belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan

mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang

diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi

pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.

3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.

Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.

Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :

a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang

menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.

b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk

menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:


Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal

yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena

anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat

berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul

sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat

menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing

oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar.

Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.

4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.

Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia.

Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.

Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya.

Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di

sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan

figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak

memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang

bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh

rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi

seperti guru.
Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan.

Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat

meningkatkan atau menghambat gairah belajar.

Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam

proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga

orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak

menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa

dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau

tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.

Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk

anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang

intensif.

5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau

remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan

perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya

dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu

berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk

menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan

melakukan pendekatan individual.


6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.

Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat

meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.

Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka

cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):

1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.

2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini

dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.

3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini

biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.

4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi

seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.

Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai

fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.

Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:

- Konsisten

- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik


- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang

hangat dan penuh cinta kasih.

7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (56)

Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif

yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia

tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh

kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat

diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari

oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu,

jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak

terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.

8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan

komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering

meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering

muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah.

Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang

lebih dominan.

Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.

9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat
kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak

dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus,

sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.

Pemeriksaan yang Diperlukan(2)

Sebagairnana sudah kita bicarakan di atas, semua permasalahan yang muncul dalam bentuk kesulitan belajar dan

dampaknya pada prestasi belajar anak, tidaklah berdiri sendiri melainkan hanya salah satu dari beberapa gejala suatu

sindroma sebenarnya latar belakang dari kesulitan tersebut.

Untuk itu diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut, meliputi:

. Pemeriksaan fisik/neurologis untuk memeriksa apakah ada kemungkinan kelainan organik yang mendasari kesulitan

belajar itu.

. Pemeriksaan psikiatris dan berbagai aspek psikososial lainnya untuk melihat adanya kemungkinan konflik kejiwaan,

persoalan-persoalan dalam hubungan keluarga dan hubungan dengan orang lain disekelilingnya, cara mendidik dsb.

yang berperan dalam kesulitan itu.

. Pemeriksaan psikometris untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi yang dimiliki anak.

Hal itu diperlukan untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan pengertian yang mendalam mengenai keadaan

anak tersebut, sehingga dapat direncanakan suatu penatalaksanaan yang komprehensif dan terpadu, baik untuk

anaknya sendiri maupun untuk keluarga.

DEFINISI GANGGUAN BELAJAR lLearning Disorders= LD (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ):

(24)
Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah

hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan inteligensinya.

Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.

Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah (1,5 X populasi umurn).

Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD

mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Jenis jenis LD:

- Gangguan membaca (Disleksia)

- Gangguan matematik (Diskalkulia)

- Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

- Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik

Gangguan Membaca (Disleksia):

Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.

Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.

4% dari anak usia sekolah di AS

anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan

Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)

Gangguan Matematik (diskalkulia)


Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :

o linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),

o perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)

o matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)

o atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)

o Prevalensi 5% anak usia sekolah

o Anak perempuan > anak laki-laki

o Biasanya disertai gangguan belajar yang lain

o Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)

Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak

Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam)

Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D

Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi

yang kronis

Bagaimana Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Terpadu Itu ? (2-3,4)

Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang

erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan
pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul

ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini

diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik),

tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.

Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu

dipertimbangkan:

Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada

o Stimulan: methylphenidate

o Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.

o Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine, Sertraline), RIMA (Moclobomide).

o Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.

Psikoterapi : termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.

Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.

Kesimpulan

Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun

penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak,

dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat

mengatasi permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.

Daftar Pustaka
1. Gordon MF: Normal Child Development. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock BJ,

Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000

2. Kaplan HI, Sadock BJ: The Brain and Behavior. In Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,

eight edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 1998

3. Sameroff AJ, Lewis M, Miller SM: Handbook of Developmental Psychopathology, second edition. Kluwer

http://kesulitanbelajar.org - The Home of Kesulitan Belajar Powered by Mambo Generated: 23 May, 2007, 12:42

Academic/Plenum Publishers, New York, 2000.

4. Spagna ME, Cantwell DP, Baker L: Learning Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

5. McCracken JT: Attention-Deficit Disorders. In Comprehensive Texbaok of Psychiatry Vol. II, seventh edition, Sadock

BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

6. Pliszka SR, Carlson CL, Swanson JM: ADHD with Comorbid Disorders, Clinical Assessment and Management. The

Guilford Press, New York, 1999.

7. Volkmar FR, Min A: Pervasive Developmental Disorders. In Comprehensive Texbook of Psychiatry Vol. II, seventh

edition, Sadock BJ, Sadock VA, editors. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000.

6. MENGENAL GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA & DISGRAFIA

Banyak orang tua langsung menduga anaknya bodoh atau malas ketika melihatnya mengalami kesulitan membaca, berhitung

atau mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal, bisa jadi si anak mengalami gangguan persarafan.

Beberapa nomor lalu telah dibahas gangguan belajar yang menyangkut kemampuan membaca atau disleksia. Disamping

gangguan tersebut, sebetulnya kita perlu mengenal gangguan belajar lainnya yang menyangkut kemampuan berhitung
(diskalkulia) dan menulis (disgrafia).

DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty"

karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang

terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan

menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan

belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

CIRI-CIRI

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam

merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung

kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus

melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep

hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa

sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian

masa lalu atau masa mendatang.

6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan

mengisi deret hitung serta deret ukur.

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem

skor.
FAKTOR PENYEBAB

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:

1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual

Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan

dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi

Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga

akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang

menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-

kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

3. Fobia matematika

Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak

diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

CARA PENANGGULANGAN

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi

yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap

kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.

Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia.

Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang

dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:

1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk

menjembatani langkah-langkah

atau urutan dari proses keseluruhannya.

2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat.

Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak

sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka

sesuai dengan urutannya.

4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus

dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang

diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.

5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara

lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.

6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah

memahaminya.

8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor

perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak.

Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan

yang disarankan.

DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang

pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan

dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada

di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.

Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan

pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi

yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian

orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

CIRI-CIRI
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir

menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

MEMBANTU ANAK DISGRAFIA

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia.

Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua

belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis

yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua

meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan

menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan

menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu

akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar

terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis

Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis.

Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos,

menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan

membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

7. Mengenali masalah gangguan belajar anak dari segi okupasi dan sensori integrasi

Masih banyak sekali tenaga pengajar atau guru di sekolah belum mengetahui masalah sesungguhnya mengapa anak peserta

didiknya menjadi malas, tidak mau menulis, kurang huruf saat menulis atau membaca, tidak konsentrasi ataupun tidak

mau mendengar. Sering sekali para tenaga pengajar sangat mudah sekali mencap anak sebagi anak yang nakal, malas

ataupun bodoh.

Tenaga pengajar yang baik atau bijak sana seharnya tidak dapat dengan mudah mencap anak nakal, malas atau bodoh. Akan

lebih baik apabila sebelum memberikan cap kepada seorang anak anak terlebih dahulu melihat kepada faktor dari luar dan

faktor dari dalam diri anak. Faktor dari luar seperti pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan bermain mungkin dapat

kita observasi di lingkungan aslinya ataupun dapat menanyakan langsung kepada orang-orang yang berhubungan dengan anak.

Yang paling sulit adalah untuk melihat ataupun memahami faktor dari diri anak, seperti, taraf kecerdasan, masalah visual,

persepsi perseptual), dan gerak tubuh (motor).

Visual

Banyak anak menunjukkan kesulitan dalam hal oculo-motor control (kontrol otot mata) ketika diasses. Dalam kegiatan yang

sederhana yang mengharuskan penggunaan objek, misalnya pensil, anak gagal memberikan respons yang sesuai. Jika kita

memahami bahwa penglihatan adalah suatu indra yang dasar dan penting di lingkungan belajar, ketidakmampuan menunjukkan

dasar gerakan-gerakan oculo-motor akan memberikan konsekuensi yang signifikan.

Kesulitan dalam mengikuti jejak secara horizontal (horizontal tracking) mempengaruhi kemampuan membaca dengan

kecenderungan melompati kata-kata/baris tertentu, dll.

Kesulitan dalam hal memadukan data (convergence) menyebabkan kelelahan di mata perhatikan apakah mata sering

digosok saat membaca dan juga kemampuan yang kurang baik dalam bermain bola. Gerakan mata yang cepat di antara 2

benda (saccadic) menyebabkan anak mempunyai kesulitan menyalin dari halaman/papan tulis karena mereka kehilangan titik

/ tempat acuan / referensi.

Perceptual

Dapat didefinisikan bukan hanya sebagai apa yang dilihat tetapi bagaimana otak kita menginterpretasikan apa yang kita lihat.
Kesulitan yang paling umum ditemukan adalah dalam bidang visual figure tugas yang mengharuskan anak menemukan bentuk

tertentu yang tersembunyi dalam latar belakang dan dapat diasosiasikan dengan pengamatan melihat tetapi tidak

memperhatikan.

Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode

membaca tertentu digunakan (slight method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru padahal dia baru saja

membacanya di 2 3 baris sebelumnya. Pada anak yang lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum p,

b, d; saw menjadi was, dsb.

Karenanya, dari beberapa faktor di atas ini dapat dilihat bahwa membaca dapat menjadi masalah dan sering mengakibatkan

perilaku menghindar (avoidance behaviours).

Anak usia 8 tahun keatas seringkali menunjukkan faktor-faktor lain yang pada dasarnya penting untuk perkembangan

berikutnya. Dengan kata lain anak seumur ini diharapkan dapat melakukan ..

Dua bidang yang signifikan adalah adanya ketetapan bentuk (form constancy) dan daya ingat urutan visual (visual sequential

memory) (jangka panjang). Agar dapat melengkapi tes yang mencakup dua hal tersebut, diperlukan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi karena jawaban tidak tercantum secara jelas pada teks.

Kesulitan dalam bidang-bidang ini sering mempengaruhi bidang lain :

Bahasa (language) pada umumnya anak tidak dapat melengkapi tes komprehensif di mana jawaban harus diperoleh melalui

pengambilan kesimpulan (inference).

Matematika anak mungkin menunjukkan kemampuan dalam hal tugas penambahan, dsb. Tetapi tidak dapat

mengintrepretasikan jika sudah ditulis dalam bahasa rumus tertentu.

Keterampilan sosial secara sosial, anak mengalami kesulitan memahami peraturan dalam permainan, dan pengertian dari

isyarat non-verbal.

Pada prakteknya, Occupational Therapist dan Speech Pathologist bekerjasama dengan anak memberikan terapi bahasa dan

proses visual.

Kesulitan menulis juga dapat dihubungkan dengan bidang ini. Anak-anak mengalami kesulitan dalam melihat kesamaan antar

huruf dan cenderung melihat setiap huruf sebagai karakter yang berdiri tersendiri. Misal : b d f h l t semuanya memiliki

punggung yang tegak.

Selain itu, dalam menulis halus juga terdapat masalah karena ketidakmampuan anak mendeteksi sambungannya.

Secara luas, kesemua hal di atas ini konsisten dengan yang dianggap sebagai executive function (E.F) yang disebut-sebut dalam

literatur (CHADD Conf. Oktober 99).

Motor

Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :

1. Kebingungan antara Kiri-Kanan (L-R Confusion) atau kebingungan menetap dalam menggunakan dua tangan secara

bersamaan (persistence of ambidexterity hand confusion).

Anak-anak dengan masalah ini lebih cenderung mengalami kesulitan belajar. Di samping itu, mereka juga akan mengalami

kesulitan dengan kegiatan yang memerlukan 2 tangan, misal : mengendalikan halaman, membuat stabil kertas dengan tangan

yang tidak dominan.

2. Motor Dyspraxia ketidakmampuan mengorganisasikan / mengurutkan ketrampilan motorik, misal : lari, lompat, menangkap

bola. Anak dengan tipe ini lebih cenderung kikuk / ceroboh (clumsy) dan mempunyai kesulitan di bidang motorik kasar dan
halus.

Penanganan dan Strategi

Karena kemampuan fungsi kurang bekerja dengan baik, terapi dilihat sebagai mengajarkan dan memperkuat strategi sebagai

kompensasi. Bagi kebanyakan dari kita, secara otomatis kita menggunakan alat bantu atau strategi yang dapat meningkatkan

atau mengurangi frustasi kita dalam rangka meningkatkan hasil kerja. Kita sekarang tahu bahwa sangat sering populasi ini

mempunyai kesulitan mengevaluasi hasil kerja.

Keadaan ini sering memberi pengaruh yang nyata dalam hal bagaimana tugas-tugas diajarkan dan strategi diaplikasikan karena

anak-anak ini cenderung lebih merupakan pemikir yang harafiah dan konkret. Karena itu mereka memerlukan :

1. Tingkatan atau derajat reinforcement yang tinggi dan spesifik dengan tugas yang dilakukan.

2. Instruksi yang spesifik.

Saya ingin mata kamu melihat ke mata saya. Bila instruksinya hanya Lihat Saya, respons yang diberikan anak kemungkinan

tidak seperti yang diharapkan.

3. Reinforcement verbal harus spesifik tugas bagus cara kamu menggerakkan bahu dan siku dibandingkan dengan komentar

seperti anak baik (good boy atau good girl).

4. Langkah-langkah untuk mencapai keterampilan tertentu / penguasaan harus dibagi menjadi langkah kecil dan bertambah

sedikit demi sedikit.

5. Pengulangan

6. Konsekuensi coba lagi dimana anak diperkenalkan dengan konsep kendali mutu (quality control), misal menggunakan

skate board melalui halangan-halangan, kalau sampai ada yang tertabrak mulai lagi dari awal.

7. Memberikan reinforcement / penguat respons yang hampir benar dalam melakukan tugas, misal : Wow, hebat ya

kantongnya masuk karena kamu pakai matamu untuk melihat!

Tujuan penggunaan strategi adalah untuk mencapai sukses dalam mengerjakan tugas yang akan berdampak pada rasa percaya

diri anak. Kesulitan yang dihadapi sifatnya sering membuat anak merasa kewalahan dan frustasi sehingga menyebabkan anak

menyerah dan atau belajar untuk merasa tak berdaya.

Untuk anak-anak dengan gangguan spektrum autisme, assassment tidak selalu sukses karena tergantung dari derajat minat

anak atau perilaku dan juga hal-hal lain yang mungkin dapat ditentukan saat sesi observasi dalam terapi. Strategi yang

digunakan untuk terapi tetap sangat cocok, tetapi anak pada awalnya perlu lebih banyak struktur untuk membantu mengatasi

kesulitan dalam bidang bahasa dan pemahaman.

Akhirnya, dengan memahami penyebab dasar masalah, kita memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan

efektifitas terapi dan remediasi

PAEDIATRIC OCCUPATIONAL THERAPY REFFERAL CHECKLIST

6 YEARS

Jika sejumlah kesulitan dari daftar di bawah ini tampak pada anak, hal-hal tersebut dapat menghambat kemampuan anak untuk

berfungsi pada tingkat umur yang tepat di dalam kelas dan/atau di lingkungan rumah. Konsultasi dengan Occupational Therapist

sangat dianjurkan jika orangtuanya setuju.

Harap tandai kesulitan yang tampak pada anak :

1. MOTORIK HALUS / SENSORI (FINE MOTOR/SENSORY )

Pegangan pada pensil belum matang / sempurna dan mempengaruhi tulisan tangan
Tekanan pensil pada kertas terlalu berat / ringan

Kesulitan dalam mengontrol pensil, misal : tidak beraturan dalam menulis / mewarnai bidang

Cenderung bekerja di satu sisi saja dan tidak mengendalikan kertas dengan tangan satunya

Kepala terlalu dekat ke kertas saat menulis

Terlalu banyak gerakan tubuh saat menulis, misalnya : tangan satunya / mulut ikut bergerak

Kesulitan dalam aktivitas mengggunting dan mengelem / merekat

Kesulitan dalam pekerjaan menggaris

Kesulitan melipat kertas secara rapi

Lambat dalam menyelesaikan tugas

Tangan bergetar / tremor

Kesulitan dalam gerak tangan dan lagu, misal : incy wincy spider (= kepala, pundak, lutut, kaki)

Tidak ada dominasi salah satu tangan

Koordinasi / ritme tidak bagus, misal : permainan dengan tepuk tangan

Kesulitan dalam keterampilan bermain bola, misal lempar atau tangkap

Kesulitan dalam memasang kaitan dalam berpakaian, misal : kancing, tali sepatu

Kesulitan dalam mainan konstruksi / pekerjaan tangan

Sering terpeleset / terjatuh dan/atau takut jika kaki tidak dijejakkan ke tanah

Tidak menggunakan peralatan bermain di tanah lapang yang dapat bergerak, misal : somersault, ayunan

Gerakan persendian yang terlalu berlebihan

Tidak suka dipeluk dan/atau tangan kena kotoran

Lambat mempelajari sesuatu yang baru dan/atau cenderung menolak mainan baru/keterampilan motorik baru

2. KOGNISI / PERSEPSI (COGNITIVE / PERCEPTUAL)

Kesulitan menyalin dari papan tulis

Kesulitan dalam memberi jarak dan/atau membentuk bentuk/huruf secara benar

Terbalik dalam menelaah huruf-huruf, lebih sering dari kawan sebayanya

Membaca kata-kata secara mundur

Bingung membedakan kiri dan kanan, lebih sering dari kawan sebayanya

Tidak mempunyai kesadaran pada bentuk tubuh, misal : menggambar orang

Mengalami kesulitan dalam mengerjakan puzzle

Tampak mengerti instruksi verbal tetapi tidak dapat menyelesaikan tugas

3. PERILAKU (BEHAVIOUR) (yang berhubungan dengan 1 dan 2)

Berkelakuan buruk, tidak pada tempatnya, tidak sesuai umurnya (tidak matang)

Rentang pemusatan perhatian (attention span) pendek / buruk

Terlalu aktif lebih dari yang seharusnya (overactive)

Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman

Permainan cenderung repetitif

Kurang menghargai diri sendiri (low self-esteem)

NB : Occupational Therapist (OT) menggunakan aktivitas berdasarkan program untuk memperbaiki kemampuan anak dari fungsi
kemampuan sehari-hari (daily life skills), terutama yang berhubungan dengan keterampilan motorik, visual perseptual dan

aktivitas untuk membantu diri sendiri (self care activities). Semakin muda usia anak dengan kesulitan ini dapat diidentifikasi,

semakin efektif OT dapat dilakukan.

8. SELUK BELUK KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ

Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville

PENDAHULUAN

Bayangkan betapa menderitanya seorang anak jika ia tidak mampu untuk

mengemukakan atau mengkomunikasikan segala keinginannya atau ia tidak

mampu

memusatkan perhatiannya untuk belajar. Kondisi ini akan membuat anak

mengalami kesulitan di dalam kelas dan mungkin tertinggal dalam satu

atau

beberapa mata pelajaran tertentu. Tidak hanya anak yang merasa

tertekan,

orang tuanyapun mungkin akan merasakan kebingungan atas problematika

yang

dihadapi oleh sang anak.

Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam

membentuk

sumber daya manusia yang tangguh. Sejak bayi dilahirkan, ia sudah

mulai

dengan proses belajarnya yang pertama yaitu, belajar untuk

menyesuaikan

diri dengan lingkungan dunia. Hal ini akan berjalan terus sampai anak

masuk

sekolah dan proses pembelajaran formal mulai diterapkan pada dirinya.

Pada

saat ini, seorang anak perlu dirangsang untuk mengembangkan rasa

cinta akan

belajar, kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik dan rasa diri sebagai

pelajar yang sukses. Namun demikian, proses pembelajaran tidak selalu


berjalan mulus hanya dengan faktor di atas.

Kesulitan/Gangguan belajar ( Learning Disorders ) merupakan suatu

kesulitan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh

adanya

kesenjangan yang signifikan antara taraf intelengensi seorang anak

dengan

kemampuan akademik yang seharusnya sudah dapat dicapai oleh anak

seusianya.

Hal ini merupakan masalah, baik di sekolah maupun di rumah. Oleh

karena,

gangguan /kesulitan belajar yang tidak ditangani dengan baik akan

menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosional/psikiatrik yang akan

berdampak lebih buruk lagi bagi perkembangan kualitas hidup anak di

kemudian hari. Dengan demikian kepekaan orang tua dan guru kelas

sangatlah

membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar, sehingga anak dapat

memperoleh penanganan sedini dan seoptimal mungkin dari tenaga

professional

sebelum semuanya menjadi terlambat.

BERAPA SERING ANGKA KEJADIAN KESULITAN BELAJAR ?

Pada tahun 1997, dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat

dikatakan bahwa 1,8 % dari anak usia sekolah mengalami kesulitan

belajar,

dengan kesulitan membaca sebagai kesulitan belajar utama. 20 % dari

anak

yang di diagnosis kesulitan belajar tersebut dikatakan mengalami

defisit

neurologis yang bervariasi dari ringan sampai berat sehingga membuat

mereka

menjadi sulit untuk menulis dan membaca.

Di Indonesia pada tahun 1996 Pusbang Kurrandik ( Pusat Pengembangan

Kurikulum dan Sarana Pendidikan ) Balitbang Dikbud melakukan

penelitian

terhadap 4994 siswa sekolah dasar kelas I VI di provinsi Jabar,

Lampung,

Kalbar dan Jatim, mendapatkan hasil bahwa 696 dari siswa SD( 13,94
%)

tersebut mengalami kesulitan belajar umum, dan 479 di antaranya

mengalami

kesulitan membaca ( disleksia ). Hal ini memberikan gambaran bahwa

kesulitan belajar di kalangan siswa SD perlu mendapat perhatian yang

serius

dari semua pihak, baik dari dunia pendidikan, medik, psikologik,

orang tua

dan pihak lainnya yang terkait, karena tahap sekolah dasar merupakan

tahap

preliminer dalam mencapai tahap pendidikan ke jenjang berikutnya.

APA TUJUAN DAN KEBUTUHAN PROSES BELAJAR ?

Proses belajar pada anak mempunyai beberapa tujuan, diantaranya

ialah ;

1.Untuk dapat maju ke fase perkembangan selanjutnya

2.Agar anak mempunyai keterampilan-keterampilan yang baru yang

berguna bagi

perkembangan dirinya

3.Agar anak dapat mengerti peranan sosial yang harus dijalankannya,

serta mampu mengerti peranan orang lain dalam konteks sosialnya.

Dengan demikian proses belajar merupakan suatu proses seumur hidup

yang

kompleks dan merupakan bagian dari proses tumbuh kembang seorang

anak.

Aspek perkembangan yang banyak berperan dalam dalam proses belajar

ialah

perkembangan kognitif.

Ada tiga faktor yang dibutuhkan dalam perkembangan kognitif /proses

belajar

yang optimal, yaitu

1.Kematangan dan keutuhan dari struktur organ-organ seseorang,

termasuk

otak, alat persepsi,sistim motorik, serta faktor genetik.

