Anda di halaman 1dari 16

Syndrom Steven-Johnson

KELOMPOK C2 :
Cinthya Ayu Christine ( 102009068)
Apriyogi Dwi Jaya (102010122 )
Inne Ikke Citami Putri (102011034 )
Eiffel (102011058 )
Bonny Pabetting (102011122 )
Stephanie Angelina Utomo ( 102011180)
Candy Novia Agustini ( 102011292)
Paskalia Endosetriani Romas ( 102011326 )

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11520
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Zaman sekarang sering ditemukan pada seseorang adanya alergi terhadap obat.
Memang tidak semua orang mengetahui bahwa dirinya mengalami alergi obat, dalam hal ini
alergi seseorang terhadap suatu reaksi atau kandungan obat sangatlah penting. Apalagi
sekarang ini orang yang sakit meminum obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan
ahlinya, mereka merasa bisa mengobati diri sendiri. Hal ini dapat membahayakan orang
tersebut karena dengan ketidak tahuan itu siapa tahu saja dia ternyata sensitive terhadap obat-
obat tertentu yang dapat menimbulkan alergi obat. Jika alergi obat yang di alami sangat berat
dapat menyebabkan kematian.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai Sindrom Steven Johnson (SSJ) yang
merupakan syndrome yang mengenai kulit, selaput orificium, dan mata dengan keadaan
umum bervariasi dari ringan sampai berat. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Jhonson saat
ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom
Stevens-Jhonson seperti obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada
Sindrom Stevens-Jhonson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya. Sindrom
Stevens-Jhonson muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum,
dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan lansung dengan dosis,
namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien.

Pembahasan

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15 % berat badan.
Kulit juga merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh.1

Warna kulit juga berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan
pada genitalia orang dewasa. Kulit pula bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya, kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan
tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.1
Kulit yang merupakan organ terbesar pada tubuh manusia, membungkus otot-otot dan
organ-organ dalam. Kulit merupakan jalinan jaringan tidak berujung pembuluh darah, saraf,
dan kelenjar, semuanya mempunyai potensi untuk terserang penyakit. Penyakit kulit yang
paling sering yaitu jerawat dan penyakit-penyakit lain seperti ekzema, yang dapat diturunkan
atau disebabkan oleh alergen.2
Anatomi kulit secara histopatologik, tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:1
1. Lapisan epidermis atau kutikel, terdiri dari:
- Stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basale.
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), lapisan di bawah epidermis yang jauh
lebih tebal, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut. Ada 2 bagian:
- Pars papilare, bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
- Pars retikulare, bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri dari
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
matriks dari lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin
sulfat juga terdapat fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas,
membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
3. Lapisan subkutis, merupakan kelanjutan dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa
yang berfungsi sebagai cadangan makanan.

Gambar 1. Penampang kulit. Diunduh dari http://ardra.biz/kesehatan/kesehatan-kulit-


dan-wajah
Fungsi kulit:2
Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap
infeksi bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit dan sekresi kelenjar keringat. Setelah
kehilangan seluruh kulit, maka cairan tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit-
elektrolit akan hilang dalam beberapa jam saja. Bau yang sedap atau tidak sedap dari kulit
berfungsi sebagai pertanda penerimaan atau penolakan sosial dan seksual. Organ-organ
adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit
juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat, karena jalinan ujung-
ujung saraf yang saling bertautan.
Dari skenario, didapatkan kasus seorang anak laki-laki yang yang dirawat di rumah
sakit karena keluhan lepuh pada kedua lengan, badan atas, bokong, dan kedua paha setelah
minum obat sulfa sejak 2 hari lalu.
Different diagnosis yang dapat dipakai adalah sindrom steven johnson, nekrosis epidermis
toksis, dan erupsi obat alergik. Untuk menegakkan diagnosis, hal pertama yang harus
dilakukan adalah anamnesis, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, setelah itu
menentukan working diagnosis serta pengobatan dan edukasi yang tepat bagi penderita untuk
proses penyembuhannya.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.3
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi :3
- Nama lengkap pasien
- Umur pasien
- Tanggal lahir
- Jenis kelamin
- Agama
- Alamat
- Umur (orang tua)
- Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)
- Suku bangsa

2. Keluhan Utama
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : Lepuh pada kedua lengan, badan atas,
bokong dan kedua paha setelah meminum obat sulfa.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali :
- Sejak kapan timbul lepuh?
- Apakah ada rasa nyeri, gatal dan perubahan warna kulit ?
- Apakah lepuh semaikin membesar ?
- Apakah hilang timbul ?
- Apakah lepuh mempengaruhi aktivitas ?

