Anda di halaman 1dari 10

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi


3.1.1 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan dan tipis yang yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (mukokutan junction) dengan epitelial kornea di limbus.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet yang
berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.4
Konjungtiva palpebralis merupakan konjungtiva yang menutupi palpebra di
bagian posterior. Konjungtiva tarsal melekat erat ke tarsus, sehingga sukar untuk
digerakkan. Pada tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior
dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. 4 Konjungtiva
tarsal terdiri dari 3 bagian yaitu marginal bagian ini membentang dari batas kelopak
mata sampai kira-kira 2 mm dibelakang sulcus subtarsalis. Tarsal berbentuk tipis,
transparan, dengan banyak vaskularisasi dan melekat erat ketarsal plate, dan orbital
terletak antara tarsal dan forniks.4
Konjungtiva bulbi merupakan konjungtiva yang menutupi sklera dan mudah
digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva bulbi memiliki kriteria tipis dan
transparan serta sangat longgar dengan jaringan di bawahnya (episklera) sehingga
mudah digerakkan. Konjungtiva dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan
episklera dan kapsul tenon. Konjungtiva bulbi di sekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbus, di mana epitel konjungtiva bersambung dengan kornea.4
Konjungtiva forniceal ini merupakan lanjutan melingkar cul-de-sac yang
diputus dibagian medial oleh caruncle dan plica semilunaris. Konjungtiva fornix
bersambung dengan konjungtiva bulbar melalui konjungtiva palpebra. Konjungtiva
bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga
9

bola mata mudah bergerak. Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami
infeksi dan menyebar kebawahnya.4

Gambar 3.1 Bagian-bagian dari konjungtiva dilihat dari lateral.4


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V
dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.4
Struktur konjungtiva terdiri dari beberapa lapisan, yaitu : epithelium, stroma
konjungtiva, dan kelenjar lakrimal aksesorius. Pada stroma konjungtiva terdapat
lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Konjungtiva memiliki kelenjar penghasil musin
dan kelenjar aksesori. Kelenjar penghasil musin yaitu sel goblet (terdapat pada
lapisan epithelium), crypt of henle, dan kelenjar manz. Sementara kelenjar aksesori
terdiri dari kelenjar krause dan kelenjar wolfring.4
10

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus,
di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.4
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat
mengandung pigmen.4

Gambar 3.2 Histologi konjungtiva.5


Keterangan : memiliki lapisan epitelial (superficial) yang terdapat sel goblet
(produksi musin) dan lapisan stroma (profunda) yang terdapat pembuluh darah dan
limfa)
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.4
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang
konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.4
11

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring
terletak ditepi atas tarsus atas.4
3.2 Definisi dan Etiologi
Konjungtivitis Klamidia (Trakoma) adalah suatu bentuk konjungtivitis
folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trakomatis serotipe A, B, Ba dan C
dapat bersifat akut, sub akut atau kronis. Chlamydia trachomatis adalah gram negatif,
yang berbiak intraseluler. Spesies C trakomatis menyebabkan trakoma dan infeksi
kelamin (serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum (serotipe L1-L3).1,2,4
Trakoma merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
kebutaan bagi penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh tersebarnya
bakteri Chlamydia trakomatis di tempat-tempat yang kualitas sanitasinya
buruk dan kualitas air yang tidak adekuat. Bakteri-bakteri ini kemudian
tersentuh oleh tangan manusia, menempel di tubuh lalat, atau tempat-tempat
lain yang nantinya mengontaminasi mata orang yang sehat.1,2,4
Penyebaran trakhoma terjadi secara kontak langsung maupun tidak
langsung dan erat hubungannya dengan faktor lingkungan, yaitu keadaan
lingkungan yang kering (dry) misalnya kurangnya sarana air bersih,
lingkungan rumah (tempat tinggal), yaitu lingkungan rumah atau tempat
tinggal yang kotor (dirty). Keadaan ini akan mengundang banyak lalat yang
merupakan salah satu vektor penyebaran Chlamydia trachomatis, dan
kebersihan perorangan yang jelek, misalnya wajah yang jarang dibersihkan
dengan air bersih akan menyebabkan wajah menjadi kotor dan terdapat sekret
(kotoran) yang infeksius pada mata dan hidung (discharge).
3.3 Patofisiologi
Adanya kontak langsung dengan Chlamydia trachomatis pada keadaan
tertentu akan menyebabkan suatu keradangan konjungtiva yang disebut
Trakhoma. Infeksi pada stadium dini memberikan manifestasi yang sangat
bervariasi yang biasanya mirip dengan konjungtivitis kronis pada umum-nya,
12

