Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari jaringan trofoblas yang
bersifat jinak dimana terjadi pertumbuhan/proliferasi sel-sel trofoblas yang
berlebihan dengan stroma yang mengalami degenerasi hidropik (terutama
sinsitiotrofoblas).1,2 Vili koriales (jonjot - jonjot korion) tumbuh berganda
berbentuk gelembung kecil berisi cairan jernih (asam amino, mineral) yang
menyerupai buah anggur sehingga penyakit ini sering disebut hamil anggur. Mola
hidatidosa merupakan penyakit wanita yang sering muncul pada usia reproduktif
yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Angka kejadian di Indonesia untuk
mola hidatidosa berkisar antara 1 : 50 sampai 1 : 141 kehamilan. 3 Di negara-
negara barat kejadian mola dilaporkan 1 dari 2000 kehamilan, sedangkan di
negara-negara berkembang 1 dari 120 kehamilan.
Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa komplit (klasik)
dan mola hidatidosa inkomplit (parsial) berdasarkan ada tidaknya jaringan janin
dalam uterus. Keluhan yang biasanya disampaikan oleh penderita adalah
amenorrhea, gejala-gejala hamil muda yang kadang - kadang melebihi kehamilan
biasa disertai tanda toksemia gravidarum, perdarahan (sedikit/banyak, tidak
teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak), muka kelihatan
pucat kekuning-kuningan (mola face), keluar jaringan mola seperti buah anggur
atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosis pasti, dan
tirotoksikosis.4 Pada pemeriksaan fisik didapatkan uterus membesar tidak sesuai
dengan umur kehamilan dan teraba lembek, tidak teraba bagian-bagian janin,
balotement negatif, tidak dirasakan gerakan janin, adanya fenomena harmonika
(darah dan gelembung mola keluar, fundus uteri turun, kemudian naik lagi karena
terkumpulnya darah baru), dan tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. Pada
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain reaksi kehamilan, uji
sonde, biopsi acosta sison, rontgen foto abdomen, arteriogram khusus pelvis,
ultrasonografi, serta uji T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis. 5 Penatalaksanaan
mola hidatidosa berupa perbaikan keadaan umum, pengeluaran jaringan mola
(vakum kuretase, histerektomi) dan terapi profilaksis dengan sitostatika.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit trofoblas gestasional merupakan sekelompok penyakit yang
ditandai oleh adanya pertumbuhan plasenta yang abnormal. Penyakit ini
dikelompokkan menjadi mola hidatidosa, korioadenoma destruen (mola invasif),
koriokarsinoma, dan placental site trophoblastic tumor ( PSTT ).1,2
Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas
gestasional, yang ditunjukkan dengan tidak adanya fetus yang intak dan vili
korealis yang edema, hiperplasia trofoblas, dan adanya disintegrasi atau hilangnya
pembuluh darah dari vili.1,2

2.2 Epidemiologi
Perkiraan jumlah kejadian kehamilan mola sukar untuk diketahui secara
pasti oleh karena berbagai pertimbangan dalam penanganan kehamilan baik
normal maupun abnormal. Evaluasi awal memperkirakan insiden kehamilan mola
yang 5 - 10 kali lebih tinggi di Asia dan Asia tenggara jika dibandingkan di
Amerika Serikat. Seperti di Taiwan, kehamilan mola terjadi pada 1 : 120
kehamilan. Di Jepang dan Vietnam insidennya cukup tinggi yaitu 1 : 500
kehamilan. Di Indonesia sekitar 1 : 100 kehamilan.3
Meskipun etiologi dari penyakit trofoblas gestasional tidak diketahui
secara pasti, penyakit ini dikaitkan dengan beberapa faktor risiko seperti usia
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun, riwayat kehamilan mola, tingkat
sosioekonomi yang rendah, dan golongan darah ABO. Wanita berusia lebih dari
40 tahun memiliki insiden 5 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan mola.
Di Singapura, insiden kehamilan mola pada wanita usia > 45 tahun didapatkan 1 :
72 kehamilan. Secara umum wanita dengan usia < 20 tahun memiliki risiko 1,5 - 2
kali lebih tinggi.3

2
2.3 Patogenesis
Fertilisasi yang normal terjadi sebagai hasil dari bertemunya satu sel
sperma satu sel telur yang selanjutnya diikuti pembelahan sel yang cepat dan
menjadi embrio. Diferensiasi sel - sel epitel berperan penting dalam
menghubungkan embrio dengan uterus pada tahap awal sehingga nantinya
menjadi plasenta dan vili. Kejadian ini ditandai dengan aktifnya faktor transkripsi,
sitokin, sekresi hormon, dan aktivitas imunologi. Dalam penyakit trofoblas
gestasional, terjadi pertumbuhan trofoblas yang tidak terkontrol dan invasi
trofoblas sebagai hasil dari munculnya kromosom yang abnormal dan
penyimpangan pada proses biologik sel.3
Penyakit trofoblas gestasional muncul akibat penyatuan sel sperma dan
telur yang abnormal. Hal ini terjadi ketika ada satu sel sperma normal yang
membuahi ovum tanpa kandungan materi genetik yang tidak aktif. Selanjutnya
terjadi duplikasi kromosom paternal tanpa diikuti oleh pembelahan saat mitosis
blastomer pertama, atau sperma yang diploid karena tidak adanya divisi miosis
kedua, sehingga menghasilkan satu zigot yang seluruhnya mengandung
kromosom paternal. Kejadian ini menghasilkan abnormalitas dari trofoblas dan
memungkinkan embrio untuk mati lebih awal. Fertilisasi yang menyimpang ini
menghasilkan kelainan genetik yang spesifik dan karakteristik patologis yang
khas. Karakteristiknya berupa tumbuhnya elemen plasenta yang terus-menerus
dengan edema vili dan pertumbuhan sel sito dan sinsiotrofoblas yang berlebihan.
Vili yang mengalami edema memberikan gambaran seperti gelembung -
gelembung air. Massa ini selanjutnya disebut mola hidatidosa atau kehamilan
mola. Sel - sel trofoblas dapat menghasilkan hormon kehamilan yakni human
chorionic gonadotropin (hCG), yang dipakai sebagai dasar tes kehamilan.
Produksi hCG yang berlebihan menyebabkan munculnya keluhan - keluhan pada
masa kehamilan.2,3
Berdasarkan gambaran morfologi dan sitogenetiknya, mola hidatidosa
dibagi menjadi dua sindrom yaitu mola hidatidosa komplit (klasik) dan parsial.