2. Stimulasi atau rangsangan yang optimal dan berkesinambungan dari


lingkungan. Sikap , respon dan dorongan dari orang tua sangatlah

berpengaruh dalam proses belajar seorang anak. Sikap menghargai

setiap rasa

keingintahuan anak merupakan awal dan dasar yang kuat bagi proses

belajar

sang anak selanjutnya. Di lain pihak, sekolah yang merupakan tempat

anak

menempa ilmu secara formal juga ikut berperan. Bangunan fisik

sekolah,

guru, relasi guru dengan anak, dan relasi anak dengan teman

sebayanya,

serta kurikulum yang dijalankan sekolah juga merupakan hal yang

krusial

dalam tercapainya perkembangan kognitif yang optimal

3. Peran aktif anak yang bersangkutan untuk mengolah setiap asupan

yang diterima dari lingkungannya. Dengan kata lain, motivasi dan

minat

belajar yang tinggi pada seorang anak akan mendorong dirinya menuju

ke arah

perkembangan kognitif yang baik.

Oleh karena itu, proses belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

yang

ada di dalam diri anak saja, tetapi juga oleh faktor-faktor eksternal

lainnya. Dengan demikian, adanya gangguan atau hambatan pada ke tiga

faktor

di atas dapat menimbulkan berbagai jenis kesulitan belajar pada anak.

BERBAGAI JENIS GANGGUAN FISIK DAN PSIKIATRIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TIMBULNYA KESULITAN BELAJAR PADA ANAK.

I. GANGGUAN FISIK

Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ pendengaran

atau

organ penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung

maupun

tidak langsung pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan

konduksi listrik ( epilepsi ), gangguan metabolic sistemik, dll.


Semua ini

dapat yang menyebabkan timbulnya disfungsi otak minimal, yang mungkin

bermanifestasi dalam berbagai bentuk gangguan psikiatrik, di

antaranya

ialah kesulitan belajar.

II. GANGGUAN PSIKIATRIK

o Retardasi Mental

Kondisi ini ditandai oleh tingkat kecerdasan anak yang berada di

bawah

rata-rata. Anak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan

sehari-hari sebagaimana anak seusianya, seperti mengurus dirinya

sendiri,

melakukan pekerjaan rumah atau berinteraksi dengan lingkungannya.

o Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas.

Ciri utama dari gangguan ini adalah kesulitan anak untuk memusatkan

perhatian-nya yang timbul pada lebih dari satu situasi, misalnya di

rumah,

di sekolah dan di dalam kendaraan, dll, dapat disertai atau tidak

disertai

dengan hiperaktivitas. Gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan

fungsi

inhibisi perilaku dan kontrol diri. Anak tidak mampu untuk

berkonsentrasi

pada satu pekerjaan tertentu, dan merencanakan tujuan dari pekerjaan

tersebut. Ia tidak mampu menyusun langkah-langkah dalam usaha untuk

mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia akan mengalami kesulitan

dalam

menyimak pelajaran yang diberikan gurunya, dan akhirnya ia tidak

mengerti

apa yang diterangkan oleh gurunya itu.

Gangguan Tingkah Laku

Pada anak yang mengalami gangguan ini seringkali dikatakan sebagai

anak

nakal, sulit diatur, suka melawan, sering membolos dan berperilaku

antisosial, dll. Anak dengan Gangguan Tingkah Laku ini seringkali

mempunyai

prestasi akademik di bawah taraf yang diperkirakan. Kesulitan belajar


yang

terjadi dikarenakan anak sering membolos, malas, motivasi belajar

yang

kurang, kurang disiplin, dll.

o Gangguan Depresi

Seorang anak yang mengalami Gangguan Depresi akan menunjukkan gejala-

gejala

seperti,

o Perasaan sedih yang berkepanjangan

o Suka menyendiri

o Sering melamun di dalam kelas/di rumah

o Kurang nafsu makan atau makan berlebihan

o Sulit tidur atau tidur berlebihan

o Merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga

o Merasa rendah diri

o Sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan

o Merasa putus asa

o Gairah belajar berkurang

o Tidak ada inisiatif, hipo/hiperaktivitas

Anak dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,

inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, dengan demikian akan

menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak

menurun hari demi hari.

JENIS KESULITAN BELAJAR

Kesulitan belajar bukanlah suatu diagnosis tunggal semata-mata,

melainkan

terdiri dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai macam gejala,

penyebab, pengobatan dan perjalanan penyakit. Tidak semua problem

belajar

merupakan suatu kesulitan belajar. Ada anak yang menunjukkan

perkembangan

suatu keahlian tertentu lebih lambat daripada anak lain seusianya dan

sebaliknya, tetapi masih dalam batas kewajaran. Untuk menentukan

apakah

seorang anak mengalami kesulitan belajar tertentu atau tidak

digunakan
pedoman yang diambil dari Diagnostic & Statistical Manual of Mental

Disorders IV ( DSM - IV ).

Ada 2 kelompok besar kesulitan belajar, yaitu ;

1. Gangguan Perkembangan Wicara & Berbahasa

Problem wicara & bahasa seringkali merupakan indikator awal adanya

kesulitan belajar pada seorang anak. Gangguan berbahasa pada anak

usia

balita berupa keterlambatan komunikasi baik verbal ( berbicara )

maupun

non-verbal. Secara umum dapat dikatakan bahwa bila anak berusia 2

tahun

belum dapat mengatakan kalimat 2 kata yang berarti, maka anak

mengalami

keterlambatan perkembangan wicara-bahasa.

Anak dengan Gangguan Perkembangan Wicara & Bahasa dapat mengalami

kesulitan

untuk ;

Memproduksi suara huruf/kata tertentu

Menggunakan bahasa verbal/tutur dalam berkomunikasi, tetapi

pemahaman bahasanya baik. Orang tua sering kali berkata " anak saya

mengerti apa yang saya ucapkan, tetapi belum bias berbicara ".

Memahami bahasa verbal yang dikemukakan oleh orang lain,

walaupun kemampuan pendengarannya baik. Anak hanya dapat meniru kata-

kata

tanpa mengerti artinya ( membeo ).

2. Gangguan Kemampuan Akademik ( Academic Skills Disorders )

Ada 3 jenis Gangguan Kemampuan Akademik ;

o Gangguan Membaca

Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di

bidang

lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang

melibatkan ke dua belahan otak. Persentasi dari Gangguan Membaca ini

dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia sekolah. Anak yang mengalami

Gangguan Membaca menunjukkan adanya ;

i. Inakurasi dalam membaca, seperti ;

Membaca lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak

seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur


Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara

kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dll

Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau

dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dll

Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa

ii. Pemahaman yang buruk dalam membaca, dalam arti anak tidak

mengerti

isi cerita/teks yang dibacanya.

o Gangguan Menulis Ekspresif

Kondis ini ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk membuat suatu

komposisi

tulisan dalam bentuk teks, dan keadaan ini tidak sesuai dengan

tingkat

perkembangan anak seusianya. Gejala utamanya ialah adanya kesalahan

dalam

mengeja kata-kata, kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca,

paragraf

dan tulisan tangan yang sangat buruk. Selain itu, mereka juga

mengalami

kemiskinan tema dalam karangannya.

Gangguan Berhitung

Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan

aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi

pencapaian

prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.

Gejala

yang ditampilkan di antaranya ialah;

Kesulitan dalam mempelajari nama-nama angka

Kesulitan dalam mengikuti alur suatu hitungan

Kesulitan dengan pengertian konsep kombinasi dan separasi

Inakurasi dalam komputasi

Selalu membuat kesalahan hitungan yang sama

Dll

BAGAIMANA DETEKSI DINI KESULITAN BELAJAR ?

Tanda dari kesulitan belajar sangat bervariasi, tergantung dari usia


anak

pada saat itu. Sensitivitas atau kepekaan orang tua dan guru

seringkali

sangat membantu dalam deteksi dini. Orang tua atau guru yang melihat

adanya

kesenjangan yang konsisten antara kemampuan akademik anak dengan

kemampuan

rata-rata teman sekelasnya atau prestasi anak yang tidak kunjung

meningkat

walaupun pelajaran tambahan sudah diberikan, haruslah mulai berpikir

apa

yang sebenarnya terjadi dalam diri sang anak. Apalagi jika disertai

oleh

beberapa gejala di bawah ini ;.

o Untuk anak pra-sekolah ;

Keterlambatan berbicara jika dibandingkan anak seusianya

Adanya kesulitan dalam pengucapan kata

Kemampuan penguasaan jumlah kata yang minim

Seringkali tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk suatu

kalimat

Kesulitan untuk mempelajari dan mengenali angka, huruf dan

nama-nama hari dalam seminggu

Mengalami kesulitan dalam menghubung-hubungkan kata dalam suatu

kalimat

Kegelisahan yang sangat ekstrim dan mudah teralih perhatiannya

Kesulitan berinteraksi dengan anak seusianya

Menunjukkan kesulitan dalam mengikuti suatu petunjuk atau rutinitas

tertentu

Selalu menghindari permainan `puzzles'

Menghindari pelajaran menggambar atau prakarya tertentu seperti

menggun-ting

o Untuk anak usia sekolah

Mempunyai kemampuan daya ingat yang buruk

Selalu membuat kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca,

misalnya huruf b dibaca d, huruf m dibaca w, kesalahan transposisi

yaitu

kata roda dibaca dora

Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi


pengucapannya

Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran

matematika, misalnya tidak dapat membedakan antara tanda dengan +,

tanda

+ dengan x, dll

Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang

membutuhkan kemampuan daya ingat yang baik

Sangat aktif, tidak mampu menyelesaikan satu tugas/kegiatan

tertentu secara tuntas

Impulsif ( bertindak sebelum berpikir )

Sulit konsentrasi atau perhatiannya mudah teralih

Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah

Tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya

Tidak mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya

Problem emosional seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah

tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya

Menolak bersekolah

Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu

Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen

Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari / waktu

Jika orang tua atau guru menemukan beberapa gejala di atas maka

sebaiknya

dilakukan evaluasi oleh tenaga profesional seperti, dokter anak atau

psikiater anak atau tenaga profesional lainnya.

PEMERIKSAAN APA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN ?

Pemeriksaan terhadap anak dengan kesulitan belajar sebaiknya

dilakukan oleh

suatu tim kerja terpadu yang meliputi berbagai disiplin ilmu,

seperti ;

1. Dokter anak

2. Psikiater anak

3. Psikolog

4. Orthopaedagog

5. dll

Wawancara orang tua dan anak


o Riwayat kehamilan

o Riwayat perkembangan fisik dan mental anak

o Riwayat medik anak termasuk fungsi indera penglihatan dan

pendengaran

o Riwayat keluarga dan ada tidaknya perubahan struktur keluarga

o Usia mulai timbulnya kesulitan belajar

o Ada tidaknya masalah kelurga yang dapat memicu timbulnya kesulitan

belajar pada anak

o Apakah ada tanda-tanda pencenderaan pada anak, baik fisik, emosi

atau seksual

Evaluasi anak oleh

o Dokter anak

Dokter anak merupakan dokter yang sering melakukan skrining awal

adanya

kesulitan belajar pada anak. Pemeriksaan fisik dan neurologi lengkap

biasanya telah dilakukan, termasuk pemeriksaan mata, pendengaran atau

kondisi medik lainnya bila diperlukan

o Psikiater anak

Melakukan pemeriksaan kondisi mental emosional anak. Evaluasi

perasaan anak

terhadap ketidakmampuan dalam memenuhi harapan sekolah atau orang

tuanya.

Observasi bagaimana interaksi anak dengan lingkungannya, harapan dan

cita-cita anak. Selain itu, melakukan analisa dan penyimpulan akan

adanya

gangguan psikiatrik lain yang menyertai kesulitan belajar

o Psikolog

Pemeriksaan oleh psikolog akan memberikan data mengenai sikap anak

dalam

menghadapi tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu juga memberikan

masukan

mengenai fungsi kecerdasan, bakat dan minat anak secara keseluruhan.

o Guru

Informasi mengenai pola perilaku dan prestasi akademik anak di

sekolah,

khususnya di dalam kelas merupakan informasi yang penting diketahui.

Informasi ini tidak hanya penting dalam menegakkan diagnosis, tetapi

juga
dalam tindak lanjut dari penanganan yang akan dan telah diberikan

kepada anak.

DAMPAK KESULITAN BELAJAR

Kesulitan belajar yang terjadi pada seorang anak tidak hanya

berdampak bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak saja, tetapi juga berdampak dalam

kehidupan keluarga dan juga dapat mempengaruhi interaksi anak dengan

lingkungannya. Sistim keluarga dapat mengalami disharmoni oleh karena

saling menyalahkan di antara ke dua orang tua. Orang tua merasa

frustrasi,

marah, kecewa, putus asa, merasa bersalah atau menolak, dengan

kondisi ini

justru membuat anak dengan kesulitan belajar merasa lebih terpojok

lagi.

Anak dengan kesulitan belajar seringkali menuding dirinya sebagai

anak yang

bodoh, lambat, berbeda dan keterbelakang. Mereka menjadi tegang,

malu,

rendah diri dan berperilaku nakal, agresif, impulsif atau bahkan

menyendiri/menarik diri untuk menutupi kekurangan pada dirinya.

Seringkali

mereka tampak sulit berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, dan

lebih

mudah bagi mereka untuk bergaul dan bermain dengan anak-anak yang

mempunyai

usia lebih muda dari mereka. Hal ini menandakan terganggunya sistim

harga

diri anak. Kondisi ini merupakan sinyal bahwa anak membutuhkan

pertolongan

segera.

APAKAH KESULITAN BELAJAR DAPAT DIATASI ?

Walaupun gangguan yang terjadi pada sebagian otak sudah tidak dapat

diperbaiki lagi, tetapi masih ada bagian otak lain yang masih dapat

dirangsang untuk dapat berfungsi optimal. Oleh karena itu pemberian


terapi

haruslah sedini dan seoptimal mungkin, sehingga anak diharapkan dapat

mengejar apa yang menjadi kekurangannya selama ini. Penanganan yang

diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada

hasil

pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Tim ini terdiri dari

berbagai

tenaga profesional ( sudah disebutkan di atas ) yang bekerja pada

suatu

klinik kesulitan belajar. Dengan demikian orang tua akan memperoleh

pelayanan `one stop assessment' yang mempermudah mereka dalam mencari

pertolongan untuk anaknya.

Penanganan yang diberikan pada anak dengan kesulitan belajar

meliputi ;

o Penatalaksanaan di bidang medis

o Penatalaksanaan di bidang pendidikan

Penatalaksanaan di bidang medis

o Terapi obat

Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau

psikiatrik yang diderita oleh anak, misalnya ;

Berbagai kondisi depresi dapat diberikan obat gol. Antidepresan

GPPH diberikan obat gol. Psikostimulansia, misalnya Ritalin

Dll.

o Terapi perilaku

Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku.

Dalam hal

ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika ia dapat memenuhi

suatu

tugas atau tanggung jawab atau berperilaku positif tertentu. Di lain

pihak,

ia akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku

negatif.

Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini maka diharapkan

anak

dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di

sekolah
atau di rumah.

o Psikoterapi suportif

Dapat diberikan kepada anak dan keluarganya. Tujuannya ialah untuk

memberi

pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat

menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha untuk memerangi

kesulitan

ini.

o Pendekatan psikososial lainnya ialah ;

Psikoedukasi orang tua dan guru

Pelatihan keterampilan sosial bagi anak

Penatalaksanaan di bidang pendidikan

Dalam hal ini terapi yang paling efektif ialah terapi remedial, yaitu

bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan

belajar anak. Guru remedial ini akan menyusun suatu metoda pengajaran

yang

sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar

dengan baik dengan tehnik-tehnik pembelajaran tertentu ( sesuai

dengan

jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak ) yang sangat bermanfaat

bagi

anak dengan kesulitan belajar.

BAGAIMANA PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBANTU ANAK DENGAN KESULITAN

BELAJAR ?

Guru kelas biasanya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk supervisi

bagi

setiap murid-muridnya. Di sini pentingnya mengapa anak memerlukan

bimbingan

belajar di luar jam sekolah. Ada orang tua yang mencarikan tenaga

guru

remedial bagi anaknya, namun ada juga yang mengerjakannya sendiri.

Dengan

demikian orang tua memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan

prestasi belajar anaknya. Oleh karena itu ada beberapa petunjuk yang

perlu
diketahui oleh para orang tua ;

o Pilih waktu yang baik untuk belajar

o Pakai buku yang digunakan guru di sekolah

o Ciptakan suasana belajar yang nyaman dan tenang

o Melatih anak untuk mendiskusikan isi suatu buku dengan hanya

melihat judul buku/sampulnya sebelum anak mulai membaca

o Melatih anak untuk mengenal angka atau huruf dengan alat peraga

yang dapat diraba dan dengan warna-warna menarik

o Melatih anak untuk mengenal operasionalisasi tanda dalam matematika

dengan memberikan contoh-contoh dari kehidupan sehari-hari

o Hindari komentar yang negatif

o Berikan kesempatan kepada anak bila ingin mencoba menyelesaikan

pekerjaan rumahnya sendiri

o Membantu anak belajar sambil bermain

KESIMPULAN

Kesulitan belajar merupakan keluhan sering dilontarkan oleh orang

tua.

Berbagai gangguan psikiatrik seringkali mendasari timbulnya

kesulitan belajar pada anak, seperti retardasi mental, gangguan

tingkah

laku, GPPH dan gangguan depresif, dll

Anak dengan kesulitan belajar akan mengalami penurunan kualitas

hidup, sehingga berdampak dalam pengembangan sumber daya manusia di

kemudian hari.

Deteksi dini haruslah dilakukan oleh orang tua di rumah, maupun

guru di sekolah.

Penanganan dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikiater

anak, dokter anak, psikolog dan tenaga pendidik sehingga anak dapat

kembali

berprestasi di sekolah dan menjadi sumber daya manusia yang tangguh

di

kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Pataki CS. Normal Child Development. In: Sadock BJ, Sadock VA,

editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7tg ed. Lippincott


Williams

& Wilkins : 2000. p.2534-2549

Spagna ME, Cantwell DP, Baker L. Learning Disorders. In: Sadock BJ,

Sadock VA, editors. Comprehensive Textbook

9. GANGGUAN KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK

Gangguan konsentrasi berhubungan dengan kemampuan anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi,kemampuan yang

berkembang seiring dengan perkembangan anak. Anak yang sangat terganggu konsentrasinya mengalami kesulitan untuk

memfokuskan konsentrasinya,perhatiannya dan menyelesaikan tugas secara terus menerus. Mereka sering lupa instruksi-

instruksi, kehilangan barang-barang dan tidak mendengarkan orang tua dan gurunya.

Mereka mungkin melamun di kelas dan kelihatan gelisah.Perilaku seperti ini tentunya menyulitkan orang tua dan guru.Tapi

ingatlah bahwa bisa saja itu adalah karakter bawaannya. Dalam hal ini, adakan kontak mata dan berikan perintah atau instruksi

dalam bahasa yang sederhana dan ringkas. Beri waktu jeda dalam mengerjakan PR,tugas rumah atau permainan untuk

membantu anak memperoleh energi berkonsentrasi.

Sikap anak yang tidak memperhatikan bisa jadi disebabkan oleh situasi atau kekhawatiran tertentu.Semua anak bisa terlihat

terganggu untuk alasan sekecil apapun. Misalnya; Orang Tuanya baru saja bertengkar, Orang tua kabur, suasana kelas/belajar

gaduh, anak duduk dengan teman yang suka mengganggu, dsb.

Apabila anak atau siswa mengalami tanda-tanda seperti diatas dapat dicoba beberapa cara antara lain sebagai berikut :

1. Jika seorang anak dulunya tidak mempunyai masalah konsentrasi sekarang terlihat gelisah, sangat mungkin ada penyebab

khusus dari ketergangguannya. Bicaralah padanya dengan cara yang simpatik dan tidak menuduh untuk mengetahui apa yang

mengganggunya.

2. Jika Ia bersikeras tidak ada yang masalah, tanyalah dokter anak. Mungkin ada kegelisahan psikologis. Sesuatu seperti virus

biasa, bisa menjadikan anak kaku dan mengganggu daya konsentrasinya. Atau bisa jadi anak mengalami masalah pendengaran

yang tidak terdeteksi, sehingga kegiatan mendengar membuatnya putus asa.

3. Kemungkinan lain bagi anak yang sangat mudah terganggu adalah menderita kekurangan daya konsentrasi. Bantulah

kekurangannya ini dengan memberikan aktivitas dan memperhatikan/mengontrol lebih khusus. Misal;memanggil namanya

apabila dia diam atau asyik sendiri.

Apabila anda mempunyai anak yang suka menabrak mainannya,mengganggu terus menerus dan tidak mampu memahami

instruksi, tidak selesai menyelesaikan tugas, hubungan dengan teman memburuk. Anak seperti itu bisa jadi menderita

kegagalan konsentrasi dan hiperaktif, untuk mengetahui lebih lanjut bisa dikonsultasikan ke psikolog atau psikiater.

(Diambil dari buku Ajaklah Anak Bicara,karya Dr.Irwan Prayitno)

10. Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak-Anak

"Deteksi Dini Gangguan Belajar Pada Anak-Anak"

Ada orang tua yang bingung karena anaknya masih belum dapat berbicara secara lancar di usianya yang 2 tahun, ada juga yang

bingung karena anaknya tidak bisa duduk tenang, ada juga yang bingung karena anaknya selalu menangis jika bertemu dengan
orang asing ...

Ada orang tua yang bingung karena anaknya yang pintar ternyata berprestasi buruk di sekolah, atau sebaliknya, anaknya

sangat sulit mencerna materi pelajaran yang diberikan walau telah mengupayakan dengan berbagai cara.

Deteksi dini gangguan belajar pada anak adalah sebuah upaya untuk memahami keadaan anak seawal mungkin menyangkut

kemungkinan adanya permasalahan-permasalahan perkembangan, terutama dalam belajar. Upaya ini dapat dilakukan oleh

pihak-pihak yang dekat dengan lingkungan anak

Secara khusus deteksi dini merupakan upaya untuk memahami kelebihan dan kekurangan pada potensi anak sehingga dapat

merancang perlakuan-perlakuan khusus berdasarkan penemuan dalam deteksi dini perkembangan untuk memaksimalkan

potensi yang dimiliki dan membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan baik.

11. Gangguan Belajar: Disleksia

GANGGUAN BELAJAR (LEARNING DISABILITIES) : DISLEKSIA

I. PENDAHULUAN

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seorang pendidik harus mengidentifikasi gangguan-gangguan belajar yang dapat

terjadi pada anak.

Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia

pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah

kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca,

menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-

sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas (Yusuf, M, 2003).

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi.

Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan

mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.

Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan

demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang

signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Salah

satu penyebab gangguan belajar (learning disability/ LD) yang sering terjadi dikenal dengan istilah disleksia, yaitu gangguan

membaca spesifik pada anak. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1896. Disleksia mengenai sekitar 80% dari kelompok individu

dengan gangguan belajar. Disleksia terjadi pada 5%-10% seluruh anak di dunia. Gangguan belajar tidak termasuk masalah

belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

Contoh disleksia adalah seorang teman agak cemas ketika anaknya yang berumur 3 tahun selalu terbalik-balik mengucap kata-

kata tertentu. Misalnya saja kata sobek disebut rsebok atau kata gajah disebut jagah. Setelah diperiksa, ternyata si anak
menderita disleksia.

Yang menarik, disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan bisa juga berupa gangguan

dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan

membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan

bernyanyi, memahami irama musik, dll.

Ternyata pula disleksia ini bukan hanya terjadi pada anak-anak saja. Orang dewasapun mengalaminya. Contohnya saja Presiden

George W Bush pernah salah saat berkampanye. Ingin menyebut peacemaker menjadi pacemaker, yang artinya sungguh jauh

berbeda.

II. PERMASALAHAN

1. Apa itu disleksia?

2. Apakah ciri-cirianak yang mengalami disleksia?

3. Adakah individu disleksia mempunyai keistimewaan ?

4. Masalah-masalah apa saja yang mungkin dialami anak disleksia?

5. Bagaimana membantu anak-anak bermasalah disleksia ?

III. PEMBAHASAN

Kesulitan belajar pertama kali dirumuskan sebagai kesulitan belajar secara spesifik. Pada tahun 1878 dr. Kussmaul dari Jerman

melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal tapi tidak dapat membaca, yang diistilahkannya sebagai

buta membaca (reading blindness). Sembilan tahun kemudian, Dr. Berlin, doctor berkebangsaan Jerman yang lain,

menamakan kondisi tersebut dengan dyslexia.

Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh

kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani -

dys- ("kesulitan untuk") dan lexis ("huruf" atau "leksikal").

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak

terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya

sensorik pada indera perasa.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan

akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca

dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak

hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga

dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah.

Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal

akibat bawaan keturunan dari orang tua. Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi dyslexia adalah Albert

Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg dan Vanessa Amorosi

3. 1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?

Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata dys yang berarti kesulitan, dan kata lexis yang berarti bahasa. Jadi
disleksia secara harafiah berarti kesulitan dalam berbahasa. Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca,

tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak

sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat,

karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia

merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat /

akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.

Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal)

yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat,

kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi

kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.

Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan

membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera

pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan

menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.

3. 2. Disleksia dan otak kita.

Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di

bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang

anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan

apapun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.

Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia.

Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis,

yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).

Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian

temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang

dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu

disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu

diterjemahkan menjadi suatu makna.

3. 3. Diagnosis Disleksia pada Anak

Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan

secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog.

Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu

dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan

adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya

guru sekolah.

Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari

kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf
dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.

Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua

tidak terima jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang

dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.

Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.

Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai

Huruf tertukar-tukar, misal b tertukar d, p tertukar q, m tertukar w, s tertukar z

Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.

Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (di, ke, pada).

Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (menulis dibaca sebagai tulis).

Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.

tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).

Daya ingat jangka pendek yang buruk

Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar

Tulisan tangan yang buruk

Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung

Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek

Kesulitan dalam mengingat kata-kata

Kesulitan dalam diskriminasi visual

Kesulitan dalam persepsi spatial

Kesulitan mengingat nama-nama

Kesulitan / lambat mengerjakan PR

Kesulitan memahami konsep waktu

Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan

Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol

Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari

Kesulitan membedakan kanan kiri

Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.

Kesulitan dalam berbicara :

Salah pelafalan kata-kata yang panjang

Bicara tidak lancar

Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi

Kesulitan dalam membaca:

Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca

Sulit menguasai / membaca kata-kata baru

Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal

Kesulitan membaca kata-kata kecil seperti: di, pada, ke


Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda

Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan

Kesulitan mengeja

Membaca sangat lambat dan melelahkan

Tulisan tangan berantakan

Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)

Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.

(Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)

3. 4. Penyembuhan Disleksia

Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. Ketidak mampuannya di

masa anak yang nampak seperti menghilang atau berkurang di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh

namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya

tersebut.

Mengingat demikian kompleksnya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya

menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis

profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin mudah pula intervensi yang

dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.

Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :

- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru

- Anak duduk di barisan paling depan di kelas

- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan

anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50

- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu

lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)

- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai

dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.

- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung

memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya b dengan d. Murid harus diperlihatkan terlebih

dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang

betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf

dengan bentuk bulat: g, c, o, d, a, s, q, bentuk zig zag: k, v, x, z, bentuk linear: j, t, l, u, y, bentuk hampir serupa: r, n,

m, h.

- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan

mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia

mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk

memaksakan cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding

teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi

demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan self-

esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan

proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan

semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-

sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

VI. KESIMPULAN

1. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata dys yang berarti kesulitan, dan kata lexis yang berarti bahasa. Jadi

disleksia secara harafiah berarti kesulitan dalam berbahasa. Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca,

tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain.

2. Disleksia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun faktor genetik cenderung menjadi penyebab

utama.

3. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orangtua memerhatikan anak secara cermat. Jika perasaan

Anda mengatakan ada sesuatu yang terasa berbeda pada anak Anda, segera periksakan sekarang.

4. Hasil penelitian telah menjelaskan semakin dini deteksi disleksia pada anak semakin baik. Waktu yang ideal untuk memulai

program remediasi adalah antara usia empat sampai tujuh tahun.

5. Disleksia dapat disembuhkan dan peran orangtua sangat diperlukan untuk terlibat aktif untuk penyembuhan disleksia pada

anak. Dukungan orangtua merupakan sumber utama bagi kesembuhan disleksia pada anak.

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Emmy. (2008). Jenis-jenis Disleksia. Dapat diperoleh melalui URL :

http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/102/102.html.

2. Meida, Ira. (2007). Disleksia Bukan Berarti Bodoh. Dapat diperoleh melalui URL :

http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=4926.html.

3. Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.

4. Yosri, Mohamed dan Yong, Mohamed. (2009). Dyslexia. Dapat diperoleh melalui URL

http://www.geocities.com/alam_penyakit/PenyakitDyslexia.html.

5. Weinstein, Lissa. (2007). Living with Dyslexia: Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya dari Derita Kesulitan Belajar. Bandung:

Qanita.

12. Gangguan Belajar

DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi

secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi.
Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan

mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan

ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan

memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan

melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak

termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang

berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan

gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak

perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan

untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan

mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek

yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis

kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang

kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas

yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian

mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus

dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan

dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal

maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu

anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk

trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis,

intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD,

obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak

untuk belajar.

13. KARAKTERISTIK ANAK KESULITAN BELAJAR

Posted December 29th, 2008 by wulanlutchuw

A. Latar Belakang

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik, mental-intelektual, sosial,

emosional) dalam proses perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan

pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan tertentu, tetapi kelainan tersebut

tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan

kebutuhan khusus. Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, salah satunya yaitu kesulitan belajar atau

Learning Disabilities (LD). Anak berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih

proses psikologis dasar, disfungsi sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-

kegagalan yang nyata dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis,

berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan

emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi, tetapi dapat

muncul secara bersamaanKelompok anak LD dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya.

Gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar-figur, visual-motor, visual-perseptual, pendengaran, intersensori, berpikir

konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, dan konsep diri. Gangguan aktivitas motorik, persepsi, perhatian,

emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Sedangkan ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan anak LD juga mengalami

kegagalan yang nyata dalam penguasaan keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis dan atau berhitung.

Kemampuan intelektual dapat berpengaruh luas terhadap berbagai kemampuan manusia, terutama dalam prilaku belajarnya.

Sementara itu dua masalah utama yang dihadapi anak LD adalah masalah akademik dan masalah pribadi-sosial. Berdasarkan ini

diduga kuat bahwa paduan antara keunggulan intelektual yang dimiliki dan kesulitan belajar yang dihadapi dapat melahirkan

karaktersitik sendiri yang berbeda dengan anak-anak LD pada umumnya. Secara potensial, anak LD yang memiliki inteligensi di

atas rata-rata adalah sumber daya manusia unggul bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena itu mereka mendapat

perhatian yang lebih serius dalam upaya mengatasinya. Namun demikian, dalam praktek pendidikan di lapangan, khususnya di

sekolah dasar, sangat mungkin terjadi guru mengalami berbagai kesulitan dalam membantu siswanya yang termasuk LD.

Ditemukan bahwa terdapat satu atau lebih gangguan proses psikologis dasar dan motorik yang melatarbelakangi kesulitan

belajar pada anak LD. Gangguan dalam proses psikologis dasar terutama gangguan persepsi dan konsentrasi, sedangkan

gangguan dalam motorik adalah gangguan keseimbangan dan motorik halus, di samping gangguan persepsi tubuh dan

lateralisasi. Gangguan-ganguan tersebut secara nyata dapat muncul sendiri-sendiri, bersamaan, atau sebagai rangkaian sebab

akibat.

Munculnya gangguan-gangguan tersebut secara langsung menjadikan anak tidak mampu menguasai keterampilan-keterampilan
prasyarat belajar akademik (pre-akademic skills), sehingga menghambat penguasaan keterampilan dasar belajar akademiknya

(baca, tulis, dan atau hitung) secara baik. Dalam belajar akademik, membaca misalnya, di samping dituntut penguasaan

kemampuan fisik (gerak mata dan ketajaman penglihatan) juga dituntut penguasaan aktivitas mental yang baik, yaitu

kemampuan dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan diskriminasi bentuk huruf dan urutan.

Munculnya gangguan persepsi menjadikan anak gagal dalam mengidentifikasi, membedakan, dan menginterpretasikan huruf

atau kata yang dilihatnya. Munculnya gangguan konsentrasi, menjadikan ketidakmampuan anak dalam memusatkan perhatian

(perhatian selektif) terhadap stimuli yang disajikan, sehingga menjadi informasi untuk diproses lebih lanjut. Perhatian selektif

merupakan keterampilan dasar yang diperlukan dalam membaca, sebelum keterampilan scaning urutan, diskriminasi,

pengkodean, dan pemahaman. Sedangkan munculnya gangguan keseimbangan menjadikan keterbatasan dalam menjaga

keseimbangan tubuh sehingga cenderung tidak bisa diam. Kondisi ini secara langsung atau tidak langsung dapat berakibat pada

gangguan ruang pandang. Gangguan ruang pandang, secara langsung berpengaruh terhadap keakuratan dalam

mengidentifikasi, membedakan, dan menginterpretasikan obyek yang dilihat atau dibaca, dan secara tidak langsung

berpengaruh terhadap kemampuan persepsi, konsentrasi, maupun ingatannya.

Secara khusus anak LD mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Mudah menangkap pelajaran, petunjuk, atau instruksi yang diberikan, tetapi cenderung malas melakukan aktivitas belajar,

mudah bosan, meremehkan, bahkan penolakan.

b. Memiliki pengetahuan yang luas, tetapi cenderung kurang mampu melakukan tugas-tugas akademik secara akurat dan

memuaskan.

c. Dikenal sebagai siswa yang cukup pandai, tetapi mengalami kesulitan dalam satu atau lebih bidang akademik dan tidak

mampu memanfaatkan kepandaiannya tersebut untuk mencapai prestasi akademik tinggi.

d. Memiliki kesenjangan yang cukup signifikan antara skor tes kemampuan verbal dan performennya.

e. Memiliki daya tangkap yang bagus, tetapi cenderung hiperaktif dan kurang mampu menyeuaikan diri.

f. Memiliki daya imaginatif yang tinggi, tetapi cenderung emosional.

g. Mampu mengambil keputusan dengan cepat, tetapi cenderung kurang disertai pertimbangan yang matang, terburu-buru,

semaunya.

h. Lebih cepat dalam belajar dan mengerjakan suatu persoalan, tetapi cenderung malas dan memiliki toleransi yang rendah

terhadap frustrasi.

i. Lebih percaya diri, tetapi cenderung meremehkan dan menolak tugas-tugas yang diberikan dengan berbagai alasan.

Dalam kaitannya dengan sistem pendidikan di sekolah dasar, guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi

masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak LD yang memiliki kemampuan

intelegensi di atas rata-rata. Berdasarkan permasalahan tersebut tampaknya diperlukan suatu model alternatif bimbingan yang

dipandang efektif dan efisien dalam membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka, baik masalah akademik maupun

non akademis. Kekhasan karakteristik anak LD yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, mengisyaratkan bahwa dalam

pelaksanaan bimbingan perlu dilakukan melalui studi yang mendalam secara individual. Untuk itu perlu dilakukan assesmen

secara obyektif, akurat, mendalam, dan komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang seluas-luasnya dan sedalam-

dalamnya terhadap berbagai permasalahan, keterbatasan, hambatan, kekurangan, ketidakmampuan, maupun keunggulan-

keunggulan tertentu yang dimilikinya, untuk dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program bimbingan yang tepat sesuai

dengan karakteristik dan kebutuhannya.


Pemahaman terhadap keunggulan anak, di samping penting untuk dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalahnya, juga

dalam rangka mengembangkan keunggulannya tersebut, sehingga mereka mampu berprestasi tinggi sesuai potensi yang

dimilikinya. Secara teoritis, pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD, termasuk yang memiliki inteligensi di atas rata-rata,

dimulai dengan pemahaman karakteristik anak, familiar dengan instrumen-instrumen assesmen yang digunakan untuk

menentukan jenis dan tingkat kesulitan belajar anak dalam rangka pemahaman dan mengkomunikasikan pada tim ahli tentang

masalah belajar anak, melakukan koordinasi dengan tim ahli (guru kelas, psikolog sekolah, tenaga medis, dan ahli terapi lain)

yang menangani anak, melakukan konseling dan konsultasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan pemahaman dan

memfasilitasi perkembangan anak, melaksanakan konseling pada anak sesuai dengan keunikan masalah yang dihadapinya, dan

melakukan konseling dan konsultasi dengan personel sekolah dalam rangka peningkatan pemahaman mereka terhadap masalah

belajar, sosial, dan tingkah laku anak . Penanganan anak LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan

khusus di klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, perlu dirumuskan suatu program khusus

sesuai dengan potensinya. Sebab, dalam membantu mengatasi masalahnya tidak cukup dengan pendekatan yang digunakan

untuk mereka yang memiliki inteligensi rata-rata atau di bawah rata-rata. Perlunya penyesuaian antara teknik konseling yang

digunakan dengan gaya belajar anak, serta perlunya keterlibatan secara intensif dari orang tua dalam keseluruhan program

bimbingan.

B. Kajian Teori

1. Teori Motivasi

Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada sisa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti

kegiatan belajar-mengajar. Dan memberikan reward kepada siswa yang berbakat.

2. Teori Belajar dan Tingkah Laku

Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi

antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

3. Teori Kognitif

Sesuatu yang dipelajari siswa tergantung pada apa yang diketahui dari masing-masing siswa dan bagaimana informasi baru

diproses.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Zaenal A. dan Sunardi. 1996. Pendidikan Anak Berbakat Penyandang Ketunaan. Jakarta: Dirjen Dikti PPTA

14. ANAK KASAR DAN SULIT BELAJAR, BISA JADI GEJALA \'FRAGILE X SYNDROM

Rabu, 9 Maret 2005 @ 00:36:00

Ibu mana yang tak bahagia mengetahui putra-putrinya tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan. Meski demikian, jika

menemui gejala yang mengkawatirkan pada anak, seperti kesulitan belajar, mengucapkan kata berulang atau senantiasa

bersikap kasar, tak perlu panik. Andai mau belajar, gejala awal sudah bisa dikenali dan ibu sudah langsung bisa mengantisipasi

hal-hal di atas yang menurut kesimpulan sementara para ahli adalah gejala sindrom fragile X.
Dalam sebuah simposium di Jakarta, belum lama ini, seorang pakar pendidikan anak, Prof dr Sultana MH. Faradz, Phd

menyebutkan, kesulitan belajar, gaya bicara mengulang dan penyampaian yang kasar merupakan indikasi anak menderita

sindrom fragileX.

"Sindrom fragileX merupakan penyakit yang diwarisi pihak ibu dan dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya,"

kata dr Sultana

Penderita biasanya lakilaki, tetapi perempuan juga dapat menjadi penderita dan pembawa sifat (carrier). Namun anak lakilaki

yang mendapat pewarisan gen cacat ini kadangkadang tidak menunjukkan gejala retardasi mental karena gen hanya mengalami

premutasi.

Di Indonesia sesuai data penelitian sindrom fragileX oleh Unit Molekuler & Sitogenetika Laboratorium Bioteknologi, kata Sultana,

4 per 340 pada pupulasi retardasi mental. Namun pada populasi retardasi mental daerah terisolir dapat mencapai 50 persen dan

0,4 persen pada populasi lakilaki normal.

Sindrom fragileX merupakan penyebab utama penyakit retardasi mental menurun dan penyebab kedua penyakit retardasi

mental genetik setelah sindrom down. Memang, katanya, sering kali dihubungkan dengan gangguan belajar, tampilan fisik

spesifik dan gangguan sistim saraf serta kejiwaan seperti autisme.

Gejala utama retardasi mental adalah, retardasi mental ringansedang dengan skor IQ berkisar 50 75. Pada lebih kurang 30

persen perempuan pembawa sindrom fragileX menunjukkan ratardasi mental dalam tingkatan yang ringan.

Keluhan yang sering dijumpai pada orang tua adalah anaknya mengalami kesulitan belajar. Selain itu, ditemukan hambatan

kemampuan berbicara dan penerimaan bahasa, ditandai dengan gaya bicara yang mengulang dan penyampaian yang kasar.

Penderita lakilaki umumnya menghindari tatapan mata (80 persen). Hal ini mengakibatkan terbatasnya interaksi sosial, hanya

mampu untuk memusatkan pikiran dalam waktu terbatas, hiperaktif, suka menepuk tangan, menggigit jari dan

mengulangngulang gerakan tangan.

Sultana juga menyebutkan, pada laki-laki penderita dijumpai tampilan wajah kotak dengan dagu memanjang, jidat memanjang,

hidung melebar, langitlangit rongga mulut yang melengkung tinggi, dan telinga yang besar dan menggantung.

Gejala fisik paling sering dijumpai (80 persen) pada lakilaki menjelang dewasa sampai ketika mereka dewasa. Untuk

memastikan diagnosis dan mengetahui jenis sindrom fragileX serta kemungkinan pewarisan harus dilakukan pemeriksaan

kromosom dari sel darah putih penderita. Karena pada perempuan pembawa sifat (terutama yang premutasi) sering tidak

menunjukkan kromosom yang rapuh maka diperlukan pemeriksaan DNA.

Sedang dr Rob Willemsen, Nijmegen, Belanda, menyebutkan dia khusus datang ke Indonesia untuk memberitahu bahwa
penyakit tersebut ada di Indonesia dan penting untuk diketahui.

Menurutnya, ini merupakan penyakit genetika (turunan) dan yang tidak bisa dihindari kecuali dengan cara modern.(dian)

15. GANGGUAN BELAJAR

Posted on July 31, 2009 by childrenclinic

Gangguan Belajar adalah ketidakmampuan untuk menerima, menyimpan dan menggunakan secara luas kemampuan ataupun

informasi khusus, yang terjadi akibat kurangnya pemusatan perhatian, memori atau pemikiran dan hal ini mempengaruhi

prestasi akademik.

Terdapat berbagai jenis ketidakmampuan belajar dan masing-masing tidak memiliki penyebab yang pasti. Tetapi dasar dari

semua jenis ketidakmampuan belajar ini diyakini merupakan suatu kelainan pada fungsi otak.

Ketidakmampuan belajar 5 kali lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.

Seorang anak yang mengalami ketidakmampuan belajar seringkali mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan penglihatan

dan gerakannya serta menunjukkan kecanggungan ketika melaksanakan kegiatan fisik, seperti memotong, mewarnai,

mengancingkan baju, mengikat tali sepatu dan berlari.

Anak juga mungkin mengalami masalah dengan persepsi penglihatan atau pengolahan fonologis (misalnya dalam mengenali

bagian-bagian atau pola dan membedakan berbagai jenis suara) atau masalah dengan ingatan, percakapan, pemikiran serta

pendengaran.

Beberapa anak mengalami masalah dalam membaca, menulis maupun berhitung.

Tetapi kebanyakan ketidakmampuan belajar ini sifatnya kompleks dan kelainannya terjadi di lebih satu daerah.

Anak mungkin lambat dalam:

- mempelajari jenis warna atau huruf

- menyebutkan nama benda yang dikenalnya,

- berhitung

- mencapai kemajuan dalam kemampuan belajar dini lainnya.

Belajar menulis dan membaca mungkin tertunda.

Gejala lainnya adalah pemusatan perhatian yang pendek dan perhatiannya mudah terganggu, percakapannya terputus serta

ingatannya pendek.

Anak juga mungkin mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan mengendalikan dorongan serta memiliki masalah dalam

kedisiplinan. Mereka mungkin menunjukkan sikap hiperaktif, menarik diri, pemalu atau agresif.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan berbagai pemeriksaan berikut:

- Pemeriksaan fisik

- Serangkaian tes kecerdasan (verbal dan non-verbal, termasuk tes membaca, menulis dan berhitung)

- Tes psikis.

Untuk membantu meningkatkan perhatian dan konsentrasi bisa diberikan metilfenidat.

Pengobatan yang paling efektif adalah pendidikan yang secara seksama disesuaikan dengan individu anak.

Disleksia
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi kemampuan

mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi dan

kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.

Disleksia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.

Disleksia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan.

Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa mempengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja dan menulis.

Anak sangat terlambat berbicara, mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata serta dalam mengingat nama huruf, angka dan

warna.

Mereka mengalami kesulitan dalam mencampur bunyi, mengiramakan kata, mengenali posisi bunyi dalam kata, memisahkan

kata ke dalam bunyi dan mengenali jumlah bunyi dalam kata.

Anak ragu dalam memilih kata, menemukan pengganti kata dan memberi nama huruf serta gambar.

Mereka keliru/bingung dalam mengenali kata atau huruf yang serupa; huruf d sering disebutnya sebagai huruf b.

Tes untuk disleksia sebaiknya dilakukan pada anak-anak yang:

- Tidak mencapai kemajuan dalam kemampuan mempelajari kata-kata pada pertengahan atau akhir kelas pertama

- Belum bisa membaca padahal berdasarkan kemampuan verbal maupun intelektualnya seharusnya sudah bisa membaca

- Lambat dalam belajar membaca

- Belum fasih berbicara.

