Anda di halaman 1dari 54

Diare Akut

ICD 10 : A00-A09

Pengertian
Kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair atau lembek
dengan/tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari, berlangsung kurang
dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan. Perubahan konsistensi feses menjadi lebih
lembek/cairdan frekuensi defekasi lebih sering menurut ibu.

Anamnesis
Frekuensi BAB: 3 kali atau lebih, konsistensi feses cair atau lembek (konsistensi feses cair tanpa
ampas walaupun hanya sakali dapat disebut diare), jumlah feses, ada tidaknya muntah, gejala-
gejala klinik lain (batuk-pilek, panas, kejang, dan lain-lain), riwayat masukan cairan sebelumnya,
minum lahap atau malas minum.

Pemeriksaan Fisis
Tanda-tanda dehidrasi, komplikasi, penyakit penyulit (bronkopneumoni, bronkiolitis,
malnutrisi, penyakit jantung dan dekompensasi kordis, dan : keadaan umum (gelisah, cengeng,
rewel, letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, frekuensi nafas (tanda asidosis atau
adanya penyakit penyulit). Pemeriksaan yang meliputi keadaan umum pasien, status dehidrasi,
pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, dan manifestasi kulit. Penting untuk mengukur
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan,
gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya.

Kriteria Diagnostik
1. Diare kurang dari 14 hari
2. Ada tidaknya darah dalam feses
3. Tanda-tanda dehidrasi (keadaan umum gelisah atau letargi, kelopak mata cekung, minum
lahap atau tidak mau, turgor kembali dibawah 1 detik atau 1 samapi 2 detik atau lebih dari 2
detik)

Diagnosis
Diare akut dehidrasi (derajat dehidrasi dibagi menjadi: tanpa dehidrasi, ringan sedang, dan
berat)

Diagnosis Banding
Diare akut dehidrasi (atau diare cair akut dehidrasi)
Disentri dehidrasi
Diare prolong dehidrasi
Diare akut dengan penyulit (BP, bronkiolitis, decompensasi kordis, malnutrisi berat, ensefalitis,
dan menengitis)

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, feses rutin, dan urin rutin atas indikasi
Elektrolit dan atau gas darah atas indikasi

1
Terapi
1. Rehidrasi
2. Obat-obatan
3. Diet
4. Edukasi
Rehidrasi (Terapi cairan dan elektrolit) :
Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam:
1. Diare akut murni (diare cair akut).
2. Diare akut dengan penyulit/komplikasi.
Ad 1. Diare akut murni
Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakanoralit pada dengan dosis 75 ml/kgBB/4 jam,
jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) mengunakan IVFD dengan cairan ringer laktat dosis 75
ml/kgBB/4 jam
Diare akut dehidrasi berat dapat mengunakan salah satu cara
1. Cairan ringer laktat dengan dosis 30 ml/jam/kgBB sampai tanda-tanda dehidrasi
hilang(target 4jam atau 120 ml/kgBB).
2. Umur 1 sampai 11 bulan: 30 ml/kgBB dalam satu jam pertama, selanjutnya 70 ml/kgBB
dalam 5 jam. Setelah bayi bisa minum tambahkan oralit 5 ml/kgBB/jam.
Umur 1 tahun ke atas: 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama, selanjutnya 70 ml/kgBB dalam
2,5 jam. Setelah anak bisa minum tambahkan oralit 5 ml/kgBB/jam.
Monitoring rehidrasi dilakukan setiap jam, jika tanda-tanda dehidrasi hilang, rehidrasi
dihentikan.
Ad 2. Pada diare akut dengan penyulit :
Menggunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung: Na: 63,3 mEq/L. K:
10,4mEq/L, CI: 61,4 mEq/L, HCO3: 12,6 mEq/L(mirip cairan KAEN 3A).
Koreksi diberikan secara intravena dengan kecepatan :
Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang :
4 jam I : 50 cc/kg BB.
20 jam II : 150 cc/kgBB.
Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 cc/kgBB/hari
Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat :
4 jam I : 60 cc/kg BB.
20 jam II : 190 cc/kgBB.
Rehidrasi yang diberikan perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan jika status rehidrasi
telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi
ringan-sedang memerlukan cairan rehidrasi antara 150 200 ml/kgBB/hari sedangkan
dehidrasi berat 250 ml/kgBB/hari. Kebutuhan cairan rehidrasi untuk anak yang lebih besar
(lebih dari 10 kg) kurang dari nilai tersebut, sebagai patokan praktisnya adalah dehidrasi
ringan-sedang memerlukan 1,5 sampai 2 kali kebutuhan maintenance (misalnya anak 20 kg,
kebutuhan maitenancenya adalah 1500 mlyang berarti kebutuhan rehidrasinya 2250-3000ml),
sedangkan dehidrasi berat 2,5 kali maintenance.

Terapi medikamentosa :
Diberikan preparat zink elemenal, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1 x 10 mg dan usia 6 bulan
sebanyak 1 x 20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba termasuk antibiotik tidak
dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan pemberian antimikroba/antibiotika
adalah sebagai berikut :

2
1. Kolera.
2. Diare bakterial invasif.
3. Diare dengan penyakit penyerta.
4. Diare karena parasit/jamur.
5. Bayi umur kurang dari 3 bulan
Ad. 1. Kolera :
Semua penderita yang secara klinis dicurigai kolera diberi Tetrasiklin 50
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.
Ad. 2. Diare bakterial invasif :
Secara klinis didiagnosis jika :
Panas lebih dari 38,5oC dan meteorismus.
Ada lendir dan darah dalam tinja secara makroskopis maupun mikroskopis.
Leukosit dalam tinja secara mikroskopis 10/lpb atau lebih atau ++
Antibiotika yang dipakai sementara menunggu hasil kultur :
Klinis diduga ke arah Shigella (setiap diare yang disertai darah dapat dianggap
shigelosis, jika tidak ada tanda klinis yang khas untuk penyakit lainya atau belum
dapat dibuktikan infeksi lainnya, melalui kultur) diberi Nalidixid acid
55mg/kgBB/hari diberi 4 dosis selama 10 hari atau Ciprofloxacin 30
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 5 hari. Jika tidak ada perbaikan dalam 48
jam, antibiotik diganti dengan ceftriakson 100 mg/KgBB/ hari sekali sehari atau
Azitromizin 10 mg/kgBB/hari 1x sehari selama 3 hari.
Klinis diduga ke arah Salmonella diberikan Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis selama 10 hari.
Klinis diduga amubiasis, segera dilakukan pemeriksaan preparat langsung tinja:
jika ditemukan bentuk trofozoit dengan RBC di dalam sitoplasmanya diberikan
metronidazol dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Ad. 3. Penyakit penyerta diobati sebagaimana mestinya.
Ad. 4 Untuk penyakit parasit diberikan :
Amubiasis diberikan Metronidazole 50 mg/kbBB/hari dibagi 3 dosis selama 5-7
hari.
Helminthiasis: untuk Ascaris/Ankylostoma/Oxyuris: Pyrantel Pamoate 10
mg/kgBB/hari dosis tungga1 atau albendazole 400 mg dosis tunggal untuk anak
lebih dari 2 tahun.
Untuk Trichuris : Mebendazole 2 X l00 mg selama 3 hari.
Giardiasis : Metronidazole 15 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
Untuk penyebab jamur diberikan :
Candidiasis diberikan Nistatin :
- Kurang dari 1 tahun : 4 X 100.000 IU se1ama 5 hari.
- Lebih dari 1 tahun : 4 X 300.000 IU se1ama 5 hari.

Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah :


Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung.
Tidak ada meteorismus.
Tidak ada penyulit yang mengharuskan menggunakan cairan IV
Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak atau syok
bertambah berat.

3
Skema 1. Beberapa Penyulit Gastroenteristis Akut dan Penanggulangannya.
Jenis/Cara
Terapi
Jenis Penyulit Pemberian Jumlah Cairan Ket
Medikametosea
Cairan
Gizi kurang RL Sesuai GEA nurni Sesuai kausa/
penyakit penyerta
Gizi buruk Modifikasi Maras : 250 cc/kgBB *
Sutejo Kwash : 200 cc/kgBB
Bronko Modifikasi Kebutuhan Sesuai BP **
Pneumonia Sutejo
Ensefalitis Modifikasi Kebutuhan Sesuai Ensefalitis
Sutejo
Meteorismus Modifikasi Kebutuhan Antibiotik ***
Sutejo profilaksis
Miningitis Modifikasi Kebutuhan Sesuai menpur
Purulenta Sutejo
Dehidrasi Sesuai skema 3 Sesuai skema 3 Sesuai etiologi ****
hipotonis
Gagal Sesuai GGA 30 cc kg/BB + volume urin 1 hari Sesuai GGA
Ginjal Akut sebelumnya + 12% setiap kenaikan
suhu 10 C
Impending Cairan rendah Kebutuhan Digitalisasi
Decomp Cordis natrium

* Jika anak tidak bisa minum, tetapi jika anak bisa minum dapat mengunakan tatalaksana
diare pada gizi buruk
** Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim kardiovaskuler
tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat.
*** Akibat lanjut dari meteorismus adalah terjadinya ballooning effect, langkah-langkah; untuk
mengatasi ini adalah dengan melakukan dekompresi :
Dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala.
Dari bawah dengan memasang selang rektal.
Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus) dan memberi
makanan parenteral sedini mungkin.
**** Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis :
1. Klinis : turgor yang relatif baik, hiperiritabel, rasa haus yang sangat nyata, kejang yang
biasanya timbul setelah terapi cairan.
2. Labor : kadar Na* serum 1ebih dari 150 meq/l.

