Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini masih menjadi problem

utama di Indonesia. Sekalipun angka kematian DBD dapat ditekan hingga di bawah 1 per

100 orang penderita, namun jumlah dan sebaran kasusnya semakin meningkat. Tahun

2013 jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dengan area penyebaran hingga 498

Kabupaten/Kota.
Peran serta masyarakat merupakan komponen utama dalam pengendalian DBD,

mengingat vektor DBD nyamuk Aedes aegypti jentiknya ada di sekitar permukiman dan

tempat istirahat nyamuk dewasa sebagian besar ada di dalam rumah. Peran serta

masyarakat dalam hal ini adalah peran serta dalam pelaksanaan PSN secara rutin

seminggu sekali. PSN secara rutin dapat membantu menurunkan kepadatan vektor,

berdampak pada menurunnya kontak antara manusia dengan vektor, akhirnya terjadinya

penurunan kasus DBD.


Hingga saat ini peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN belum optimal,

masih banyak masyarakat yang belum melakukan PSN secara rutin. Banyak faktor yang

menjadi penyebab rendahnya peran masyarakat dalam PSN, di antaranya adalah kurang

kampanye PSN.
Kasus DBD di Indonesia mempunyai kasus yang paling banyak terjadi, walaupun

jumlah kasus DBD mengalami penurunan di daerah DKI Jakarta, dari 10.156 pada tahun

2013 menjadi 8.532 kasus DBD di tahun 2014.Berdasarkan jumlah kasus di Kota

Administrasi Jakarta Timur, yaitu Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah kasus DBD

1
tertinggi. Untuk di wilayah Kecamatan Duren Sawit khususnya di Kelurahan Pondok

kopi 1 kasus DBD sendiri mempunyai peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya, data

terakhir menyebutkan pada tahun 2017 yang di peroleh dari bulan januari hingga april

didapatkan kasus DBD sebesar 7 kasus DBD, khususnya di RW.03 kasus DBD

mempunyai jumlah paling banyak 6 orang dibandingan RW lainnya di kelurahan

Pondok Kopi 1.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan suatu usaha

untuk mengatasi masalah tersebut dalam bentuk mini project, diharapkan dengan adanya

program dari puskesmas pondok kopi 1 dengan mengoptimalkan kader di wilayah

kerjanya dapat menurunkan jumlah kasus DBD di lingkungan rumah.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Meningkatkan peran serta kader sebagai Jumantik dalam pelaksanaan PSN

untuk memutus mata rantai penyebaran DBD di kelurahan pondok kopi 1

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Meningkatkan pengetahuan kader terhadap penyakit DBD
b. Meningkatkan pengetahuan kader terhadap lingkungan kaitannya dengan daur

hidup nyamuk penyebab DBD


c. Terciptanya peran serta kader sebagai Jumantik dalam pelaksanaan PSN secara

berkesinambungan.
d. Meningkatkan kesadaran kader terhadap pemberantasan DBD di wilayah

kerjanya.

2
e. Terbentuknya program PSN syang aktif dan berjalan continue dengan penuh
pengawasan dari puskesmas
f. Terbentuknya jumantik yang edukatif dan persuasif bagi warga dan lingkungan

sekitar.
g. Mendukung upaya penurunan kasus DBD lingkungan tempat tinggal dan di

Indonesia

1.3 Rumusan Masalah

Dari data yang ada, dapat dirumuskan masalah pada mini project ini adalah :

a. Bagaimana tingkat pengetahuan kader terhadap penyakit DBD.

b. Bagaimana tingkat pengetahuan kader terhadap pelaksaan JUMANTIK dalam PSN

c. Bagaimana penurunan kasus DBD di pondok kopi 1 setelah adanya program PSN.

d. Bagaimana peran puskesmas sebagai satuan pelayanan kesehatan dalam mendukung

pemberantasan DBD di lingkungan.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Penulis
Membantu menurunkan angka kejadian DBD khususnya di lingkungan kelurahan

pondok Kopi 1.
Melatih menemukan masalah, identifikasi, perencanaan, serta mengatasi dan

mengevaluasi masalah yang ditemukan dilapangan.


Dapat melengkapi salah satu tugas dokter internship.

b. Puskesmas
Menjadi salah satu program unggulan puskesmas dalam pemberantasan DBD.

3
Mendapatkan data hasil rekapitulasi tiap minggu dari kader di tiap RW yang

bersangkutan.
Menurunkan angka kejadian DBD di kelurahan pondok kopi 1.

c. Kader
Meningkatkan kesadaran warga tentang perilaku dan gaya hidup sehat, serta

pentingnya menciptakan suatu kondisi yang sehat dan bebas jentik nyamuk.
menurunkan angka kejadian DBD di lingkungan sekitar maupun tempat tinggal.
meningkatkan produktifitas kader dalam belajar mengenai DBD dan jumantik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

2.1.1. Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti1, yang ditandai dengan demam

mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati,

disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan

gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau

renjatan.1,2,3

2.1.2. Agent Infeksius

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod

Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat

serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. 2 Masing masing saling berkaitan sifat antigennya

dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya

KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang

paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala

klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.1,2,3,

5
2.1.3 Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektorpenularan virus

dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan

vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural)

kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.3

2.2. PENULARAN VIRUS DENGUE

2.2.1. Mekanisme Penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus

dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena

itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran

35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk 1,3.

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus,

dan vektor perantara.3 Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam

darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. 1,2,3

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa

inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan

ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan

menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu

minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap

untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang

6
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi

penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit

(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya

(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue

dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. 2,3

Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk

betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan

menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.

Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu

individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia

yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga

nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan

inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.1,2,3

2.2.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD

Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)


b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari

berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus

dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu antara lain :


i. Sekolah
Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok umur

yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.


ii. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :

7
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah

penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.


iii. Tempat umum lainnya seperti :
Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
c. Pemukiman baru di pinggiran kota karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari

berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang

membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.1,2,3,4

2.3 PENGENALAN NYAMUK PENULAR (VEKTOR) DBD

2.3.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes

Nyamuk Aedes memiliki siklus hidup (tahapan kehidupan) secara sempurna, antara lain

telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa. Masa pertumbuhan dari telur, jentik, kepompong

hingga menjadi nyamuk sekitar 8-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban. Semakin tinggi

suhu dan kelembaban semakin cepat masa pertumbuhan nyamuk.3,4

8
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes

2.3.2 Ciri-ciri Nyamuk Aedes

Telur
Telur diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya pada dinding bagian

dalam kontainer di permukaan air. Jumlah telur nyamuk untuk sekali bertelur dapat

mencapai 300 butir dengan ukuran . Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan

terpisah satu dengan yang lain. Pada kondisi yang buruk (dalam kondisi musim kering

yang lama), telur dapat bertahan hingga lebih dari satu tahun. Telur akan menetas menjadi

jentik setelah 1-3 hari terendam air.4

9
Gambar 2.2. Telur Nyamuk Aedes

Jentik
Setelah telur terendam 2-3 hari, selanjutnya menetas menjadi jentik. Jentik mengalami 4

tingkatan atau stadium yang disebut instar, yaitu instar I, II, III dan IV. Waktu

pertumbuhan dari masing-masing stadium adalah jentik instar I selama 1 hari, jentik

instar II selama 1-2 hari, jentik instar III selama 2 hari, jentik instar IV selama 2-3 hari.

