Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam hidupnya, organisme memerlukan makanan dan oksigen untuk melangsungkan
metabolisme. Proses metabolisme, selain menghasilkan zat-zat yang berguna juga
menghasilkan zat sisa yang harus dikeluarkan dari tubuh. Bahan-bahan yang diperlukan
tubuh seperti makanan, oksigen, hasil metabolisme dan sisanya diangkut dan diedarkan di
dalam tubuh melalui sistem peredaran darah. Hasil pencernaan makanan dan oksigen
diangkut dan diedarkan oleh darah keseluruh jaringan tubuh, sementara sisa-sisa metabolisme
diangkut oleh darah dari seluruh jaringan tubuh menuju organ-organ pembuangan.

Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang berfungsi
mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan
kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan terhadap virus atau bakteri. Istilah
medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata haemo atau hemato yang berasal dari
bahasa yunani haima yang berarti darah (Perutz, 1978).

Ada beberapa fungsi darah adalah membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran
pencernaan menuju ke jaringan tubuh, membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan,
membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru, membawa produk buangan dari
berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan, membawa hormon dari kelenjar
endokrin ke organ-organ lain didalam tubuh, berperan penting dalam pengendalian suhu
tubuh dengan cara mengangkut panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan
tubuh, ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air, berperan dalam sistem
buffer, seperti bicarbonat di dalam darah membantu mempertahankan pH yang konstan
pada jaringan dan cairan tubuh, pembekuan darah pada luka mencegah terjadinya
kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka, serta mengandung faktor-faktor penting
untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit (Frandson, 1996).
Darah terdiri atas 2 komponen utama :
1. Plasma darah
Pada manusia, plasma darah mengandung sekitar 92% air, 8% protein, senyawa organik
lain dan garam anorganik terutama NaCl. Plasma darah berfungsi dalam pengaturan tekanan
osmosis darah, sehingga dengan sendirinya jumlahnya dalam tubuh akan diatur.

2. Sel-sel darah, yang terdiri atas :


Sel-sel darah adalah sel-sel yang hidup. Sel-sel darah tidak terbelah, melainkan langsung
di ganti oleh sel-sel baru dari sumsum tulang belakang.
a. Eritrosit : sel darah merah (SDM)
Fungsi utamanya adalah pengangkutan oksigen, eritrosit juga berfungsi mengangkut
karbondioksida dan ion hidrogen dalam darah, di dalam sistem sirkulasi.
b. Leukosit : sel darah putih (SDP)
Fungsi utamanya adalah sebagai sistem pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah ke
berbagai jaringan.
c. Trombosit : keping darah
Fungsi utamanya adalah mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan di dinding
pembuluh darah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembentukan sel darah?
2. Apakah yang dimaksud dengan eritrosit?
3. Apakah yang dimaksud dengan leukosit?
4. Apakah yang dimaksud dengan trombosit?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pembentukan sel darah.
2. Mengetahui pengertian eritosit beserta hal-hal yang berkaitan dengan eritrosit.
3. Mengetahui pengertian leukosit beserta hal-hal yang berkaitan dengan leukosit.
4. Mengetahui pengertian trombosit beserta hal-hal yang berkaitan dengan trombosit.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PEMBENTUKAN SEL DARAH (HEMOPOIESIS)
Hemopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel darah, dimana terjadi
Proliferasi, Maturasi dan Diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.
Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel
hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah.
Maturasi merupakan proses pematangan sel darah.
Diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang
berbeda-beda.

2.1.1 Tempat Terjadinya Hemopoiesis


Kantung kuning telur adalah tempat utama terjadinya hemopoiesis pada beberapa minggu
pertama gestasi. Sejak usia enam minggu sampai bulan ke 6-7 masa janin, hati dan limpa
merupakan organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2
minggu setelah lahir. Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan
kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan
dewasa yang normal. Sel-sel yang sedang berkembang terletak di luar sinus sumsum tulang
dan sel yang matang dilepaskan ke dalam rongga sinus.
Pada masa bayi seluruh sumsum tulang bersifat hemopoietik, tetapi selama masa kanak-
kanak terjadi pergantian sumsum tulang oleh lemak yang sifatnya progresif di sepanjang
tulang panjang. Sehingga pada masa dewasa, sumsum tulang hemopoietik terbatas pada
tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os femur dan humerus.