Skema 2. Terapi Cairan Dehidrasi Hipertonik.


Target Jenis Cairan
Jumlah Nadi
Waktu
Cairan Kecepatan Fili- Ca Glukonas
(Jam) 120- 140- >
(ml) 120 formi
140 160 160
s
1 15 3 tts/kgBB/ menit DG RL RL Rl RL 5 10 cc

4
2 15 Idem DG DG RL RL RL
3 15 Idem DG DG DG RL RL
4 15 Idem DG DG DG DG RL
Jam ke-9 : 5-10
190 cc
5 s/d 24 23/8 tts/ kgBB/ menit
Jam ke-17 : 3-10
cc
Cairan DG = KAEN 3A

Edukasi
Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visite dan di ruangan khusus dimana orangtua
penderita dikumpulkan.
Pokok ceramah meliputi :
Usaha pencegahan diare dan KKP.
Usaha pertolongan untuk mencegah dehidrasi pada diare dengan menggunakan oralit
dan cairan.
Imunisasi.
Keluarga berencana.
Penderita dipulangkan :
Bi1a yakin ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan
cukup wa1aupun diare masih berlangsung.
Kausa diare/penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati (tidak mutlak)

Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam

Kepustakaan
1. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, dkk. Pedoman pelayanan medis
IDAI. IDAI 2010. H 58-62.
2. Nelson Pediatric Text Book King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute
gastroenteritis among children oral rehydration: maintenance, and nutritional therapy.
Centers for disease control and prevention. MMWR. 2003;52:1-29.
3. Dep Kes RI, Dirjen PP & PL. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1216/Menkes/SK/XI/2001
Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Edisi ke 5, Tahun 2007
4. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
5. Nelson Pediatric Text Book Fortaine O, Newton C. A revolution in the management of
diarrhea. Bull WHO. 2001; 79: 471-9.
6. Santosham M, Duggan C, Brown KH, Greenough III WB. Management of acute diarrhea.
Dalam: Wyllie R, Hyams JS, penyunting. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease:
Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders; 2006. H.
557-81.
7. World Health Organization. Guideline for the control of shigellosis, including epidemics due
to shigella dysenteriae type 1. WHO; 2003. H. 1-70.

5
Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

6
Diare Kronik
ICD 10 : A06

Pengertian
Diare kronik adalah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair atau disentri.
Diare akut dengan episode serangan 4 kali atau lebih dalam sebulan.
Dibagi 2 : diare persisten dengan sebab infeksi, diare kronik dengan sebab non-infeksi.

Anamnesis
Riwayat penyakit: saat mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan,
konsistensi, adanya darah atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran
pernafasan bagian atas, failure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah
diberikan susu. Buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit
perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon
syndrome), nyeri abdomen berulang yang berat (insufisiensi pankreas yang berat), riwayat
pengobatan antibiotika sebelumnya (enterokolitis pseudomembranosa). Kelompok umur dapat
memprediksi penyakit. Bayi muda: diare intraktabel pada bayi, alegi protein susu sapi atau
kedelai, enteritis karena infeksi yang berkepanjangan, atrofi vilus idiopatik, penyakit
Hirschrprung, defek transpor kongenital. Anak 2 tahun keatas, kolon irritabel (irritable colon of
infancy, chronic nonspesific diarrhea), enteritis karena virus yang berkepanjangan, giardiasis,
difisiensi sukrase-isomaltase, tumor sekretori, inflamatory bowel disease, dan penyakit siliak.

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan meliputi keadaan umum, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen, ekskoriasi
bokong, manifestasi kulit. Penting untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva
pertumbuhan, dan sebagainya. Tanda;tanda khas: anemia (inflamatory bowel disease, penyakit
siliak, fibrosis kistik), artritis (inflamatory bowel disease), pubertas terlambat (penyakit Crohn),
gagal tumbuh (penyakit Crohn, malabsorpsi lemak), panas (inflamatory bowel disease,
gastroentritis karena infeksi).

Kriteria Diagnostik
Ananmesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Diare kronis/persisten dehidrasi (derajat dehidrasi sama dengan diare akut)

Diagnosis Banding
Diare kronis
Diare persisten dehidrasi (sesuai derajat dehidrasi)

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja :
Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir.

7
Mikroskopis :
Darah samar dan leukosit yang positif ( 10/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya
peradangan pada kolon bagian bawah.
PH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbohidrat
di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon. PH
rendah (<5,3): reduksi tinja akibat maldigesti dan malabsorpsi KH, pH 6,0-7,5:
malabsorbsi asam amino, asam lemak
Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sampel tinja yang masih
baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat.
Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak,
merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya
malabsorbsi lemak.
Biakan kuman dalam tinja, untuk mendapat informasi tentang flora usus dan
kontaminasi.
Pengecatan gram: bakteri (mengetahui bakteri dominan), jamur, parasit tinja
(amoeba, giardia, telur cacing/ cacing sebagai etiologi langsung). Beberapa parasit
perlu dikultur
Elektrolit tinja: Stool anion gap = 290 2 ([Na]+[K]), jika osmotik > 50, sekretorik <
50. Osmolalitas tinja:< 250 : kontaminasi dengan air/urin: fistula, banyak minum, >
290 : metabolismekarbohidrat oleh bakteri: overgroth kuman, penyimpanan lama
b. Pemeriksaan darah: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan bicarbonate, albumin, kadang
diperlukan pemeriksaan kadar serum, dll. Eosinofil tinggi: gastroenteritis eosinofilik, alergi
makanan, infeksi parasit. Netropenia: sindroma Sluvachman. Hb dan albumin rendah, dan
LED tinggi menunjukkan penyakit organik. Anemia: sindroma malabsorpsi. Anemia
hipokrom mikrositer: peradarahan kronis, malabsorpsi Fe. Anemia megaloblast: penyakit
Seliak, malabsorpsi kronik B12 dan asam folat,LED dan CRP tinggi: IBD. B12 rendah:
bacterial overgrowth, Albumin dan protein lainnya rendah: malnutrisi, malabsorpsi, protein
losing enterophati, IgG campilobacter pylorik. Imunodefisiensi: HIV, malnutrisi.
c. Breath hydrogen test, untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat, overgrowth kuman.
d. Pemeriksaan radiologi :
Pemeriksaan radiologi saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan
(malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel
disease, penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans.
e. Kolonoskopi : memeriksa kelainan mukosa kolon, seperti inflamatory bowel diseease, dan
lain-lain

Terapi
Umum dan Dietetik.
a. Nutrisi enteral :
Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk
mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran
pencernaan yang masih berfungsi. Jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau
nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube
Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3
macam diet:
i. Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk
pasien dengan fungsi usus yang normal.

8
ii. Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.
iii. Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang
untuk pemakaian pada ensefalopati hepatik dan pasien dengan perubahan kadar
asam amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)
Kandungan formula yang ditetapkan meliputi:
i. Karbohidrat
Karbohidrat dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi
monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim
oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa
amilase/glukosa a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang
pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase paling mudah berubah
dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
ii. Lemak
Lemak merupakan nutrien yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian
lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai
keterbatasan pemasukan kalori.
iii. Protein
Kebutuhan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh, protein
hidrolisat, asam amino atau gabungan.
iv. Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak, walaupun pemasukan
kalori cukup, jika terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/diet yang
sangat khusus.
Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa
primer (bebas laktosa), protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang
dari 600 mOsm/l dan bersifat hipoalergik atau yang mengandung short chain peptide
(Pregestimil, Pepti Yunior).
Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan. Mula-mula dianjurkan konsentrasi
1/3 oral (2/3 IV), selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral (1/3 IV), dan bila keadaan
sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil/ pepti yunior dalam
konsentrasi penuh.
Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau
tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya
masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan secara bertahap
kecepatan dan kadar formula sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.
Komplikasi nutrisi enteral : hidrasi berlebih, hiperglikemia, azotemia (konsumsi protein
berlebih), hipervitaminosis K, dehidrasi sekunder karena diare, gangguan elektrolit dan
mineral (terutama akibat muntah dan diare), gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan
energi tidak cukup, dan aspirasi, serta defisiensi nutrisi sekunder karena kesalahan
formula.

b. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui
jalur intravena. Nutrien khusus terdiri atas air, dekstrosa, asam amino, emulsi lemak,
mineral, vitamin, trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih
mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan

9
pemberian secara peroral, enteral atau gastrostomi. Pada umumnya tidak digunakan
untuk waktu kurang dari 5 hari.

Medikamentosa :
a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang
memberikan efek positif.
b. Obat anti mikroba :
Pemberian anti mikroba umumnya tidak dianjurkan, bahkan dapat mengubah flora usus dan
memperburuk diare, kecuali pada neonatus, anak dengan sakit berat (sepsis), anak dengan
defisiensi imunologi dan anak dengan diare kronis yang sangat berat. Metronidazole efektif
untuk Giardia lamblia.
c. Kortikosteroid :
Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan
respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik.
d. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan
konvensional tidak mungkin.
e. Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam
empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin).
f. Operasi
Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit
Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Operasi hanya dilakukan setelah keadaan umum
membaik.
Tatalaksana diare persisten meliputi mengatasi infeksi persisten dengan mengunakan hasil
kultur dan resistensi feses (sebelumnya dapat dipertimbangkan mengunakan antibiotik
empiris), mengatasi intoleransi laktosa dengan mengunakan diet yang bebas laktosa, mencegah
atau mengatasi alergi protein susu sapi, mencegah atau mengatasibakteri tumbuh lampau
(dapat dipertimbangkan pengunaan metronidazol), dan mengatasi malabsorpsi nutrien dengan
memberikan multivitamin

Edukasi
Seperti pada diare akut

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Kepustakaan
1. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, dkk. Pedoman pelayanan medis
IDAI. IDAI 2010. H 58-62.
2. Dep Kes RI, Dirjen PP & PL. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1216/Menkes/SK/XI/2001
Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Edisi ke 5, Tahun 2007
3. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
4. Nelson Pediatric Text Book Fortaine O, Newton C. A revolution in the management of
diarrhea. Bull WHO. 2001; 79: 471-9.
5. Santosham M, Duggan C, Brown KH, Greenough III WB. Management of acute diarrhea.
Dalam: Wyllie R, Hyams JS, penyunting. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease:

10
Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders; 2006. H.
557-81.
6. World Health Organization. Guideline for the control of shigellosis, including epidemics due
to shigella dysenteriae type 1. WHO; 2003. H. 1-70.