Jentik Aedes di dalam air dapat dikenali dengan ciriciri berukuran 0,51 cm dan selalu

bergerak aktif dalam air. Pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan

permukaan air untuk bernapas (mendapatkan oksigen). Selanjutnya jentik berkembang

menjadi kepompong.2,4

10
Gambar 2.3. Jentik Nyamuk Aedes
Kepompong
Kepompong adalah periode puasa, membutuhkan waktu 1-2 hari. Kepompong berbentuk
seperti koma dan lebih pendek dibandingkan jentik, aktif bergerak dalam air terutama bila

terganggu. Pada tingkat kepompong ini tidak memerlukan makan, tetapi perlu udara.

Dalam waktu 1-2 hari perkembangan kepompong sudah sempurna, maka kulit

kepompong pecah dan nyamuk dewasa muda segera keluar dan terbang. Pada umumnya

nyamuk jantan menetas lebih dahulu dari nyamuk betina.4

11
Gambar 2.4. Kepompong Aedes
Periode Dewasa
Secara umum nyamuk Aedes terdiri tiga bagian, yaitu kepala, thorax dan abdomen,

mempunyai dua pasang sayap dan tiga pasang kaki. Nyamuk Aedes dewasa memiliki

ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam bercak putih. Tubuh dan tungkainya ditutupi

sisik dengan bercak putih. Ae.aegypti di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis

melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan berwarna putih, sedangkan Ae.albopictus di

bagian punggung tubuhnya tampak satu garis lurus tebal berwarna putih. Kemampuan

terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter maksimal 100 meter, namun secara pasif karena

faktor angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Nyamuk ini dapat hidup

dan berkembang biak sampai ketinggian daerah sekitar 1.000 meter dari permukaan laut,

di atas ketinggian 1.000 meter dengan suhu udara terlalu rendah nyamuk tidak dapat

berkembang biak, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.2,4

Gambar 2.5. Nyamuk Aedes

12
2.3.3. Tempat Perkembangbiakan Jentik Aedes

Buatan
Tempat perkembangbiakan jentik buatan adalah segala sesuatu yang dibuat oleh manusia

dapat berfungsi menampung air dan jernih, yang kemudian digunakan oleh nyamuk

Aedes untuk tempat berkembangbiak, seperti bak mandi, ember, dispenser, kulkas, ban

bekas, pot/vas bunga, kaleng, plastik, dan lain-lain. Tempat penampungan air tersebut

berada di sekitar pemukiman penduduk. Tempat nyamuk berkembangbiak yang

dibuat/disediakan oleh manusia, seperti tempat penampungan air bersih (bak mandi,

ember, dispenser, kulkas, dan lain-lain), maupun tempat-tempat penampungan air lainnya

yang ada disekitar pemukiman penduduk.4

Gambar 2.6. Tempat perkembangbiakan buatan.


Alamiah
Tempat perkembangbiakan jentik alamiah adalah segala suatu yang telah tersedia di

lingkungan pemukiman berupa tanaman yang dapat menampung air jernih sebagai tempat

13
perindukan nyamuk pada tempat alami, seperti , ketiak daun, tempurung kelapa, lubang

bambu, ataupun pada pelepah daun.4

Gambar 2.7. Tempat perkembangbiakan alamiah

2.3.4 Perilaku Nyamuk Aedes

Perilaku menghisap darah


Nyamuk Aedes betina mengisap darah manusia pada waktu siang hari, dengan puncak

kepadatan nyamuk pada jam 08.00-10.00 dan jam 15.00-17.00. Nyamuk betina

menghisap darah yang dipergunakan untuk pematangan telur. Untuk mengenyangkan

perutnya, nyamuk Aedes dapat menghisap darah beberapa kali dari 1 orang atau lebih,

sehingga potensi untuk menularkan penyakit demam berdarah semakin banyak. Nyamuk

Aedes aegypti lebih banyak menghisap darah manusia di dalam rumah, sedangkan

nyamuk Aedes albopictus lebih banyak mengisap darah di luar rumah.4


Perilaku istirahat

14
Nyamuk Aedes setelah mengisap darah akan beristirahat untuk proses pematangan telur,

setelah bertelur nyamuk beristirahat untuk kemudian menghisap darah kembali. Nyamuk

Aedes aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, tempat

tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk kolong tempat tidur, kloset, kamar

mandi dan dapur. Selain itu juga bersembunyi pada benda-benda yang digantungkan

seperti baju, tirai dan dinding. Walaupun jarang, bisa ditemukan di luar rumah, di

tanaman atau tempat terlindung lainnya. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus jarang

ditemukan beristirahat di dalam rumah. Kebiasaan istirahat nyamuk Aedes albopictus

beristirahat dirumah seperti di tanaman kering, rerumputan dan lain lain.4

2.3.5 Survei Jentik

Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan PSN DBD adalah meningkatnya angka

bebas jentik. Angka bebas jentik diperoleh dengan melakukan survei atau

pemeriksaan di tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pemeriksaan

jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya

jentik.

2. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi,

tempayan, drum, dan bak air lainya. Jika pada pandangan penglihatan pertama tidak

menemukan jentik, ditunggu kira-kira -1 menit untuk memastika bahwa jentik tidak

ada.

15
3. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas

bunga/pot tanaman air/ botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke

tempat yang lain.

4. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya

digunakan senter (Depkes RI 3, 2010: 10).

Metode survei jentik dibagi menjadi dua, yaitu metode survei dengan single larva dan

visual. Uraian metode tersebut sebagai berikut:

a. Single larva adalah metode yang dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap

tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

b. Visual adalah metode yang dilakukan dengan cara melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Program DBD biasanya

menggunakan cara visual (Depkes RI 3, 2010: 11).

Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah sebagai

berikut:

1. Angka Bebas Jentik

Angka Bebas Jentik adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan

jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai

jentik dibagi dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan.

ABJ = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik


100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

16
2. House Index (HI)
HI = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

3. Container Index (CI)

CI = Jumlah container dengan jentik


100%
Jumlah container yang diperiksa

4. Breteu Index (BI)

Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah atau bangunan. Angka bebas jentik

dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu

wilayah (Depkes RI 3, 2010: 11).

2.4 JUMANTIK

2.4.1 PENGORGANISASIAN JUMANTIK

1. Jumantik

Juru pemantau jentik atau jumantik adalah orang yang melakukan pemeriksaan,

pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus

2. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

Adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga

dalam melakukan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk

pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS

17
3. Jumantik Rumah

Adalah kepala keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah yang di sepakati

untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Kepala Keluarga sebagai

penanggung jawab Jumantik Rumah

4. Jumantik Lingkungan

Adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat tempat umum (TTU)

atau tempat tempat Institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik di :

TTI : Perkantoran, sekolah, rumah sakit

TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman dan

tempat wisata.

5. Koordinator Jumantik

Adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua

RW / Kepala Desa / Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan

jumantik di lingkungan RT.

18
B. Struktur

Pembentukan kader jumantik dalam kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang berasal

dari masyarakat terdiri dari jumantik Rumah / Lingkungan, koordinator Jumantik dan Supervisor

Jumantik. Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh

pemerintah Kabupaten / kota. Adapun susunan organisasinya adalah sebagai berikut

Adapun susunan organisasinya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8.Gambar Bagan Struktur Pembina Jumantik/ PSN

Peran dan tanggungjawab Pokja Jumantik-PSN antara lain yaitu:

a Membentuk kegiatan PSN/ Jumantik di wilayahnya.


b Memberikan dukungan operasional dalam rangka pelaksanaan PSN.
c Menjalin koordinasi antara puskesmas dalam upaya pembentukan, pembinaan,

pelaksanaan dan pengawasan kegiatan PSN di wilayahnya.


d Memastikan bahwa pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan PSN/ Jumantik di

wilayahnya berjalan dengan baik mewujudkan Bebas Jentik.


e Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan PSN di

wilayahnya.