2.4 Patologi

3
Gambaran patologis yang utama dalam menegakkan diagnosis mola
hidatidosa adalah adanya proliferasi trofoblas dan gambaran vili yang hidrofik.
Berdasarkan gambaran morfologi, kariotipe, dan gambaran kliniknya, mola
hidatidosa dibagi menjadi komplit dan parsial.1,3
Mola hidatidosa komplit umumnya terdeteksi pada saat trimester kedua
kehamilan, rata-rata ditemukan pada saat umur kehamilan 18 minggu. Ditandai
dengan adanya vili yang sebagian besar mengalami edema hidrofik, dibungkus
oleh trofoblas yang hiperplastik dan atipik. Tidak ditemukan embrio dan selaput
ketuban. Lebih dari 90 % mola komplit atau klasik menunjukkan suatu kariotipe
46 XX yang berasal dari ayah yang ditunjukkan dengan analisis polimorfik
fluoresen. Risiko terjadinya keganasan pada mola komplit adalah 15%-20%.4,5
Mola hidatidosa parsialis umumnya ditandai dengan adanya embrio atau
selaput amnion. Mola ini disebut parsial karena perubahan bentuk hidatidiform
pada vili yang bersifat fokal. Vili hidrofik biasanya tidak teratur dan mempunyai
stroma inklusi yang hiperplastik. Kapiler dari vili masih bersifat fungsional,
karena proporsinya sama dengan inti eritrosit dari fetus seperti yang ditemukan
pada embrio. Pada mola parsialis, perubahan bentukan hidatid terjadi secara
lambat, dan tampaknya perbandingan penampakan vili yang normal dengan yang
abnormal berhubungan dengan angka harapan hidup fetus. Mola hidatidosa
parsialis biasanya aneuploidi dan lebih sering tampak suatu kariotipe XXY, yang
mana terjadi lewat proses fertilisasi dispermik sekunder dari ovum dengan retensi
genom maternal. Sekitar 2% - 5 % dari mola parsial akan mengalami degenerasi
menjadi ganas .4,5 Gambaran dari mola komplit dan parsialis dapat dilihat pada
tabel 1.

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Mola hidatidosa komplit yang juga dikenal sebagai mola hidatidosa klasik
adalah bentuk kehamilan mola yang paling sering terjadi. Kelainan ini biasanya
muncul pada umur kehamilan 11 - 25 minggu, dengan rata-rata umur kehamilan
sekitar 18 minggu.3

4
Komplit Parsialis

Jaringan janin/embrio Tidak ada Ada

Edema vili korealis Difus Fokal

Hiperplasia trofoblas Difus Fokal

Scalloping of villi Tidak ada Ada

Inklusi stroma trofoblastik Tidak ada Ada

Kariotipe 46 XX Triploid

46 XY Tetraploid

Tetraploid Normal

Tabel 1. Gambaran dari mola komplit dan mola parsialis 2

Gejala umum yang sering dirasakan oleh pasien dengan kehamilan mola
adalah perdarahan pervaginam, tercatat melebihi 97 % dari penderita. Adanya
perdarahan pervaginam yang berulang dan lama dapat menyebabkan anemia oleh
karena defisiensi besi. Keluhan oleh karena anemia terjadi pada sekitar 50 % dari
penderita saat diagnosa ditegakkan. Kadang kala disertai pengeluaran spontan
gelembung - gelembung mola dari uterus yang merupakan tanda diagnosa pasti
mola hidatidosa.2,3,8
Nyeri abdomen yang terjadi pada kehamilan awal disebabkan oleh adanya
pembesaran dari uterus atau kista teka luteal yang prominen. Dari pemeriksaan
abdominal dan pelvis dapat ditemukan adanya pembesaran uterus yang lebih besar
dari umur kehamilan yang diperkirakan, terjadi pada sekitar 50% dari kasus. Pada
25% kasus dapat ditemukan besar uterus yang sesuai dengan umur kehamilan, dan
sebaliknya pada 25% malah ditemukan uterus yang lebih kecil dari masa
kehamilan. Konsistensi uterus lunak, tidak terasa balotemen dan tidak teraba
bagian janin. Pada auskultasi tidak terdengar denyut jantung janin. Massa ovarium