Pengobatan yang terbaik adalah instruksi langsung, yang menggabungkan pendekatan multisensorik.

Jenis pengobatan ini terdiri dari pengajaran suara dengan berbagai isyarat, biasanya terpisah dan (jika memungkinkan)

merupakan bagian dari program membaca.

Instruksi tidak langsung juga bisa diterapkan. Biasanya terdiri dari pelatihan untuk mengucapkan kata atau pemahaman

membaca. Anak diajari bagaimana caranya untuk mengolah bunyi dengan mencampur bunyi untuk membentuk kata, dengan

memisahkan kata ke dalam huruf dan dengan mengenali posisi bunyi dalam kata.

diposting oleh dwi putri oktivia / 10505051 di 21.15

http://dwiputri14.blogspot.co.id/2010/04/gangguan-belajar.html

enin, 02 Juli 2012

BAHASA DAN OTAK

A. Struktur, Fungsi, dan Pertumbuhan Otak

Organ dalam tubuh kita yang mengatur langsung pikiran, emosi, dan motivasi kita. Otak merupakan pusat koordinasi
dalam tubuh. Otak berada di dalam tulang tengkorak dan dielubungi oleh jaringan yang disebut selaput meninges. Selaput ini
tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan terluar yang dekat dengan tulang,durameter; lapisan tengah, orachoid; lapisan dalam
yang melekat pada permukaan sumsum, piamete. Peradangan pada meninges dinamakan meningitis.
Besar otak kita kira-kira sebanding dengan sebuah jeruk manis yang besar, benda manakjubkan seberat satu setengah
kilogram ini sebagian besar terdiri atas air 78%, sedikit lemak 10%, dan sedikit protein 8%. Bagian terbesar, yang merupakan
porsi terbesar dari otak kita 80% disebut otak besar (cerebrum). Otak besar ini terdiri atas miliaran sel dan terbagi menjadi
dua bagian (hemisfer kanan dan kiri). Otak besar inilah yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi berpikir tingkatan tertinggi
dan pengambilan keputusan.

Otak manusia normal berwarna mendekati warna kulit putih manusia (flesh-colored) dan cukup lunak sehingga dapat
dipotong dengan menggunakan pisau roti, bagian terluar dari otak kita, cerebral cortex (bahasa Latin untuk kulit kayu atau
kulit buah) cukup berbeda, terlihat seperti lipatan-lipatan atau berkerut yang tebalnya kira-kira setebal kulit jeruk. Lapisan
pelindung dari kumpulan sel ini, kaya akan sel-sel otak, yang ukurannya mencapai sekitar satu halaman koran yang
dibentangkan. Fungsi pentingnya ditegaskan oleh fakta bahwa korteks merupakan tujuh puluh persen bagian yang
membentuk bagian saraf: sel-sel saraf ayau neuronini dihubungkan oleh hampir sekitar satu juta miliar serat saraf. Otak
manusia memiliki bagian terbesar dari korteks yang tidak terikat (tidak memiliki fungsi tertentu) dibandingkan spesies lainnya
yang ada di muka bumi ini. Hal ini memebrikan fleksibelitas dan kapasitas yang luar biasa bagi otak manusia untuk
pembelajaran.

Otak besar manusia terbagi menjadi empat bagian utama yang disebut lobus (lobe), yaitu lobus depan (frontal), lobus
tengah (parietal), lobus penglihatan (occipital), dan lobus pendengaran (temporalis). Lobus penglihatan (occipital) terletak
sedikit di belakang bagian otak dan terutama bertanggung jawab pada penglihatan. Lobus depan (frontal) terletak di wilayah
skitar kening dan punya andil terhadap tindakan-tindakan yang disengaja, seperti memberi penilaian, kreativitas,
menyelesaikan masalah, dan merencanakan. Lobus tengah (parietal) terletak pada bagian atas dari otak. Tugasnya adalah
memproses sesuatu yang berhubungan dengan sensori yang lebih tinggi dan fungsi-fungsi bahasa. Lobus pendengaran
(temporal) terletak di bagian kiri dan kanan berada di bagian atas dan sekitar telingan. Bagian ini terutama bertanggung jawab
terhadap pendengaranan, memori, pemaknaan, dan bahasa, meskipun ada beberapa fungsi yang saling tumpang tindih
antara masing-masing lobus ini (gambar 1).

Gambar 1

Struktur otak manusia

(Sumber: Eric Jensen, Brain-Based Learning, 2008)

Bagian otak tengah atau inti dari otak (kadang-kadang dirujuk sebagai otak tengah atau sistim limbik)
meliputi hipokampus, talamus, hipotalamus, danamigdala. Bagian ini adalah bagian yang menyumbang sekitar dua puluh
persen dari seluruh volume otak, bertanggung jawab atas tidur, emosi, atensi, pengaturan bagian tubuh, hormon, seksualitas,
penciuman, dan produksi kimiawi otak.

Otak tengah membantu mengontrol gerakan mata dan koordinasi. Di dalam otak tengah terdapat sistem pengaktif
retikularis (RAS, reticular activating system; disebut juga formasi retikularis), sebuah serabut neuron yang esensial bagi
pengaturan kesadaran (tidur, keterjagaan, bangun dari tidur dan bahkan perhatian pada sejumlah dan bagi fungsi-fungsi vital
seperti detak jantung dan pernapasan).

Sebenarnya, RAS juga meluas sampai otak belakang. Baik RAS maupun talamus esensial bagi kepemilikan kita terhadap
kesadaran alam sadar atau kemampuan mengendalikan eksistensi kita. Batang otak menghubungkan otak depan dengan saraf
tulang belakang. Struktur yang disebut pariaqueductal gray(PAG) terdapat di dalam batang otak ini. Wilayah ini tampaknya
menjadi kunci bagi jenis-jenis perilaku adaptif. Suntikan sejumlah asam amino yang dapat membangkitkan halusinasi atau
alternatifnya, stimulasi listrik ke area ini akan menghasilkan berbagai respons. Yang pertama adalah respons agresif dan
konfrontasi. Yang kedua adalah respons penghindaran atu melarikan diri. Yang ketiga adalah reaksi defensif yang tinggi. Dan
keempat adalah pengurangan reaksi seperti yang dialami setelah seseorang kalah bersaing, sebuah perasaan lemas dan tak
berdaya.

Para dokter menentukan batas kematian otak didasarkan pada fungsi-fungsi batang otak ini. Khususnya, seorang dokter
harus menentukan apakah batang otak sudah begitu rusak sehingga beberapa refleks kepala (contohnya refleks pupil) tidak
ada selama lebih dari dua belas jam. Atau otak menunjukkan tidak ada aktivitas listrik atau sirkulasi darah di dalamnya.

Selain itu, ada bagian yang disebut rostral anterior cingulated cortex (RACC). Bila RACC bekerja, orang cenderung akan
berpikir hal-hal indah yang mungkin akan terjadi di masa depan. Orang jadi bersemangat dan yakin bisa meraihnya.
Sebaliknya, bila RACC tidak bekerja, orang lalu berpandangan buruk, tidak yakin, dan tidak punya harapan. Hal itu juga
menyebabkan orang tidak memunyai semangat untuk melakukan berbagai hal bagi masa depannya ketika RACC-nya tidak
bekerja dengan baik.

Bagian dari otak yang kita kenal sebagai sisi dalam diri atau pemikiran sadar, tidak begitu jelas. Hal ini mungkin karena
kesadaran kita tersebut terletak di seluruh bagian korteks, atau mungkin terletak di dekat formasi jala di bagian atas batang
otak. Namun, ada beberapa ilmuwan yakin bahwa letak kesadaran itu adalah pada bagian kiri depan belahan otak
atau orbitofrontalcortex.

Korteks sensori (yang memonitor reseptor kulit) dan korteks motorik (yang dibutuhkan untuk bergerak) berbentuk
semacam pita kecil yang terletak melintasi bagian tengah atas otak di bagian lobus tengah (parietal). Di bagian bawah
belakang terdapat otak kecil (cerebellum), yang terutama bertanggung jawab atas beberapa aspek seperti keseimbangan,
postur, gerak motorik, musik, dan kognisi. Penjelasan lebih lanjut mengenai struktur dan fungsi yang ada pada otak dapat
dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1

Struktur dan fungsi bagian otak manusia

Struktur-struktur utama Fungsi dari struktur ini

Terlibat di dalam pencerahan dan pemrosesan


informasi indrawi, berpikir, proses kognitif
Kulit otak (lapisan terluar hemisfer otak)
lainnya, dan perencanaan serta pengiriman
informasi motorik
Ganglia basali (kumpulan nukleon dan
Krusial bagi fungsi sistem motorik
jaringan saraf)

Terlibat dalam pembelajaran, emosi dan


Sistem-sistem limbik (hipokampus, motivasi (detailnya, hipokampus memengaruhi
amigdala, dan septum) rasa marah dan agresi, dan septum
memengaruhi rasa marah dan takut)

Stasiun pemancar utama bagi informasi


sendorik yang datang menuju otak;
menyalurkan informasi ke wilayah kulit otak
yang tepat melalui urat-urat saraf yang
Talamus berangkat dari talamus ke wilayah-wilayah
spesifik korteks; memadukan sejumlah
nukleus yang menerima jenis-jenis spesifik
informasi sensorikdan menyalurkannya ke
wilayah kulit otak

Mengontrol sistem endokrin; mengontrol


sistem saraf otonom seperti regulasi suhu
tubuh internal, pengaturan indra pengecap dan
rasa haus, dan fungsi-fungsi kunci lainnya;
Hipotalamus terlihat di dalam pengaturan perilaku yang
terkait dengan kelangsungan hidup spesies
(berkelahi, makan, melarika diri, dan kawin);
terlibat di dalam emosi rasa senang, sakit, dan
reaksi terhadap tekanan dan stress

Terlibat di dalam penglihatan (khususnya


Kolikuli superioris (atas)
refleksi-refleksi visual)

Kolikuli inferioris (bawah) Terlibat di dalam pendengaran

Penting untuk mengontrol kesadaran (terjaga


Sistem pengaktifan retikularis (RAS; juga
dari tidur), atensi, fungsi kardiorespiratoris, dan
meluas sampai otak belakang)
gerak tubuh

Materi abu-abu, nukleus merah, nigra


Penting untuk mengontrol gerak tubuh
substantia, wilayah ventralis

Esensial bagi keseimbangan. Koordinasi dan


Serebelum
keharmonisan gerak otot
Terlibat di dalam kesadaran (tidur dan terjaga);
Pons (sampai ke area yang mengandung menjembatani transmisi neuron dari satu
RAS) bagian otak ke bagian lain; terlibat dengan urat-
urat saraf di wajah

Berfungsi sebagai titik persimpangan tempat


saraf mengarah silang dari satu sisi tubuh ke sisi
Medula oblongata otak sebaliknya (kontralateralis); terlibat di
dalam fungsi-fungsi seperti kardiorespiratoris,
pencernaan dan menelan

(Sumber: Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif, 2008)

B. Fungsi kebahasaan otak

Otak terdiri dari dua belahan (hemisfer) yakni, hemisfer kiri dan kanan. Fungsi otak kiri terutama berperan dalam
perkembangan bahasa dan bicara, karena mengatur kemampuan berbicara, pengucapan kalimat dan kata, pengertian
pembicaraan orang, mengulang kata dan kalimat, disamping kemampuan berhitung, membaca, dan menulis.

Fungsi otak kanan berperan dalam bahasa non verbal seperti penekanan dan irama kata, pengenalan situasi dan kondisi,
pengendalian emosi, kesenian, kreativitas, dan berpikir holistik.

Kedua belahan otak berhubungan melalui suatu jalinan serabut saraf, dan kerja sama terjadinya melalui suatu bagian
yang disebut korpus kalosum, walau pada kenyataannya dalam aktivitas tertentu hanya salah satu belahan otak yang
berperan (gambar 2).

Gambar 2

Hemisfer kiri dan kanan


(Sumber: Eric Jensen, Barin-Based Learning, 2008)

Perkembangan kedua belahan otak akan mengalami spesialisasi ataulateralisasi. Pada usia kurang lebih dua tahun,
hemisfer kanan lebih berkembang selanjutnya hemisfer kiri. Oleh karena itu, pada periode ini anak lebih sering menggunakan
tangan kirinya. Biasanya para orang tua mengarahkan agar menggunakan tangan kanan. Namun, bagi anak yang memunyai
kecenderungan kidal bila dipaksa pindah tangan akan mengalami gangguan berbahasa. Karena anak kidal fungsi bicara dan
bahasanya berasal dari hemisfer kanan.

Hemisfer kiri memang dominan untuk bicara-bahasa, tetapi tanpa aktivitas hemisfer kanan, maka seseorang akan
menjadi monoton tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat; tampak adanya emosi; tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa. Fungsi
bicara-bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal. Hemisfer kiri ini disebut dengan hemisfer dominan
bagi bahasa, dan korteksnya dinamakan korteks bahasa.

Hemisfer dominan secara morfologis lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih panjang. Hemisfer kiri memunyai arti
penting bagi bicara-bahasa, juga berperan untuk fungsi memori verbal. Sementara hemisfer kanan berfungsi untuk emosi,
lagu, isyarat (gesture), baik yang emosional maupun verbal.

C. Hemisfer dominan

1. Yule (1985) fungsi bagian tertentu pada satu daerah otak yang mengalami kerusakan akan digantikan oleh
penggantinya di bagian otak yang lain.
2. Whitaker (1977) menyatakan kandungan dalam otak yang menyusun perilaku manusia melibatkan
keterkaitan beberapa wilayah otak.
3. Krashen (1977) mengatakan bahwa meskipun terdapat keunggulan pada hemisfer kiri, tetapi tidak semua
aspek bahasa dibatasi pada hemisfer kiri itu. Lebih lanjut krashen mengatakan bahwa cara kerja hemisfer tertentu
pada setiap orang dapat bervariasi dalam dua hal berikut:
a. Orang-orang tertentu kemampuan berbahasanya dikendalikan oleh hemisfer kiri dan orang-orang tertentu lainnya oleh
hemisfer kanan.
b. Sebagian orang lebih cenderung pada penggunaan salah satu hemisfer kiri atau kanan, secara lebih siap untuk fungsi kognitif.

D. Daerah Broca

Proses dari mengidentifikasi bagian-bagian dari otak tersebut yang berhubungan di dalam bahasa dimulai pada tahun
1861, ketika Paul Broca, seorang ahli bedah otak Perancis, memeriksa otak dari pasien yang baru meninggal yang memiliki
penyakit yang tidak biasa. Terlebih dahulu dia telah dapat memahami bahasa berbicara dan tidak memiliki kerusakan motorik
dari mulut atau lidah yang mungkin memengaruhi kemampuannya untuk berbicara, baik dia dapat berbicara dengan kalimat
yang sempurna maupun dengan jelas menuangkan pikirannya ke dalam tulisan. Hanya melafalkan bunyi suku kata yang
dapat dia buat Tan, yang sampai digunakan sebagai namanya.
Gambar 3

Paul Broca dan otak milik Tan

(Sumber: http://thebrain.mcgill.ca, diakses 12 Juni 2012)

Ketika otak Tan diotopsi Broca, dia menemukan luka yang cukup besar di dalam kulit otak sebelah kiri. Sesudah itu, Broca
mempelajari delapan pasien lainnya, semuanya telah memiliki kekurangan bahasa yang serupa dengan luka di dalam lobus
depan hemisfer sebelah kiri mereka. Hal ini mendorongnya untuk membuat pernyataan terkenalnya Kita berbicara dengan
hemisfer sebelah kiri dan untuk mengidentifikasi, untuk pertama kalinya, keberadaan dari pusat bahasa di dalamnya yang
kemudian dari lobus depan hemisfer ini. Sekarang yang dikenal sebagai daerah broca, hal ini adalah fakta bahwa daerah
pertama dari otak yang dihubungkan dengan fungsinya secara spesifik dalam kasus ini adalah bahasa.

E. Daerah Wernicke
Sepuluh tahun kemudian, Carl Wernicke, seorang neurologis Jerman, menemukan bagian lainnya dari otak, yang satu
ini menyangkut di dalam memahami bahasa, yang kemudian dari lobus belakang hemisfer sebelah kiri. Orang yang memiliki
luka pada daerah ini dapat berbicara, tetapi kemampuan berbicara seringkali membingungkan dan tidak masuk akal.

Pengamatan Wernicke telah banyak sekali ditetapkan sejak itu. Para peneliti otak sekarang setuju bahwa yang
menjalankan sulcus lateral (juga dikenal sabagai celah dari Silvius) di dalam hemisfer sebelah kiri dari otak, di sana terdapat
simpul syaraf pendek yang menghubungkan keduanya di dalam memahami dan di dalam menghasilkan ujaran bahasa. Pada
daerah depan otak akhir dari simpulan ini berada di daerah Broca, yang mana biasanya dihubungkan dengan menghasilkan
bahasa, atau keluaran bahasa. Di akhir yang lain (lebih secara spesifik lagi, di dalam lobus belakang), berada daerah Wernicke,
yang mana dihubungkan dengan proses dari kata-kata yang kita dengar menjadi ujaran , atau masukkan-
masukkan bahasa. Daerah Broca dan Wernicke disambungkan oleh berkas syaraf fiber yang besar yang disebut
dengan arcuate fasciculus.

Gambar 3

Carl Wernicke dan otak yang rusak di daerah wernicke

(Sumber: http://thebrain.mcgill.ca, diakses 12 Juni 2012)


Simpulan bahasa ini telah ditemukan di dalam hemisfer sebelah kiri sekitar 90% dari orang sebelah kanan dan 70% dari
orang sebelah kiri, bahasa menjadi salah satu fungsi bahwa melakuan secara asimetris di dalam otak. Secara mengejutkan,
simpula ini juga ditemukan pada tempat yang sama di dalam orang tuli yang menggunakan bahasa simbol. Oleh karena itu,
simpul ini seharusnya tidak muncul menjadi spesifik untuk mendengar atau ujaran bahasa, tetapi agak lebih menjadi lebih
halus dihubungkan dengan apapun secara pemilihan bahasa individu yang terjadi dilakukan.

Masalah umum yang diceritakan di dalam percobaan lainnya untuk menentukan lokasi dari fungsi-fungsi otak bahwa
setiap otak itu unik. Hanya seperti setiap orang biasanya yang memiliki lima jari, tetapi jari-jari orang itu berbeda, semua otak
manusia memiliki struktur otak utama yang sama, tetapi ukuran dan bentuk dari struktur tersebut dapat bervariasi dari satu
orang dengan yang lainnya sebanyak beberapa milimeter. Ukuran rata-rata dapat digunakan, tentunya, di dalam
pembelajaran mengenai otak, tetapi sisa faktanya bahwa jenis yang sama dari luka tidak akan selalu karena secara tepatnya
jenis yang sama dari pengurangan di dalam beberapa perbedaan secara individual.

Tabel 2

Kerusakan pada daerah Broca dan Wernicke

Kerusakan daerah Broca Kerusakan daerah Wernicke


(apasia broca) (apasia wernicke)

Menghalangi seseorang untuk menghasilkan sebuah Kehilangan pemahaman kemampuan


ujaran berbahasa

Seseorang dapat berbicara dengan


sangat jelas, tetapi kata-kata yang
dibuat tidak masuk akal. Ini yang
Seseorang dapat memahami bahasa disebut dalam berbicara dengan salad
kata karena itu kelihatan kata-kata
semuanya dicampurkan seperti
sayuran di dalam salad.

Kata-kata tidak dibentuk dengan baik

Ujaran pelan dan menyatu

(Sumber: Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif, 2008)

Tidak hanya terdapat afasia wernicke dan broca saja tetapi masih ada beberapa macam afasia lainnya, yaitu afasia
anomik, afasia global, dan afasia konduksi, selain itu ada juga beberapa gangguan bahasa lainnya seperti disaatria, agnosia
atau dimensia, disleksia aleksia, disleksia agrafia dan stroke. Afasia anomik: kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari
lobus parietal dengan lobus temporal. Gangguan wicaranya tampak pada ketidakmampuan penderita untuk mengaitkan
konsep dan bunyi atau kata yang mewakilinya. Jadi, kalau kepada pasien ini diminta untuk mengambil benda yang bernama
gunting, dia akan bisa melakukannya. Akan tetapi, kalau kepadanya ditunjukkan gunting, dia tidak akan dapat mengatakan
nama benda itu.

Afasia global: pada afasia ini kerusakan terjadi tidak pada satu atau dua daerah saja tetapi di beberapa daerah yang lain;
kerusakan bisa menyebar dari daerah broca, melewati korteks motor, menuju lobus parietal, dan sampai ke daerah wernicke.
Luka yang sangat luas ini tentunya mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar. Dari segi fisik, penderita
bisa lumpuh di sebelah kanan, mulut bisa mencong, dan lidah bisa menjadi tidak cukup fleksibel. Dari segi verbal, dia bisa
kesukaran memahami ujaran orang, ujaran tidak mudah dimengerti orang, dan kata-kata dia tidak diucapkan dengan cukup
jelas.

Afasia konduksi: bagian otak yang rusak pada afasia macam ini adalah fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang
menghubungkan lobus frontal dengan lobus temporal. Karena hubungan daerah broca di lobus frontal yang menangani
produksi dengan daerah wernicke di lobus temporal yang menanganikomprehensi terputus maka pasien afasia konduksi tidak
dapat mengulang kata yang baru saja diberikan kepadanya. Dia dapat memahami apa yang dikatakan orang. Misalnya, dia
akan dapat mengambil pena yang terletak di meja, kalau disuruh demikian. Dia juga akan dapat berkata pena itu di meja,
tetapi dia tidak akan dapat menjawab secara lisan pertanyaan di mana penanya? Bisa terjadi, dia ditanya tentang A, yang
dijawab adalah tentang B, atau C.

Disaartria adalah gangguan yang berupa lafal yang tidak jelas, tetapi ujarannya utuh. Gangguan seperti ini terjadi karena
bagian yang rusak pada otak hanyalah korteks motor saja sehingga mungkin hanya lidah, bibir, atau rahangnya saja yang
berubah. Agnosia atau demensia adalah gangguan pada pembuatan ide. Penderita tidak dapat memfokuskan ide yang akan
dikatakan dengan baik sehingga isi ujaran bisa loncat-loncat ke sana kemari. Aleksia adalah hilangnya kemampuan untuk
membaca sedangkan agrafia adalah hilangnya kemampuan untuk menulis dengan huruf-huruf normal. Kedua penyakit ini
disebut pula sebagai disleksia.