19
f Memberikan penghargaan terhadap kader yang memiliki kinerja dan prestasi yang baik

dalam pelaksanaan PSN berhasil mewujudkan Bebas Jentik.


g Memberikan laporan pelaksanaan PSN kepada Pokjanal DBD tingkat provinsi (jika

Pokjanal DBD tingkat provinsi belum terbentuk, maka laporan ditujukan kepada

Gubernur dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi).

2.4.2 Tata Kerja/Koordinasi Di Lapangan

Tata kerja/koordinasi Jumantik di lapangan adalah sebagai berikut:

a. Tata kerja PSN/Jumantik mengacu pada petunjuk teknis PSN-Jumantik dan ketentuan-

ketentuan lainnya yang berlaku di wilayah setempat.


b. Jumantik anak sekolah berperan dalam kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) dalam

rangka menciptakan Bebas Jentik.


c. Puskesmas berkewajiban melaksanakan pembinaan/ penyuluhan teknis kepada para kader

jumantik secara berkala.


d. Petugas puskesmas memantau dan menilai pelaksanaan PSN.
e. Penanggungjawab PSN memberikan laporan rutin perbulan kepada puskesmas

berdasarkan hasil rekap pelaksanaan PSN/Jumantik setiap minggunya.

2.4.3 Kriteria Dan Perekrutan Kader Jumantik dan Penanggung Jawab PSN

A. Kriteria Jumantik
Kader Jumantik adalah pasangan ibu-ibu PKK dari setiap RT, dengan kriteria sebagai

berikut:
a. Mampu membaca dan menulis
b. Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggung jawab
c. Mampu dan mau menjadi motivator bagi rekan-rekan yang lain.
d. Mampu dan mau bekerjasama dengan petugas puskesmas, masyarakat dan

petugas lainnya.
B. Kriteria Penanggung Jawab Jumantik-PSN
Penunjukan Penanggung Jawab Jumatik-PSN menjadi kewenangan ketua RT yang

bersangkutan, dengan kriteria antara lain:

20
a. Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
b. Mampu dan mau menjadi motivator bagi rekan-rekan kader jumantik
c. Mampu dan mau bekerjasama/ berkoordinasi yang baik dengan petugas

puskesmas, tim Pokja Jumantik-PSN dan masyarakat.


2.4.4 Perekrutan
Perekrutan kader jumantik dan penunjukan penanggungjawab dilaksanakan sesuai

dengan tata cara yang telah diatur oleh masing-masing RT. Semakin banyak kader yang

dilibatkan akan semakin baik, bila perlu seluruh kader dilibatkan sebagai Jumantik-PSN.
2.4.5 Peran Dan Tanggung Jawab
Peran dan tanggung jawab pelaksanaan Jumantik-PSN disesuaikan dengan fungsi masing

masing, yaitu:
1. Jumantik
a) Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan RT secara rutin

seminggu sekali.
b) Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan tempat tinggalnya

secara rutin seminggu sekali.


c) Membuat catatan/laporan hasil pemantauan jentik dan PSN di RT dan tempat

tinggalnya.
d) Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Penanggung Jawab Jumantik-PSN

seminggu sekali menggunakan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di

Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan


e) Melakukan sosialisasi PSN 3M dan pengenalan DBD kepada rekan-rekan lainnya.
f) Berperan sebagai penggerak dan motivator kader lainnya agar mau melaksanakan

pemberantasan sarang nyamuk terutama di lingkungan RT-nya dan tempat tinggalnya.


g) Berperan sebagai penggerak dan motivator bagi keluarga dan masyarakat agar mau

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk terutama di lingkungan tempat

tinggalnya.
2. Penanggung Jawab PSN
a) Membuat rekapitulasi laporan mingguan hasil Jumantik-PSN di masing-masing RT

yang telah disahkan/ ditandatangani oleh ketua RT untuk diserahkan kepada kepala

puskesmas setempat selaku pembina UKM wilayahnya.


b) Memeriksa dan mengarahkan kegiatan Jumantik.

21
c) Mengawasi/memberikan bimbingan teknis kepada Jumantik anak sekolah.

3. Kepala Puskesmas
a) Membina dan memantau pelaksanaan kegiatan PSN serta melaksanakan koordinasi

dengan pemerintah daerah setempat (Pokja PSN).


b) Memberikan pembinaan teknis kepada kader-kader Jumantik.
c) Menganalisa laporan hasil pemantauan jentik oleh kader Jumantik.
d) Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di wilayah kerjanya

kepada Pokja PSN melalui kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.


4. Pokjanal DBD tingkat Provinsi
a) Melalui instansi atau SKPD terkait melakukan pembinaan dan evaluasi pelaksanaan

kegiatan PSN di masing-masing kabupaten/kota di wilayahnya.


b) Menganalisa dan membuat laporan rekapitulasi hasil kegiatan PSN dari wilayah

kabupaten/kota kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (Ditjen PP dan PL), Kementerian Kesehatan RI.


c) Memberikan dukungan operasional kepada Pokja tingkat Kabupaten/Kota.
2.4.6 Dukungan Operasional
Agar Jumantik-PSN dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan maka

diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan dana tersebut dapat berasal dari

beberapa sumber misalnya APBD, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dan lain

sebagainya. Adapun komponen pembiayaan yang diperlukan antara lain adalah:


a Transport/insentif bagi petugas pembina teknis di lapangan.
b Penyediaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, formulir hasil pemeriksaan jentik,

alat tulis, senter, pipet dan plastik tempat jentik dan larvasida.

22
Gambar 2.9. Contoh PSN kit
c Penyediaan alat lainnya misalnya media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

seperti leaflet, stiker, lembar balik (flipchart), buku saku, juknis/juklak dll.
d Biaya pelatihan/pembinaan kader-kader penanggung jawab PSN oleh Pokja PSN.
e Biaya pelatihan bagi jumantik oleh puskesmas/ dinas kesehatan/ Pokja PSN.
f Biaya monitoring dan evaluasi.

2.5 PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN)


1. Mekanisme Pelaksanaan
Mekanisme pelaksanaan Jumantik-PSN sebagai berikut :
- Dinas Kesehatan bersama Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota dalam wadah Pokja PSN memberikan pembinaan/pelatihan

Jumantik-PSN kepada para kader.


- Ketua RT membuat tim pelaksana Jumantik-PSN dan menunjuk seorang kader

penanggung jawab PSN.


- Penanggungjawab PSN menyusun program kerja/kegiatan Jumantik- PSN.
- Kader yg sudah dilatih mengajarkan Jumantik-PSN kepada rekan kader
- Setiap minggu kader melakukan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan RT dan

rumah/tempat tinggalnya masing-masing dan melakukan pencatatan hari dan tanggal

23
pelaksanaan, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk, ada tidaknya jentik dan

kegiatan PSN 3M yang dilakukan


- Formulir pencatatan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di Rumah/Tempat

Tinggal dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan dilaporkan setiap minggu

ke penanggung jawab dan diparaf oleh penanggung jawab.


- Penanggungjawab akan memeriksa formulir tersebut, apabila laporan ditemukan

jentik maka guru wajib memberikan arahan kepada kader untuk meningkatkan

kegiatan PSN 3M, serta membuat rekap laporan ke Puskesmas terdekat untuk

ditindaklanjuti.
- Dinas Kesehatan/ Pokja PSN melalui Puskesmas setempat melakukan pembinaan ke

lingkungan RT dalam rangka keberlangsungan kegiatan Jumantik-PSN.