5
dapat teraba sebagai akibat dari kista teka luteal. Kista ini terjadi oleh karena
induksi dari hiperstimulasi hCG pada kedua ovarium, kejadiannya sekitar 50 %
dari penderita, yang mana akan menyebabkan tekanan atau pendesakan pada
pelvis. Biasanya kista ini mengalami regresi spontan setelah evakuasi mola.3
Toksemia dini atau preeklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
dapat ditemukan pada trimester pertama atau kedua tetapi kelainan ini tidak umum
terjadi pada kehamilan mola. Toksemia terjadi pada 27 % penderita yang
diobservasi di New England Trophoblastic Disease Center. Gangguan ini terjadi
oleh karena pengeluaran bahan vasoaktif yang berlebihan yang berasal dari
jaringan trofoblas yang mengalami nekrosis.3
Hiperemesis gravidarum dengan keluhan mual dan muntah yang
berlebihan selama kehamilan ditemukan pada sekitar 10 % dari penderita dengan
kehamilan mola. Dihubungkan dengan adanya pembesaran uterus yang berlebihan
dan peningkatan kadar hCG.3,5
Keluhan berdebar dan tremor karena hipertiroid dapat terjadi. Kejadian
hipertiroid muncul pada sekitar 7 % dari kehamilan mola. Adanya peningkatan
dari triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4) lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan manifestasi klinik hipertiroid seperti takikardi, berkeringat,
dan penurunan berat badan. Peningkatan hormon ini terjadi secara sekunder oleh
karena kesamaan struktur hCG dengan thyroid stimulating hormon (TSH),
selanjutnya peningkatan kadar hCG intrinsik menstimulasi aktivitas dari kelenjar
tiroid. Tindakan evakuasi atau anastesi dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.
Manifestasinya dapat berupa hipertermi, delirium, konvulsi, takiaritmia, kolaps
kardiovaskuler.2,5
Emboli paru oleh jaringan trofoblas dapat terjadi dan menyebabkan
terjadinya distres napas pada sekitar 2 % dari penderita mola. Distres napas
biasanya didiagnosis pada penderita dengan adanya pembesaran uterus yang
berlebihan dan peningkatan kadar hCG. Keluhan yang timbul dapat berupa nyeri
dada, dispnea, dan takikardia. Distres napas yang berat dapat terjadi selama dan
setelah evakuasi mola. Insufisiensi pernapasan dapat terjadi karena emboli
trofoblas atau sebagai akibat dari komplikasi kardiopulmoner oleh karena krisis
tiroid, preeklampsia, dan pemberian cairan yang berlebihan.4,5

6
Pada pemeriksaan tes kencing, didapatkan hasil positif dalam dilusi yang
tinggi. Nilai 1/200 menunjukkan kecurigaan yang tinggi, dan 1/500 menunjukkan
diagnosa pasti. Pemeriksaan kadar hCG dalam air seni 24 jam dapat melebihi
400.000 UI, bahkan kadang-kadang mencapai 1-2 juta UI per jam. 6 Kadar hCG
serum juga menunjukkan peningkatan kadar yang tinggi (> 100.000 mIU/ml).6
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan kadar Hb yang rendah,
LED yang meningkat, dan leukositosis. Kadang-kadang didapatkan albuminuria,
terutama pada penderita yang disertai edema dan hipertensi.5,6
Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya gambaran uterus yang
membesar, dengan massa intrauterin yang khas berupa cluster of grapes atau
gambaran snow storm. Tidak teridentifikasi bagian janin dan selaput janin
(gestasional sac). Selain itu, dapat dideteksi adanya kista ovarium bilateral.7
Pemeriksaan dengan sinar - X yaitu histerografi dengan memakai bahan
kontras yang dimasukkan ke uterus, akan memberikan gambaran yang khas yaitu
gambaran sarang tawon (honey comb) dan tidak adanya gambaran tulang fetus.
Pemeriksaan ini juga dapat untuk melihat adanya metastase ke organ lain. Untuk
melihat adanya metastase ini kadang diperlukan pemeriksaan CT scan dan MRI.7,8
Pemeriksaan sitogenetik, dan flowcytometry dilakukan untuk menentukan
ploidi atau kromosom sel, baik dari jaringan hasil konsepsi maupun dari paternal
dan maternal. Dari analisa kromosom dapat ditentukan kariotipenya.8
Pada pemeriksaan histopatologik didapat kelainan yang khas dari mola
yaitu edema jonjot korion, pembuluh darah pada jonjot korion yang berkurang
atau menghilang, dan adanya proliferasi dari sel - sel trofoblas.2,3

2.6 Penatalaksanaan
Penanganan mola hidatidosa pada prinsipnya adalah evakuasi segera
mungkin begitu diagnosa ditegakkan. Sebelum evakuasi dilakukan dicari dahulu
ada tidaknya penyulit berupa tirotoksikosis, preeklampsia dan hal-hal lain yang
dapat memperburuk prognosis penderita, upaya evakuasi baru dilakukan bila
penyulit sudah diobati dan teratasi. Metode yang dilakukan tergantung dari ukuran
besarnya uterus, ada tidaknya ekpulsi parsial, umur penderita dan fertilitasnya.