Pengaruh stroke tidak terbatas hanya pada gangguan wicara saja. Ada gangguan-gangguan lain yang tidak langsung
berkaitan dnegan bahasa. Penderita apraksia, misalnya, tidak dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu (seperti
memindahkan mainan balok dari tempat A ke B), meskipun dia tidak menderita cacat lumpuh tangan.
Penderita ataksia kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan muskuler yang volunter.

F. Teori lateralisasi

Suatu teori yang dapat diatrik secara jelas adalah bahwa belahan korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab
untuk mengatur penyimpanan pemahaman dan produksi bahasa alamiah. Dalam studi neurolinguistik hal ini disebut
lateralisasi. Banyak pakar psikologi yang meragukan teori ini, bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di hemisfer kiri.
Mereka berpendapat bahwa seluruh otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan produksi bahasa.
Pendapat ini dalam psikologi disebut holisme. Namun demikian, dari bukti-bukti eksperimental yang dilakukan terhadap otak
yang normal (bukan otak yang rusak seperti yang dilakukan Broca dan Wernicke). Berikut beberapa ekspeimen yang pernah
dilakukan untuk menyokong teori laterlalisasi itu:

1. Tes menyimak rangkap (dichotic listening) oleh Broadbent (1954).

2. Tes stimulus elektris (electrical stimulation of brain) oleh Penfield dan Rasmussen (1951).

3. Tes grafik kegiatan elektris (electris-encephalo-graphy) oleh Schafer (1967).

4. Tes wada (amysal tes) oleh J.Wada (1959).

5. Teknik fisiologi langsung (direct physiological technique) oleh Chon (1971).

6. Teknik belah-dua otak (bisected brain technique).

G. Teori lokalisasi
Teori lokalisasi atau lazim disebut pandangan lokalisasi berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di
daerah Broca dan Wernicke. Selain laporan medis Paul Broca dan Carl Wernicke yang menyatakan bahwa pusat bahasa
terdapat pada hemisfer kiri, ada satu lagi laporan medis dari Geschwind (1968) yang menyatakan bukti yang sama.

Geschwind melaporkan kasus seorang wanita muda (22 tahun) yang keracunan karbon monoksida. Wanita itu dapat
diselamatkan, tetapi mengalami kerusakan otak yang berat. Selama dia sakit, wanita tersebut dama sekali tidak dapat
menggerakkan anggota tubuhnya sendiri, kecuali muut, lidah, dan mukanya. Meskipun pemahaman bahasanya dan produksi
bahasanya sedikit kurang. Setelah meninggal dan dibedah, ternyata seluruh otaknya telah rusak, kecuali medan-meda bahasa
pada hemisfer kiri yang hanya mengalami kerusakan ringan. Kasus ini juga membuktikan bahwa pada hemisfer yang kiri yang
hanya mengalami kerusakan ringan. Kasus ini juga menunjukkan bukti bahwa lokalisasi pusat-pusat bahasa terletak pada
hemisfer kiri.

Ada beberapa cara lain untuk menunjukkan teori lokalisasi ini. Antara lain sebagai berikut:

1. Teknik stimulus elektrik oleh Penfield dan Robert (1959).

2. Teknik perbedaan anatomi otak oleh Geschwind dan Levistsky (1968).

3. Cara melihat orak dengan positron emission tomography (PET).

H. Teori konvergensi bahasa

1. Setiap orang memiliki pola otak yang unik yang mendasari kemampuan berbahasa yang dimilikinya. Wanita
memiliki pola otak yang membuat IQ verbalnya lebih besar dibandingkan pria.
2. Bahasa pertama (bahasa ibu) seseorang berkaitan erat dengan jaringan sel saraf, sedangkan bahasa kedua
berkaitan dengan otak. Hal ini telah dibuktikan oleh mereka yang telah diserang stroke (gangguan pembuluh darah
otak).
3. Aspek-aspek lain dari kemampuan berbahasa seperti nomina dan verba ternyata diproses pada bagian otak
yang berbeda.
4. Dr. Antonio Damasio mengatakan otak memang memunyai lokasi khusus untuk memproses bahasa; tetapi
lokasi itu tidak merupakan organ bahasa yang mandiri dengan kotak-kotak tempat memproses bahasa. Ada lokasi
yang penting dalam memproses bahasa yang dikenal dengan wilayah konvergensi. Dalam wilayah itu tersimpan kunci
untuk memadukan komponen-komponen kata dan objek yang sudah tersebar luas dalam otak.

I. Otak pria dan wanita

1. Ukuran otak pria lebih besar antara 10-15% daripada otak wanita.
2. Otak wanita memiliki fungsi yang berbeda dibandingkan otak pria.
3. Otak wanita lebih banyak neuron daripada otak pria, hal ini dikaitkan dengan wanita yang mampu
menggunakan kedua hemisfernya ketika membaca atau melakukan kegiatan verbal lainnya. Sedangkan pria hanya
menggunakan sebelah saja (biasanya sebelah kiri). Dapat disimpulkan bahwa wanita lebih lincah soal verbal
dibandingkan pria.
4. Kemampuan wanita dalam memadukan banyak aspek kognitif dalam berpikir. Bukan hanya rasio, tetapi
emosi dan instingnya juga terlibat. Ada yang menyatakan ini sebagai intelegensi emosional, atau juga intuisi wanita.
Kemampuan intuitif ini tampaknya membuat wanita tidak tegas dalam membuat keputusan. Namun, sebenarnya
mereka lebih peka dan bisa melihat hal-hal yang tidak tampak oleh pria. Hal ini menyebabkan wanita tidak melihat
segala sesuatu apa adanya seperti pria.
5. Penglihatan wanita lebih tajam daripada pria. Begitu juga pendengarannya. Maka tak heran mengapa wanita
lebih peka pada malam hari dapat terbangun ketika mendengar tangisan sang bayi.
6. Wanita memliki ingatan yang lebih tajam dibandingkan dengan pria. Karena wanita lebih banyak mengingat
detail, asosiasi, dan pengalaman pribadinya dibandingkan pria.
7. Wanita lebih banyak menggunakan hemisfer kanan, maka mengaitkan data ke wilayah memori itu sudah
dialkukan secara otomatis.

J. Kaitan otak dengan bahasa

Orang sudah lama sekali berbicara tentang otak dan bahasa. Aristoteles pada tahun 384-322 Sebelum Masehi telah
berbicara soal hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui dilakukan oleh otak. Begitu pula pelukis terkenal Leonardo
da Vinci pada tahun 1500-an (Dingwall 1998:53). Namun, titik tolak yang umum dipakai adalah setelah penemuan-penemuan
yang dilakukan oleh Broca dan Wernicke pada tahun 1860-an. dari struktur serta organisasi otak manusia yang memegang
peranan penting dalam bahasa. Bagaimana persis kaitannya? Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka
bunyi-bunyi itu ditanggapi oleh lobus temporal, khususnya oleh korteks primer pendengaran. Di sini input tadi diolah secara
rinci sekali, misalnya, apakah bu yi sebelum bunyi /o/ yang didengar it memiliki VOT +60 milidetik, +20 milidetik, atau di antara
kedua angka ini.

Angka indek VOT ini penting karena kalau VOT-nya adalah +0 milidetik, maka bunyi itu pastilah vois seperti /b/ atau /g/;
kalau lebih dari +30 milidetik, pastilah itu bunyi tak-vois seperti /p/ atau /k/, dst. Korteks ini juga meneliti apakah urutan bunyi
adalah, misalnya, /p/, /o/, /s/ (pos) atau /s/, /o/, /p/ (sop).

Setelah diterima, dicerna, dan diolah seperti ini maka bunyi-bunyi bahasa tadi dikirim ke derah Wernicke untuk
diinterpretasikan. Di daerah ini bunyi-bunyi dipilah-pilah menjadi sukukata, kata, frasa, klausa, dan akhirnya kalimat. Setelah
diberi makna dan dipahami isinya, maka ada dua jalur kemungkinan. Bila masukan tadi hanya sekedar informasi yang tidak
perlu ditanggapi, maka masukan tadi cukup disimpan saja dalam memori. Suatu saat nanti mungkin informasi itu diperlukan.
Bila masukan tadi perlu ditanggapi secara verbal, maka interpretasi itu dikirim ke daerah Broca melalui fasikulus arkuat.

Di daerah broca proses penanggapan dimulai. Steelah diputuskan tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka daerah
broca memerintahkan motor korteks untuk melaksanakannya. Proses pelaksanaan di korteks motor juga tidak sederhana.
Untuk suatu ujaran ada minimal 100 otot dan 140.000 rentetan neuromuskuler yang terlibat. Motor korteks juga harus
mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapi juga urutan dari fitur-fitur pada tiap bunyi yang harus
diujarkan. Ambillah perkataan dia pada kalimat

(1) Dia belum pulang

Karena bunyi /d/ memunyai fitur [+vois], di samping fitur-fitur lain seperti [+konsonan], [+anterior], [-bilabial],
[+alveolar], [-nasal], maka korteks motor harus memerintahkan pita suara untuk bergetar 30 milidetik lebih awal daripada
perintah-perintah yang lain. Hal ini disebabkan karena pita suara letaknya paling jauh dibandingkan dengan alat-alat penyuara
yang lain. Sebaliknya, untuk bunyi /p/ pada kata pulang di kalimat (1) di atas, pita suara harus diperintahkan untuk bergetar
paling awal 25 milidetik setelah bunyi /p/ itu diucapkan. Ini untuk menjamin bahwa bunyi bilabial yang keluar itu benar-benar
/p/, dan bukan /b/.

Perpindahan dari bunyi /d/ ke /i/ dan kemudian ke /a/ untuk kata dia juga memerlukan koordinasi yang sangat akurat.
Ujung lidah yang menempel pada derah alveolar di mulut untuk bunyi /d/ yang kemudian harus dengan tepat berubah bentuk
menjadi lengkung dan tinggi-depan untuk /i/, misalnya, harus dikoordinasikan dengan rapi sekali sehingga hasilnya benar-
benar mencerminkan bunyi natif. Tanpa ketepatan ini maka pembicaraan akan kedengaran seperti orang asing.

Bila input yang masuk bukan dalam bentuk lisan, tetapi bentuk tulisan, maka jalur pemrosesannya agak berbeda.
Masukan tidak dianggap oleh korteks primer pendengaran, tetapi oleh korteks visual di lobus occipital. Masukan ini tidak
langsung dikirim ke daerah wernicke, tetapi harus melewati girus angular yang mengkoordinasikan daerah pemahaman
dengan daerah occiptipal. Setelah tahap ini, prosesnya sama, yakni, input tadi dipahami oleh daerah wernicke, kemudian
dikirim ke daerah broca bila perlu tanggapan verbal. Bila tanggapannya juga visual, maka informasi itu dikirim ke daerah
perietal untuk diproses visualisasinya.

K. Belajar untuk berbicara

Sekitar akhir dari tahun pertama mereka hidup, anak-anak menyadari bahwa mereka memiliki sudut pandang sendiri
dan mereka dapat berbagi dengan orang lain. Pada titik ini anak menjadi bagian subjektivitas dari dunia, di mana mereka tidak
lagi merespon semata-mata dari rangsangan di dalam, seperti lapar, atau dari luar, seperti senyum orang tua mereka, tetapi
juga dari konsepsi mereka sendiri dari mental orang lain di dunia.

Anak pada masa ini memahami bahwa kata-kata digunakan tidak hanya untuk memproduksi aliran kesenangan dari
suara, tetapi sebenarnya digunakan untuk menandakan sesuatu, sering kali sesuatu itu lupa. Demikian anak tidak lagi terjebak
dengan unsur-unsur kenyataan. Mereka dapat membentuk penafsiran mereka sendiri dari dunia.

Di sinilah konteks kejiwaan di mana anak berbicara kata-kata pertama mereka sendiri. Kata yang sangat pertama mereka
akan merujuk kepada orang yang mengesankan anak (ibu, ayah, nenek, dll.). Kata selanjutnya mengenai objek di dalam
keseharian mereka. Hanya setelah kata itu datang mengenai objek yang lupa untuk diri mereka sendiri dan lupa kepada orang
lain. Itu terjadi sekitar usia sepuluh bulan ketika bayi biasanya mengatakan kata pertama, biasanya mama atau papa,
jarang-jarang dapat dibedakan dari ocehan sekitar situ.

Pada usia satu tahun, bayi tahu segenggam penuh kata-kata, dan pada usia delapan belas bulan, dari 30-50 kata. tentu
saja, setiap anak menghasilkan kosakata pada langkah tersebut, dengan mempercepat proses secara umum jadi anak
mengetahui lebih dari 100 kata pada usia 12 bulan dan lebih 200 kata pada usia 2 tahun.

Gambar 4

Jumlah kira-kira kata dalam kosakata anak dari lahir hingga usia tiga tahun
(Sumber: http://thebrain.mcgill.ca, diakses 12 Juni 2012)

Pada usia dua tahun, anak hampir memahami keseluruhan dari bahasa yang mereka dengar, dan ketika mereka
menginginkan sesuatu, mereka meminta untuk itu dengan merumuskan permintaan secara lisan. Kalimat pertama anak yang
terdiri dari dua atau tiga kata dimulai untuk mengikuti aturan-aturan sintaksis, tetapi tidak termasuk kata ganti atau karangan,
dan mereka menggunakan kata kerja dengan sangat sederhana.

Dari usia dua hingga lima tahun, anak yang pandai sintaksis dari bahasa ibunya. Mereka melakukan itu juga tanpa pernah
belajar aturan-aturan secara eksplisit, tetapi dengan mudah melalui pembukaan menuju struktur biasa di dalam ujaran orang
lain. Salah satu bukti dari proses ini adalah bahwa kesalahan-kesalahan anak kecil membuat tahap ini sangat biasa menjadi
baik. sebagai contoh, setelah diamati bahwa kebanyakan bentuk kata kerja dari bentuk lampau (past tense) melalui
pendambahan dari bunyi -ed, anak mungkin akan mengatakan I goed daripada I went (saya telah pergi).

Pada saat usia tiga tahun, penyimpangan-penyimpangan makna anak-anak dari kata-kata yang dihilangkan hampir secara
lengkap, dan struktur dasar sintaksis subjek-predikat-objek berada di tempatnya. Kosa kata mereka sekarang termasuk
hampir 1000 kata, dan mereka telah pandai menggunakan kata ganti I (orang pertama tunggal). Anak pada usia ini sangat
suka mendengarkan cerita dan bertanya pertanyaan dan memulai untuk menceritakan sesuatu yang mereka telah lihat atau
lakukan.

Pada usia empat tahun, kata-kata anak sampai di dalam semburan kata-kata, diubah secara besar dari pertanyaan yang
takhenti-henti. Anak dapat berbicara sekarang mengenai konsep waktu (kemarin, hari ini, dan besok), dan mereka membuat
lebih dan lebih menggunakan kata depan. Demikian, pada usia empat tahun, komponen utama dari bahasa secara normal di
dalam tempat, dan juga itu pada usia ini bahwa kekacauan bahasa secara spesifik dapat dideteksi.
Pada usia lima tahun, secara relatif kata ganti dan konjungsi muncul. Anak dapat menafsirkan kata kerja dan dalam
penanganan bahasa secara umum lebih rumit, bahkan beberapa tetap melakukan ketidaksempurnaan sedikit. Anak juga
belajar untuk mengatakan sesuatu dalam cara yang lebih tepat untuk isinya. Mereka memeroleh kemampuan ini seperti
mereka mendapatkan keuntungan jauh dari persepsi milik mereka sendiri dan sadar bahwa orang lain tidak secara perlu
melihat dunia seperti yang mereka lakukan.
Pada usia enam tahun, anak menggunakan lebih dan lebih kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Kosakata mereka
sekarang berjumlah lebih dari 2.500 kata.

Meskipun beberapa variasi dari anak ke anak, pada rata-rata usia yang kemampuan memeroleh bahasanya beragam dan
berkelanjutan dalam yang diperoleh sisa terus-menerus dari satu kebudayaan selanjutnya. Sesuatu lain yang biasa kepada
semua kebudayaan bahwa kemampuan untuk belajar bahasa lainnya dengan sangat berkurang setelah masa remaja.

Anak memperoleh perasaan dari menjadi diri sendiri pada usia sekitar lima bulan, baik sebelum mereka belajar
berbicara.

http://myuniquecorn.blogspot.co.id/2012/07/bahasa-dan-otak.html

Dyslexia
Symptoms of dyslexia

The signs and symptoms of dyslexia differ from person to person. Each individual with the condition will have a unique
pattern of strengths and weaknesses.
Some of the most common signs of dyslexia are outlined below.

Preschool children
In some cases, it's possible to detect symptoms of dyslexia before a child starts school. Symptoms can include:
delayed speech development compared with other children of the same age (although this can have many different causes)
speech problems, such as not being able to pronounce long words properly and "jumbling" up phrases for example, saying
"hecilopter" instead of "helicopter", or "beddy tear" instead of "teddy bear"
problems expressing themselves using spoken language, such as being unable to remember the right word to use, or putting
together sentences incorrectly
little understanding or appreciation of rhyming words, such as "the cat sat on the mat", or nursery rhymes
difficulty with, or little interest in, learning letters of the alphabet

School children
Symptoms of dyslexia usually become more obvious when children start school and begin to focus more on learning how to read
and write.
Symptoms of dyslexia in children aged 5-12 include:
problems learning the names and sounds of letters
spelling that is unpredictable and inconsistent
putting letters and figures the wrong way round such as writing "6" instead "9", or "b" instead of "d"
confusing the order of letters in words
reading slowly or making errors when reading aloud
visual disturbances when reading for example, a child may describe letters and words as seeming to move around or appear
blurred
answering questions well orally, but having difficulty writing down the answer
difficulty carrying out a sequence of directions
struggling to learn sequences, such as days of the week or the alphabet
slow writing speed
poor handwriting
problems copying written language, and taking longer than normal to complete written work
poor phonological awareness and "word attack" skills (see below)
Phonological awareness
Phonological awareness is the ability to recognise that words are made up of smaller units of sound (phonemes) and that changing
and manipulating phonemes can create new words and meanings.
A child with poor phonological awareness may not be able to correctly answer these questions:
what sounds do you think make up the word "hot", and are these different from the sounds that make up the word "hat"?
what word would you have if you changed the "p" sound in 'pot' to an "h" sound?
how many words can you think of that rhyme with the word "cat"?
Word attack skills
Young children with dyslexia can also have problems with "word attack" skills. This is the ability to make sense of unfamiliar words
by looking for smaller words or collections of letters that a child has previously learnt.
For example, a child with good word attack skills may read the word "sunbathing" for the first time and gain a sense of the meaning
of the word by breaking it down into "sun", "bath", and "ing".

Teenagers and adults


As well as the problems mentioned above, the symptoms of dyslexia in older children and adults can include:
poorly organised written work that lacks expression for example, even though they may be very knowledgeable about a certain
subject, they may have problems expressing that knowledge in writing
difficulty planning and writing essays, letters or reports
difficulties revising for examinations
trying to avoid reading and writing whenever possible
difficulty taking notes or copying
poor spelling
struggling to remember things such as a PIN or telephone number
struggling to meet deadlines

Getting help
If you're concerned about your child's progress with reading and writing, first talk to their school teacher.
If you or your child's teacher has an ongoing concern, take your child to visit a GP so they can check for signs of any underlying
health issues, such as hearing or vision problems, that could be affecting their ability to learn.
If your child doesn't have any obvious underlying health problems to explain their learning difficulties, different teaching methods
may need to be tried, or you may want to request an assessment to identify any special needs they may have.
If you're an adult and think you may have dyslexia, you may want to arrange a dyslexia assessment through your local dyslexia
association.
Read more about diagnosing dyslexia.
http://www.cmft.nhs.uk/health-a-to-z?letter=D&path=articles/dyslexia/symptoms

Diagnosing dyslexia
The earlier a child with dyslexia is diagnosed, the more
effective educational interventions are likely to be.
However, identifying dyslexia in young children can be
difficult for both parents and teachers, because the signs and
symptoms are not always obvious.

If you're worried about your child


If you're concerned about your childs progress with reading
and writing, first talk to their teacher. You may also want to
meet with other staff in the school.
If there's an ongoing concern, take your child to visit a GP. It
may be that your child has health problems that are affecting
their ability to read or write. For example, they may have:
vision problems, such as short-sightedness or a squint
hearing problems, as the result of a condition such as glue ear
other conditions, such as attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
If your child doesn't have any obvious underlying health
problems to explain their learning difficulties, it may be that
they're not responding very well to the teaching method, and
a different approach may be needed.
Read about managing dyslexia for more information about
educational interventions that may help.