2.1.2 Sel Induk dan Progenitor Hemopoietik


Sel induk hemopoietik adalah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,
termasuk sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), butir pembeku (trombosit),
dan juga beberapa sel dalam sumsum tulangseperti fibroblast. Sel induk yang paling primittif
sebagai sel induk pluripotent. Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
1. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis
meskipun terus membelah.
2. Poliferatif : kemampuan membelah atau memperbanyak diri.
3. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoietik dapat dibagi
menjadi :
1. Pluripotent stem cell : sel induk yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan seluruh
jenis sel-sel darah.
2. Committed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi melalui
salah satu garis turunan sel. Contoh : sel induk mieloid dan sel induk limfoid.
3. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis
sel. Contoh : CFU-GM yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel
monosit.
4. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis sel saja.
Contoh : CFU-E hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G hanya mampu berkembang menjadi
granulosit.
Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk pluripoten bersama, yang dapat menyebabkan
timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur
eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat yang terbatas
dalam potensi perkembangannya. Progenitor yang sangat dini diperiksa dengan melakukan
biakan pada stroma sumsum tulang sebagai sel pemula biakan jangka panjang, sedangkan
progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media semi padat.

Gambar : diagram sel induk pliuripoten sumsum tulang dan jalur-jalur yang dilaluinya.
2.1.3 Stroma Sumsum Tulang
Sumsum tulang membentuk lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel induk. Sumsum tulang tersusun atas sel stroma dan jaringan
mikrovaskuler. Sel stroma meliputi sel lemak (adiposa), fibroblas, sel retikulum, sel endotel
dan makrofag. Sel-sel tersebut mensekresi molekul ekstraseluler seperti kolagen, glikoprotein
(fibronektin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan (asam hialuronat dan derivat
kondroitin) untuk membentuk suatu matriks ekstraseluler. Selain itu, sel stroma mensekresi
beberapa faktor pertumbuhan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel induk.

2.1.4 Bahan-bahan Pembentuk Darah


Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
a. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.
b. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
c. Cobalt, magnesium, Cu, Zn
d. Asam amino
e. Vitamin lain : vitamin C, B kompleks, dan lain-lain.
Sumsum tulang yang normal merupakan bagian esensial dari hemopiesis. Apabila struktur
atau fungsi sumsum tulang terganggu maka dapat menimbulkan kelainan. Gangguan sumsum
tulang dapat terjadi oleh karena :
a. Kegagalan produksi sel : dijumpai pada anemia aplastik
b. Kegagalan maturasi sel : dijumpai pada sindroma mielodispatik
c. Produksi sel-sel yang tidak normal : contoh , pada thalasemia, hemoglobinopati, dan lain-
lain.
d. Hilangnya mekanisme regulasi yang normal, seperti pada :
Leukemia akut
Penyakit mieloproliferatif
Penyakit limfoproliferatif
Gangguan sumsum tulang menimbulkan berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang
mengenai sel induk hemopoietik :
a. Leukemia meiloid akut
b. Leukemia meiloid kronik
c. Sindroma preleukemia
d. Myelofibrosis with myeloid metaplasia
e. Anemia aplastik
f. Syclic neutropenia