4. Riwayat Penyakit Dahulu


- Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah
sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang
diberikan ?

5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga.


- Apakah terdapat gejala yang sama pada ayah, ibu, atau saudara kandung ?
- Jika pasien mempunyai saudara,apakah juga ada yang mengalami seperti pasien ?
- Apakah kluarga ada alergi obat-obatan?

6. Riwayat Pengobatan
Obat apa saja yang sudah diminum oleh pasien?

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kulit terdiri atas:
- Inpeksi
- Palpasi

Pasien dan pemeriksa harus merasa nyaman selama pemeriksaan kulit. Pencahayaan harus
disesuaikan agar diperoleh penerangan yang optimal. Meskipun tidak ada keluahn tentang
kkulit, pengamatan cermat terhadap kulit harus dikerjakan pada semua pasien karena kulit
dapat memberi petunjuk tersembunyi tentang penyakit sistemik yang mendasarinya. Jika ada
kemungkinan terdapat penyakit menular, hendaknya memakai sarung tangan. Yang perlu
dilihat juga adalah apakah ada perubahan warna kulit yang terjadi karena hiperpigmentasi
atau sebaliknya. Pada pemeriksaan kuku, harus dilihat apakah kuku terlihat bersih atau kotor,
panjang atau pendek, lalu dilihat juga warna kuku, permukaannya halus atau rata, ada
lekukan (pitting) atau tidak, mudah patah atau tidak, ada tanda-tanda radang atau tidak, juga
dilakukan pemeriksaan dasar kuku dan jari-jari tangan.
Pada pemeriksaan rambut, yang harus dilihat adalah apakah ada lesi pada kulit kepala,
rambut terlihat kusam atau tidak, batang rambut teraba kasar atau halus, apakah bercabang
dan mudah rontok, lalu apakah terdapat ketombe atau telur kutu.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan
laboratorium. Tetapi hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak khas. Jika terdapat
leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi bakterial, tetapi jika terdapat
eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi, dapat
dilakukan kultur darah.1

Differential Diagnosis

1. Nekrolisis Epidermal Toksik

Definisi
Nekrolisis epidermal toksik adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting ialah
epidermiolisis generelisata, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium
dan mata.1

Epidemiologi
Dibandingkan dengan sindrom steven-johnson, penyakit ini lebih jarang. Umumnya
pada orang dewasa dam dengan sindrom steven-johnson.1
Etiologi
Penyebab utama karena alergi obat yang berjumlah 80-95%, seperti karena penicilin
(24%), parasetamol (17%), dan karbamazepin (14%). Penyebab lain ialah
analgetik/antipiretik, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, jamu dan aditif.1

Patogenesis
Nekrolisis epidermal toksik ialah bentuk parah sindrom steven-johnson. Tentang
imunopatogenesis sama dengan S.S.J yaitu merupakan reaksi tipe II (sitolitik)
menurut Coomb dan Gel. Jadi gambaran klinisnya bergantung pada sel sasaran (target
cell). Gejala utama pada N.E.T adalah epidermiolisis karena sel sasarannya adalah
epidermis. Gejala atau tanda yang lain dapat menyertai N.E.T bergantung pada sel
sasaran yang dikenai.1