7
Sebelum dilakukan evakuasi harus disiapkan darah, pemeriksaan darah lengkap,
tes fungsi hati dan ginjal, faal hemostasis, foto thorak, kadar serum hCG.2,8

Ada beberapa cara untuk mengevakuasi jaringan mola, yakni :


a. Kuretase :
Pada ukuran rahim yang tidak terlalu besar, kuretase dilakukan hanya satu kali
saja, yakni setelah jaringan mola dikeluarkan dengan vakum kuret dan langsung
diteruskan dengan sendok kuret tajam. Pada kasus mola dengan uterus besar,
dengan ukuran di atas 20 minggu, dapat dilakukan kuretase sebanyak dua kali,
kuretase pertama dengan vakum kuret dan kuretase kedua dilakukan satu minggu
kemudian setelah terjadi involusi uterus, yakni dengan sendok kuret tajam. Bila
osteum uteri belum terbuka dan serviks kaku, dilakukan pemasangan laminaria
stiff selama 12-24 jam sebelum evakuasi. Pada saat evakuasi, diberikan oksitosin
drip. Pemeriksaan histopatologi dilakukan setelah evakuasi jaringan mola untuk
mencari ada tidaknya gambaran proliferasi berlebih dan ada tidaknya penetrasi
jaringan trofoblas ke dalam endometrium.

b. Histerektomi :
Histerektomi dikerjakan sebagai cara evakuasi jaringan mola pada kasus mola
risiko tinggi pada umur > 40 tahun dengan anak cukup. Tujuannya, di samping
sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus
juga bila kemudian timbul koriokarsinoma maka derajat skor pada skor
prognostik akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan lebih
sederhana dan kurang toksis, biayanya pun menjadi lebih murah.
Follow up atau pengawasan lanjut pasca evakuasi mola merupakan bagian
dari penatalaksanaan mola hidatidosa. Pengawasan ketat kasus mola pasca
evakuasi perlu dilakukan oleh karena sekitar 10% - 30% mola akan mengalami
transformasi menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG). Pada penderita mola
risiko rendah, follow up mulai dilakukan seminggu setelah evakuasi mola.
Dilakukan pemeriksaan fisik penderita, keluhan, tanda - tanda metastase,
pemeriksaan tes kehamilan mulai dari yang kepekaannya paling rendah atau
pemeriksaan hCG. Pemeriksan klinis meliputi besar dan involusi uterus,
perdarahan (pervaginam atau hemoptoe), tanda-tanda metastase (vagina, paru-

8
paru dll). Follow up dilakukan sampai minggu ke-12. Diagnosis adanya
pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan pemeriksaan hCG ditetapkan
dengan kriteria yang dianjurkan oleh Mozisuki dkk, yakni: 2
- Kadar hCG 1000 mIU/ml pada minggu ke 4.
- Kadar hCG 100 mIU/ml pada minggu ke 6.
- Kadar hCG 30 mIU/ml pada minggu ke 8.
Bila kadar hCG melebihi batas - batas diatas dan atau secara klinis ada
tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita
dikelola sebagai tumor trofoblas gestasional.
Selama pengawasan lanjut pasca evakuasi mola juga perlu dilakukan
pencegahan kehamilan baru. Penderita dianjurkan untuk menggunakan KB
kondom. Tidak dianjurkan memakai IUD karena efek samping perdarahan akan
menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas, sedangkan
KB hormonal dilaporkan akan menimbulkan resistensi terhadap sitostatika bila
diperlukan. Penderita dianggap sembuh dari pengawasan lanjut pasca evakuasi
mola bila setelah follow up 12 bulan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru
jaringan trofoblas atau penderita sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan
setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan berbagai
cara termasuk USG. Pengertian sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi
TTG dimasa yang akan datang karena sifat sel trofoblas yang dorman. Penderita
tidak boleh hamil lagi paling sedikitnya selama 1 tahun untuk yang belum
memiliki anak atau 2 tahun untuk penderita yang sudah mempunyai anak.1,2

2.7 Prognosis
Prognosis dari mola hidatidosa untuk menjadi keganasan tergantung dari
beberapa faktor antara lain kadar HCG, besarnya uterus, terdapatnya kista
ovarium dan adanya faktor metabolik dan epidemiologik yang menyertainya.
Berdasarkan faktor risiko terjadinya keganasan, WHO menggolongkan mola
hidatidosa kedalam 2 kelompok, yakni mola hidatidosa risiko rendah dan risiko
tinggi.2
a. Mola hidatidosa risiko rendah :
- hCG serum < 100.000 IU/ml

9
- Besarnya uterus umur kehamilan
- Kista ovarium < 6 cm
- Tidak ada faktor metabolik atau epidemiologik
b. Mola hidatidosa risiko tinggi :
- hCG serum 100.000 IU/ml
- Besar uterus > umur kehamilan
- Kista ovarium 6 cm
- Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur 40 tahun,
toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan tirotoksikosis.
Seperti telah diketahui, sebanyak 80% kasus mola hidatidosa diperkirakan
akan mengalami remisi spontan pasca evakuasi, dan sisanya 20% dapat
berkembang menjadi penyakit trofoblas ganas (PTG).

10
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : NWA
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat Sarjana
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Gr. Manuk
Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik obstetri dan ginekologi RSUD Bangli tanggal
20 Januari 2017 pukul 11.00 WITA dengan keluhan perdarahan per
vaginam yang muncul sejak 1 hari yang lalu (19 Januari 2017). Perdarahan
dikatakan seperti flek berwarna merah kecoklatan. Awalnya pasien
mengatakan pernah mengalami perdarahan berwarna merah segar dan
disertai dua buah gumpalan berwarna merah kehitaman pada bulan
Desember 2016 selama dua hari (21 Desember 2016). Riwayat koitus
dikatakan oleh pasien 3 hari sebelum pasien mengalami perdarahan
banyak pada bulan Desember. Selain itu pasien juga mengatakan saat
kehamilan awal mengalami mual-muntah yang berat sampai tidak dapat