2.1.5 Faktor Pertumbuhan Hemopoietik


Faktor pertumbuhan hemopoietik adalah hormon glikoprotein yang mengatur proliferasi
dan diferensiasi sel-sel progenitor hemopoietik dan fungsi sel-sel darah matur. Faktor
pertumbuhan dapat bekerja secara lokal di tempat produksinya melalui kontak antar sel atau
bersirkulasi dalam plasma. Limfosit T, monosit dan makrofag serta sel stroma adalah sumber
utama faktor pertumbuhan kecuali eritropoietin, yang 90%-nya disintesis di ginjal dan
trombopoietin yang terutama diproduksi di hati.
Salah satu ciri kerja faktor pertumbuhan yang penting adalah bahwa dua faktor atau lebih
dapat bekerja sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu untuk berproliferasi atau
berdiferensiasi. Kerja satu faktor pertumbuhan pada suatu sel dapat merangsang produksi
faktor pertumbuhan lain atau reseptor faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan dapat
menyebabkan proliferasi sel, tetapi juga dapat menstimulasi diferensiasi, maturasi,
menghambat apoptosis, dan mempengaruhi fungsi sel matur.
Karakteristik umum faktor pertumbuhan mieloid dan limfoid :
Glikoprotein yang bekerja pada konsentrasi yang sangat rendah
Bekerja secara hirarkis
Biasanya dihasilkan oleh beberapa jenis sel
Biasanya mempengaruhi lebih dari satu jalur sel
Biasanya aktif terhadap sel induk/progenitor dan pada sel akhir fungsional
Biasanya menunjukkan interaksi sinergis atau aditif dengan faktor pertumbuhan lain
Seringkali bekerja pada sel neoplastik yang setara dengan suatu sel normal
Kerja multipel : proliferasi, diferensiasi, maturasi, aktivasi fungsional, menghambat
apoptosis.

2.1.6 Plastisitas Sel Induk


Sel induk embrionik bersifat totipoten karena dapat menghasilkan semua jaringan tubuh.
Sumsum tulang mengandung sel induk hemopoietik (yang akan menurunkan sistem limfoid
dan meiloid) serta sel induk mesenkim. Sel induk mesenkim dapat berdiferensiasi menjadi
otot, tulang (osteoblas), jaringan endotel vaskular, sel lemak, dan jaringan fibrosa tergantung
pada keadaan biakan. Penelitian pada pasien dan hewan yang telah mendapat transplantasi sel
induk hemopoetik telah menunjukkan bahwa sel donor dapat memberi konstribusi pada
jaringan seperti neuron, hati, dan otot. Walaupun konstribusi sel sumsum tulang donor
dewasa pada jaringan non-hemopoietik hanya sedikit.
Faktor pertumbuhan hemopoietik :
Bekerja pada sel stroma : IL-1 & TNF
Bekerja pada sel induk pluripoten : faktor sel induk (SCF) & Ligan Fit (Fit-L)
Bekerja pada sel progenitor multipotensial : IL-3, GM-CSF, IL-6, G-CSF, Trombopoietin
Bekerja pada sel progenitor terikat : G-CSF, M-CSF, IL-5, Eritropoietin, Trombopoietin

2.1.7 Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel fisiologik yang teratur. Pada proses ini, sel
dirangsang untuk mengaktifkan protein intraseluler yang mengakibatkan terjadinya kematian
sel. Proses ini adalah proses yang penting untuk mempertahankan hemeostasis jaringan dalam
hemopoiesis dan perkembangan limfosit.
Apoptosis disebabkan oleh kerja protease sistein intrasel disebut kaspase, yang diaktifkan
setelah pembelahan dan menyebabkan digesti DNA oleh endonuklease serta disintegrasi
rangka sel. Terdapat dua jalur utama yang dapat mengaktifkan kaspase. Jalur pertama adalah
dengan memberi sinyal melalui protein membran seperti Fas atau reseptor TNF melalui
domain kematian intraselulernya. Jalur kedua adalah melalui pelepasan sitokrom c dari
mitokondria. Setelah kematian, sel apoptotik menampilkan molekul yang menyebabkan
terjadinya diingesti oleh makrofag.
Banyak perubahan genetik terkait penyakit keganasan yang menyebabkan menurunnya
kecepatan apoptosis sehingga ketahanan hidup sel memanjang. Contoh yang paling jelas
adalah translokasi gen BCL-2 ke lokus rantai berat imunoglobulin pada translokasi di
limfoma pusat folikel. Ekspresi berlebihan protein BCL-2 menyebabkan sel B ganas kurang
rentan terhadap apoptosis.