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

11
PENYAKIT HIRSCHPRUNG (CONGENITAL AGANGLIONIK MEGACOLON)
ICD 10 : Q.43.1

Pengertian
Suatu keadaan tidak ditemukannya sel ganglion Aurbach dan Meissner pada dinding kolon

Anamnesis
Riwayat mekonium terlambat dan atau defekasi yang jarang pada masa neonatus memperkuat
diagnosis penyakit Hirschsprung. Riwayat kelahiran dengan mekonium terlambat keluar, atau
keluar pada minggu pertama sehingga terjadi obstruksi parsial dan total (dengan gejala feses
tidak dapat dikeluarkan, distensi abdomen, dan muntah). Gambaran klinis obstruksi total pada
masa neonatus menunjukkan segmen yang terlibat lebih panjang. Gambaran klinis konstipasi
setelah masa neonatus, penyakit hirschsprung sebagai penyebab dipikirkan setelah penyebab
yang lebih sering (misalnya hipotiroid) disingkirkan

Pemeriksaan Fisis
Gambaran klinis obstruksi parsial saluran cerna bagian bawah: frekuensi defekasi jarang,
kembung, dan kadang-kadang muntah. Nyeri perut jarang ditemukan pada penyakit ini. Colok
dubur didapatkan hasil: jari merasakan jepitan (karena kontriksi usus aganglionik) dan saat jari
dikeluarkan diikuti oleh keluarnya udara dan mekonium feses yang menyemprot (feses yang
menyemprot terutama didapatkan pada pemeriksaan colok dubur pertama kali, feses berbentuk
pasta lebih mudah dikenali). Gambaran klinis pada anak yang lebih besar adalah gejala
konstipasi kronis (pada yang ultrashort dapat menyerupai konstipasi fungsional), kadang-
kadang diare dan biasanya disertai gagal tumbuh

Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Penyakit Hirschsprung segmen pendek
Penyakit Hirschsprung segmen panjang
Penyakit Hirschsprung segmen ultrashort

Diagnosis Banding
Konstipasi idiopatik
Obstruksi parsial saluran cernah bawah lainnya

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen terlihat gambaran usus-usus melebar atau gambaran obstruksi usus letak
rendah. Foto barium enema teknik hirschprung ditemukan daerah transisi antara usus yang
melebar dan yang menyempit (gambaraan ini khas untuk penyakit hirschsprung, tetapi tidak
jelas jika terjadi enterokolitis), gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen yang
menyempit. Foto barium enema pada enterokolitis yang berhubungan dengan Hirschsprung:
cupping tidak jelas, mukosa usus irreguler (seperti mata gergaji). Gambaran foto polos terutama

12
posisi tegak, adanya cut off sign air dan udara di kiri bawah abdomen mengarah ke diagnosis
entrokoloitis. Diagnosis pasti dengan biopsi rektal, dengan gambaran PA tidak ditemukan sel
ganglion di submukosa

Terapi
Washing atau irigasi dengan NaCl fisiologis dilakukan jika terdapat distensi abdomen. Kolostomi
dilakukan jika abdomen tetap kembung dan keluarga tidak dapat melakukan irigasi, diikuti
(dalam 3 sampai 6 bulan) operasi difinitif Pullthrough, pada usia 6-12 tahun dengan metode
Swenson Duhamel.

Edukasi
Menjaga rektum tetap kosong dengan melakukan irrigasi rektal yang teratur pada penderita
yang belum dilakukan kolonostomi
Perawatan stoma pada penderita yang dilakukan kolonostomi
Mencegah atau mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita yang sudah
melakukan operasi definitif

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Kepustakaan
1. Raffensperger JG. Swensons Pediatric Surgery, fifth edition. Norwalk, Appleton & Lange,
1990.
2. Walker WA, Sherman PM. Pediatric Gastrointestinal Disease, Fourth Edition. Ontario, BC
Decker Inc, 2004
3. Wyllie R, Hyams JS. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Third Edition. Netherlands,
Saunders, 2006

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

13
Gastritis dan Dyspepsia
ICD 10 : K29, K50-K55

Pengertian
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster yang
dibuktikan dengan endoskopi. Jika belum dibuktikan dengan endoskopi didiagnosis sebagai
dispepsia. Dispepsia dapat diakibatkan oleh esofagitis, gastritis dan duodenitis

Anamnesis
Nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah, riwayat penggunaan obat obatan dan makanan

Pemeriksaan Fisis
Nyeri tekan epigastrium tidak selalu ditemukan

Kriteria Diagnostik
Diagnosis gastritis dibuat berdasarkan gejala klinis adanya dispepsia, mual dan nyeri epigastrik
dan dibuktikan dengan endoskopi (EGD)

Diagnosis
Gastritis dan Dyspepsia

Diagnosis Banding
Dispepsia fungsional
Gastritis
Esofagitis
Duodenitis

Pemeriksaan Penunjang
Dispepsia dengan keluhan yang berat, tidak sembuh dengan obat-obat penekan asam lambung,
kronik, atau berulang dilakukan pemeriksaan endoskopis.

Terapi
1) Terapi diet disesuaikan dengan toleransi penderita, sebaiknya lunak, mudah dicerna dan
tidak merangsang.
2) Terapi obat, diberikan berdasarkan gejala yang predominan. Obat-obatan yang dapat di
berikan :
Untuk mengurangi faktor agresi asam lambung diberikan obat-obatan peroral: antasida
4 ka1i sehari, simetidin 5-10 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari atau ranitidin 2-3
mg/kbBB/dosis diberikan 2-3 kali perhari (maksimum 300 mg/hari), omeprazol 1-1,5
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis (maksimum 2 x 20 mg perhari), lanzoprazole 1-1,5
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis (maksimum 2 x 30 mg perhari).
Jika terjadi perdarahan saluran cerna atas dapat diberikan sucralfate 40-80
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis (maksimum 1000 mg dibagi 4 dosis).

14
Untuk menekan muntah yang berlebihan diberikan metoklopramid 0,15-0,3
mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari, domperidon 0,25-0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4
dosis, ondansentron 0,1-0,15 mg/kgBB/kali sebanyak 3 kali sehari.
Antibakterial diberikan untuk eradikasi Hylicobacter pylori, diberikan Amoxicilin 50
mg/kgBB/hari 4 kali sehari, Clarithromycin 7,5-15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2
ka1i sehari, ditambah PPI (Omeprazol) dengan dosis 0,4-0,8 mg/kg/dosis 1 kali sehari

Edukasi
Menghindari makanan yang merangsang, memperbaiki faktor psikologis.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Kepustakaan
1. Soeparto P, Djupri LS, Subijanto MS, Ranuh R. Sindroma Gangguan Motilitas Saluran Cerna.
Seri Gramik: Gastroenterologi Anak. Edisi ke-2. Surabaya : GRAMIK FK UNAIR; 1999. h. 32-
118.
2. Murray KF, Christie DL. Vomiting. Pediatr Rev. 1998;19(10):337-41.
3. Allen JK, Hill DJ, Heine RG, 2006; Food allergy in childhood. MJA, 185:394-400.
4. Berman. Vomiting during infancy. Dalam: Pediatric decision making. Edisi ke-2. Philadelphia:
BC Decker;1991. h. 332-5.
5. Walker WA, Sherman PM. Pediatric Gastrointestinal Disease, Fourth Edition. Ontario, BC
Decker Inc, 2004

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

15
Obstruksi Usus
ICD 10 : K 56.60

Pengertian
Adalah gangguan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus.

Anamnesis
Muntah, gejala ini dominan dan pertama muncul pada sumbatan saluran cerna bagianatas
dan menjadi gejala paling akhir muncul pada sumbatan saluran cerna bagian bawah.
Muntah hijau menunjukkan sumbatan berada di bawah valvula vatery
Sakit perut, kolik.
Tidak ada atau gagal BAB dan flatus, gejala ini dominan dan pertama muncul pada sumbatan
saluran cerna bagian bawah dan menjadi gejala paling akhir muncul sumbatan saluran
cerna bagian atas.
Kembung : pada sumbatan saluran cerna bagianbawah: kembung besifat menyeluruh, pada
sumbatan saluran cerna bagian atas: kembung besifat lokal (di atas umbilikus) atau tidak
tampak.
Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna total terjadi mendadak dan bersifat progresif.
Gejala-gejala pada sumbatan saluran cerna parsial bervariasi tergantung beratnya derajat
obstruksi
Riwayat operasi usus

Pemeriksaan Fisis
Distensi usus.
Metallic sound.
Darm contour.
Bising usus meningkat pada awal penyakit, menurun atau menghilang pada akhir penyakit
atau jika ada perforasi.
Gambaran klinis komplikasi, misalnya tanda-tanda dehidrasi, gangguan keseimbangaan
asam-basa.