Dyslexia assessments
If there are still concerns about your childs progress after
they've received additional teaching and support, it may be a
good idea to have a more in-depth assessment.
This can be carried out by an educational psychologist
or appropriately qualified specialist dyslexia teacher.
They'll be able to support you, your child and your child's
teachers by helping improve the understanding of your
child's learning difficulties and by suggesting interventions
that may help them.
Requesting an assessment
There are various ways to request an assessment for your
child, although it can sometimes be a time-consuming and
frustrating process.
The first step is to meet your child's teacher and their
school's special educational needs co-ordinator (SENCO)
to discuss your concerns and any interventions that have
been tried already.
If your child continues to have difficulties despite
interventions, you can ask for them to be referred for
assessment by a local authority educational psychologist or
other specialist in dyslexia.
The Independent Parental Special Education Advice
(IPSEA) is an independent charity for parents of children with
special needs. Their website contains information about
steps you can take to have the needs of your child assessed.
Alternatively, you can approach an independent educational
psychologist or another suitably qualified professional
directly. You can find a directory of chartered
psychologists on the British Psychological Society's website.
You can also contact a national or local dyslexia association
for help arranging an assessment.
The assessment procedure
Before the assessment takes place, you and your child's
school may be sent a questionnaire that asks about your
child and related issues, such as their general state of
health, how well they perform certain tasks and what you
think needs to change.
The assessment itself may involve observing your child in
their learning environment, talking with key adults involved
with your childs learning and asking your child to take part in
a series of tests.
These tests may examine your child's:
reading and writing abilities
language development and vocabulary
logical reasoning
memory
the speed they can process visual and auditory (sound) information
organisational skills
approaches to learning

What happens afterwards


After your child has been assessed, you'll receive a report
that outlines their strengths and weaknesses, with
recommendations of what could be done to improve
areas they are having difficulties with.
Depending on the severity of your child's learning difficulties,
it may be possible for their difficulties to be managed through
an action plan drawn up for them and undertaken by their
school, called an individual education plan (IEP). This will be
reviewed with you and your child each term.
In a small number of cases, where a child's difficulties don't
improve and progress doesn't seem to be made, you may
want to request a fuller assessment that covers all aspects of
your child's development.
This would result in a more formal, legally binding
educational plan being drawn up for your child, known as an
Education Healthcare Plan (EHC). This sets out what your
child's educational needs are and the support required to
meet those needs in a document that is reviewed formally
every year.
Visit GOV.UK for more information about children with
special educational needs (SEN).
http://www.nhs.uk/Conditions/Dyslexia/Pages/Diagnosis.aspx

Learning Disability - Dyslexia


Membaca adalah jendela pengetahuan karena dengan membaca kita memperoleh berbagai macam pengetahuan.
Namun, ada salah satu masalah yang menyebabkan seseorang tidak dapat membaca, hal itu dikeranakan individu tersebut
mengalami gangguan membaca atau sering dikenal dengan sebutan disleksia. Gangguan ini tidak dipungkiri dapat
menghambat seseorang untuk membaca sehingga kurang dapat meningkatkan potensinya dan hal tersebut dibuktikan
dengan banyaknya penelitian yang meneliti tentang disleksia dikarenakan akibat dan dampak yang diperlihatkan oleh
penderitanya. Salah satu contohnya adalah seorang anak memiliki prestasi yang rendah di kelas padahal sebenarnya ia tidak
bodoh seperti yang dikatakan, hanya saja ia memiliki kesulitan dalam membaca sehingga secara tidak langsung berdampak
terhadap prestasinya di sekolah. Endah dan Ghozali (1984) menyimpulkan bahwa salah satu sebab kesukaran belajar atau
kesulitan belajar ialah kesukaran anak dalam membaca (disleksia). Sementara, Sidiarti (1984) menyebutkan salah satu gejala
klinis Disfungsi Otak Minor atauMinimal Brain Dysfunction (M.B.D) adalah kesulitan belajar yang spesifik dan salah satu
bentuk spesifik kesulitan belajar adalah disleksia (kesulitan membaca). Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan
Departemen Pendidikan Nasional (2007), disleksia diklasifikasi sebagai salah bentuk kesulitan belajar akademik. Disleksia
merupakan 80% dari kasus gangguan belajar dan terjadi pada individu-indvidu yang mengalami kesulitan membaca walaupun
mereka memiliki inteligensi rata-rata Miller-Medzon, (dalam Nevid, et al.,2005). Namun seperti yang telah diriwayatkan
dalam hadist riwayat Bukhari, bahwa Rasulullah SAW bersabda Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia
menurunkan juga obat untuk penyakit itu , (Hr Bhukari dalam http://www.wahdah.or.id/) dan hal itu dibuktikn dengan
benyaknya penelitian yang menyajikan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan tersebut dan Allah
SWT pun menegaskan dalam firmannya:

QS. al-Insyirah (94) : 5-6

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
QS. al-Anfal (8) : 28

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala
yang besar.

Gangguan membaca atau disleksia mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan keterampilan yang buruk
dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Disleksia diperkirakan mempengaruhi 4% dari anak-anak usia sekolah
(APA dalam Nevid, 2005). Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan kesulitan, dan mereka
mengubah, menghilangkan, atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan
menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan menerjemahkan menjadi suara yang tepat (Miller-
Medzon, dalam Nevid 2005). Mereka mungkin juga salah mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir balik (contohnya,
bingung antara w dan m) atau melihatnya secara terbalik (b untuk d).

Banyak penderita disleksia bervariasi sesuai dengan bahasa. Jumlah disleksia tinggi pada negara-negara berbahasa
Inggris dan Prancis, di mana bahasa tersebut memiliki banyak cara untuk mengeja kata-kata yang terdiri dari suara-suara yang
sama (misalnya, suara yang sama dari huruf o pada kata toe dan tow) dibandingkan dengan Italia, di mana resiko antara
jenis suara dan kombinasi huruf lebih kecil (Paulesu dalam Pinel, 2009). Berdasarkan uraian di atas, dengan adanya makalah
ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai disleksia.

Definisi

Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual
dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman (Pusat kurikulum Badan penelitian dan
pengembangan Departemen pendidikan nasional, 2007).

Disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang
tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani dys adalah
kesulitan untuk" dan lexis adalah "huruf" atau "leksikal"(http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia).

Disleksia adalah kesulitan patologis dalam membaca, yang bukan diakibatkan oleh defisit visual, motorik, atau
intelektual secara umum. Ada dua tipe disleksia yang berbeda secara fundamental: developmental dyslexia (disleksia
perkembangan), disleksia yang menjadi kasat mata ketika anak belajar membaca, danacquired dyslexia (disleksia yang
didapat), disleksia yang disebabkan oleh kerusakan otak pada individu-individu yang sudah bisa membaca. Disleksia
perkembangan adalah masalah yang meluas. Estimasi seluruh insiden disleksia perkembangan dikalangan anak-anak
berbahasa inggris berkisar antara 5,3% sampai 11,8% bergantung kriteria yang diterapkan untuk mengidentifikasi disleksia,
tetapi insidennya dua sampai tiga kali lebih tinggi di kalangan anak laki-laki daripada di kalangan anak perempuan (Katusic, et
al dalam Pinel, 2009). Sebaliknya, disleksia yang didapat relatif jarang.

Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran, inteligensinya normal,
dan ketrampilan usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor neurologis dan tidak dapat diatributkan pada
faktor kedua, misalnya lingkungan atau sebab sebab sosial (Corsini dalam Imandala, 2009).

Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang berinteligensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar
belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional (Guszak
dalam Imandala, 2009).

Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara
historis menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta
berkesulitan dalam mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. (Bryan & Bryan
dalam Imandala, 2009).
Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis terutama belajar mengeja secara betul dan
mengungkapkan pikiran secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal serta tidak memperlihatkan
keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya (Hornsby dalam Imandala, 2009).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa disleksia adalah kesulitan membaca di mana
penderitanya kesulitan untuk mempelajari komponen-komponen kata padahal secara inteligensi dan keterampilan memiliki
kapasitas yang sesuai untuk membaca yang mana penyebab dari gangguan ini bisa berasal dari faktor neurologis maupun
faktor lingkungan.

Endang dan Ghozali (1984) mengkategorikan kesukaran membaca (disleksia) dibagi 2 macam

Disleksia primer

Ciri-ciri: Ada kesukaran membaca terutama dalam mengintegrasi simbol-simbol huruf atau kata-kata, disebabkan
kelainan biologis dan tidak didapatkan kelainan saraf yang nyata.

Disleksia Sekunder

a. Kemampuan membaca terganggu karena dipengaruhi oleh kecemasan, depresi, menolak membaca, kurang motivasi belajar,
gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian.

b. Sebenarnya dasar teknik kemampuan membaca masih baik (intak), tetapi kemampuan membaca tersebut digunakan secara
kurang efektif karena dipengaruhi faktor emosi.

c. Kadang-kadang anak dibawa ke dokter bukan karena keluhan tak dapat membaca tetapi karena keluhan:

1. Penyesuaian diri yang buruk

2. Kenakalan

3. Tidak mau pergi ke sekolah

4. Neurosa N

5. Gangguan psikosomatik, dan sebagainya.

Dalam Model Kurikulum Bagi Peserta Didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2007). Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca (disleksia) di antaranya
berupa:

a. Penambahan (Addition)

Menambahkan huruf pada suku kata

Contoh : suruh disuruh; gula gulka; buku bukuku

b. Penghilangan (Omission)

Menghilangkan huruf pada suku kata

Contoh : kelapa lapa; kompor kopor; kelas kela

c. Pembalikan kiri-kanan (Inversion)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kirikanan.

Contoh : buku duku; palu lupa; 3 ; 4

d. Pembalikan atas-bawah (ReversalI)


Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atasbawah.

Contoh : m w; u n; nana uaua; mama wawa; 2 5; 6 9

e. Penggantian (Substitusi)

Mengganti huruf atau angka.

Contoh : mega meja; nanas mamas; 3 8

Sebab-sebab

Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, namun ada beberapa faktor penyebab disleksia itu
sendiri, yaitu;

1. Faktor keturunan dan biologis

Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara
otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian Bradford (1999) di
Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau
latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang
kidal (http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05228-02.htm).

Shaywitz dan Mody (2006), mengemukakan bahwa adanya gangguan pada belahan orak kiri system saraf posterior pada
anak dan remaja penderita disleksia saat mereka mencoba membaca.

Disleksia lebih besar kemungkinan ditemui pada kembar identik daripada kembar fraternal, sekitar 70% vs. 40% (Plomin
dkk, 1994) dan mereka yang memiliki orang tua disleksia akan beresiko lebih besar untuk memiliki gangguan tersebut (Volger,
DeFris, dan Decker, 1985 dalam Pinel 2009).

2. Problem pendengaran sejak usia dini

Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat
mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya
dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.

Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan
kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka
panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah
diperlukan (http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05228-02.htm).

3. Faktor kombinasi

Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan
faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah,
hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.

Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari
mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama
otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.

Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia.
Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran
lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-
huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata (http://www.tabloid-
nakita.com/Panduan/panduan05228-02.htm).
4. Faktor budaya

Paule (dalam Pinel, 2009) berasumsi bahwa disleksia perkembangan tidak mungkin merupakan sebuah gangguan otak
karena dipengaruhi oleh budaya dan berdasarkan temuan mereka bahwa sejumlah penutur bahasa inggris yang di diagnosis
disleksia sekitar dua kali lebih banyak dibanding penutur bahasa italia.

Perspektif aliran-aliran

Pendekatan Humanistik

Dalam Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar (2007), pendekatan humanistik merupakan
pandangan yang berusaha memahami manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal yang patut menjadi
perhatian dalam pendekatan humanistik adalah:

Kebutuhan individu

Potensi diri

Pengembangan harga diri

Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam kebutuhan ini perlu diperhatikan, agar potensi individu
dapat berkembang secara optimal. Menurut Maslow, kebutuhan dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga diri,
kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri, karena keunikannya, seorang individu memiliki kebutuhan
yang berbeda dengan individu lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi. Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi
setiap individu perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap individu, pengarahan diri dapat
dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari individu lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan.
Dengan harga diri yang tinggi, diharapkan nantinya individu lebih memiliki kesediaan belajar dan mengembangkan diri.

Tujuan dari pendekatan humanistik pada dasarnya untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi seluruh kemampuan
individu. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan sikap empatik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
optimal. Dengan demikian, individu dapat belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang
menyenangkan.

Gejala

Kriteria diagnostik gangguan membaca (disleksia) berdasarkan DSM IV-TR :

a. Pencapaian membaca, seperti yang diukur dengan standar tentang akurasi dan pemahaman membaca yang diberikan secara
individual, adalah secara substansial di bawah dari yang diharapkan menurut umur kronologis, inteligensi yang diukur dan
pendidikan yang sesuai dengan umur orang tersebut.

b. Gangguan pada kriteria A secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang
membutuhkan keterampilan membaca.

c. Apabila terdapat deficit sensoris, kesulitan membaca adalah secara jelas melebihi dari yang biasanya berhubungan
dengannya.

Gejala-gejala, dilihat dari 2 karakteristik disleksia yang dikemukakan oleh Endang dan Ghozali (1984) :

1. Disleksia Primer

Disebabkan oleh kelainan biologis dan tidak didapatkan kelainan saraf yang nyata. Gejala-gejalanya :

a. Sukar berpikir abstrak,

b. Sukar membuat konsep berpikir, untuk ukuran panjang, jumlah dan waktu,
Contoh kalimat:

1) Rata-rata tinggi orang wanita Amerika 2 meter

2) Hari natal pada bulan Juli

3) Musim hujan pada bulan Mei

4) Penduduk Indonesia: 10 juta.

c. Sukar membedakan skema atau anggota badan sebelah kanan atau kiri.

d. Dapat mengulang Alfabet tetapi tak dapat merangkai suku kata untuk membuat kata atau kalimat.

e. Dapat menyebutkan atau membunyikan beberapa kata tetapi tidak dapat mengerti artinya atau menggambarkan maknanya.

f. Kecakapan berhitung atau matematika jauh lebih baik dari-pada membaca.

g. Kemampuan ketrampilan motorik lebih baik daripada kemampuan verbal.

h. Sukar membedakan huruf: d, b, p

i. Membaca kata: dor, dir sama saja tanpa berbeda.

j. Menyusun kata terbalik-balik (reversal) atau susunan kata tak teratur.

Contoh : Mandi Madin atau Mnadi

Negro Nergo atau Nrego

Pada disleksia primer dengan gejala sukar membaca, dikte dan merangkai suku kata, meskipun kemampuan berhitungnya
baik tetapi lama-lama kemampuan berhitung pun terganggu karena soal berhitung juga memakai kalimat. Anak ini sukar
membaca kata-kata dalam kalimat, juga sukar mengartikan kalimat sehingga timbul kesukaran belajar.

2. Disleksia Sekunder

Disebabkan oleh kemampuan membaca yang terganggu karena dipengaruhi oleh kecemasan, depresi, menolak
membaca, kurang motivasi belajar, gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian. Gejala-gejala :

a. Pada saat membaca kadang-kadang penderita dapat membaca dengan baik, kemudian berhenti, lalu membaca banyak salah.

b. Membaca lalu berhenti, atau banyak salah biasanya karena isi bacaan mirip dengan konfliknya/ketegangannya atau anak
teringat akan konfliknya/ketegangannya.

et

Disleksia biasanya tampak pada usia 7 tahun, bersamaan dengan kelas 2 SD, walaupun kadang-kadang sudah dikenali
pada usia 6 tahun. Anak-anak dan remaja dengan disleksia cenderung lebih rentan terhadap depresi, memiliki self-worth yang
rendah, merasa tidak kompeten secara akademik, dan menunjukkan tanda-tanda ADHD (BNoetsch, Green, dan Penningtin,
dalam Pinel, 2009).

. evalensi

Lebih banyak anak laki-laki yang memperoleh diagnosis gangguan membaca daripada anak perempuan, tetapi perbedaan
ini mungkin lebih disebabkan oleh adanya bias dalam mengidentifikasi gangguan terhadap anak laki-laki daripada oleh
perbedaan gender dalam jumlah gangguan ini (APA dalam Nevid, 2005). Anak laki-laki dengan disleksia cenderung lebih besar
kemungkinannya untuk menjalani evaluasi. Penelitian yang dilakukan secara cermat menemukan jumlah yang setara dari
gangguan ini baik pada anak laki-laki maupun perempuan (APA;Shaywitz dalam Nevid, 2005). Endang dan Ghozali (1984)
menyatakan bahwa 10% dari anak dengan inteligensi normal menderita disleksia primer. Perbandingan anak laki-laki : anak
perempuan = 5 : 1.

Terapi

Anak dengan disleksia primer perlu bimbingan khusus untuk diajar membaca. Untuk itu anak perlu ditempatkan
pada Remedial Teaching yang akan mengajar anak dalam 3 hal, yaitu:

A. Menggunakan ketajaman penyerapan panca indera, terutama ketajaman penglihatan, perabaan, skema badan.
1. Pengelihatan

a. Disuruh meniru bentuk-bentuk geometrik, bila bentuk geometrik yang ditiru sudah benar, anak disuruh menggambarkan
masing-masing bentuk geometrik tersebut tanpa contoh. Misalnya: Coba gambar bentuk segitiga, bulatan, persegi panjang,
bujur sangkar dan sebagainya.
b. Ditanya beda bentuk yang satu dengan yang lain (visual figure-back ground perception). Diminta untuk meniru garis-garis
yang menghubungkan titik-titik (spatial relationship).
c. Ditanyakan pada anak (position in space).
2. Pendengaran,
a. Anak disuruh menirukan nada tinggi dan nada rendah
00
do do, do/ ' re 7 mi
b. Anak disuruh menirukan kata-kata:
bar-dar, dor-tor, stop-top taman-tamat, parit-parut muda-mudi, bolak-balik
c. Dilatih diskriminasi irama dalam nyanyian, sajak-sajak, perabaan. Diminta untuk meraba benda:
a. Bundar: bola
b. Kotak persegi panjang
c. Kubus:
d. Tabung bulat uan sebagainya.
e. Ditanya apakah bentuk benda ini, sesudah benda tersebut diraba
f. Bundar, tabung, kubus, kotak dan sebagainya.

3. Skema badan, posisi anggota badan:


a. Ditanya mana: telinga kiri, tangan kanan, mata kiri, telinga kanan.
b. Coba ditarik : tungkai ke muka, tungkai ke belakang, lengan ke samping kanan/kiri, lengan ke atas, lengan ke bawah
dan sebagainya.
c. Dihitung semua jumlah jari jari, yang mana ibu jari, jari manis, jari kelingkung, jari telunjuk, jari tengah.
B. Mengembangkan integrasi dua atau tiga macam penyerapan : penglihatan, perabaan, dan pendengaran.

Contoh: lonceng berlagu -- bentuk bulat.

Ditanya : benda apa ini? -- coba raba.

Bentuknya bagaimana? -- coba tirukan lagu benda ini!

C. Mengembangkan kemampuan bahasa: bahasa reseptif, dan bahasa ekspresif.

Latihan:

a. Bahasa reseptif: mengerti isi kalimat atau isi cerita.

b. Bahasa ekspresif: menceritakan kembali isi cerita, mengutarakan maksud hati atau isi pikirannya.

Untuk disleksia sekunder karena dasar kemampuan membaca sebenarnya baik, pengobatan terutama ditujukan untuk
menghilangkan gangguan emosi atau tingkah lakunya, yang biasanya dapat ditangani oleh seorang psikolog atau psikiater.
Latihan membaca atau menulis dapat dilakukan di tempat Remedial Teaching. Kemajuan biasanya cepat karena dasar
kemampuan membacanya memang masih baik.

H. Prevensi

Deteksi dini dengan memberikan tes Comprehensive Test Of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik,
analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.

I. Kualitas Hidup

Louis Barnett, Penderita Disleksia dan Dispraksia yang Sukses Jadi Pengusaha Cokelat terpaksa meninggalkan bangku
sekolah karena menderita disleksia dan dispraksia.Namun,siapa sangka,tanpa bekal pendidikan formal dan otak yang
normal,remaja yang kini berusia 18 tahun itu sukses berbisnis cokelat di Inggris.

Kesuksesan Barnett tidak diraih dengan gampang.Sebagai manusia yang tidak bisa hidup normal, remaja asal
Kinver,Staffordshire, Inggris ini harus berjuang keras untuk meraih kesuksesan yang saat ini dinikmatinya. Saat bersekolah,
Barnett sebenarnya terbilang sangat luar biasa dalam soal urusan kosakata dan pengetahuan umum.Namun, dia memiliki
masalah besar dengan konsentrasi sehingga tidak bisa belajar matematika, menulis, dan sering sekali tak mengacuhkan
temannya karena kurang pemahaman dari teman-temannya itulah Barnett sering terlibat dalam perkelahian dan menjadi
korban kekerasan serta pelecehan teman-temannya.Orang tua Barnett, Phil dan Mary, kemudian memutuskan untuk
mengambil alih pendidikan Barnett secara pribadi karena mereka terus mendapat keluhan dari sekolah dan orang tua murid.
Mereka memilih untuk menyekolahkan Barnett lewat home school dengan memanggil guru privat bernama Jan.

Phil dan Mary juga memeriksakan kelainan konsentrasi Barnett kepada psikolog. Lewat konsultasi dan pemeriksaan,
Barnett diketahui menderita disleksia dan dispraksia. Dispraksia merupakan penyakit gangguan otak yang mengakibatkan
penderitanya tidak bisa menentukan koordinat arah dan gerakan tubuh dengan baik. Penderita gangguan ini kesulitan
melakukan aktivitas sederhana yang dilakukan manusia normal seperti berpakaian, mengikat tali sepatu, bahkan memegang
pensil. Dari kecil, Louis tidak pernah berhenti menanyakan sesuatu. Umur enam bulan dia sudah belajar berbicara dan usia
satu tahun dia sudah menanyakan mengapa ada lampu merah. Secara kecerdasan, dia memang tumbuh lebih cepat dari anak
sebayanya,tapi dia justru sangat lamban dalam pembelajaran aktivitas sehari-hari menurut ibunya Mary yang mengaku butuh
waktu tiga bulan hanya untuk mengajari Barnett memegang pensil.

Setelah keluar dari sekolah, Barnett sempat menjadi relawan di sebuah pusat penangkaran burung elang selama 18 bulan.
Suatu hari, remaja kelahiran 2 November 1991 ini membeli buku berjudulBelgian Chocolate Cakes and Chocolate di dekat
pusat penangkaran itu. Sang guru privat yang melihat buku itu menyadari minat besar Barnett pada cokelat. Dia pun kemudian
meminta Barnett membuat cokelat untuknya. Berawal dari cerita Jan (guru privat) dan cerita mulut ke mulut orang-orang
dekatnya, kelezatan cokelat buatan Barnett semakin terkenal dan dia pun semakin sering dimintai pesanan untuk membuat
cokelat. Saat pesanan membludak menjelang Natal 2005,dia pun memutuskan untuk membuka pabrik cokelat sederhana di
garasi sang ayah.

Dengan bermodal 5.500 poundsterling (Rp93.500.000) yang diperoleh dari pinjaman bank dan kakeknya, Barnett memulai
usahanya pada usia 14 tahun. Sebelum membuka usahanya, Barnett bercerita bahwa dia harus mencicipi 100 jenis cokelat
untuk memilih bahan terbaik karena menderita disleksia, Barnett tidak bisa melafalkan chocolate dengan benar dan
mengejanya dengan chokolit.

Ejaan inilah yang kemudian menjadi nama pabrik cokelat buatannya, hanya butuh waktu satu tahun bagi Barnett untuk
memasarkan produknya hingga bisa menembus jaringan dua supermarket besar Inggris Sainsbury dan Waitrose. Barnett
adalah penggemar makanan apa pun dan selalu ingin tahu dari mana dan bagaimana makanan itu terbuat? Orang tuanya
selalu mengatakan bahwa Barnett bisa menjadi apa pun yang saya inginkan dan itu sangat mendorong ia untuk mendalami
bisnis ini. Saat mencoba memasarkan produknya lebih luas, Barnett menemui kesulitan dalam mencari kotak cokelat yang
menarik dan unik.Dia pun memutuskan untuk membuat kotak sendiri yang menjadikan produk cokelatnya semakin laris dan
banyak dicari. Kini,dia sudah memproduksi 40.000 bungkus cokelat tiap tahun dan sanggup memasarkan cokelatnya hingga
Swedia dan Prancis. Kotak-kotak pembungkus buatan Barnett juga laku keras.

Kisah sukses Barnett kemudian menjadi pembicaraan.Perdana Menteri Inggris Gordon Brown dan tokoh oposisi David
Cameron bahkan tak ragu-ragu mengungkapkan kekagumannya kepada Barnett. Mereka menilai Barnett sebagai panutan
yang pas bagi generasi muda Inggris. Barnett juga sudah membuktikan bahwa manusia tak normal seperti dirinya pun bisa
sukses.