2.1.8 Reseptor Faktor Pertumbuhan dan Transduksi Sinyal


Faktor pertumbuhan berikatan dengan afinitas kuat pada reseptornya yang sesuai di sel
target. Suatu molekul faktor pertumbuhan berikatan secara simultan dengan domain
ekstraselular dua atau tiga molekul reseptor, yang mengakibatkan agregasi molekul reseptor
tersebut. Agregasi reseptor menginduksi aktivasi JAK (Janus associated kinase) yang lalu
memfosforilasi anggota-anggota penghantar sinyal dan aktivator famili transkripsi (STAT)
dari faktor-faktor transkripsi. Di dalam inti, dimer STAT mengaktifkan transkripsi gen yang
spesifik. Dengan demikian, faktor pertumbuhan mengatur fungsi sel mieloid dan limfoid
melalui jalur JAK/STAT yang selanjutnya mengontrol ekspresi gen spesifik.
Aktivasi JAK juga dapat mengawali jalur yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel.
Faktor pertumbuhan juga meningkatkan ketahanan hidup sel dengan menghambat kematian
sel apoptotik.
Kelompok faktor pertumbuhan kedua yang lebih kecil, yaitu faktor sel induk (SCF) dan
M-CSF, berikatan dengan reseptor yang mempunyai domain mirip imunoglobulin
ekstraseluler, yang terhubung pada domain tirosin kinase sitoplasmik melalui suatu jembatan
transmembran. Pengikatan faktor pertumbuhan menyebabkan terjadinya dimerisasi reseptor-
reseptor ini dan aktivasi domain tirosin kinase.

2.1.9 Molekul Adhesi


Molekul adhesi merupakan suatu keluarga besar molekul glikoprotein. Molekul adhesi
memperantai perlekatan prekursor sumsum tulang, leukosit dan trombosit pada berbagai
komponen matriks ekstraseluler, lapisan endotel, pada permukaan lain, dan satu sama lain.
Terdapat 3 famili utama :
1. Superfamili imunoglobulin : reseptor sel T dan imunoglobulin serta molekul adhesi
permukaan yang tidak tergantung antigen.
2. Selektin : terutama berperan dalam adhesi leukosit dan trombosit pada lapisan endotel selama
inflamasi dan koagulasi.
3. Integrin : berperan dalam adhesi sel pada matriks ekstraseluler.
Dengan demikian, molekul adhesi penting dalam menimbulkan dan mempertahankan
respon inflamasi dan respon imun, serta dalam interaksi trombosit dengan dinding pembuluh
serta leukosit dengan dinding pembuluh.
Pola ekspresi molekul adhesi pada sel tumor dapat menentukan cara penyebaran dan
lokalisasi jaringan. Molekul adhesi dapat juga menentukan apakah sel bersirkulasi atau tidak
dalam aliran darah, atau sel tetap dalam jaringan. Molekul adhesi tersebut sebagian juga
dapat menentukan apakah sel tumor rentan terhadap pertahanan imun tubuh atau tidak.

2.2 ERITROPOIESIS
2.2.1 Eritropoietin
2.2.1.1 Eritropoietin
Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin. Normalnya 90% hormon ini dihasilkan di
sel interstisial peritubular ginjal dan 10% nya di hati dan tempat lain. Produksi eritropoietin
meningkat pada anemia, jika karena sebab metabolik atau struktural, hemoglobin tidak dapat
melepaskan O2 secara normal, jika O2 atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau
paru atau kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhipengiriman O2 ke ginjal. Eritropoietin
merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk
eritropoiesis.
Sebaliknya , peningkatan pasokan O2 ke jaringan (akibat peningkatan masa sel darah
merah atau karena hemoglobin dapat lebih mudah melepaskan O2 dibandingkan normalnya)
menurunkan dorongan eritropoietin.
Kadar eritropoietin plasma dapat bermanfaat dalam penegakan diagnosis klinis.
Contohnya kadar eritropoietin tinggi bila tumor yang mensekresi eritropoietin menyebabkan
terjadinya polisitemia, tetapi kadarnya rendah pada penyakit ginjal berat atau polisitemia
rubra vera.

2.2.1.2 Indikasi terapi eritropoietin


Eritropoietin rekombinan terbukti sangat berguna untuk mengobati anemia, akibat
penyakit ginjal atau berbagai penyebab lain. Eritropoietin ini dapat diberikan secara
intravena, atau lebih efektif secara subkutan. Indikasi utama adalah penyakit ginjal stadium
akhir (dengan atau tanpa dialisis) dan pada keadaan ini suplementasi besi intravena seringkali
juga dibutuhkan untuk mendapatkan respon yang terbaik.
Sumsum tulang memerlukan banyak prekursor lain untuk terjadinya eritropoiesis yang
efektif. Prekursor tersebut meliputi logam seperti besi atau kobalt, vitamin (khususnya
vitamin B12, folat, vitamin C, vitamin B6, tiamin dan riboflavin), serta hormon seperti
androgen dan tiroksin.