Kriteria Diagnostik
Muntah/muntah hijau
Kembung
Gagal BAB
Nyeri abdomen akut

Diagnosis
Obstruksi Usus

Diagnosis Banding
1. Kongenital (terjadi kurang dari 2-3 minggu) :
Stenosis pilorus.
Atresia atau stenosis duodenum.

16
Atresia atau stenosis jejunum.
Ileus mekonium.
Volvulus.
Hirschsprung.
2. Didapat :
Intususepsi.
Bolus askaris.

Pemeriksaan Penunjang
Pada foto polos 3 posisi didapatkan gambaran distensi usus dan step ladder.

Terapi
Perbaiki dehidrasi, sesuai derajat dehidrasi. Cairan yang dapat digunakan adalah NaCL fisiologis
jika muntah tidak hijau dan Ringer laktat jika muntah hijau. Patokan dehidrasi dan jumlah cairan
yang digunakan dapat berpedoman berdasarkan kriteria WHO untuk diare. Jika nadi tak teraba
dan tekanan darah tak terukur diberikan cairan resusitasi 20 ml/kgBB/ secepatnya.
Tindakan operatif dilakukan setelah resusitasi cairan telah diberikan pada obstruksi total.
Tindakan operatif terencana jika obstruksi terjadi parsial dengan derajat yang ringan

Edukasi
Perlunya dilakukan operasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Raffensperger JG. Swensons Pediatric Surgery, fifth edition. Norwalk, Appleton & Lange,
1990.
2. Walker WA, Sherman PM. Pediatric Gastrointestinal Disease, Fourth Edition. Ontario, BC
Decker Inc, 2004
3. Wyllie R, Hyams JS. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Third Edition. Netherlands,
Saunders, 2006

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

17
Invaginasi
ICD 10 : K.56.1

Pengertian
Obstruksi usus yang disebabkan usus bagian proksimal berinvaginasi ke dalam usus bagian
distal. Bagian yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang dimasuki disebut intususipien.

Anamnesis
Nyeri perut.
Berak berdarah dan berlendir.
Muntah.
Kembung : tidak selalu ditemukan

Pemeriksaan Fisis
Massa berbentuk pisang ditemukan pada kuadran kanan atas.

Kriteria Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Invaginasi

Diagnosis Banding
Obstruksi total saluran cerna bagian bawah lainnya
Disentri

Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos 3 posisi memberikan gambaran obstruksi usus pada stadium lanjut penyakit.
b. Barium Enema :
1. Tampak cekungan cangkir (cupping) pada puncak invaginasi dan gambaran pegas
(coiled spring).
2. Berguna untuk mereduksi usus yang terkena, merupakan pilihan pada semua bayi
dengan gejala yang timbul kurang dari 24 jam. Berbahaya bila keadaan umum jelek dan
peritonitis karena tekanan enema dapat mengakibatkan perforasi usus.
c. USG
Tampak gambaran doughnut pada potongan tranversal
Tampak gambaran pseudo kidney pada potongan longitudinal

Terapi
Kasus gawat darurat bedah :
1. Reduksi dengan barium enema (bila tidak ada kontraindikasi).
2. Pembedahan (laparatomi eksplorasi).
Tindakan yang harus dilakukan sebelumnya adalah memperbaiki keadaan umum penderita
yaitu memperbaiki cairan dan elektrolit, dekompresi dengan NGT

18
Edukasi
Perlunya dilakukan operasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1 Raffensperger JG. Swensons Pediatric Surgery, fifth edition. Norwalk, Appleton & Lange,
1990.
2 Walker WA, Sherman PM. Pediatric Gastrointestinal Disease, Fourth Edition. Ontario, BC
Decker Inc, 2004
3 Wyllie R, Hyams JS. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Third Edition. Netherlands,
Saunders, 2006

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

19
Perdarahan Saluran Cerna
ICD 10: K 22,K 29

Pengertian
Perdarahan yang terjadi dari saluran cerna. Klassifikasi perdarahan saluran cerna (psc)
berdasarkan lokasi dibagi dua. Psc atas (psca) terjadi bila sumber perdarahan terletak di atas
Ligamentum Treitz dan psc bawah (pscb) bila terletak di bawahnya.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan melihat faktor usia Usia penderita merupakan faktor yang penting
untuk menentukan etiologi. .
Tertelan darah ibu (24 jam pertama) : tes Apt Downey.
Muntah-muntah hebat diikuti perdarahan : sindrom Mallory Weiss.
Riwayat makan obat: aspirin/OARNS : ulkus.
Riwayat perdarahan dalam keluarga : koagulopati.
Riwayat menelan benda asing: erosi/ulkus.

Pemeriksaan Fisis
Sebanyak 20% perdarahan gastrointestinal merupakan kelainan sitemik (melibatkan organ
lain).
Tanda-tanda sianosis, peningkatan tekanan ven porta : varises.
Luka bakar luas, penyakit infeksi SSP: ulkus stress, kolitis iskemik.
Hemangioma/telangiektasis: kelainan vaskuler.
Eritema pada kulit, kelainan ginjal: sindrom Henoch Schonlein.

Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik

Diagnosis
Perdarahan Saluran Cerna

Diagnosis Banding
Tabel. Penyebab-penyebab perdarahan saluran cerna
INFAN 6 BULAN 6 BULAN 3 TAHUN 3 TAHUN KE ATAS
Psca Tertelan darah ibu (30%) Irritasi NGT Gastritis
Irritasi NGT Perdarahan Varises esofgeus
Ulkus peptikum nasopharyngeal Varises Ulkus peptikum
Esofagitis esofgeus Pengaruh obat-obatan
Varises esofagus Ulkus peptikum Malory Weiss Syndrome
Gastritis Haemoragik Esophageal foreign body Hemotobilia
Gastric stress ulcers Pengaruh obat-obatan
Ulkus duodenum
Hemorrhagic disease of
newborn

20
Pscb Fisura Ani Fisura ani Fisura ani
NEC Meckels diveticulum Polip
Volvulus, Intusucepsi Intususepsi
Intussuscepsi Polip HUS
Meckels diverticulum Diarrhea invasif IBD
Hemangioma HSP, HUS, ITP HSP
Duplikasi Duplikasi Trauma
Tertelan darah ibu Hemangioma Duplikasi
Infeksi Hemangioma
Alergi susu sapi Tumor

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah lengkap, kimia darah, CT, BT, PT,APTT, feses rutin
Endoskopi
Radiologi
Arteriografi

Terapi
Cari gangguan hemodinamik.
Bila terjadi ancaman syok/syok: IVFD RL/NaCl 0,9% 20cc/kgBB 10 menit sampai tanda vital
membaik.
Transfusi darah (PRC atau FFP) bila diperlukan. Transfusi >85 ml/kgBB, konsul bedah cito,
untuk dilakukan eksplorasi
Observasi perdarahan, jika perdarahan minimal: pastikan darah apa bukan, salah satu
caranya dengan melakukan pemeriksaan darah samar (Benzidine test)
Tentukan adanya riwayat trauma, jika tidak ada
Tentukan adanya kelainan sistemik (misalnya demam atau tanda eksploresensi kulit) dan
kelainan THT, jika tidak ada
Tentukan adanya kelainan perdarahan: lakukan Rumple leed test, CT, BT, PT, aPTT, hitung
trombosit, jika dalam batas normal
Tentukan lokasi perdarahan saluran cerna berdasarkan gambaran klinis
Lakukan pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi dan atau kolonoskopi
Tatalaksana perdarahan saluran cerna berdasarkan penyebab
Tatalaksana umum: stabilisasi KU
Perdarahan saluran cerna atas: pasang NGT jika perdarahan masif atau aktif atau untuk
memastikan lokasi, obat-obat penekan asam lambung, dan obat pelindung mukosa (misalnya:
sucralfat)

21
Algoritme tatalaksana perdarahan gastrointestinal

Edukasi
Menerangkan penyebab perdarahan saluran cerna sehingga dapat dilakukan pencegahan

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Raffensperger JG. Swensons Pediatric Surgery, fifth edition. Norwalk, Appleton & Lange,
1990.
2. Walker WA, Sherman PM. Pediatric Gastrointestinal Disease, Fourth Edition. Ontario, BC
Decker Inc, 2004
3. Wyllie R, Hyams JS. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease. Third Edition. Netherlands,
Saunders, 2006

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

22
Kolestasis

Pengertian
Kolestasis adalah gangguan sekresi dan atau aliran empedu yang biasanya terjadi dalam 3 bulan
pertama kehidupan, yang menyebabkan timbulnya ikterus, akibat peninggian kadar bilirubin
direk > 20% dari kadar bilirubin total jika bilirubin total > 5 mg/dl atau bilirubin direk 1
mg/dl jika kadar bilirubin total 5 mg/dl.

Anamnesis
Saat timbulnya ikterus (kurang dari usia 3 bulan), lama ikterus, warna tinja, perdarahan, riwayat
keluarga, riwayat kehamilan dan kelahiran.

Pemeriksaan Fisis
Ikterus, hepatomegali dan konsistensi hati, splenomegali, dan tanda perdarahan.