2. Pemantauan Jentik
Pengamatan jentik dapat dilakukan sebagai berikut :
- Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam maupun

di lingkungan rumah.
- Setelah didapatkan, maka dilakukan penyenteran untuk mengetahui ada tidaknya

jentik
- Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang diperiksa pada Formulir Hasil

Pemantauan Jentik Mingguan di Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil

Pemantauan Jentik Mingguan di lingkungan RT

Gambar 2.10. Pemantauan jentik

24
Gambar 2.11. Tempat-tempat potensial perkembangbiakan nyamuk di dalam rumah

Gambar 2.11. Tempat-tempat potensial perkembangbiakan nyamuk di luar rumah

3. Menguras
Menguras tempat penampungan air secara rutin dan terus menerus. Menguras harus

dilakukan setiap minggu dengan pertimbangan nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi

nyamuk dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik dan kepompong selama 8-12

25
hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati sebelum menjadi

nyamuk dewasa.
4. Menutup
Menutup adalah kegiatan menutup semua tempat penyimpanan air yang diperkirakan air

akan disimpan dalam waktu lama (lebih dari satu minggu). Namun apabila tetap

ditemukan jentik, maka air harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup

rapat.

5. Memanfaatkan Kembali Barang Bekas yang Bernilai Ekonomis


Banyak barang-barang bekas yang dapat digunakan kembali dan benilai ekonomis,

dengan cara mengolah kembali bahan-bahan media penampungan air menjadi produk

atau barangbarang yang telah diperbaharui menjadi bernilai ekonomis.


6. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan berfungsi untuk menilai keberhasilan PSN 3M oleh

kader, serta sebagai informasi penting dalam rangka menghadapi terjadi serangan DBD.

Pencatatan dan pelaporan PSN dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Pencatatan

dilakukan sesuai dengan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di

Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di lingkungan

RT.
- Seminggu sekali kader melakukan pemantauan jentik dan PSN di rumahnya

masingmasing melakukan pencatatan hasil pemantauan jentik, jenis tempat

perkembangbiakan nyamuk/ penampungan air (kontainer), ada tidaknya jentik dan

kegiatan PSN 3M yang dilakukan dengan menggunakan Formulir Hasil Pemantauan

Jentik Mingguan di Rumah/Tempat Tinggal.


- Seminggu sekali kader juga melakukan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan

sekolahnya, melakukan pencatatan hasil pemantauan jentik, jenis ruangan yang

dipantau, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk/ penampungan air (kontainer),

26
ada tidaknya jentik dan kegiatan PSN 3M yang dilakukan Formulir Hasil

Pemantauan Jentik Mingguan.


- Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan dilaporkan setiap minggu kepada

penanggung jawab dan diparaf oleh penanggung jawab.


- Penanggungjawab memeriksa Formulir Hasil Pemantauan Jentik dan PSN dan

Formulir Hasil Pemantauan Jentik dan PSN Rumah, apabila laporan ditemukan

jentik maka kader wajib memberikan arahan kepada rekan kader untuk

meningkatkan kegiatan PSN 3M, serta diharapkan dapat melaporkan ke Puskesmas

setempat untuk mendapatkan pengendalian lebih lanjut.


- Penanggung jawab merekap hasil pemantauan kader di rumah dan di RT-nya ke

dalam form Rekapitulasi Laporan Mingguan Jumantik-PSN kepada kepala

puskesmas setempat selaku pembina UKM wilayahnya.

2.6 KERANGKA TEORI

-
Pemberantasan DBD

- Nyamuk Dewasa Jentik

27
Dengan Insektisida
-

Surveilans: Fisik Kimia Biologi


-
Identifikasi
- Penggerakkan Jumantik
- sarang
- nyamu
- k Preventif: Promotif:
- Menghi
tung Pemberantasan Mengajarkan kepada
Sarang Nyamuk murid tentang Perilaku
kepadat
(PSN) dengan 3 M Hidup Bersih dan
an Sehat (PHBS)
Plus
jentik
Peningkatan Angka Bebas Jentik
dengan
rumus DBD dapat dicegah
ABJ
(Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2010; Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

2.7 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

28
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagat kemarnpuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
rumus, metode, prinsip dalam konteks.

4. Analisiss
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan.

fii

5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru.

6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
sudah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.

2.8 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

29
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari ketersediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi
akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari orangtuanya s endiri.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sampling yang bersifat analitik yang
tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan dan sikap kader Jumantik di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi 1.

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini adalah total sampling , yaitu penelitian dengan cara mengambil
sampel dari seluruh status pengetahuan dan sikap faktor penelitian secara serentak pada suatu
periode tertentu.

3.3 Instrumen Penelitian


Instrumen pokok penelitian ini adalah kuisioner. Jumlah pertanyaan dalam kuisioner yang
digunakan dalam penelitian imi seluruhnya adalah 35 buah, yang dibagi menjadi enam
kategori yaitu :
1. Identitas responden, 8 pertanyaan
2. Pertanyaan tentang keluarga yang menderita demam berdarah 1 pertanyaan

31
3. Pertanyaan tentang pengetahuan kader mengenai penyakit demam berdarah sebanyak 10
pertanyaan.
4. Pertanyaan tentang sikap masyarakat mengenai penyakit demam berdarah sebanyak 4
pertanyaan.
5. Pertanyaan tentang pengetahuan masyarakat terhadap kegiatan PSN dalam pelaksaan
jumantik sebanyak 10 pertanyaan.
6. Pernyataan tentang penyuluhan terhadap penyakit demam berdarah sebanyak 2
pertanyaan.

3.4 Pengumpulan Data


3.4.1 Sumber Data
1. Data primer
Data primer didapatkan dari hasil kuisioner yang dilakukan penulis terhadap
responden melalui perkumpulan kader yang berada di kelurahan Pondok Kopi 1.
Pertanyaan-pertanyaa yang diajukan secara tulisan dengan berpedoman pada kuisioner
yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Data sekunder
Data sekunder didapatkan dari:
a. Data kependudukan dari profil Puskesmas Pondok Kopi 1.
b. Data laporan Bulanan kasus DBD Kelurahan Pondok Kopi 1.

3.4.2 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh Kader jumantik yang pada saat
penelitian berlangsung dan bermukim di kelurahan Pondok Kopi 1. Jumlah populasi
adalah 46 kader.

3.4.3 Sampel
1. Total sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diambil (Notoatmojo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah
semua kader di kelurahan pondok kopi 1., yaitu sejumlah 46 kader.

32
2. Tekhnik pengambilan sampel
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel
yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam,
2008). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil
total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang
kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
3.5 Definisi Operasional
1. Ibu Rumah Tangga
Adalah mereka yang mendampingi kepala keluarga
2. Usia Responden
Adalah ulang tahun terakhir responden pada saat dilakukan wawancara
3. Pekerjaan
Adalah mata pencaharian utama responden untuk membiayai kehidupan sehari-hari
responden
4. Pendidikan
Jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti responden.
5. Tingkat Pengetahuan
Adalah pengetahuan responden mengenai DHF (definisi, penyebaran, dan pencegahan).
Tingkat pengetahuan dinilai melalui penelitian jawaban responden atas pertanyaan-
pertanyaan kategori pengetahuan dalam kuesioner.
6. Tingkat sikap
Adalah sikap responden mengenai DHF (penyebaran dan pencegahan). Dinilai melalui
penilaian jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan kategori sikap dalam kuisioner.