2.2.2 Hemoglobin
2.2.2.1 Sintesis hemoglobin
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari
jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung protein khusus
yaitu hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin.
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia
yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang
bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam - aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal
fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh eritropoietin.
Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk
heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada
poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing dengan
gugus hemenya sendiri dalam suatu kantung kemudian dibentuk untuk menyusun satu
melekul hemoglobin.

2.2.2.2 Fungsi hemoglobin


Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru ke jaringan dan kembali
dalam darah vena dengan membawa CO2 ke paru. Untuk melakukan pertukaran O2 dan
CO2 eritrosit mempunyai protein khusus yang disebut hemoglobin. Pada saat molekul
hemoglobin mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul
hemoglobin bergerak pada satu sama lain.

2.2.2.3 Methemoglobinemia
Adalah suatu keadaan klinis dengan terdapatnya hemoglobin dalam sirkulasi yang
mengandung besi dalam keadaan teroksidasi (Fe3+) dan bukan Fe2+ seperti biasa. Keadaan ini
timbul akibat defisiensi NADH tereduksi yang bersifat herediter, diaforase atau
diwariskannya hemoglobin yang secara struktur abnormal (Hb M).

2.2.3 Eritrosit
2.2.3.1 Sistem eritroid
Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah atau eritrosit dan prekursor eritroid. Unit
fungsional dari sistem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang mempunyai fungsi penting
sebagai pembawa oksigen.
Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur
sel induk meiloid, kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E.
Prekursor eritroid yang dapat dikenal secara morfologik konvensional dalam sumsum tulang
dikenal sebagai pronormoblast, kemudian berkembang menjadi basophilic (early
normoblast). Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika
di cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga disebut retikulosit.
Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi eritrosit
dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang. Apabila
sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoiesis terjadi di luar sumsum
tulang, seperti di lien dan hati, maka proses ini disebut sebagai eritropoiesis ekstraseluler.

Proses pembentukan eritrosit memerlukan :


a. Sel induk : CFU-E, BFU-E, normoblast (eritoblast)
b. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein dan lain-lain.
c. Mekanisme regulasi : faktor pertumbuhan hemopoietik dan hormon eritropoetin.
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari
eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES.
Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut
hemolisis.

2.2.3.2 Metabolisme eritrosit


a. Jalur Embden-Meyerhof
Dalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa dimetabolisme menjadi laktat. Untuk tiap
molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua molekul ATP, dan sehingga dihasilkan dua
ikatan fosfat energi tinggi. ATP berfungsi sebagai sumber energi untuk mempertahankan
volume, bentuk, dan kelenturan eritrosit. Untuk mengeluarkan 3 ion natrium dari sel dan
memasukkan dua ion kalium ke dalam sel, diperlukan pompa natrium ATPase membran
sebanyak satu molekul ATP.
Jalur Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim
methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin teroksidasi) yang
tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3% hemoglobin
tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang aktif berfungsi.
b. Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)
Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat), dengan
perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfo-glukonat dan kemudian menjadi ribolusa-5-
fosfat. NADPH dihasilkan dan berikatan dengan glutation yang mempertahankan gugus
sulfhidril (SH) tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit.

2.2.3.3 Struktur eritrosit


Eritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron.
Eritrosit merupakan sel dengan struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri atas
membran dan sitoplasma tanpa inti sel. Komponen eritrosit terdiri atas :

1. Membran eritrosit
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein membran integral, dan
suatu rangka membran. Sekitar 50% membran adalah protein, 40% lemak, dan 10%
karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar, sedangkan protein dapat di
perifer atau integral menembus lipid dua lapis. Beberapa protein eritrosit telah diberi nomor
menurut mobilitasnya pada elektroforesis gel poliakrilamid.
2. Sistem enzim, yang terpenting : Embden Meyerhof dan heksosa monofosfat.
3. Hemoglobin : berfungsi sebagai alat angkut oksigen. Komponennya terdiri atas :
a. Heme : merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
b. Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan. Kelainan yang timbul karena
kelainan membran disebut membranopati, kelainan akibat gangguan sistem enzim eritrosit
disebut enzinopati, sedangkan kelainan akibat gangguan struktur hemoglobin disebut sebagai
hemoglobinopati.