Kriteria Diagnostik
Untuk kolestasis evaluasi dilakukan pada usia minimal 2 minggu dan pada bayi preterm dapat
ditunda sampai 3 minggu
Langkah diagnosis :
Bedakan hiperbilirubinemia indirek dengan hiperbilirubinemia direk (kolestasis). Gambaran
klinik hiperbilirubinemia indirek adalah warna kulit kuning terang, kuning dimulai dari
muka kemudian ke bagian distal badan (sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin indirek,
mengikuti skala Krammer), dan urin berwarna jernih. Hiperbilirubinemia indirek dapat
disebabkan jaundice fisiologik (sampai umur 14 hari), breast milk jaundice, penyakit
sistemik (hemolisis, stadium awal hipotiroidsm, obstruksi saluran cerna bagian atas, sepsis,
hipoksia, hipoglikemia, galaktocemia, dan intoleransi fruktosa), kelainan keturunan : Crigler-
Najjar syndromes (UDPGT deficiency tipe I bersifat total, tipe II bersifat partial) dan Gilbert
syndrome.
Evaluasi klinik (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan warna feses)
Pemeriksaan fraksi bilirubin: direk, indirek, dan total.
Pemeriksaan kelainan hepatoseluler dan bilier (SGPT/ALT, SGOT/AST, Alkali fosfatase, GGT)
Pemeriksaan fungsi liver (albumin, PT/aPTT, kadar glukosa serum, ammonia)
Rule out penyebab-penyebab yang dapat diobati
Kultur bakteri (urin dan darah)
Serologi dan biakan virus (infeksi hepatitis kongenital)
Deteksi kelainan metabolik (galaktosemia, tyrosinemia heriditer, intoleransi fruktosa
heriditer, dan hipopitutarime/hipotiroid)
Deteksi defek sintesis asam empedu, neonatal iron storage disease, hepatotoksis karena obat
Kelainan anatomik : atresia bilier, kista koledokus, inspissated bile/calculi in common bile
duct
Rule out obstruksi ekstrahepatik dan intrahepatik dengan ultrasonografi dan biopsi hati.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :


Anamnesis

23
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Langkah awal, bedakan antara hiperbilirubinemia indirek dan direk (kolestasis)


Jika kolestasis, perkirakan kelainan yang terjadi intrahepatik atau ektrahepatik, dengan
melakukan pemeriksaan darah, fungsi hati, dan sintesis hati. Kelainan ektrahepatik
dibuktikan dengan pemeriksaan USG. Biopsi hepar dapat dilakukan untuk membedakan
kelainan intrahepatik, ektrahepatik, dan paucity saluran empedu.
Diagnosis awal kolestatik intrahepatik diberikan antibiotik untuk Tersangka ISK (TISK) yang
tidak hepatotoksik (cefotaksim) sampai hasil kultur dan resistensi urin diketahui. Diagnosis
sementara berupa TISK ditegakkan karena meliputi hampir 30% kolestasis intra hepatik.
Adanya dismorfik mengarahkan diagnosis ke kelainan metabolik dan infeksi TORCH
kongenital.
Infeksi TORCH kongenital dicurigai jika bayi dismorfik, adanya riwayat infeksi TORCH saat
ibu hamil (gambaran klinis, riwayat kehamilan terdahulu, atau pemeriksaan serologis), dan
adanya kelainan kombinasi (kelainan ukuran lingkar kepala, pendengaran, mata, jantung,
kulit dan hepatosplenomegali).
Atresia biler dapat diprediksi dengan feses yaang seperti dempul (spesifisitas tinggi, tetapi
sensitivitas yang rendah)

24
Diagnosis
Kolestasis

Diagnosis Banding
Kolestasis intrahepatik
Kolestasis ekstrahepatik

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
a. Rutin
Darah lengkap (terutama pada kasus yang dicurigai hiperbilirubinemia indirek), uji fungsi
hati: SGOT (AST), SGPT (ALT), gamma GT (normal: meningkat pada bayi umur-umur
muda), alkali fosfatase (normal: meningkat pada waktu memasuki usia pubertas), waktu
protrombin dan tromboplastin (PT, aPTT), kadar albumin plasma, kolesterol, kadar
glukosa, ureum, kreatinin, urine reduction substance, kadar amonia serum, kultur urine
(jika dicurigai kolestasis intrahepatik), kultur darah (jika dicurigai sepsis), parasintesis
(jika terbukti ada asites pada USG abdomen)
Bilirubin urine positif
Pemeriksaan tinja 3 porsi (pk. 06.00-14.00, pk. 14.00-22.00, serta pk. 22.00-06.00) dan
adanya empedu dalam tinja.
b. Khusus : uji aspirasi duodenum (DAT) yang diperoleh melalui aspirasi dengan menggunakan
sonde (Levine tube), serologi untuk penyakit infeksi (TORCH, HbsAg, HIV, dan lain-lain),
skrining metabolik (asam amino serum dan urin, asam organik urin), kelainan hormon
(kadar hormon tiroid, TSH), kultur virus, kadar 1 antitripsin, dan lain-lain.

Pencitraan :
a. Ultrasonografi hepar
Dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosis atresia bilier, kista koledokus, masa intra
abdomen, dan patensi duktus bilier. Pada atresia bilier: akurasi diagnostik USG 77%,
dilakukan pada tiga fase yaitu pada keadaan puasa (4-6 jam dengan alat USG berosolusi
tinggi dan 10-12 jam dengan alat USG berosulusi rendah), saat minum, dan sesudah minum
(1 sampai 2 jam setelah makan) ataupun dua fase yakni puasa dan sesudah minum. Apabila
pada saat atau sesudah minumkandung empedu tidak tampak berkontraksi, maka
kemungkinan besar (90%) diagnosis atresia bilier dapat ditegakkan.
b. Kolangiografi
Apabila diagnosis masih meragukan dapat dilakukan kolangiografi operatif, bila terbukti
atresia bilier, dilakukan eksplorasi lebih jauh.
c. Biopsi hepar:
Gambaran histopatologis hati dapat membantu perlu tidaknya laparotomi eksplorasi
Atresia bilier : gambaran histopatologis menunjukkan proliferasi duktus dan sumbatan
empedu, fibrosis porta, edema, tetapi arsitektur lobuler masih normal
Hepatitis neonatal : umumnya ditemukan infiltrat inflamasi dari lobulus yang disertai
dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobul yang kacau. Selain itu
ditemukan sel raksasa, fibrosis porta dan proliferasi duktus ringan.
Paucity sistem bilier.

25
Terapi
Uji fungsi hati dilakukan untuk menentukan jenis hiperbilirubinemia dan tatalaksana
selanjutnya. Tatalaksana kolestasis intrahepatik :
Memperbaiki aliran empedu: Obat stimulasi aliran empedu adalah :
1. Asam ursodeoksikolat, dosis: 10-30 mg/kgBB/hari, bekerja sebagai competitive binding
empedu toksik, bile fow inducer,suplemen empedu, dan hepatoprotektor.
2. Kolestiramin, dosis: 0,25-0,5 g/kgBB/hari, berfungsi menyerap empedu toksik dan
menghilangkan gatal.
3. Rifampicin, dosis: 10 mg/kgBB/hari, berfungsi meningkatkan aktivitas enzim mikrosom
dan menurunkan ambilan asam empedu oleh sel hati
4. Fenobarbital: induksi enzim glukuronil transferase, digunakan hanya pada
hiperbilirubinemia indirek pada Crigler-Najjar syndromes (UDPGT deficiency tipe II)
dengan dosis: 3-10 mg/kgBB/hari
Multivitamin vitamin A : 5.000 - 25.000 U/ hari, D: D3 calcitriol: 0,05 - 0,2ug/kgBB/hari, E:
25 - 50 IU/kgBB/hari,K: K1 2,5 - 5 mg/ 2-7x/ minggu
Nutrisi : diet lemak MCT.
Trace elemen: trace element: Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
Terapi komplikasi yang terjadi: misalnya hiperlipidemia/xantelasma diberikan kolestipol
dengan dosis 250-500 mg/kgBB/hari (gabungan kolestramin dengan kolestipol), hipertensi
portal (dibuktikan dengan USG dopler) diberikan propanolol dengan dosis 1 6 mg/kgBB,
gagal hati dengan transplant
Dukungan psikologis
Mengobati penyebab kolestasis yang bisa diobati
Kolestasis ektrahepatik : operasi
Kolestasis intrahepatik, tergantung etiologi.
Infeksi hepatistsis kongenital : Herpes simpleks diberikaan asiklovir intravena, sipilis
diberikan penisilin 50.000 iu/kgBB/hari selama 10-14 hari, tuberkulosis diberikan OAT,
toxoplasmosis diberikan pyrimethamin 1 mg/kgBB/2-4 hari dan sulfadiaazine 50-100
mg/kgBB/hari. Penyakit metabolik: galaktosemia diberikan diet bebas galaktosa, tyrosinea
heriditer diberikan diet tirosin/fenilalamin rendah, intoleransi fruktosa heriditer diberikan
diet bebas fruktosa/laktosa, hipotiroidisme/hipopitutarisme diberikan hormon-hormon
tiroid, adrenal dan growth hormon .
Obat-obatan dan toksin: obat-obatan penyebab hepatotoksin dihentikan, endotoksin
bakterial diberikan antibiotika yang sesuai (misalnya Tersangka ISK dengan cefotaksim),
TPN ditatalaksana dengan pemberian intake oral secepatnya.