Gejala Klinis
Nekrolis Epidermal Toksik merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan
kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Pasien tampak sakit berat
dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporo-komatosa), kelainan kulit dimulai
dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula
disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selaput lendir mulut
berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah
hitam pada bibir. Kelainan macam ini dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna
juga kelainan pada mata.
Pada N.E.T, yang penting ialah terjadinya epidermiolisis, yaitu epidermis terlepas dari
dasarnya yang kemudian menyeluruh dan gambaran klinisnya berupa kombusio.
Adanya epidermiolisis menyebabkan tanda Nikolskiy positif pada kulit yang
eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan mudah terkelupas.
Epidermiolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yaitu pada
punggung dan bokong karena biasa berbaring. Pada sebagian pasien, kelainan kulit
hanya berupa epidermiolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel dan bula. Kuku
dapat terlepas (onikolisis) kadang jiga terdapat perdarahan di traktus gastrointestinal.1
Komplikasi
Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya
ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerulonefritis.1

Penatalaksanaan
Yang paling utama adalah penanganan infeksi dan mempertahankan keseimbangan
cairan elektrolit.
- Kortikosteroid
Deksametason :20-30 mg/hari, i.v dan dibagi 3-4 kali/hari.

Pada lesi baru, dosis diturunkan secara cepat dengan laju 4x0,5 mg/hari atau
dengan prednison 4-5 mg/hari.
- Antibiotik
Sefotaksim : 3x1 gr/hari, i.v (maks. 12 gr/hari) diberikan 3-4 kali/hari.
Gentamisin : 2x60 mg/hari, i.v.
Netilmisin sulfat : BB > 50 kg ; 2x150 mg/hari, i.m.
BB </= 50 kg ; 2x100 mg/hari, i.m
Rata-rata 4-6 mg/KgBB/hari

Antibiotik dihentikan bila dosis prednison telah mencapai 5 mg/hari dan tanda
infeksi (-).
- Terapi topikal, dapat digunakan sulfadiazin perak (krim dermazin, silvadene)1

Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan
alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit,
prognosisnya buruk.1

2. Erupsi Obat Alergik


Definisi
Erupsi obat alergik ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi
sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik.1

Imunopatogenesis
Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme imunologik atau non-
imunologik. Erupsi obat alergi terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang
sudah mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Biasanya obat itu berperan
pada mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten disebabkan oleh berat
molekulnya yang rendah.
Terjadinya reaksi hipersensitivitas karena obat harus di metabolisme terlebih dahulu
menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif, terdapat 2 langkah:
- Reaksi fase I : reaksi oksidasi reduksi
- Reaksi fase II : reaksi konjugasi

Reaksi oksidasi-reduksi umumnya melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin


sintetase dan peroksidase jaringan. Reaksi fase II diperantarai oleh enzim, misalnya
hidrolase, glutation-S-transferase (GST) dan N-asetyl-transferase (NAT). Untuk dapat
menimbulkan reaksi imunologik hapten harus bergabung dahulu dengan protein
pembawa (carrier) yang ada dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier
diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk merangsang sel limfosit T agar
merangsang sel limfosit B membentuk antibodi terhadap obat atau metabolitnya.1

Gambaran Klinis
1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis
Disebut juga eksantematosa dapat diinduksi oleh oleh hampir semua obat. Sering
kali terdapat erupsi generalisata dan simetris terdiri atas eritema, selalu ada gejala
pruritus, kadang terjadi demam, malaise dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul
dalam 1-2 minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan
oleh ampisilin, NSAID, sulfonamid, dan tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtika, kadang dapat disertai
angioedema. Pada angioedema yang berbahaya adalah terjadi asfiksia, bila
menyerang glotis. Keluhan umum biasanya gatal dan panas tempat lesi. Biasanya
timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai
demam dan gejala-gejala umum seperti malaise, nyeri kepala dan vertigo.
Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna,
tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dan laring harus mendapat
pertolongan segera. Penyebab tersering adalah penisilin, asam asetilsalisilat dan
NSAID.
3. Fixed drug eruption (FDE)
FDE disebabkan khusus obat atau bahan kimia dan paling sering dijumpai.
Kelainan ini umumnya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong
dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang
hilangnya lama bahkan sering menetap. Kelainan akan timbul berkali-kali pada
tempat yang sama. Predileksinya di sekitar mulut, di daerah bibir dan darah penis
sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi, kadang-kadang
cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat. Penyebab yang sering ialah
sulfonamid, barbiturat, trimetoprim, dan analgesik.
4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama.
Disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain di samping alergi karena obat,
misalnya psoriasis.
Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama dan skuama
baru timbul saat stadium penyembuhan. Penyebabnya adalah sulfonamid, penisilin
dan fenilbutazon.
5. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang bila
ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.
Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau
tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan
disertai rasa gatal.
6. Vaskulitis
Vaskulitis adalah radang pembuluh darah dan kelainan kulitnya dapat berupa
palpable purpura yang mengenai kapiler. Distribusinya simetris pada ekstremitas
bawah dan daerah sakrum juga disertai demam, mialgia, dan anoreksia. Obat
penyebabnya adalah penisilin, sulfonamid, NSAID, antidepresan, dan antiaritmia.
7. Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergik sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kelainan dapat meluas ka
daerah yang tidak terpajan matahari. Penyebabnya adalah fenotiazin, sulfonamida,
NSAID, dan griseofulvin.
8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit ini jarang terjadi, tetapi diduga disebabkan karena alergi obat, infeksi
akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap merkuri, dan dermatitis kontak.
Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit
yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan
kulit timbul pada saat demam tinggi (>38O), dan pustul-pustul tersebut cepat
menghilang sebelum 7 hari lalu diikuti oleh deskuamasi selama beberapa hari.1