yaitu mata merah, gatal, terjadi eksudasi dan sembab pada kelopak mata. Pada
tarsus bagian atas didapatkan folikel dan hipertrofi papiler. Pada perjalanan
penyakit selanjutnya, folikel akan pecah (folikel pada Trakhoma mempunyai
sifat mudah pecah) dan menimbulkan jaringan parut. Hal ini akan
mengakibatkan deformitas pada kelopak mata yang berupa enteropion,
trichiasis dan dapat juga terjadi simblepharon.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dari yang ringan
sampai berat. Penyulit ringan konjungtiva menyebabkan degenerasi kistik dan
atrofi, dan penyulit berat menyebabkan tear defisiensi syndrome, entropion
dan trichiasis. Entropion ini disebabkan oleh pengerutan sika-trik konjungtiva,
sedangkan trichfiasis
disebabkan oleh sikatrik lokal pada margo palpebra.7
Penyulit pada kornea sekunder karena keratitis sikka, trichiasis serta
entropion. Adanya erosi kornea yang berulang menyebabkan terjadinya ulkus
dan akhirnya terjadilah sikatrik kornea yang luas hingga menutup visual axis
dan akhirnya terjadi kebutaan.8
3.4 Stadium Trakoma
Trakoma dapat terdiagnosa secara klinik, berdasarkan hasil subyektif yang
didapatkan dari anamnesis dan hasil obyektif yaitu pemeriksaan fisik menggunakan
mata telanjang dengan bantuan senter maupun slitlamp, secara klinis trakoma terbagi
dalam lima stadium menurut Mc Callan diantaranya; stadium insipien, stadium
estabilihed, stadium parut, dan stadium penyembuhan.
Stadium I, insipien (hiperplasi limfoid): terdapat hipertrofi papil dengan
folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlhatkan
penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan
jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi
kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
Stadium II, established: terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang
(besar) pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini ditemukan pannus trakoma
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan
13

gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang
terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.
Stadium III, parut: terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang
terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel
pada limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
Stadium IV, sembuh: suatu pembentukan parut yang sempurna pada
konjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan entropion dan trikiasis.

A B

C D

Gambar. 3.3 Pembagian Grading menurut WHO.6


Pembagaian menurut WHO Simplified trakoma Grading Scheme, Trakoma
Folikular (TF), Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm
di daerah sentral konjungtiva tarsal superior, bentuk ini umumnya ditemukan pada
anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5 tahun. Trakoma Inflamasi berat (TI)
ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan vaskular tarsal.
Papil terlihat dengan pemeriksaan slitlamp. Sikatrik Trakoma (TS), ditandai dengan
adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva tarsal. Memiliki resiko trikiasis
ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin besar resiko terjadinya trikiasis.
Trikiasis (TT), ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata,
potensial untuk menyebabkan opasitas kornea. Opasitas Kornea (CO), ditandai
dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil. Kekeruhan kornea menandakan
prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma.1
14

3.5 Differential Diagnosa


Konjungtivitis Klamidia (Trakoma)
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Folikular viral

3.6 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis dari trakoma dapat diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium jika diperlukan.9
3.6.1 Anamnesis.1,9
Data subyektif yang dikeluhkan pasien berupa gejala berikut: sensasi
mengganjal pada mata, rasa gatal pada mata, mata merah, mata sering berair, timbul
belekan, dapat disertai demam maupun sakit tenggorokan, tanpa adanya penurunan
tajam penglihatan.