Edukasi
Menjelaskan kemungkinan etiologi, diagnosisnya, dan tatalaksana

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

26
Kepustakaan
1. Rosenthal P. Neonatal hepatitis and congenital infections. Dalam: Suchy FJ, penyunting. Liver
disease in children. Edisi ke-1. St. Louis: Mosby year book; 1994. h. 414-24.
2. Balisteri WF. Cholestasis. Dalam: Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. h. 1203-7.
3. Haefelin DN, Griffiths P, Rizetto M. Systemic virosis producing hepatitis. Dalam: Bircher J,
dkk, penyunting. Oxford textbook of clinical hepatology. Edisi ke-2. Oxford: Oxford University
Press; 1999. h. 955-63.
4. Emerick KM, Whitington PF. Molecular basis of neonatal cholestasis. Ped Clin N Am.
2002;49(1):1-3

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

27
Konstipasi
ICD 10 : K.59.0

Pengertian
Batasan konstipasi : jika terdapat 2 atau lebih kriteria
1. Frekuensi < 3x/minggu
2. Konsistensi keras
3. Terdapat distress : nyeri, pengeluaran periodik sejumlah feses besar 1 x / 7 - 30 hari, perut
kembung, sensasi penuh, teraba massa di abdomen atau rektum
Berdasarkan waktu :
1. Konstipasi akut : < 1-4 minggu
2. Konstipasi kronik : > 1 bulan

Anamnesis
Riwayat konstipasi yang terjadi, yakni lamanya gejala (konstipasi akut atau kronik), frekuensi
defekasi, konsitensi feses, ada tidaknya darah pada feses, dan kebiasaan defekasi (seberapa
sering dan dimana pasien biasa defekasi). mengenai kebiasaan makan,komsumsi obat-obatan,
dan aktifitas fisik. Penting juga untuk menanyakan umur saat awitan. Jika gejala pada saat usia
toilet training (>2 tahun) kemungkinan besar bersifat fungsional.

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik dilakukan terutama pada abdomen, tulang belakang dan perineum.
Pemeriksaan colok dubur dapat untuk mengevaluasi tonus otot-otot sfingter ani dan mendeteksi
obstruksi atau darah. Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan adanya kelainan anatomi (seperti
anal stenosis dan fisura ani) dan trauma.

Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Konstipasi akut
Konstipasi fungsional
Konstipasi organik

Diagnosis Banding
Hirschsprung disease
Obstruksi parsial saluran cerna lainnya
Hipotiroid

Pemeriksaan Penunjang
Jarang di lakukan pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi adanya anemia,
lekositosis, dan gangguan metabolik, seperti hipotiroidisme (hormon tiroid) atau uncover excess

28
hormon paratiroid (kalsium). Pemeriksaan urine berupa urin rutin dan kultur urine juga
dilakukan terutama bila diduga terjadi infeksi saluran kemih akibat konstipasi kronis.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang digunakan untuk mengevaluasi konstipasi yaitu foto polos
abdomen, studi transit kolorektal, tes fungsi anorektal, biopsi hisap rektum, dan defekografi.
Karena peningkatan resiko kanker, dapat dilakukan tes untuk menyingkirkan kanker, yaitu
barium enema, sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan MRI
juga dapat dilakukan untuk mencari penyebab organik lain yang memberikan gejala
konstipasi.Foto tulang belakang daerah lumbosakral dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
diindikasikan ketika hasil pemeriksaan neurologi ektremitas bawah atau sakrum tampak
abnormal.

Terapi
Pengobatan konstipasi sangat bervariasi tergantung sumber masalah, usia anak, dan
kepribadian anak.
Jika konstipasi terjadi sebagai akibat suatu keadaan medis, kelainan primer harus diobati
terlebih dahulu.
Penatalaksanaan terhadap konstipasi kronis antara lain dengan menggabungkan teknik edukasi,
evakuasi feses (disimpaction), dan terapi rumatan (modifikasi tingkah laku, pengaturan diet, dan
pemberian laksansia).

29
Edukasi
Toilet education
Diet tinggi serat

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Kepustakaan
1. Stephen M. Constipation. Dalam: Walker, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease.
Volume ke-1. Philadelphia: BC Decker; 1991. h. 90-108.
2. Benninga. Constipation and faecal incontinence in childhood. Amsterdam: Universiteit van
Amsterdam; 1994. h. 13-35.
3. HM Spiro. Clinical gastroenterology. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 1993. h. 513-23.
4. Barbara JS. Digestive system disorders. Dalam: RE Behrman, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2005. h. 510-8.
5. Baker SS, Liptak GS, Colletti RB, dkk. Constipation in infants and children: evaluation and
treatment. A medical position statement of the North American Society for Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. J Ped Gastr Nutr. 1999;29:615-26
6. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, dkk. Pedoman pelayanan medis
IDAI. IDAI 2010. H 58-62.

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

30
Nyeri/ Sakit Perut
ICD 10 : R.10

Pengertian
Nyeri perut merupakan manifestasi nyeri pada daerah abdomen. Nyeri ini dapat disebabkan
oleh organ di dalam ataupun di luar abdomen
Nyeri perut berulang merupakan serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya tiga kali
dalam jangka waktu tiga bulan dan mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

Anamnesis
Timbulnya rasa sakit.
Onset dan lamanya sakit.
Kwalitas dan berat ringannya.
Lokalisasi sakit perut.
Demam.
Mual, muntah atau diare yang berhubungan dengan sakit perut.
Ciri-ciri dari muntah atau diare.
Perubahan kebiasan defekasi, konsistensi dan warna feses.
Faktor- faktor yang memperingan dan memperberat sakit perut.
Terapi yang sudah diberikan.
Riwayat trauma.
Riwayat pernah dirawat sebelumnya.

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan yang terbaik adalah pada waktu serangan, harus lengkap dengan titik berat pada
abdomen.
Pengamatan.
Secara umum penderita tampak tidak anemia, turgor normal, sirkulasi normal.
Tanda vital : temperatur harus diperhatikan.
Periksa tanda-tanda peradangan dan proses infeksi pada kepala, mata, telinga, hidung,
tenggorokan, seperti faringitis, OMA, dll.
Dada : perhatikan pergerakan dada, retraksi, frequensi respirasi.
Abdomen :
- Pengamatan bentuk perut.
- Distensi / ketegangan dinding perut baik sebelum atausesudah rangsangan tangan
(palpasi).
- Adanya cairan bebas, bising usus diseluruh perut meningkat atau menurun sampai
negatif.
- Perlu dicari tanda akut abdomen yaitu dinding abdomen yang kaku, defence musculare,
nyeri tekan, nyeri lepas.
- Pada pemeriksaan di luar abdomen, cari kemungkinan adanya hernia strangulata,
hernia inguinalis yang menyebabkan obstruksi dan peritonitis.

31
Rektum :
Pemeriksaan colok dubur perlu diperhatikan abnormalitas sfingter internal atau eksternal,
adanya massa feces, warna, konsistensi, darah.
Sistem Genitourinaria :
Perhatikan di daerah genitalia adanya trauma, discharge, peradangan nyeri pada anak
remaja periksa daerah pelvis, evaluasi adanya trauma, infeksi peradangan, besarnya uterus,
dan massa.

Kriteria Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis
Pemeriksaan fifik
Pemeriksaan penunjang

Rome III Diagnostic Criteria for FunctionalGastrointestinal Disorders


H2. ABDOMINAL PAIN-RELATED FUNCTIONAL GI DISORDERS

H2a. Functional Dyspepsia


Diagnostic criteria* Must include all of the following:
Persistent or recurrent pain or discomfort centered in the upper abdomen
(above the umbilicus)
Not relieved by defecation or associated with the onset of a change in stool
frequency or stool form (i.e., not irritable bowel syndrome)
No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic or neoplastic process
that explains the subjects symptoms
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2months prior to diagnosis

H2b. Irritable Bowel Syndrome


Diagnostic criteria* Must include both of the following:
Abdominal discomfort** or pain associated with two or more of the following
at least 25% of the time:
a. Improvement with defecation
b. Onset associated with a change in frequency of stool
c. Onset associated with a change in form (appearance) of stool
No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process
that explains the subjects symptoms
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2months prior to diagnosis
** Discomfort means an uncomfortable sensation not described as pain.

H2c. Abdominal Migraine


Diagnostic criteria* Must include all of the following:
Paroxysmal episodes of intense, acute periumbilical pain that lasts for
hour or more
Intervening periods of usual health lasting weeks to months
The pain interferes with normal activities
The pain is associated with 2of the following:

32
a. Anorexia
b. Nausea
c. Vomiting
d. Headache
e. Photophobia
f. Pallor
No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process
considered that explains the subjects symptoms

H2d. Childhood Functional Abdominal Pain


Diagnostic criteria* Must include all of the following:
Episodic or continuous abdominal pain
Insufficient criteria for other FGIDs
No evidence of an inflammatory, anatomic, metabolic, or neoplastic process
that explains the subjects symptoms
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2months prior to diagnosis

H2d1. Childhood Functional Abdominal Pain Syndrome


Diagnostic criteria* Must satisfy criteria for childhood functional abdominal pain andhave at least
25% of the time one or more of the following:
Some loss of daily functioning
Additional somatic symptoms such as headache, limb pain, or difficultysleeping
* Criteria fulfilled at least once per week for at least 2months prior to diagnosis

Diagnosis
Nyeri perut berdasarkan etiologi

Diagnosis Banding
Nyeri perut fungsional, klasifikasi berdasarkan Kriteria RomA III, yakni: funcgsional
dispepsia, IBS (irritable bowel syndrome), abdominal migrane, childhood functional abdominal
pain, dan childhood functional abdominal pain syndrome.(lihat lampiran)
Nyeri perut organik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan rutin darah, urin, tinja perlu dilakukan.
Jika ada kelainan dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus : WBC dengan hitung jenis, sedimen
urine, urinalisis, kultur urin / tinja, foto polos abdomen.
Sakit perut berulang perlu dilakukan pemeriksaan barium meal, barium enema, endoskopi, USG.