3.6 Teknik Analisis Data


a Penilaian pengetahuan
- Dalam kuisioner, kategori pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan yang mencakup
mengenai definisi, penyebaran, dan pencegahan terhadap demam berdarah. Ketujuh
pertanyaan tersebut berupa pertanyaan pilihan ganda. Penilaian dilakukan dengan
memberi poin, jawaban yang benar diberi poin 10, dan jawaban salah diberi poin 0.
Pengetahuan dinilai dengan kriteria sangat baik, baik, cukup dan kurang.
Pengetahuan dengan kriteria sangat baik 90-100, baik memiliki nilai antara 70-80,
cukup 50-60, sedangkan kriteria kurang memiliki nilai <50.
b Penilaian sikap

33
Dalam kuisioner, kategori sikap terdiri dari 4 pertanyaan yang mencakup mengenai
sikap kader dalam mencegah demam berdarah. Pertanyaan tersebut berupa
pertanyaan pilihan ganda. Penilaian dilakukan dengan memberi poin, jawaban yang
benar diberi poin 25, dan jawaban salah diberi poin 0. Sikap dinilai dengan kriteria
cukup dan kurang. Pengetahuan dengan kriteria cukup memiliki nilai antara 60-100 ,
sedangkan kriteria kurang memiliki nilai 10 50.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang sudah disiapkan
sebelumnya.

3.8 Analisis Hasil Penelitian


Untuk pengolahan data digunakan cara manual dan bantuan software pengolahan

data menggunakan Microsoft Word dan Microsoft Excel. Untuk menganalisa data-data yang

sudah didapat adalah dengan menggunakan analisa univariat.

Analisa data yang akan peneliti lakukan adalah analisa univariat, yaitu sebagai

berikut : Analisa Univariat

Tujuan analisis ini untuk menjelaskan (mendeskripsikan) karakter masing-

masing variable. Jenis data yang dianalisis adalah data kategorik, peringkasan

data menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase. Bentuk

penyajian data berupa tabel.

34
BAB IV

GAMBARAN KOMUNITAS

4.1 Gambaran Umum Puskesmas

Indonesia sehat 2015 adalah visi pembangunan sehat di Indonesia. Puskesmas dijadikan
sebagai ujung tombak upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat maupun kesehatan
perorangan. Lebih dari tiga dasawarsa Republik Indonesia mencoba berupaya menyelesaikan
persoalan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Gagasangagasan baru untuk
menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan kesehatan dicoba namun demikian faktanya
adalah kualitas pelayanan kesehatan di negara Indonesia masih jauh dari memuaskan bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
4.1.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian
wilayah kecamatan. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya dan
merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
4.1.2 Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2015. Kecamatan sehat
adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yang mencakup empat indikator
utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan.

4.1.3 Misi
Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

35
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
4.1.4 Tujuan
Tujuannya adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional,
yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2015.
4.1.5 Fungsi
Ada tiga fungsi Puskesmas, yaitu :
Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
Puskesmas mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, dengan indikator:
a. Tersedianya air bersih
b. Tersedianya jamban yang sehat
c. Tersedianya larangan merokok
d. Adanya dokter kecil untuk SD atau PMR untuk SMP
Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan perorangan, warga dan masyarakat ini diselenggarakan
dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat mempunyai indikator :
a. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
b. Tumbuh dan kembangnya LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat)
c. Tumbuh dan berfungsinya kesehatan masyarakat.
Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
a. Promosi kesehatan masyarakat
b. Kesehatan lingkungan
c. KIA ( Kesehatan Ibu dan Anak )
d. KB ( Keluarga Berencana )
e. Perbaikan gizi masyarakat
f. P2M ( Pengendalian Penyakit Menular )
g. Pengobatan dasar
Pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh puskesmas meliputi:

36
Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan yang bersifat pribadi (Private Goods) dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan yang bersifat publik (Public Goods) dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
4.1.6 Azas
Azas penyelenggaraan dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar
pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas
dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun
upaya kesehatan pengembangan.
Azas Pertanggungjawaban Wilayah
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga
berwawasan kesehatan.
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan
terjangkau di wilayah kerjanya.
Azas Pemberdayaan Masyarakat
a. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
d. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL), PSN DBD
e. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren), Jumantik Sekolah
f. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda
g. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)
i. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).
Azas Keterpaduan
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni :
a. Keterpaduan Lintas Program
Contoh keterpaduan lintas program antara lain :

37
1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : Keterpaduan KIA dengan
P2M, gizi, promosi kesehatan & pengobatan.
2) UKS : Keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan,
pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja, kesehatan jiwa
dan kesehatan lingkungan.
3) Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan jiwa &
promosi kesehatan.
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya ini memadukan penyelenggaraan program puskesmas dengan
program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi
kemasyarakatn dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektoral antara
lain : KIA yakni keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) & Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB). Selain itu juga memadukan program UKS, perbaikan gizi, kesehatan
kerja, dan kesehatan lingkungan.
Azas Rujukan
Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan dan
juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap program puskesmas
harus ditopang oleh azas rujukan.
a. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal maupun horizontal). Rujukan
upaya kesehatan perorangan dibedakan atas :
1) Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan sikap medis
(contoh : operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
3) Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas.
b. Rujukan Kesehatan

38
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan bahan pakaian.
2) Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar
biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, gangguan
kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau
penyelenggaraan kesehatan masyarakat kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas
tidak mampu.

4.1.7 Upaya Penyelenggaraan


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan garda terdepan dalam
pembangunan kesehatan masyarakat yang berfungsi melayani tugas teknis dan administratif.
Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni:
Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yaitu:
a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi mayarakat
e. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular
f. Upaya pengobatan
Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas, yakni:
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan olahraga
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan kerja
e. Upaya kesehatan gigi dan mulut
f. Upaya kesehatan jiwa
g. Upaya kesehatan mata
h. Upaya kesehatan usia lanjut

39
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan infrastruktur lainnya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas.
Penyelenggaran pelayanan kesehatan oleh Puskesmas meliputi :
a. Promotif ( peningkatan kesehatan )
b. Preventif ( upaya pencegahan )
c. Kuratif ( pengobatan )
d. Rehabilitatif ( pemulihan kesehatan )

4.2 Gambaran Umum Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I


4.2.1 Profil Puskesmas Pondok Kopi I
Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I dibangun pada tahun 1972 di atas
tanah seluas 6750 m2 dengan luas bangunan 240 m2. Bangunan puskesmas
telah di renovasi total sebanyak 1 kali dengan anggaran dari Sudinkes Jakarta
Timur pada akhir tahun 2011. Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I juga telah
tersertifikasi ISO 9001-2008 pada tahun 2013 dan masih dipertahankan
hingga sekarang.
4.2.2 Visi
Puskesmas yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan pelayanan
standar mutu internasional menuju terciptanya Duren Sawit sebagai kota sehat
4.2.3 Misi
a. Meningkatkan mutu pelayanan berorientasi pada kepuasan pelanggan
b. Mengembangkan profesionalisme SDM
c. Mengembangkan sarana kesehatan puskesmas
d. Mewujudkan manajemen puskesmas yang kompak dan solid
e. Mengkoordinasikan Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan

4.2.4 Struktur Organisasi

40
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Puskesmas Kel. Pondok Kopi 1

4.3 Data Geografis

41
Puskesmas ini mencakup wilayah kerja seluas 57,1 Ha dengan batas-batas :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah kerja Pkm. Pondok Kopi 2


Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan. Pondok Kelapa
Sebelah Timur : Berbatasan dengan kelurahan Bintara
Sebelah Barat : Berbatasan dengan kelurahan Malaka Sari

Gambar 4.1 Peta Wilayah Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi 1

4.4 Data Demografik

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I th 2015


adalah 12.216 jiwa dalam 4.724 KK (6.400 laki-laki, dan 4.816 perempuan).

a. Jumlah Penduduk Setiap RW


NO RW WNI WNA JUMLAH Ket

42
LK PR JUMLAH LK PR JUMLAH

1 02 1.956 1.600 3.556 - - - 3.556

2 03 3.540 1.609 5.149 1 - 1 5.150

3 04 1.903 1.607 3.510 - - - 3.510

Jumlah 6.399 4.816 12.215 1 - 1 12.216

b. Jumlah KK Setiap RW

WNI
No. RW.
Lk Pr Jumlah

1 2 886 64 950

2 3 879 128 1.007

3 4 866 37 903

Jumlah 2.631 229 2.860


c. Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan

No RW TK SD SLTP SLTA UNIV


1 001 54 491 228 278 101
2 005 54 237 137 176 118
3 006 57 331 244 254 106
4 007 67 289 178 157 87
5 008 50 224 231 229 112
6 009 62 209 129 121 106
7 010 63 276 125 110 79
8 011 46 254 129 120 91
Jumlah 453 2311 1401 1445 800

d. Jumlah Bangunan Rumah Tinggal

43
No. RW. Permanen Semi Permanen Tidak Tempat Kos 4.5
Permanen 4.5
1 02 167 87 85 122
4.5
2 03 361 402 392 -
3 04 369 57 40 - 4.5
JUMLAH 897 549 517 122
4.5
Sumber Daya Manusia
Jumlah pegawai Puskesmas Kel. Pondok Kopi I berjumlah 10 orang yang terdiri dari 6
orang pegawai otonom, 4 oang pegawai honorer, dengan rincian :
Dokter Umum : 1 orang
Bidan : 2 Orang
Perawat : 1 Orang
Tata usaha : 2 Orang
PHL : 2 Orang
Kebersihan : 1 Orang
Keamanan : 1 Orang

4.6 Data Kesehatan Primer

Jumlah kasus DBD yang ditangani di Puskesmas Pondok Kopi 1 selama tahun 2017
(Januari-April) sebanyak 7 kasus, dengan proporsi 2 orang dari laporan masyarakat dan 5
orang dari laporan rumah sakit. Berikut ini tabel kasus DBD selama tahun 2017
berdasarkan RT dan RW

Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD Tahun 2017 Berdasarkan Wilayah RW


di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kopi 1

44
RW 02 RW03 RW04

PRIA - 4 1

WANITA - 2

TOTAL - 6 1

Berdasarkan arsip Puskesmas Pondok Kopi 1, terdapat peningkatan kasus yang ditangani

di wilayah RT 03. Pada tahun 2017, terdapat 3 kasus (terdiri dari 3 orang laki-laki).

45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian


Pengambilan data dilakukan pada tanggal 21 maret sampai 28 april 2017 kelurahan pondok

kopi 1.
5.2 Hasil penelitian dan pembahasan
5.2.1 Identitas Responden

Tabel 4.2 Distribusi usia responden


Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)
31 40 th 9 19,56
41 50 th 13 28,26
>50 th 24 52,17
46 100
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa kebanyakan responden berusia > 50th tahun yaitu sebanyak 24
responden (52,17 %).

5.2.2 Pekerjaan Responden

Tabel 4.3 Distribusi pekerjaan responden


Perkerjaan Jumlah Persentase (%)
Wiraswasta 0 0
Guru 1 2,17
IRT 45 97,82
Lain-lain 0 0
46 100

Dari tabel 4.3. diatas didapatkan bahwa kebanyakan pekerjaan responden adalah ibu rumah
tangga (97,82 %). Data mengenai pekerjaan ini dapat menjadi patokan kasar dalam
memperkirakan status sosial ekonomi responden yang tentunya akan berpengaruh terhadap
perilaku kesehatannya.

46
5.2.3 Pendidikan Responden
Tabel 4.4 Distribusi Pendidikan Responden

Pendidikan Responden Jumlah Presentase

SMP 6 13,04

SMA 25 54,34
D3 11 23,91
S1 4 8,69
46 100

Dari tabel 4.4. diatas didapatkan bahwa kebanyakan pendidikan responden adalah lulusan
SMA (54,34 %). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata pendidikan responden Cukup
baik. Tentunya tingkat pendidikan yang cukup ini mungkin akan sedikit mempersulit puskesmas
dalam memberikan penyuluhan tentang penyakit DHF ini.

5.2.4 Pengetahuan Responden mengenai penyakit DBD

Tabel 4.5. Distribusi responden menurut ada tidaknya keluarga menderita DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Ya 0 0
Sehat 0 0
Sakit 0 0
Komplikasi 0 0
Meninggal 0 0
Tidak 46 100
46 0 100 100
Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa semua responden tidak menderita DHF (100%).

47
Tabel 4.6. Distribusi jawaban responden terhadap pengetahuan tentang DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Tahu 42 91,30
Tidak tahu 4 8,69
46 100

Dari tabel 4.6. dapat diketahui bahwa kebanyakan responden mengetahui tentang demam
berdarah ( 91,30%). Ini berarti sebagian besar responden sudah mengetahui tentang penyakit
demam berdarah dengue, tetapi sejauh mana pengetahuan responden tentang DHF dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7. Distribusi jawaban responden tentang penyebab DHF


Penyebab DHF Jumlah Persentase
(%)
Virus/bibit penyakit kecil 26 56,53
Gigitan serangga (nyamuk) 20 43,47
Makanan / minuman yang tidak dimasak dengan baik / -
bersih
Terkena kutukan / guna-guna -

Tidak tahu

46 100

48
Dari tabel 4.7. sebagian besar menjawab bahwa DHF disebabkan oleh virus dengue yaitu
56,53%. Dengan demikian hampir seluruh responden mengetahui tentang penyebab penyakit
DHF.
Tabel 4.8. Distribusi jawaban responden tentang ciri nyamuk Aedes Aegepty
Jawaban Jumlah Persentase
Nyamuk kecil tanpa motif
Nyamuk dengan pola hitam 44 95,65
putih
Nyamuk dengan sayap 4 2 4,34
helai
46 100
Dari tabel 4.8. sebagian besar menjawab bahwa DHF disebabkan oleh virus dengue yaitu
95,65%. Dengan demikian hampir seluruh responden mengetahui tentang penyebab penyakit
DHF.

Tabel 4.9. Distribusi jawaban responden terhadap orang-orang yang menderita DHF
( jawaban lebih dari satu )
Tanda-tanda DHF Jumlah Persentase (%)
Demam mendadak 46 32,62
Sakit kepala 20 14,19
Nyeri sendi/tulang/otot 18 12,77
Nyeri ulu hati 11 7,80
Perdarahan berupa : bintik-bintik merah di kulit, 46 32,62
perdarahan gusi/hidung,batuk darah,berak darah,dll.

Tidak tahu -
141 100

Dari tabel 4.9. didapat kebanyakan responden menjawab tanda-tanda orang yang menderita
DHF adalah perdarahan (32,62 %) dan demam mendadak (32,62%). Dengan demikian, sebagian
besar masyarakat telah mengetahui tanda-tanda penyakit DHF.