11
beraktifitas seperti biasa dan pusing. Pasien kemudian memeriksakan diri
ke dokter spesialis kebidanan dilakukan USG transabdominal dan
diberikan vitamin, kemudian disarankan untuk kontrol 1 bulan lagi. Pada
tanggal 19 Januari 2017, penderita mengalami perdarahan kembali dari
kemaluan, perdarahan berupa flek. Riwayat koitus dan trauma disangkal
oleh pasien. Pasien kemudian memeriksakan diri ke dokter spesialis
kebidanan dilakukan USG transabdominal dikatakan terdapat gambaran
yang tidak terlalu jelas seperti buah anggur dan kista berukuran 3 cm x 3
cm. Kemudian disarankan untuk ke Poliklinik RSUD Bangli untuk
dilakukan pemeriksaan USG transvaginal.
Riwayat demam tidak ada, keluhan berdebar-debar tidak ada, sesak nafas
tidak ada, lemas tidak ada, berkeringat dingin tidak ada, gemetar tidak ada,
batuk-batuk tidak ada, buang air besar dan buang air kecil biasa. Tes
kehamilan pada urin positif pada tanggal 5 November 2016 di Bidan
Praktek Swasta.

Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan pertama kali mengalami haid pada usia 13 tahun.
Siklus haid pasien dikatakan teratur setiap 28 hari, lamanya menstruasi 3 -
4 hari, dengan volume 70 cc. Keluhan pada saat haid tidak ada.

Riwayat Obstetri
Hari Pertama Haid Terakhir pasien adalah tanggal 28 September 2016.
Tanggal perkiraan persalinan 5 Juli 2017. Pasien mengatakan ini
merupakan kehamilan ketiga. Pasien mengatakan sebelumnya anak
pertama lahir tahun 2005, perempuan, aterm, spontan belakang kepala,
dengan berat badan lahir 3.300 gram ditolong oleh bidan di praktek
swasta. Anak kedua lahir tahun 2009, perempuan, aterm, spontan belakang
kepala, dengan berat lahir 3.300 gram ditolong oleh bidan di RSUD
Bangli.

Riwayat Pernikahan

12
Pasien menikah satu kali, pada usia 23 tahun dan sampai sekarang telah
menikah selama 12 tahun. Pasien memiliki 2 orang anak dari pernikahan
saat ini.

Riwayat Ante Natal Care


Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 5 kali. Pemeriksaan
kehamilan yang pertama melakukan tes kehamilan (PP test) pada tanggal 5
November 2016 setelah telat haid 2 bulan dilakukan di Bidan Praktek
Swasta. Kemudian pemeriksaan kehamilan berikutnya dilakukan di dokter
spesialis kebidananan sebanyak 4x. Pasien mengatakan tidak mendapat
imunisasi TT.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Pasien menggutakan KB implan selama 6 tahun setelah anak kedua lahir,
dan sudah berhenti sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat asma, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus
disangkal.

Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita
penyakit seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat asma, hipertensi,
penyakit jantung, dan diabetes melitus disangkal.

Riwayat Alergi
Riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Ginekologi


Tidak ada.

13
Riwayat sosial
Pasien merupakan seorang pegawai di sebuah taman kanak-kanak.
Pasien memiliki status ekonomi yang dikatakan cukup dimana sumber
keuangan berasal dari penghasilan suami dan dirinya. Pasien tidak
memiliki riwayat merokok atau minum alkohol. Suami pasien seorang
perokok aktif.

2.3 Pemeriksaan Fisik (20 Januari 2017)


Status Present
Keadaan umum : Baik
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu aksila : 36,2 C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 24,97 kg/m2

Status General
Kepala : Normocepali
Mata : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
THT : kesan tenang
Thorax:
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : ~ Status ginekologi

Genitalia : ~ Status ginekologi

Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-

14
Status Ginekologi
Mammae

Inspeksi :Simetris, penonjolan glandula montgometry (+),


puting susu menonjol, hiperpigmentasi areola
mammae (+)

Abdomen

Inspeksi : Luka, bekas operasi atau jaringan parut (-)

Perkusi : suara timpani (+) distribusi merata

Auskultasi : Bising usus (+) N

Palpasi : Distensi (-), TFU setinggi pusat, nyeri tekan perut


bagian bawah (-),

Konsistensi lembek, ballottement (-), His (-), denyut


jantung janin (-)

Vagina

Inspeksi : fluxus (+), flour (-), p (-), licin, livide (-), cavum
douglas menonjol (-)

Inspekulo v/v : dilakukan pada tanggal 20 Januari 2017, pk 12.30


WITA

flx (+), fl (-) p (+) livide (+),

VT : fluxus (+), flour (-), p (-), licin, slinger pain (-),


CUAF b/c 18 - 20 minggu, APCD : normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah lengkap (20 Januari 2017)
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretas

15
i
WBC 11,5 3,5 - 10,0 x 103/uL Tinggi
RBC 4,69 3,5 5,50 x 1012/uL
HGB 13,1 11,5 16,5 g/dl
HCT 39,0 35,0 - 55,0 %
MCV 83,1 75,0 100,0 fL
MCH 28,0 25,0 - 35,0 pg
MCHC 33,7 31,0 - 38,0 g/dl
PLT 212 150 400 x 103/uL

2. Bleeding Time (BT) : 130 (1 4 menit)


Clotting Time (CT) : 600 (3 15 menit)
3. PP test (+) positif
4. HbsAg (-) negatif
5. ALT : 15 (0-40)
AST : 10 (0-40)
Urea : 6 (10-50)
Creatinine : 0,81 (0,5 1,1)

Pemeriksaan Pencitraan:
USG transvaginal (20 Januari 2017) :
- Uterus : tampak membesar dengan ekogenitas parenkim inhomogen,
tampak massa dengan gambaran snow flake
- Ovarium : tak tampak massa
- Tak tampak cairan bebas pada kavum douglas
- Kesan : Gambaran Mola Hidatidosa