Terapi
Ditentukan apakah penyakitnya membutuhkan tindakan bedahatautidak. Bila tidakditemukan
kedaruratan perut, penyebab sakit perutharus dicari dan diberi pengobatan yang sesuai.

Edukasi
Memberikan rasa aman dan edukasi kepada penderita dan keluarga. Meyakinkan bahwa pada
sakit perut fungsioanal, tidak ada bukti adanya kelainan dasar yang serius

33
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

34
Kolesistitis

Pengertian
Kolesistitis adalah peradangan pada kantung empedu yang dapat akut atau kronik.

Anamnesis
a. Nyeri abdomen.
b. Kwadran kanan atas.
c. Epigastrium.
d. Menyebar ke belakang, bahu.
e. Mual
f. Intoleran makanan lemak

Pemeriksaan Fisis
a. Abdomen tegang.
b. Kuning.
c. Demam.
d. Teraba massa.

Kriteria Diagnostik
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b. Laboratorium :
c. Radiologis
d. USG :

Diagnosis
Kolesistitis

Diagnosis Banding
a. Apendisitis akuta.
b. Pankretitis akuta.
c. Komplikasi dari tukak peptik (perforasi).
d. Obstruksi Intestinal.

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Rutin : Hb, Lekosit, Hitung jenis.
Test faal hati : bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali fosfatase.
b. Radiologis : Perlu di buat foto polos abdomen, untuk mendeteksi ada atau tidaknya batu
empedu radio opak.
c. USG :
Pemeriksaan USG lebih banyak membantu menentukan diagnosis.
Gambaran USG dari kolesistitis akut :
- Penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3 cm.

35
- Pada dinding yang menebal terlihat suatu daerah bebas gema diantara lapis luar
dengan lapisan dalam, sehingga terlihat tanda dinding yang rangkap atau disebut
Double Rim Sign. Hal ini disebabkan karna adanya edema di dinding kandung
empedu.
- Terdapat tanda Murphy Ultrasonik yaitu terasa nyeri pada saat transduser sedikit di
tekan diatas daerah kandung empedu.
- Terdapat pembesaran kandung empedu.
- Selain tanda-tanda tersebut di atas perlu dicari penyebabnya.
Sebagai penyebab terbanyak yaitu batu empedu, yang akan terlihat sebagai suatu massa
padat berdensitas gema meninggi, disertai bayangan akustik. Pada perubahan posisi massa
tersebut akan ikut bergerak

Terapi
a. Pengobatan kolesistitis termasuk hospitalisasi, hidrasi dengan cairan IV, koreksi
abnormalitas elektrolit dan penghentian makanan oral.
b. Medikasi (misalnya Meperidine hidroklorida) harus diberikan untuk mengurangi nyeri.
c. Antibiotika, termasuk ampisilin dan gentamisin digunakan untuk mengobati kolesistitis
akut karena mereka diekskresikan dalam empedu atau melindungi organ enteric secara
adekuat. Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dapat digunakan sebagai alternatif.
d. Kolesistektomi laparoskopik adalah pengobatan pilihan untuk manajemen kolesistitis akut
tanpa komplikasi.
Indikasi utama untuk pembedahan :
1. Ketidakpastian mengenai diagnosis ditambah dengan iritasi peritoneal perut bagian atas
yang jelas
2. Kegagalan terhadap pengobatan non operatif :
Demam terus menerus lewat 24 jam.
Tanda-tanda iritasi peritoneal yang tak berubah atau semakin lanjut.
Perkembangan atau pembesaran massa yang progesif.
Perkembangan peritonitis umum.

Edukasi

Prognosis
Perforasi.
Peritonitis empedu.
Obstruksi bilier.
Sirosis bilier.
Kanker kandung empedu
Angka mortalitas keseluruhan untuk kolesistitis akut dan kronik < 2 %

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

36
Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

37
Peritonitis Tuberkulosa

Pengertian
Radang peritoneum yang disebabkan oleh M.tuberculosis

Anamnesis
Seperti pada dengan curiga TB pada umumnya

Pemeriksaan Fisis
Di temukan massa intraabdomen, adanya asites, kadang-kadang ditemukan fenomena papan
catur yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak

Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Peritonitis Tuberkulosa

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen : gambaran peritonitis, massa omentum dan asites.
Biopsi peritonium untuk mencari gambaran patologis.
Kultur M. tuberkulosis dari bahan cairan asites atau biopsi peritonium.

Terapi
Tatalaksana TB ekstrapulmonal yaitu Rifampisin dan INH diberikanselama 12 bulan,
Pirazinamid selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1-2 mg/kg BB selama 1-2 minggu
pertama.

Edukasi

Prognosis
Perlengketan usus, obstruksi usus

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

38
Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

39
Infeksi Helicobacter Pylori

Pengertian
Helicobater pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat berkoloni pada saluran cerna dan
merupakan salah satu penyebab ulkus duodemum dan gaster. Menular secara oral-oral, gastric
oral, dan fekal-oral

Anamnesis
Adanya gangguan saluran cerna seperti muntah, mual, diare, nyeri perut, dan gejala dispepsia
lainnya.

Pemeriksaan Fisis
Nyeri tekan epigastrium tidak selalu ditemukan

Kriteria Diagnostik
Penegakan diagnosis adalah dengan metode invasif dan non invasif.
Diagnosa pasti dari penyakit ini berdasarkan biopsi.

Diagnosis
Infeksi Helicobacter Pylori

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang
Tes invasif (endoskopi)
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi
Test Urea cepat pada jaringan biopsi
Kultur bakteri
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode non invasif
Tes Imunoassay untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori
Tes Urine dan Saliva untuk mendeteksi Antibodi Helicobacter pylori
Tes Feses untuk Antigen Helicobacter pylori
Tes Napas Urea

Terapi
Mengeliminasi secara lengkap dari organisme
Regimen terapi yang dikatakan berhasil jika dapat menyembuhkan lebih dari 80% subjek
yang diterapi
Efek samping minimal
Tidak menginduksi resistensi bakteri

Terapi eradikasi H. pylori diberikan selama 7-14 hari:


- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50
mg/kgBB/hari/12) + clarithromycin (15 mg/kgBB/hari/12 jam)

40
- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari/12 jam + amoksisilin (50
mg/kggBB/hari/12 jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari/12 jam)
- Proton pump inhibitor (omeprazole) 1 mg/kgBB/hari + clarithromycin (15mg/kggBB/hari/12
jam) + metronidazole (20 mg/kgBB/hari

Edukasi
Konseling: menghindari faktor yang meningkatkan resiko dispepsia dan ulkus peptikum
Selama terapi eradikasi, maka obat-obatan NSAIDs mesti dihentikan.
Diberitahu tentang efektifikasi terapi eradikasi
Pentingnya menyelesaikan regimen obat inisial
Pencegahan
Antibiotik untuk pencegahan sangat tidak dianjurkan
Vaksin Helicobacter pylori (Helicobacter pylori urease + enterotoxin E. Coli) efektifitas
sangat rendah
Perbaiki hygiene dan gizi anak

Prognosis
Prognosis
Tergantung dari penanganannya
Dideteksi lebih dini dan diterapi adekuat komplikasi minimal
Terlambat didiagnosa atau terapi tidak adekuatkomplikasi lanjut

Komplikasi
Ulkus dengan pendarahan gastrointestinal
Kanker
Relaps atau resisten terhadap obat

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
3. Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

41
Diverticulum Meckel

Pengertian
Adalah suatu keadaan terdapatnya gaster pankreas ektopik. Biasanya terletak 50-75 cm dari
proksimal ileocaecal junction pada bagian antimesenterik intestinal.Perdarahan umumnya tanpa
disertai rasa sakit, timbu1 secara periodik dan tidak dipengaruhi konsistensi feses.

Anamnesis
Kelainan sering ditemukan secara insidental pada laparatomi
Nyeri perut, perdarahan yang hilang timbul

Pemeriksaan Fisis
Hematoscezia

Kriteria Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan technitium scan (akurasi 90%). Diagnosis pasti
diperoleh saat operasi

Diagnosis
Divertikulum Meckel

Diagnosis Banding
Ileitis
Colitis colon proximal

Pemeriksaan Penunjang
Radioisotop scanning

Terapi
Indikasi mutlak untuk reseksi adalah perdarahan, obstruksi usus, diverticulitis, dan fistula
umbilicoileal

Edukasi
Ulserasi, perdarahan, obstruksi usus halus, diverticulitis, dan perforasi

Prognosis
Ulserasi, perdarahan, obstruksi usus halus, diverticulitis, dan perforasi

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

42
Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

43
Akalasia Esofagus

Pengertian
Adalah kelainan esofagus primer yaag ditandai dengan adanya obstruksi esofagogastric junction
dengan karakteristik bertambahnya tekanan sfingter esophagus bagian bawah dan tidak adanya
peristaltik esofagus.

Anamnesis
Adanya gejala klinik yang sering berupa :
1. Disfagia :
Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat
ringannya disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu :
Tingkat 0 : normal.
Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat.
Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus.
Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair.
Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah.
2. Nyeri dada: Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di
substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila
makan/minum dingin.
3. Regurgitasi:Timbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan tetapi juga
berhubungan dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka pada saat penderita
berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat pada kantong esofagus dapat mengalir ke
faring dan mulut sehingga akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.
4. Kehilangan berat badan.

Pemeriksaan Fisis
Tidak ada yang spesifik

Kriteria Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala disfagia dan regurgitasi) dan pemeriksaan
radiologis.

