PENDAHULUAN
Anestesi secara umum diartikan sebagai suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada
prosedur pembedahan dan berbagai prosedur lainya. Obat untuk mengilangkan nyeri dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat penghilang nyeri tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Terdapat berberapa tipe anestesi, yaitu anestesi total dengan
menghilangkan kesadaran secara total, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada tubuh daerah
tertentu,anestesi regional dengan blokade selektif pada spinal atau saraf sehingga bekerja pada
bagian yang lebih luas. Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok
perifer.
Spinal anestesi, adalah teknik regional pertama utama dalam praktek klinis. Operasi
section caesaria memerlukan anestesi yang efektif yaitu regional (epidural atau tulang belakang)
atau anestesi umum. Dengan epidural anestesi, obat anestesi yang dimasukkan ke dalam ruang
di sekitar tulang belakang pasien, sedangkan dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi
disuntikkan sebagai dosis tunggal ke dalam tulang belakang pasien. Dengan dua jenis anestesi
regional ini pasien terjaga dalam proses persalinan, tetapi mati rasa dari pinggang ke bawah.
Keuntungan dari spinal anestesi dibandingkan dengan anestesi epidural adalah kecepatan
onsetnya. Kerugian spinal anestesi adalah tingginya kejadian hipotensi, ada mualmuntah
intrapartum, kemungkinan adanya post spinal headache, lama kerja obat anestesi terbatas.
Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah hipotensi, yang disebabkan
blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik dan perifer
terjadi penurunan cardiac output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular dapat
bermanifestasi sebagai hipotensi mendalam & bradikardia. Hipotensi merupakan masalah yang
serius yang terjadi dalam spinal anestesi pada operasi section caesaria.1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesa
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan perut mules mules sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Ibu mengaku hamil 8-9 bulan, HPHT 24 Juni 2016, TP 31 Maret 2017. ANC di PUSTU
Ifale setiap bulan kehamilan dengan imunisasi tetanus toxoid 2 kali. mules mules ada
sejak 1 hari yang lalu dirasakan hilang timbul, keluar air-air (-), keluar lendir (+), keluar
lendir darah (+), gerak janin aktif, BAK dan BAB lancar.
Riwayat Penyakit Pernapasan : Asma dan TBC disangkal
Riwayat Penyakit Kardiovaskular : Disangkal
Riwayat Penyakit Lain : disangkal
Riwayat Alergi Obat : disangkal
Riwayat Operasi : Tidak ada
Kebiasaan : Merokok (-), alkoholik (-), obat-obatan (-)
2
RBC 3,4X1012 3,8-5,8X1012
MCV 73 80-97
MCH 23 26,5-33,5
WBC 3 3,500-10.000
9.300 mm.
3
B4 : Terpasang DC
B5 : Abdomen cembung, membesar sesuai usia kehamilan,
Bising usus (+)
B6 : Akral hangat (+), edema ekstremitas bawah(+)
Metabolik : Riwayat DM (-)
Hati : Riwayat ikterus (-), ikterus (-)
5
Diagnosa Pasca Bedah:
P5 post SC + MOW, Anemia defisiensi besi.
Chart Title
180
160 158
140 140 136
132 132 132 132 130
120 systole
110 diastole
100 100 100 102 98 100 100
92 86 86 88 90 88 Nadi
80 82 82 78 84 80 80
60
40
20
0
12:05 12:10 12:15 12:20 12:25 12:30 12:35 12:40 12:45
Catatan :
EBV = 65kg x 65cc = 4225 cc
EBL = 10 % = 423 cc
20 % = 845 cc
30 % = 1268 cc
7
Maintenance dan replacement (puasa 10 jam)
Cairan: (10 Kg I X 100 )+(10 Kg II X 50)+(sisa Kg BB
X 20)/24 jam= 1000+ 500+ 900=
2.400cc/24 jam
100 cc/jam
1000cc/10 jam (puasa)
8
2.9 Post Operatif
a Operasi berakhir pukul 12:46 WIB.
Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan
(Recovery Room), melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi hingga pasien sadar
penuh.