2.5 Diagnosis
Suspect Mola Hidatidosa
2.6 Penatalaksanaan
Rencana Diagnostik

16
- DL
- SGOT/SGPT
- BUN/SC
- -hCG
Rencana Terapi
- MRS
- Kuretase
- RL 24 tts/menit
Rencana Monitoring
- Keluhan
- Tanda tanda vital
Rencana Edukasi
- KIE pasien dan keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan
2.7 Follow Up
Tgl 20 Januari 2016
S : Mual (-), muntah (-), pusing (+), keluar darah pervaginam (+)
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M 6 )
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur : 36,4 0 C
Status general : dbn
Status ginekologi : Abdomen : BU (+) N, TFU setinggi pusat
Vagina : perdarahan (+) minimal
A : Suspect Mola Hidatidosa
P : - IVFD RL 24 tpm
- BUN/SC
- -Hcg
- pro curettage 23/01/2017
Tgl 21 Januari 2017
S : Mual (-), muntah (-), pusing (+), keluar darah pervaginam (+) sedikit

17
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M 6 )
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur : 36,5 0 C
Status general : dbn
Status ginekologi : Abdomen : BU (+) N, TFU setinggi pusat
Vagina : perdarahan (+) minimal
A : Suspect Mola Hidatidosa
P : - IVFD RL 24 tpm
- BUN/SC
- -Hcg
- pro curettage 23/01/2017
Tgl 22 Januari 2017
S : Mual (-), muntah (-), pusing (-), keluar darah pervaginam (+) sedikit
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M 6 )
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 16 x/mnt
Temperatur : 36,3 0 C
Status general : dbn
Status ginekologi : Abdomen : BU (+) N, TFU setinggi pusat
Vagina : perdarahan (+) minimal
A : Suspect Mola Hidatidosa
P : - IVFD RL 24 tpm
- BUN/SC
- -Hcg
- pro curettage 23/01/2017
Tgl 23 Januari 2017
S : keluar darah pervaginam (+) sedikit, mual (-), muntah (-), pusing (-)

18
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M 6 )
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur : 360 C
Status general : dbn
Status ginekologi : Abdomen : BU (+) N, TFU setinggi pusat
Vagina : perdarahan (+) minimal
A : Suspect Mola Hidatidosa
P : - IVFD RL 24 tpm
- Konsul TS Anestesi untuk rencana kuretase
- Evakuasi mola dengan kuretase hari ini Evaluasi PA di Laboratorium
Catur Medika
- Puasa 8 jam pre-op
- Siapkan darah 1 kolf
- Cefotaxime 2 gram intravena

LAPORAN KURETASE

Kuretase dilakukan pada pukul 12.20 WITA tanggal 23/01/2017 dan berikut
laporan kuretasenya:
- Informed consent tindakan yang akan dilakukan
- Persiapan alat, operator, dan pasien
- Persiapan alat: betadine, gaas steril, lidokain, spuit 5cc, mangkok logam,
nerbekken (bengkok), spekulum sims, tenakulum, fenster klem, sonde,
abortus tang, sendok kuret
- Persiapan operator: APD, lampu sorot, kursi
- Persiapan pasien dengan anestesi regional: SAB (Subarachnoid Blok)
- Persiapan pasien:
- Pasien terlentang diposisikan litotomi
- Asepsis pada vulva dan sekitarnya
- Kosongkan kandung kemih dengan menggunakan kateter
- Pasang spekulum sims
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril
- Asepsis pada OUE
- Penjepitan porsio dengan tenaculum pada arah jam 11

19
- Lakukan sondage, kedalaman uterus 11 cm anteflexi
- Kuretase dengan sendok kuret digunakan ukuran terbesar yakni ukuran 10,
jaringan sisa 20 gram, darah 100 cc
- Evaluasi perdarahan aktif (-)
- Asepsis pada serviks
- Vaginal hygiene vulva dan sekitarnya menggunakan NaCl
- Kuretase selesai

Tgl 23 Januari 2017


S : Nyeri perut (+) minimal, mual (-), pusing (-)
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 ( E4 V5 M 6 )
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur : 36,5 0 C
Status general : dbn
Status ginekologi : Abdomen : BU (+) N, TFU tidak teraba
Vagina : perdarahan (+) minimal
A : Post Kuretase hari-0 et causa Mola Hidatidosa + PA
P : - Infus RL + 20 IU Oksitosin 28 tpm
- Cefadroxil 2 x 500 mg p.o
- Asam mefenamat 3 x 500 mg p.o
- Metil ergometrin 3 x 125 mcg p.o
- SF 2 x 200 mg p.o
- Ondansetron 2 x 4 mg p.o (k/p)