2.2.3.4 Destruksi eritrosit


Proses penghancuran eritrosit lihat gambar. Destruksi yang terjadi karena proses penuaan
disebut proses senescence, sedangkan destruksi patologik disebut hemolisis. Hemolisis dapat
terjadi intravaskuler, dapat juga ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu lien dan
hati.
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen
hemoglobin menjadi berikut :
1. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke poll protein dan dapat dipakai
kembali.
2. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu :
a. Besi : yang akan dikembalikan ke poll besi dan dipakai ulang.
b. Bilirubin : yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu.

Gambar : skema destruksi eritrosit

2.2.3.5 Lama hidup eritrosit


Lama hidup eritrosit diukur dari ketahanan hidup eritrosit berlabel Cr51. Suatu sampel
darah subyek diinkubasi dengan Cr51 yang berikatan kuat pada hemoglobin dan sel sel-sel
berlabel disuntikkan kembali ke dalam sirkulasi. Hilangnya Cr51 dari darah diukur secara
berurutan selama 3 minggu sesudahnya. Letak penghancuran eritrosit ditetapkan dengan
pengukuran di atas permukaan, limpa, hati, dan jantung (sebagai indeks aktivitas darah).

2.3 LEUKOSIT
Leukosit adalah sel lain yang terdapat di dalam darah. Fungsi umum leukosit sangat
berbeda dengan eritrosit. Leukosit berfungsi membawa makanan dari tempat penyerapan ke
seluruh tubuh, membawa bahan buangan dalam arah sebaliknya dan mempertahankan tubuh
dari benda asing yang berbahaya.
Jumlah leukosit di dalam darah tidak sebanyak eritrosit. Leukosit berda dalam jumlah
antara 0,1-0,2% dari jumlah eritrosit. Leukosit tidak diperlukan setiap saat oleh tubuh. Sel ini
hanya diperlukan di tempat-tempat terjadinya masalah dengan benda asing. Untuk
melindungi tubuh dari serangan benda asing di tempat tertentu, leukosit akan berada di
tempat sel yang diserang benda asing. Apabila benda asing tersebut cukup banyak atau
penangannannya memerlukan jangka waktu tertentu, sebagian dari leukosit dapat
memperbanyak diri dengan mitosis di luar jaringan sumsum tulang.

Leukosit terdiri dari dua komponen :


a. Granulosit adalah sel yang memiliki granula. Sel ini terdiri atas tiga jenis :
Neutrofil : Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta
proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama
terhadap infeksi bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah.
Eusinofil : Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian
meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil : Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi
reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang
menyebabkan peradangan.
b. Agranulosit adalah sel yang tidak memiliki granula. Sel ini terdiri atas dua jenis :
Monosit : Monosit membagi fungsi pembersih vakum (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih
jauh dia hidup dengan tugas tambahan yaitu memberikan potongan patogen kepada sel T
sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi
untuk menjaga. Makrofag monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan
aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.
Limfosit : Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit :
limfosit B : Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. Sel B
tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan,
beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai
layanan sistem memori.
limfosit T : Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV)
serta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel
yang terinfeksi virus.
Sel natural killer : Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang
tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau
telah menjadi kanker.