Pemeriksaan fisik:
Warna kulit kemerahan, airway paten, nafas spontan, akral hangat dan CRT <2 detik
Skor Aldrete untuk menilai pemulihan anestesia: >8 sudah pulih dari anesthesia dan
dapat dipindahkan ke ruangan
Pasien diobservasi di ruangan recovery dengan keadaan stabil sehingga tidak perlu
dimasukkan keruang ICU, tidak terdapat syok dan peningkatan tekanan darah terkontrol.
Skala pulih anestesia 9 di ruang recovery.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
D. Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak bisa dilakukan pada lokasi tertentu
2. Durasi pembiusan yang cepat jika operasi memakan waktu lama
3. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
4. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif, sulit pada anak.
5. intoksikasi
B. INDIKASI
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah
papila mammae ke bawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-
3 jam. sehingga cocok dilakukan untuk pembedahan sebagai berikut:
1. Bedah ekstremitas bawah
11
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan.3,4
A. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi pada teknik anestesi subarakhnoid blok terbagi menjadi dua yaitu kontra
indikasi absolut dan relatif.
Kontra indikasi absolut :
Infeksi pada tempat suntikan: infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare: karena
pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
Tekanan intrakranial meningkat: dengan memasukkan obat ke dalam rongga
subarakhnoid, maka dapat semakin menambah tinggi tekanan intrakranial dan dapat
menimbulkan komplikasi neurologis
Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim: pada anestesi spinal bisa terjadi
komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus dipersiapkan
fasilitas dan obat emergensi lainnya.
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi: hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis, keterampilan
dokter anestesi sangat penting.
Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif :
Infeksi sistemik: jika terjadi infeksi sistemik perlu diperhatikan apakah
diperlukan pemberian antibiotik. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran infeksi.
Infeksi sekitar tempat suntikan: bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan bisa
dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
12
Kelainan neurologis: perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak
membingungkan antara efek anestesi dan defisit neurologis yang sudah ada pada
pasien sebelumnya.
Kelainan psikis
Bedah lama: masa kerja obat anestesi lokal adalah kurang lebih 90-120 menit,
bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan hingga 150 menit.
Penyakit jantung: perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi ke arah jantung
akibat efek obat anestesi lokal.
Hipovolemia ringan: sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya
hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan.
Nyeri punggung kronik: kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal ini
berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang, dapat
membuat pasien tidak nyaman.3,4
13
Persiapan yang dibutuhkan setelah persiapan pasien adalah persiapan alat dan
obatobatan.
Peralatan dan obat yang digunakan adalah :
1 Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, pulse oximetri, EKG.
2 Peralatan resusitasi / anestesia umum.
3 Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke
bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare), dipersiapkan dua
ukuran. Dewasa 26G atau 27G.
4 Betadine, alkohol untuk antiseptik.
5 Kapas/ kasa steril dan plester.
6 Obat-obatan anestetik lokal.
7 Spuit 3 ml dan 5 ml.
8 Infus set.3,5
14
pembentukan atau penghantaran impuls saraf. Tempat utama kerja obat anestesi lokal
adalah di membran sel. Kerjanya adalah mengubah permeabilitas membran pada kanal
Na+ sehingga tidak terbentuk potensial aksi yang nantinya akan dihantarkan ke pusat
nyeri.7
Obat-obatan pada anestesi spinal pada prinsipnya merupakan obat anestesi lokal.
Anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan pada
jaringan saraf dengan kadar cukup. Paralisis pada sel saraf akibat anestesi lokal bersifat
reversible. Obat anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak bersifat iritan terhadap
jaringan saraf. Batas keamanan harus lebar dan onset dari obat harus sesingkat mungkin
dan masa kerja harus cukup lama. Zat anestesi lokal ini juga harus larut dalam air.
15
dengan berat jenis lebih besar dari LCS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat
jenis lebih kecil dari LCS disebut hipobarik.
1. Isobarik digunakan untuk infiltrasi lokal, blok lapangan, blok saraf, blok plexus
dan blok epidural.
2. Hipobarik digunakan untuk analgesik regional intravena. Konsentrasi obat dibuat
separuh dari konsentrasi isobarik.