20
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis Mola Hidatidosa

21
Pasien dengan inisial NWA, perempuan, 35 tahun, agama Hindu, seorang
pegawai swasta, datang ke poliklinik kebidanan RSU Bangli pada tanggal 20
Januari 2017 dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 1 hari yang lalu (19
Januari 2017). Perdarahan dikatakan seperti flek flek yang berwarna coklat
kemerahan. Pasien juga mengeluh mual-muntah dan pusing. Riwayat koitus dan
trauma disangkal oleh pasien. Sebelum ke RSU Bangli, pasien sempat
memeriksakan diri ke dokter spesiais kandungan (19 Januari 2017) dan telah
dilakukan pemeriksaan USG transabdominal dengan hasil gambaran yang tidak
terlalu jelas seperi buah anggur dan ditemukan kista berukuran 3cm x 3cm. Pasien
mengatakan sebelumnya mempunyai riwayat perdarahan yang awalnya muncul
pada tanggal 21 Disember 2016 disertai dua buah gumpalan berwarna merah
kehitaman dengan riwayat koitus 3 hari sebelum muncul perdarahan Pada bulan
November, pasien memeriksakan diri ke praktek bidan karena telat haid selama 2
bulan. Dari hasil pemeriksaan, pasien dikatakan hamil. Riwayat nyeri perut
disangkal, demam tidak ada, keluhan berdebar-debar tidak ada, sesak nafas tidak
ada, lemas tidak ada, berkeringat dingin tidak ada, gemetar tidak ada, batuk-batuk
tidak ada, buang air besar dan buang air kecil biasa. Diawal kehamilan pasien
mengeluhkan pusing dan mual muntah yang berat sehingga tidak bisa beraktifitas
dan nafsu makan menurun.
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami perdarahan
pervaginam pada usia kehamilan yang muda. Perdarahan pada kehamilan muda
dapat ditemukan pada beberapa kelainan ginekologis, seperti mola hidatidosa,
abortus, dan kehamilan ektopik terganggu (KET). 1,2 Pada pasien selain ditemukan
perdarahan dengan jumlah sedang dan disertai mual dan muntah yang berlebihan.
Data data ini sesuai dengan gejala klinis dari mola hidatidosa. Pada abortus,
perdarahan juga muncul dan umumnya disertai oleh nyeri perut bagian bawah
karena kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan hasil konsepsi. 2
Sedangkan, pada kehamilan ektopik terganggu, pasien juga biasanya mengeluh
perdarahan dan nyeri perut hebat yang kadang kadang dapat menjalar ke bahu
dan rectum karena efek pendesakan oleh massa di luar uterus. Kondisi pasien
biasanya ditemukan lebih buruk pada KET. Dalam kasus ini, tidak ditemukan
adanya gejala nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, maupun rektum.2,3

22
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa status present dan general pasien
masih dalam batas normal. Tidak terlihat konjungtiva yang pucat yang mana
biasanya ditemukan pada pasien mola hidatidosa yang mengalami perdarahan
banyak dan lama. Pada pemeriksaan abdomen, tinggi fundus uterus tidak teraba,
teraba konsistensi yang lembek, tanpa His, balotemen negatif, dan tidak terdengar
denyut jantung janin. Pada pemeriksaan VT ditemukan adanya bercak darah dan
pembesaran korpus uteri yang normal.
Tanda tanda di atas sesuai untuk mola hidatidosa dimana hasil dari
pemeriksaan fisik, tinggi fundus uteri setinggi pusat sesuai ukuran 20 minggu dan
dari pemeriksaan dalam ditemukan ukuran corpus uteri dengan usia kehamilan
yang berkisar di antara 18-20 minggu sedangkan dari HPHT pasien, pasien hamil
dengan ukuran 16-17 minggu. Ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
seringkali ditemukan pada pasien dengan kehamilan mola, yakni sebanyak 50%
kasus.3 Hal ini disebabkan oleh proliferasi yang berlebihan dari sel sel trofoblas.
Konsistensi uterus yang lembek, balotemen negatif, dan tidak adanya denyut
jantung janin menandakan tidak terdapatnya janin di dalamnya. Pada abortus
tanda tanda seperti di atas tidak ditemukan. Dilatasi serviks dan jaringan dapat
ditemukan pada abortus inkomplit. Pada KET, tanda tanda absennya janin
intrauterin seperti di atas dapat juga ditemukan namun tanda tambahan seperti
nyeri goyang porsio (slinger pain) biasanya muncul saat dilakukan pemeriksaan
dalam. Kavum Douglas menonjol jika telah terjadi perdarahan intraabdominal dan
pada adneksa parametrium dapat teraba massa yang merupakan hasil konsepsi
ekstrauterin.4,6 Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya dilatasi serviks dan nyeri
goyang porsio. Selain itu, pada adneksa parametrium dan kavum Douglas juga
tidak ditemukan kelainan.
Pada kasus ini disarankan untuk dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperi darah lengkap, USG transvaginal dan pemeriksaan -hCG.
Pada pemeriksaan darah lengkap tidak ditemukan kelainan yang signifikan. Kadar
hemoglobin masih dalam batas normal, menandakan pasien belum berada dalam
kondisi anemia. Pada pemeriksaan USG transvaginal ditemukan adanya
pembesaran uterus dan tampak massa dengan gambaran snow storm.7 Gambaran
ini sesuai dengan karakteristik mola hidatidosa. Pada abortus, gambaran USG

23
bervariasi bergantung pada masih ada atau tidaknya janin di dalam rahim. Pada
KET, kavum douglas dapat terisi cairan dan biasanya ditemuka massa
ekstrauterin. Namun pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan -hCG
sedangkan pemeriksaan kadar -hCG pada kasus mola hidatidosa dalam air
seni 24 jam dapat melebihi 400.000 UI, bahkan kadang-kadang mencapai 1-2 juta
UI per jam.6 Kadar hCG serum juga menunjukkan peningkatan kadar yang
tinggi (> 100.000 mIU/ml).
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang di atas dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan mola
hidatidosa.