Penatalaksanaan
1. Sistemik
Kortikosteroid
Yang biasa digunakan adalah Prednison tablet 5 mg. Pada urtikaria, eritema,
dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodosum, eksantema fikstum, dan
pustulosis eksantematosa generalisata akut karena alergi obat, dosis standar
untuk orang dewasa ialah 3x10 mg prednison sehari. Pada eritrodermia
dosisnya adalah 3-4x10 mg/hari.
Antihistamin
Diberikan jika terdapat rasa gatal, kecuali pada urtikaria efeknya kurang jika
dibandingkan dengan kortikosteroid.
2. Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau
basah. Jika keadaan kering seperti pada eritema dan urtikaria, dapat diberikan
bedak seperti bedak salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus, misalnya
mentol 0,5-1% untuk mengurangi rasa gatal. Jika keadaan basah seperti pada
dermatitis medikamentosa, perlu digunakan kompres, misalnya kompres larutan
asam salisilat 1:1000.
Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan pengobatan topikal.
Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat dikompres dan jika kering
dapat diberi krim kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 1% atau 2,5%.
Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan skuamasi,
dapat diberi salap Ianolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.1

Prognosis
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat
diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya
eritroderma dan kelainan-kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven-
Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.1

Working Diagnosis
Sindrom Stevens-Johnson
Definisi
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai
berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
Sindrom steven-johnson merupakan gangguan sistemik yang serius yang paling
sedikit melibatkan dua membran mukosa dan kulit. Konjungtivitis purulen dan uveitis
biasanya terjadi dan lesi kulit cenderung pecah, meninggalkan kulit yang terkelupas
yang dapat mengakibatkan kehilangan cairan cukup banyak.1,5

Epidemiologi
Insidens SSJ dan nekrolisis epidermal toksik (NET) diperkirakan 2-3% per juta
populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat dan umumnya terdapat pada
dewasa.1

Etiologi
Penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi,
vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi
Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah
analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Kausa
yang lain adalah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, ddan
aditif.1

Pada kasus terjadi SJS akibat dari pemberian obat sulfa. Obat sulfa merupakan obat
dengan spektrum luas banyak digunakan terhadap banyak penyakit oleh baik kuman
gram-positif dan gram-negatif. Efek samping yang terpenting ialah kerusakan parah
pada sel-sel darah yang berupa agranulositosis dan anemia hemolitis, efek samping
lainnya ialah Steven Johnson Syndrome meskipun agak jarang terjadi.6
Patogenesis
Menurut klasifikasi Coomb dan gel, SSJ sama dengan NET disebabkan karena reaksi
hipersensitivitas tipe II (sitolitik). Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut
bergantung kepada sel sasaran (target cell).
Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi
obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 meningkat, juga
sitokin-sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat di dermis, sedangkan CD8 pada
epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM-2, dan MHC II. Sel
langerhans tidak ada atau sedikit dan TNF di epidermis meningkat.1