3. Hiperbarik digunakan khusus untuk injeksi intrathecal atau blok subarachnoid.
Konsentrasi obat dibuat lebih tinggi
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.7
a. Lidokain
Lidokain (durasi pendek intermediate spinal anestesia) dengan dosis 20 100
mg seringkali dipilih untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu 75 menit atau
kurang. Lidokain umumnya dipakai sebagai larutan 5 % dalam 7,5 % dektrose meskipun
1,5 dan 2 % lidokain juga berguna. Penambahan epinephrine 0,2 mg memanjangkan
anestesia 15 40 menit, tergantung dosis anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan
dengan blok motoris yang memanjang secara signifikan dan miksi yang terlambat.
Fentanyl 15 25 gr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan reduksi substansial
pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat dan insiden transient
16
neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif memblok nyeri torniquet pada
ekstremitas bawah.
Onset cepat.
Tidak iritatif (tidak menyebabkan iritasi lokal) terhadap jaringan walaupun diberikan
dalam konsentrasi larutan 88 %.
Sangat mudah larut dalam air dan sangat stabil.
Sebagian dimetabolisme di hepar, sebagian disekresi melalui urine dalam bentuk yang
tidak berbuah.
Toksisitas dua kali lebih tinggi dari pada prokain.
Konsentrasi injeksi 0,5 2 %. Untuk topikal 4 %.
Bebas dari reaksi alergi dan sering digunakan sebagai penghilang nyeri sebelum
injeksi propofol.
Dosis maksimal 3 mg/Kg BB (tanpa adrenalin), 7 mg/Kg BB (dengan adrenalin).
b. Bupivakain HCl
Lebih kuat dan lama kerjanya 2 3 x lebih lama dibanding lidokain atau mepivakain.
Onset anesthesi lebih lambat dibanding lidokain.
Ikatan dengan HCl mudah larut dalam air.
Pada konsentrasi rendah blok motorik kurang adekuat. Sifat hambatan sensoris lebih
dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya.
Ekskresi melalui ginjal sebagian kecil dalam bentuk utuh, dan sebagian besar dalam
bentuk metabolitnya.
Konsentrasi 0,25 0,75 %. Dosis 1 2 mg/Kg BB.
17
Dosis maksimal untuk satu kali pemberian 200 500 mg.
Untuk operasi abdominal diperlukan konsentrasi 0,75 %. Bupivacaine (durasi
intermediate spinal anestesia) dengan dosis 5 15 mg adalah sesuai untuk pembedahan
selama 50 150 menit, meskipun durasi dari bupivakain tampaknya memiliki deviasi
yang lebih lebar daripada standar, bila dibandingkan dengan lidokain.
Spinal anestesia umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine dalam 8,25 %
dekstrosa. Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit
hipobarik dan umumnya dipakai untuk pembedahan ekstremitas bawah. Epinephrine
memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 45 menit saat ditambahkan pada
bupivakain dosis kecil (7,5 mg). Fentanyl juga dipakai sebagai adjuvant untuk
mengurangi dosis bupivakain (sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan
analgesia.
c. Tetrakaine
Tetrakaine (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 4 12 mg dipakai untuk
pembedahan dengan durasi 3 4 jam. Tetracaine merupakan salah satu dari agen spinal
anestesi tertua. Tersedia dalam sediaan komersial sebagai kristal niphanoid (20 mg) atau
larutan 1 %. Tetracaine kurang stabil pada bentuk larutan cair (daripada lidokain) dan
menghasilkan tetracaine ampul dengan potensi rendah karena sebagian obat didegradasi
selama penyimpanan. Tetracaine adalah unik diantara agen spinal anestesi lainnya, karena
keberhasilan untuk memblok sangat tergantung dengan coadministration epinephrine.
Kegagalan blok hampir 35 % pada plain tetracaine. Tetracaine & epinephrine adalah
spinal anestetic agent paling lama, menghasilkan anestesia pada abdomen bawah kirakira
4 jam dan ekstremitas bawah 5 6 jam.