49
Tabel 4.10. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan apakah DHF merupakan penyakit
berbahaya
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Ya 46 100
Menyebabkan 36 78,26
kematian
Menularkan 10 21,73
Tidak
46 46 100 100

Dari tabel 4.10. kebanyakan responden menganggap DHF merupakan pernyakit yang
berbahaya (100%) karena menyebabkan kematian (78,26 %).

Tabel 4.11. Distribusi jawaban responden terhadap cara penyebaran DHF


Cara penyebaran DHF Jumlah Persentase (%)
Melalui gigitan nyamuk yang sebelumnya telah menggigit 46 100
penderita demam berdarah
Melalui debu / angin
Melalui batuk / dahak -
Bersentuhan dengan penderita demam berdarah -
Melalui barang yang dipakai penderita demam berdarah -

Tidak tahu
46 100

Dari tabel 4.11. dapat dilihat bahwa seluruh responden menjawab cara penyebaran DHF
adalah melalui gigitan nyamuk (100 %). Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden telah
mengetahui cara penyebaran DHF. Tentunya responden akan lebih mudah diberikan penyuluhan
tentang pemberantasan DHF.

50
Tabel 4.12. Tabel distribusi jawaban responden tentang tempat yang menjadi sarang nyamuk DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Tempat penampungan air yang tidak tertutup 32 14,81
Bak mandi 46 21,29
Tempat minum hewan peliharaan 46 21,29
Tatakan dispenser 46 21,29
Pot bunga 46 21,29
Tidak tahu -
216 100

Dari tabel 4.12. dapat dilihat bahwa paling sedikit responden menjawab tempat penampungan
air yang tidak bertutup (14,81%) sebagai tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk DHF.
Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tempat yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk DHF.

Tabel 4.13. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan apakah jentik nyamuk
Aedes dapat hidup di air kotor
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Bisa 20 43,48
Tidak bisa 26 56,52
Tidak tahu -
46 100

Dari tabel 4.13. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tidak bisa (56,52%).
Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tempat yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk DHF.

Tabel 4.14. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan berapa lama daur hidup
nyamuk Aedes Aegepty

51
Jawaban Jumlah Persentase (%)
7 hari 38 82,60
7 minggu 8 17,39
7 bulan -
46 100

Dari tabel 4.14. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab 7 hari (82,60%). Dapat
dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui daur hidup nyamuk Aedes Aegepty.

Tabel 4.15. Tabel distribusi jawaban responden tentang cara mencegah DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
(n)
Menguras bak mandi secara teratur 34 22,07
Menutup tempat penyimpanan air 46 29,87
Mengubur/ membersihkan barang bekas yang dapat 32 20,77
menampung air
Memberikan insektisida pembunuh larva nyamuk (abate) 22 14,28
pada tempat penyimpanan air / bak mandi
Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk dalam kolam 20 12,98

Tidak tahu -
154 100

Dari tabel 4.15. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab mengubur/
membersihkan barang bekas yang dapat menampung air (20,77 % ), menguras bak mandi secara
teratur (22,07 %), dan menutup tempat penyimpanan air (29,87 %) merupakan cara untuk

52
mencegah demam berdarah. Pengetahuan responden tentang cara mencegah demam berdarah
sudah cukup baik.

Tabel 4.16. Distribusi jawaban terhadap pengetahuan responden mengenai DBD


Jawaban Jumlah (n) Presentase(%)
Sangat baik 8 17,39
Baik 11 23,91
Cukup 21 45,65
Kurang 6 13,04
46 100

Dari tabel 4.16 didapatkan bahwa kebanyakan responden berpengetahuan cukup (45,65%)
dan beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang (13,04%). Sebagian besar warga
sudah mengetahui tentang DHF yaitu tentang penyebab DHF, penyebarannya, dan tindakan
pencegahannya. Penyuluhan yang dilakukan puskesmas cukup berhasil karena sebagian besar
warga sudah mengetahui tentang DHF.

5.2.5 Sikap Responden terhadap penyakit DBD

Tabel 4.17 Distribusi jawaban responden mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap
pencegahan DHF

Jawaban Jumlah(n) Persentase (%)


Pemerintah - 0
Penderita demam berdarah dan keluarganya 4 8,70
Masyarakat 8 17,39
Petugas kesehatan 2 4,35

Semua benar 32 69,57


46 100
Dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menganggap seluruh
komponen ikut bertanggung jawab dalam pencegahan DHF (69,57%). Masyarakat bersama
pemerintah harus berperan aktif dalam pencegahan DHF agar dapat mengurangi penyakit
DHF.

53
Tabel 4.18 Distribusi jawaban responden mengenai keefektifan foging dalam mencegah DHF

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)


Efektif 38 82,60
Tidak efektif 8 17,39
Tidak tahu - 0
46 100

Pada tabel 4.18 didapatkan bahwa kebanyakan responden menjawab foging efektif (82,60%).
Sebagian besar responden menganggap foging efektif dalam mencegah DHF, fogging merupakan
metode pemberantasan DHF yang digalakkan pemerintah.

Tabel 4.19 Distribusi jawaban responden mengenai perlu atau tidak penderita DBD di
lingkungan dilakukan fogging

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Ya 42 91,30
Tidak 4 8,70

46 100

Dari tabel 4.19 didapatkan bahwa kebanyakan responden setuju dengan adanya fogging
(91,30 %). Kebanyakan responden sudah memiliki sikap yang baik dalam upaya memutus mata
rantai DHF.

Tabel 4.20 Distribusi jawaban responden tentang perlunya pelaporan penderita DBD ke
RT/RW/JUMANTIK

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)


Perlu 46 100
Tidak perlu - 0

54
46 100

Dari tabel 4.20 diatas dapat dilihat bahwa seluruh responden menjawab perlu dilakukan
pelaporan (100%).

Tabel 4.21. Distribusi jawaban terhadap sikap responden

Jawaban Jumlah Presentase (%)

Cukup 38 82,61
Kurang 8 17,39

46 100

Dari tabel 4.21 didapatkan bahwa kebanyakan responden mempunyai sikap cukup (82,61 %)
walaupun beberapa diantaranya (17,39%) memiliki sikap yang kurang. Dengan sikap yang
cukup ini diharapkan perilaku responden sesuai dengan sikapnya tersebut terutama dalam hal
penyuluhan dan kerjasama untuk mencegah penyebaran penyakit DHF.

5.2.6 Pengetahuan Responden terhadap kegiatan PSN dalam pelaksanaan Jumantik

Tabel 4.22 Distribusi jawaban responden kegunaan bubuk abate

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 42 91,30

Tidak tahu 4 8,70

46 100

55
Dari tabel 4.22 diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tahu kegunaan
bubuk abate (98,8%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang kegunaan
bubuk abate sudah baik.

Tabel 4.23 Distribusi jawaban responden mengenai bahaya fogging (jawaban lebih dari
satu)

Jawaban Jumlah Persentase (%)


Gangguan pencernaan 20 17,85
Gangguan saluran nafas 46 41,07

Kanker sebagai efek jangka panjang 46 41,07


Tidak ada efek berbahaya - 0
112 100

Dari tabel 4.22 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menganggap gangguan saluran
nafas dan kanker sebagai efek dari fogging (41,07%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
responden tentang bahaya fogging sudah baik.

Tabel 4.24 Distribusi jawaban responden mengenai pelaksaan 3M

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 37 80,43

Tidak tahu 9 19,56

46 100

56
Dari tabel 4.23 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu apa yang
dilaksanakan dalam 3M (80,43%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang
kegunaan kegiatan 3M sudah cukup baik.