Gejala Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas belum begitu
berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat,
kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut
dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk,
pilek, dan nyeri tenggorok. Dapat terlihat trias kelainan, yaitu:

- Kelainan kulit
Terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu, dapat juga terjadi purpura dan
pada keadaan berat, kelainannya generalisata.
- Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir tersering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian
disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung
dan anus jarang.
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang dapat cepat memecah hingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir, kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna
hitam dan tebal. Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus
respiratorius bagian atas, dan esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien
sukar/tidak dapat menelan dan jika adanya pseudomembran di faring
menyebabkan keluhan sukar bernafas.
- Kelainan mata
Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis, selain itu juga dapat berupa
konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan
iridosikitis.1

Gambar 2. Sindrom steven-johnson. Diunduh dari


http://www.rightdiagnosis.com/phil/html/stevens-johnson-syndrome/4653.html

Komplikasi
Komplikasi tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati sekitar 16% di antara
seluruh kasus yang datang berobat. Komplikasi yang lain ialah kehilangan
cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok, pada mata dapat terjadi
kebutaan karena gangguan lakrimasi.1

Penatalaksanaan
- Kortikosteroid
Pemberian pengobatan dengan kortikosteroid merupakan suatu tindakan life-
saving. Jenis kortikosteroid yang biasa digunakan adalah deksametason dengan
dosis 20-30mg/hari secara intravena. Dosis ini diberikan sampai tidak muncul lesi
baru. Penurunan dosis dilakukan secara cepat yaitu 5 mg/hari. Setelah dosis
mencapai 5 mg/hari, maka pengobatan dilanjutkan dengan pemberian prednisone
20 mg/hari secara oral. Setelah itu dosis prednison diturunkan secara bertahap lalu
dihentikan.
- Antibiotika
Tujuan pemberian antibiotika adalah mencegah terjadinya infeksi sekunder seperti
bronkopneumonia. Hal ini terjadi karena imunitas pasien yang menurun akibat
pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Antibiotika yang digunakan adalah yang
tidak menimbulkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakterisidal.
Gentamisin : 2x60 mg/hari, secara i.m atau i.v.
Sefotaksim : 3x1 gr/hari secara i.v, dibagi dalam 3-4 kali pemberian.
- Infus dengan cairan dekstrosa 5%, Nacl 0,9%, dan ringer laktat dengan
perbandingan 1:1:1, dengan tujuan mengatur dan mempertahankan keseimbangan
cairan elektrolit serta pemberian nutrisi dan obat.
- Pengobatan topikal dengan larutan permanganas kalikus 1:10.000, lesi pada bibir
dioleskan dengan kanalog in orabase.
- Konsultasi ke disiplin ilmu lain seperti THT, mata, penyakit dalam, gigi, mulut,
dan lain-lain.
- Pemberian KCL 3x500 mg/hari secara oral guna mencegah terjadinya
hipokalemia.
- Obat anabolik.
- Diet tinggi protein dan rendah garam.
- Bila perlu diberikan transfusi darah.1

Prognosis
Kalau bertindak cepat dan tepat, prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat purpura
yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk
dan terdapat bronkopneumonia, penyakit ini dapat mendatangkan kematian.1

Kesimpulan
Dari skenario dikatakan bahwa pasien mengeluh adanya lepuh pada kedua lengan, badan atas,
bokong dan kedua paha setelah makan obat sulfa sejak 2 hari lalu. Setelah dibahas beberapa
diagnosis banding yang sesuai untuk kasus ini, dapat dikatakan bahwa penderita menderita
Steven-Johnson Syndrome.
(Hipotesis Terbukti)
Daftar Pustaka

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.p.3-4, 164, 154-7, 162-8
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi keenam. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;
2006.p.1416

3. Metry DW, Jung P, Levy ML. Use of intravenosus immunoglobuline in children with
Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis : seven cases and review
of literature. Pediatrics 2003;112:1430-6.

4. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.p.60
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke 15. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2006.p.2252
6. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2005.h.81

Anda mungkin juga menyukai