18
Gejala intoksikasi dapat berupa :
1. Gejala Sistemik
a. Sistem Saraf Pusat : eksitasi dan depresi
b. Sistem Kardiovaskuler : hipotensi, hipertensi, syok, bahkan cardiac arrest
2. Gejala Lokal
a. Kerusakan saraf
b. Gangguan otot
3. Gejala Lain
a. Alergi
b. Methemoglobinemia
c. Adiksi
Obat anestesi lokal memiliki efek tertentu di setiap sistem tubuh manusia. Berikut
adalah beberapa pengaruh pada sistem tubuh yang nantinya harus diperhatikan saat
melakukan anestesia spinal:
1 Sistem saraf: Pada dasarnya sesuai dengan prinsip kerja dari obat anestesi lokal,
menghambat terjadinya potensial aksi. Maka pada sistem saraf akan terjadi paresis
sementara akibat obat sampai obat tersebut dimetabolisme.
2 Sistem respirasi: Jika obat anestesi lokal berinteraksi dengan saraf yang bertanggung
jawab untuk pernafasan seperti nervus frenikus, maka bisa enyebabkan gangguan nafas
karena kelumpuhan otot nafas.
3 Sistem kardiovaskular: Obat anestesi lokal dapat menghambat impuls saraf. Jika impuls
pada sistem saraf otonom terhambat pada dosis tertentu, maka bisa terjadi henti jantung.
Pada dosis kecil dapat menyebabkan bradikardia. Jika dosis yang masuk pembuluh darah
cukup banyak, dapat terjadi aritmia, hipotensi, hingga henti jantung. Maka sangat penting
diperhatikan untuk melakukan aspirasi saat menyuntikkan obat anestesi local agar tidak
masuk ke pembuluh darah.
4 Sistem imun: Karena anestesi lokal memiliki gugus amin, maka memungkinkan terjadi
reaksi alergi. Penting untuk mengetahui riwayat alergi pasien. Pada reaksi lokal dapat
19
terjadi reaksi pelepasan histamin seperti gatal, edema, eritema. Apabila tidak sengaja
masuk ke pembuluh darah, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
5 Sistem muskular: obat anestetik lokal bersifat miotoksik. Apabila disuntikkan langsung
ke dalam otot maka dapat menimbulkan kontraksi yang tidak teratur, bisa menyebabkan
nekrosis otot.
6 Sistem hematologi: obat anestetik dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah.
Jika terjadi perdarahan maka membutuhkan penekanan yang lebih lama saat
menggunakan obat anestesi lokal.4,7,8
Dalam penggunaan obat anestesi lokal, dapat ditambahkan dengan zat lain atau
adjuvant. Zat tersebut mempengaruhi kerja dari obat anestesi lokal khususnya pada
anestesi spinal. Tambahan yang sering dipakai adalah :
1. Vasokonstriktor: Vasokonstriktor sebagai adjuvant pada anestesi spinal dapat berfungsi
sebagai penambah durasi. Hal ini didasari oleh mekanisme kerja obat anestesi lokal di
ruang subaraknoid. Obat anestesi lokal dimetabolisme lambat di dalam rongga
subarakhnoid. Dan proses pengeluarannya sangat bergantung kepada pengeluaran oleh
vena dan saluran limfe. Penambahan obat vasokonstriktor bertujuan memperlambat
clearance obat dari rongga subarakhnoid sehingga masa kerja obat menjadi lebih
lama.5,6,7
2 Obat Analgesik Opioid: digunakan sebagai adjuvant untuk mempercepat onset
terjadinya fase anestetik pada anestesi spinal. Analgesik opioid misalnya fentanyl adalah
obat yang sangat cepat larut dalam lemak. Hal ini sejalan dengan struktur pembentuk
saraf adalah lemak. Sehingga penyerapan obat anestesi lokal menjadi semakin cepat.
Penelitian juga menyatakan bahwa penambahan analgesik opioid pada anestesi spinal
menambah efek anestesi post-operasi.8
3 Klonidin: Pemberian klonidin sebagai adjuvant pada anestesi spinal dapat menambah
durasi pada anestesi. Namun perlu diperhatikan karena klonidin adalah obat golongan
Alfa 2 Agonis, maka harus diwaspadai terjadinya hipotensi akibat vasodilatasi dan
penurunan heart rate.8
Dosis obat anestesi regional yang lazim digunakan untuk melakukan anestesi
spinal terdapat pada table dibawah ini.