Meski muda dan sudah sukses, Barnett tidak lupa kepada sesama. Ia juga memiliki kepedulian besar terhadap lingkungan.
Selain menyisihkan pendapatannya untuk menggalang dana demi penyelamatan orang utan Sumatera, dia juga menolak
penggunaan minyak sawit dalam produk cokelatnya karena perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu penyumbang besar
kerusakan hutan.

KESIMPULAN

Disleksia adalah kesulitan membaca di mana penderitanya kesulitan untuk mempelajari komponen-komponen kata
padahal secara inteligensi dan keterampilan memiliki kapasitas yang sesuai untuk membaca, yang mana penyebab dari
gangguan ini bisa berasal dari faktor neurologis maupun faktor lingkungan.

Walaupun telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap kasus disleksia, namun kontroversi tentang penyebabnya
masih menjadi polemic diantara peneliti tersebut.

Penanganan yang dilakukan untuk penderita disleksia dengan cara Remedial Teaching sudah efektif menangani
sebagian atau keseluruhan masalah gangguan disleksia, hanya saja kelemahan dari cara ini adalah waktu yang dibutuhkan
untuk menerapkan cara itu sangat lama.

Dalam makalah ini masih kurangnya referensi mengenai perspekif psikologi yang membahsa tentang disleksia,
dikarenakan pandangan terhadap gangguan disleksia merupakan gangguan neurologis. Namun dampak dari gangguan
disleksia ini, dapat mempengaruhi perilaku. sementara yang kita ketahui, psikologi itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari
tentang mental dan perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

______Kriteria Diagnostik DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder Revision)
ndah dan Ghozali W.(1984). Kesukaran Pelajar. Cermin Dunia Kedokteran No. 35 hal. 40-45.

ammond J., and Hercules F. Ebook : Understanding Dyslexia. Schotish Higher Education Funding Council. ISBN : 0 901904 72
4. From www.vu.ac.be/download/dyslexia.pdf

ttp://e-quran.sourceforge.net/chapter/008.html
ttp://e-quran.sourceforge.net/chapter/094.html

ttp://iimimandala.blogspot.com/2009/02/remedial-membaca-dengan-metode-fernald.html

ttp://www.pkplk-plb.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10807
ttp://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05228-02.htm
ttp://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1482&Itemid=188
evid J. S., Rathus S. A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi 5 Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

inel J. P. J. (2009). Biopsikologi Edisi 7. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

usat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Model Kurikulum Bagi Peserta
Didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar dari www.puskur.net/download/prod2007/13_model kesulitan belajar. pdf

ekartini Rini.2007.deteksi dini dan tatalaksana disleksia pada


anak.http://www.halalguide.info_PDF_POWERED_PDF_GENERATED 23 February, 2007

haywitz E. S., Mody M., & Shaywitz B. A. (2006). Neural Mechanisms in Dyslexia. Current Directions in Psychological Science
volume 15 number 6, 278

diarto L. .(1984). Disfungsi Otak Minor Kesulitan Belajar Ditinjau Dari Segi Neurologis . Cermin Dunia Kedokteran No. 34 hal. 12-
14.

http://psychologikers-arumriesta.blogspot.co.id/2011/12/learning-disablity-dyslexia.html

Disleksia
Masihkah kalian berfikir bahwa seseorang yang tidak bisa membaca itu disebut orang bodoh? Orang yang tidak pintar? Orang yang tidak
sukses? Bagaimana dengan ilmuwan terkenal sepanjang sejarah Albert Einstein yang menciptakan formula relativitas? Bagaimana dengan
petinju tersohor Muhammad Ali? Bukankah mereka salah dua orang hebat di dunia? Kedua orang tersebut mengalami gangguan membaca,
yakni disleksia (Davis Dyslexia Asssociation International, 2014). Ya, anggapan negatif diatas tentu saja harus dihapuskan. Banyak orang
yang tidak bisa membaca bisa sukses dalam karirnya. Bahkan bisa menjadi tokoh terkenal di dunia seperti mereka. Sebelum kita memberi
label negatif kepada seseorang, alangkah baiknya kita mencari tahu adakah faktor penyebabnya. Kita tahu segala tindakan kita adalah hasil
dari proses kognitif, tidak terkecuali saat kita berbicara, menulis atau membaca. Jadi, sebaiknya kita mengenal proses kognitif yang dialami
penderita. Nah kali ini saya ingin memaparkan sedikit ilmu saya tentang proses kognitif saat membaca dan salah satu contoh gangguannya,
disleksia.

Tahukah kalian kalau saat kita membaca mengalami proses kognitif yaitu interaksi mengidentifikasikan simbol bahasa dan ingatan yang
terjadi di dalam otak kita, tepatnya di hemisfer kiri bagian Broca dan Wernickle yang berfungsi sebagai pusat pemahaman bahasa (Pinel,
2009). Kerusakan Wernickle ini yang mengakibatkan kita tidak bisa memahami orang berbicara dan tulisan. Ada beberapa gangguan dalam
bahasa, seperti apashia, dislexia, hyperlexia, dan lainnya (Pinel, 2009).

Bahasa sendiri merupakan simbol yang digunakan manusia untuk berkomunikasi baik dalam bentuk bunyi (bicara) maupun tulisan
(bacaan). Unsur terkecil dari bahasa adalah kata, kemudian kalimat, dan paling kompleks adalah sebuah paragraf. Bahasa memiliki tiga
struktur yaitu fonem (bunyi), morfem (makna), dan sintak (struktur kalimat) (Gross, 2012; dan Solso, 1995).

Menurut Brown (2007) untuk dapat memahami bacaan kita harus dapat mengenali kata dengan maknanya, kita juga mampu
membedakan bunyi yang berbeda dalam kata yang sama atau berbeda (seperti kata bank dengan bang atau apel [buah] dengan apel
[upacara]), dan kita bisa memakai fungsi sintaksis dan semantik dengan benar.
Nah sekarang saya akan member contoh kasus disleksia. Kisah ini saya dapat dari penelitian yang dilakukan oleh Friedmann dan Nachmann
(2004)

Friedmann dan Nachmann menemukan seorang anak Ibrani berusia 10 tahun yang mengalami neglect dyslexia yakni kesulitan dalam
membaca tetapi ia tidak kelihatan seperti mengalami gangguan klinis neglect visual. Sebut saja dengan NT (nama diinisialkan). NT
seorang bertangan kidal yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Ibrani asli. Sebelum bertemu dengan Friedmann dan
Nachmann yang artinya selama 9 tahun hidupnya, NT tidak teridentifikasi adanya permasalahan bahasa dalam dirinya. Hal ini
disebabkan tidak atau kurangnya kesadaran masyarakat sekitar yang mengerti dan memahami gangguan ini.

NT mengalami kesulitan dalam penamaan warna, sedikit kesulitan dalam menemukan kata yang ingin diucapkan, dan dalam orientasi
kiri-kanan. NT bisa mengenali nomor tapi kemampuan matematika agak rendah untuk usianya. Kesadaran fonologinya terbatas pada
suku kata dan rime dan tidak mencapai tingkat fonem (tidak mengherankan mengingat NT sangat kesulitan dalam membaca), dia merasa
sulit untuk berkonsentrasi di kelas (dengan diagnosis umum ADHD), dan frustrasi oleh kesulitan dalam sekolah, terutama dalam
membaca dan menulis. Meskipun sangat kesulitan dalam kata-kata, ia tidak menunjukkan kesulitan yang sama pada objek dan angka,
menyalin dan menggambarkan mereka dengan baik

Menurut hasil MRI scan, menunjukkan tidak adanya kerusakan menunjukkan tidak ada lesi fokal dan tidak ada kelainan pada bagian
otaknya. Namun, menurut laporan orang tua dan guru-guru NT, dalam masa perkembangan awalnya mengalami kelambatan dalam
berbicara. Ketika berusia satu sampai dua tahun, NT baru bias mengucapkan satu kata satu kata kemudian ketika berusia 3 tahun baru
NT dapat mengucapkan kalimat dan ketika berusia 5 tahun NT diberikan terapi bicara oleh orang tuanya.

Ketika sedang di tes, NT terlihat seperti seorang anak yang pintar dan cerdas serta memiliki kemampuan social yang cukup tinggi. Ia
dapat belajar meski dalam ketidakmampuan belajar dan setiap minggu ada sesi terapi bicara.

Dari kisah NT jelas terlihat bahwa anak disleksia terlihat sama saja dengan anak normal lainnya. Seorang anak disleksia tidak
berhubungan dengan intelegensinya sehingga ia bukanlah seorang anak bodoh, hal ini terlihat dari hasil penelitian friedmann dan Nachmann
bahwa NT merupakan anak yang cerdas dan mempunyai kemampuan social yang tinggi. Seorang disleksia hanya seorang yang mengalami
kesulitan dalam bahasa (membaca atau menulis) dan juga cenderung mengalami gangguan ADHD karena frustasi belajar dan kesulitan
dalam membaca dan menulis tersebut. Disleksia sendiri bisa terjadi akibat dua factor, yaitu akibat cedera otak dan kedua karena keturunan.
Dalam kasus NT, dilihat dari tidak adanya kelainan dalam hasil MRI scan dan ia tidak pernah mengalami cedera otak atau penyakit berat
lainnya, kemungkinan factor penyebab disleksianya adalah factor keturunan. Tetapi, masyarakat sekitar NT kurangnya kesadaran memahami
dan mengerti tentang gangguan ini sehingga baru NT saja yang teridentifikasi.

Jadi, salah satu gangguan yang dialami manusia dalam bahasa adalah disleksia yakni kesulitan individu dalam membaca atau menulis.
Banyak masyakarat yang salah mengartikan anak disleksia seorang yang bodoh padahal anak disleksia tidak ada hubungannya dengan
intelegensi. Seharusnya kita lebih mawas diri dalam menyikapi fenomena ini.

References
Brown, C. (2007). Cognitive Psychology. 5th. London: SAGE Publications Ltd. Retrieved from Bookfi: http://en.bookfi.org/book/1402067

Davis Dyslexia Asssociation International. (2014, Desember 24). Famous People with the Gift of Dyslexia. Retrieved from Dyslexia the Gift:
http:/www.dylexia.com/famous.htm

Friedmann, N., & Nachmann-Katz, I. (2004). DEVELOPMENTAL NEGLECT DYSLEXIA IN A HERBREW - READING CHILD. Ted Aviv
University. Israel: Elsevier. Retrieved Desember 24, 2014, from http://www.tau.ac.il/~naamafr/neglexia.pdf

Gross, R. (2012). Psychology: Science of Mind and Behaviour (Vol. VI). (H. P. Soetjipto, & S. M. Soetjipto, Trans.) Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar.

Pinel, J. P. (2009). Biopsychology (7th ed.). Boston, USA: Pearson.

Stenberg, R. J. (2009). Cognitive Psychology. Cognitive Psychology, 5th. WADSWORTH, United States of America: ENGAGE Learning.
Retrieved from http://en.bookfi.org/book/1327996

http://elkanita-dwi-k-psikologi14.web.unair.ac.id/artikel_detail-120202-

Perilaku%20Individu%20dan%20Proses%20Mental-Disleksia.html

UMAT, 07 DESEMBER 2012

PENANGANAN ANAK YANG KESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH


oleh: Bibit Dwi Prastyorini
A. Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata,
namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses
persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi
sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian
kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional.
Kelompok anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang
menyertainya. Tidak seperti cacat fisik, kesulitan belajar tidak terlihat dengan jelas dan sering disebut hidden
handicap. Terkadang kesulitan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak yang mengalami kesulitan
belajar sering diidentifikasi sebagai anak yang underachiever, pemalas, atau aneh. Anak-anak ini mungkin
mengalami perasaan frustrasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan (Harwell, 2001).
Definisi tersebut menunjukan bahwa learning diability tidak digolongkan ke dalam salah satu keluarbiasaan,
melainkan merupakan kelompok tersendiri.
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori maupun ekspresif di dalam
proses belajar. Gangguan ini dapat terjadi di berbagai tingkatan kecerdasan, namun learning disability lebih terkait
dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki
ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa yang bisa menghambat alur belajar yang normal,
menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual motorik tertentu atau kemapuan berbahasa. Umumnya
masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, menghitung
dan mengeja.
B. Jenis-jenis Kesulitan Belajar
Dari pengertian kesulitan belajar di atas maka jenis-jenis kesulitan belajar di Sekolah Dasar dapat
dikelompokkan kepada murid-murid yang mengalami. Jenis-jenis kesulitan belajar tersebut yaitu:
1. Kesulitan membaca (disleksia)
Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata.
Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu proses decoding, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses
pemahaman. Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemahkan
kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca.
Kesulitan membaca ini menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, kerena membaca
merupakan salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan berhitung. Kesulitan membaca juga menyebabkan
anak merasa rendah diri, untuk termotivasi belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang
pada anak. Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan
kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya dapat diperoleh melalui membaca.
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat
disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik,
tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan dan
membaca pemahaman. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca
hendakna ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual.
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau
mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau
kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik
sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian
ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan
kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan
tulisan yang mewakilinya. Gejala-gejala disleksia visual adalah sebagai berikut:
a. Tendensi terbalik.
b. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip.
c. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual.
d. Memori visual terganggu.
e. Kecepatan persepsi lambat.
f. Kesulitan analisis dan sintesis visual.
g. Hasil tes membaca buruk.
h. Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris.
Anak yang mengalami disleksia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tidak lancar dalam membaca,
b. Sering banyak kesalahan dalam membaca,
c. Kemampuan memahami isi bacaan sangat rendah,
d. Sulit membedakan huruf yang mirip.
2. Kesulitan menulis (disgrafia)
Penelitian dan pengembangan dalam pengajaran menulis sejak dulu memang kurang mendapat perhatian. Hal
ini terlihat jarangnya hasil penelitian pembaharuan metodologi pengajaran menulis. Baru dalam dasa warsa terakhir
ini, beberapa pakar mulai tertarik pada bidang ini. Beberapa hasil penelitian mulai dipublikasikan, demikian juga
muncul beberapa pemikiran inovatif terhadap pengajaran membaca. Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara
maju, 80% dari populasi murid sekolah menengah tidak dapat menulis dengan baik dan 50% tidak menyukai proses
menulis. Di kalangan pendidikan luar biasa, angka-angka ini pasti lebih besar, karena sebagian besar anak luar biasa
mengalami kesulitan menulis. Penelitian ini dilakukan di negara maju. Di Indonesia masalahnya mungkin lebih
besar, karena proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan tidak menuntut anak untuk banyak menulis.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dalam
bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu,
pengajaran menulis pada tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok
dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara benar dan konsisten.
Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menulis yang berat disebut agrafia. Ada
tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan
kemampuan menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas
sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak
menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Ada beberapa jenis kesulitan yang dialami oleh anak berkesulitan menulis, antara lain sebagai berikut:
a. Terlalu terlambat dalam menulis.
b. Sarah arah ada penulisan huruf dan angka, misalnya menulis huruf n dimulai dari ujung bawah kaki kanan huruf,
naik, lengkung ke kiri, ke bawah, baru kembali naik,
c. Terlalu miring.
d. Jarak antar huruf tidak konsisten.
e. Tulisan kotor.
f. Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal.
g. Bentuk huruf atau angka tidak terbaca.
h. Tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal atau tipis).
i. Ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu kecil.
j. Kentuk terbalik (seperti bercermin).
Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya gangguan motorik,
gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu
keterampilan menulis, misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara
jelas ataun mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.
Anak yang mengalami disgrafia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tulisan terlalu jelek atau tidak terbaca.
b. Sering terlambat dibanding yang lain dalam menyalin tulisan.
c. Tulisan banyak salah, banyak huruf terbalik dan hilang.
d. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
e. Menulis huruf tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
3. Kesulitan berhitung (diskalkulia)
Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung
sama dengan matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hamper semua cabang matematika
yang menurut Moris Kline (1981) berjumlah delapan puluh cabang besar selalu ada berhitung.
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat
disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah
konsep, komputasi, dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari
matematika adalah sarana sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa,
kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping membaca. Padahal seperti
halnya keterampilan membaca, keterampilan menghitung merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai
bidang studi lainnya. Ciri-ciri anak yang mengalami diskalkula yaitu:
a. Sering sulit membedakan tanda-tanda dalam hitungan,
b. Sering sulit mengoperasikan hitungan/bilangan meskpun sederhana,
c. Sering salah membilang dengan urut,
d. Sulit membedakan angka yang mirip, misalnya angka 6 dan 9, 17 dengan 71,
e. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
C. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan
kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang
menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan
ke dalam dua golongan, yaitu :
1. Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri) yang meliputi:
a. Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan
mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak
sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta,
tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam
belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman.
Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang
memiliki IQ ( cerdas (110-140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan
cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90-110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun
juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak.
2. Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi:
a. Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak
mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian,
atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah
harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan
belajar anak.
b. Faktor-faktor non-sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor
guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar lain yang terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001),
yaitu :
a. Faktor keturunan/bawaan.
b. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature.
c. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan
obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
d. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.
e. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai
sistem imun yang lemah.
f. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan
neurotoksin lainnya.
D. Cara Mengatasi Anak yang Kesulitan Belajar
1. Kesulitan membaca (Disleksia)
Disleksia merupakan gangguan neourologis yang sifatnya genetis. Jadi kondisi ini menetap. Disleksia tidak
bisa diobati tetapi bisa diintervensi sehingga anak bisa mengatasi masalahnya. Contohnya, anak tidak bisa membaca
lalu dibacakan. Bagi orang yang tidak paham anak tersebut bisa dikatakan pemalas, bodoh, keras kepala dan
sebagainya.
Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita disleksia belajar membaca
dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah
bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka. Metode phonic
ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold,
1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem
dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam
bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.
Berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak dengan phonic dan membaca:
a. Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.
b. Tunda sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.
c. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama, mulailah dengan sepuluh atau lima belas
menit sehari.
d. Tentukan tujuan yang dapat dicapai: satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan
mungkin cukup pada saat pertama.
e. Bersikap positif dan puji anak ketika anak membaca dengan benar. Ketika anak membuat kesalahan,
bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan.
f. Ketika membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi
merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.
g. Mulai dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk
memancing anak. Kemudian meminta anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi
selanjutnya.
h. Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti
aktivitas membaca, atau meminta anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia
untuk membaca kembali tulisan tersebut.
i. Berikan hadiah padanya ketika anak melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika ada perubahan yang
nyata pada nilai-nilainya di sekolah.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak disleksia antara lain:
a. Mendemonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak.
b. Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya.
c. Mendorong anak bercakap-cakap.
d. Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk bernyawa) sehingga anak
mampu mendeksripsikan dan menginterpretasikan.
e. Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak.
f. Meminta atau memberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas tentang situasi menarik yang
dialami di rumah atau di tempat lain.
g. Membuat permainan telepon-teleponan.

2. Kesulitan menulis (Disgrafia)


Untuk mengatasi problem disgrafia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang
mengalami disgrafia. Problem disgrafia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada
masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga
memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin
ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.
Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbaik untuk disgrafia adalah dengan jalan mengambil jalan
pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesempatan pada anak
mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.Ada dua bagian dalam
pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan
untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata
pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:
a. Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatan anak lain yang
memiliki tulisan tangan yang bagus, mereka dapat mengandalkan teman tersebut dan mengandalkan buku teks
untuk belajar.
b. Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop/note book untuk membuat catatan di rumah dan
menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
c. Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran. Sebagai ganti menulis jawaban tes
dengan tangan, mereka dapat:
1) Melakukan tes secara lisan.
2) Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
3) Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
4) Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia
harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
d. Luangkan waktu lebih, dalam tugas menulis
e. Kalau kesulitan dalam jarak, kita bisa membantu mereka dengan menaruh jari di mulut antara satu kata
dengan kata yang lain
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak
pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusai suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan
nantinya mungkin akan jarang dibutuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari
keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik
berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. Tidak ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang
anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa
depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus
asa karena pekerjaan sekolah.
3. Kesulitan berhitung (Diskalkulia)
Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata
pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain,
nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya
menyelesaikan soal berikut: Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram
apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun? Ia berusaha keras menemukan jawabannya
tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25
dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat
menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem dyscalculia.
Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin dapat mengatasi
diskalkulia, yaitu dengan menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan
mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan dengan teknik
individualisasi yang dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya
(peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak
berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang
cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem
diskalkulia tersebut.
Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka
anak dengan problem diskalkulia ini juga dapat diberikan kalkulator untuk menghitung. Cara lain yang dapat
menolong mereka dengan cara sebagai berikut:
a. Gunakan diagram dan gambarkan konsep-konsep matematika
b. Gunakan kertas grafik
c. Latihan berulang-ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Derek Wood.2005.Kiat Mengatasi Gangguan Belajar.Jogjakarta:Kata Hati.


Febrina Nur.2007.Gangguan Belajar.(Online).(http://www.sukapsikologi.blogspot.com, diakses tanggal 5
Januari 2012)
Helex Wirawan.2009.Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak.(Online).(http://www.telaga.org, diakses tanggal
5 Januari 2012)
Munawir Yusuf dkk.2003.Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar.Solo:Tiga Serangkai.
Tarmidi.2008.Kesulitan Belajar (Learning Dissability) dan MAsalah
Emosi.(Online).(http://www.tarmidi.wordpress.com, diakses tanggal 5 Januari 2012)
http://bibitrinipgsd.blogspot.co.id/2012/12/penanganan-anak-yang-kesulitan-belajar.html

Cara Memahami Disleksia


3 Metode:Mengetahui Gejala DisleksiaMengembangkan Kehidupan Sehari-hariMendukung Penderita Disleksia

Disleksia adalah ketidakmampuan belajar berbasis bahasa yang bersifat neurologis dan seumur hidup,
yang memengaruhi banyak aspek pembelajaran akademis. Kesulitan utama dari para penderita
disleksia adalah ketidakmampuan untuk mengenali fonem. Anak-anak dan orang dewasa yang
menderita disleksia sering kali dianggap malas karena ketidakmampuan mereka untuk belajar
menggunakan cara belajar tradisional. Mengetahui gejala-gejala disleksia dan memahami dasar
neurobiologis untuk kondisi ini akan membantu Anda mendukung orang-orang yang menderita disleksia.
Metode 1
Mengetahui Gejala Disleksia

1.