2.3.1 Pembentukan Leukosit


Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik
pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Selain sel-sel committed tersebut, untuk
membentuk eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe
yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel
muda yang berupa mieloblas, sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai
dengan sel muda yang berupa limfoblas.
Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam
sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya
meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan
normal,granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang
disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari.
Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area limfoid kecuali pada
sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah.
2.4 TROMBOSIT
Trombosit disebut juga keping darah. Sebenarnya, trombosit tidak dapat dipandang
sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang berada di sumsum tulang yang
dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya, magakariosit pecah menjadi 3000-4000
serpihan sel, yang disebut trombosit. Trombosit mempunyai bentuk cembung dengan garis
tengah 0,75-2,25 mm. Trombosit tidak mempunyai inti. Akan tetapi kepingan sel ini masih
dapat melakukan sintesis protein, walaupun sangat terbatas, karena di dalam sitoplasma
masih terdapat sejumlah RNA. Selain itu, trombosit masih mempunyai mitokondria, butir
glikogen yang mungkin berfungsi sebagai cadangan energi dan 2 jenis granula, yaitu granula-
alpha dan granula yang lebih padat.
Umur trombosit antara 8 sampai 14 hari setelah terpecah dari sel asalnya dan masuk darah.
Konsentrasi trombosit di dalam darah antara 105 sampai 5.106/mL darah.
Trombosit juga berfungsi sebagai pertahanan tubuh, tetapi fungsi utamanya bukan
terhadap benda asing. Trombosit berfungsi penting dalam usaha tubuh untuk
mempertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha
menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan darah dan terlindung dari
penyusupan benda asing. Sebagian trombosit akan pecah dan mengeluarkan isinya, yang
berfungsi untuk memanggil trombosit dan sel-sel leukosit dari tempat lain. Sebagian dari isi
trombosit yang pecah tersebut juga aktif dalam mengkatalisis proses pembekuan darah,
sehingga luka tersebut selanjutnya disumbat oleh gumpalan yang terbentuk.

2.4.1 Trombopoiesis
2.4.1.1 Perkembangan trombosit di sumsum tulang
Pada trobopoiesis terjadi proses poliploidisasi berulang kali yang menimbulkan berbagai
tipe sel 2N-32N (64N) melalui endoreduplikasi DNA. Terdapat tiga macam bentuk sel yang
dapat dikenali :
Megakarioblas
Badan sel biasanya lebih besar dari pada badan sel proeiritroblas. Perbandingan antara inti
dan sitoplasma berubah karena inti menjadi lebih besar. Kepadatan kromatin inti berbeda-
beda. Nukleolus sebagian besar tertutup, tetapi terdapat dalam jumlah besar. Pada penyatuan
inti yang mencolok terdapat sel yang berinti dua hingga empat. Sitoplasma tampak nasofilik
kuat, terbebas dari granulasasi dan dibagian tepi kadang-kadang terlihat sedikit menjuntai.
Sering terdapat trombosit yang melekat.
Promegakariosit
Promegakarisit adalah megakariosit yang setengah matang. Produk poliploidasi
megakarioblas yang berdemensi besar. Inti sel sangat besar dan sedikit berlobus selain bentuk
dengan kecenderungan segmentasi (berlobus) yang dapat dikenali dengan jelas. Kromatin inti
sebagian besar teranyam rapat, nukleoulus yang ada kebanyakan terselubungi. Sitoplasma
tampak basofilik dengan beberapa areaazurofilik, yang menunjukan permulaan aktivitas
trombopoesis. Luas sitoplasma bertambah secara nyata. Ditepi sel terdapat trobosit yang
melekat
Megakariosit yang matang
Sel terbesar yang dijumpai pada hematopoiesis di sumsum tulang dalam kondisi normal.
Serangkaian gumpalan inti yang khas terbentuk dari sitoplasma azurofilik ditutupi bintik-
bintik halus, sebagai perwujudan terakhir pembentukan trombosit yang aktif. Perluasan dan
penonjolan bagian sitoplasma azurofilik menandakan suatu persiapan pelepasan trombosit.
Sebagian kecil megakariosit (dibawah 10%) menunjukkan inti tunggal atau ganda yang
berbentuk bulat-oval dan kecil (yang lebih dikenal sebagai mikromegakariosit) pada
pengecilan diameter sel. Elemen-elemen ini juga memiliki aktivitas trombopoetik.
2.4.1.2 Stadium pelepasan trombosit
Struktur sitoplasma megakariosit yang berada pada tahap ini, dan saling berhubungan,
menunjukkan penjuluran yang tidak beraturan dan bertambahnya peluruhan. Pada keadaan
ini, terbentuk makropartikel yang tak terbilang banyaknya dan selanjutnya mikropartikel
dengan granulasi azurofilik yang merupakan trombosit matang. Sisa inti yang tidak
mengandung sitoplasma tetap ada sampai dihancurkan oleh makrofag di sumsum tulang

Anda mungkin juga menyukai