20
Tabel 4 : Dosis Obat Untuk Anestesi Spinal
21
c. Pentothal dengan dosis 3 mg-5mg/ kg berat badan ditambahkan suksinil cholin 1
mg/kg berat badan dan dilanjutkan dengan N2O/O2 setelah anak lahir eter/ halotan
diberikan.
d. Chloretyl dan eter, pembedahan dimulai ketika pasien tidak sadar, pada saat kaki bayi
sudah terpegang, eter dihentikan sementara sampai bayi keluar dan talinpusat dijepit.
Selanjutnya eter diteruskan sampai selesai.
22
Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
1) Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara kontrasepsi
lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat permanen
pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2) Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri
sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil
lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro,2005)
3) Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat kesehatan,
artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi
mantap.
Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah
seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan
metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalamai peradangan dalam rongga
panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil
(BKKBN.2006)
2) Tindakan pembedahan, teknik yang digunakan dalam pelayanan MOW antara lain:
a) Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun
subumbilikal 13 (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat pelatihan
khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin,2006).
23
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba dilakukan
melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong
sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kassa
yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan komplikasi, klien dapat dipulangkan
setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
b) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang telah
dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi
sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan
laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi,
laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat
jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2006).
24
akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut
uterus dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih
sulit, mudah berdarah dan infeksi. 3) Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
4) Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus
dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi.
Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat
dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.
e. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar MOW dilakukan pada umur 25 40 tahun, dengan
jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 30 tahun dengan 3 anak atau lebih,
umur istri antara 30 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35 40 tahun
dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya berumur 30
tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh
pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005) . Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan
MOW yaitu sebagai berikut:
1) Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil
lagi.
(a) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti :
(1) tuberculosis pulmonum adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex
(2) penyakit jantung adalah sebuah kondisi yang menyebabkan Jantung tidak dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal-hal tersebut antara lain: Otot jantung yang
lemah. Adanya celah antara serambi kanan dan serambi kiri, oleh karena tidak
sempurnanya pembentukan lapisan yang memisahkan antara kedua serambi saat
penderita masih di dalam kandungan.
25
(b) Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti :
(1) skizofrenia (psikosis) adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah
dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan
persepsi (halusinasi), gangguan suasana perasaan (afek tumpul, datar, atau tidak serasi),
gangguan tingkah laku (bizarre, tidak bertujuan, stereotipi atau inaktivitas) serta
gangguan pengertian diri dan hubungan dengan dunia luar (kehilangan batas ego, pikiran
dereistik, dan penarikan autistik). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
biasanya tetap dipertahankan walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian. (Carlson, 2010)
(2) Sering menderita psikosa nifas yaitu gangguan jiwa yang berat yang ditandai dengan
waham, halusinasi dan kehilangan rasa kenyataan ( sense of reality ) yang terjadi kira-
kira 3-4 minggu pasca persalinan. Merupakan gangguan jiwa yang serius, yang timbul
akibat penyebab organic maupun emosional ( fungsional ) dan menunjukkan gangguan
kemampuan berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan
kenyataan dan tindakan sesuai kenyataan itu, sehingga kemampuan untuk memenuhi
tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. (Lia, 2010).
26
3) Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus
melakukan sterilisasi.
f. Kontraindikasi MOW
Menurut Mochtar (1998) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi menjadi 2
yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
1) Kontra indikasi mutlak
(a) Peradangan dalam rongga panggul
(b) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
(c) Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2) Kontraindikasi relative
(a) Obesitas berlebihan
(b) Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
MOW yaitu:
1) Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2) Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol
27
4) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan5) Belum
memberikan persetujuan tertulis.
g. Keuntungan
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1) Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2) Tidak mengganggu kehidupan suami istri
3) Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4) Tidak mempengaruhi ASI
5) Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan),
lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis Sedangkan menurut
Noviawati dan Sujiyati (2009)
Selain itu keuntungan dari kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut:
1) Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3) Tidak bergantung pada faktor senggama.
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
6) Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium) h.
Keterbatasan
Keterbatasan dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan Sujiyati (2009)
yaitu antara lain:
1) Peluang kecil untuk memiliki anak kembali
2) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan
kembali.