3.6.2 Pemeriksaan Fisik1,9


Data obyektif pada pemeriksaan fisik dapat mencakup sebagai berikut:
Pemeriksaan mata dengan menggunakan slitlamp atau tidak untuk tanda-tanda klinis
dari trakoma meliputi pemeriksaan yang teliti terhadap bulu mata, kornea dan limbus,
kemudian eversi palpebra atas, dan inspeksi konjungtiva tarsal. Kriteria diagnosis
trakoma, bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :
1. Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2. Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3. Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4. Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ forniks
superior, Herberts pit di limbus korne 1/3 bagian atas.
3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium,1,9,12
Pemeriksaan laboratorium diantaranya kerokan konjungtiva, yang dengan
pewarnaan giemsa. Pada sediaan giemsa, inklusi tampak sebagai masa sitiplasma biru
atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti sel epitel. Pulasan antibodi
fluorescein dan uji immunoassay enzim tersedia di pasaran dan banyak dipakai di
laboratorium klinis.
15

Secara morfologis, agen trakoma mirip dengan agen konjungtivitis inklusi,


tetapi keduanya dapat dibedakan secara serologis dengan mikroimunofluoresens.
3.7. Penatalaksanaan1,9,12
Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan konjungtiva dalam keadaan
licin dengan jaringan sikatrik yang minimal. Hal ini bisa dicapai bila pengobatan
sedini mungkin. Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah
strategi SAFE (Surgical care, Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental
improvement). WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu
azitromisisn oral dan salep mata tetrasiklin:
1. Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.
2. Program pengendalian trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi
azitromisin.
3. Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan
tinggi, menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.
4. Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single
dose. Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya
lebih tinggi dibanding tetrasiklin.
5. Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang
rendah. Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan
rash adalah efek samping yang paling sering.
6. Infeksi Chlamydia trakomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka
bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.
7. Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di
genital, sistem respirasi, dan kulit.
8. Resistensi C. trakomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum
dikemukakan.
9. Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral
sehari
16

10. Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding


dengan unit ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada.
Efek samping sistemik minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu
Tindakan bedah dapat dilakukan pada pembedahan kelopak mata untuk
memperbaiki trikiasis sangat penting pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki
resiko tinggi terhadap gangguan visus dan penglihatan dan rotasi kelopak mata
membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus, dapat memperbaiki visus, karena
merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi okular dan blefarospasme
Pada sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada
anak- anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif. Perlu,
pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus berbasis komunitas dan
berkesinambungan untuk mensukseskan strategi ini.
Peningkatan perbaikan sanitasi lingkungan, perlu ditingkatkan penyuluhan
tentang sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan feses manusia yang baik.
Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang ada di
permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup sulit.
Kriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, tidak
tampak folikel, infiltrat pada kornea, pembentukan panus aktif, hiperemia,
konjungtiva tampak licin meskipun masih terdapat sikatrik, dapat ditambahkan
pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, untuk menunjukkan tidak ada
keratitis epitelial di kornea, sementara pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan
konjungtiva, tidak menunjukkan adanya badan inklusi
3.8 Komplikasi.1,
Trakoma yang tidak ditangani maupun sering berulang akan menimbulkan
simblefaron, trikiasis, entropion, litiasis hal ini akan menimbulkan sensasi seolah-
olah ada benda asing, selanjutnya terjadi ulkus kornea karena adanya destruksi epitel
kornea oleh infiltrasi trakoma.
17

Xerosis (kekeringan) konjungtiva dan epitel kornea, akibat adanya jaringan


parut di kelenjar lakrimal dan duktus lakrimal sehingga konjungtiva dan kornea
timbul epitel plaques yang berwarna abu-abu, di sebelah nasal dan temporal kornea.

3.8 Prognosis.1

Trakoma, secara karakteristik merupakan penyakit kronik yang berlangsung


lama, dengan kondisi higiene yang baik penyakit ini dapat sembuh atau bertambah
ringan sehingga sekuele berat terhindarkan.

3.9 Pencegahan,1,2,3
Perlu menyampaikan kepada pasien tentang penyakit trakoma mulai dari
manifestasi klinis yang terkait, bagaimana pencegahan trakoma yaitu untuk tidak
menyentuh mata yang sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan
handuk dan lap secara bersama-sama dengan orang lain, serta bagi perawat dapat
memberikan edukasi kepada pasien tentang kebersihan kelopak mata.
Pasien trakoma seharusnya pada saat sebelum dan sesudah membersihkan
atau mengoleskan obat, harus mencuci tangannya agar menulari orang lain,
mengganti sarung bantal dan handuk yang kotor dengan yang bersih setiap hari,
menghindari penggunaan bantal, handuk dan sapu tangan bersama, menghindari
mengucek-ngucek mata, dan pada pasien yang menderita konjungtivitis, hendaknya
segera membuang tissu atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.

Anda mungkin juga menyukai