Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

PERDARAHAN SUBARACHNOID

Oleh :
Mutiara Riska Utami
1310311027

Preseptor:
dr. Syarif Indra, Sp.S
dr. Hendra Permana, Sp. S, M. Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 2

1.1 Latar Belakang.. 2


1.2 Batasan Masalah.
1.3 Tujuan penulisan 2
1.4 Metode penulisan..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2
BAB III LAPORAN KASUS.
BAB IV DISKUSI.. 3
DAFTAR PUSTAKA.
4

18

30

33

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan subaraknoid dapat diartikan sebagai proses pecahnya

pembuluh darah di ruang yang berada dibawah arakhnoid (subaraknoid).

Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid dapat mencapai hingga 33.000

orang per tahun di Amerika Serikat. Perdarahan subarakhnoid memiliki puncak

insidens pada usia ekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk

perempuan. Lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2.1


Penyebab atau etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan

subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya

malformasi arteriovenosa (MAV).2


Sebagai dokter layanan primer, sangat penting mengenali tanda dan

gejala, meneggakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang yang ada, serta tatalaksana awal pada penderita perdarahan

subarachnoid.
1.2 Batasan Masalah
Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana dari perdarahan

subarachnoid.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

Neurologi RSUP Dr. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang.
2. Menambah pengetahuan tentang perdarahan subarachnoid.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan

yang merujuk pada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada

rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan

subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga

subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah

3
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak

(meningens).1

2.2 Epidemiologi

Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO

(Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul

pertama kali pada usia 40-60 tahun. Sementara, puncak insidens dari perdarahan

subarachnoid yaitu pada usia ekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk

perempuan. Perdarahan subarakhnoid memiliki Lebih sering dijumpai pada

perempuan dengan rasio 3:2. Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi

arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-laki dari pada wanita.1

2.3 Etiologi

Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid

adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi

arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk

di arteri otak seperti :

1. Aneurisma sakuler (berry)

4
Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)

Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi

tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio

arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna

(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%),

dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan

menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma

pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,

menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).2

2. Aneurisma fusiformis

Gambar 3. Aneurisma fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut

aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen

intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri

basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau

hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan

5
batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat

mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.

Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena

merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan

struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi

pada suplai darah serebral.2

3. Aneurisma mikotik

mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya terdiri

dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh

infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur

ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.2

Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari

jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu

atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa

melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat

menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena

akan merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan

yang berasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami

ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma. MAV

dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat

terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.2


2.4 Patofisilogi

Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral

utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%

dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah

6
arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri

bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah

di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.4

Gambar 4. Lokasi aneurisma

Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang

dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial

dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial

terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami

perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis

dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk

vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan

kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali

kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan

aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk

resiko rupture menjadi rendah.4

Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan

kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur.

7
Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada

aneurisma yang tidak rupture.4

Aneurisma yang pecah

Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan.

Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15

dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan

kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.4

Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti

memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum

perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba

di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam

pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami

perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture dan mengalami perdarahan dalam 2

minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan

kedua hampir 70%.4

2.5 Manifestasi Klinis

Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar,

meliputi :

1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,

2. Hilangnya kesadaran,

3. Fotofobia

4. Meningismus,

5. Mual dan muntah.

8
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan

mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak

memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang

merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari,

minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.5

Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan

kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri

tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan

seperti disambar petir. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum

pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan

penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri

kepala yang terlokalisasi.5

Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan

defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal.

Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis

okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah

disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus didalam sinus kavernosus,

bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan

sindrom sinus kavernosus.5

Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,

kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris

dapat menimbulkan paresis okulomotorius. 5

Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan

lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau

9
kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular.

Dengan demikian tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan,

nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Semnetara itu, reflek

Babinski positif bilateral. 5

Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa

terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari

kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia

maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah

munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis

bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans

anterior. 5

Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi

langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari

pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena

akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya
5
perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA.

Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas

atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya

vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu,

hematom dapat menekan secara ekstra-aksial. 5

Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada

penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-

cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme

yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi. 5

10
2.6 Diagnosis

Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara

23% hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu

dievaluasi lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk

mendiagnosis PSA. Maka dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu

diperhatikan seperti pada tabel berikut.2

Tabel 1.1 Faktor Risiko PSA

Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang

dijelaskan sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan

pemeriksan

CT Scan. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena

sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat;

sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah

serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah serangan. 2

11
Gambar 4. CT scan Perdarahan Subarakhnoid

Pungsi Lumbal

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic

selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting

untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang

mendukung diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit,

peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir

meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai

sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan

adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di

cairan serebrospinal. 2

Angiografi

Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk

deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena

non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti

terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien

memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14

hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma,

MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di

otak maupun batang otak.2

12
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan

prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.
Tabel 1.2 Skala Hunt dan Hess

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk

mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di

kepala pada pemeriksaan CT scan.

Tabel 1.3 Skor Fisher

2.6 Diagnosis Banding

Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan

stroke hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu :

1. Migraine

2. Cluster headache

3. Paroxysmal hemicranial

4. Non-hemorrhagic stroke

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah

identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan

pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman

13
dan pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary

artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan.

Untuk mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus

dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesik dan pasien

harus istirahat total.2


PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intra cranial harus

dilakukan tatalaksana sebagai berikut:


1 Tinggikan posisi kepala 200 - 300
2 Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4 Hindari hipertermia
5 Jaga normovolernia
6 Osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam

dengan target 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).

Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian

osmoterapi.
7. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg.

Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang,

pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis

dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika

perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin.

Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti

hipertensi pada PSA jikalau MABP diatas 130 mmHg. Setelah aneurisma dapat

diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini

belum ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesic seringkali diperlukan,

obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua factor penting

yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia,

karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap thrombosis

14
vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan

kompresif sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setlah dilakukan

penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat

mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral. 1,6

2.8 KOMPLIKASI

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada

perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status

mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia

serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi

multiple luas. 2

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko

perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus

dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine

(hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik

harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua pasien selama 21 hari. Sebelum

ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg

dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat

sampai 1200-220 mmHg. 2

2.9Prognosis

Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40%

meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun

pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama

sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita

15
meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam

2 bulan pertama. Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada

tabel Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.6

Tabel 1.4 Sistem Ogilvy dan Carter

Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter,

yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai

prognosis lebih baik.

Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA

tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya komplikasi yang

menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang berat memperburuk

prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna setelah pengobatan tapi beberapa

orang juga meninggal walaupun sudah menjalani treatment.6

Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien

ditangani secara agresif seperti resusitasi preoperative yang agresif, tindakan

bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial dan vasospasme

yang agresif serta perawatan intensif perioperative dengan fasilitas dan tenaga

medis yang mendukung.7

16
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. WJ

No RM : 85.10.63

Nama Ibu Kandung : Ny. N

Tanggal Lahir/Umur : 12 Desember 1972/44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Minang

Alamat : Gurun Laweh

Tanggal Masuk RS : 15 Maret 2017

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berusia 44 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP

Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 15 Maret 2017 dengan:

Keluhan utama: Nyeri Kepala

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Nyeri kepala hebat sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala

terjadi secara tiba- tiba saat beraktivitas, nyeri dirasakan diseluruh kepala,

nyeri tidak berkurang dengan istirahat ataupun minum obat sakit kepala.
- Muntah (+), lebih dari 5 kali, berisi apa yang dimakan.
- Kelemahan anggota gerak (-)
- Kejang (-)
- Penurunan kesadaran (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:

17
- Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan tekanan darah sistolik

tertinggi > 200 mmHg, kontrol tidak teratur.


- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat trauma dibagian tubuh lainnya (-)
- Riwayat penyakit jantung, stroke, DM sebelumnnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Saudara kandung pasien menderita hipertensi dan stroke.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi:

Pasien seorang wiraswastan, riwayat merokok (+).

PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CM (GCS:E4 M6V4) = 14

Kooperatif : Tidak Kooperatif

Nadi/Irama : 75x/menit/halus

Pernapasan : 20x/menit

Tekanan darah : 190/100 mmHg

Suhu : 36,5C

Keadaan gizi :Sedang

Turgor kulit : Baik

Kulit dan kuku : tidak ditemukan kelainan

Rambut : tidak mudah rontok dan tidak mudah dicabut

Kelenjar getah bening

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Aksila : tidak ditemukan pembesaran

Inguinal : tidak ditemukan pembesaran

18
Thorak

- Paru
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
- Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : perut tidak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Korpus Vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

19
2. Status Neurologis
A. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : (+)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I Olfaktorius
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif + +
Objektif + +

N. II Optikus
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan + +
Lapangan pandangan Normal Normal
Melihat warna + +
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis - -
Gerakan Bulbus + +
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso/endophtalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Reflek cahaya + +

N. IV Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. V Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut + +
Menggerakkan + +
rahang
Menggigit + +

20
Mengunyah + +
Sensorik
Divisi opthalmika
Reflek kornea + +
Sensibilitas + +
Divisi Maksila
Reflek masseter + +
Sensibilitas + +
Divisi Mandibula
Sensibilitas + +

N. VI Abdusens
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. VII Fasialis
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata + +
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Sensasi lidah 2/3 depan + +

N.VIII Vestibularis
Kanan Kiri
Suara berisik + +
Detik arloji + +
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang
Memendek
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX Glossopharingeus
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang + +
Refleks muntah/Gag reflek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. X Vagus
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal

21
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan + +
Artikulasi + +
Suara + +
Nadi Regular, kuat angkat Regular, kuat angkat

N. XI Asesorius
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri - -
Mengangkat bahu ke kanan + +
Mengangkat bahu ke kiri + +

N.XII Hipoglossus
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada

D. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Tidak dilakukan
E. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. Badan Respirasi + +
Duduk + +

B. Berdiri dan Gerakan - -


berjalan spontan
Tremor - -
Atetosis - -
Mioklonik - -
Khorea - -
C. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 555 444 555 444
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

F. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibilitas taktil +
Sensibilitas nyeri +
Sensibilitas termis +
Sensibilitas sendi dan posisi +
Sensibilitas getar +
Stereognosis +

22
Pengenalan rabaan +

G. Sistem Reflex
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbamkis Triseps ++ ++
Laring APR ++ ++
Maseter + + KPR ++ ++
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak Tidak
dilakukan dilakuka
n
Atas Cremaster Tidak Tidak
dilakukan dilakuka
n
Tengah Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakuka
n
Bawah
2. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman Tromner - - Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha
Klonus kaki
3. Fungsi Otonom
Miksi :+
Defekasi :+
Sekresi keringat :+
4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Reflek glabela
+ -
Reaksi intelek Reflek Snout
MMSE=10 -
Reaksi emosi Reflek menghisap
+ -
Reflek memegang -
Reflek palmomental -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah

#Rutin

- Hb : 13,9 g/dL
- Leukosit : 16.570/mm3

23
- Trombosit : 322.000/mm3
- Hematokrit : 42%

#Kimia Klinik

- GDS : 165 mg/dL


- Ureum/kreatinin : 20 mg/dL / 0,9 mg/dL
- Natrium/kalium : 139 mmol/L / 3,8 mmol/L

Brain CT-SCAN Tanpa Kontras

Hasil:
- tampak lesi hiperdens mengisi ruang intersulci
- sistem ventrikel baik
- pons, CPA, cerebellum tak tampak kelainan

Kesan : Perdarahan Subarachnoid.

PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF

Real Cognitive Assement : total skor 0/30

MMSE : total skor 10

DIAGNOSIS

24
Diagnosis Klinis : Perdarahan subarachnoid grade III

Diagnosis Topik : Ruang Subarachnoid

Diagnosis Etiologi : Perdarahan/ Ruptur

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Emergensi, sepsis ec BP

PENATALAKSANAAN

Umum:

- Elevasi kepala 30
- O2 3-4 liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf
- Folley catheter
- MB RG 1700 kkal
Khusus:
- Inj asam traneksanat 4 x 1 g (iv)
- Citikolin 2x 250 mg (iv)
- Manitol 20% tap off
- Ranitidin 2x50 mg (iv)
- Paracetamol 3x 750 mg (po)
- Codein 3x 30 mg (po)
- Drip Nicardipin 9 cc/jam
- Ceftriaxon inj 1x2 g (iv) skintest
- Levofloxacine inf. 1x500 mg (iv)

RENCANA PEMERIKSAAN

- Lumbal Pungsi
- Rontgent foto thoraks
- Kultur sputum

KOMPLIKASI: Vasospasme

PROGNOSIS: dubia ad malam

FOLLOW UP:
- 30 Maret 2017

S/ Sadar (+)
Nyeri kepala (+)
O/ KU Kes TD Nd Nfs T
Sedang CM 160/100 98x/mnt 18x/mnt 37C
Status Internus : Rhonki -/-, Wheezing -/-
Status Neurologis: GCS E4M6V4 = 14
TRM (-) TIK (-)

25
Kaku kuduk (+)
Pupil isokor 3mm/3mm, Rc +/+, Rk +/+
Motorik 555 444
555 444
RF ++ ++
++ ++
RP - -
- -
A/ PSA grade III + Hipertensi + Sepsis perbaikan
P/ - Umum
IVFD Asering 12 jam/kolf
Diet RG 1700 kkal
- Khusus
- Nimodipin 4x 60 mg (po)
Micordis 1x160 mg (po)
Ceftriaxon 1 x 2 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
-

- 1 April 2017

S/ Sadar (+)
Nyeri kepala (+)
O/ KU Kes TD Nd Nfs T
Sedang CM 150/110 75x/mnt 20x/mnt 37C
Status Internus : Rhonki -/-, Wheezing -/-
Status Neurologis: GCS E4M6V4 = 14
Kaku Kuduk : (-)
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor 3mm/3mm, Rc +/+, Rk +/+
Motorik 555 444
555 444
RF ++ ++
++ ++
RP - -
- -
A/ PSA grade III + Hipertensi

P/ - Umum
IVFD Asering 12 jam/kolf
Diet RG 1700 kkal
- Khusus
- Nimodipin 4x 60 mg (po)
Micordil 1x160 mg (po)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

26
4 April 2017
S/ Sadar (+)
Nyeri kepala (+)
O/ KU Kes TD Nd Nfs T
Sedang CM 132/90 90x/mnt 22x/mnt 37C
Status Internus : Rhonki -/-, Wheezing -/-
Status Neurologis: GCS E4M6V4 = 14
Kaku Kuduk : (-)
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor 3mm/3mm, Rc +/+, Rk +/+
Motorik 555 444
555 444
RF ++ ++
++ ++
RP - -
- -
A/ PSA grade III + Hipertensi

P/ - Umum
IVFD Asering 12 jam/kolf
Diet RG 1700 kkal
- Khusus
- Nimodipin 4x 60 mg (po)
Micordil 1x160 mg (po)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

EDUKASI : Segera bawa ke rumah sakit terdekat bila terjadi nyeri kepala

atau penurunan kesadaran

BAB IV
DISKUSI

27
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 44 tahun di bangsal

neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 15 Maret 2017 dengan

diagnosis klinis perdarahan subarachnoid, diagnosis topik Subarachnoid,

diagnosis etiologi perdarahan atau ruptur, diagnosis sekunder hipertensi

emergensi dan sepsis ec bronkopneumonia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di rumah sakit.

Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan utama Nyeri kepala hebat

sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala terjadi secara tiba- tiba

saat beraktivitas, nyeri dirasakan diseluruh kepala, nyeri tidak berkurang dengan

istirahat ataupun minum obat sakit kepala. Keluhan nyeri kepala tersebut bersifat

akut dan kemungkinan terjadi karena peningkatan TIK akibat dari perdarahan

yang terjadi. Terdapat keluhan muntah, lebih dari 5 kali, berisi apa yang

dimakan. Tidak terdapat keluhan kelemahan anggota gerak, kejang, dan

penurunan kesadaran. Selain itu, terdapat faktor risiko terjadinya perdarahan

otak pada pasien yaitu adanya riwayat hipertensi dengan tekanan darah sistolik

tertinggi 200 mmHg dan pasien seorang perokok.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien saat onset hari pertama

sedang, kesadaran compos mentis dengan GCS:E4M6V4, tekanan darah pasien

190/100 mmHg. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial negatif, tanda

kaku kuduk positif, kaku kuduk merupakan salah satu pertanda terjadinya

perdarahan subarachnoid, dan pemeriksaan neurologis yaitu pemeriksaan

motorik didapatkan untuk ekstremitas kanan atas 5/5/5, bawah 5/5/5, dan

ekstremitas kiri atas 4/4/4, bawah 4/4/4. Kelemahan yang terjadi dapat

28
disebabkan oleh PSA yang cukup luas atau besar, atau berhubungan dengan

infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme.8

Pada pemeriksaan fungsi kognitif diperoleh nilai adalah 10, hal ini

menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan kognitif, dimana nilai

rujukkan pemeriksaan MMSE adalah nilai 24-30 (normal), 17-23 (probable

gangguan kognitif), dan nilai 0-16 (definite gangguan kognitif). Gangguan

kognitif pada pasien dengan PSA yang ditandai dengan munculnya dimensia,

atau gangguan memori dan labilitas emosional terjadi bila lobus frontalis

bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikan

anterior.8

Pasien diberikan tatalaksana umum berupa elevasi kepala 30, O2 3-

4liter/menit, IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf, folley catheter dan untuk tatalaksana

khusus diberikan asam traneksamat 4 x 1 g (iv), Citikolin 2x 250 mg (iv),

Manitol 20% tap off, Ranitidin 2x50 mg (iv), Paracetamol 3x 750 mg (po),

Codein 3 x 30 mg (po), Drip Nicardipin 9 cc/jam, Ceftriaxon inj 1x2 g (iv),

Levofloxacine inf. 1x500 mg (iv).

Prosedur standar untuk mengendalikan tekanan intrakranial adalah

elevasi kepala 30, hal ini juga berguna untuk membantu aliran balik vena, O2

berguna untuk mempertahankan pCO2 arteri tetap rendah dan dipasang kateter

untuk memonitor balance cairan. Asam traneksamat berguna untuk mencegah

degradasi atau pemecahan bekuan darah, sehingga dapat mencegah,

menghentikan atau mengurangi perdarahan. Citikolin yang diberikan berfungsi

sebagai agen neuroprotektif, yaitu berfungsi untuk mengurangi kerusakan

jaringan otak saat otak cedera. Manitol 20% diberikan bertujuan untuk

29
menurunkan tekanan intracranial. Drip Nicardipin diberikan untuk menurunkan

tekanan darah tinggi, dan efektif untuk terapi hipertensi emergensi.9

Ranitidin merupakan golongan proton pump inhibitor yang berguna

mengurangi jumlah asam yang dihasilkan dinding lambung. Kombinasi

ceftriakson dan levofloxasin, diberikan untuk mengobati infeksi bakteri ataupun

sepsis yang disebabkan oleh bronkopneumoni, paracetamol merupakan obat

yang aman digunakan untuk mengurangi rasa sakit (efek analgesik). Codein

adalah salah satu obat analgetik narkotik sekaligus antitusif, pada pasien ini

codein diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri kepala pada pasien.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Student Med. Stroke.2011.


2. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing
Medical Education. 2012;39.
3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
4. H K, K K, Y O, A F, etc. Effects of cilotazol on cerebral vasospasm after
aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a multicenter prospective,
randomized, open-label blinded end point trial. journal of Neurosurgery.
2014.
5. Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.

30
6. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield
Clinic. 2013
7. Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada Penderita
Aneurisma Intrakranial. 2003;22(2).
8. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Universitas Gadjah Mada. 2005 : 93-
97.
9. Perdossi. Guideline Stroke. Perdossi. 2011: 40-50

31

Anda mungkin juga menyukai