1
Kenali kesulitan dalam mempelajari pola yang berima. Untuk anak-anak prasekolah, gejala awal disleksia
yang mungkin disadari oleh orang tua atau pengasuh adalah anak kesulitan untuk mempelajari lagu-lagu anak
yang berima. Misalnya, matahari terbenam, hari mulai malam, terdengar burung hantu, suaranya merdu
adalah rima yang mudah untuk diingat oleh kebanyakan anak. Anak yang menderita disleksia mungkin tidak
menganggap rima ini mudah.[1]
Kata-kata berima seperti peras, beras, deras, teras, keras, mungkin tidak bisa dibedakan oleh anak prasekolah
yang menderita disleksia.
Anda mungkin menyadari bahwa anak yang menderita disleksia menunjukkan keengganan atau kesulitan dengan
permainan berima.

2.

2
Amatilah kesulitan dalam mengenali huruf. Anak yang menderita disleksia mungkin kesulitan membedakan
huruf b dan d. Anak prasekolah atau sekolah dasar mungkin tidak menyadari huruf-huruf yang menyusun
namanya sendiri.[2]

Anak mungkin tidak bisa mengaitkan bunyi suatu huruf dengan bentuknya.
Anda mungkin menyadari bahwa anak lebih mengandalkan gambar dari suatu teks daripada kata-kata. Misalnya,
anak mungkin mengatakan anak anjing yang merujuk pada kata anjing dengan mengandalkan gambar yang
ada dan bukan huruf a-n-j-i-n-g.
3.

3
Perhatikan keengganan untuk membaca nyaring. Bahkan jika anak sudah belajar membaca, kesulitan
membaca bisa saja berkelanjutan hingga remaja. Meskipun kebanyakan siswa dapat menyuarakan atau
menebak pengucapan dari kata yang terdengar asing, siswa yang menderita disleksia kemungkinan besar tidak
bisa melakukan hal ini.[3]

Mempelajari bahasa asing kemungkinan sangat sulit untuk anak yang menderita disleksia dan dia mungkin akan
enggan untuk berbicara nyaring dalam mata pelajaran ini.
Siswa mungkin kesulitan untuk mengetahui atau mendengarkan perbedaan antarkata.
4.

4
Perhatikan kesulitan dalam berbicara dengan lancar. Banyak orang yang menderita disleksia sering berhenti
sejenak saat berbicara. Anda mungkin menyadari bahwa mereka berkata, Um, E., atau tampak gugup
saat berbicara nyaring. Mereka mungkin terlihat berjuang untuk mencari kata-kata yang sesuai atau
menggunakan istilah-istilah yang lebih umum seperti benda atau hal daripada nama benda itu sendiri.[4]

Kosakata lisan mereka sering kali lebih sedikit daripada kosakata mendengarnya. Mereka mungkin lebih
memahami hal-hal yang dikatakan daripada hal-hal yang dapat mereka ungkapkan.
Meskipun memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata, mereka mungkin mengalami kesulitan untuk
berpartisipasi dalam kelas.
5.

5
Perhatikan tantangan dalam hal organisasi. Seseorang yang menderita disleksia kemungkinan memiliki
kemampuan organisasi yang lemah. Hal ini mungkin ditunjukkan melalui kesulitan untuk mengurutkan sesuatu.
Tulisan tangan mereka sering kali kaku dan sulit untuk dibaca.[5]

Mereka mungkin memiliki manajemen waktu yang buruk atau kesulitan untuk mengatur diri sendiri dalam hal
batas waktu yang diharapkan. Seseorang yang menderita disleksia mulai memiliki konsep waktu yang berbeda
dari orang lain.
Anda mungkin menyadari bahwa seseorang yang menderita disleksia sering terlambat dalam janji pertemuan
atau bahkan melewatkannya meskipun mereka memiliki maksud yang baik.
6.

6
Ketahuilah bahwa disleksia berarti kesulitan membaca pada tingkat tertentu. Ini berarti bahwa kemampuan
membaca bukanlah tanda kecerdasan atau kurangnya kecerdasan pada anak yang menderita disleksia.
Kebanyakan anak yang menderita disleksia memiliki kemampuan intelektual rata-rata atau di atas rata-rata.
Harap diingat bahwa kemampuan membaca seseorang bukanlah cerminan dari kecerdasan yang akurat.[6]

Anda mungkin mulai menyadari bahwa tanda-tanda kecerdasan lainnya sering kali dikaitkan dengan disleksia,
seperti kreativitas dan kemampuan berpikir abstrak yang sangat baik.
Sering kali, Anda mulai melihat penderita disleksia memiliki keterampilan yang hebat di area bukan membaca,
seperti komputer, seni visual, musik, atau olahraga.
7.

7
Perhatikan kemampuan untuk menghadapi kesulitan pada anak remaja dan dewasa. Jika seseorang sudah
mengetahui bahwa dia menderita disleksia, kemungkinan dia sudah mengembangkan berbagai macam strategi
untuk menghadapi kesulitan membaca yang dimilikinya.[7] Some examples are:

Seseorang yang menderita disleksia mungkin lebih pintar menemukan petunjuk dalam gambar atau ilustrasi untuk
memahami isinya.
Seseorang yang menderita disleksia mungkin lebih mampu untuk belajar dari mendengarkan presentasi
dibandingkan dengan kebanyakan siswa. Bahkan, dia mungkin bisa mengingat apa yang dikatakan orang-orang
tanpa harus menuliskannya.
Seseorang yang menderita disleksia mungkin lebih perhatian dengan apa yang dikatakan guru dan teman
sekelasnya dibandingkan dengan orang lain.
Metode 2
Mengembangkan Kehidupan Sehari-hari
1.

1
Gunakan pengingat visual untuk membantu mengelola waktu. Seorang anak penderita disleksia mungkin
kesulitan membaca jam atau menggunakan jadwal tertulis biasa. Cobalah menggunakan jadwal bergambar untuk
membantu anak mengetahui jadwalnya pada hari itu. Jadwal ini bisa digambar dengan tangan, diunduh dan
dicetak dari internet atau dari aplikasi ponsel pintar.[8]

Pertimbangkan untuk menggunakan alarm ponsel untuk memberikan pengingat tambahan untuk manajemen
waktu.
Aturlah batasan waktu untuk mengerjakan tugas rumah karena siswa penderita disleksia mungkin membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan teman-temannya untuk materi yang sama.
2.

2
Jabarkan tugas-tugas menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Karena kebanyakan penderita disleksia
mengalami kesulitan dengan urutan, Anda bisa membantu mendukung mereka dengan menunjukkan langkah-
langkah yang lebih sederhana, yang merupakan bagian dari tugas yang lebih besar. Gunakan daftar atau daftar
bergambar untuk siswa-siswi yang lebih muda.[9]

Misalnya, dengan memberikan daftar tugas rumah yang tidak hanya berisi halaman-halaman yang harus dibaca
dan lembar kerja yang harus diselesaikan, melainkan juga langkah-langkah seperti ambillah pena atau
pensilmu, tulislah namamu di bagian atas halaman, dan masukkan tugas rumahmu ke dalam map sekolah
setelah selesai.
Jika ingatan visual siswa lemah, belajar hafalan bukanlah cara yang efektif untuk belajar. Malahan, berikan
catatan atau handout untuk membantu siswa mempelajari informasi.
3.

3
Sediakan map untuk membantu menyusun materi. Map atau binder dengan saku dapat membantu siswa
menyusun materinya. Gunakan warna sebagai penanda atau kode yang membantu memisahkan materi menjadi
subjek yang berbeda.[10]

Simpanlah pena dan pensil bersama dengan buku catatan agar mudah dicari.
Merupakan ide yang bagus untuk memeriksa dan memastikan setiap malam bahwa siswa penderita disleksia
menulis tugas rumahnya dengan benar dan menuliskannya di tempat yang sama dalam buku catatannya.
Pertimbangkan untuk memberikan daftar tugas rumah untuk membantu pengorganisasian.
4.

4
Bantulah penderita disleksia membuat model untuk mendukung pembelajaran.Proses otomatis, seperti
hafalan untuk mempelajari aktivitas lainnya, sering kali lebih menantang bagi penderita disleksia. Kemampuan
mengingat yang lemah adalah salah satu kekurangan dari penderita disleksia. Cara belajar yang lebih baik adalah
dengan mengajarkan penderita disleksia untuk mengandalkan model-model yang bisa memberikan kerangka
untuk pembelajaran efektif.[11]

Contoh kerangka seperti itu adalah aturan I sebelum E, kecuali setelah C dalam bahasa Inggris, yang dapat
membantu penderita disleksia untuk mengeja.
Dukungan lainnya meliputi pemberian akronim atau singkatan untuk mengakses sistem organisasi. Misalnya,
SuKa BaKi bisa diajarkan sebagai cara untuk mengingat sepatu, (lemari) kanan, baju, (lemari) kiri.
5.

5
Gunakan pembaca elektronik (e-reader). Penelitian menunjukkan bahwa penderita disleksia mungkin merasa
lebih mudah untuk membaca menggunakan pembaca elektronik daripada kertas cetak.[12] Pembaca elektronik
membatasi jumlah teks yang muncul dalam satu baris sehingga mencegah tampilan visual yang terlalu penuh
dalam satu halaman.

Khususnya, penderita disleksia dan orang-orang yang memiliki masalah dengan perhatian visual dapat
memanfaatkan penggunaan pembaca elektronik.
Beberapa penderita disleksia juga lebih suka menggunakan jenis tulisan tertentu dengan pembaca elektronik.
Metode 3
Mendukung Penderita Disleksia
1.

1
Carilah komunitas yang mendukung. Beberapa tantangan utama yang dialami oleh penderita disleksia
bukanlah tantangan belajar, melainkan kesalahpahaman dari teman dan guru mereka. Disleksia hanyalah
merupakan cara berpikir yang berbeda, baik cara berpikir yang lebih baik atau lebih buruk dari cara lainnya. Jika
Anda dapat menemukan komunitas yang menerima dan mengakui perbedaan yang ada pada penderita disleksia,
Anda akan lebih mampu membantu anak Anda (dan diri sendiri) meraih kesuksesan.[13]

Harga diri yang rendah, masalah perilaku, kecemasan, agresi, dan kesulitan dengan teman-teman berkaitan
dengan penderita disleksia yang tidak mendapatkan dukungan.
Dukungan emosional untuk para penderita disleksia sangatlah penting. Mereka sering merasa malas atau kurang
cerdas dibandingkan orang lain dalam lingkungan akademis yang didasarkan pada kemampuan membaca.
2.

2
Doronglah penderita disleksia untuk berpartisipasi dalam kelompok terapi atau dukungan. Kelompok
dukungan untuk siswa dengan kesulitan belajar seperti disleksia merupakan tempat yang baik untuk bertemu
dengan orang lain yang memiliki gaya belajar sejenis. Terapi kelompok lebih intensif daripada kelompok
dukungan dan memberikan strategi-strategi perorangan dalam suasana kelompok yang dapat membantu Anda
mengatur situasi hidup.[14]

Carilah kelompok yang terasa aktif, dinamis, dan positif.


Dalam terapi kelompok, setiap orang sebaiknya memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan ini harus dapat
dicapai, diukur, dan relevan dengan hidupnya.
3.

3
Cobalah terapi perorangan. Dengan bekerja sama dengan seorang ahli terapi, penderita disleksia dan orang tua
mereka dapat mengetahui secara lebih baik bagaimana disleksia memengaruhi seseorang. Ahli terapi yang baik
mengetahui penelitian dan perawatan terbaru untuk disleksia, serta menggunakan teknik-teknik yang terbukti
efektif. Minat dan tujuan klien harus sesuai dengan program perawatan.[15]

Ahli terapi akan membantu membuat tujuan yang spesifik dan dapat diukur untuk perkembangan klien.
Sebagai contoh, tujuannya adalah meningkatkan kemampuan mengeja kata-kata baru. Anda tidak bisa
mengukurnya dan tujuan ini tidak spesifik. Tujuan yang lebih tepat adalah meningkatkan kemampuan partisipan
untuk mengeja kata menggunakan pola rer dengan akurasi 60% hingga 80% pada penilaian informal.
4.

4
Pahamilah rasanya menjadi penderita disleksia. Jika Anda bukan penderita disleksia, Anda bisa memberikan
dukungan yang lebih baik untuk penderita disleksia dengan mempelajari lebih dalam tentang disleksia. Ini tidak
semudah membaca kata yang terbalik (ide kuno yang dimiliki orang-orang zaman dahulu). Jika Anda adalah
penderita disleksia, kemungkinan Anda mengalami kesulitan untuk membaca kata-kata meskipun sudah
membacanya berulang kali sebelumnya.[16]

Anda mungkin membaca dengan perlahan dan membaca membutuhkan usaha yang sangat besar. Anda
mungkin merasa lelah setelah membaca.
Penderita disleksia sering mencampurkan huruf-huruf dalam kata, seperti membaca ibu sebagai bui atau
batu sebagai tuba.
5.

5
Berbicaralah dengan tim pendidikan sekolah Anda tentang akomodasi. Seorang siswa penderita disleksia
mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas atau tes. Dia mungkin membutuhkan
orang lain untuk mencatatkan materi atau merekam ceramah atau informasi lisan di kelas. Anda mungkin dapat
mengakses materi pelajaran melalui buku suara daripada buku teks cetak.[17]

Perangkat lunak komputer tersedia untuk beberapa subjek tertentu yang membacakan buku teks dengan
nyaring.
Menggunakan perangkat lunak pemeriksa ejaan mungkin diperbolehkan untuk memberikan dukungan kepada
siswa penderita disleksia.
6.

6
Perhatikan kelebihan-kelebihan dari penderita disleksia. Penderita disleksia tidak memiliki kecerdasan yang
rendah, dan kebanyakan dari mereka memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata. Penderita disleksia mungkin
lebih fokus pada interaksi dengan orang lain dan memiliki keterampilan antarpribadi (interpersonal) yang kuat.
Ada juga penelitian yang mencari tahu apakah seorang penderita disleksia memiliki kemampuan sains di atas
rata-rata.[18] Penderita disleksia juga memiliki keterampilan lain untuk pemrosesan informasi, seperti:[19]

Kemampuan untuk fokus pada gambaran utuh daripada detailnya. Karena itu, mereka merupakan pemecah
masalah yang ahli dan pemikir yang lebih kreatif dibandingkan dengan orang-orang yang bukan penderita
disleksia.
Dapat membayangkan informasi 3 dimensi dengan mudah dan dapat menyusun ulang desain yang sudah ada
menjadi cara-cara baru yang kreatif.
Memiliki kemampuan visual-spasial yang baik dan pengenalan pola yang sangat baik.
7.

7
Pelajari tentang orang-orang sukses yang menderita disleksia. Orang-orang yang menderita disleksia bisa
menjadi dokter, musisi, seniman, arsitek, ilmuwan, guru, ekonom, dan banyak pekerjaan profesional lainnya.
Anak-anak dan remaja yang menderita disleksia bisa menggunakan seorang penderita disleksia yang sukses
sebagai model peran. Model peran dapat berguna untuk membangun harga diri anak-anak dan remaja yang
menderita disleksia.[20]

Saat Anda bertemu dengan orang dewasa yang menderita disleksia dan sukses, tanyakan strategi-strategi yang
digunakan oleh mereka untuk mengatasi tantangan-tantangan mereka.

Sumber
1. http://dyslexia.yale.edu/EDU_signs.html
2. http://dyslexia.yale.edu/EDU_signs.html
3. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dyslexia/basics/symptoms/con-20021904
4. http://dyslexia.yale.edu/EDU_signs.html
5. http://www2.hull.ac.uk/student/pdf/StudyAdvice-dyswhatunderstanding.pdf
6. http://dyslexiahelp.umich.edu/dyslexics/learn-about-dyslexia/what-is-dyslexia
7. http://dyslexia.yale.edu/whatisdyslexia.html
8. https://www.understood.org/en/learning-attention-issues/child-learning-disabilities/dyslexia/understanding-
dyslexia
9. http://www.dyslexia.com/library/classroom.htm
10. http://www.dyslexia.com/library/classroom.htm
11. http://www.edutopia.org/blog/4-things-about-dyslexic-brain-patrick-wilson
12. http://www.medicalnewstoday.com/articles/266346.php
13. http://www2.hull.ac.uk/student/pdf/StudyAdvice-dyswhatunderstanding.pdf
14. http://dyslexiahelp.umich.edu/dyslexics/learn-about-dyslexia/getting-dyslexia-help
15. http://dyslexiahelp.umich.edu/dyslexics/learn-about-dyslexia/getting-dyslexia-help/principles-effective-dyslexia-
treatment
16. http://kidshealth.org/en/teens/dyslexia.html#
17. http://kidshealth.org/en/teens/dyslexia.html#
18. https://www.cfa.harvard.edu/dyslexia/
19. http://www2.hull.ac.uk/student/pdf/StudyAdvice-dyswhatunderstanding.pdf
20. http://dyslexia.yale.edu/successfuldyslexics.html

Apa itu Disleksia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Cara


Mengobati
Definisi dan Gambaran Umum
Apa kesamaan antara Alexander Graham Bell, Albert Einstein, dan Leonardo da Vinci? Selain sama -sama
merupakan salah satu figur paling terkenal dalam sejarah dan ilmu pengetahuan, mereka semua juga sama -
sama menunjukkan tanda-tanda menderita disleksia.

Disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan menulis. Disleksia seringkali dianggap sebagai gangguan
pada kemampuan membaca, kondisi ini juga meliputi ketidakmampuan dalam menulis dengan baik. Dengan kata
lain, disleksia telah dianggap sebagai sebuah gangguan pada kemampuan belajar, bukan hanya dalam
membaca.

Disleksia sudah ada sejak waktu yang lama dan sangat umum ditemui di masyarakat. Bahkan, di Amerika
Serikat, sekitar 80% dari mereka yang tidak dapat membaca dengan baik dipercayai menderita disleksia. Selain
itu, perbedaan etnis, jenis kelamin, dan latar belakang sosioekonomi tidak berpengaruh terhadap kondisi ini.

Meskipun telah terdapat berbagai riset dan penelitian tentang disleksia, masih banyak orang yang tidak
memahami kondisi tersebut dengan baik. Berlawanan dengan kepercayaan populer, disleksia bukanlah sebuah
tahapan belajar yang dialami oleh anak pada usia tertentu. Disleksia adalah sebuah kondisi seumur hidup, dan
bisa menjadi sangat parah. Namun kini telah ada beberapa metode perawatan yang sangat efektif untuk
mengatasi masalah tersebut.

Penyebab Disleksia
Salah satunya adalah keturunan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki anggota keluarga
atau kerabat yang memiliki disleksia, memiliki resiko lebih besar untuk mengalami kondisi tersebut. Sementara
itu, beberapa ahli meyakini bahwa mereka yang menderita disleksia tidak menggunakan bagian otak kiri mereka,
bagian yang mengatur kemampuan mengeja dan membaca, dengan semestinya.

Banyak orang percaya bahwa para penderita disleksia memiliki masalah dalam mengolah fonem, divisi terkecil
dari suara ketika sebuah kata diucapkan. Membaca dan menulis menjadi kegiatan yang sulit untuk dilakukan
karena otak harus merangkai huruf untuk membentuk kata, kemudian kalimat, atau paragraf untuk menjelaskan
maksud mereka secara tepat.

Gejala
Rata-rata gejala disleksia akan mulai muncul sejak penderita berusia muda. Beberapa gejala yang telah
diketahui antara lain:

Kreatif dan pandai


Kesulitan dalam membaca dan menulis
Pintar dalam berbicara
Buruk dalam menulis
Terlambat dalam belajar berbicara
Kesulitan dalam belajar bahasa baru, terutama bahasa asing
Kebingungan dalam menulis dan membaca huruf, kata, dan angka
Kesulitan dalam mengikuti kegiatan di sekolah
Kesulitan dalam membaca arah
Pendengaran yang lebih tajam
Khayalan yang kuat
Memiliki masalah dengan penglihatan (meskipun hasilnya mungkin sebaliknya)
Sering disebut kikuk atau memiliki masalah untuk berhubungan sosial
Memiliki kemampuan gambar-ruang (visual-spatial) yang baik
Mereka yang menderita disleksia juga memililki masalah dalam mengembangkan kemampuan hubungan sosial
mereka karena mereka dipercaya memiliki:

Kepercayaan diri yang buruk


Depresi
Merasa dikucilkan

Diagnosa
Disleksia sulit untuk didiagnosa karena tidak berdampak secara fisik pada penderitanya. Apalagi, tidak ada
perangkat khusus yang digunakan oleh para ahli dalam mendiagnosa kondisi tersebut. Karena itu, banyak
penderita yang akhirnya tidak terdiagnosa.

Namun, para ahli saat ini telah mengembangkan metode di bawah ini untuk mendiagnosa disleksia:

Kaufman Assessment Battery untuk Anak-anak dibagi ke dalam dua kategori utama, inti dan tambahan,
dengan lebih dari 15 sub-tes.
Skala Kecerdasan Stanford-Binet memeriksa kemampuan kognitif dan kecerdasan anak-anak; metode ini
dapat mendeteksi adanya masalah perkembangan pada anak.
Tes Benton Visual Retention Memeriksa memori gambar dan persepsi dari anak-anak berusia mulai dari
delapan tahun; metode ini juga dapat digunakan untuk memeriksa disleksia pada orang dewasa.
Untuk hasil diagnosa terbaik, salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat janji dengan dokter
umum yang akan melakukan tes tahap awal. Dokter tersebut mungkin akan merujuk Anda untuk menemui dokter
spesialis, tergantung pada hasil tes awal yang telah dilakukan.

Pengobatan
Tidak ada obat dan teknik pengobatan tertentu untuk disleksia. Diagnosis yang tepat sangat penting dalam
menentukan tingkat kelemahan dari penderita, dan merancang metode pengobatan yang sesuai.

Beberapa anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan ruang kelas, namun kebanyakan tidak. Jadi,
orangtua sangat dianjurkan untuk memasukkan anak mereka ke sekolah dengan kelas khusus atau yang
menawarkan kegiatan belajar dan latihan tambahan untuk membantu anak mereka yang memiliki disleksia.
Beberapa metode pembelajaran yang terkenal antara lain Orton Gillingham dan Slingerland.

Anak-anak yang menderita disleksia dianjurkan untuk menemui seorang ahli terapi bahasa dan membaca serta
seorang psikolog-saraf. Mereka juga sebaiknya menemui konsultan dan guru mereka.

Disleksia dapat berdampak pada sikap dan perilaku mereka terhadap kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Jadi,
sangat penting bagi orangtua untuk tidak pernah berhenti mendukung anak mereka untuk terus berlatih menulis,
membaca, dan berbicara.

Referensi:
http://www.nhs.uk/conditions/dyslexia/pages/causes.aspx
http://www.dyslexia.org/what_causes.shtml
http://www.dyslexia.com/library/symptoms.htm
https://www.docdoc.com/id/info/condition/disleksia

Anda mungkin juga menyukai