4.2 Penatalaksanaan Mola Hidatidosa


Penatalaksanaan definitif pada kasus ini adalah kuretase. Kuretase
dilakukan hanya sekali di ruang OK. Setelah dilakukan kuretase, sampel jaringan
hasil evakuasi kemudian dikirim ke laboraturium Catur Medika untuk dievaluasi.
Evaluasi PA penting dilakukan untuk mengetahui adanya gambaran proliferasi
berlebih dan penetrasi jaringan trofoblas ke endometrium.
Pasien juga diberikan medikasi ondansentron dengan dosis 2 x 4 mg
karena gejala mual muntahnya. Setelah dilakukan kuretase, pasien diberikan
beberapa obat tambahan berupa cefdroxil 2 x 500 mg sebagai upaya pencegahan
infeksi pasca kuretase, asam mefenamat 3 x 500 mg untuk meredakan nyeri,
metergin 3 x 125 mcg untuk mempertahankan kontraksi uterus guna mencegah
perdarahan, dan sulfas ferosus 1 x 200 mg sebagai suplai zat besi untuk menjaga
konsentrasi hemoglobin pasien akibat perdarahan sebelum dan sesudah kuretase.
Pasien kemudiannya dievaluasi 24 jam pasca kuretase untuk memastikan
pasien berada dalam kondisi stabil, keadaan umum baik, tanda tanda vital, status
general, dan status ginekologis dalam batas normal. Sekiranya keluhan mual
muntah sudah tidak ada, nyeri perut semakin berkurang dan tanda tanda vital
dalam batas normal pasien kemudian diperbolehkan pulang dengan saran untuk
kontrol satu minggu lagi dan di anjurkan melakukan kontrasepsi dengan kondom
untuk mencegah kehamilan dalam waktu minimal 1 tahun setelah kuretase
dilakukan.

24
4.3 Prognosis Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas,
sehingga penting untuk dinilai faktor faktor prognostic pada pasien. Faktor
faktor yang mengindikasikan pasien berada dalam risiko tinggi untuk mengalami
keganasan seperti kadar hCG serum 100.000 IU/ml, kista ovarium 6 cm, dan
faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur 40 tahun, toksemia,
koagulopati, emboli sel trofoblas, dan tirotoksikosis tidak ditemukan pada pasien.

BAB V
SIMPULAN

25
Pasien NWA perempuan, 35 tahun, agama Hindu, seorang pegawai swasta,
datang ke poliklinik kebidanan RSU Bangli dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak 1 hari yang lalu (19 Januari 2017). Perdarahan dikatakan
berwarna seperti flek flek berwarna merah kecoklatan. Pasien sebelumnya pernah
mempunyai riwayat perdarahan pada Disember yang lalu dengan perdarahan
berwarna merah segar disertai dua buah gumpalan berwarna merah kehitaman.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa status presen dan general pasien masih
dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya pembesaran
uterus setinggi pusat dengan konsistensi yang lembek, tanpa His, balotemen
negatif, dan tidak terdengar denyut jantung janin. Pada pemeriksaan VT
ditemukan adanya bercak darah dan pembesaran korpus uteri yang sesuai normal.
Pada pemeriksaan darah lengkap tidak ditemukan kelainan yang signifikan. Pada
pemeriksaan USG trasnvaginal ditemukan adanya pembesaran uterus dan tampak
massa dengan gambaran snow storm. Pasien didiagnosis dengan mola hidatidosa.
Penatalaksanaan yang diberikan berupa kuretase. Hasil evakuasi jaringan
kemudian dikirim ke lab PA Catur Medika untuk dievaluasi. Medikasi yang
diberikan berupa cefotaxime 2 gram iv dan ondansentron dengan dosis 2 x 4 mg
sebelum kuretase, dan untuk pengobatan pasca kuretase diberikan cefadroxil 2 x
500 mg, asam mefenamat 3 x 500 mg, metergin 3 x 125 mcg, dan sulfas ferosus 2
x 200 mg. Setelah kuretase, pasien tetap dievaluasi dalam tempoh 24 jam untuk
memastikan pasien berada dalam kondisi stabil, keadaan umum baik, tanda
tanda vital, status general, dan status ginekologis dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. Konar H. Gestational Trophoblastic Disease. In: DC Duttas Textbook of
Gynecology. Sixth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher,
2013: 361-367

2. Cunningham FG, Paul MC, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic


Disease. In : Cunningham FG, Paul MC, Leveno KJ, et al, eds. Williem
Obstetrics. 24th edition. Connecticut : Appleton and Lange, 2014; 396-404
3. Manuaba IBG. Keganasan pada Alat Genitalia Wanita. Dalam : Setiawan. Ed.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC, 2008 ; 419-24
4. Martaadisoebrata D. Penyakit serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin.
Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu Kebidanan.
Edisi ke-3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002 ;
362-85
5. Muderspach LI. Diagnosis and Management of trophoblastic neoplasia. In :
MishellDR, Brenner PF, eds. Management of Common Problems in
Obstetrics and Gynecology. Fifth Edition. Boston : Blackwell Scientific
Publications, 2010 ; 569-77.
6. Mazur MT, Kurman RJ. Gestational Trophoblastic Disease and Related
Lesions. In : Kurman RJ, eds. Blausteins Pathology of the Female Genital
Tract. Fourth edition. Springer-Verlag , New York Berlin, 2009: 1049-93.
7. Oi RH. Disease of the Placenta. In : Niswander KR, Evans AT, Eds. Manual of
Obstetrics. Eigth edition. Bostom : Little, Brown and Company, 2014 ; 451-
62.
8. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational Trophoblastic Disease. In : Berek JS,
Adashi EY, Hillard PA, eds. Novaks Gynecology. 14th Edition. Baltimore :
Williams & Wilkins, 2007 ; 1581-1603.

27

Anda mungkin juga menyukai