Diagnosis
Akalasia Esofagus

Diagnosis Banding
Karsinoma kardia lambung.
Spasme kardia.
Striktura esofagus dekat diafragma.
Hipermotilitas.
Penyakit cagas

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis :

44
1. Foto toraks polos :
Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP memperlihatkan adanya
bayangan yang menonjol ke arah jantung. Foto lateral memperlihatkan adanya bayangan di
posterior jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus, tak tampak
gelembung udara di daerah gaster.
2. Esofagografi :
Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus. Stadium
lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric junction
dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran beak like appearance
(seperti paruh burung)atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk
menyingkirkan kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Endoskop pada akalasia
masih bisa dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat
dilatasi esofagus, mukosa lembek dengan edema ringan, tanda-tanda esofagitis, dan
penutupan sfingter esofagus distal.
3. Pemeriksaan Manometer :
Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan
retensi makanan

Terapi
1. Konservatif
a. Diet cair /lunak dan hangat
b. Medikamentosa
Sedatif ringan untuk penenang.
Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin dapat digunakan karena
dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-
20 mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1
jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan
2. Tindakan aktif
a. Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam dilatator :
- Mekanik.
- Pneumatik.
- Hidrostatik.
b. Tindakan bedah yaitu operasi Heler dengan melakukan esofagomiotomi.
Komplikasi yang timbul adalah : - Perforasi.
- Paralisis nervus phrenicus.
- Refluks gastroesofagal.
- Perdarahan masif.
- Disfagia.

Edukasi

Prognosis
Komplikasi
Aspirasi pneumonia.
Perdarahan ulkus dalam mukosa.
Perforasi akut.

45
Karsinoma esofagus.
Karsinoma lambung.

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor &Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

46
Kista Duktus Koledokus

Pengertian
Pelebaran saluran empedu baik ekstra maupun intrahepatik.

Anamnesis
Nyeri perut, kuning, kadang kadang disertai demam akibat infeksi.

Pemeriksaan Fisis
Ikterus, dan dapat teraba massa tumor pada perut kanan atas. Klasik berupa trias: ikterus, nyeri
perut yang hilang timbul, dan massa tumor pada perut kanan atas.

Kriteria Diagnostik
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis
Kista Ductus Koledokus

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang, ditemukan peningkatan kadar bilirubin, transaminase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase dan kadar amylase. USG mempunyai ketepatan diagnosis yang
tinggi untuk diagnosa dini, dimana terlihat gambaran massa tumor yang berbatas tegas ekolusen
di daerah kanan atas. Diagnosis pasti untuk untuk menentukan tipe kista dengan kolangiografi.

Terapi
Penatalaksanaan dengan tindakan bedah yaitu eksisi total

Edukasi

Prognosis
Baik bila operasi dilakukan dalam keadaan dini

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

47
Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

48
Kolitis Ulseratif

Pengertian
Reaksi radang difus yang ditandai oleh infiltrat neutrofil dengan abses kripta yang mengenai
usus besar bagian distal yang dapat meluas ke proksimal sepanjang kolon dengan panjang
bervariasi.

Anamnesis
Diare kronik dengan darah segar
Tidak dapat menahan defekasi
Tenesmus dan kejang (kram) pada perut bagian bawah terutama sesaat sebelum defekasi

Pemeriksaan Fisis

Kriteria Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Manifestasi klinis
Mikrobiologi.
Serologi.
Kolonoskopi.
Biopsi.

Diagnosis
Kolitis Ulseratif

Diagnosis Banding
Kolitis infeksiosa
Kolitis akibat C.diificile
Irritable Bowel Syndrome
Kolitis alergi
Penyakit Chron

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Endoskopi
Biopsi

Terapi
Sulfazalazine, dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
Hidrokostison enema 100 mg pada waktu tidur selama 6 minggu.
Prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari selama 3-4 bulan, dosis penuh diberikan selama 6 minggu
kemudian diturunkan 5 mg/hari setiap minggu.
Pada kasus gawat darurat dapat dilakukan kolektomi

49
Edukasi

Prognosis
Perdarahan, perforasi, striktur, megakolon toksik, karsinoma

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

50
Hipertrofi Stenosis Pilorus

Pengertian
Hipertrofi dari otot sirkuler pilorus yang menyebabkan obstruksi pintu keluar lambung

Anamnesis
Muntah tidak mengandung empedu (nonbilious vomiting), bersifatprogresif.
Muntah muncul 2-3 minggu, sebelumnya bayi terlihat sehat. Muntah awalnya intermiten,
muncul 30-60 menit setelah minum.
Frekuensi dan volume muntah progresif meningkat dan akhirnya menimbulkan muntah
projektil yang berulang (Repetitive ProjectileVomiting)
Dapat menimbulkan dehidrasi, berat badan tidak meningkat bahkan menurun, konstipasi,
kadang-kadang berdarah (akibat esofagitis sekunder atau gastritis). Keadaaan yang
terlambat mendapat pertolongan ditemukan dehidrasi berat dan alkalosis metabolik berat
(dehydration hypochloremic alkalosis)

Pemeriksaan Fisis
a. Tampak gerakan peristaltik lambung setelah 30-60 menit minum.
b. Teraba massa (hipertrofi otot pilorus) di perut kanan atas.

Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Hipertropi Stenosis Pilorus

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos abdomen:
Penyempitan lumen pilorus (string sign).
Tampak bayangan lambung sangat besar dan berisi udara.
b. USG :
Akurasi 95%. Target sign adalah gambaran khas penebalan mukosa pilorus pada stenosis
pilorus lebih dari 14 mm.
c. Laboratorium :
Alkalosis metabolik.
Hipokalemia.
Hiponatremia.

Terapi

51
a. Operatif
Teknik operasi Fredet-Ramstedt (piloromiotomi).
b. Non operatif
Medikamentosa : sulfas atropin dapat diberika jika operasi tidak memungkinkan.
Diet: makanan kental dalam porsi sedikit tetapi sering.
Penderita ditaruh dalam posisi setengah duduk selama 1 jam setelah makan.

Edukasi

Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan tindakan operatif.
Pada tindakan non operatif angka kematian meningkat dan apabila penderita dapat hidup
akan terjadi kurang gizi.

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

52
Keracunan Makanan/Minuman

Pengertian
Gambaran klinik yang disebabkan gangguan satu atau beberapa organ yang disebabkan oleh
makanan yang mengandung racun / toksin

Anamnesis
Apabila terdapat 1 orang atau lebih yang menunjukkan gejala keracunan yang sama setelah
mengkonsumsi makanan/minuman yang sama atau bila pihak keluarga penderita mengkaitkan
kasusnya dengan kecurigaan keracunan makanan.

Pemeriksaan Fisis
Tergantung jenis racun
Aritmia jantung : tricyclic antidepressants, amphetamine, aluminium phosphide,
digitalis, theophylline, arsenic, cyanide, chloroquin.
Asidosis metabolik : isoniazid, methanol, salicylates, phenformin, iron, cyanide.
Gangguan saluran cerna : organophosphorus, arsenic, iron, lithium, mercury.
Sianosis : nitrobenzene compounds, aniline dyes, dan dapsone.

Kriteria Diagnostik
Diagnosis keracunan makanan/ minuman biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan jenis racunnya sendiri. Anamnesis: riwayat adanya kontak denganzat
racun tersebut. Kontak terkadang sulit diketahui. Gambaran klinis yang tidak spesifik dan
tampak sebab yang jelas, maka keracunan makan harus disingkirkan lebih dahulu. Gambaran
klinis sesuai dengan penyebab keracunan makanan. Analisis: bahan lambung, darah, ataupun
urin. Spesimen yang harus disimpan/ diselamatkan dalam kasus keracunan makanan/minuman
adalah :
- Bahan makanan yang dicurigai penyebab racun.
- Muntahan penderita.
- Feses penderita.

Diagnosis
Keracunan Makanan / Minuman

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Terapi
Prinsip pengobatan keracunan secara umum adalah :
1. Menentukan secepat mungkin penyebab keracunan dengan pemeriksaan klinis,
laboratorium toksikologis, kecepatan mendapatkan contoh darah, urin, feses, muntahan
penderita serta bahan makanan/minuman yang dicurigai menjadi penyebab keracunan.

53
2. Mengeluarkan racun dari lambung, dengan cara membuat penderita muntah atau tindakan
bilas lambung.
3. Pemberian antidotum yang sesuai.
4. Pengobatan simptomatik dan suportif.
Yang terpenting di antara keempat prinsip tersebut adalah pemberian antidotum, tetapi bila
antidotum tidak tersedia maka pengobatan simptomatik dan suportif memegang peranan
penting.
a. Keracunan Jamur
Antidotum yang diberikan adalah antimuskarinik berupa Atropin dengan dosis 1-2 mg
dapat diberikan setiap 30 menit secara subkutan sampai gejala menghilang atau terjadi
gejala atropinisasi.
b. Keracunan Singkong
Diberikan antidotum Natrium tiosulfat 30% sebanyak 30cc, secara IV perlahan-lahan. Mula-
mula diberikan diberikan 10cc IV, kemudian anak dicubit untuk mengetahui apakah
kesadarannya telah pulih, bila belum sadar dapat diberikan 10 cc lagi sampai dosis
maksimal. Bila terjadi sianosis dapat diberikan oksigen.

Edukasi

Prognosis
Tergantung jenis racun

Kepustakaan
1. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker. Ontorio: BC Decker Inc
2. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
3. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, Wyllie, Elsevier, 2006
Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Guandalini, Taylor & Francis, 2004
4. Nelson Pediatric Text Book

Mengetahui
Kepala Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi

Dr. Yusmala Helmy, SpA(K) dr. Hasri Salwan, SpA(K)


NIP.195801261985032001 NIP. 19670123 196603 1 003

54

Anda mungkin juga menyukai