3) Klien dapat menyesal dikemudian hari
4) Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
5) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
6) Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau dokter
spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
7) Tidak melindungi dari IMS, HIV/AIDS
28
i. Efek Samping
1) Reaksi Alergi
2) Infeksi luka bila terdapat abses
3) Luka pada kandung kemih
4) Perdarahan Dalam
3.7 Anemia11
a. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
b. Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal
hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan
dan ketinggian tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
N KELOMPOK KRITERIA
O ANEMIA
1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak < 12 g/dl
hamil
3. Wanita hamil < 11 g/dl
c. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi
morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
N Morfologi Keterangan Jenis Anemia
29
o Sel
1. Anemia Bentuk eritrosit - Anemia Pernisiosa
makrositik - yang besar - Anemia defisiensi
normokromi dengan folat
k konsentrasi
hemoglobin
yang normal
2. Anemia Bentuk eritrosit - Anemia defisiensi
mikrositik - yang kecil besi
hipokromik dengan - Anemia sideroblastik
konsentrasi - Thalasemia
hemoglobin
yang menurun
3. Anemia Penghancuran - Anemia aplastik
normositik - atau penurunan - Anemia
normokromi jumlah eritrosit posthemoragik
k tanpa disertai - Anemia hemolitik
kelainan bentuk - Anemia Sickle Cell
dan konsentrasi - Anemia pada
hemoglobin penyakit kronis
e. Terapi
1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak
dapat menyebabkan kekambuhan.
Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas
ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3
kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering
menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek samping
gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi) pemberian dilakukan setelah makan atau osis
30
dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama
vitamin C 3x100 mg/hari.
Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM).
Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan. Indikasi
pemberian parenteral:
c.Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh dengan pemberian besi)
f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek, misalnya
ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.
31
BAB IV
PEMBAHASAN
32
sesuai dengan teori.
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan fisiologis bagi ibu. Selain itu juga,
harus dihadapi janin yang akan segera dilahirkan. Sebagian obat yang diberikan kepada ibu
akan menerobos melalui plasenta masuk kedalam peredaran darah janin yang kemudian
dapat menyebabkan depresi pernafasan setelah bayi lahir. Obat dan teknik anestesi kebidanan
yang dipilih harus baik untuk ibu, janin dan tidak mempengaruhi kontraksi rahim.
Teknik anestesi yang ideal adalah blok regional atau secara inhalasi dengan intubasi
trakea, karena dengan ini resiko aspirasi dapat ditekan serendah mungkin. Tetapi jika
peralatan dan keterampilan tidak memungkinkan untuk kedua cara tersebut, cara lain tanpa
intubasi dapat tetap digunakan asal posisi pasien selama anestesi dipertahankan head down
dan disiapkan alat penghisap yang baik. Pada pasien dilakukan teknik anestesi regional
dengan blok spinal.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa teknik anestesi spinal dilalukan untuk
pembedahan, daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke
bawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-3 jam. sehingga cocok
dilakukan untuk pembedahan sebagai berikut:Bedah ekstremitas bawah, Bedah panggul,
Tindakan sekitar rektum perineum, Bedah obstetrik-ginekologi, Bedah urologi, dan Bedah
abdomen bawah.
33
lokal adalah di membran sel. Kerjanya adalah mengubah permeabilitas membran pada kanal
Na+ sehingga tidak terbentuk potensial aksi yang nantinya akan dihantarkan ke pusat nyeri.
Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amide yaitu bupivakain. Berdasarkan teori
Lebih kuat dan lama kerjanya 2 3 x lebih lama dibanding lidokain atau mepivakain, Onset
anesthesi lebih lambat dibanding lidokain, ikatan dengan HCl mudah larut dalam air, pada
konsentrasi rendah blok motorik kurang adekuat. Sifat hambatan sensoris lebih dominan
dibandingkan dengan hambatan motorisny, ekskresi melalui ginjal sebagian kecil dalam
bentuk utuh, dan sebagian besar dalam bentuk metabolitnya, konsentrasi 0,25 0,75 %.
Dosis 1 2 mg/Kg BB, dosis maksimal untuk satu kali pemberian 200 500 mg. Untuk
operasi abdominal diperlukan konsentrasi 0,75 %. Bupivacaine (durasi intermediate spinal
anestesia) dengan dosis 5 15 mg adalah sesuai untuk pembedahan selama 50 150 menit.
Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit hipobarik dan
umumnya dipakai untuk pembedahan ekstremitas bawah. Pada pasien digunakan Bupivakain
0,5% dengan dosis 13 mg dengan durasi pembedahan 31 menit.
Pada kasus, medikasi lain yang digunakan Midazolam 1 mg. berdasarkan teori,
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepine, merupakan obat penenang
(transquilaizer) yang memiliki sifat antiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan dan relaksan
otot skelet. Dosis midazolam yaitu 0,025-0,1 mg/kgBB (5mg/5cc). Dengan awitan aksi iv 30
detik, efek puncak 3- 5 menit dan lama aksi 15-80 menit.
Selain itu juga digunakan tramadol 100 mg. tramadol merupakan obat golongan
analgesic yang bekerja sentral, bersifat agonis opioid (memiliki sifat seperti morfin),
mempunyai 2 mekanisme manajemen nyeri yang bekerja secara sinergis yaitu agonis opioid
yang lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamine neurotransmitter. Dosis 1-2
mg/kgBB hendaknya dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien
dengan 50-100 mg, 4x sehari, dosis maksimal 4000mg.
34
Selama durante operasi, total kebutuhan cairan durante operasi adalah 1.098cc-2.040cc,
pada saat operasi cairan yang masuk ialah RL 1250cc. sehingga balance cairan durante
operasi adalah 1.250cc 1.098cc= +152 cc.
Kebutuhan post operasi adalah deficit cairan pada saat operasi dijumlahkan dengan
kebutuhan rumatan pasien s/d jam 07.00 pagi, yaitu waktu operasi selesai ( 12.46). 75 x 18
jam = 1350 cc. Dimana di RR sudah diberikan 500 cc. sehingga sisa kebutuhan post operasi
akan dipenuhi di ruangan sebanyak 850 cc hingga jam 07.00.
35
BAB V
KESIMPULAN
1. Pasien perempuan usia 43 tahun dipilih tindakan section caesaria dan MOW dengan
anestesi spinal.
2. Pasien diklasifikasikan ke dalam PS ASA 2 berdasarkan: anemia dengan Hb 7,9 g.dl.
3. Keadaan yang paling ditakutkan pada kasus ini adalah masalah farmakokinetik dan
farmakodinamik obat-obat anestesi berkaitan dengan kondisi pasien hamil, namun pada
pasien ini hal-hal yang ditakutkan tidak ditemukan pada pasien.
4. Efek yang ditakutkan pada pemberian anestesi spinal adalah hipotensi namun pada pasien
ini tekanan darah pasien yang semula (sebelum operasi) sudah tinggi, tidak memberikan
perubahan/ turun secara berarti.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Dwi, Herdanti. 2015. Regional Anestesi Pada Sectio Caesaria. Cilegon. FK Universitas
Yarsi.
2. Latief, Said. 2009. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi II.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
3. Medscape Reference [Internet] Subarachnoid Spinal Block [Updated on Aug, 5, 2013]
Available at http://emedicine.medscape.com/article/2000841-overview
4. S, Kristanto, Anestesia Regional; Anestesiologi.- Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta : CV. Infomedika, 2004;125-8
5. NYSORA New York School of Regional Anesthesia, [Internet] Subarachnoidal Block [Last
Update Oct 4 2013], Available at http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and
perineuraxial techniques/ landmarkbased/spinal-epidural-cse/3423-spinal-anesthesia.html
6. University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal block anesthesia.
[Last Update Jan 2013]. Available at http://www.pitt.e du/~regional/Spinal/Spinal.html
7. Gan Gunawan, Sulistya et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 259-72
8. Khangure, Nicole in TOTW Anesthesia.- World Federation of Societies of Anesthesiologist
[Internet Journal] Neuraxial Anesthesia Adjuvant [Last Update on July 4 2011] Available at
http://totw.anaesthesiologists.org/wpcontent/ uploads/2011/07/230-Neuraxial-adjuvants.pdf
9. Wirjoatmodjo, karjadi. 2000. Anestesiologi Dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan
S1 Kedokteran. Direktorat jenderal pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
37