Tabel 4.25. Tabel distribusi jawaban responden tentang program puskesmas dalam
memberantas DBD ( jawaban boleh dari satu)
Jawaban Jumlah (n)
Tahu
PSN 38 34,86
Juru pengawas jentik 42 38,53
Fogging / pengasapan 8 7,34
Penyebaran bubuk abate 10 9,17
Pelaporan dan pengawasan responden 8 7,34
yang terkena demam berdarah

Tidak tahu 3 2,75


109 100

Dari tabel 4.24. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui program
puskesmas (97,24 %) dan program puskesmas yang paling banyak diketahui responden adalah
Jumantik (38,53 %), PSN ( 34,86 %), dan penyebaran bubuk abate (9,17 %). Dari hasil tersebut,
diketahui bahwa program yang dilaksanakan puskesmas sudah banyak diketahui oleh responden.
Hal ini tentu mempermudah melakukan pencegahan terhadap DHF.
Tabel 4.26 Distribusi jawaban responden mengenai istilah PSN

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 44 95,65

Tidak tahu 2 4,35

57
46 100

Dari tabel 4.25 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu apa istilah
PSN (95,65%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pencegahan demam
berdarah sudah baik.

Tabel 4.27 Distribusi jawaban responden mengenai kegiatan yang dilakukan PSN

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 35 76,08

Tidak tahu 11 23,91

46 100

Dari tabel 4.26 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu (3M plus)
apa yang dilakukan pada saat PSN (76,08%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
responden tentang pencegahan demam berdarah sudah baik.

Tabel 4.28 Distribusi jawaban responden mengenai istilah JUMANTIK

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 46 100

Tidak tahu - 0

46 100

58
Dari tabel 4.27 diatas dapat dilihat bahwa semua responden menjawab tahu apa istilah
jumantik (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pencegahan
demam berdarah sudah baik.

Tabel 4.28. Tabel distribusi jawaban responden tentang peran JUMANTIK ( jawaban
boleh lebih dari satu )
Jawaban Jumlah (n)
Tahu
Pemantau PSN mandiri yang dilakukan 23 15,03
Kader

Berkeliling ke rumah warga untuk 46 30,06


melihat ada jentik atau tidak

Setiap jumat ke rumah warga untuk 46 30,06


mencari jentik di lingkungan

Membagikan bubuk abate 38 24,84


Tidak tahu 0
153 100

Dari tabel 4.28. dapat dilihat bahwa semua responden mengetahui peran jumantik (100 %).
Dari hasil tersebut, diketahui bahwa program jumantik yang dilaksanakan puskesmas sudah
banyak diketahui oleh responden. Hal ini tentu mempermudah melakukan pencegahan terhadap
DHF.

Tabel 4.29. Tabel distribusi jawaban responden tentang peralatan apa saja yang dibawa
saat PSN
Jawaban Jumlah (n)

59
Tahu
Formulir hasil pemeriksan jentik 46 25

Alat tulis 46 25

Senter 46 25

Larvasida (abate) 46 25
Tidak tahu 0
184 100

Dari tabel 4.29. dapat dilihat bahwa semua responden mengetahui peralatan apa saja yang
dibawa pada saat PSN (100 %). Dari hasil tersebut, diketahui bahwa program PSN yang
dilaksanakan puskesmas sudah banyak diketahui oleh responden. Hal ini tentu mempermudah
melakukan pencegahan terhadap DHF.

Tabel 4.30 Distribusi jawaban responden mengenai apa yang ditemukan saat PSN

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Tahu 42 95,65

Tidak tahu 4 4,35

46 100

Dari tabel 4.30. diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tahu apa yang
ditemukan saat PSN (95,65%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang
pencegahan demam berdarah sudah baik.

Tabel 4.31. Distribusi jawaban terhadap pengetahuan responden mengenai PSN dalam
pelaksanaan Jumantik
Jawaban Jumlah (n) Presentase(%)
Sangat baik 9 19,56

60
Baik 8 17,39
Cukup 26 56,52
Kurang 3 6,52
46 100

Dari tabel 4.16 didapatkan bahwa kebanyakan responden berpengetahuan cukup (56,52%)
dan beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang (6,52%). Sebagian besar warga
sudah mengetahui tentang PSN dalam pelaksaan jumantik, istilah PSN dan Jumantik, alat apa
saja yang dibawa, dan apa saja yang dilaksanakan Penyuluhan yang dilakukan puskesmas cukup
berhasil karena sebagian besar Kader sudah mengetahui tentang PSN.

5.2.7 Pentingnya Penyuluhan DBD dan PSN

Tabel 4.32 Distribusi jawaban responden mengenai penyuluhan terhadap kader.

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Perlu 41 89,13
Tidak perlu 5 10,86

46 100

Dari tabel 4.32. didapatkan kebanyakan responden merasa perlu dengan penyuluhan terhadap
demam berdarah dan PSN (89,13%). Hampir seluruh responden menginginkan adanya
penyuluhan terhadap DH dan PSN di lingkungannya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian
Puskesmas setempat.

Tabel 4.33. Distribusi jawaban responden mengenai manfaat penyuluhan terhadap kader.

Jawaban Jumlah (n) Persentase (%)

Bermanfaat 95,65
44
Tidak bermanfaat 4,35
2
46 100

61
Dari tabel 4.33. didapatkan kebanyakan responden merasa bermanfaat dengan penyuluhan
yang diberikan (95,65%). Hampir seluruh responden menyatakan penyuluhan tersebut
bermanfaat terhadap pengetahuannya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian Puskesmas setempat.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bebeapa hal, yaitu :


1. Pengetahuan kader tentang definisi, penyebab, penyebaran, dan pencegahan
terhadap DHF 45,65 % cukup.
2. Sikap warga kader tentang pencegahan terhadap DHF 82,61 % cukup.
3. Pengetahuan kader mengetahui tentang PSN dalam pelaksaan jumantik, istilah PSN
dan Jumantik, alat apa saja yang dibawa, dan apa saja yang dilaksanakan 56,52%
cukup.

62
6.2 SARAN

6.2.1 Untuk Kader

1. Aktif dalam melaksanakan PSN secara rutin minimal seminggu sekali agar

terhindar dari penyakit DBD.

2. Kader Jumantik terus melaksanakan pemantauan jentik secara rutin,

memberikan penyuluhan dan mengajak masyarakat lingkungan rumah

untuk melakukan PSN.

6.2.2 Untuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta

Diharapkan untuk membuat metode yang lebih efektif (dilihat dari jumlah

kasus, lamanya waktu yang diperlukan, dan jumlah biaya yang dikeluarkan)

dalam menurunkan kasus DBD sebagai upaya pencegahan kasus tertinggi di

wilayah Jakarta timur khususnya di Kelurahan Pondok Kopi 1.

6.2.3 Untuk Petugas Pencegahan Penyakit DBD Puskesmas Kelurahan Pondok

Kelapa

1. Diharapkan pembinaan Kader Jumantik tetap berkesinambungan.

2. Meningkatkan pelatihan jumantik di Kelurahan Pondok Kopi 1.

3. Merekrut kader pemantau jentik baru di kelurahan-kelurahan yang belum

memiliki kader jumantik agar dapat menurunkan kasus DBD di kelurahan

Pondok Kopi 1.

6.2.4 Untuk Peneliti Selanjutnya

63
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan

metode yang lebih baik dan efektif dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk

dan upaya untuk menurunkan angka kasus DBD dikelurahan Pondok Kopi 1.

64

Anda mungkin juga menyukai